Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM KEDOKTERAN EMERGENSI AND DISASTER RELIEF


Shock Hemorrhagic GRADE III with liver rupture E.C abdominal penetrating trauma,
multiple abrasion at region temporal sinistra and antebrachia dextra, laceration at regio lip,
multiple contusion at regio maxillaris sinistra, brachialis dextra and vertebra as high L1-L3

Tutor :
Dicky Santosa, dr., Sp.A., MM., M.Kes.

Disusun oleh:
Kelompok 16

10100118028 Moch. Rexy Arsala Nahar


10100119006 Muhammad Rizky Pratama
10100119016 Dilla Maliha Anggitania
10100119034 Zahrah Qanitah
10100119052 Fathya Puspita Wijaya
10100119072 M. Gilang Wicaksana
10100119090 Nydha Noviani
10100119126 Faizal Riza Nugraha
10100119184 Shofiya Masarati N
10100119204 Sabrina Ayu Fitria

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam kami panjatkan kehadirat Allah SWT , karena berkat
limpahan rahmat, dan hidayahnya maka laporan tutorial ini dapat diselesaikan dengan baik.
Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah SAW.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang
telah diberikan selama penyusunan laporan tutorial ini. Secara khusus rasa terimakasih
kepada tutor kami yang telah membimbing dan memberikan kami ilmu terutama selama
tutorial.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini belum sempurna, baik dari segi materi
maupun penyajiannya. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
dalam penyempurnaan laporan tutorial ini.

Bandung, 25 Oktober 2022

Kelompok 16

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
REVIEW CASE.........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
ISI...............................................................................................................................................6
2.1 Anatomi............................................................................................................................6
1. Anatomi Hepar...............................................................................................................6
2. Anatomi Abdominal Wall............................................................................................17
2.2 Injury/ Trauma dan Luka...........................................................................................42
1. Abdominal Injury.........................................................................................................49
2. Resusitasi Cairan..........................................................................................................54
2.3 Shock Hemorrhagic...................................................................................................63
2.4 Interpretasi.................................................................................................................68
2.5 Visum Et Repertum...................................................................................................75
2.7 BHP IIMC PATMEK................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................92

3
BAB I

REVIEW CASE

Mr.W
(21 tahun,online driver)
CC:
 Polisi datang dan dibawa ke RS dengan penurunan kesadaran (delirium)
AC:
 Dipukul di bagian wajah,lengan,perut
 Ditendang dan diinjak di bagian perut
 Perut dan punggung dipukul oleh kayu
 Right upper abdomen ditusuk pisau
 diseret
AI:
 Jatuh dari motor Ketika mengendarai motor dengan kecepatan sedang karena jalan
dihalangi oleh kayu.
 Mengalami penganiyaan oleh sekelompok orang

Primary survey:
 Airway clear
 Breathing spontan, 30 X/minute,SpO2 90%
 Circulation :
 BP: 80/60 mmHg
 Pulse : 120X/minute
 CRT >2second
 Active external bleeding on Right upper abdomen
Management:
 O2 3L/minute by nasal canul
 IV fluid resuscitation
 Pemasangan urine catheter untuk monitoring urine output
 Pemasangan NGT
Setelah 1L fluid resuscitation, BP meningkat
Secondary survey:
Head:

4
 Abrasi di dahi kiri(2cm X 1cm)
 Bruise di tulang pipi kiri, 1cm dibawah palpebral inferior,ukuran 1 X 1cm
 Laserasi di tepi mulut kiri dengan active bleeding
 Pemeriksaan lain dalam keadaan normal
Neck : -
Thorax : -
Abdomen:
 Open wound di RUA,ukuran 3X0,5 CM,Cranial direction
 Defense muscular (+),tenderness (+)
Back
 Contusion di lower back,level L1-L3,Ukuran 2 cm X 4 cm
 Extremity
 Contusion di Right middle upper arm,ukuran 1X2 CM
 Abrasi di right lower arm,1 cm dibawah siku,ukuran 1 X 1 cm
 Cold & moist, CRT >2S

Neurologi exam:
GCS 13,delirium

USG ABDOMEN (FAST): Ada akumulasi cairan di Hepatorenal fossa


Saat Dokter melakukan slow administration terjadi penurunan blood pressure

Pasien melakukan pemeriksaan darah dan hasilnya


HB: 8mg/dl (rendah)
Hematocrit : 24% (rendah)
Leukosit : 10.200 (meningkat)
Trombosit : 250.000
B rhesus +
BGA : -

Upright chest x-ray: tidak ada udara intraperitoneal

BNO: normal

5
Head CT Scan : normal

Pasien di diagnosis mengalami Shock hemorrhagic grade 3 with suspect liver rupture e.c
abdominal penetrating trauma,multiple abrasion at region temporal sinistra and antebrachia
dextra,laceration at regio lip,multiple contusion at regio maxillaris sinistra,brachialis dextra
and vertebra as high L1-L3
Dilakukan laparotomy dan diberi transfuse pRBCs dan resusitasi cairan untuk mengatasi
shocknya.

Epilog
Dirawat di RS untuk observasi,setelah treatment menjadi membaik dan polisi meminta untuk
melakukan visum

BAB II

ISI
2.1 Anatomi

1. Anatomi Hepar
ANATOMI HEPAR

a. Definisi
• Kelenjar terbesar di tubuh, organ viscera terbesar setelah kulit.
• Berat kurang lebih 1500 g dan menyumbang sekitar 2,5% berat badan orang dewasa.
b. Topografi
• Terutama berada di right upper quadrant
• Right hypochondrium dan epigastric region  meluas ke left hypochondrium region
• Dilindungi oleh diafragma & thoracic cage
• Di ribs 7-11 sisi kanan  melintasi garis tengah ke left nipple

6

c. Surface
1. Diaphragmatic Surface
• Cembung (anterior, superior, sedikit posterior)
• Halus, berbentuk kubah
• Dilingkupi visceral peritoneum, kecuali di posterior bare area of liver
• Memisahkan dari pleura, paru-paru, pericardium, jantung
• berkaitan dengan subphrenic dan hepatorenal recesses

7
2. Visceral Surface
• Datar dan bisa cekung (postero-inferior)
• Punye multiple fissures & impresi kontak dengan organ lain
• Dilingkupi visceral peritoneum, kecuali di fossa gallbladder & porta hepatis

8
Struktur yang berhubungan meliputi:
 esophagus,
 right anterior part of the stomach,
 superior part of the duodenum,
 lesser omentum,
 gallbladder,
 right colic flexure
 right transverse colon,
 right kidney, and
 right suprarenal gland.

Porta hepatis >> berfungsi sebagai titik masuk ke liver untuk hepatic arteries dan portal
vein,dan titik keluar untuk hepatic ducts

d. Recesses & Space


1. Subphrenic Recces
• Ekstensi superior dari rongga peritoneum (greater sac)
• Di antara diafragma dan aspek anterior & superior diaphragmatic surface of liver
• Dipisahkan jadi right & lelft recesses oleh falciform ligament
2. Hepatorenal Recess (Hepatorenal / Marison Pouch)
• Ekstensi posterosuperior dari subhepatic space
• Di antara sisi kanan visceral surface, ginjal kanan, kelenjar suprarenal
• Merupakan gravity-dependent part of peritoneal cavity saat posisi supinasi; cairan
yang mengalir dari omental bursa ke dalam reses ini.
• Communicating secara anterior dengan right subphrenic recess
3. Subhepatic Space
Bagian kompartemen supracolic di rongga peritoneum (inferior hepar)

9
e. Fissures
1. Right Sagital Fissure
• Dibentuk secara anterior oleh gallbladder fossa
• Posterior: groove for vena cava
2. Umbilical (Left Sagital) Fissure
• Dibentuk secara anterior oleh fissure for round ligament
• Posterior: fissure for ligamentum venosum
• Kedua fissure dihubungkan oleh transverse porta hepatis à membentuk huruf H di
visceral surface

f. Ligament
1. Falciform Ligament
• Membagi subphrenic recesses  left & right recesses

2. Coronary Ligament

• Bare area of liver dibatasi oleh reflection of peritoneum sebagai lapisan anterior &
posterior coronary ligament
3. Right Triangular Ligament
• Pertemuan lapisan anterior & posterior coronary ligament di kanan
4. Left Triangular Ligament
• Pertemuan lapisan anterior & posterior coronary ligament di kiri (dekat apex)
5. Round Ligament
• Sisa beserat dari vena umbilikalis
• Membawa darah kaya O2 & nutrisi dari plasenta ke janin
6. Venosum Ligament
• Sisa berserat dari fetal ductus venosus
• Mengalirkan darah dari vena umbilikalis  IVC
7. Hepatogastric Ligament

10
• Bagian dari lesser omentum yang menghubungkan hepar dan gastric
8. Hepatoduodenal ligament
• Bagian dari lesser omentum yang menghubungkan hepar dan duodenum

11
Bare Area hepar merupakan bagian hepar terletak pada diaphragmatic surface , yang tidak
dilapisi oleh peritoneum diantara hepar dan diaphragma.

 Batas anterior bare area diindikasikan oleh suatu refleksi peritoneum--anterior


coronary ligament.
 Batas posterior bare area diindikasikan oleh suatu refleksi peritoneum-- posterior
coronary ligament.
 Tempat coronary ligaments menyatu di bagian lateral. membentuk right and left
triangular ligaments.

g. Relationships Of Liver
Impresi di visceral surface mencerminkan hubungan hepar dengan:
1. Sisi kanan dari aspek anterior lambung (gastric & pylorus area)
2. Bagian superior duodenum (duodenal area)

12
3. Lesser omentum
4. Gallbladder (fossa for gallbladder)
5. Right colic flexure & right transverse colon (colic area)
6. Right kidney & suprarenal gland (renal & suprarenal areas)

h. Lobus
Secara external, hepar dibagi menjadi 2 anatomical lobes dan 2 accessory lobes oleh
reflection of peritoneum
1. Anatomical lobes
Dipisahkan oleh left sagittal fissure
• Lobus kanan
• Lobus kiri (lebih kecil)

2. Accessory lobes
Dipisahkan oleh transverse porta hepatis secara

Anterior & inferior : Quadrate lobe

13
• Lobus quadrate terlihat pada bagian anterior permukaan viseral hepar dan dibatasi
di sebelah kiri oleh fisura untuk ligamentum teres dan di sebelah kanan oleh fossa
untuk kandung empedu. Secara fungsional, ini terkait dengan lobus kiri hati.

Posterior & superior : Caudate lobe

 Lobus caudate terlihat pada bagian posterior permukaan viseral hati. Di sebelah kiri
dibatasi oleh fisura untuk ligamentum venosum dan di sebelah kanan oleh alur untuk
vena cava inferior. Secara fungsional, itu terpisah dari lobus kanan dan kiri hati.

i. Subdivision of Liver
1. Functional Subdivision
• Menerima cabang primer sendiri dari hepatic artery & hepatic portal vein, didrainse
oleh hepatic duct sendiri
14
• Dibagi jadi 4 divisi:
◦ Right lateral division
◦ Right medial division
◦ Left medial division
◦ Left lateral division
2. Hepatic (Surgical) Segments
Terbagi jadi 8 segmen (segmen I – VIII)

j. Vaskularisasi
• Diperdarahi oleh hepatic artery dari celiac trunk yang bercabang salah satunya menjadi
common hepatic artery

15
• Common hepatic artery bercabang menjadi gastroduodenal artery dan right gastro
artery
• Gastroduodenal artery bercabang menjadi hepatic artery proper menjadi right and left
hepatic artery yang kemudian memasok hepar

k. Drainase Vena
1. Hepatic Portal Vein
• Superior mesenteric & splenic vein & inferior mesenteric vein  hepatic portal vein
 right & left branches à secondary branches  tertiary branches
• Membawa nutrisi (kecuali lemak) dari GIT
2. Hepatic Veins
• Central veins  collecting vein  right, intermediate, left hepatic veins  IVC

l. Drainase Limfatik
• Lymph terbentuk di perisinusioidal spaces (of Disse)  deep lymphatics di sekitar
intralobular portal triads

16
• Superficial lymphatics  hepatic lymph node  celiac lymph node  cisterna chyli
• Superficial lymphatic dari aspek posterior diafragma & visceral surface of liver  ke
bare area of liveràphrenic lymph node  posterior mediastinal lymph nodes

m. Innervasi
Hepar diinevarsi oleh hepatic plexus yang berisi serabut simpatis dari celiac plexus
dan serabut simpatis dari anterior dan posterior vagal trunks.

2. Anatomi Abdominal Wall


Abdomen adalah bagian dari batang tubuh inferior dari toraks.

17
Dinding muskulomembran >> mengelilingi rongga besar (abdominal cavity), yang dibatasi di
bagian atas oleh diafragma dan di bagian bawah oleh pelvic inlet / pintu atas panggul.

Surface topography

Pembagian topografi abdomen untuk menggambarkan lokasi abdominal organ dan rasa sakit
berhubungan dengan masalah pada abdomen

Dua skema yang paling sering digunakan adalah:

 4 kuadran pattern
 9 region pattern

4 kuadran pattern

bidang transumbilical horizontal yang melewati umbilikus dan diskus intervertebralis


antara vertebra LIII dan LIV dan berpotongan dengan bidang median vertikal >> membagi
abdomen menjadi 4 kuadran :kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.

18
9 region pattern

didasarkan pada 2 bidang horizontal dan 2 bidang vertikal

 Bidang horizontal superior (bidang subcostale) berada tepat di inferior costal


margin, menempatkannya di tepi bawah costal cartilage,ribs X dan melewati posterior
melalui corpus vertebra LIII.
 Bidang horizontal inferior (bidang intertubercularis) menghubungkan tubercles
iliac crests (struktur yang teraba 5 cm posterior spina iliaka anterior superior, dan
melewati bagian atas corpus vertebra LV).
 Bidang verticalis berjalan dari titik tengah klavikula secara inferior ke titik di tengah
antara spina iliaka anterior superior dan simfisis pubis.

19
Keempat bidang ini membentuk pembagian topografi dalam 9 region. Sebutan berikut
digunakan untuk setiap regio:

 superior hipokondrium kanan


 regio epigastrium,
 hipokondrium kiri; inferior pangkal paha kanan (daerah inguinal),daerah
kemaluan, dan selangkangan kiri (daerah inguinal); dan di tengah panggul kanan
(daerah lateral), daerah pusar, dan panggul kiri (daerah lateral)

Dinding abdomen dibagi menjadi anterior wall, right and left lateral walls, and posterior wall

20
Anterolateral Abdominal Wall

Abdominal wall terbagi menjadi anterior wall, right and left lateral walls, dan
posterior wall untuk tujuan deskriptif. Dindingnya bersifat musculo-aponeurotic, kecuali
posterior wall, yang meliputi lumbar region of the vertebral column.Batas antara dinding
anterior dan lateral tidak jelas. Beberapa struktur, seperti otot dan cutanoeus nerves, berada di
dinding anterior dan lateral. Anterolateral abdominal wall memanjang dari thoracic cage ke
pelvis.

Batas-batas anterolateral abdominal wall:

Superior : cartilages of the 7th–10th ribs dan the xiphoid process of the sternum

Inferior : inguinal ligament and the superior margins of the anterolateral aspects of the
pelvic girdle (iliac crests, pubic crests, dan pubic symphysis)

The anterolateral abdominal wall terdiri dari of skin dan subcutaneous tissue
(superficial fascia) terutama tediri dari fat, muscles and their aponeuroses serta deep fascia,
extraperitoneal fat, dan parietal peritoneum. The skin melekat secara longgar ke subcutaneous
tissue, kecuali pada umbilicus, kulit melekat secara kuat. Sebagian besar anterolateral wall
mencakup tiga musculotendinous layers; the fiber bundles setiap lapisan berjalan ke arah
berbeda. Tiga struktur ini mirip dengan intercostal space pada thorax

21
A. Fascia of the Anterolateral Abdominal Wall
Jaringan subkutan di sebagian besar dinding mencakup sejumlah lemak yang
bervariasi dan merupakan situs utama penyimpanan lemak.Laki-laki sangat rentan terhadap
akumulasi lemak subkutan di lower anterior abdominal wall.

Batas-Batas Fascia Anterolateral Abdominal Wall :

 Superior dari umbilicus : subcutaneous tissue yang konsisten


 Inferior dari umbilicus  the deepest part dari subcutaneous tissue yang diperkuat
oleh banyak elastic dan collagen fibers (memiliki 2 lapis : superficial fatty layer
(Camper fascia) dan deep membranous layer (Scarpa fascia) dari subcutaneous tissue)

The membranous layer berlanjut ke inferior menuju perineal region sebagai


superficial perineal fascia (Colles fascia), tetapi tidak sampai thighs.Superficial, intermediate,
and deep layers dari investing fascia menutupi external aspects dari tiga muscle layers dari
anterolateral abdominal wall beserta aponeurosisnya (flat expanded tendons) dan tidak mudah
untuk dipisahkan. Investing fascias disini sangat tipis, sebagian besar direpresentasikan oleh
epimysium (outer fibrous connective tissue layer yang mengelilingi semua otot) superficial
atau diantara muscles.

22
Internal aspect dari abdominal wall dilapisi oleh membranous dan areolar sheets
dengan berbagai ketebalan yang membentuk endoabdominal fascia. Bagian yang melapisi
deep surface dari transversus abdominis muscle dan aponeurosisnya akan membentuk
transversalis fascia. Lapisan berkilau dari abdominal cavity, the parietal peritoneum, disusun
oleh single layer of epithelial cells dan supporting connective tissue. Parietal peritoneum
terletak didalam transversalis fascia dan dipisahkan dari abdominal cavity oleh sejumlah
extraperitoneal fat yang bervariasi

B. Muscles of Anterolateral Abdominal Wall


Memiliki 5 pasang otot anterolateral abdominal wall yaitu 3 flat muscles dan 2 vertical
muscles.

 Tiga flat muscles  external oblique, internal oblique, dan transversus abdominis.
 Dua vertical muscles  large rectus abdominis dan the small pyramidalis.

The muscle fibers dari three concentric muscle layers memiliki berbagai macam
orientasi merupakan fibers of the outer two layers running diagonally dan tegak lurus satu
sama lain untuk bagian utama, dan fibers of the deep layer running transversely. Diantara
midclavicular line (MCL) dan midline, aponeuroses membentuk selubung rectus yang keras,
aponeurotic, fan tendinous rectus sheath yang membungkus rectus abdominis muscle.
Aponeuroses berjailinan dengan their fellows pada sisi berlawanan sehingga membentuk
midline raphe (G. rhaphe, suture, seam), the linea alba (L. white line), yang memanjang dari
xiphoid process ke pubic symphysis.

1. External oblique muscle


 External oblique muscle merupakan otot terbesar dan paling superficial diantara tiga flat
anterolateral abdominal muscles.
 Berbeda dengan 2 lapisan lebih dalam, the external oblique tidak berasal dari posterior
thoracolumbar fascia; fiber paling posterior (the thickest part of the muscle) memiliki free
edge (tepi bebas) yang membentang diantara costal origin and the iliac crest
 The fleshy part (bagian otot yg berdaging) of the muscle berkontribusi terutama pada
lateral part of abdominal wall.

23
 Its aponeurosis contributes to the anterior part of the wall.
 The muscle fibers menjadi aponeurotic kira-kira pada medial MCL dan pada
spinoumbilical line (line running from the umbilicus to the ASIS) secara inferior 
membentuk lembaran tendinous fibers yang berpotongan di linea alba, sebagian besar
akan kontinu dengan tendinous fibers of the contralateral internal oblique
 The inguinal ligament  retinaculum (pita penahan) untuk muscular dan neurovascular
structures yang lewat jauh menuju thigh.

2. Internal Oblique Muscle


 Perantara dari tiga flat abdominal muscles, the internal oblique yaitu thin muscular sheet
yang menyebar secara anteromedial.
 Kecuali untuk lowermost fibers, yang muncul dari lateral half of the inguinal ligament,
fleshy fibers yang berjalan tegak lurus dengan external oblique, berjalan secara
superomedial (like your fingers when the hand is placed over your chest)
 Fiber membentuk aponeurotic pada MCL yang berpartisipasi dalam pembentukan rectus
sheath.

3. Transversus Abdominis Muscle


 Serabut transversus abdominis, yang paling dalam dari tiga flat abdominal muscles,
berjalan kurang lebih secara transversal, kecuali yang inferior, berjalan parallel dengan
internal oblique.
 Transverse dan circumferential orientation  compressing the abdominal contents,
increasing intra-abdominal pressure.
 The fibers of the transversus abdominis muscle berakhir pada aponeurosis, yang
berkontribusi dalam pembentukan rectus sheath.
 Diantara the internal oblique dan the transversus abdominis muscles  neurovascular
plane
 Pada kedua regio, the plane terletak diantara middle and deepest layers of muscle.
 The neurovascular plane of the anterolateral abdominal wall berisi saraf dan arteri yang
mensuplai anterolateral abdominal wall.
 Anterior part of the abdominal wall, saraf dan pembuluh darah meninggalkan
neurovascular plane dan sebagian besar terletak di subcutaneous tissue.

24
4. Rectus Abdominis Muscle
 Sebuah otot panjang, lebar, seperti tali, rectus abdominis (L. rectus, straight) merupakan
vertical muscle utama dari anterior abdominal wall.
 Otot rectus berpasangan dipisahkan oleh linea alba, terletak berdekatan di inferior.
 Rectus abdominis tiga kali lebih lebar di bagian superior daripada inferior; lebar dan tipis
di bagian superior dan sempit and tebal di bagian inferior.
 Sebagian besar rectus abdominis tertutup dalam rectus sheath.
 Rectus muscle ditambatkan secara melintang dengan perlekatan dengan anterior layer dari
rectus sheath pada tiga atau lebih tendinous intersections.
5. Pyramidalis
 Pyramidalis merupakan small triangular muscle yang tidak signifikan yang tidak terdapat
pada 20% orang.
 Terletak di anterior dari inferior part of the rectus abdominis dan melekat pada anterior
surface of pubis dan anterior pubic ligament
 Pyramidalis membuat tegang linea alba (tempat berakhirnya pyramidalis)

6. Rectus Sheath, Linea Alba, dan Umbilical Ring


 Rectus sheath : kuat, incomplete fibrous compartment dari rectus abdominis dan
pyramidalis muscles (
 Rectus sheath : terdapa superior dan inferior epigastric arteries & veins, lymphatic
vessels, dan bagian distal saraf thoraco-abdominal (abdominal portions of the
anterior rami of spinal nerves T7–T12).
 selubung bertautan di anterior median line  membentuk complex linea alba.
 Di superior costal margin, rektus abdominis terletak langsung pada thoracic wall
 The linea alba, berjalan vertical sepanjang anterior abdominal wall dan memisahkan
bilateral rectus sheaths, menyempit di inferior umbilicus hingfa selebar pubic
symphysis dan melebar di superior hingga selebar xiphoid process.
 The linea alba mentransmisikan small vessels dan saraf ke kulit.
 Bagian tengah, dibawah umbilicus, linea alba terdapt the umbilical ring  suatu
defek pada linea alba yang dilalui oleh fetal umbilical vessels passed dan dari
umbilical cord dan plasenta.

25
 Semua lapisan anterolateral abdominal wall fusi di umbilicus.

C. Innervasi Anterolateral Abdominal Wall

26
D. Vaskularisasi Anteroabdominal Wall

E. Drainase Limfatik Anterioabdominal Wall


• Superior epigastric vein dan branches of the musculophrenic vein berasal dari internal
thoracic vein
• Inferior epigastric vein dan deep circumflex iliac vein berasal dari external iliac vein
• Superficial circumflex iliac vein dan superficial epigastric vein berasal dari the
femoral artery dan great saphenous vein
• Posterior intercostal vein dan the branches of subcostal vein

27
F. Internal Surface of Anterolateral Abdominal Wall
The internal (posterior) surface of the anterolateral abdominal wall ditutupi oleh
transversalis fascia, sejumlah extraperitoneal fat yang bervariasi, dan parietal peritoneum.
The infraumbilical part of this surface memperlihatkan lima umbilical peritoneal folds yang
berjalan menuju umbilicus, satu di median plane dan dua di setiap sisi:

 The median umbilical fold memanjang dari apex of the urinary bladder ke umbilicus
dan menutupi median umbilical ligament, sisa fibrous urachus menghubungkan apex
of the fetal bladder dengan umbilicus.
 Two medial umbilical folds, lateral to the median umbilical fold, menutupi the
medial umbilical ligaments, dibentuk oleh bagian arteri umbilikalis yang tersumbat.
 Two lateral umbilical folds, lateral to the medial umbilical folds, menutupi inferior
epigastric vessels dan akan berdarah ketika tersayat.

The depressions lateral to the umbilical folds merupakan peritoneal fossae yang
merupakan tempat yang potensial untuk hernia. Lokasi hernia di salah satu fossae
menentukan bagaimana hernia diklasifikasikan. The shallow fossae diantara the umbilical
folds adalah:

28
• Supravesical fossae antara median dan medial umbilical folds, terbentuk sebagai
peritoneum reflects dari anterior abdominal wall ke kandung kemih. The level of the
supravesical fossae naik dan tutun seiring dengan pengisian dan pengosongan dari
kandung kemih.
• Medial inguinal fossae antara medial dan lateral umbilical folds, area yang biasa disebut
sebagai inguinal triangles (Hesselbach triangles)  tempat yang potensial untuk direct
inguinal hernias yang kurang umum
• Lateral inguinal fossae, lateral dari lateral umbilical folds, termasuk deep inguinal rings
dan merupakan tempat potensial paling umum untuk banyak tipe hernia pada lower
abdominal wall, indirect inguinal hernia.

29
Posterior Abdominal Wall

posterior abdominal region berada di belakang abdominal part dari gastrointestinal tract,
spleen, dan pancreas

Posterior abdominal wall dibentuk oleh :

• Lima lumbar vertebrae dan berkaitan dengan IV discs (centrally).

• Posterior abdominal wall muscles, termasuk the psoas, quadratus lumborum, iliacus,
transversus abdominis, dan oblique muscles (laterally).

• Diaphragm, yang berkontribusi pada superior part of the posterior wall.

• Fascia, termasuk thoracolumbar fascia.

• Lumbar plexus, terdiri dari anterior rami of lumbar spinal nerves.

• Fat, nerves, vessels (e.g., aorta and IVC), and lymph nodes.

30
A. Fascia Posterior Abdominal Wall
Posterior abdominal wall dicover oleh continous layer of endoabdominal fascia
yang terletak diantara parietal peritoneum dan muscles.

 Continu dengan transversalis fascia yang melapisi transversus abdominis muscle.


 psoas fascia menutupi psoas major muscle (psoas sheath) yang melekat secara medial
ke lumbar vertebrae dan pelvic brim.
 psoas fascia (sheath) menebal di bagian superior sehingga membentuk medial arcuate
ligament

31
Thoracolumbar fascia merupakan extensive fascial complex yang menempel pada
vertebral column secara medial, di lumbar region, posterior, middle, and anterior layers
dengan otot yang tertutup dan melekat pada latissimus dorsi

Tipis dan transparan, menutupi thoracic parts deep muscles, tetapi di lumbar region tebal dan
kuat.

The lumbar part of this posterior sheath, memanjang diantara 12th rib dan iliac crest, melekat
secara lateral ke internal oblique dan transversus abdominis muscles, seperti rectus sheath.

32
Anterior layer thoracolumbar fascia (quadratus lumborum fascia), menutupi permukaan
anterior quadratus lumborum(lapisan yang lebih tipis dan transparan,menempel pada
permukaan anterior transverse processes lumbar vertebrae, the iliac crest, and the 12th rib.

Anterior layer berlanjut ke lateral dengan aponeurotic origin dari otot transversus abdominis.
Ini mengental superior untuk membentuk lateral arcuate ligament dan melekat secara
inferior ke iliolumbar ligaments

B. Muscle of Posterior Abdominal Wall

33
Pasangan otot utama pada dinding posterior abdomen adalah:

• Psoas mayor: lewat secara inferolateral.


• Iliacus: terletak di sepanjang sisi lateral bagian inferior psoas mayor.
• Quadratus lumborum: terletak berdekatan dengan prosesus transversus vertebra
lumbalis dan lateral terhadap bagian superior psoas mayor.

PSOAS MAJOR

 panjang, tebal, dan fusiformis terletak lateral dari lumbar vertebrae.


 Psoas adalah kata Yunani yang berarti "otot pinggang." (tenderloin)
 Psoas melewati inferolateral, menuju ke inguinal ligament untuk mencapai lesser
trochanter femur.
 lumbar plexus berada di bagian posterior psoas, di depan prosesus transversus
lumbar.

ILIACUS

 adalah large triangle muscle otot segitiga besar yang terletak di sepanjang sisi
lateral bagian inferior psoas mayor.
 Sebagian fibers bergabung dengan tendon psoas mayor
 psoas dan iliacus membentuk iliopsoas (fleksor utama paha) // stabil hip
joint(sendi pinggul) dan membantu mempertahankan postur tegak,tetapi hanya
psoas yang dapat menghasilkan gerakan (fleksi atau pembengkokan lateral) dari
kolumna vertebra lumbalis.

34
QUADRATUS LUMBORUM

 quadrilateral quadratus lumborum membentuk lembaran otot tebal di dinding


posterior abdomen
 terletak berdekatan dengan lumbar transverse processes dan lebih luas di inferior.
 Dekat dengan rib ke 12, lateral arcu- ate ligament menyilang quadratus lumborum.
 subcostal nerve melewati posterior ligamen ini dan berjalan secara inferolateral
pada quadratus lumborum.
 Cabang-cabang lumbar plexus berjalan secara inferior pada permukaan anterior
otot ini.

C. Nerves of Posterior Abdominal Wall


• Komponen sistem saraf somatik dan otonom (viseral) berhubungan dengan posterior
abdominal wall.
• Subcostal nerves (anterior rami T12) berada di thorax, melewati posterior ke lateral
arcuate ligaments menuju abdomen, dan berjalan sepanjang inferolateral di anterior

35
surface dari quadratus lumborum,melewati transversus abdominis dan internal oblique
muscles untuk mensuplai external oblique fan skin anterolateral abdominal wall.

• Lumbar spinal nerves (L1–L5) berjalan dari spinal cord melalui IV foramina
inferior ke vertebrae yang sesuai, dimana akan terbagi menjadi posterior dan anterior
rami. Setiap rami terdiri dari sensory dan motor fibers.
• Posterior rami berjalan ke posterior  suplai muscles of the back dan kulit diatasnya
• Anterior rami berjalan ke lateral dan inferior  suplai kulit dan otot dari inferior
most trunk serta lower limb.
• Lumbar plexus of nerves dibentuk di anterior lumbar transverse processes, dengan
proximal attachment dari psoas major. nerve network terdiri anterior rami L1 - L4
nerves. The following nerves are branches of the lumbar plexus; tiga terbesar terdaftar
pertama:
o The femoral nerve (L2–L4) muncul dari lateral border of the psoas major dan
mempersarafi iliacus dan berjalan ke dalam inguinal ligament/iliopubic tract
menuju anterior thigh untuk suplai flexors of the hip and extensors of the knee.
o The obturator nerve (L2–L4) muncul dari medial border of the psoas major
dan berjalan menuju lesser pelvis, melewati inferior superior pubic ramus
(melalui obturator foramen) ke medial thigh untuk supplai adductor muscles.
o The lumbosacral trunk (L4, L5) melewati the ala (wing) of the sacrum dan
turun ke pelvis dan berpartisipasi dalam pembentukan sacral plexus dengan
anterior rami of S1–S4 nerves.
o The ilio-inguinal and iliohypogastric nerves (L1) muncul dari anterior ramus
of L1, memasuki abdomen posterior ke medial arcuate ligament dan lewat
secara inferolateral, anterior terhadap quadratus lumborum melewati internal

36
dan external obliques untuk suplai abdominal muscles dan skin of the inguinal
and pubic regions.
o The genitofemoral nerve (L1, L2) menembus psoas major dan berjalan secara
inferior di anterior surface, jauh ke psoas fascia; membagi lateral to the
common dan external iliac arteries menjadi femoral dan genital branches.
o The lateral cutaneous nerve of the thigh, or lateral femoral cutaneous
nerve (L2, L3), berjalan secara inferolateralon di iliacus dan memasuki thigh
jauh ke inguinal ligament/ iliopubic tract, tepat di medial ASIS; suplai skin on
the anterolateral surface of the thigh.
o An accessory obturator nerve (L3, L4) hadir hampir 10% dari waktu. Sejajar
dengan medial border of the psoas, anterior to the obturator nerve, melintasi
superior to the superior pubic ramus di dekat femoral vein.

Vessels of Posterior Abdominal Wall

major neurovascular bundle dari inferior trunk, termasuk abdominal aorta, inferior vena cava,
dan aortic periarterial nerve plexus berjalan di garis tengah

posterior abdominal wall anterior ke bodies lum- bar vertebrae

abdominal aorta

37
Sebagian besar arteri yang mensuplai dinding posterior abdomen berasal dari abdominal aorta

Arteri subkostal muncul dari thoracic aorta dan berdistribusi inferior ke ribs 12.

Dimulai dari hiatus aorta di diafragma setinggi vertebra T12 dan berakhir setinggi vertebra
L4 dengan membagi menjadi right & left common iliac arteries.

common iliac arteries, divergen dan berjalan ke arah inferolateral, mengikuti batas medial
psoas muscles sampai pelvic brim.

common iliac artery bercabang menjadi arteri iliaka internal dan eksternal

 internal iliac artery >> memasuki pelvic


 external iliac artery >> mengikuti otot iliopsoas

external iliac artery membentuk inferior epigastric and deep circumflex iliac arteries>>
mensuplai dinding anterolateral abdomen.

38
VEINS OF POSTERIOR ABDOMINAL WALL

Vena cava inferior mengembalikan darah dari semua struktur di bawah diafragma ke atrium
kanan jantung.

vena yang bermuara ke inferior vena cava

 common iliac veins,


 lumbar veins,
 right testicular or ovarian vein,
 renal veins,
 right suprarenal vein,
 inferior phrenic veins, and
 hepatic veins.
Tidak semua lumbar veins bermuara langsung ke vena cava inferior:

 Vena lumbalis kelima umumnya bermuara ke vena iliolumbar, cabang dari vena iliaka
komunis.
 Vena lumbalis ketiga dan keempat biasanya bermuara ke vena cava inferior.
 Vena lumbal pertama dan kedua dapat mengosongkan diri ke dalam vena lumbal
asendens.
 Vena pada dinding posterior abdomen merupakan cabang dari IVC, kecuali left
testicular or ovarian vein, masuk ke left renal vein

39
 Darah dari abdominal viscera melewati portal venous system dan liver sebelum
masuk ivc
 Vena cava inferior (IVC) dimulai di anterior vertebra L5 menyatu dengan common
iliac veins
 IVC naik di sisi kanan corpus vertebra L3-L5 dan di psoas mayor kanan di sebelah
kanan aorta.
 IVC meninggalkan abdomen dengan melewati lubang kaval di diafragma dan
memasuki toraks setinggi vertebra T8.
 Darah memasuki IVC melalui hepatic vein, setelah melintasi hati.
 left suprarenal and gonadal veins mengalir secara tidak langsung ke IVC karena
merupakan cabang dari left renal vein.
 Cabang parietal berpasangan dari IVC termasuk inferior phrenic veins, 3rd (L3) and
4th (L4) lumbar veins, dan common iliac veins.
 ascending lumbar and azygos veins menghubungkan IVC dan SVC, secara langsung
maupun tidak langsung menyediakan jalur kolateral
 ascending lumbar veins vena panjang dan beranastomosis yang menghubungkan
common iliac, iliolumbar, and lumbar veins with the azygos and hemi-azygos veins of
the thorax

LYMPHATIC VESSELS AND LYMPH NODES OF POSTERIOR ABDOMINAL


WALL

 Lymphatic vessels and lymph node terletak di sepanjang aorta, IVC, dan iliac vessels

40
 common iliac lymph nodes menerima lymph dari external and internal iliac lymph
nodes.
 Lymph dari common iliac lymph nodes mengalir ke right and left lumbar lymph
nodes.
 Lymph dari saluran pencernaan, hati, limpa, dan pankreas melewati celiac and
superior and inferior mesenteric arteries ke preaortic lymph nodes (celiac and superior
and inferior mesen- teric nodes)

Efferent vessels dari nodus ini membentuk intestinal lymphatic trunks(tunggal atau multiple)
dan berpartisipasi dalam pertemuan trunkus limfatik yang membentuk thoracic duct

The right and left lumbar (caval and aortic) terletak di kedua sisi IVC dan aorta. Nodus ini
menerima lymph langsung dari dinding posterior abdomen, ginjal, ureter, testis atau ovarium,
uterus, dan uterine tubes. juga menerima lymph dan descending colon, pelvis, and lower
limbs melalui inferior mesenteric and common iliac lymph nodes.

Efferent lymphatic vessels dari large lumbar lymph nodes membentuk right dan left lumbar
lymphatic trunks.

Inferior end thoracic duct terletak di anterior corpus vertebra L1 dan L2 antara right crus
diafragma dan aorta.

41
 thoracic duct dimulai dengan lymphatic ducts abdomen, yang pada sebagian kecil
berbentuk kantung atau pelebaran berdinding tipis yang biasa digambarkan, cisterna
chyli (chyle cistern)

pada dasarnya semua drainase limfatik dari bagian bawah tubuh (drainase limfatik dalam di
bawah diafragma dan semua drainase superfisial di bawah umbilikus) berkumpul di abdomen
untuk memasuki awal thoracic duct

thoracic duct naik melalui hiatus aorta di diafragma ke mediastinum posterior, di mana
saluran ini mengumpulkan lebih banyak drainase parietal dan visceral, terutama dari kuadran
kiri atas tubuh.

Duktus akhirnya berakhir dengan memasuki sistem vena di persimpangan vena subklavia kiri
dan vena jugularis interna (sudut vena kiri).

2.2 Injury/ Trauma dan Luka

A. Blunt-force injury
1. Bruises/ Memar
Memar muncul sebagai tanda kebiruan, ungu, abu-abu-hijau atau hitam
karena trauma (misalnya dari kegiatan olahraga, jatuh, benturan berat)
yang menyebabkan kapiler darah di bawah permukaan kulit pecah infiltrasi darah ke
subkutan jaringan interstisial terjadi perubahan warna kulit

Pemeriksaan:
 Dilakukan pada cahaya yang baik
 Perkiraan usia berdasarkan warna (X) dianggap tepat, namun wara kuning
> 18 jam

42
 Tidak diambil dari foto tidak akurat
Management:
biasanya setelah 5 hingga 8 hari, memar hilang dengan sendirinya.

2. Abrasions
Abrasi adalah cedera yang melibatkan lapisan superfisial dari kulit (epidermis atau
selaput lendir) karena benturan terhadap beberapa benda/senjata yang keras, tumpul
dan kasar

Management:
 Menilai lokasi luka
 Clean wounds: air/saline
 Cek status tetanus, karena terjadi di daerah epidermis yang rentan terinfeksi
Clostridium tetani dan Staphylococcus aureus
 mengontrol perdarahan

43
 dressing melindungi reinjuri (sesuai ke dalaman)
 antibiotik

Abrasion - Abstract - Europe PMC


3. Lacerations
Laserasi adalah robekan pada kulit, selaput lendir, otot atau organ dalam lainnya, yang
kedalamannya lebih dari epitel penutup kulit karena trauma tumpul.

Tujuan

manajemen:
Mencapai penutupan
hemostatik dan mengoptimalkan cosmetic outcome tanpa meningkatkan risiko infeksi dan
komplikasi lainnya.
Manajemen:
 Anastesi(local, topical, regional block, general)
 Cleaning wounds
 Closure (non surgical dan surgical)
 Appropriate dressing
 Tetanus prophylaxis
 Antibiotic
 Follow up
Indikasi bedah:
 Luka dalam pada tangan atau kaki
 Laserasi penuh pada kelopak mata, bibir, atau telinga
 Laserasi yang melibatkan saraf, arteri, tulang, atau sendi
 Luka tembus dengan kedalaman yang tidak diketahui
 Severe crush injuries
 Luka yang sangat terkontaminasi yg membutuhkan drainase
 Luka dengan perhatian besar tentang cosmetic outcome

B. Sharp-force injury

44
45
Investigasi Incident
A. Waktu dilakukan:
 Sesegera mungkin, setelah kejadian terjadi atau dilaporkan.
 Sebelum tempat kejadian diganggu atau diubah.
 Sebelum korban dan saksi melupakan apa yang terjadi.

B. Element investigasi incident


1. Preparation
 Memberikan pelatihan kepada penyelidik.
 Menerapkan proses untuk memberi tahu penyelidik ketika sebuah insiden terjadi.
 Buat formulir yang akan digunakan untuk mencatat dan mendokumentasikan
kondisi.
 Identifikasi dokumen yang perlu dikumpulkan

2. On-site Investigation
 mengumpulkan bukti di tempat kejadian.
a. Instrument yang digunakan:
o photographs
o video tapes
o written notes
o Taking measurements
b. Beberapa contoh yang harus dilihat dan informasi apa yang harus
dikumpulkan
o Peralatan/mesin yang terlibat
o Kondisi peralatan (misalnya ujung yang tajam, bagian yang patah)
o Alat yang digunakan (misalnya kait, gunting, pisau)
o Kondisi lingkungan (suhu udara, kebisingan, dan pencahayaan).
o Di area tempat kejadian, cari kondisi seperti uap, kabut, atau kabut dari
bahan kimia yang mungkin berkontribusi pada masalah jarak pandang.
o Kondisi keamanan (misalnya lantai/jalan licin, tidak rata, lan ber-es)
o Hambatan fisik (misalnya bahaya tersandung)

 Interviews
a. Target interview:
o Korban
o Rekan kerja ( Mis: parbik)
o Orang yang melaporkan kejadian
o Pengawas area tempat kejadian terjadi
o Saksi

46
b. Tempat dilakukan interview:
o Ruang pribadi yang tenang
o Tidak di tempat kejadian
c. Pertanyaan yang ditanyakan:
o Kapan:
- Pukul berapa kejadian itu terjadi?
- Hari apa dalam seminggu kejadian itu terjadi?
- Berapa lama korban telah bekerja pada hari kejadian sebelum dia
terluka?
- Apakah individu tersebut bekerja lembur?
- Pada shift apa peristiwa itu terjadi? Kapan shift dimulai?
- Berapa lama korban bekerja pada pekerjaannya (dalam hari,
minggu, bulan, tahun) sebelum kejadian itu terjadi?
o Siapa:
- Siapa yang terluka?
- Siapa yang menyaksikan kejadian itu?
- Siapa yang pertama kali merespon setelah insiden terjadi?
- Siapa yang mengawasi korban?
- Siapa yang pernah melakukan pekerjaan yang sama sebelumnya?
- Siapa yang memasang peralatan (jika insiden melibatkan sebagian
dari peralatan)? (klw dipabrik)
- Siapa yang memberikan perawatan pada peralatan? (klw dipabrik)

o Dimana:
- Dimana kejadian itu terjadi?
- Dimanakah korban saat kejadian?
- Di mana para saksi?
o Apa:
- Apa yang terjadi?
- Apa yang dilakukan korban saat kejadian?
- Apa yang dilakukan korban sesaat sebelum kejadian?
- Jika ini bukan pekerjaan tetap korban, apa pekerjaannya?
- pekerjaan tetap?

o Mengapa: disesuaikan dengan kejadian.

3. Pengembangan Laporan - Rekomendasi untuk Pencegahan

Transport pasien Trauma


Element yang harus dinilai: vital sign, mechanism of injury, pola injury

47
Prosedure:
Jika (+) kriteria vital sign dan pola kriteria injuri, pasien harus dibawa ke pelayanan major
trauma (jika ada) dalam waktu 60 menit

Jika pelayanan major trauma > 60 menit untuk dicapai maka pasien dapat dibawa ke rumah
sakit dengan layanan trauma regional tingkat tertinggi (jika ada)

Jika rumah sakit dengan layanan trauma regional tingkat tertinggi >60 menit untuk dicapai,
pasien harus dibawa ke rumah sakit local terdekat

Jika (+) kriteria mekanisme injury, dokter harus dokter harus memperhitungkan potensi
trauma mayor okultisme dan melakukan pertimbangan untuk transportasi sekunder awal

48
Jika (X) kriteria triage, pasien harus dibawa ke fasilitas terdekat yang paling sesuai
Catatan:
jika layanan trauma besar berada dalam waktu 60 menit waktu transportasi jalan, itu harus
menjadi tujuan yang dipilih, jika pasien sesuai dengan kriteria seperti yang disebutkan di
atas-bahkan jika ini melewati layanan trauma regional yang mungkin lebih dekat

1. Abdominal Injury
 Merupakan injury yang terjadi pada area abdomen
 Berdasarkan lokasi abdomen yang terkena trauma:
o Anterior abdomen 🡺 terletak diantara costal margin (superior), inguinal
ligament dan symphysis pubis (inferior), anterior axillary line (lateral)
o Thoracoabdomen 🡺 terletak diantara inferior nipple (anterior), infrascapular
line (posterior), superior costal margin
o Flank 🡺 terletak diantara anterior dan posterior axillary line (6 th intercostal
space ke iliac crest)
o Back 🡺 terletak posterior terhadap posterior axillary line (ujung scapula
hingga iliac crest)
o Retroperitoneal space 🡺 terletak pada flank dan back
o Pelvic cavity 🡺 di kelilingi oleh pelvic bones

 Mekanisme injury pada abdomen:


a. Blunt 
 Direct blow  
o Kontak langsung benda terhadap tubuh
o contact dengan bagian bawah stir mobil, handlebar sepeda
motor, pintu dari mobil
 Shearing injury 
o  Injury yang diakibatkan oleh alat pengaman yang digunakan
tidak benar
o Ex: penggunaan sabuk pengaman dan airbag

 Deceleration injury 
o Terdapat adanya perbedaan kecepatan antara mobile parts dan
fixed part dari organ tubuh

49
o Ex: injury pada liver dan spleen dan bucket handle injury

 Presentasi organ yang terkena injury pada blunt trauma: Spleen (40-
55%), liver (35-45%), small bowel (5-10%)

b. Penetrating

 Stab wounds (luka tusuk)

50
o  liver (40%), small bowel (30%), diaphragm (20%), and colon
(15%)
 Gunshot wounds (luka tembakan)
o Dapat menyebabkan intra-abdominal injury akibat kecepatan,
efek kavitasi dan fragmen dari peluru
o Presentase organ yang terkena penetrating injury: small bowel
(50%), colon (40%), liver (30%), dan abdominal vascular
structures (25%)
c. Blast
 Dapat menyebabkan injury akibat terpental atau tertusuk oleh fragmen

 Assessment dan management pada trauma abdomen


a. History
Tentukan jenis kecelakaan pasien:
 Motor vehicle crash (kecelakaan kendaraan)
o Kecepatan kendaraan
o Jenis tabrakan (depan, samping, sideswipe, belakang, berguling)
o Jenis pengaman
o Posisi kendaraan 
o Status pengendara lainnya
 Falling (jatuh)
o Tinggi jatuhnya korban
 Penetrating trauma (trauma tajam)
o Waktu injury
o Jenis senjata
o Banyaknya luka
o Banyaknya perdarahan luar
 Explosion (ledakan)
o Dekat atau tidaknya pasien dari sumber ledakan
b. Physical examination
 Inspection
o Lepaskan seluruh pakaian pasien agar dapat dilakukan inspeksi
secara lengkap
o Periksa pada anterior dan posterior abdomen, lower chest dan
perineum untuk melihat adanya laserasi, luka tajam, adanya
penetrasi benda asing, pengeluaran dari omentum atau usus, dan
status kehamilan
o Periksa pada flank, scrotum, urethral meatus, dan area perianal
apakah ada darah, swelling atau memar karena dapat disebabkan
oleh adanya open pelvic fracture
o Periksa apabila adanya lipatan kulit pada pasien obesitas yang
dapat menutupi tanda trauma
 Auscultation
o Walaupun diperlukan, tidak adanya bowel sound tidak selalu
berkorelasi dengan terjadinya injury dan mendengar bowel
sound dapat terganggu akibat berisiknya suara pada ruang
emergency
 Percussion

51
o Tentukan apakah terdapat adanya tanda tanda dari iritasi
peritoneum
o Apabila terdapat rebound tenderness hentikan perkusi karena
dapat menyebabkan nyeri yang tidak diperlukan
o Untuk menentukan adanya involuntarily muscle guarding yang
menandakan adanya iritasi peritoneum
 Palpation
o Dapat membedakan superficial dan deep tenderness
o Tentukan apakah adanya kehamilan pada uterus dan apabila ada
tentukan fetal agenya
 Tambahan untuk pemeriksaan fisik
 Pemasangan gastric tubes
 Dilakukan apabila dibutuhkan untuk dilakukannya DPL
 Bertujuan untuk mengurangi insidensi aspirasi
 Adanya darah pada gastric content dapat menandakan adanya
injury pada esophagus atau upper GI tract
 Urinary catheter
 Bertujuan untuk mengurangi retensi, mengidentifikasi perdarahan,
monitor urinary output untuk mengetahui perfusi jaringan, dan
dekompresi bladder apabila akan dilakukannya DPL
 Adanya gross hematuria menandakan trauma pada urinary tract
(ginjal, ureter dan bladder)
 Apabila terdapat adanya tanda dibawah, diharuskan untuk dilakukan
pemeriksaan abdomen lebih lanjut untuk menentukan adanya injury intra
abdomen:
o Perubahan fungsi sensoris
 Perubahan sensasi
 Injury pada struktur lower ribs, pelvis dan spine
 Pemeriksaan fisik equivocal
 Loss contact dengan pasien yang berkepanjangan (general
anesthesia)
 Seat belt sign dengan suspect bowel injury
c. Pemeriksaan tambahan
 X ray
o Bertujuan untuk mengetahui adanya multisystem blunt trauma
o Exclude apabila pasien mengalami abnormalitas
hemodinamik.
o Apabila terdapat luka tajam diatas umbilicus atau suspect
thoracoabdominal injury, dapat digunakan untuk menentukan
adanya hemo atau pneumothorax
o Supine abdominal x ray dapat dilakukan untuk mengetahui jalur
penetrasi peluru dan adanya udara retroperitoneal
o Pemeriksaan aspek AP dan lateral dapat menentukan letak dari
benda asing
 FAST (Focused Assessment with Sonography for Trauma)
o Berfungsi untuk menentukan adanya intraperitoneal fluid dan
pericardial tamponade 
o Dilakukan pada 4 region: pericardial sac, hepatorenal fossa,
splenorenal fossa dan pouch of douglas

52
 DPL (Diagnostic Peritoneal Leverage)
o Pemeriksaan invasive untuk memeriksa adanya intraperitoneal hemorrhage
dan ruptured dari hollow viscus
o Lakukan dekomopresi terlebih dahulu sebelum dilakukan DPL
o Diindikasikan pada pasien dengan luka tumpul dan tajam dengan keadaan
hematologis yang abnormal dengan multiple cavitary 
o Dikontraindikasikan pada pasien dengan Riwayat oprasi abdomen, morbid
obesity, cirrhosis, dan riwayat coagulopathy

 CT (computed tomography)
o Berfungsi untuk mengetahui specific organ injury dan mengetahui adanya
injury pada retroperitoneal atau pelvic organ yang sulit untuk di diagnosis oleh
peeiksaan fisik, FAST dan DPL
o Dikarenakan pelaksanaannya memakan waktu, hanya lakukan pemeriksaan
CT pada pasien dengan keadaan hemodinamis yang stabil dan tidak ada
indikasi dilakukannya laparotomy
2. Resusitasi Cairan
Resutitasi cairan dan Transfusi
A. Intravenous Fluid

a) Fungsi:

53
mempertahankan perfusi organ (hemodinamik) dan pengiriman substrat (oksigen,
elektrolit, antara lain) melalui pemberian cairan dan elektrolit.

b) Indikasi:
 Trauma
 Sepsis

c) Goal:
 Tidak perlunya pemberian cairan untuk maintenance
 lower APACHE scores menunjukan organ dysfunction yg kurang parah

d) Jenis Cairan:
 Crystalloid Solutions:
o Indikasi: terapi awal syok hemorrhagik/ syok septik, pasien luka bakar,
cedera kepala, pasien yang menjalani plasmapheresis dan reseksi hati.
o Contoh cairan: Normal saline, Ringers Lactate solution, Plasmalyte
o Komposisi:

o o Karakterikstik: lebih banyak menyebar ke ruang interstitial


dibandingkan dengan koloid
o Dosis pemberian: 3: 1 (dengan darah yg hilang)
o Komplikasi:
1. Normal saline Asidosis hiperkloremik, ↑ chloride dan ↓ bicarbonate
2. Ringer laktat alkalosis metabolic, karena ↑ bicarbonate dari hasil
metabolisme laktat

 Colloid Solutions:

54
o Indikasi: deficit cairan intravaskuler ( Mis: syok hemoragic) sebelum
kedatangan darah untuk transfusi, severe hypoalbuminemia/ kondisi
kehilangan protein dalam jumlah besar (Mis: korban luka bakar) yg luas
o Contoh cairan: Blood products (albumin, RBC, plasma), koloid sintetis
(gelatin, dextran, hydroxyethyl starch
o Karakteristik: mempertahankan cairan intravascular lebih lama karena
berat molekulnya yg > besar
o Dosis pemberian: 1:1 (dengan darah yg hilang)
o Komplikasi:
1. Dextran  mengurangi viskositas darah, antigen faktor von
Willebrand, adhesi trombosit, dan agregasi sel darah merah.
2. Plasma protein hypotensive allergic reactions (kadang)
3. hydroxyethyl starch reaksi anaphylactic, menurunkan kadar antigen
faktor von Willebrand, dapat memperpanjang waktu protrombin

e) Perbandingan Kristalolid dengan koloid:


Kristaloid Koloid
Keunggulan  > tersedia  Diperlukan dosis
 Murah lebih sedikit
 (X) alergi  Defisit cairan
 (X) koagulopati intravaskular yang
parah > cepat
ditangani
 Insiden edema paru
dan/atau edema
sistemik > rendah
Kekurangan  Dapat menyebabkan  mahal
edema  Anafilaxis
 Butuh dosis yg yg 3-  koagulopati
4x > besar

f) Kapan dinyatakan berhasil:


- Improved blood pressure
- Improving tingkat kesadaran
- Improving peripheral perfusion
- ↓laktat
- ↓ takikardy
- pH normal

B. Perioperative Fluid Therapy


Terapi cairan perioperatif meliputi replacement of normal losses (maintenance requirements),
defisit cairan yang sudah ada sebelumnya, dan surgical wound losses including blood loss.
1. Estimating maintenance fluid requirements/kebutuhan sehari

55
Dilakukan Ketika tidak ada oral intake, dimana cairan dan elektrolit deficit dapat
berkembang cepat melalui proses alami tubuh seperti dari pembentukan urine, sekresi
gastrointestinal, evaporasi kulit melalui keringat

2. preexisting fluid deficits /defisit cairan yang sudah ada sebelumnya


dilakukan untuk pasien yang telah berpuasa semalaman untuk mengikuti operasi.

Rumus menghitung cairan yg dibutuhkan: Normal maintaance rate x lama puasa


Contoh : normal mainatance rate= 65mL/h x 8h= 880 mL

3. Surgical fluid loss


Metode paling umum digunakan untuk memperkirakan darah yang hilang adalah:
Berdasarkan:
o surgical suction container
o sponge bedah: yang terendam penuh  dianggap dpat menampung 10mL darah
o laparotomy pad: yang terendam penuh dianggap dapat menampung 100-150
mL darah

4. Kehilangan cairan lainnya


o Efek operasi
o Cara:
1. melalui proses evaporasi pada pasien dengan luka bakar yang luas dan
lamanya waktu operasi
2. redistribusi cairan internal tubuh/ third spacing : Jaringan yang mengalami
trauma, inflamasi, atau infeksi  dapat menyerap sejumlah besar cairan di
ruang interstisial  mentranslokasi cairan melintasi permukaan serosa (asites)
atau ke dalam lumen usus.

56
Contoh:
BB: 60x operasi berat= 480

Transfusi:

a. definisi: transfer komponen darah yang 'aman', dari donor ke penerima


b. indikasi:
o perdarahan aktif atau akut dan pasien dengan gejala yang berhubungan
dengan anemia (misalnya, takikardia, kelemahan, dispnea saat aktivitas)
dan hemoglobin kurang dari 8 g/dL.
c. goal:
o Penggunaan eritrosit donor dengan pemulihan optimal dan waktu paruh pada
resipien.
o Pencapaian kadar hemoglobin yang sesuai.
o Menghindari reaksi yang merugikan, termasuk penularan agen infeksi

d. Uji kompabilitas sebelem transfusi:


1. ABO–Rh Testing
2. Antobody screen
3. Crossmatch
4. Type & Crossmatch versus Type & Screen

e. Intraoperative transfusion practice


1. Packed Red Blood Cells:
o Indikasi:

57
o Isi: RBCs, faktor Koagulan, protein plasma
2. Fresh

frozen plasma:
o Indikasi: treatment of isolated factor deficiencies, pembalikan terapi
warfarin, and the correction of coagulopathy associated with liver disease.
o Efek: setiap unit meningkatkan tingkat setiap factor koagulasi 2-3% pada
orang dewasa.
o Dosis: terapi awal 10-15 mL/kg
o Target: mencapai 30% konsentrasi factor koagulasi normal

3. Platelet

4. Granulocyte Transfusions
5. Procoagulant

f. komplikasi:
1. komplikasi imun
 reaksi hemolitik:
o reaksi hemolitik acute
o Delayed Hemolytic Reactions
 reaksi non hemolitik imun reaction:
o Febrile Reactions
o Urticarial Reactions
o Anaphylactic Reactions
o Transfusion-Associated Circulatory Overload
o Graft-Versus-Host Disease
o Post-Transfusion Purpura
o Transfusion-Related Immunomodulation

2. komplikasi infeksi

58
 Infeksi virus: hepatitis, AIDS, Cytomegalovirus (CMV) and Epstein–Barr virus
infection
 Infeksi parasite
 Infeksi bakteri

3. Komplikasi dari massive transfusion


 Kaogulopati
 Citrate toxicity
 hypotermia

Wound Healing Luka


1. Abrasion:

Abrasi sembuh dengan mengalami kontraksi luka dan penggantian jaringan yang
hilang.

Proses:

Awalnya abrasi akan menjadi berwarna merah cerah (terlihat infiltrasi seluler)
sekitar 4 -6 jam dan sekitar 12 jam, terbentuk 3 lapisan
- Lapisan 1: fibrin dan sel darah merah

59
- Lapisan 2/tengah: zona tengah sel polimorfuklear
- Lapisan 3: kolagen yang rusak

Sekitar 48 jam (+) regenerasi epitel di perifer dengan pembentukan jaringan


granulasi di daerah subepitel keropeng akan hilang dalam 7 -10 hari dan
meninggalkan daerah hipopigmentasi pucat.

60
2. Bruise/ CONTUSION

Proses:
Darah terkumpul pada memar mulai hancur (+) proses hemolisis 
Membebaskan HbHb dipecah hemosiderin hematoidin bilirubin dengan
bantuan enjim jaringan dan histosit pemecahan bilirubin dengan pembentukan
pigemn ini menghasilkan perubahan warna pada kulit

Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan memar tergantung pada ukurannya.

61
3. Lacerations
Empat tahap penyembuhan luka adalah:

1) Hemostasis: (Dimulai dengan segara), (+) kontraktur otot polos dan jaringan
menekan pembuluh darah kecil, (+) trombosit mulai agregasi
mengaktifkan clotting cascade  release fibrin clots.

2) Inflamasi: (Dimulai segera, berlangsung hingga 30 hari), complement


cascade menhaktifkan neutrophil memfagosit jaringan mati setelah 72
jam dilanjut oleh makrofag

3) Proliferasi: (Dimulai pada hari ke-7 dan berlangsung beberapa minggu


berikutnya),

(+) angiogenesis  (+) eritema di lokasi, fibroblast, kolagen (menggantikan


fibrin clot)

4) Maturasi: (dimulai setelah beberapa minggu, 6-12 bln),


(+) kolagen tipe III tipe I eritema hilang.

2.3 Shock Hemorrhagic

62
HEMORRHAGIC SHOCK
Definisi :
Syok mengacu pada perfusi jaringan yang tidak memadai karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen jaringan dan kemampuan diakibatkan perdarahan.
Etiologi

Patogenesis dan Patofisiologi

63
Manifestasi Klinis

64
 Kelas 1: Kehilangan volume hingga 15% dari total volume darah, sekitar 750
mL. Denyut jantung sedikit meningkat atau normal. Biasanya, tidak ada perubahan
tekanan darah, tekanan nadi, atau laju pernapasan.
Perdarahan kelas I dicontohkan dengan kondisi seseorang yang telah
mendonorkan 1 unit darah.

 Kelas 2: Kehilangan volume dari 15% sampai 30% dari total volume darah, dari 750
mL menjadi 1500 mL. Denyut jantung dan frekuensi pernapasan meningkat (100
BPM hingga 120 BPM, 20 RR hingga 24 RR). Tekanan nadi mulai menyempit, tetapi
tekanan darah sistolik mungkin tidak berubah hingga sedikit menurun.
Perdarahan kelas II adalah perdarahan tanpa komplikasi yang memerlukan
resusitasi cairan kristaloid

 Kelas 3: Kehilangan volume dari 30% hingga 40% dari total volume darah, dari 1500
mL hingga 2000 mL. Penurunan tekanan darah yang signifikan dan perubahan status
mental terjadi. Denyut jantung dan laju pernapasan meningkat secara signifikan (lebih
dari 120 BPM). Pengeluaran urin menurun. Pengisian kapiler tertunda.
Perdarahan kelas III adalah keadaan hemoragik yang rumit di mana setidaknya
diperlukan infus kristaloid dan mungkin juga penggantian darah.

65
 Kelas 4 : Kehilangan volume lebih dari 40% dari total volume darah. Hipotensi
dengan tekanan nadi yang sempit (kurang dari 25 mmHg). Takikardia menjadi lebih
jelas (lebih dari 120 BPM), dan status mental menjadi semakin berubah. Output urin
minimal atau tidak ada. Pengisian kapiler tertunda.
Perdarahan kelas IV dianggap sebagai kejadian preterminal; kecuali tindakan
agresif diambil, pasien akan mati dalam beberapa menit. Transfusi darah
diperlukan.

Diagnosis dan Manajemen


Diagnosis dan pengobatan syok harus terjadi hampir bersamaan. Untuk sebagian besar pasien
trauma, dokter memulai pengobatan seolah-olah pasien mengalami syok hemoragik, kecuali
penyebab syok yang berbeda jelas terlihat. Prinsip manajemen dasar adalah menghentikan
pendarahan dan mengganti kehilangan volume.
Physical Exam
Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mendiagnosis cedera yang mengancam jiwa dengan
segera dan menilai ABCDE. Pengamatan awal penting untuk menilai respons pasien terhadap
terapi, dan pengukuran berulang dari tanda-tanda vital, haluaran urin, dan tingkat kesadaran
sangat penting. Pemeriksaan yang lebih rinci dari pasien berikut sebagai situasi
memungkinkan.

Airway and Breathing: Menetapkan jalan napas paten dengan ventilasi dan oksigenasi yang
memadai adalah prioritas pertama. Berikan oksigen tambahan untuk mempertahankan
saturasi oksigen lebih dari 95%.

Circulation : Hemorrhage Control


Prioritas untuk mengelola sirkulasi termasuk mengendalikan perdarahan yang jelas,
memperoleh akses intravena yang memadai, dan menilai perfusi jaringan. Pendarahan dari
luka luar di ekstremitas biasanya dapat dikontrol dengan tekanan langsung ke tempat
perdarahan, meskipun kehilangan banyak darah dari ekstremitas mungkin memerlukan
torniket. Lembar atau pengikat panggul dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan dari
patah tulang panggul. (Lihat video Pelvic Binder di aplikasi seluler MyATLS.) Pembedahan
atau angioembolisasi mungkin diperlukan untuk mengontrol perdarahan internal. Prioritasnya
adalah menghentikan pendarahan, bukan menghitung volume cairan yang hilang
Disabilitas: Neurological Exam
Pemeriksaan neurologis singkat akan menentukan tingkat kesadaran pasien, yang berguna
dalam menilai perfusi serebral. Perubahan fungsi SSP pada pasien yang mengalami syok
hipovolemik tidak selalu menyiratkan cedera intrakranial langsung dan mungkin
mencerminkan perfusi yang tidak memadai. Ulangi evaluasi neurologis setelah memulihkan
perfusi dan oksigenasi.

66
Exposure: Complete Exam
Setelah menangani prioritas penyelamatan jiwa, buka pakaian pasien sepenuhnya dan periksa
dengan hati-hati dari ujung kepala hingga ujung kaki untuk mencari cedera tambahan. Saat
mengekspos pasien, penting untuk mencegah hipotermia, suatu kondisi yang dapat
memperburuk kehilangan darah yang berkontribusi pada koagulopati dan memburuknya
asidosis. Untuk mencegah hipotermia, selalu gunakan penghangat cairan dan teknik
pemanasan pasif dan aktif eksternal

INITIAL THERAPY
 Jumlah cairan dan darah yang dibutuhkan untuk resusitasi sulit diprediksi pada
evaluasi awal pasien.
 Berikan bolus cairan isotonik awal yang dihangatkan. Dosis biasa adalah 1 liter untuk
dewasa dan 20 mL/kg untuk pasien anak dengan berat badan kurang dari 40 kilogram.
 Volume absolut cairan resusitasi harus didasarkan pada respons pasien terhadap
pemberian cairan, dengan mengingat bahwa jumlah cairan awal ini mencakup semua
cairan yang diberikan dalam pengaturan pra-rumah sakit.
 Kaji respons pasien terhadap resusitasi cairan dan identifikasi bukti perfusi organ
akhir yang memadai dan oksigenasi jaringan.
 Amati respons pasien selama pemberian cairan awal ini dan dasarkan keputusan
terapeutik dan diagnostik lebih lanjut pada respons ini.
 Infus cairan dan darah dalam jumlah besar secara terus-menerus dalam upaya
mencapai tekanan darah normal bukanlah pengganti untuk kontrol perdarahan yang
definitif.
Tujuan resusitasi adalah mengembalikan perfusi organ dan oksigenasi jaringan, yang
dicapai dengan pemberian larutan kristaloid dan produk darah untuk menggantikan
volume intravaskular yang hilang.
 Namun, jika tekanan darah pasien meningkat dengan cepat sebelum perdarahan
dikendalikan secara definitif, lebih banyak perdarahan dapat terjadi. Untuk alasan ini,
pemberian larutan kristaloid berlebihan bisa berbahaya.
 Resusitasi cairan dan menghindari hipotensi merupakan prinsip penting dalam
manajemen awal pasien dengan trauma tumpul, terutama mereka dengan cedera otak
traumatis.
 Pada trauma tembus dengan perdarahan, menunda resusitasi cairan agresif sampai
kontrol definitif perdarahan tercapai dapat mencegah perdarahan tambahan;
pendekatan yang hati-hati dan seimbang dengan evaluasi ulang yang sering
diperlukan.
 Menyeimbangkan tujuan perfusi organ dan oksigenasi jaringan dengan menghindari
perdarahan ulang dengan menerima tekanan darah yang lebih rendah dari normal
telah disebut "resusitasi terkontrol," "resusitasi seimbang," "resusitasi hipotensi," dan
"hipotensi permisif." Strategi resusitasi seperti itu mungkin merupakan jembatan,
tetapi bukan pengganti, kontrol bedah definitif perdarahan.
BLOOD REPLACEMENT

67
 Keputusan untuk memulai transfusi darah didasarkan pada respon pasien
 Pasien yang merupakan transient responders atau nonresponders memerlukan pRBC,
plasma, dan platelets sebagai bagian awal dari resusitasi

1. Crossmatched, Type-specific, and Type O Blood


- Tujuan utama transfuse : untuk mengembalikan kapasitas oxygen-carrying dari
volume intravaskular.
- PRBC yang cocok / crossmatched nantinya akan langsung dapat diberikan. Namun,
proses complete crossmatching membutuhkan sekitar 1 jam di sebagian besar bank
darah. Untuk pasien yang stabil dapat cepat, crossmatched pRBCs harus diperoleh
dan tersedia untuk transfusi bila diindikasikan.
- Jika crossmatched blood tidak tersedia, pRBC tipe O diindikasikan untuk pasien
dengan exsanguinating hemorrhage.

2. Prevent Hypothermia
- Hipotermia harus dicegah jika pasien mengalami hipotermia saat tiba di rumah sakit.
- Penggunaan penghangat darah/ blood warmers di UGD sangat penting, meskipun
tidak praktis.
- Cara paling efisien untuk mencegah hipotermia pada pasien yang menerima resusitasi
kristaloid dan darah masif adalah dengan memanaskan cairan hingga 39°C (102,2°F)
sebelum memasukkannya. Proses ini dapat dilakukan dengan menyimpan kristaloid
dalam penghangat atau memasukkannya melalui penghangat cairan intravena/
intravenous fluid warmers.
- Produk darah tidak dapat disimpan dalam penghangat, tetapi dapat dipanaskan dengan
melewati penghangat cairan intravena/ intravenous fluid warmers.

3. Massive transfusion
- Sebagian kecil pasien dengan syok akan memerlukan transfusi masif, paling sering
didefinisikan sebagai > 10 unit pRBC dalam 24 jam pertama yg masuk atau lebih dari
4 unit dalam 1 jam.
- Pemberian pRBC, plasma, dan trombosit secara dini dalam rasio yang seimbang
untuk meminimalkan pemberian kristaloid dapat meningkatkan kelangsungan hidup
pasien. Pendekatan ini disebut resusitasi “balanced,” “hemostatic,” or
“damagecontrol”.
- Upaya mengontrol bleeding dengan cepat dan mengurangi efek merugikan dari
koagulopati, hipotermia, dan asidosis.

2.4 Interpretasi
1. Kenapa saat dilakukan slow administration terjadi penurunan blood pressure?
2. Jelaskan pemeriksaan fisik dan radiological yang ditemukan?

Napas spontan 30 x/minute, SpO2 90%


TD: 80/60 mmHg, Nadi: 120 x/minute, capillary refill time >2 second 
Yang mana 🡪  Hipotensi + Pulse naik = syok

68
 Capillary refill time: menentukan status volume intravascular khuusnya pada kondisi
hypovolemia. Penyakit yang dapat terjadi: hypo and hyperthermia, semua bentuk
shock, hemorrhage, loss of plasma volume in burns, gastrointestinal losses through
diarrhea atau vomiting, overdiuresis, dan anaphylactic reaction

Disability and neurologic status: E3 M5 V5, delirious 


 Mild traumatic brain injury: 13-15
 Moderate: 9-12
 Severe: 3-8

Delirium
Menggambarkan keadaan kebingungan mendadak dan perubahan perilaku dan
kewaspadaan seseorang.
Ciri-ciri orang terlihat delirium:
 Tidak dapat berpikir atau berbicara dengan jelas atau cepat
 Tidak tahu di mana mereka (merasa disorientasi)
 Mencoba memperhatikan atau mengingat sesuatu
 Melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada (halusinasi)

Abrasion in the left temple region, size 2 cm x 1 cm


Extremity: Abrasion in the right lower arm, 1 cm below elbow, sized 1 cm x 1 cm
Abrasi: injuri yang melibatkan lapisan superfisial dari kulit (the epidermis or mucous
membrane) karena benturan senjata / benda yang keras dan tumpul

69
Klasifikasi:
 Scratch / linear dihasilkan oleh gesekan horizontal atau tangensial oleh ujung
runcing dari beberapa objek seperti duri, paku, jarum atau ujung senjata apa pun
 Grazes disebabkan karena gesekan horizontal atau tangensial antara area kulit yang
lebih luas dan benda/senjata atau permukaan tanah yang kasar dan keras. Epidermis
akan menumpuk di ujung yang berlawanan dan pola penumpukan akan menunjukkan
arah gerakan benda/senjata terhadap kulit (ex: kecelakaan)
 Pressure Abrasions (Crushing Abrasions/ Imprint Abrasions) 🡪 Benturannya
vertikal ke permukaan kulit, epidermis menjadi hancur dan jenis tekanan akan
menghasilkan lecet dan jejak objek benturan dapat dihasilkan. (ex: strangulasi,
gantung diri)
 Patterned Abrasions Terjadi letika diterapkan pada atau sekitar sudut kanan ke
permukaan kulit
 Atypical Abrasions Bekas kuku dan gigitan gigi dapat dengan mudah dimasukkan
dalam kategori lecet ini meskipun dapat menyebabkan laserasi juga, tergantung pada
gaya yang diberikan.  (ex: child abuse, sexual assault, strangulasi)

Bruise in the left cheekbone region, 1 cm below palpebral inferior, sized 1 cm x 1 cm


Back: Contusion on the lower back, as high as L1-L3, sized 2 cm x 4 cm
Extremity: Contusion in the right middle upper arm, sized 1 cm x 2 cm
Contusio: infiltrasi darah yang terekstravasasi ke jaringan subkutan dan atau subepitelial yang
dihasilkan dari rupturnya pembuluh darah kecil akibat terkena benda / gaya tumpul
Faktor yang mempengaruhi munculnya contusion:
1. Kekuatan yang diberikan semakin besar kekuatan kekerasan, semakin luas memarnya
2. Kekhasan korban
o Children bruise more rapidly than adults because of softer tissues and delicate
skin. 
o Old persons too bruise easily owing to loss of flesh and accompanying
cardiovascular changes. 
o Chronic alcoholics bruise easily because of cutaneous vasodilatation. 

70
o Boxers and athletes show comparatively less bruising due to good muscle
tone, which may prevent easy rupture of blood vessels. 
o Women bruise more easily than men because of delicacy of the skin and
greater amount of subcutaneous fat. 
3. Area yang divaskularisasi lebih mudah terbentuk pada area yang kaya vaskularisasi
4. Ketahanan daerah daerah yang sedikit jar. Subkutan lebih mudah memar

Laceration at the corner of the left lip with active bleeding


Laserasi: ruptur/ robeknya kulit, mucus membrane, otot / organ internal yang melibatkan
kedalaman > dari epitel yang melingkupi kulit atau organ yang dihasilkan oleh gaya / benda
tumpul 
 Dapat terjadi akibat:
o Agen pasif (lacerations due to falls are most frequent), edge of a pavement or
stairs, parts of furniture or of a building, etc. 
o Kendaraan
o Senjata tumpul —objek mekanik atau bagian tubuh yg dijadikan senjata
Klasifikasi:
 Split laseration terjadi ketika jaringan lunak 'terjepit' antara struktur keras yang lebih
dalam dan agen yang menerapkan gaya (ex: scalp laseration)
 Stretch laseration 🡪 hasil karena peregangan berlebih dari kulit / jaringan
 Grinding Compression or Avulsion Lacerations kompresi dengan beban seperti
roda kendaraan berat atau beberapa bagian berat dari mesin yang melewati
ekstremitas dapat menghasilkan avulsi kulit dan jaringan subkutan dari struktur di
bawahnya
 Tears 🡪 Robeknya kulit dan jaringan subkutan dapat terjadi akibat benturan lokal
oleh atau terhadap benda keras dan tidak beraturan seperti gagang pintu mobil

Open wound on right upper abdomen (3 cm length, 0,5 cm width)


 Luka Tusukan
o luka akibat tusukan senjata tajam dan runcing seperti pisau, keris, dll.
 Yang perlu diperhatikan dalam luka tusuk:
1. Panjang 🡪 panjang luka permukaan akan sedikit lebih kecil dari lebar senjata
yang telah didorong masuk
2. Lebar 
3. Kedalaman dan arah 🡪 Kedalaman luka untuk menentukan senjata yang
digunakan

71
4. Margin 🡪 Ketika senjata tajam telah ditusukkan, margin akan terpotong bersih

dan tanpa memar


5. Bentuk ellipse bentuk yang paling umum

Defense muscular (+), tenderness (+)


 Kontraksi otot dinding abdomen untuk menjaga organ inflamasi di dalam perut dari
rasa sakit akibat tekanan pada mereka.
 DD:
o Abdominal aortic aneurism
o Apendisitis
o Trauma tumpul ke abdomen
o Obstruksi usus
o Ileus
o Inflamatory bowel disease

3. Apa itu FAST,apa tujuaannya dan interpretasikan pada pasien?


4. Mekanisme terjadi adanya cairan di hepatorenal fossa?

Definisi Fast  The Focused Assessment with Sonography in Trauma (FAST) is an


ultrasound protocol developed to assess for hemoperitoneum and hemopericardium.
Numerous studies have demonstrated sensitivities between 85% to 96% and
specificities exceeding 98% In the subset of hypotensive trauma patients, the
sensitivity of the FAST exam approaches 100%. Experienced providers perform. the
FAST exam in less than 5 minutes [9], and its use decreases time to surgical
intervention, patient length of stay, and rates of CT and DPL[1]. Presently, more than

72
96% of level 1 trauma centers incorporate FAST into their trauma algorithms as does
Advanced Trauma Life Support (ATLS) 
Traumatic injury is the leading cause of death among individuals younger than 45
years old [1]. Eighty percent of traumatic injury is blunt with the majority of deaths
secondary to hypovolemic shock [2]. In fact, intraperitoneal bleeds occur in 12% of
blunt trauma [3]; therefore, it is essential to identify trauma quickly.
The optimal test should be rapid, accurate, and non-invasive. Historically, providers
performed diagnostic peritoneal lavage (DPL) to detect hemoperitoneum. While
extremely sensitive (96%

USG Abdomen Focused Assessment with Sonography Trauma (FAST): There is


collective fluid in hepatorenal fossa 
FAST
Pemeriksaan ultrasound point-of-care yang dilakukan pada saat presentasi pasien trauma.
Pemeriksaan FAST mengevaluasi perikardium dan tiga ruang potensial di dalam rongga
peritoneum untuk cairan patologis -🡪 RUQ memvisualisasikan Hepatorenal recess (Morisson
pouch), paracolic gutter kanan, area hepato-diafragma, dan caudal tepi lobus kiri hepar.
Indikasi
Trauma tumpul dan/atau tembus abdomen dan/atau toraks
Syok dan/atau hipotensi yang tidak terdiferensiasi (sebagai bagian dari pemeriksaan Rapid
Ultrasound for Shock and Hypotension (RUSH)).
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk eFAST. 
Namun, eFAST tidak boleh menunda upaya resusitasi untuk pasien dengan kondisi ekstremis.
Collective fluid in hepatorenal fossa cairan patologis pada peritoneal cavity denga nada
Riwayat trauma blunt maupun penetrating merupakan hemoperitoneum, bowel contents,
ataupun keduanya

73
Gambar (FAST) dan FAST cardiac extension for E-FAST

74
 
Normal RUQ & (FAST) that depicts fluid in the Morison pouch. 

2.5 Visum Et Repertum


Visum Et Repertum

Definisi
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis
(resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun
mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah
sumpah dan untuk kepentingan peradilan. 

Dasar Hukum
Menurut Budiyanto et al, dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut : 
Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan: 
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 

75
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Yang berwenang
meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi
pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. 

Yang berwenang Dalam Meminta Visum et Repertum


Menurut pasal 133 KUHAP
 Wewenang penyidik
 Tertulis 
 Terhadap korban bukan tersangka
 Ada dugaan akibat peristiwa pidana
 Bila mayat
o Identitas pada label
o Jenis pemeriksaan yang diminta
o Ditujukan kepada 🡪 ahli forensic atau dokter di rumah sakit

Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik POLRI berpangkat
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu
yang komandannya adalah seorang bintara (Brigadir), maka ia adalah penyidik karena
jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah-
rendahnya Brigadir dua.

Sanksi hukum bila menolak visum et repertum


Pasal 216 KUHP: 
“barangsiapa dengan segnaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demekian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana, demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, mengahalang halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan ribu rupiah”

Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter untuk
memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP sebagai
berikut: 
“(1).Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagi ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.”

Nama Visum et Repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP maupun hukum acara
pidana sebelumnya yaitu RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui). Nama Visum et

76
Repertum sendiri hanya disebut di dalam Staatsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang
berbunyi : 
(1) Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan
pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia,
atau atas sumpah daya bukti dalam perkara-perkara pidana, sejauh itu mengandung
keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa. 
(2) Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di negeri Belanda maupun
di Indonesia, sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah
(atau janji).

Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan Visum et
Repertum adalah pasal 186 dan 187 yang berbunyi.
Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. 
Penjelasan pasal 186 KUHAP: keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan
dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. 

Pasal 187 (c) : Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari
padanya. Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam
KUHAP Pasal 184: (1) Alat bukti yang sah adalah : 
1. Keterangan saksi 
2. Keterangan ahli 
3. Surat 
4. Petunjuk 
5. Keterangan terdakwa

Jenis Visum et Repertum


Secara umum terdapat dua jenis Visum et Repertum yaitu 
 Visum et Repertum untuk korban hidup dan Visum et Repertum untuk orang mati. 
 Untuk korban hidup dapat berupa 
o Visum et Repertum luka, 
o Visum et Repertum perkosaan/kejahatan seksual, 
o Visum et Repertum psikiatrik dan sebagainya sesuai dengan kondisi subjek
yang diperiksa.
 Untuk korban mati akan disusun Visum et Repertum jenazah. Pada umumnya semua dokter
dianggap memiliki kemampuan untuk menyusun Visum et Repertum dalam bentuk apapun.

77
TATA LAKSANA UMUM VISUM ET REPERTUM 
1. Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum 
a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat
(1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara RI.
Sedangkan untuk kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan sebagai
penyidik. 
b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat
(1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain. 
c. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa
permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas telah
diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2). 
d. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada Penyidik yang
memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan keterangan ahli. Pihak lain
tidak dapat memintanya. 
2. Pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan forensik klinik 
a. Dokter 
b. Perawat / petuga pemulasaraan jenazah 
c. Petugas Administrasi 
3. Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum
a. Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik 
b. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli 
Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang
pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV.
Sebagai berikut : 
1. Setiap pasien dengan trauma 
2. Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan 
3. Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas 
4. Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan 
5. Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum

Pada saat menerima surat permintaan visum et repertum perhatikan hal-hal


sebagai berikut : asal permintaan, nomor surat, tanggal surat, perihal pemeriksaan
yang dimintakan, serta stempel surat. Jika ragu apakah yang meminta penyidik
atau bukan maka penting perhatikan stempel nya. Jika stempelnya tertulis
“KEPALA” maka surat permintaan tersebut dapat dikatakan sah meskipun
ditandatangani oleh pnyidik yang belum memiliki panfkat inspektur dua (IPDA).
c. Pemeriksaan korban secara medis
d. Pengetikan surat keterangan ahli
e. Penandatanganan surat keterangn ahli
f. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa

78
PEMERIKSAAN KORBAN PERLUKAAN 
1. Anamnesis 
Anamnesis mencakup tentang keluhan utama, bagaimana peristiwa tersebut terjadi,
maupun riwayat penyakit sebelumnya yang pernah diderita. Apabila korban dalam
keadaan tidak sadar dapat dilakukan alloanamnesis. Semua anamnesis dicatat dengan
lengkap dan benar dalam berkas rekam medis. Meskipun demikian penarikan
kesimpulan hasil anamnesis harus dilakukan dengan hati-hati. Hasil anamnesis yang
tidak berhubungan dengan tindak pidana tidak perlu dituliskan dalam visum et
repertum. 

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital 


Pemeriksaan ini meliputi keadaan umum, tingkat kesadaran, frekuensi nafas,
frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu. Tanda-tanda vital perlu dituliskan nantinya
pada visum et repertum apabila dokter menganggap bahwa hasil pemeriksaan tersebut
penting untuk menggambarkan keadaan penderita sehubungan dengan tindak
kekerasan yang dialaminya. 

3. Deskripsi luka 
Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas, lengkap dan baik, hal
ini penting untuk mengetahui jenis kekerasan yang telah dialami oleh korban. Bila
perlu gunakan gambar dan dimasukkan dalam berkas rekam medis. Deskripsikan luka
secara sistematis dengan urutan sebagai berikut : regio, koordinat, jenis luka, bentuk
luka, tepi luka, dasar luka, keadaan sekitar luka, ukuran luka, jembatan jaringan,
benda asing dan sebagainya. Di bawah ini akan diberikan contoh-contoh
mendeskripsikan luka : 

“Luka Lecet Pada pipi kanan, empat sentimeter dari garis pertengahan depan,
dua sentimeter di bawah sudut mata terdapat luka lecet berwarna kemerahan,
bentuk tidak beraturan, seluas dua sentimeter kali lima sentimeter.”

79
Deskripsi luka dari gambar 3.1. adalah: 
“Pada lengan kanan bawah sisi depan, 3 sentimeter di bawah lipat siku terdapat luka
lecet berwarna kemerahan, seluas empat sentimeter kali dua sentimeter”

Deskripsi luka dari gambar 3.2. adalah: 


“Pada daerah tungkai kanan bawah sisi depan, mulai dari tiga sentimeter di bawah
lutut terdapat luka lecet geser dengan arah dari atas ke bawah, seluas lima sentimeter
kali sebelas sentimeter.”

Luka Memar 
“Pada dada kiri, lima sentimeter dari garis pertengahan depan, sepuluh sentimeter dari
tulang selangka, terdapat memar, bentuk tidak beraturan, berwarna merah kebiruan
meliputi daerah seluas lima sentimeter kali tiga sentimeter.”

80
Deskripsi luka dari gambar 3.3. adalah: 
“Pada lengan kiri bawah sisi depan enam sentimeter dari pergelangan tangan,terdapat
memar berwarna keunguan seluas lima sentimeter kali tiga sentimeter.”

81
82
83
84
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
RSUD. Dr. MOEWARDI
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Jl. Kolonel Sutarto.
Nomor 132. SURAKARTA 57126 Telp. 0271-634634 ext. 525, 526. Telp/ Fax. 0271-666952
VISUM ET REPERTUM
Nomor : VER/103/IKF&ML/TGL/XI/2011
 
PROJUSTITIA :
Berdasarkan surat dari Kepala Kepolisian, yang ditandatangani oleh : I Ketut Sukarda, S.H;
Jabatan :. Kapolsek Karang Malang; NRP 63110098; Nomor : B/1/XI/2011/Reskrim;
Klasifikasi: rahasia; Lampiran: 1 (satu) rangkap; Perihal : Permintaan visum et repertum /
autopsi terhadap mayat atas nama Mrs.X, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini
Dokter Budiyanto, Sp.F, dokter jaga pada Instalasi Kedokteran Forensik Dan Medikolegal
RSUD. Dr. Moewardi menerangkan bahwa pada hari Senin tanggal 21 November 2011
pukul 09.00 WIB Waktu Indonesia Barat bertempat di Ruang Otopsi Instalasi Kedokteran
Forensik dan Medikolegal RSUD. Dr. Moewardi telah melakukan pemeriksaan luar dan
dalam atas jenazah yang menurut surat Saudara :---
Nama : Mrs. X
Jenis Kelamin : perempuan Tmpt / tgl Lhr : belum diketahui
Agama : belum diketahui
Pekerjaan : belum diketahui
Kewarganegaraan : belum diketahui Tempat tinggal rumah : belum diketahui
Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut :
(2)
1. Keadaan jenazah :Jenazah tak bermaterai, tidak berlabel, terletak di atas meja porselein
warna hijau dibungkus dengan kantong jenazah warna hitam bertuliskan BPBD Prov Jateng.
2. Sikap jenazah di atas meja otopsi :Jenazah terlentang, dengan muka menghadap ke atas
Lengan kanan lurus dengan tangan kanan membentuk sudut 180 derajat . Lengan kiri lurus
dengan tangan kiri membentuk sudut 180 derajat.
3. Kaku jenazah :Tidak terdapat kaku jenazah pada semua persendian. Mudah digerakkan.
4. Bercak jenazah :Terdapat bercak jenazah di bagian punggung tidak hilang pada penekanan.
Ukuran 26x30cm. Di bagian pinggul tidak hilang pada penekanan ukuran 20x10cm. Di
lengan atas kiri tidak hilang pada penekanan ukuran 17x10 cm

85
5. Pembusukan jenazah :didapatkan pembusukan jenazah
6. Ukuran jenazah :panjang badan 148 cm
7. Kepala a. Rambut
b. Bagian yang tertutup rambut
c. Dahi
d. Mata kanan
:Warna hitam beruban , panjang 17 cm mudah dicabut, dalam keadaan basah
:Tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang pada bagian yang tertutup rambut :Tidak
terdapat luka, hematom maupun retak tulang pada bagian yang tertutup rambut Menutup .
rambut mata bagian luar tidak ada. Kelopak mata bagian luar berwarna hijau kecoklatan,
tidak ada memar, luka maupun hematom. Bagian dalam rusak karena ada pembusukan.
Perabaan terasa kenyal, tidak terdapat retak tulang.
(3)
Mata kiri e. Hidung f. Mulut g. Dagu h. Pipi i. Telinga
tulang pada bagian yang tertutup rambut Menutup . rambut mata bagian luar tidak ada.
Kelopak mata bagian luar berwarna hijau kecoklatan, tidak ada memar, luka maupun
hematom. Bagian dalam rusak karena ada pembusukan. Perabaan terasa kenyal, tidak
terdapat retak tulang.
:Dari kedua lubang tidak keluar cairan, tidak didapatkan luka, hematom maupun retak tulang.
:Mulut dalam keadaan terbuka, gigi tidak terlihat, lidah menjulur. Dari lubang tidak keluar
cairan.Mulut atas tidak didapatkan luka atau hematom.Mulut bawah tidak didapatkan luka
atau hematom.Dalam mulut tidak dilakukan pemeriksaan.
:Tidak terdapat adanya rambut. Tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang.
:Tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang.
:Daun telinga terdapat luka robek pada telinga kanan ukuran 4x1 cm dan luka robek pada
telinga kiri ukuran 3x1 cm. Tidak terdapat hematom maupun retak tulang
8. Leher :Tidak didapatkan bekas jeratan tali. Tidak terdapat luka, hematom maupun retak
tulang
9. Dada :Terdapat bercak kemerahan pada dada
sebelah atas kiri ukuran 10x6 cm. Tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang. Pada
ketukan terdengar suara redup.
10. Perut :Permukaaan lebih tinggi dari permukaaan
dada. Pada perut sebelah kiri bawah terdapat terlihat warna hijau kehitaman. Pusat datar.
(4)
Terdapat luka lecet ukuran 5x4 cm pada bagian perut kiri bawah dan luka lecet ukuran 2x2
pada perut kanan atas. Pada perabaan teraba kenyal. Pada ketokan terdengar redup. 11. Alat
kelamin :jenis kelamin perempuan. Rambut kelamin
warna hitam keriting, panjang 3 cm mudah dicabut. Dari lubang kemaluan tidak keluar
cairan. Terdapat pengelupasa kulit pada vulva. 12. Anggota gerak atas
Kanan
Kiri
:Lengan atas terdapat kulit terkelupas ukuran 13x6 cm berjarak 3 cm dari sendi siku, tidak
terdapat luka, hematom maupun retak tulang. Lengan bawah terdapat kulit terkelupas ukuran
17x10 cm, terdapat lukalecet di pergelangan tangan kanana ukuran 3x6 cm tidak terdapat
hematom maupun retak tulang. Tangan tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang.
: Lengan atas terdapat kulit terkelupas ukuran 13x8 cm, tidak terdapat luka, hematom
maupun retak tulang.

86
Lengan bawah terdapat luka lecet ukuran 6x4 cm jarak 12 cm dari sendi siku, hematom
maupun retak tulang.
Tangan terdapat kulit terkelupas ukuran 2x2 cm tidak terdapat luka, hematom maupun retak
tulang.
13. Anggota Gerak bawah
Kanan : Paha tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang.
Tungkai bawah tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang.
Kaki terdapat luka lecet ukuran 3x0,5 cm tidak terdapat hematom maupun retak tulang.
(5)
Kiri
: Paha terdapat luka memar ukuran 16x10 cm jarak 6 cm dari lutut, lutut terdapat luka lecet
ukuran 4x2 cm, tidak terdapat retak tulang. Tungkai bawah tidak terdapat luka, hematom
maupun retak tulang.
Kaki terdapat luka lecet ukuran 3x0,5 cm tidak terdapat hematom maupun retak tulang. 14.
Punggung :Tidak terdapat luka, hematom maupun retak
tulang.
15. Pantat :tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang.
16. Dubur :Tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang. Sekitar dubur keluar cairan
merah kehitaman, terdapat massa ukuran 10x6 cm, warna merah kecoklatan, konsistensi
kenyal lunak.
17. Anggota tubuh yang lain :Tidak ada kelainan
II.
PEMERIKSAAN DALAM
1. Setelah kulit dada dibuka -tinggi diafragma kanan pada setinggi ruang intercostal (antar
ruang rusuk) enam dan kiri setinggi ruang intercostals enam.
-setelah tulang dada diangkat, bagian jantung tak tertutup paru-paru bagian atas 6 cm dan
bawah 14 cm
-tulang dada bagian dalam tidak terdapat luka, hematom maupun retak tulang. -paru-paru
kanan / kiri tak ada perlekatan dengan dinding bagian dalam mudah dilepas.
(6)
2. Jantung -Kantong jantung dibuka di dalam tidak terdapat cairan.
-ukuran jantung 16x11x3 cm berat 175 cm
-warna kuning kemerahan konsistensi kenyal tertutup jaringan lemak
-pada pembukaan jantung : lubang antara bilik kiri dan serambi kiri dan lubang antara bilik
kanan dan serambi kanan selebar 11 cm.
-keadaan klep jantung warna coklat, tidak terdapat luka, pada perabaan kenyal
-otot papilaris tak ada kelainan
-dalam ruang jantung tak ada kelainan -tebal otot jantung tak ada kelainan -tebal otot bilik
kiri 1,5 cm, bilik kanan 1 cm.
-aorta lingkaran 8cm, klepnya warna putih kemerahan
-arteri pulmonalis dibuka ukuran ukuran lingkaran 7 cm klepnya putih kemerahan
3. Paru-paru kanan
Paru – paru kiri
-Terdiri satu baga. Tiap bagian ada perlekatan mudah dilepaskan, warna merah kehitaman,
konsistensi kenyal. Tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol. -ukuran 26x14x1,5cm. Berat
175 gram -pada pengirisan warna jaringan merah kehitaman dan pada pemijatan keluar buih.

87
-Terdiri dari dua baga Tiap bagian ada perlekatan mudah dilepaskan, warna merah
kehitaman, konsistensi kenyal.
(7)
Tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol. -ukuran 25x12x1 cm. Berat 125 gram. -pada
pengirisan warna jaringan merah kehitaman dan pada pemijatan keluar buih.
4. Pada pengambilan alat-alat dalam ruang perut
: tidak didapatkan cairan
5. Lambung
Usus
:tampak menggelembung, terisi banyak udara. Berat 50 gram, ukuran 23x12x5cm
-Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan benda air (pasir) dalam lambung
-penggantung usus berwarna merah kehitaman
6. Leher -pada pembukaan leher terlihat warna kemerahan. Didapatkan pasir pada trachea.
7. Lidah Ukuran 11x6. Warna hijau kehitaman.
Konsistensi kenyal. Tidak terdapat luka.
8. Kepala :Kulit kepaladibuka tidak terdapat
pendarahan di atas selaput otak, tidak terdapat retak tulang.
Selaput otak dibuka otak sudah hancur.
III.
KESIMPULAN
Korban adalah seorang wanita dengan identitas yang tidak jelas dan tidak dikenal. Saat
kematian korban diperkirakan tiga sampai empat hari sebelum saat pemeriksaan. Korban
meninggal karena mati lemas akibat sumbatan jalan nafas atas akibat tenggelam
(8)

IV.
PENUTUP
Demikian visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima
jabatan berdasarkan Lembaran Negara Nomor 350 tahun 1937 dan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981.
Surakarta, 21 November 2011 Dokter Pemeriksa

88
Bandung, 14 Oktober 2022
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. /TUM/VER/___/2022

Yang bertandatangan di bawah ini, Muhamad Rizky Pratama Kurniawan, dokter spesialis
forensik pada RSUD Al-Ihsan, atas permintaan dari kepolisian _______ dengan suratnya
nomor ________ tertanggal 14 Oktober 2022 maka dengan ini menerangkan bahwa pada
tanggal empat belas oktober dua ribu dua puluh dua pukul _______ Waktu Indonesia Bagian
Barat.bertempat di RSUD Al-Ihsan, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor
registrasi _______ yang menurut surat tersebut adalah:
Nama : Mr. W
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Supir Online
Agama : _____
Alamat : _______

HASIL PEMERIKSAAN:
1. Korban datang dalam keadaan penurunan kesadaran tapi bisa berbicara, tekanan darah
delapan puluh per enam puluh milimeter air raksa, denyut nadi serratus dua puluh kali per
menit, laju pernapasan tiga puluh kali per menit, saturasi oksigen Sembilan puluh persen,
waktu pengisian kapiler lebih dari dua detik yang menandakan korban mengalami syok.
Korban juga datang sedang mengalami pendarahan di perut bagian atas
kanan.__________________________________________________________________
2. Pada korban ditemukan_____________________________________________________
a. Pada pelipis kiri ditemukan luka lecet dengan panjang dua senti meter dengan lebar
satu senti meter.__________________________________________________________
b. Pada pipi di satu senti meter di bawah kelopak mata sebelah kiri ditemukan luka
memar dengan panjang satu senti meter dan lebar satu senti
meter.__________________________________________________________________
c. Pada ujung bibir sebelah kiri ditemukan luka robek dengan pendarahan.___________
d. Pada perut bagian atas kanan ditemukan luka terbuka kearah kepala dengan ukuran
panjang tiga senti meter dan lebar nol koma lima senti meter serta tegang otot dan
nyeri.___________________________________________________________________
e. Pada punggung bawah ditemukan memar setinggi tulang vertebrae lumbar satu sampai
lumbar tiga dengan panjang satu senti meter dan lebar empat senti
meter.__________________________________________________________________

89
f. Pada lengan kanan bagian tengah atas ditemukan luka memar dengan panjang satu
senti meter dan lebar dua senti meter.________________________________________
g. Pada lengan kanan dibawah satu senti meter siku ditemukan luka lecet dengan panjang
satu senti meter dan lebar satu senti meter.____________________________________
h. Pada pemeriksaan saraf ditemukan penurunan kesadaran.______________________
3. Pada pemeriksaan USG  ditemukan cairan mengumpul di ruang perbatasan hati dan
ginjal.
4. Terhadap korban diberikan penanganan syok, perawatan luka dan
pengobatan.________
5. Setelah beberapa hari korban membaik dan diperbolehkan
pulang.__________________

KESIMPULAN :
Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia dua puluh satu tahun ini ditemukan syok,
penurunan kesadaran, luka lecet pada pelipis kiri dan lengan bawah kanan, memar pada pipi,
lengan kanan di tengah atas, dan punggung bawah, luka robek pada ujung bibir disertai
pendarahan, dan luka terbuka pada perut kanan atas disertai pendarahan. Pemeriksaan USG
menunjukkan cairan mengumpul di ruang perbatasan hati dan ginjal. Cedera tersebut telah
mengakibatkan penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk
sementara waktu.

Demikianlah visum ct repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan
yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.

Dokter Pemeriksa

M. Rizky P Sp.F

90
2.7 BHP IIMC PATMEK

BHP
A. UU KUHP
Pasal 351

91
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

B. UU KUHP Pasal 90
Pasal 90
Luka berat berarti:
– jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
– tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
– kehilangan salah satu pancaindera;
– mendapat cacat berat; – menderita sakit lumpuh;
– terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
– gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

C. UU KUHP Pasal 353


(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya
tujuh tahun. (K.U.H.P. 90).

(3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-lamanya
sembilan tahun

BHP
1. Hindarilah pertikaian dengan seseorang

92
2. Meminta bantuan kepada orang yang berada di sekitar kejadian agar menghubungi RS
(supaya korban cepat ditangani) dan polisi (supaya tersangka cepat diamankan/ditindak
lanjut)
3. Jika masih sadar usahakan menahan pendarahan agar tidak bertambah banyak
4. Menjalankan treatment (penanganan luka; perdarahan) sampai sembuh
5. Hindari mengangkat beban terlebih dahulu Dan berenang
6. Setelah sembuh dan kondisinya stabil, korban dapat melanjutkan urusannya dengan
tersangka oleh pihak yang berwajib
7. Merawat luka

IIMC
1. QS. Asy-Syura Ayat 39
dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela
diri.

2. QS. Asy-Syura Ayat 40


Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan
dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia
tidak menyukai orang-orang zalim.

3. QS. Asy-Syura Ayat 41


Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan
mereka.
4. QS. Asy-Syura Ayat 42
Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia
dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa
yang pedih.

5. QS. Asy-Syura Ayat 43


Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan
yang mulia.

6. QS. Al-Hajj Ayat 60


Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan (kezaliman) penganiayaan yang
pernah dia derita kemudian dia dizalimi (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sungguh,
Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.

93
DAFTAR PUSTAKA

Sumber :
1. ATLS 10ed 2018
2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470382/
3. Harrison’s Internal Medicine 20ed

94

Anda mungkin juga menyukai