Anda di halaman 1dari 16

HEMOGLOBINOPATI

Hemoglobinopati adalah sekelompok penyakit yang mempunyai sifat keturunan dengan manifestasi berupa
bentuk atau produksi hemoglobin yang abnormal. Hemoglobinopati sering ditemukan pada anemia sel sabit
dan thalassemia. Hemoglobinopati diakibatkan oleh mutasi gen yang mengkode rantai globin alfa dan beta
pada molekul hemoglobin (Hb). HbS yang abnormal merupakan hasil mutasi yang disebabkan oleh
tertukarnya asam amino glutamat dengan valine pada posisi 6 rantai beta globin.

Bentuk hemoglobinopati tersering adalah penyakit sel sabit. Menurut The World Health Organization (WHO),
diperkirakan bahwa sekitar 270 juta orang menjadi karier (hemoglobinopathy trait) dan setiap tahun dilahirkan
300,000 bayi dengan hemoglobinopati berat. Manifestasi penyakit bergantung pada jenis hemoglobinopati
yang diderita. Secara garis besar, hemoglobinopati dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok
sindrom thalassemia dan kelompok abnormalitas bentuk hemoglobin.

Hemoglobinopati juga dikenal dengan sekelompok kelainan herediter yang ditandai oleh gangguan
pembentukan molekul hemoglobin. Kelainan ini dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Hemoglobinopati struktural (anemia sel sabit): disini terjadi perubahan struktur hemoglobin
(kualitatif) karena
substitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai peptida hemoglobin.
2. Thalasemia : suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis atau absennya
pembentukan satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal
(kuantitatif).

I. Anemia Sel Sabit

A. Definisi
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit,
karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan
disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit (Sickle cell
anemia).Disebut juga anemia drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.

Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah
merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel
sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal,
sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel
yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang
dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh
dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran
darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
B. Anatomi Fisiologi

Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira- kira
berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak
dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar
yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan
darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2
dan CO2dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-molekul Hb
terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung sebuah
atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.

C. Etiologi
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan
struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai
polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada
salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul
hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami
elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.

Sel Darah Merah Berbentuk Sabit


Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro
secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih lama. Eritrosit Hb
S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat
mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam
mikrovaskular. Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2011). Berulangnya episode
pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-
pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan demikian
siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan
penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung,
disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2016).

E. Patofisiologi

Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal
mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit
hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan β s, jadi
mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat.
Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen
abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel
sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)

F. Gejala

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi
mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah
oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen
yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:

 semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-
tulang panjang)

 demam, kadang sesak nafas.

Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan apendisitis
atau suatu kista indung telur. Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada,
yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas. Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini
tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan
darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah). Sebagian besar penderita
mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga
mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita
cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya. Infeksi virus bisa menyebabkan
berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati
menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang
hancur. Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur. Anak-anak yang menderita
penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari
kakinya panjang. Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada
tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan
hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan. Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat
menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa
menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan
fungsi. Pria dewasa bisa menderita priapisme(nyeri ketika mengalami ereksi).

G. Manifestasi Klinik

NO SISTEM KOMPLIKASI TANDA DAN


GEJALA
1 Jantung Ulkus tungkai kronis Kardiomegali,
Pernapasan Saraf Nekrosis aseptik kaput takikardi, napas
2
Pusat femoris dan kaput pendek, dispnea
3 Genitourinaria humeri Ablasio retina, sewaktu kerja fisik,
4 Gastrointestinal penyakit pembuluh gelisah
Kulit darah perifer, Nyeri, ulkus terbuka
5
Skeletal perdarahan dan mengering Afasia,
6 Okular Kolesistitis, fibrosis pusing, kejang, sakit

7 hati, abses hati kepala, disfungsi usus


Disfungsi ginjal dan kandung kemih
8
Trombosis serebral Nyeri pinggang,
Infark paru, hematuria
pneumonia Nyeri perut,
Gagal jantung hepatomegali, demam
kongestif Nyeri, perubahan
penglihatan, buta
Nyeri, mobilitas
berkurang, nyeri dan
bengkak pada lengan
dan kaki
Nyeri dada, batuk,
sesak napas, demam,
gelisah
E. Prognosis/ penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan
terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa
faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi
secara mendadak. Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang
disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi SDM hanya
diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada
trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum
memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi
kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999).
F. Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu
pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya
mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan
pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan
cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami
hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat
mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis.
Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang
yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah.

II.1. Thalasemia Alfa

Defenisi :
Thalassemia alpa adalah kelainan herediter yang diakibatkan oleh berkurangnya atau tidak
adanya sintesis satu atau lebih rantai globin α.

Klasifikasi:
Klasifikasi dari alpa thalassemia berdasarkan banyaknya unit alpa globin yang mengalami
defek, dan secara garis besar terdiri dari:
a. Silent α thalasemia: Defek 1 dari 4 gen α globin, yang umumnya disebut thalassemia α ⁺ trait.
Pada keadaan ini tidak terdapat kelainan hematologi yang dapat terdeteksi kecuali MCV yang
borderline (78-80fL).
b. Carrier α thalasemia: Defek 2 dari 4 gen α globin yang disebut juga thalassemia α 0 trait.
Kondisi ini memiliki karakteristik dijumpaiadanya anemia microcytic hypochromic ringan
dengan berkisar MCV 70-75 fL. Kondisi ini terjadi dapat dibingungkan dengan defisiensi
besi.
c. Hemoglobin H disease: Defek 3 dari 4 gen α globin. Ciri hematologis ditandai adanya
akumulasi dari rantai globin-β yang mudah larut membentuk tetramer yang disebut HbH.
Penyakit HbH memiliki gejala anemia hipokromik mikrositik dengan Hb 8-10 g/dL.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya pembesaran hepar dan spleen. Adanya anemia
yang berat dapat disebabkan oleh kekurangan asam folat, infeksi akut, paparan stres oksidatif,
dan kehamilan.
d. Hb Bart’s Hydrops Fetalis: Merupakan bentuk paling berat dari α thalassemia. Pada keadaan
ini tidak terbentuk rantai globin-α. Janin yang terkena akan meninggal di dalam
kandungan pada trimester kedua atau trimester ketiga kehamilan atau tidak lama setelah
lahir. Pada Hb Bart’s Hydrops Fetalis terjadi anemia yang berat, oedem yang luas, ascites,
efusi pleura, dan efusi pericardial. Pada pemeriksaan apusan darah tepi banyak dijumpai
immature red cell , hipokrom, mikrositer, gambaran sel darah merah anisopoikilositosis.

Patofisiologi:

Thalasemia α disebabkan oleh adanya defek gen globin α sehingga sintesis rantai globin α berkurang atau tidak
ada. Rantai globin α dikode oleh 2 pasang gen globin α. Sintesis rantai globin α diatur oleh kelompok gen
globin α pada kromosom 16p13. Adanyamutasi pada gen globin α mengakibatkan produksi rantai globin
α menurun atau tidak ada, tergantung jumlah gen globin yang terganggu, sedangkan produksi rantai globin
non α berlangsung normal. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan produksi rantai antara α dan non
α yang merupakan dasar dari kelainan yang ditemukan pada thalasemia α. Ketidakseimbangan ini
mengakibatkan penurunan sintesis hemoglobin normal. Penurunan kadar hemoglobin dalam eritrosit
menyebabkan morfologi eritrosit menjadi mikrositik hipokrom. Selain itu penurunan produksi rantai α
ini mengakibatkan terdapatnya rantai non α berlebih yaitu salah satunya rantai β yang membentuk HbH.
Kelebihan rantai non α ini akan bersifat tidak stabil dan cenderung berpresipitasi pada membran eritrosit
yang mengakibatkan eritrosit di-pitting oleh makrofag di limfa dan eritrosit ini menjadi mudah lisis.
Peningkatan penghancuran eritrosit di RES yang kronis menyebabkan anemia dan splenomegali.
Hemolisis akan diperberat oleh adanya infeksi atau paparan obat oksidator. Hemolisis kronis dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia yang mempermudah terbentuknya batu empedu.

Gambaran Klinis :

Manifestasi klinis dari thalasemia α bervariasi mulai dari silent carrier sampai dengan hydrops foetalis yang
fatal. Fenotipe dari kebanyakan individu yang terkena α thalassemia umumnya dengan gejala ringan
maupun asimptomatik dan tidak terdeteksi kecuali dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Keluhan yang
didapat akan lebih berhubungan dengan gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah.Pasien-
pasien dengan penyakit HbH memiliki gejala yang lebih berat seperti anemia (2.6-13.3 g/dl) dengan jumlah
HbH yang bervariasi antara 0.8-40%, dan terkadang dapat ditemukan juga Hb Bart’s. Pada penderita
HbH umumnya terdapat splenomegali, jaundice yang dapat terlihat dalam berbagai derajat. Komplikasi
lainnya seperti defisiensi asam folat dan episode hemolitik akut akibat infeksi. Pasien-pasien yang lebih
dewasa dapat terkena iron overload. Tingkat keparahan dari penyakit ini sangat bergantungkepada basis
molekular dari penyakit ini.Hb Bart’s hydrops foetalis syndrome umumnya meninggal in utero (23-38
minggu) atau sesaat setelah kelahiran. Gejala klinis dapat berupa pucat dan oedem dengan tanda-tanda
gagal jantung dan anemia intra-uterineyang berkepanjangan. Hepatosplenomegali, retardasi dalam
pertumbuhan otak, deformitas skeletal dan kardiovaskular serta pembesaran plasenta yang sangat nyata
dapat terlihat pada pasien-pasien ini.

Diagnosis
a. Klinis
Alpa thalassemia memiliki dua bentuk klinis yang signifikan :
 Hemoglobin Bart’s Hidrops Fetalis, bentuk yang paling parah dari α-thalassemia, ditandai dengan
onset janin edema luas, ascites, efusi pleura dan perikardial, dan anemia hipokromik berat
, tanpa adanya ketidakcocokan golongan darah sistem ABO atau Rh. Hal ini biasanya dideteksi
dengan ultrasonografi pada 22-28 minggu kehamilan dan dapat dicurigai pada kehamilan berisiko
pada 13 sampai 14 minggu kehamilan ketika dijumpai peningkatan ketebalan nuchal, mungkin
ketebalan plasenta, dan peningkatan rasio kardiotoraks. Kematian pada periode neonatal hampir
tak terelakkan.
 Hemoglobin H ( HbH disease) penyakit ini harus dicurigai pada bayi atau anak dengan
mikrositik hipokromik, anemia hemolitik ringan sampai sedang dan hepatosplenomegali. Perubahan
tulang dapat terjadi di sekitar sepertiga dari individu yang terkena. Tidak seperti sindrom Hb
Bart’s, penyakit HbH dapat bertahan hidup sampai dewasa.
b. Temuan Laboratorium
 Pemeriksaan Darah Lengkap
Indeks sel darah merah menunjukkan anemia mikrositik pada penyakit HbH atau α-
thalassemia trait, indeks biasanya normal pada silent carrier dan makrositik pada sindrom Hb Bart’s
sebagai akibat dari retikulositosis ekstrim.
 Retikulosit:
 Sindrom Hb Bart : Variabel, mungkin lebih dari 60%.
 Penyakit HbH : Sedang antara 3% -6%.
 Hapusan darah tepi:
 Sindrom Hb Bart’s : Hipokrom mikrositer dan anisopoikilositosis berat, banyak
ditemukan nucleated red blood cell.
 Penyakit HbH : Hipokrom mikrositer ,anisopoikilositosis (tear drop dan ovalosit), dan
nucleated red blood cellsangat jarang.
 Silent carrier: Penurunan MCV, MCH, dan RBC perubahan morfologi yang kurang
signifikan dibandingkan dengan dua keadaan sebelumnya, nucleated red blood celltidak
terlihat.
 Pewarnaan supravital untuk mendeteksi badan inklusi eritrosit. Inklusi HbH (tetramers β4) dapat
ditunjukkan dalam 5% sampai 80% dari eritrosit individu dengan penyakit HbH melalui
hapusan darah setelah inkubasi darah segar dengan 1% brilian cresyl biru (BCB) selama
empat sampai 24 jam. Sejumlah kecil inklusi juga dapat dideteksi pada subjek dengan α-
thalassemia trait.
 Analisis hemoglobin kualitatif dan kuantitatif (Hemoglobin elektroforesis dan HPLC) dapat
mengidentifikasi jumlah dan jenis hemolgobin yang ditemui.Jenis hemoglobin yang paling
relevan dengan α-thalassemia:oHemoglobin A (HbA) :
 Dua rantai α-globin dan dua rantai β-globin (α2β2)
 Hemoglobin H (HBH) : Empat rantai globin β-(β4)
 Hemoglobin Bart’s (Hb Bart’s): Empat rantai globin γ-(γ4)
 Hemoglobin Portland : Dua rantai δ-globin dan dua rantai γ-globin (δ2γ2)
II.2 Thalasemia Beta

Defenisi :
Thalasemia β adalah penyakit yang diturunkan secara otosom resesif, disebabkan oleh mutasi gen
yang terletak pada kromosom 11 yang mengatur sintesis rantai globin β, sehingga terjadi
penurunan sintesis rantai β.

Patofisiologi :
Patofisiologi yang mendasari antara jenis thalassemia hampir sama, ditandai dengan
penurunan produksi hemoglobin dan sel dan adanya kelebihan rantai globin yang tidak efektif, akan
menyebabkan bentuk homotetramers yang tidak stabil. Kelebihan rantai α pada β-talasemia lebih
tidak stabil daripada kelebihan rantai β pada α-talasemias sehingga menyebabkan kerusakan sel darah
merah dan hemolisis yang berat oleh karena eritropoesis yang tidak efektif serta
hemolisis ekstramedular.Pada β-thalasemia patofisiologinya berdasarkan atas berkurang atau
hilangnya rantai globin-β yang akan mengakibatkan berlebihnya rantai-α. Maka akan terjadi
penurunan produksi hemoglobin dan ketidakseimbangan rantai globin. Ini akan mengarah pada
penurunan dari hemoglobin (MCH) dan volume eritrosit (MCV). Pada thalassemia-β yang berat,
eritropoesis yang tidak efektif terjadi di sum-sum tulang akan meluas ke tulang-tulang normal dan
menyebabkan distorsi dari tengkorak kepala, tulang wajah dan tulang panjang.
Klasifikasi :
i. β-thalasemia minor (trait)
Pada β-thalasemia minor (trait) tidak terjadi anemia yang berat, tapi pada pemeriksaan
darah lengkap di jumpai mikrositer (MCV<80 fl) dan hipokrom (MCH<27 pg).
Pemeriksaan hemoglobin elektroforesis di jumpai peningkatan dari Hb A2 (>3,5%).
Dalam membuat diagnosis β-thalasemia minor, harus mengesampingkan adanya penyakit
kekurangan zat besi, yang dapat mengubah kenaikan kadar HbA2. Manifestasi klinis β
thalasemia minor biasanya ringan, dan umumnya pasien memiliki kualitas hidup yang
baik. Anemia secara klinis tidak signifikan dan tidak memerlukan perlakuan khusus, kadang -
kadang dilaporkan adanya splenomegali, perubahan tulang ringan, dan cholelithiasis.
Kedua orang tua yang memiliki pembawa sifat β-thalassemia, maka akan melahirkan
anak- anak 25% normal, 25% β-thalassemia mayor dan 50% β-thalassemia trait.
ii. β-thalasemia Intermedia (TI)
Hampir 10% pasien β-thalasemia mengalami β-thalasemia intermedia. Pada TI
mengalami anemia hemolitik yang sedang, dan dapat mempertahankan Hb >7 g/dl
tanpa dukungan transfusi. Ketika kebutuhan transfusi mencapai > 8 unit pertahun maka
diklasifikasikan sebagai thalassemia-β mayor. Gejala klinis yang tampak pada TI biasanya
terjadi pada umur 2-4 tahun. Gejalanya dapat berupa anemia, hiperbilirubinemia, dan
hepatosplenomegali.
iii. β -thalasemia Mayor
β-thalasemia mayor selalu disebut anemia Cooley menunjukkan gejala anemia berat (1-7
g/dL), hemolisis dan inefektif eritropoesis yang berat. Manifestasi yang muncul pada masa
anak-anak dapat terjadi anemia yang berat, jaundice, pertumbuhan terhambat, dan aktivitas
menurun. Hepatosplenomegali dengan tanda awal dari bentuk wajah thalassemia
biasanya ditemukan. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dijumpai poikilocytosis,
mikrositosis, dan hipokrom, target sel, basophilic stipling, pappenheimer bodies
(siderotic granules) dan retikulositosis dengan peningkatan nucleated red blood cells.
Gambaran Klinis:
Gambaran klinis pada thalasemia β bervariasi bergantung pada delesi rantai globin β yang terjadi. Secara
umum gambaran klinis yang ditemukan antara lain :
 Anemia berat terjadi pada thalassemia mayor yang dapat dilihat pada usia 3-6 bulan setelah
kelahiran ketika sebenarnya terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β.
 Pembesaran hati dan limfa yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis
ekstramedula dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limfa yang besar meningkatkan
kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan dekstruksi eritrosit dan
cadangan eritrosit.
 Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sumsum tulang yang hebat
menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan korteks tulang dengan
kecenderungan terjadinya fraktur.
 Usia pasien dapat diperpanjang dengan transfusi darah tetapi penimbunan besi yang disebabkan
oleh transfusi berulang tidak terhindarkan kecuali bila diberikan terapi khelasi besi.Besi yang
berlebihan dapat merusak hati, organ endokrin, (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas
yang terlambat, diabetes mellitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme).
 Anak yang mengalami anemia rentan terhadap infeksi bakteri.
Diagnosis:
Diagnosis thalassemia ditegakkan berdasarkan kriteria:
 Anamnese
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan Laboratorium:
1) Pemeriksaan darah lengkap terdapat anemia mikrositik hipokrom dapat dilihat melalui
nilai Hb, MCV, MCH, MCHC, dan RDW juga dijumpai peningkatan retikulosit
2) Evaluasi sediaan hapusan darah tepi dapat terdapat mikrositik hipokromik, sel target,
polikromasia, basophilik stippling
3) Analisa hemoglobin dengan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis atau HPLC dengan
menilai kadar HbA2 dan kadar HbF. Dijumpai peningkatan kadar HbA2 dan dapat
dijumpai kadar HbF yang meningkat.
.
.

Anda mungkin juga menyukai