Anda di halaman 1dari 2

CODING

Pengertian koding yaitu kegiatan pengkodean atau penetapan kode dengan menggunakan
huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang mewakili komponen pada data.
Kegiatan di dalam koding meliputi kegiatan pengkodean seperti diagnosis penyakit dan
pengkodean tindakan medis. Tenaga medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas
keakuratan kode. (Savitri Citra Budi)
Tujuan Koding sendiri yaitu untuk mengkode klasifikasi penyakit oleh World Health
Organization (WHO) yang memiliki tujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan dari
penyakit, gejala, cedera dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO
mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia untuk menggunakan klasifikasi
penyakit revisi 10 (ICD-10), (International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problem Tenth Revision). Namun, di Indonesia sendiri ICD-10 baru ditetapkan untuk
menggantikan ICD-9 pada tahun 1998 melalui SK Menkes RI
No.50/MENKES/KES/SK/I/1998. Sedangkan untuk pengkodean tindakan medis dilakukan
menggunakan ICD-9-CM. (Savitri Citra Budi)
Tugas Pokok dan Fungsi Koding adalah sebagai berikut:
a) Menerima dokumen Rekam Medis dari bagian assembling.
b) Memberikan kode penyakit pasien dengan menggunakan ICD-10, memberikan kode
tindakan pada pasien dengan menggunakan ICD-9.
c) Menyerahkan dokumen Rekam Medis ke bagian filling setelah di lakukannya
pengkodean.
d) Jika pasien menggunakan jasa asuransi maka dokumen Rekam Medis di serahkan ke
assembling dan jika sudah di kode akan di ambil oleh petugas bagian asuransi atau
BPJS.
chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://
eprints.dinus.ac.id/20309/10/bab2_18524.pdf
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktepatan pengkodean diagnosis utama yakni:
1. Pengetahuan coder yang minim tentang kodefikasi karena sebagian petugas coder
bukan merupakan lulusan D3 Rekam Medis dan kurangnya pelatihan resmi
tentang koding.
2. Tidak lengkapnya informasi pemeriksaan penunjang medis yang dapat
mempersulit coder menetukan kode yang tepat.
3. Tidak sesuainya penggunaan singkatan diagnosis dengan daftar singkatan
diagnosis yang telah dibakukan rumah sakit.
4. Tulisan diagnosis yang ditulis oleh dokter atau tenaga medis lainnya sulit dibaca.
5. Pengalaman kerja coder yang kurang dari tiga tahun mempengaruhi ketepatan
kode diagnosis.
6. Tidak tersedianya SPO kodefikasi yang bertujuan untuk mempermudah petugas
dalam melakukan pekerjaannya.

chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://
stikespanakkukang.ac.id/assets/uploads/alumni/
2396b7f388b9ebb86e632e50a25b5a07.pdf

Anda mungkin juga menyukai