Anda di halaman 1dari 126

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tinjauan


umum tentang Hukum Tata Negara.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa mampu menjelaskan istilah dan pengertian hukum tata negara,


kedudukan HTN dalam kurikulum fakultas hukum serta mampu menjelaskan
tentang batasan dan objek HTN.
 Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan metode mempelajari HTN
 Mahasiswa mampu menganalisa metode yang cocok digunakan untuk
mempelajari HTN
 Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan kedudukan HTN dalam
klasifikasi hukum, hubungan HTN dengan ilmu negara, ilmu politik dan Hukum
Administrasi Negara

1
A. Istilah dan Pengertian HTN

Bahasa Belanda Staatsrecht, bahasa Prancis Droit Constitutionelle,

bahasa Inggris Constitutional Law, bahasa Jerman Vervassungsrecht, Secara

umum HTN adalah sekumpulan hukum yang mengatur tentang keorganisasian

Negara. Jelasnya tentang hubungan alat perlengkapan Negara dalam garis

koordinasi vertikal serta horizontal tentang kedudukan warga Negara pada

Negara itu beserta hak azazinya.

Paul Scholten dalam bukunya Staatsrecht Algemene 1934 dan

Logemann dalam bukunya Het Staatsrecht Van Indonesia, menyatakan HTN

adalah hukum yang mengatur organisasi Negara atau organisasi dari suatu

negara. Lebih rinci HTN mempelajari :

1. Jabatan-jabatan apa yang ada dalam suatu negara

2. Siapakah yang mengadakan jabatan itu

3. Bagaimanakah cara melengkapinya dengan pejabat

4. Apakah tugas para pejabat

5. Apa wewenangnya

6. Bagaimanakah hubungan kekuasaan antar pejabat

tersebut

7. Dalam batas-batas apakah organisasi Negara dan bagian-bagiannya

menjalankan kewajibannya

Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrecht Overzee, HTN adalah

hukum yang mengatur sarana masyarakat hukum tingkatan atas dan bawah

yang selanjutnya menentukan wilayah lingkungan rakyatnya, menentukan

2
badan yang berkuasa, berwenang dan berfungsi dalam lingkungan masyarakat

hukum tersebut.

Van Der Pot dalam bukunya Handboek Van Het Nederlandsche

Staatsrecht, HTN merupakan peraturan-peraturan yang menentukan berbagai

badan yang diperlukan termasuk itu wewenang, fungsi dalam hubungan antar

badan-badan itu dan antar baan-badan itu dengan individu serta kegiatannya.

Wade dan Philips dalam buku Constitutional Law, HTN merupakan

kumpulan peraturan yang dimaksudkan untuk pengaturan alat-alat

perlengkapan negara termasuk tugas-tugas dan hubungan antara perlengkapan

negara tersebut.

Wolhoff, HTN adalah hukum negara, sebagai hukum yang melengkapi

norma-norma hukum yang mengatur bentuk negara, organisasi

pemerintahannya, susunan dan hak kewajiban organ-organ pemerintah dan

cara-cara menjalankan hak dan kewajiban itu. Menurutnya, hukum Negara

dibagi menjadi 2 :

1. Hukum Tata Negara

Adalah norma-norma hukum yang mengatur bentuk Negara dan

organisasi pemerintahannya, susunan dan hak kewajiban dari

pemerintahan tersebut

2. Hukum Tata Usaha Negara

Adalah norma-norma hukum yang mengatu cara menjalankan hak

dan kewajiban tersebut

3
A.V Dicey, HTN adalah hukum yang menunjukkan segala peraturan yang

berisi baik secara langsung atau tidak langsung tentang pembagian kekuasaan

dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu Negara. HTN mengatur cara

penggantian pimpinan negara, mengatur bentuk PerUUan dan cara

pembuatannya, mengatur tentang presiden dan wakil presiden, menteri dan

mengatur siapa warga Negara.

Donner, HTN merupakan kunci dan puncak dari tata hukum, karena HTN

menetapkan garis besar daripada tata hukum, umpamanya menetapkan UU,

Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya, apa ruang lingkup kewenangan

lainnya dsb. Dikatakan kunci karena dalam mengatur hubungan kekuasaan

antara manusia yaitu anatara para warga negara disatu pihak dengan manusia

yang mengemban suatu jabatan sehingga diberi kekuasaan dilain pihak. Jadi

HTN mengatur cara mengubah dan menyesuaikan hubungan, kekuasaan dan

lembaga badan negara.

Kranenburg, HTN meliputi hukum mengenai susunan (struktur) umum

Negara yaitu yang terdapat di dalam UUD dan UU Organik. Maurice Duverger,

HTN adalah hukum mengenai susunan (organisasi) umum Negara, cara

menjalankan pemerintahannya dan susunan pemerintahan tersebut. Jadi HTN

sesungguhnya sama dengan hukum kenegaraan, HTN tidak lain adalah mengenai

hukum lembaga kenegaraan.

Van Apeldoorn, ia tidak banyak menceritakan tentang HTN, kecuali

hanya mengenai tugas, hak dan kewajiban mengenai alat-alat perlengkapan

Negara. Dan ia tidak menyinggung tentang kewarganegaraan dalam HAM.

4
Koppmans, HTN adalah pengaturan tentang wewenang hukum jabatan

( lembaga Negara). J.r.Stellings, HTN adalah hokum yang mengatur wewenang

dan kewajiban alat-alat perlengkapan Negara, mengatur hak dan kewajiban

warga Negara.

3 bentuk kesimpulam definisi menurut Sarjana Belanda :

1. HTN dalam arti luas (staatsrecht in ruime zin)

Terdiri atas HTN dalam arti sempit ditambah HTUN

2. HTN dalam arti sempit ( staatsrecht in enge zin )

Adalah HTN suatu Negara tertentu yang berlaku pada waktu tertentu

pula atau hukum positif dari suatu Negara tertentu.

3. Hukum Tata Usaha Negara

Yaitu HTN dalam arti luas dikurangi HTN dalam arti sempit.

HTN dalam arti luas adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan

organisasi pemerintahannya, susunan dan hak kewajiban organ-organ tersebut.

HTN meliputi HTUN yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tata negara

tersebut. HTN dalam arti sempit adalah serangkaian kaedah-kaedah hukum yang

megatur organisasi negara, lebih khusus ada pada pendapat Logemann.

B. Kedudukan HTN dalam Fakultas Hukum

Adapun kedudukan HTN dalam Fakultas Hukum adalah termasuk mata

kuliah wajib, karena ia merupakan dasar yang sangat penting untuk mengetahui

keorganisasian Negara.

5
C. Objek Kajian dan Metode HTN

Objek kajian HTN adalah Negara dalam arti konkrit termasuk juga

didalamnya diantaranya, Pemilu, Parlemen, Menteri, Kepala Pemerintahan. Berbeda

dengan ilmu negara objeknya Negara dalam arti abstrak. Jadi objeknya adalah

negara dalam hukum positif.

Metode HTN menggunakan metode yuridis. Maksudnya adalah mencari

hubungan dan perbedaan objek yang diselidiki disandarkan pada faktor-faktor yang

ada dalam lapangan hukum itu sendiri. Metode yuridis terbagi menjadi 4, yaitu :

1. Metode Logis Deduktif

Dikemukakan oleh Laband. Dengan cara menarik kesimpulan dan

membuat pengertian-pengertian umum dari berbagai peraturan-

pertauran hukum dalam lapangan tata negara.

2. Metode Yuridis Dogmatis

Berdasarkan pengertian umum/dogma tersebut lembaga

ketatanegaraan ditafsirkan sedemikian rupa sehingga sesuai

penempatannya dalam rangka ketatanegaraan yang disusunnya

berdasarkan dogma pula. Metode yang dikemukakan oleh Laband ini

ternyata memiliki kelemahan, dimana ada beberapa penyelesaian

masalah dan munculnya lembaga negara baru yang tidak dapat

ditempatkan dalam ketatanegaraan. Padahal HTN selalu berkembang

sesuai perkembangan politis dan sosiologis.

3. Metode Historis Yuridis

6
Berdasarkan kelemahan metode yuridis dogmatis, Thoma

mengemukakan pendapatnya tentang metode historis yuridis.

Maksud metode ini adalah memecahkan persoalan politis, sosiologis

yang terkait dengan tata negara melalui pengamatan dan penafsiran

perkembangan sejarah. Misalkan : Munculnya lembaga baru yang

sebenarnya tidak jauh berbeda dengan lembaga yang ada pada masa

sebelumnya.

4. Metode Yuridis Formal

Metode ini dikemukakan oleh Harmaily Cs, dimana menurut mereka

metode- metode lainnya hanyalah merupakan alat pembantu dalam

melakukan pendekatan, karena ruang lingkup yang dibicarakan dalam

hukum tata Negara, tidak hanya terbatas mengenai bangunan-

bangunan hukumnya saja. Melainkan meliputi pula penyelidikan asas-

asas dan pengertian dasar bagi terwujudnya bangunan hukum

tersebut. Misalkan: UUD sebagai suatu bangunan hukum antara yang

pernah ada maupun yang sekarang hakikatnya mengandung

perbedaan prinsip, untuk mengetahui lebih jauh tentu perlu ditelusuri

sejarah dengan menggunakan metode historis.

Menurut Ismail Suny dan Sri Soemantri, metode HTN meliputi :

1. Metode Yuridis

Suatu metode yang didalam proses penyelidikannya meninjau serta

membahas objek penelitian dengan bentuk peraturan, segi yuridis

sehingga faktor-faktor non yuridis dikesampingkan. Pada metode ini

7
Negara-negara sebagai objek penyelidikan dianggap dan dititik

beratkan kepada kepribadian hukumnya yaitu selaku badan hukum di

lapangan hukum publik.

2. Metode Historis

Suatu metode yang didasarkan atas analisis-analisis dari kenyataan-

kenyataan sejarah yaitu ditinjau pertumbuhan dan

perkembangannya, sebab akibat sebagaimana terwujud dalam sejarah

dan dari penyelidikan tersebut disusun asas-asas umum yang dapat

diterangkan. Selanjutnya metode ini selalu dikaitkan dengan metode

deskriptif analisis.

3. Metode Komparatif

Suatu metode yang mengadakan perbandingan diantara 2 objek

penyelidikan atau lebih untuk menambah dan memperdalam

pengetahuan tentang objek-objek yang diselidiki.

4. Metode Filosofis

Suatu metode yang didalam proses penyelidikannya meninjau serta

membahas objek penyelidikannya secara abstrak. Ide abstrak ini

sifatnya khayalan lepas atau melampaui kenyataan/transidental,

kemudian disusunlah suatu deduksi tentang gejala-gejala yang

diselidiki dan dihubungkan dengan objek yang lainnya ( nyata).

D. Tempat atau Letak HTN

Terdapat dalam hukum publik yaitu hukum yang mengatur kepentingan

umum. Juga diartikan sebagai hukum yang mengatur hubungan penguasa

8
dengan rakyat atau disebut juga hukum yang banyak mengandung perintah.

Menurut Pringgodigdo, Hukum publik adalah hukum yang tidak diperoleh dari

perjanjian tetapi merupakan hukum yang unggul atau menjurus ke satu arah

yaitu ke bawah yang datangnya dari atas dan sifatnya memaksa.

Logemann, HTN hanya merupakan suatu bagian dari hukum publik.

Soenarko, HTN mempunyai sifat ideal dari hukum lainnya yaitu :

1. Lebih bersifat umum/ meliputi banyak orang

2. Lebih bersifat ideal

Ditujukan pada kepentingan yang ideal misalnya hak otonomi,

desentralisasi dan pemerintahan.

3. Salahsatu pihak mempunyai kedudukan istimewa yaitu lebih tinggi

dari pihak lainnya karena pihak itu memegang kekuasaan,

mempunyai alat untuk memaksakan kehendaknya sebagai kekuasaan

pemerintahan terhadap warga negaranya.

E. Hubungan HTN dengan Cabang Ilmu Lainnya

1. Hubungan HTN dengan Ilmu Negara

Ilmu Negara dalam kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan pengantar

bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak mempunyai

nilai yang praktis. Jika orang mempelajari ilmu Negara, ia tidak memperoleh

hasil untuk dipraktekkan, berbeda dengan HTN sifatnya praktis. Dengan kata

lain, perbedaannya terletak pada objek penyelidikan, ilmu negara objeknya

adalah azas-azas pokok dan pengertian pokok tentang negara dan hukum

9
tata Negara pada umumnya atau lebih bersifat teoritis, maka objek HTN

adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu di suatu tempat.

Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan hubungan

HTN dengan Ilmu Negara, yaitu :

a. Tugas Ilmu Negara tidak mementingkan bagaimana cabang hukum

itu dijalankan karena itu mementingkan nilai teoritis sedangkan

HTN lebih mementingkan nilai praktisnya karena hasil

penyelidikannya langsung dipakai oleh para ahli hukum yang

duduk sebagai pejabat pemerintah menurut tugasnya masing-

masing.

b. Ilmu Negara objeknya azas-azas pokok dan pengertian tentang

negara dan hukum tata Negara pada umumnya, sedangkan objek

HTN adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu

ditempat tertentu, oleh karena itu disebut HTN Positif. Misal : HTN

Indonesia.

c. Ilmu Negara yang penting adalah nilai teoritisnya, maka

pengetahuan ini merupakan “ Seinswissenschaft “ sedangkan

HTN merupakan “ Normativen Wissenscahft” artinya bagi

mereka yang mempelajari HTN tidak perlu lagi diterangkan secara

mendalam akan arti dan azas dari Negara karena persolan

tersebut sudah dianggap telah diketahui waktu mempelajari ilmu

Negara. Oleh karena itulah ilmu Negara merupakan ilmu

pengetahuan pengantar bagi HTN.

10
2. Hubungan HTN dengan Ilmu Politik

Menurut Barents, hubungan ilmu politik dan HTN, dengan perumpamaan

HTN sebagai kerangka manusia, sedangkan ilmu politik merupakan daging

yang ada di sekitarnya. Dalam beberapa hal untuk mengetahui suatu latar

belakang Peraturan PerUUan sebaiknya perlu dibantu dengan mempelajari

ilmu politik karena kadang-kadang sulit diketahui apa maksud serta

bagaimana terbentuknya suatu PerUUan. Putusan-putusan politik

merupakan peraturan yang banyak pengaruhnya terhadap HTN, sebagai

contoh sejarah ketatanegaraan Indonesia yaitu timbulnya sistem

parlementer dengan keluarnya maklumat X tanggal 16 Oktober 1945 yang

diikuti dengan maklumat Pemerintah 14 November 1945.

3. Hubungan HTN dengan H. Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari HTN dalam arti luas.

Pada garis besarnya terdapat perbedaan daripada para ahli hukum tentang

hubungan HTN dengan HAN. Dalam hal ini ada golongan yang membedakan

HTN dan HAN secara principal dan tegas dan ada yang beranggapan bahwa

perbedaan HTN dan HAN tidak secara principal.

Para sarjana yang membedakan secara prinsipal :

a. Van Vollenhoven

HTN sebagai sekumpulan pertauran hukum yang menentukan badan-

badan kenegaraan serta memberi wewenang kepadanya sedangkan

HAN meliputi seluruh kegiatan Negara dalam arti luas. Jadi tidak

11
terbatas pada tugas pemerintah dalam arti sempit saja tetapi juga

meliputi tugas peradilan, polisi dan membuat peraturan.

b. Logeman

Mempelajari jenis, bentuk serta akibat hukum yang dilakukan oleh

para pejabat dalam melakukan tugasnya.

c. Stellings

Membedakan HTN dengan HAN secara tegas. HAN merupakan

sistematik yang menghubungkan bagian satu dengan bagian lainnya

dan masing-masing bagian itu diletakkan dalam tempatnya yang tepat

tapi tidak hanya dalam HTN saja dilakukan sistematik tapi juga

didalam HAN.

Para sarjana yang tidak membedakan secara prinsipal :

a. Kranenburg

Menyimpulkan perbedaan HTN dan HAN bukan karena alasan

prinsipal akan tetapi sekedar pembagian kerja.

b. Van Der Pot

Tidak membedakan secara tegas karena dengan perbedaan yang

principal tidak akan menimbulkan akibat hukum. Kalau diadakan juga

perbedaan itu hanya bagi ilmu pengetahuan hukum sedangkan para

ahli hukum mendapatkan suatu gambaran tentang sistem hukum

yang bermanfaat.

c. Vegting

12
HAN dan HTN memiliki lapangan penyelidikan yang sama.

Perbedaannya hanya pendekatan yang digunakan oleh masing-masing

penyelidikan tersebut. Ia beranggapan HTN mempunyai objek

penyelidikan hal-hal yang pokok mengenai organisasi daripada

Negara sedangkan HAN objek penyelidikannya adalah peraturan yang

bersifat teknis. Ia tidak membedakan HTN dan HAN karena

pembatasan wewenang melainkan dengan cara bertindaknya Negara

itu sudah merupakan pembatasan wewenang.

Soal

1. Jelaskan pengertian hukum tata negara menurut 2 orang ahli ketatanegaraan

dan menurut pendapat Saudara!

2. Jelaskan objek kajian hukum tata negara!

3. Jelaskan metode mempelajari hukum tata negara!

4. Jelaskan Kedudukan hukum tata negara dalam klasifikasi hukum!

5. Jelaskan hubungan hukum tata negara dengan ilmu negara, hukum

administrasi negara dan ilmu politik, beserta contoh !

13
BAB II

SUMBER-SUMBER HUKUM TATA NEGARA

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tinjauan


umum tentang Sumber Hukum Tata Negara.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa mampu memahami, menguraikan dan menjelaskan istilah dan


pengertian sumber hukum, penggolongan sumber hukum dan sumber hukum
tata negara.
 Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan tata urutan peraturan
perundang-undangan sebagai sumber hukum tata negara

14
A. Istilah dan Pengertian Sumber Hukum

Istilah sumber hukum mempunyai arti yang bermacam-macam, istilah

tersebut tergantung dari sudut mana orang melihatnya, bagi seorang ahli sejarah

sumber hukum memiliki arti yang berbeda dengan pendapat ahli kemasyarakatan.

Begitupula sumber hukum menurut ahli ekonomi tidak akan sama artinya dengan

ahli hukum.

1. Paton

Istilah sumber hukum mempunyai banyak arti yang sering menimbulkan

kesalahan kecuali kalau diteliti dengan seksama mengenai arti tertentu

yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan tertentu pula. Maka

untuk mengetahui sumber hukum itu terlebih dahulu harus ditentukan

dari sudut mana sumber hukum itu dilihat.

2. Usep Pranuwidjaja

Perkataan sumber hukum mengandung 2 arti :

a. Sumber hukum sebagai penyebab adanya

hukum

b. Sumber hukum dalam bentuk perumusan dan kaidah-kaidah hukum

3. Donner dan Erlijke

Ajaran yang memberikan ukuran apakah suatu ketentuan itu merupakan

ketentuan yang berlaku umum atau tidak. Kalau ketentuan tersebut

berlaku umum maka disebut hukum sedangkan bila tidak berlaku umum

bukanlah hukum.

15
B. Sumber Hukum Formal dan Sumber Hukum Materil

Pandangan seorang ahli hukum mengenai sumber hukum dapat dibagi dalam

arti formil dan materil. Sumber hukum dalam arti formil adalah sumber hukum yang

dikenal dari bentuknya. Karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum,

diketahui dan ditaati. Disinilah suatu kaidah memperoleh kualifikasi sebagai kaedah

hukum bagi yang berwenang ia merupakan petunjuk hidup yang harus diberi

perlindungan. Selanjutnya, untuk menetapkan suatu kaedah hukum itu, diperlukan

suatu badan yang berwenang. Kewenangan badan tersebut diperoleh dari

kewenangan badan yang lebih tinggi sehingga kita mengenal sumber hukum dalam

arti formal, sebenarnya merupakan suatu penyelidikan yang bertahap pada

tingkatan mana suatu kaedah hukum itu dibuat.

Sumber hukum formal diartikan sebagai tempat atau sumber dari mana

suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Dengan demikian sumber hukum

formal ini merupakan bentuk pernyataan bahwa sumber hukum materil dinyatakan

berlaku. Sumber hukum formal sekurang-kurangnya mempunyai dua ciri yaitu

dirumuskan dalam suatu bentuk sehingga membedakannya dengan norma lain dan

berlaku umum, mengikat dan ditaati. Yang termasuk sumber hukum formal adalah

peraturan perundang-undangan, kebiasaan ( konvensi), yurisprudensi, traktat dan

doktrin.

Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan

isi hukum bagi seseorang. Sumber hukum materil merupakan faktor pembantu

sumber hukum formil. Yang termasuk sumber hukum materil adalah faktor-faktor

16
masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum, faktor yang turut

mempengaruhi isi hukum. Bagi seorang sarjana hukum , yang terpenting adalah

sumber hukum formal dan bila dianggap perlu mengetahui asal usul hukum itu

maka yag diperhatikan sumber hukum materil, namun keduanya saling melengkapi.

C. Sumber HTN

Sumber-sumber hukum tata negara tidak terlepas dari sumber hukum pada

umumnya. Sumber hukum tata negara mencakup sumber hukum dalam arti materil

dan dalam arti formil.

Sumber hukum dalam arti materil diantaranya :

1. Dasar dan pandangan hidup bernegara

Di Indonesia, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa kemudian

menjadi dasar Negara. Pancasila tidak hanya menjiwai tetapi juga harus

dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Karena itu pancasila

merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku,

sehingga peraturan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan

dengan pancasila.

2. Kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan

kaidah-kaidah hukum tata negara

Sumber hukum dalam arti formal, meliputi :

1. Hukum tertulis/hukum perundang-undangan ketatanegaraan

Adalah hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh

pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Hal ini

dapat dilihat dalam Tata Hierarki Peraturan Perundang-undangan.

17
2. Hukum Adat ketatanegaraan

Merupakan hukum asli yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan

masyarakat yang mengikat masyarakat, penguasa dan peradilan. Hukum

tata negara adat adalah hukum asli bangsa Indonesia dibidang

ketatanegaraan adat, misal : ketentuan mengenai swapraja, desa, rembug

desa.

3. Hukum Kebiasaan ketatanegaraan

Adalah hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan Negara

untuk melengkapi, menyempurnakan dan menghidupkan kaidah-kaidah

hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan.

4. Yurisprudensi ketatanegaraan

Yaitu kumpulan putusan-putusan pengadilan mengenai persoalan

ketatanegaraan yang setelah disusun secara teratur memberikan

kesimpulan tentang adanya ketentuan-ketentuan hukum tertentu yang

ditemukan atau dikembangkan oleh badan-badan pengadilan.

5. Traktat ketatanegaraan

Ialah persetujuan yang diadakan oleh Indonesia dengan negara-negara

lain.

6. Doktrin ketatanegaraan

Adalah ajaran-ajaran tentang hukum tata negara yang ditemukan dan

dikembangkan dalam ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan

pemikiran seksama berdasarkan logika formal yang berlaku.

18
D. Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI

1. TAP MPRS No.XX/MPRS/1966

a. UUD 1945

b. Ketetapan MPR

c. UU/Perpu

d. Peraturan Pemerintah

e. Keputusan Presiden

f. Peraturan Pelaksana lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi

Menteri

2. TAP MPR No. III/MPR/2000

a. UUD 1945

b. Ketetapan MPR

c. Undang-Undang

d. Perpu

e. Peraturan Pemerintah

f. Keputusan Presiden

g. Peraturan Daerah

3. UU No.10 Tahun 2004

a. UUD Negara RI Tahun 1945

b. UU/Perpu

c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden

19
e. Peraturan Daerah

1. Perda Provinsi

2. Perda Kabupaten/Kota

3. Perdes/ Peraturan yang setingkat

4. UU No.12 Tahun 2011

a. UUD Negara RI Tahun 1945

b. Ketetapan MPR

c. UU/Perpu

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Undang-Undang Dasar

Merupakan hukum dasar yang tertulis yang mengatur masalah kenegaraaan

dan juga merupakan dasar ketentuan lainnya. UUD merupakan induk dari segala

peraturan perundang-undangan dalam Negara yang bersangkutan. Jadi, UUD

merupakan aturan pokok yang menentukan jenis peraturan manakah yang

seharusnya ada, instansi mana yang berwenang membuatnya, mengubahnya dan

undang-undang dasarlah yang memberikan landasan hukum untuk pembuatan

segala peraturan dan untuk berlakunya.

Ketetapan MPR

20
Istilah Ketetapan MPR sebenarnya tidak ada dalam UUD 1945, hanya ada

dalam Ketetapan MPR. Dalam TAP MPR No.1/MPR/1978, disebutkan bahwa

bentuk-bentuk putusan majelis adalah :

6. Ketetapan MPR

Adalah putusan majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar

dan ke dalam. TAP MPR berisi garis-garis besar atau pokok-pokok

kebijaksanaan Negara, sifat norma hukumnya masih secara garis besar.

7. Keputusan MPR

Adalah putusan majelis yang mempunyai kekuatan mengikat ke dalam

majelis.

UU/Perpu

Undang-undang merupakan peraturan pelaksana dari UUD 1945 dan

Pelaksana dari Ketetapan MPR. Namun, tidak semua UU berfungsi sebagai peraturan

pelaksana dari UUD 1945 dan TAP MPR. Contoh UU yang berfungsi sebagai

peraturan pelaksana UUD 1945 yaitu UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan,

kedudukan MPR, DPR, DPRD dan DPD yaitu pelaksanaan dari Pasal 2, Pasal 19 dan

Pasal 22 C. Contoh UU berfungsi sebagai peraturan pelaksana TAP MPR

XIV/MPR/1998 dan Tambahan Penjelasan TAP MPR/III/MPR/1988 tentang

Pemiihan Umum yaitu UU No.3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Contoh UU yang tidak

berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari UUD 1945 dan TAP MPR adalah UU No.1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

21
UU organik adalah UU yang harus dibuat berdasarkan perintah langsung dari

UUD 1945, seperti tentang Pemilu ( Pasal 22 E ), Susduk MPR, DPR, DPRD, DPD

( Pasal 2 ).

Perpu dibuat dalam hal ikhwal keadaan memaksa atau mendesak, dimana UU

yang sebelumnya tidak ada mengatur. Kalau ditetapkan UU akan memakan waktu

yang lama, karena memerlukan persetujuan DPR sedangkan keadaan genting harus

segera diatasi. Oleh karena itu presiden diberi hak untuk menetapkan Perpu dengan

syarat harus meminta persetujuan DPR dalam siding berikutnya, kalau disetujui

dapat ditetapkan menjadi UU dan sebaliknya Perpu harus dicabut bila tidak

disetujui DPR. (Lihat Pasal 22 UUD 1945 )

Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan perintah

UU. Berdasarkan Pasal 5 Ayat 2, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk

menjalankan UU sebagaimana mestinya. Hal ini berarti tidak mungkin bagi Presiden

untuk menetapkan PP sebelum ada UU nya.

Keputusan Presiden

UUD 1945 tidak menyebut tentang Keputusan Presiden. Kepress yang

bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya

berupa pengaturan pelaksanaan administrasi Negara dan administrasi

pemerintahan.

Peraturan Pelaksana Lainnya

22
Adalah bentuk-bentuk peraturan yang ada setelah TAP MPRS

NO.XX/MPRS/1966 dan harus bersumber kepada peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

Catatan Penting Setelah Adanya UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan :

 Dihapuskannya Ketetapan MPR/MPRS dalam hierarki peraturan perundang-

undangan. Menurut Hamid S. Attamimi, Ketetapan MPR tidak tepat

dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, yang termasuk

adalah UU Ke bawah.

 Pada hakikatnya Perpu sama dan sederajat dengan UU, hanya syarat

pembentukannya yang berbeda. Oleh karena itu, penegasan dalam Pasal 9

UU No. 10 Tahun 2004 menyatakan materi muatan perpu sama dengan

materi muatan undang-undang.

 Perda dari segi pembuatannya, sudah semestinya dapat dilihat setara dengan

undang-undang dalam arti semata-mata merupakan produk hukum lembaga

legislatif. Namun demikian, dari segi isi kedudukan, pertauran yang

mengatur materi dan ruang lingkup daerah yang lebih sempit dianggap

mempunyai kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan ruang lingkup

wilayah yang lebih luas.

Prinsip-prinsip tata urutan peraturan perundang-undangan, yaitu :

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat

dijadikan landasan hukum bagi peraturan perundang-undangan yang berada

dibawahnya.

23
2. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak

boleh menyimpang dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya.

3. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau

diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling

tidak dengan sederajat.

4. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang

sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak secara

tegas dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus

harus diutamakan dari peraturan perundang-undangan yang lebih umum.

Soal

1. Jelaskan yang dimaksud dengan sumber hukum dan pembagian sumber

hukum!

2. Jelaskan sumber hukum tata negara!

3. Bandingkan tata hierarki peraturan perundang-undangan menurut TAP

MPRS No.XX/MPRS/1966, UU No.10 Tahun 2004 dan UU No.12 Tahun 2011!

4. Jelaskan yang dimaksud dengan UUD, UU, Ketetapan MPR dan Peraturan

Daerah!

5. Jelaskan kedudukan Ketetapan MPR setelah berlakunya UU No.12 Tahun

2011!

24
BAB III

ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami asas-asas


hukum tata negara.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa mampu menguraikan serta menjelaskan pengertian asas-asas


hukum tata negara secara umum dan asas-asas hukum tata negara yang terdapat
dalam UUD 1945, antara lain asas negara hukum, asas kedaulatan rakyat dan
demokrasi, serta asas pancasila.

25
Untuk mengetahui asas-asas ketatanegaraan suatu Negara dapat diketahui

dari UUD nya. Asas-asas HTN tidak jauh berbeda dengan asas-asas UUD 1945 adalah

sebagai berikut :

1. Asas Pancasila

Pancasila merupakan sumber hukum materil, oleh karena itu setiap isi

peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya.

Pembukaan UUD 1945 memiliki empat pokok pikiran yang merupakan pancaran

dari pandangan hidup dan dasar falsafah Negara Pancasila.

2. Asas Negara Hukum

Sebelum perubahan UUD 1945, Indonesia hanya secara implisit dikatakan

sebagai Negara hukum, namun setelah perubahan ketiga, asas Indonesia sebagai

Negara hukum telah secara eksplisit terdapat pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.

Pemikiran tentang negara hukum yang asalnya dapat ditelusuri pada tulisan-

tulisan John Locke ( Two treaties on Government, 1690 ) seperti yang dikutip

oleh Indroharto, ringkasnya mengandung unsur-unsur yang bersifat universal

sebagi berikut :1

1
Indroharto, Usaha Memahami UU tentang PTUN, 1991, Hlm.57

26
a. Dalam negara hukum pemerintahan dilakukan berdasarkan UU (asas

legalitas) dimana kekuasaan/wewenang yang dimiliki pemerintah itu

hanya semata-mata ditentukan oleh UUD atau UU.

b. Dalam negara hukum, hak-hak dasar manusia diakui dan dihormati oleh

penguasa.

c. Kekuasaan pemerintahan dalam negara tidak dipusatkan dalam satu

tangan, tetapi harus dibagi kepada lembaga-lembaga kenegaraan dimana

yang satu melakukan pengawasan terhadap yang lain sehingga tercipta

suatu keseimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga kenegaraan.

d. Perbuatan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur kekuasaan

pemerintahan dimungkinkan untuk dapat diajukan kepada pengadilan

yang tidak memihak yang diberi wewenang menilai apakah perbuatan

pemerintah bersifat melawan hukum atau tidak.

Konsep negara hukum sangat terkait dengan sistem hukum yang dianut oleh

negara yang bersangkutan. Pada dasarnya sistem hukum di dunia ini dapat

dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu sistem hukum kontinental dan sistem

hukum Anglo-Saxon.2 Philipus M.Hadjon mengemukakan 3 ( tiga) macam konsep

negara hukum, yaitu : rechtstaat, the rule of law dan negara hukum pancasila.3

Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan yang menentang absolutisme

sehingga sifatnya dapat dikatakan sangat revolusioner. Konsep rechtsstaat

bertumpu pada sistem kontinental yang disebut civil law dan modern roman law.

Karakteristik civil law adalah administratif, karakteristik ini dilatarbelakangi

2
Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta, 1992, Hlm.5
3
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya, 1987, Hlm.71

27
kekuasaan raja. Pada zaman Romawi, kekuasaan yang menonjol dari raja ialah

membuat peraturan melalui dekrit. Kekuasaan ini kemudian didelegasikan kepada

pejabat-pejabat administratif, sehingga pejabat administratif yang membuat

pengarahan tertulis bagi hakim bagaimana memutus sengketa. Dalam

perkembangannya peranan administrasi negara ini bertambah besar, sehingga latar

belakang ini dipikrkan langkah-langkah untuk membatasi kekuasaan administrasi

negara.

Sedangkan konsep rule of law berkembang secara evolusioner. Konsep ini

bertumpu atas sistem hukum yang disebut common law. Karakteristiknya adalah

judicial, hal ini di latar belakangi oleh kekuasaan utama dari raja adalah memutus

perkara. Peradilan oleh raja berkembang menjadi suatu sistem peradilan, sehingga

hakim peradilan adalah delegasi dari raja. Hakim harus memutus perkara

berdasarkan kebiasaan umum Inggris, sebagaimana dilakukan oleh raja sendiri

sebelumnya. Dengan keadaan ini dalam perkembangannya dipikirkan langkah-

langkah untuk peradilan yang adil, penahanan yang tidak sewenang-wenang. 4

Perbedaan yang menonjol antara konsep rechtsstaat dan rule of law menurut

M.Tahir Azhary5 ialah pada konsep yang pertama peradilan administrasi negara

merupakan suatu sarana yang sangat penting dan sekaligus ciri menonjol pada

rechtsstaat itu sendiri. Sebaliknya, konsep kedua, peradilan administrasi tidak

diterapkan, karena kepercayaan masyarakat yang begitu besar terhadap peradilan

umum. Ciri yang menonjol pada konsep rule of law ialah ditegakkannya hukum yang

adil dan tepat, karena semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan

4
Ibid, Hlm. 72-73
5
Dikutip oleh Zairin Harahap, Hukum Acara PTUN, Jakarta, 2001, Hlm.18

28
hukum, maka ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua perkara

termasuk perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.

Pada zaman modern, konsep negara hukum di Eropa Kontinental

dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl dengan

istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat” , sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep

negara hukum dikembangkan oleh A.V Dicey dengan sebutan “ The Rule of Law ”.

Menurut Julius Stahl , konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah

rechtsstaat mencakup empat elemen penting, yaitu :6

1. Perlindungan hak asasi manusia

2. Pembagian kekuasaan

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

4. Peradilan tata usaha negara

Sedangkan A.V Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap

negara hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu :7

1. Supremacy of Law ( hukum sebagai pedoman tertinggi )

2. Equality before of Law ( persamaan kedudukan setiap orang dalam

hukum)

3. Due procces of Law ( tindakan pemerintahan harus didasarkan atas

peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis )

3. Asas Kedaulatan rakyat dan demokrasi

6
Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, 2005, Hlm. 152
7
Ibid

29
Indonesia menganut asas kedaulatan rakyat terlihat pada Pasal 1 ayat 2.

Sedangkan Indonesia menganut asas demokrasi dapat terlihat dari adanya

pengakuan hak asasi manusia yang diatur secara tegas dalam UUD 1945.

4. Asas Negara Kesatuan

Asas ini dapat dilihat secara eksplisit pada Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :

Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik. Indonesia

menganut asas Negara kesatuan yang didesentralisasikan, akibatnya ada tugas-

tugas tertentu yang diurus sendiri oleh pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, sehingga adanya hubungan kewenangan dan pengawasan.

Dalam Perubahan UUD 1945, ada lima butir kesepakatan dasar yang tidak

boleh dilakukan perubahan, yang salah satunya tetap mempertahankan Negara

Kesatuan RI didasari pertimbangan bahwa Negara kesatuan adalah bentuk

Negara ini yang ditetapkan sejak awal berdirinya Negara dan dipandang paling

tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk.

Kesepakatan ini dikukuhkan dalam Pasal 37 ayat (5) UUD 1945.

5. Asas Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances

Berbagai kalangan berpendapat bahwa terjadinya krisis di Indonesia saat ini

bermuara ketidakjelasan konsep yang dibangun oleh UUD 1945, tidak adanya checks

and balances antara alat kelengkapan organisasi Negara, selain kelemahan yang

melekat pada UUD 1945. Cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif itu

sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai prinsip checks

and balances, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara

negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.

30
Soal

1. Jelaskan yang dimaksud dengan asas-asas hukum tata negara, dan kaitkanlah

dengan prinsip-prinsip ketatanegaraan yang terdapat dalam UUD 1945!

2. Jelaskan yang dimaksud dengan asas negara hukum dan asas pancasila!

3. Jelaskan akibat hukum, apabila dalam pelaksanaan ketatanegaraan

bertentangan dengan asas-asas ketatanegaraan!

BAB IV

KONSTITUSI

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tinjauan


umum tentang konstitusi.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa mampu menguraikan serta menjelaskan istilah dan pengertian


konstitusi, materi muatan konstitusi, kalsifikasi konstitusi, kedudukan, fungsi
dan tujuan konstitusi.

31
A. Istilah dan Pengertian

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis “Contituer” yang berarti

membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan

suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sedangkan istilah

Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa

Belandanya Grondwet.

Mencermati dikotomi antara istilah Constitution dengan Grondwet di atas,

Van Apeldoorn membedakan secara jelas antara keduanya, kalau Grondwet adalah

bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat peraturan

tertulis maupun tidak tertulis.

K.C.Wheare mengartikan konstitusi adalah keseluruhan system

ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang

membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu Negara.

C.F.Strong, Konstitusi merupakan kumpulan asas-asas yang

menyelenggarakan:

1. Kekuasaan pemerintahan

32
2. Hak-hak dari yang diperintah

3. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah

Berangkat dari beberapa pendapat ahli di atas, dapatlah ditarik kesimpulan

bahwa pengertian konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan tidak tertulis. UUD

merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun batasan-batasannya dapat dirumuskan

ke dalam pengertian sebagai berikut :

1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan

kekuasaan kepada para penguasa

2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari

suatu sistem politik

3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga Negara

4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia

B. Materi Muatan Konstitusi

Wheare, tidak mengemukakan secara jelas apa yang seharusnya menjadi

materi muatan pokok dari suatu konstitusi, konstitusi yang terbaik dan ideal

harus sesingkat mungkin untuk menghindarkan kesulitan-kesulitan para

pembentuk UUD dalam memilih mana yang penting dan harus dicantumkan

dalam konstitusi.

Mr.J.G.Steenbeek, sebagaimana dikutip Sri Soemantri dalam

disertasinya, menggambarkan isi konstitusi :

1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga

negaranya

33
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat

fundamental

3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga

bersifat fundamental

Miriam Budiardjo, setiap Undang-Undang Dasar memuat :

1. Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara legislatif,

eksekutif, yudikatif.

2. Hak-hak asasi manusia

3. Prosedur mengubah UUD

4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari

UUD

C. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Konstitusi

Kedudukan, fungsi dan tujuan konstitusi Negara berubah dari zaman

ke zaman. Pada masa peralihan dari feodal dengan kekuasaan mutlak penguasa

ke Negara demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagi benteng pemisah antara

rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur berfungsi sebagai

alat perjuangan rakyat melawan penguasa.

Dalam sejarahnya dunia barat, konstitusi untk menemukan batas

wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya

pemerintahan. Sementara ini Inggris tidak mempunyai UUD, tetapi mempunyai

konstitusi yang secara lengkap memuat aturan-aturan keorganisasian Negara.

Aturan-aturan ini tersebar dalam berbagai undang-undang dan dokumen lain,

hukum adat dan konvensi. Negara yang menganut prinsip demokrasi

34
konstitusional, UUD mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan

pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak

bersifat sewenang-wenang. Gagasan ini dikenal dengan konstitusionalisme. Ini

berarti bahwa penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan kekuasaan tersebut

perlu dirinci secara tegas. Pembatasan-pembatasan ini tercermin dalam

konstitusi atau UUD.

Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi

kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah

dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Pendapat ini senada

dengan yang disamapaikan oleh Loewenstein dalam bukunya Political Power

and The Governmental Proce’s, bahwa konstitusi itu suatu sarana dasar untuk

mengawasi proses-proses kekuasaan. Oleh karena itu, setiap konstitusi

senantiasa mempunyai dua tujuan :

1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan

politik

2. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa, serta

menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas kekuasaan

mereka

D. Klasifikasi Konstitusi

Apabila hendak mengetahui klasifikasi konstitusi, tentunya harus

membandingkan beberapa konstitusi yang ada di beberapa negara. Dari

berbagai pendapat para ahli, pendapat K.C.Wheare yang dianggap dapat

mewakili. Klasifikasi konstitusi, intinya sebagai berikut :

35
1. Konstitusi tertulis dan kontitusi bukan tertulis ( written constitution

and no written constitution )

2. Konstitusi fleksibel dan kontitusi rigid ( flexible constitution and rigid

constitution )

3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi (supreme

constitution and not supreme constitution )

4. Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan ( federal constitution and

unitary constitution)

5. Konstitusi sistem pemerintahan predensial dan konstitusi system

pemerintahan parlementer ( Presidental executive and parliamentary

executive constitution )

Pertama, Konstitusi tertulis ialah suatu konstitusi ( UUD) yang

dituangkan dalam sebuah dokumen atau beberapa dokumen formal. Sedangkan

konstitusi yang bukan tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituangkan

dalam suatu dokumen formal, seperti Inggris, Israel dan New Zealand.

Kedua, Jika konstitusi tersebut mudah dalam mengubahnya disebut

konstitusi fleksibel. Sebaliknya, jika sulit dilakukan perubahan disebut konstitusi

rigid. UUD 1945 dalam realitanya termasuk konstitusi yang rigid. Konstitusi

fleksibel memiliki ciri yaitu elastis, diumumkan dan diubah dengan cara yang

sama seperti undang-undang. Konstitusi rigid mempunyai derajat yang lebih

tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain, hanya dapat diubah

dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.

36
Ketiga, Konstitusi derajat tinggi adalah konstitusi yang mempunyai

kedudukan tertinggi dalam negara, berarti konstitusi ini berada di atas

peraturan perundang-undangan yang lain, demikian syarat untuk mengubahnya

lebih berat dibandingkan yang lain. Konstitusi tidak berderajat tinggi ialah suatu

konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat, serta persyaratan

yang diperlukan untuk mengubahnya sama dengan persyaratan untuk

mengubah peraturan lain.

Klasifikasi keempat dan kelima berkaitan erat dengan bentuk negara dan

sistem pemerintahan, artinya jika bentuk negara serikat, maka akan didapatkan

dalam konstitusinya. Begitupula sistem pemerintahan, apabila sistem

pemerintahannya memiliki ciri seperti sistem pemerintahan presidensial,

misalkan : Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala

pemerintahan, Presiden dipilih oleh rakyat, maka konstitusinya disebut

konstitusi sistem pemerintahan presidensial. Dan sebaliknya, apabila menganut

sistem pemerintahan parlementer, maka konstitusinya dikatakan konstitusi

sistem pemerintahan parlementer.

Soal

1. Jelaskan yang dimaksud dengan konstitusi!

2. Jelaskan kedudukan dan fungsi konstitusi!

3. Jelaskan materi muatan konstitusi!

4. Jelaskan klasifikasi konstitusi dan termasuk manakah konstitusi yang pernah

berlaku di Indonesia!

37
BAB V

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


sejarah ketatanegaraan Indonesia.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan Proklamasi, Penyusunan UUD 1945, KRIS 1949


dan UUDS 1950.
 Mahasiswa mampu menjelaskan pemerintahan darurat RI dan Dekrit Presiden 5
Juli 1959.
 Mahasiswa mampu menjelaskan pelaksanaan UUD 1945 di orde lama, orde baru
dan orde reformasi.

38
A. Sebelum Kemerdekaan Negara RI ( Sebelum 17 Agustus 1945 )

1. Masa Penjajahan Belanda

Pada masa ini Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda, hal ini

ditetapkan dalam Pasal 1 UUD Kerajaan Belanda disebut Indische Staatregeling (IS)

1926. Kekuasaan tertinggi terletak di tangan raja, namun kepala Negara tidak

menyelenggarakan kekuasaannya sendiri di Hindia Belanda melainkan dibantu oleh

Gubernur Jenderal sebagai pelaksananya. Raja sebagai pelaksana pemerintahan

harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Ini berarti bahwa sistem

pemerintahannya adalah sistem parlementer.

Bentuk-bentuk Peraturan Per UU an oleh Pemerintah Hindia Belanda :

a. UUD Kerajaan Belanda ( IS)

Pasal 1 : Indonesia merupakan urusan Pemerintah Pusat

Pasal 62 : Raja Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas

Pemerintahan Indonesia. Gubernur Jenderal atas nama raja

menjalankan hal umum.

39
Pasal 63 : Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan UU, soal intern

Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan di

Indonesia, kecuali ditentukan UU

b. IS merupakan UU yang mengatur tentang pokok-pokok dari HTN yang

berlaku di Indonesia. IS sama dengan UU tetapi jika dilihat isinya maka IS

adalah UUD ( secara materil )

c. Bentuk Per UU an semasa berlakunya IS :

1) Wet, dibentuk oleh badan pembentuk UU negara Belanda yaitu Raja

bersama-sama menterinya dan bersama-sama dengan Parlemen

2) Algemene maatsregelen Van Bestuur ( AMvB ), dibentuk oleh Raja

sendiri ( sejajar dengan Peraturan Pemerintah)

3) Ordonantie, dibentuk oleh Gubernur Jenderal bersama Volkstraad

4) Regeling Verordeningen ( Rv), dibentuk oleh Gubernur Jenderal

sendiri

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, sistem pemerintahannya bersifat

sentralistik dengan azas dekonsentrasi dilaksanakan seluas-luasnya, dimana

daerah tidak mempunyai wewenang sama sekali dalam mengatur dan

mengurus pemerintahan sendiri. Kekuasaan eksekutif ada pada Gubernur

Jenderal dibantu oleh Raad Van Indie atau Badan Penasehat. Kekuasaan

Kehakiman ada pada Hoge Rechtschof ( Mahkamah Agung ), sedangkan

pengawasan keuangan oleh Algemene Recont Camer.

2 Masa Pendudukan Jepang

40
Kedudukan Jepang di Inbdonesia adalah sebagai penguasa pendudukan

karena menurut hukum Internasional, Jepang tidak dibenarkan untuk mengubah

susunan ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena itu, Jepang hanya meneruskan

kekuasaan Hindia Belanda, namun kekuasaan tertinggi tidak lagi dipegang oleh

Belanda melainkan digantikan Jepang. Pendudukan Jepang tidak mengubah

ketatanegaraan, kecuali pembentukan badan-badan perwakilannya, pendekatan kea

rah kemerdekaan dilakukan dengan :

a. Pembentukan BPUPKI, yang sidang I tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 yang

akhirnya melahirkan Pancasila sebagai dasar Negara

b. Sidang BPUPKI II tanggal 10 s/d 17 Juli 1945 yang menghasilkan Hukum

Dasar Negara yaitu UUD 1945

B. Setelah Kemerdekaaan Indonesia ( Setelah 17 Agustus 1945 )

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik tolak

keberadaan HTN Indonesia, karena sebelum proklamasi tidak dijumpai produk HTN

Indonesia, kecuali HTN Adat yang berlaku di Satuan Pemerintahan Indonesia asli.

Proklamasi adalah pernyataan sepihak tentang kemerdekaan suatu bangsa

sedangkan kemerdekaan memiliki 2 aspek :

1. Kebebasan dari kekuasaan negara lain

2. Mengambil kekuasaan Hukum Tertinggi Kenegaraan ditangan sendiri

( menentukan nasib sendiri )

Dasar hukum proklamasi adalah proklamasi itu sendiri, dengan demikian

tata hukum Indonesia berdasarkan proklamasi. Jadi jelasnya, proklamasi adalah

41
norma pertama dari tata hukum Indonesia, karena menjadi dasar berlakunya

norma-norma lain.

C. Perubahan Sistem Pemerintahan Negara

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus

1945, Konstitusi Indonesia sebagai suatu revolusi grondwet telah disahkan pada 18

Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah

yang dinamakan UUD Negara RI. Menurut UUD 1945, Pemerintahan RI dipimpin

oleh Presiden dan dibantu oleh seorang Wakil Presiden ( Pasal 4 ayat (1) dan (2) ).

Presiden, kecuali Kepala Negara ia juga sebagai Kepala Pemerintahan.

Sistem Pemerintahan adalah Presidensiil dalam arti Kepala Pemerintahan

adalah Presiden, dilain pihak ia tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan

Rakyat, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung kepada DPR ( Alinea kedua

Angka V, Penjelasan tentang UUD 1945 ). Meskipun, Kepala Negara tidak

bertanggung jawab kepada DPR, kekuasaannya tidaklah tak terbatas, ia mharus

memerhatikan sunguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR adalah kuat dan tidak

dapat dibubarkan oleh Presiden.

Pada masa awal pemerintahan, kekuasaan Prseiden dalam menjalankan

pemerintahan bukan hanya berdasarkan Pasal 4, 5, 10, 11, 12,13,14 dan 15 UUD

1945, tetapi juga berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan. Presiden memiliki

kekuasaan yang besar, Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dalam arti

luas. Dalam melaksanakan kekuasaannya, Presiden hanya dibantu oleh sebuah

Komite Nasional Sebagai akibat dari ketentuan peralihan, Presiden dengan sah

dapat bertindak sebagai diktator karena bantuan Komite Nasional sama sekali tidak

42
dapat diartikan suatu pengekangan atas kekuasaannya. Wakil Presiden dan menteri

hanyalah sebagai pembantu Presiden.

Pada 29 Agustus 1945 PPKI telah dibubarkan oleh Presiden dan sebagai

gantinya dibentuk Komite Nasional Pusat yang lebih dikenal dengan KNIP.

Pejalanan sejarah telah membuktikan bahwa UUD 1945 telah mengalami

perkembangan yang sangat pesat, kurang lebih dua bulan dalam masa perjalanan

UUD 1945, terjadilah perubahan praktik ketatanegaraan, khususnya perubahan

terhadap Pasal IV Aturan Peralihan. Perubahan ini dilakukan dengan

dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, yang intinya terdapat 3 hal

penting, yaitu :

a. Komite Nasional Pusat menjadi lembaga legislatif

b. KNIP ikut menetapkan garis-garis besar haluan Negara

c. Ia akan membentuk sebuah Badan Pekerja yang akan bertanggung jawab

kepada Komite Nasional Pusat

Tugas legislatif yang diserahkan kepada KNIP hanyalah dalam bidang

pembuatan undang-undang, baik pasif maupun aktif. Tidak termasuk di dalamnya

hak mengontrol dan mengawasi pemerintah. Tugas itu langsung ada pada Presiden

sendiri, sesuai dengan Pasal IV Aturan Peralihan.

Kekuasaan Presiden yang menurut A.K.Pringgodigdo, dikatakan diktatorial,

dengan adanya Maklumat No. X itu berarti mengalami kemunduran. Sejak tanggal

16 Oktober 1945 Presiden harus membagi kekuasaan yang dimiliki Pasal IV Aturan

Peralihan UUD 1945, yaitu dalam hal menetapkan GBHN dan mengenai

pembentukan UU dengan Badan Pekerja KNIP.

43
Perubahan kedua yang terjadi dalam penyelenggaraan Negara ialah dengan

dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1946. Maklumat ini

sebenarnya adalah suatu tindakan yang maksudnya akan mengadakan pembaruan

terhadap susunan kabinet yang ada. Dengan maklumat ini, diumumkan nama

menteri dalam susunan kabinet yang baru. Kalau semula, kabinet adalah di bawah

pimpinan Presiden, dengan maklumat ini kabinet tidak lagi di bawah pimpinan

Presiden, tetapi suatu dewan yang diketuai seorang Perdana Menteri yaitu Sutan

Syahrir sebagai Perdana Menterinya.

Akibatnya, terjadi perubahan konstelasi ketatanegaraan RI, semula dalam

UUD dianut sistem Presidensial, dengan maklumat tersebut prinsip

pertanggungjawaban menteri-menteri dengan resmi diakui. Menteri menjadi

anggota kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri dan tidak lagi bertanggung

jawab kepada Presiden. Hal ini berarti, terjadi pergantian sistem ketatanegaraan

yaitu pergantian dari sistem Presidensial menjadi sistem Parlementer.

Pertanggungjawaban menteri kepada Perdana Menteri merupakan

penyimpangan terhadap UUD 1945 ( Pasal 17 ), hal ini seharusnya tidak dapat

terjadi tanpa melakukan perubahan terlebih dahulu terhadap Pasal 17 UUD 1945.

Hingga saat ini, masalah dasar hukum kedua maklumat masih menjadi perdebatan

di kalangan akademisi. Ismail Suny, berpendapat bahwa dasar hukum maklumat

adalah konvensi. Menurut Soepomo, dengan adanya kabinet Syahrir, telah timbul

konvensi ketatanegaraan mengenai kabinet parlementer. M.Yamin berpendapat

bahwa kementerian yang bertanggung jawab tersebut tidaklah sesuai dengan UUD

1945 khususnya Pasal 17 UUD 1945.

44
D. Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia ada 4 macam UUD yang pernah

berlaku, yaitu :

1. UUD 1945, yang berlaku 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949

2. Konstitusi RIS, yang berlaku 27 Desember 1949-17 Agustus 1950

3. UUDS 1950, yang berlaku 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959

4. UUD 1945, berlaku kembali setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli

1959

Dalam keempat periode berlakunya keempat macam UUD, UUD 1945 berlaku

dalam dua kurun waktu. Kurun waktu pertama telah berlaku UUD 1945

sebagaimana diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No.7. Kurun

waktu kedua berlaku sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli

1959 sampai sekarang.

Sejarah penyusunan UUD 1945

Pada tanggal 29 April adalah hari dikeluarkannya maklumat Gunseikan

tentang Pembentukan BPUPKI, badan ini dibentuk oleh Jepang dengan nama

Dokuritsu Junbi Coosakai, yang dasar hukum pembentukannya adalah Maklumat

Gunseikan no.23. BPUPKI ini memiliki anggota 62 orang bangsa Indonesia dan 7

orang dari wara Jepang. Ketuanya Dr. Radjiman Wediodiningrat dan Wakilnya

R.P.Soeroso, Ichi Bangase.

Badan ini dilantik 28 Mei 1945. Sidang I pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1

Juni 1945, sidang II tanggal 10 Juli-17 Juli 1945. Acara pokok pada sidang I

mengenai pandangan-pandangan para anggota tentang dasar Negara. Pada masa

45
siadang II dibentuk suatu panitia dengan tujuan membentuk UUD dengan anggota

19 orang dengan ketua Ir.Soekarno. Untuk memperlancar tugas ini dibentuk panitia

kecil, yang terdiri dari : Prof. Soepomo, Mr. Wongsonegoro, R. Soekardjo,

Mr.A.Maramis, Mr.Pandji Singgih, H.A. Salim dan Dr. Sukiman, sedangkan Ketuanya

diangkat Prof. Soepomo.

Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Kecil telah menyelesaiakan tugasnya dan

memberikan Laporan kepada Panitia Hukum Dasar. Setelah beberapa kali sidang,

BPUPKI menyetujui hasil Panitia tersebut sebagai Rancangan UUD pada tanggal 16

Juli 1945. Dengan selesainya tugas BPUPKI, maka oleh Pemerintah Balatentara

Jepang dibentukalh PPKI. Tugas Panitia ini mempersiapkan segala sesuatunya

sehubungan dengan kemerdekaan Ibdonesia. Panitia ini terdiri dari 21 orang

anggota termasuk ketua dan wakil ketua masing-masing Ir. Soekarno dan Drs.

Mohammad Hatta.

Rencana PPKI akan bertugas tanggal 9 Agustus 1945 gagal, karena Sekutu

menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, akibatnya Jepang menyerah

kepada Sekutu. Akhirnya, anggota PPKI bertambah 5 oarang. PPKI kemudian

dibentuk oleh bagsa Indonesia setelah Proklamasi yaitu tanggal 18 Agustus 1845

mengesahkan UUD 1945.

Penyusunan Konstitusi RIS 1949

Setelah kemerdekaan diproklamirkan dan sehari setelah itu ditetapkan UUD

1945 oleh PPKI, kemudian Negara RI dihadapkan oleh berbagai tantangan dan

perjuangan yang beragam. Rencana Konstitusi RIS telah disepakati oleh ketiga

delegasi yaitu Indonesia, Belanda, BFO pada Konferensi Meja Bundar. Kemudian

46
UUD ini dimintakan persetujuannya pada KNIP dan Badan-badan Perwakilan dari

daerah-daerah yang kemudian akan menjadi Negara bagian atau daerah yang

berdiri sendiri untuk disahkan dan ditetapkan menjadi konstitusi RIS. Mulai

berlakunya 27 Desember 1949, akibatnya, serentak terjadi :

1. Di negeri Belanda Penyerahan Kedaulatan dari kerajaan Belanda di

negeri RIS

2. Di Yogyakarta terjadi penyerahan kedaulatan dari RI ke RIS

3. Di Jakarta terjadi penyerahan kekuasaan oleh wakil Belanda kepada

wakil Indonesia yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Jadi konstitusi RIS merupakan salah satu akibat atau hasil dari KMB yang

rancangannya disusun delegasi RI dan delegasi BFO ( Bijenscomst voor Federal

Overlacht ).

Sejarah Penyusunan UUDS 1950

Bentuk Negara federal nampaknya memang mengandung banyak sekali

nuansa politis, berkenaan dengan kepentingan penjajahan Belanda. Karena itu,

meskipun gagasan bentuk Negara federal mungkin saja memiliki relevansi

sosiologis yang cukup kuat untuk diterapkan di Indonesia, tetapi karena terkait

dengan kepentingan penjajahan Belanda maka ide feodalisme menjadi tidak

popular. Akibatnya, bentuk Negara federal RIS tidak bertahan lama.

Dalam rangka konsolidasi kekuasaan itu, mula-mula tiga wilayah Negara

bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara

Sumatera Timur menggabungkan diri menjadi satu wilayah RI. Sejak itu wibawa

Pemerintah RIS menjadi berkurang, sehingga akhirnya dicapailah kata sepakat

47
antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI untuk kembali bersatu mendirikan

Negara kesatuan Republik Indonesia. Kesepakatan itu dituangkan dalam satu

naskah persetujuan bersama pada tanggal 19 Mei 1950, yang intinya menyepakati

dibentuknya NKRI sebagai kelanjutan dari Negara yang diproklamasikan pada

tanggal 17 Agustus 1945.

Untuk persiapan kearah itu, maka untuk keperluan menyiapkan satu naskah

UUD, dibentuklah panitia bersama yang akan menyusun rancangannya. Setelah

selesai, rancangan UUD disahkan oleh Badan Pekerja KNIP tanggal 12 Agustus 1950

dan oleh DPR dan Senat RIS tanggal 14 Agustus 1950. Selanjutnya, secara resmi

naskah ini mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950, yaitu dengan ditetapkannya UU

No.7 Tahun 1950.

UUDS 1950 ini bersifat mengganti isinya tidak hanya mencerminkan

perubahan terhadap Konstitusi RIS, tetapi menggantikan naskah Konstitusi RIS

dengan naskah baru dengan nama Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

Seperti halnya KRIS, UUDS 1950 juga bersifat sementara. Hal ii terlihat jelas pada

Pasal 134 nya yang mengharuskan Konstituante bersama-sama Pemerintah segera

menyusun UUD RI. Berbeda dengan KRIS, UUDS 1950 berhasil membentuk

Konstituante melalui Pemilu bulan Desember tahun 1955 berdasarkan UU No.7

Tahun 1953.

Namun, Konstituante tidak berhasil menyelesaikan tugasnya untuk

menyusun UUD baru, atas dasar ini Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit tanggal

5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara Indonesia.

Keabsahan dekrit ini masih dipertanyakan, menurut Adnan Buyung : Kegagalan

48
Konstituante tidak dapat dijadikan dasar keluarnya dekrit, karena konstituante

pada saat itu belum dapat dikatakan gagal.

Pelaksanaan UUD 1945

a. Masa Orde Lama

Pelaksanaan UUD 1945 dianggap belum terlaksana secara murni dan

konsekuen, karena ada penyimpangan :

1. Pancasila digandengkan dengan paham komunis

2. Melalui TAP MPRS No. III/MPRS/1963, pemimpin besar revolusi diangkat

menjadi Presiden seumur hidup

3. Pemimpin-pemimpin Lembaga Negara diberi predikat Perdana Menteri

berkoordinator dengan Menteri Negara

4. DPR dibubarkan oleh Presiden, karena berselisih soal RAPBN

5. Dibidang Per UU an dikeluarkan apa yang disebut Penpres dan Peraturan

Presiden yang berada diluar jalur UUD 1945

b. Masa Orde Baru

Pada masa ini penyelewengan terhadap UUD 1945 kembali terulang. UUD

1945 tidak boleh disentuh oleh siapapun atau disakralkan dengan berbagai

ancaman dan stigma subversif yang dituduhkan bagi yang akan menyentuhnya.

Bahkan, hanya Pemerintah Orde Baru yang boleh menafsirkan makna yang

terkandung dalam UUD 1945, Sementara MPR tinggal mengesahkan saja. Contoh,

yang paling menonjol Pasal 6 dan Pasal 7. Presiden dipilih dengan suara terbanyak,

direduksi menjadi Presiden dan Wapres dipilih oleh Majelis dengan suara mufakat dan

49
calonnya harus tunggal. Disamping itu, tidak ada pembatasan masa jabatan bagi

Presiden dan Wapres, asal masih dipilih oleh MPR berapa kali pun tidak menjadi

masalah.

Akibatnya, tidak ada dilakukan perubahan UUD 1945, bahkan ditutupi

kecurangan tersebut dengan bingkai yuridis berupa Ketetapan MPR No.

I/MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yang berisi kebulatan tekad

anggota majelis yang akan mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan

tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakan secara

murni dan konsekuen. Hal ini memang ironis, padahal Pasal 37 UUD 1945

memberikan peluang penyempurnaan atau perubahan dengan quorum yang jelas.

c. Masa Reformasi

Sejak terjadinya reformasi, gagasan perubahan UUD 1945 menjadi tuntutan

yang tidak bisa dielakkan lagi. Adapun alasan perlu diadakannya perubahan UUD

1945, yaitu :

1. UUD 1945 merupakan moment opname dari berbagi kekuatan politik dan

ekonomi yang dominan pada saat dirumuskanya konstitusi itu. Setelah 54

tahun tentu telah terjadi perubahan baik nasional maupun global,

sehingga ada hal-hal tertentu yang tidak tercakup dalam UUD 1945

2. UUD 1945 disusun oleh manusia yang sesuai kodratnya tidak akan

pernah sampai kepada tingkat kesempurnaan.

3. Aspek historis, pembuatan UUD 1945 bersifat sementara, sebagaimana

yang dinyatakan oleh Ir. Soekarno selaku Ketua PPKI dalam rapat

pertama 18 Agustus 1945, yang intinya : UUD ini sementara atau dengan

50
kata lain UUD kilat, nanti kalau suasana lebih tenteram, akan dibuat lagi

UUD yang lebih lengkap dan lebih sempurna.

4. Aspek Yuridis, para perumus UUD 1945 telah berpikir jauh kedepan,

bahwa apa yang mereka susun tentu akan berbeda kondisinya dengan

keadaan masa yan akan datang. Maka, diberikanlah peluang melalui Pasal

37 UUD 1945 melakukan perubahan.

Perubahan pertama ditetapkan oleh Sidang Umum Majelis Pemusyawaratan

rakyat tahun 1999, disusul dengan perubahan kedua dalam sidang tahunan tahun

2000 dan perubahan ketiga dalam sidang tahunan tahun 2001. Pada tahun 2002,

disahkan pula perubahan keempat, sehingga keseluruhan materi perubahan dapat

disusun kembali secara lebih utuh dalam satu naskah UUD yang mencakup

keseluruhan hukum dasar yang sistematis dan terpadu.

Soal

Dalam 15 tahun (1945-1960) kemerdekaan Indonesia, banyak peristiwa

ketatanegaraan yang memengaruhi sejarah perkembangan ketetanegaraan

Indonesia setelahnya.

1. Saudara jelaskan implikasi Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tahun 1945

terhadap praktik ketatanegaraan dalam tahun-tahun pertama kemerdekaan

Indonesia.

2. Jelaskan implikasi pemberlakuan Konstitusi RIS 1949 terhadap praktik

ketatanegaraan Indonesia periode 1949-1950.

51
3. Saudara jelaskan keberadaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dari aspek hukum

tata negara.

BAB VI

SISTEM PEMERINTAHAN

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami sistem


pemerintahan.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa mampu menguraikan serta menjelaskan pengertian sistem


pemerintahan dan macam-macam sistem pemerintahan.
 Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan sistem pemerintahan di
Indonesia berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku.

52
A. Konsepsi Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan dan Sistem

Pemerintahan

Konsep bentuk Negara seringkali dicampuradukkan dengan konsep Bentuk

Pemerintahan. Ini tercermin dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945 “ Negara Indonesia

ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Kelemahan rumusan ini terkait

dengan pengertian bentuk Negara yang tidak dibedakan dari pengertian bentuk

pemerintahan. Padahal, kedua konsep ini sangat berbeda satu sama lainnya.

Bentuk Negara berarti organ atau organisasi Negara itu secara keseluruhan.

Jika yang dibahas bukan organnya, melainkan bentuk penyelenggaraan

pemerintahan maka istilah yang tepat adalah Bentuk Pemerintahan. Istilah ini pun

harus dibedakan pula dari istilah sistem pemerintahan. Konsepsi terakhir ini lebih

menitikberatkan pada sistem penyelenggaraan pemerintahan dalam arti cabang

eksekutif. Bentuk pemerintahan lebih bersifat statis, sedangkan sistem

pemerintahan bersifat dinamis.

B. Pengertian Sistem Pemerintahan

Tripaja, Sistem Pemerintahan adalah suatu perbuatan pemerintah yang

dilakukan oleh organ-organ legislatif, eksekutif, yudikatif yang bekerja sama hendak

mencapai suatu maksud dan tujuan.

Kusnardi, dalam membicarakan Sistem Pemerintahan adalah bagaimana

pembagian kekuasaan serta hubungan lembaga–lembaga negara yang menjalankan

53
kekuasaan negara itu dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat. Dilihat

dari pembagian kekuasaan, maka organisasi pemerintah dibagi 2, yaitu :

1. Garis Horizontal

Didasarkan atas sifat-sifat yang berbeda jenisnya yang menimbulkan

berbagai macam lembaga di suatu Negara

2. Garis Vertikal

Melahirkan 2 garis hubungan antara pusat dan daerah dalam system

desentralisasi dan dekonsentrasi.

S.Pamudji, Sistem Pemerintahan adalah suatu kebutuhan atau keseluruhan

yang utuh ( pemerintahan) yang didalamnya terdapat komponen yang pada

gilirannya merupakan sistem tersendiri ( legislatif, eksekutif, yudikatif) yang

mempunyai fungsi masing-masing saling berhubungan satu sama lain menurut pola,

tata, norma tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan pemerintahan negara

yang lazimnya terurus dalam UUD suatu negara atau dalam dokumen-dokumen

lainnya.

Menurut Doktrin, Sistem Pemerintahan ada 3 arti :

1. Sistem Pemerintahan dalam arti paling luas

Sistem pemerintahan negara yang bertitik tolak dari hubungan antara

pemerintah dan rakyat yang menimbulkan monarki, aristokrasi dan

demokrasi

2. Sistem Pemerintahan dalam arti luas

54
Sistem pemerintahan negara yang bertitik tolak dari hubungan antara

sesama organ negara termasuk hubungan antara pemerintah pusat

dengan bagian-bagian yang terdapat di dalam negara.

3. Sistem Pemerintahan dalam arti sempit

Sistem pemerintahan yang bertitik tolak dari hubungan sebahagian organ

negara di tingkat pusat khususnya legislatif dan eksekutif.

C. Pembagian Sistem Pemerintahan

Sistem Pemerintahan ada 3 :

1. Sistem Pemerintahan Parlementer ( Parliamentary executive)

Lahir dari pertanggungjawaban menteri seperti halnya di Inggris, dimana

raja tidak dapat diganggu gugat kedudukannya sebagai Kepala Negara, maka

bila terjadi perselisihan antara raja dengan parlemen maka kabinet yang

bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sistem ini lahir di Inggris

sejak awal abad 18, pada waktu itu seorang menteri yang bernama Wallpole

harus mengundurkan diri, karena pada waktu itu tidak mendapat dukungan

parlemen sebagai akibat perselisihan antara kabinet/pemerintah dengan

parlemen.

Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer :

 Dalam Negara berbentuk Republik, Presiden hanya sebagai Kepala

Negara, begitu juga Monarki, Raja/Ratu adalah Kepala Negara. Kepala

Negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen atas segala

kebijaksanaan.

55
 Kabinet ( Perdana Menteri dan Menteri ) bertanggung jawab pada

Parlemen walaupun ia tidak diangkat oleh Parlemen, karena

kedudukan Parlemen ( legislatif) lebih tinggi dari kedudukan

kabinet/eksekutif.

 Kedudukan Kepala Negara hanya sebagai lambing atau symbol

 Apabila kebijaksanaan kabinet bertentangan dengan suara sebagian

besar parlemen maka parlemen dapat menjatuhkan Perdana Menteri

dan Menterinya melalui mosi tidak percaya.

 Kalau hanya menteri tertentu terkena mosi tidak percaya maka

kabinet bisa jatuh melalui reshuffle dan disetujui oleh oleh Parlemen.

Dalam penyusunan kabinet terdiri dari anggota parpol yang wakil-

wakilnya duduk di Parlemen. Apabila pembentukan kabinet ini

menemui jalan buntu maka dapat dilakukan kabinet extra

parlementer, namun kabinet tersebut tetap bertanggung jawab pada

Parlemen.

 Dalam sistem multipartai, pembentukan kabinet oleh Kepala Negara

harus mampu membentuk susunan kabinet yang mencerminkan

kondisi demi timbulnya kepercayaan semua parpol yang mempunyai

wakil-wakil di parlemen

2. Sistem Pemerintahan Presidensial

Ciri-cirinya:

 Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dengan

masa jabatan sesuai UU

56
 Terdapat pemisahan yang tegas antara badan legislatif( parlemen)

dengan eksekutif ( presiden)

 Presiden sebagai Kepala Eksekutif yang memimpin kabinetnya yang

diangkat dan bertanggung jawab kepadanya bukan kepada parlemen

 Kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan

rakyat yang dipilih oleh rakyat melalui badan perwakilan rakyat dari

hasil pemilu

 Presiden tidak bertanggung jawab pada parlemen dan parlemen tidak

dapat menjatuhkan presiden dan sebaliknya parlemen tidak dapat

dibubarkan oleh presiden

3. Sistem Pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat terhadap

legislatif ( referendum) dengan usul inisiatif rakyat

Sistem pemerintahan ini digunakan di Negara konfederasi Swiss,

menurut konstitusi federal Swiss, ciri-cirinya :

 Pemegang kedaulatan tertinggi adalah Sidang Federal yang terdiri

dari 2 kamar yaitu Dewan Nasional dan Dewan Negara

 Pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksanaan kekuasaan

tertinggi konfederasi Swiss dipegang oleh dewan federal yang terdiri

dari 7 anggota dan dipilih melalui sidang federal, untuk masa jabatan

3 tahun

 Presiden dan Wakil Presiden Konfederasi Swiss dipilih oleh Sidang

Federal diantara para anggota dewan untuk masa jabatan 1 tahun.

57
Kalau diperhatikan sistem ini tidaklah mungkin apabila diantara sidang

federal dan dewan federal saling kontrol, karena dewan federal merupakan

bagian dari sidang federal. Dewan federal dan Sidang Federal sama-sama

memperoleh kekuasaan langsung dari rakyat konfederasi, sehingga yang

berhak melakukan kontrol terhadap legislatif adalah rakyat itu sendiri.

D. Sistem Pemerintahan Indonesia

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah memakai

konstitusi selain UUD 1945, masing-masing konstitusi mengatur mengenai sistem

pemerintahan negara Indonesia yang berbeda satu sama lainnya.

1. Konstitusi RIS 1949

Sistem pemerintahannya adalah sistem parlementer yang tidak murni dan

konsekwen, terlihat pada Pasal 118 KRIS :

a. Presiden tidak dapat diganggu gugat

b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan

pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-

masing untuk bagiannya sendiri.

Pasal 122 KRIS, menyatakan bahwa untuk meletakkan jabatannya kabinet

atau masing-masing menteri tidak dapat dipaksa oleh DPR, maka sistem yang

digunakan adalah parlementer tidak murni.

Dengan demikian, pertanggungjawaban yang dimaksud Pasal 118 diatas,

tidak ada artinya disebut pertanggungjawaban tanpa resiko yang dalam

istilah HTN disebut pertanggungjawaban dalam arti sempit.

2. UUDS 1950

58
Sistem pemerintahannya adalah parlementer murni, hal ini terlihat pada

Pasal 83 UUDS 1950 :

a. Presiden dan Wapres tidak dapat diganggu gugat

b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan

pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-

masing untuk bagiannya sendiri

Pasal 84 UUDS 1950 menyebutkan Presiden berhak membubarkan DPR.

Keputusan presiden yang menyatakan pembubaran itu memerintahkan pula

untuk mengadakan pemilihan DPR yang baru dalam waktu 30 hari.

3. UUD 1945

Sebelum Perubahan UUD 1945 :

Sistem pemerintahan negara RI yang termuat dalam penjelasan UUD 1945,

mengandung prinsip-prinsip :

a. Indonesia, ialah negara yang berdasarkan atas hukum

Negara yang berdasar atas hukum, pada hakikatnya adalah suatu

negara hukum. Negara hukum adalah negara yang berlandaskan atas

hukum dan menjamin keadilan bagi warganya, maksudnya adalah segala

kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara harus

berdasarkan hukum.

Pemikiran tentang negara hukum yang asalnya dapat ditelusuri pada

tulisan-tulisan John Locke ( Two treaties on Government, 1690 ) seperti

yang dikutip oleh Indroharto, ringkasnya mengandung unsur-unsur yang

bersifat universal sebagai berikut :

59
1) Dalam negara hukum pemerintahan dilakukan berdasarkan UU

(asas legalitas) dimana kekuasaan/wewenang yang dimiliki

pemerintah itu hanya semata-mata ditentukan oleh UUD atau UU.

2) Dalam negara hukum, hak-hak dasar manusia diakui dan

dihormati oleh penguasa.

3) Kekuasaan pemerintahan dalam negara tidak dipusatkan dalam

satu tangan, tetapi harus dibagi kepada lembaga-lembaga

kenegaraan dimana yang satu melakukan pengawasan terhadap

yang lain sehingga tercipta suatu keseimbangan kekuasaan antara

lembaga-lembaga kenegaraan.

4) Perbuatan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur kekuasaan

pemerintahan dimungkinkan untuk dapat diajukan kepada

pengadilan yang tidak memihak yang diberi wewenang menilai

apakah perbuatan pemerintah bersifat melawan hukum atau

tidak.

Pada zaman modern, konsep negara hukum di Eropa Kontinental

dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl

dengan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat” , sedangkan dalam tradisi Anglo

Amerika, konsep negara hukum dikembangkan oleh A.V Dicey dengan

sebutan “ The Rule of Law ”. Menurut Julius Stahl , konsep negara hukum

yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat mencakup empat elemen penting,

yaitu :

1) Perlindungan hak asasi manusia

60
2) Pembagian kekuasaan

3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang

4) Peradilan tata usaha negara

Sedangkan A.V Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam

setiap negara hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu :

1) Supremacy of Law ( hukum sebagai pedoman tertinggi )

2) Equality before of Law ( persamaan kedudukan setiap orang dalam

hukum)

3) Due procces of Law ( tindakan pemerintahan harus didasarkan

atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis )

Menurut Jimly Asshiddiqie, ada dua belas prinsip pokok negara

hukum yang berlaku zaman sekarang, yaitu :

1. Supremasi Hukum ( Supremacy of Law )

2. Persamaan dalam hukum ( Equality before The Law )

3. Asas Legalitas ( Due Process of Law )

4. Pembatasan Kekuasaan

5. Organ-organ Eksekutif Independen

6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak

7. Peradilan Tata Usaha Negara

8. Peradilan Tata Negara

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia

10. Bersifat Demokratis

61
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara ( welfare

state)

12. Transparansi dan kontrol sosial

b. Sistem konstitusional

Penjelasan UUD 1945 menyebutkan bahwa: Pemerintahan

berdasarkan atas konstitusi, tidak bersifat absolutisme.

c. Kekuasaan yang tertinggi di tangan MPR

d. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah

majelis

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR

f. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak

bertanggung jawab kepada DPR

g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas

Setelah perubahan UUD 1945 : tidak mengenal lagi 7 kunci pokok sistem

pemerintahan Indonesia, karena ada point-point tertentu yang tidak sesuai

dengan perubahan UUD 1945.

Soal

Salah satu hasil kesepakatan dalam perubahan UUD 1945 adalah tetap

mempertahankan sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan Indonesia

dengan melakukan pemurnian (purifikasi).

62
1. Saudara jelaskan, mengapa Sri Soemantri mengatakan bahwa sistem

pemerintahan dalam UUD 1945 sebelum perubahan merupakan bentuk

campuran antara sistem pemerintahan parlementer dengan sistem

pemerintahan presidensial.

2. Jelaskan bentuk-bentuk pemurnian sistem presidensial yang dilakukan MPR

selama perubahan yang berlangsung tahun 1999-2002.

3. Jelaskan pula secara ringkas karakter sistem parlementer yang masih

terdapat dalam UUD 1945 setelah perubahan.

63
BAB VII

HUKUM TATA NEGARA DARURAT

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


Hukum Tata Negara Darurat.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian Hukum Tata Negara Darurat, Dasar


hukum Tata Negara Darurat, pentingnya Hukum Tata Negara Darurat, Kekuasan
dan Kedudukan Penguasa Darurat.

64
A. Istilah dan Pengertian

Pada pokoknya, objek kajian ilmu hukum tata negara darurat adalah negara

yang berada dalam keadaan darurat atau state of emergency. Banyak sekali istilah

yang dipakai dalam praktik berbagai negara mengenai keadaan yang dimaksud

dengan keadaan darurat atau terkait dengan pengertian darurat tersebut. Semuanya

menunjuk kepada pengertian yang hamper sama yaitu keadaan bahaya tiba-tiba

mengancam tertib umum, yang menuntut negara untuk bertindak dengan cara-cara

yang tidak lazim menurut aturan hukum yang biasa berlaku dalam keadaan normal.

Beberapa diantara istilah-istilah yang dipakai antara lain :

1. State of emergency

2. State of civil emergency

3. State of war

4. State of public danger

Dalam UUD 1945, kita dapat menemukan adanya rumusan Pasal 22 yang

menentukan sebagai berikut :

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat Dalam persidangan yang berikut.

65
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus

dicabut.

B. Pentingnya Hukum Tata Negara Darurat

Kondisi negara dalam keadaan darurat dan berbagai norma hukum yang

ditentukan berlaku dalam keadaan darurat itu penting untuk dipelajari secara

tersendiri. Oleh karena itu, di dunia akademis, khususnya Hukum Tata Negara, perlu

dibedakan antara Hukum Tata Negara yang berlaku dalam keadaan luar biasa atau

normal dan keadaan yang berlaku dalam keadaan luar biasa atau tidak normal.

Hukum Tata Negara yang terakhir inilah yang kita namakan Hukum Tata Negara

Darurat.

Keadaan negara yang tidak biasa dapat menyebabkan pelaksanaan suatu

aturan hukum tertentu yang biasanya diterapkan dalam negara tersebut tidak

sesuai. Dimana peraturan hukum itu hanya berlaku untuk kondisi negara yang telah

diperkirakan sebelumnya oleh aparatur negara terkait. Dari segi parktis, mengapa

studi mengenai hukum tata negara negara dianggap penting? Jelas karena studi ini

erat kaitannya dengan pelanggaran serius HAM yang dapat terjadi dengan

diberlakukannya keadaan darurat tersebut.

UU Prp No.23 Tahun 1959 menentukan adanya tiga tingkatan keadaan

darurat, yaitu :

1. Keadaan darurat perang

2. Keadaan darurat militer

66
3. Keadaan darurat sipil

C. Prosedur Pemberlakuan Keadaan Darurat di Indonesia

Keadaan darurat dapat diberlakukan sewaktu-waktu sesuai dengan doktrin

necessity, yaitu apabila timbul kebutuhan untuk itu.. Sebelum memberlakukan suatu

keadaan darurat, dipastikan terlebih dahulu mengenai adanya :

1. Necessity of self defence bagi negara untuk bertindak guna

mengatasi suatu bahaya yang mengancam

2. Ancaman itu sendiri terbukti bersifat mendadak atau tiba-tiba

sehingga tidak tersedia lagi waktu untuk mengadakan konsultasi

ataupun pembahasan dan penentuan kebijakan bersama antara

pihak eksekutif dan pihak legislatif

3. Tidak terdapat lagi alternative solusi yang lebih baik dan lebih

efektif untuk mengatasi ancaman yang membahayakan dimaksud

kecuali dengan cara atau tindakan yang dilakukan

Secara garis besar, setelah keadaan darurat atau keadaan bahaya ditetapkan

dalam bentuk hukum tertentu, yaitu dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun

dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perpu), langkah

selanjutnya menurut Jimly Asshiddiqie, yaitu :

1. Pendeklarasian atau proklamasi secara terbuka

2. Penerbitan atau pengundangan dalam Lembaran Negara

67
3. Penyebarluasan naskah deklarasi itu kepada pihak-pihak yang terkait,

baik menurut ketentuan hukum nasional maupun ketentuan hukum

Internasional

Soal

1. Jelaskan yang dimaksud denganb keadaan darurat atau keadaan bahaya!

2. Jelaskan syarat-syarat suatu keadaan dapat dikatakan keadaan darurat!

3. Jelaskan arti penting hukum tata negara darurat!

4. Jelaskan kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Dalam

ketatanegaraan Indonesia!

5. Jelaskan prosedur pemberlakuan hukum tata negara darurat di Indonesia!

68
BAB VIII

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD 1945

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan istilah dan pengertian lembaga negara dan jenis-
jenis lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945
 Mahasiswa dapat menjelaskan kedudukan, dasar hukum dan kewenangan
masing-masing lembaga negara, diantaranya MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK
dan KY.

69
Jika dibandingkan dengan Konstitusi RIS dan UUDS 1950, dalam UUD 1945

sebelum amandemen tidak ditemukan istilah lembaga negara. Konstitusi RIS

menggunakan istilah “ alat-alat perlengkapan federal “ dan UUDS 1950

menggunakan istilah “ alat-alat perlengkapan negara”. Dalam konstitusi tersebut

disebutkan secara rinci apa saja alat-alat perlengkapan negara.

Lembaga negara/organ negara/alat-alat perlengkapan negara menjadi satu

kesatuan yang tak terpisahkan dengan keberadaan negara. Keberadaan organ

negara menjadi keniscayaan untuk mengisi dan menjalankan negara. Pembentukan

lembaga negara merupakan manifestasi dari mekanisme keterwakilan rakyat dalam

menyelenggarakan pemerintahan.

Di Inggris, lembaga negara memiliki istilah Political Institution, sedangkan

Bahasa Belanda Staat Organen, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara,

badan negara atau organ negara.

Secara definitif, lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna

melaksanakan fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori klasik mengenai negara

minimal terdapat beberapa fungsi negara yaitu fungsi legislatif, fungsi eksekutif dan

yudikatif.

A. Lembaga Negara sebelum Amandemen UUD 1945

1. Konstitusi RIS 1949

70
Dikenal dengan istilah alat-alat perlengkapan federal. Bab III Konstitusi

RIS alat-alat perlengkapan Federal RIS terdiri dari : Presiden, Menteri-

menteri, Senat Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia

dan Dewan Pengawas Keuangan.

2. UUDS 1950

Dikenal dengan istilah alat perlengkapan negara. Pasal 44 UUDS 1950

menyatakan alat perlengkapan negara terdiri dari Presiden dan Wakil

Presiden, Menteri-menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung,

dan Dewan Pengawas Keuangan.

3. UUD 1945

UUD 1945 sama sekali tidak memberi panduan untuk mengidentifikasi

atau memaknai organ-organ penyelenggaraan negara. Dalam UUD 1945

tidak ditemukan satu kata “lembaga negara” pun sehingga menyulitkan

memaknai lembaga negara. Istilah lembaga negara pertama kali muncul

dan diatur dalam Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966. Dalam TAP MPR

tersebut terlampir skema susunan kekuasaan negara RI yang

menempatkan MPR sebagai lembaga negara tertinggi dibawah UUD,

sedangkan lembaga negara yaitu Presiden, DPR, BPK, DPA dan MA.

Melalui TAP MPR No. III/MPR/1978 istilah lembaga negara mulai

menemukan konsepnya, yaitu membagi lembaga negara menjadi 2

kategori : lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Lembaga

tertinggi negara adalah MPR, sedangkan lembaga tinggi negara

71
disesuaikan urutannya dengan urutan yang terdapat dalam UUD 1945,

yaitu Presiden, DPA, DPR, BPK dan MA.

B. Lembaga Negara Setelah Amandemen UUD 1945

Prof. Sri Soemantri, lembaga negara berdasarkan hasil amandemen adalah

BPK, DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK dan KY.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )

Setelah perubahan UUD 1945, setidaknya terdapat dua perubahan

yang mendasar pada MPR, yaitu perubahan susunan keanggotaan dan

perubahan kewenangan MPR, yang berimplikasi pada perubahan dalam tata

hubungannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya.

Pertama, secara keanggotaan, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945

sebelum diubah, yang berbunyi : “MPR terdiri atas anggota DPR, ditambah

dengan utusan dari daerah dan golongan, menurut aturan yang ditetapkan

UU”. Setelah diubah pada amandemen keempat tahun 2002 berbunyi : “MPR

terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui Pemilihan

Umum dan diatur lebih lanjut oleh UU “.

Kedua, implikasi pada kewenangan, filosofi kewenangan MPR,

sebagaimana tercermin dalam perubahan Pasal 1 ayat 2 pada amandemen

ketiga, yaitu : “ Kedaulatan di tangan rakyat dan dijalankan menurut UUD”,

artinya, kewenangan MPR bukan lagi sebagai pelaksana rakyat sepenuhnya

karena kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UUD 1945 melalui lembaga-

lembaga negara. Perubahan ketentuan ini mengalihkan negara Indonesia

dari sistem MPR yang selama ini mengarah pada teori kedaulatan negara

72
kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui UUD 1945. Maksudnya,

UUD 1945 menjadi dasar dalam menjalankan kedaulatan rakyat dan

menentukan bagian-bagian mana yang diserahkan pelaksanaannya kepada

badan/lembaga yang telah diatur oleh UUD 1945

Kewenangan MPR dipertegas, yaitu mengubah dan menetapkan UUD,

melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan Presiden dan/atau

Wapres dalam masa jabatannnya menurut UUD ( lihat Pasal 3). Secara

teoritis, berarti terjadi perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan,

yaitu sistem yang vertikal hierarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi

horizontal fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling

mengawasi antarlembaga negara ( checks and balances).

2. Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )

Perubahan ketiga UUD 1945 telah menempatkan DPR dalam posisi

sebagai lembaga negara lebih spesifik selain juga memiliki beberapa

kewenangan. Dalam hal keanggotaan, anggota DPR dipilih melalui pemilihan

umum dengan susunan yang akan diatur melalui UU. Hal tersebut

menunjukkan keanggotaan DPR mutlak melalui Pemilu dan tidak ada lagi

yang melalui pengangkatan.

Dalam kewenangannya, DPR memiliki kewenangan legislatif, yakni

memegang kekuasaan membentuk UU ( Lihat Pasal 20 ayat (1) ), yang

sebelumnya di tangan Presiden. Konsekuensi dan implikasi dari pergeseran

itu adalah DPR harus proaktif dalam proses pembentukan UU.

73
Selain kewenangan, terdapat fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan

fungsi anggaran ( Lihat Pasal 20 A ). Fungsi pengawasan dari DPR, yaitu

berupa hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Terutama

tampak pada pembatasan terhadap beberapa hak prerogratif presiden, yang

sebelumnya tidak melibatkan DPR sekarang harus dikonsultasikan terlebih

dahulu atau mendapat persetujuan/pertimbangan DPR, misal :

1) Pasal 13 ayat (2 dan 3) tentang mengangkat Duta Besar dan

menerima penempatan duta negara lain

2) Pasal 14 ayat (2) tentang persetujuan mengadakan perjanjian

dengan negara lain

3) Pasal 23 ayat (3) tentang pemilihan anggota BPK, dengan

memerhatikan saran DPD

4) Pasal 24B ayat ( 3) memberikan persetujua dalam hal Presiden

mengangkat atau memberhentikan anggota Komisi Yudisial

5) Pasal 24C ayat (3) , menominasikan 3 orang hakim Mahkamah

Konstitusi

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945

antara lain DPD. DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam

Pasal 22 C dan 22 D. DPD merupakan lembaga negara yang memiliki

kedudukan yang sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Perbedaannya pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan

representasi dari provinsi. Pembentukan DPD bertujuan memberikan

74
kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan

dalam tingkat nasional, khsususnya yang terkait dengan kepentingan daerah.

Walaupun kedudukan DPD sejajar dengan kedudukan DPR dalam

struktur ketatanegaraan, kewenangannya baik bidang legislasi maupun

bidang pengawasan sangat terbatas. Kewenangan legislasinya adalah dapat

mengajukan kepada DPR dan ikut membahas rancangan undang-undang

yang terkait dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat

dan daerah.

4. Presiden dan Wakil Presiden

Perubahan UUD 1945 yang cukup signifikan dan mendasar bagi

penyelenggaraan demokrasi yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden

secara langsung( Pasal 6). Presiden memegang kekuasaan pemerintahan

dibantu wakil presiden. Pasal 7 merupakan pasal yang berkaitan langsung

dengan kekuasaan presiden yaitu pembatasan kekuasaan, yang berbunyi :

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan

sesudahnya dapat dipilih kembali dan sesudahnya dapat dipilih kembali

dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Aspek perimbangan kekuasaan hubungan Presiden dan DPR, Presiden

dan Mahkamah Agung tampak dalam perubahan Pasal 13 dan 14. Perubahan

terhadap pasal-pasal ini dapat dikatakan sebagai pengurangan atas

kekuasaan presiden yang selama ini dipandang sebagai hak preogratif.

75
Dimana, sebelum perubahan Presiden memiliki wewenang untuk

menentukan sendiri duta besar (Pasal 13) tanpa perlu

persetujuan/pertimbangan DPR.

Perubahan juga terjadi pada Pasal 7 A, 7B yang kesimpulannya

tentang pemberhentian Presiden dan/atau wakil presiden dalam masa

jabatannya. Pasal 8 juga mengalami perubahan, hal ini dimaksudkan untuk

memperjelas dan mempertegas solusi konstitusional untuk menghindarkan

bangsa dan negara dari kemungkinan terjadinya krisis politik kenegaraan

akibat kekosongan jabatan Presiden dan/atau wakil presiden, baik secara

sendiri maupun secara bersamaan.

5. Mahkamah Agung ( MA)

Kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

bertujuan untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari

intervensi pihak manapun, guna menegakkan hukum dan keadilan. MA

memiliki kewenangan sebagai berikut :

1) Pasal 24 ayat (2) : MA berwenang melakukan kekuasaan kehakiman

2) Pasal 24 A ayat (1) : mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan

perundang-undangan dibawah undang-undang

6. Mahkamah Konstitusi (MK)

Perubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru dibidang kekuasaan

kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal

24 ayat (2), yang berbunyi : “ Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah

MA dan badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan

76
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi.

Pasal 24 C berbunyi : MK berwenang mengadili pada tingkat pertama

dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan memutus sengketa

hasil pemilihan umum.

7. Badan Pemeriksa Keuangan

Sebelum perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur dalam Pasal

23 ayat (5) berada dalam hal keuangan, yang berbunyi : “ Untuk memeriksa

tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan oleh BPK, yang

peraturannya ditetapkan dengan UU”.

Setelah ada perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur tersendiri

dalam Bab VIII A tentang Badan Pemeriksa Keuangan , yaitu Pasal 23 E, Pasal

23 F dan Pasal 23 G. BPK mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan

negara diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan

kewenangannya. Hasil pemeriksaan ditindaklanjuti lembaga perwakilan

dan/atau badan sesuai dengan UU ( Pasal 23 E) .

Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD

dan diresmikan Presiden ( Pasal 23 F ). BPK berkedudukan di ibukota negara

dan memiliki perwakilan di setiap ibukota provinsi (Pasal 23 G).

77
8. Komisi Yudisial (KY)

Komisi Yudisial dibentuk melalui perubahan ketiga UUD 1945. Pasal

24 B menyebutkan Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat

mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan

mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

Dengan demikian, Komisi Yudisial memiliki dua kewenangan, yaitu:

a. Mengusulkan pengangkatan calon hakim agung di MA

b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga

perilaku hakim, baik di lingkungan MA beserta peradilan di bawahnya

maupun hakim di Mahkamah Konstitusi.

Anggota KY berjumlah tujuh orang dan berstatus sebagai pejabat

negara yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum

dan anggota masyarakat. Keanggotaannya diajukan Presiden kepada DPR,

dengan terlebih dahulu Presiden membentuk panitia seleksi yang terdiri dari

unsur-unsur diatas.

Komisi ini dibentuk sebagai respons terhadap upaya penegakan dan

reformasi di institusi peradilan, yang selama ini dianggap kurang baik. Selain

itu, untuk meminimalisasi interes politik dari anggota DPR di dalam memilih

dan menentukan hakim agung di MA, sehingga diharapkan pencalonan

hakim agung diharapkan transparan, objektif dan dapat

dipertanggungjawaban.

78
Soal

1. Bandingkan lembaga negara sebelum dan setelah perubahan UUD 1945!

2. Jelaskan kedudukan MPR sebelum dan setelah perubahan UUD 1945!

3. Jelaskan Fungsi DPR !

4. Jelaskan perbedaan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi!

5. Jelaskan Hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung !

79
BAB IX

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


lembaga-lembaga negara independen.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan istilah dan pengertian lembaga negara


independenpen, jenis-jenis lembaga negara independen
 Mahasiswa dapat menjelaskan kedudukan, dasar hukum dan kewenangan
masing-masing lembaga negara independen, diantaranya KPU, KPK, Komnas
HAM.

80
Perkembangan-perkembangan baru juga terjadi di Indonesia ditengah

keterbukaan yang muncul bersamaan dengan gelombang demokratisasi di era

reformasi. Pada tingkatan pertama, muncul kesadaran yang makin kuat bahwa

badan-badan negara tertentu seperti organisasi Tentara, Organisasi Kepolisian,

Kejaksaan Agung serta Bank Sentral harus dikembangkan secara independen.

Pada tingkat kedua, juga muncul perkembangan berkenaan dengan lembaga-

lembaga khusus seperti Komnas HAM, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi

Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dan lain sebagainya. Umumnya, lembaga-lembaga ini diatur melalui

UU dan Keppres.

A. Komisi Pemilihan Umum ( KPU)

Salah satu hasil perubahan UUD 1945 adalah adanya ketentuan mengenai

pemilu, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 22 E UUD 1945, ketentuan lebih

lanjut diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan

DPRD. Pasal 1 angka 6 UU tersebut ditegaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum yang

selanjutnya disebut KPU adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri

yang bertugas melaksanakan pemilu..

B. Komisi Nasional HAM ( Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk berdasarkan Pasal 75 UU No.39 Tahun 1999. Adapun

tujuan pembentukan komisi ini adalah:

81
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai

dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM

2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya

pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi

dalam berbagai bidang kehidupan.

Pasal 76 ayat (2) menyatakan : “ Komnas HAM beranggotakan tokoh

masyarakat yang profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-

cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan,

menghormati HAM dan kewajiban dasar manusia.

Pasal 83 ditegaskan: “ Anggota Komnas HAM berjumlah 35 0rang yang

dipilih oleh DPR berdasarkan usulan dan dari Komnas dan diresmikan oleh Presiden

selaku Kepala Negara”.

C. Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)

Komisi ini dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 43 UU No.31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi ini bertugas

mengkoordinasikan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak

pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap

tindak pidana korupsi, melakukan pencegahan tindak pidana korupsi dan

melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan negara.

KPK terdiri dari lima pemimpin komisi dan anggota tim penasihat. Pimpinan

komisi berstatus sebagai pejabat negara. Pimpinan KPK diplih DPR berdasarkan

calon anggota yang diusulkan Presiden. Sebelum adanya KPK, dikenal Komisi

Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN) berdasarkan PP 68/1999.

82
Selain komisi di atas, masih banyak dikenal lembaga negara lain yang diatur

oleh UU maupun Keppres, yaitu :

1. Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) diatur oleh UU No.32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran

2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk berdasarkan UU No.

5/1999 dan Keppres No.75/1999

3. Komisi Kepolisian Nasional diatur oleh UU No.2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Republik Indonesia

4. Komisi Kejaksaan diatur UU No.16 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden RI

No.18 Tahun 2005

Soal

1. Jelaskan yang dimaksud dengan lembaga negara independen !

2. Jelaskan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi !

3. Jelaskan Kewenangan Komisi Pemilihan Umum !

4. Berikan pendapat Saudara, Apakah KPK dan KPU telah mampu bersifat

independen dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya? Jawaban Saudara

disertai contoh.

83
BAB X

SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


sistem pemerintahan daerah di Indonesia.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah dan dasar hukum sistem pemerintahan


daerah di Indonesia.
 Mahasiswa dapat menjelaskan asas-asas sistem pemerintahan daerah di
Indonesia.
 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang otonomi daerah.

84
A. Sejarah lahirnya Pasal 18 UUD 1945

M.Yamin orang yang pertama membahas pemerintahan daerah dalam sidang

BPUPKI 29 Mei 1945, yang mengatakan :

“Negeri, desa dan segala persekutuan hukum adat yang dibahrui dengan jalan

rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki susunan sebagai bagian

bawah. Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai

Pemerintahan Daerah untuk menjalankan Pemerintahan Urusan Dalam,

Pangreh Praja”.

Soepomo juga menyampaikan dalam sidang BPUPKI 15 Juli 1945 yang

menyampaikan antara lain :

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk

susunan pemerintahannya ditetapkan dalam undang-undang, dengan

memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem

pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat

istimewa”.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa esensi yang

terkandung dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945, pertama, adanya daerah otonomi

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didasarkan pada asas

desentralisasi. Kedua, satuan pemerintahan tingkat daerah menurut UUD 1945

dalam penyelenggaraannya dilakukan dengan “memandang dan mengingati dasar

permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara”. Ketiga, pemerintahan tingkat

85
daerah harus disusun dan diselenggarakan dengan” memandang dan mengingati

hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

Hal ini berarti, hak melakukan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam

sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak lain berati otonomi, yaitu hak untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat alasan

bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut Pasal 18 tidak

lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi.

B. Pengaturan Pemerintah Daerah Setelah Perubahan UUD 1945

Karena terjadi perubahan terhadap Pasal 18 UUD 1945 maka Penjelasan

UUD 1945 yang selama ini “ ikut-ikutan” menjadi acuan dalam mengatur

pemerintahan daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya sumber

konstitusional pemerintah daerah adalah Pasal 18A dan Pasal 18B. Pasal-pasal baru

pemerintahan daerah memuat berbagai paradigma baru, hal ini tampak dari

prinsip-prinsip :

1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan ( Pasal 18 ayat 2)

2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya ( Pasal 18 ayat 5)

3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah ( Pasal 18A ayat 1)

4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya ( Pasal 18 B ayat 2)

5. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat

khusus dan istimewa ( Pasal 18B ayat 1)

86
6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum

(Pasal 18 ayat 3)

7. Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan

adil ( Pasal 18 A ayat 2)

C. Asas-asas Pemerintahan Daerah

UU yang mengatur pemerintahan daerah setidaknya dalam UU No.5 Tahun

1974, UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 mengatur ketiga asas

pemerintahan daerah, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Namun, dalam perubahan UUD 1945 Pasal 18 ayat 2 diregaskan bahwa pemda

provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

1. Asas Desentralisasi

 Menurut UU No.5 Tahun 1974 Pasal 1 butir b, desentralisasi adalah

penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah

tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.

 Dalam UU No. 22 Tahun 1999 Pasal I butir e ditegaskan, desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

daerah otonom dalam kerangka NKRI.

 UU No.32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 7, mengartikan desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengatur urusan pemerintahan

dalam sistem NKRI.

2. Asas Dekonsentrasi

87
 UU No.5 Tahun 1974 Pasal I huruf f, dekonsentrasi adalah pelimpahan

wewenag dari pemerintah atau Kepala Wilayah atau kepla instansi

vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.

 UU No.22 Tahun 1999 Pasal I huruf f, dekonsentrasi adalah

pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai

wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah. Ini berarti,

daerah kabupaten/kota tidak ada urusan yang sifatnya dekonsentrasi.

 UU No.32 Tahun 2004 Pasal I angka 8, dekonsentrasi adalah

pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal

di wilayah tertentu.

3. Asas Tugas Pembantuan

 UU No.5 Tahun 1974 Pasal I huruf d jo Pasal 12 yang lebih populer

dengan istilah medewind, yakni tugas untuk turut serta dalam

melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada daerah

oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya, dengan

kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

 UU No. 22 Tahun 1999 Pasal I butir g, tugas pembantuan adalah

penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah

ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan

sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban

melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya

kepada yang menugaskannya.

88
 UU No.32 Tahun 2004, Pasal I butir 9, tugas pembantuan adalah

penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa diserah

dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan

tugas tertentu.

D. Pengaturan Pemerintahan Daerah

1. UU No.1 Tahun 1945

2. UU No.22 Tahun 1948

3. UU No.1 Tahun 1957

4. Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959

5. UU No.18 Tahun 1965

6. UU No.5 Tahun 1974

7. UU No.22 Tahun 1999

8. UU No.32 Tahun 2004

Pada UU No.32 Tahun 2004 Pasal 10 menegaskan, pemerintah daerah

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan

pemerintah. Urusan yang menjadi kewenangan pusat atau yang tidak termasuk

otonomi, yaitu :

1. Politik Luar Negeri

2. Pertahanan

3. Keamanan

4. Yustisi

89
5. Moneter dan Fiskal Nasional

6. Agama

Soal

Dalam bentuk negara kesatuan, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah

sering mengalami tarik menarik wewenang antara kedua tingkatan pemerintahan.

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan desentralisasi dan Sentralisasi !

2. Jelaskan asas yang dianut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

Indonesia menurut UUD 1945 !

3. Jelaskan latar belakang terjadinya otonomi daerah yang tidak seragam

(asimetrycal autonomy)di Indonesia !

90
BAB XI

DEMOKRASI DI INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


demokrasi di Indonesia.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan konsep demokrasi dan praktik demokrasi di


Indonesia.
 Mahasiswa dapat menjelaskan sistem dan pelaksanaan pemilu di Indonesia.

91
A. Konsepsi Demokrasi

Pada permulaan pertumbuhannya, demokrasi telah mencakup beberapa asas

dan nilai yang diwariskan dari masa lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi

dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang

dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya.

Sistem demokrasi langsung dapat dilaksanakan pada masa yunani kuno, dimana

rakyat secara langsung dapat menentukan kebijakan negara. Hal ini terlaksana,

karena kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas dan penduduk sedikit. Gagasan

demokrasi yunani kuno boleh dikatakan hilang dari dunia barat waktu bangsa

Romawi memasuki abad pertengahan. Pada masa ini dihasilkan oleh suatu dokumen

penting “ Magna Charta 1215”

Dikenal dua aliran dalam demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan

demokrasi yang mendasarkan dirinya komunisme. Ciri khas demokrasi

konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah

pemerintahan yang terbats kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak

sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Demokrasi komunisme, mencita-

citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya dan bersifat totaliter.

Hendri B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa nilai,

yakni:

1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga

2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu

masyarakat yang sedang berubah

3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur

92
4. Membatasi pemkaian kekerasan sampai minimum

5. Mengakui dan menganggap wajar adanya keragaman dalam masyarakat

yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta

tingkah laku.

B. Sistem dan Praktik Demokrasi Di Indonesia

Pada sidang BPUPKI dan PPKI secara formal menetapkan pilihan demokrasi

sebagai satu-satunya yang mendasari kehidupan politik Indonesia. Ketegasan

tersebut secara eksplisit terdapat pada Pasal I ayat 2 UUD 1945 bahwa kedaulatan

adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Namun praktiknya,

sebagaimana banyak terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia

sering terkecoh pada format politik yang kelihatannya demokratis, tetapi dalam

praktiknya berwujud otoriter.

Hal ini terlihat ketika UUD 1945 ditetapkan kembali melalui Dekrit Presiden

dan bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan

konsekuen. Setiap pergantian rezim selalu mengandung harapan baru, berupa

kehidupan yang lebih demokratis. Jatuhnya orde lama yang digantikan oleh orde

baru, yang mulanya angin segar dan harapan baru memang ada. Lama kelamaan

inkonsistensi demokrasi tidak ada lagi, hukum ditundukkan untuk mengabdi

kepada sistem kekuasaan represif. Selama orde baru, HAM dan Politik banyak

dilanggar dengan alasan menjaga kestabilan politik demi kelancaran pembangunan

ekonomi. KKN merajalela, penyalahgunaan kekuasaan meluas, hukum merupakan

subordinasi politik dan campur tangan eksekutif terhadap kekuasaan kehakiman.

93
Derap reformasi yang mengawali lengsernya orde baru pada awal tahun

1998 pada dasarnya, merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan

komitmen bangsa Indonesia yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk

mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi. Untuk itu, Pemerintah Orde

Reformasi ingin melakukan penataan ulang arah kebijakan hukum nasional

sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999. Perintah MPR melalui GBHN 1999

kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya UU No.25 Tahun 2000 tentang

Program Pembangunan Nasional ( Propenas) Tahun 2000-2004, dengan melakukan

penyusunan dan pembentukan peraturan perundang-undangan yan aspiratif

dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan adat melalui peningkatan

Pogram Legislasi Nasional ( Prolegnas).

Secara mendasar, gerakan reformasi harus diinterpretasikan sebagai suatu

upaya yang terorganisi dan sistematis dari bangsa Indonesia untuk

mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi, yang disepanjang kekuasaan rezim

orde baru terlanjur telah dimanipulasi dan diselewengkan. Berdasarkan interpretasi

reformasi tersebut, maka agenda nasional harus difokuskan pada upaya

pengembangan yang terus terhadap demokrasi. Standar demokrasi dalam aspek

kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu:

1. Keberadaan sistem pemilihan umum yang bebas dan adil

2. Keberadaan pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif

3. Pemajuan dan perlindungan hak-hak sipil dan politik seluruh warga

tanpa kecuali

4. keberadaan masyarakat yang memiliki rasa percaya diri yang penuh

94
C. Sistem dan Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Berbeda dengan Konstitusi RIS dan UUDS 1950, UUD 1945 dalam pasal-

pasalnnya tidak secara jelas mengatur tentang Pemilu. Ketentuan pemilu hanya

dikembangkan dari Pasal 1 ayat 2, Pasal 7, Pasal3, Pasal 19 UUD 1945. Awal

berlakunya kembali ke UUD 1945 yaitu pada Demokrasi terpimpin ( 1959-1965),

pemilu belum pernah atau belum sempat dilaksanakan, bahkan keinginan untuk itu

belum pernah ada. Setelah orde baru memegang kekuasaan, keinginan untuk

melaksanakan pemilu muncul kembali. Hal tersebut terdapat dalam amanat rakyat

melalui TAP MPRS No.XI/MPRS/1965 yang menyatakan antara lain : “ Pemilihan

umum yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia diselenggarakan dengan

pemungutan suara selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968”. Tetapi, karena

kondisi saat itu belum memungkinkan, maka pemilu tidak dapat dilaksanakan.

Melalui TAP MPRS No. XLII/MPRS/1968 menetapkan bahwa pemilihan

umum akan diselenggarakan selambat-lambatnya 5 Juli 1971. Atas dasar ketetapan

ini, Presiden dan DPR menetapkan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan

anggota-anggota Badan Permusyawaratan Rakyat/Perwakilan Rakyat dan UU No.

16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Setelah

lahirnya UU No.15 Tahun 1969 dan UU No.16 Tahun 1969, pemilu berikutnya

menggunakan dasar pijakan yuridis. Setelah diadakannya perubahan UUD 1945,

masalh pemilu mulai diatur secara tegas dalam UUD 1945 Bab VII B tentang pemilu.

Maksud ketentuan tersebut adalah untuk memberi landasan hukum yang lebih kuat

bagi pemilu sebagai wahana pelaksanaan kedaulatan rakyat.

95
Secara umum, sistem pemilu ada 2 yaitu sistem proporsional dan sistem

distrik. Sistem Proporsional adalah suatu sistem pemilihan dimana kursi yang

tersedia di parlemen dibagikan kepada parpol sesuai dengan imbangan suara yang

didapat parpol/organisasi peserta pemilihan. Oleh karena itu, sistem pemilihan ini

disebut sebagai “ sistem berimbang”. Segi positifnya : (1) suara yang terbuang

sangat sedikit, (2) parpol minoritas besar kemungkinan mendapat kursi di

parlemen. Sedangkan segi negatifnya, yaitu :

6. Sistem ini mempermudah fragmentasi parpol dan timbulnya parpol baru,

sehingga lebih mempertajam ke disintegrasi

7. Setiap calon yang diplih merasa lebih terikat dengan parpolnya

8. Banyaknya parpol yang mempersulit pemerintahan yang stabil

Sistem distrik, adalah suatu sistem pemilihan yang wilayah negaranya dibagi

atas distrik-distrik pemilihan, yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang

tersedia di parlemen. Setiap distrik hanya memilih satu orang calon yang diajukan

parpol/organisasi peserta pemilu. Segi positif sistem pemilihan distrik :

1. Hubungan pemilih dengan wakil sangat dekat, karena itu parpol

mencalonkan orang berkualitas dan populer di distrik tersebut, bukan

karena populer parpolnya.

2. Sistem ini mendorong bersatunya parpol-parpol, sehingga mengakibatkan

penyederhanaan jumlah parpol

3. Organisai penyelenggaraan pemilu lebih sederhana, tidak perlu memaki

banyak orang untuk duduk dalam panitia pemilihan. Biaya lebih murah dan

waktu cepat.

96
Segi negatif sistem distrik :

1. Kemungkinan ada suara yang terbuang

2. Akan menyulitkan partai-partai kecil dan golongan minoritas

Di Indonesia, pelaksanaan Pemilu tahun 1999 yang disiapkan dalam waktu

singkat, terlaksana dengan relatif bebas, jujur dan adil. Pemilu 1999, jelas langkah

awal dan belum mampu menjadi sarana partisipasi politik rakyat, karena pemilu

dipersiapkan tergesa-gesa dan perangkat perundang-undangan yang disipakan

masih bias dari kepentingan partai yang orde baru.

Pada tahun 2004, bangsa Indonesia disibukkan dengan banyaknya jadwal

pemilihan, mulai dari anggota DPR,DPD,DPRD samapi pemilu Presiden/Wapres.

Dan untuk pertama kalinya perselisihan hasil Pemilu Legislatif 2004 diadili dan

diputus oleh Mahkamah Konstitusi.

Soal

Sebuah negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer

menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) untuk mengisi 540 anggota parlemen.

Dari 5 partai politik yang ikut pemilu: Partai A mendapat 200 kursi, Partai B 175

kursi, Partai C 75 kursi, Partai D 35 kursi, dan Partai E 55 kursi.

1. Karena tidak ada pemenang suara mayoritas, Saudara kemukakan langkah

apakah yang harus dilakukan oleh kepala negara untuk membentuk

pemerintah baru berdasarkan hasil pemilu tersebut? Jelaskan, situasi

bagaimana yang memberi peluang bagi Partai B  untuk membentuk

pemerintah baru?   

97
2. Saudara jelaskan, mengapa praktik sistem pemerintahan parlementer

dikatakan lebih demokratis jika dibandingkan dengan sistem presidensial. 

3. Saudara jelaskan, apakah yang dimaksudkan dengan:

1. Koalisi.

2. Mosi tidak percaya.

3. Kabinet bayangan.

98
BAB XII

KEWARGANEGARAAN

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang


Kewarganegaraan.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan Warga Negara Indonesia, Syarat-syarat menjadi


WNI, Tata Cara Menjadi WNI, hilangnya kewarganegaraan Indonesia.
 Mahasiswa dapat menjelaskan asas-asas kewarganegaraan .

99
Rakyat yang mendiami suatu negara terdiri dari :

b. Penduduk

c. Warga Negara

Didalam kewarganegaraan status seseorang dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:

1. Aspek Yuridis

Kewarganegaraan merupakan suatu status hukum kenegaraan yang

mengandung hak dan kewajiban khususnya dibidang hukum publik yang

dimiliki oleh warga negara dan tidak dimiliki oleh orang asing.

2. Aspek sosial budaya

Kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu bangsa tertentu yaitu

sejumlah manusia yang terikat satu dengan lainnya karena kesatuan bahasa,

kehidupan sosial budaya serta kesadaran nasional.

Kewarganegaraan sebelum dan setelah perubahan UUD 1945 tetap diatur

pada Pasal 26 -28.

Pasal 26 sebelum perubahan :

1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan

orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai

warga negara

2. Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan UU

Pasal 26 setelah perubahan :

1. Sama dengan diatas

2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat

tinggal di Indonesia

100
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan UU

Menurut pasal 26 ini dibedakan antara penduduk dengan warga negra.

Perbedaan ini dikaitkan dengan perlindungan yang diberikan kepada penduduk

maupun warga negara. Perlindungan tetap diberikan tanpa dibedakan warga negara

atau orang asing, misal: Pasal 29 ayat 2 UUD 1945.

Asas-asas Kewarganegaraan :

1. Ius Sanguinis

Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari orang yang

bersangkutan. Misal: seseorang yang orangtuanya berkewarganegaraan A

maka ia berkewarganegaraan A

2. Ius Soli

Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Misal:

seseorang lahir di negara A, maka ia berkewarganegaraan A

Dengan adanya 2 azas kewarganegaraan tersebut, akibatnya :

1. Bipatride ( Kewarganegaraan Ganda)

2. Apatride ( tidak mempunyai kewarganegaraan)

Adanya kewarganegaraan ganda akan membawa ketidakpastian dalam

status orang dan akan merugikan negara tertentu sedangkan tidak mempunyai

kewarganegaraan akan merugikan orang yang bersangkutan karena tidak mendapt

perlindungan dari negara manapun. Untuk mencegah keadaan seperti ini maka

pemerintah membentuk UU No.3 Tahun 1946 diubah UU No.62 Tahun 1958 diubah

dengan UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

101
Warga negara Indonesia adalah

( berdasarkan UU no 12 tahun 2006 pasal 4)

1. orang orang bangsa indonesia dan orang orang bangsa lain yang disahkan

dengan undang undang sebagai warga negara.

2. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang undangan dan atau

berdasarkan perjanjian pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU ini

berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia.

3. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah warga negara indonesia dan

ibu warga negara indonesia

4. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah warga negara indonesia dan

ibu asing

5. Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah asing dan ibu warga negara

indonesia

6. Anak yang lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu warga negara

indonesia dan ayah tiadak mempunyai kewarganegaraan atau hukum warga

negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak itu.

7. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal

dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara indonesia

8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu seorang warga negara

asing yang diakui oleh seorang ayah warganegara indonesia sebagai anaknya

dan pengakuan tersebut dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun

dan atau tidak kawin.

102
9. Anak yang lahir di wilayah negara Indonesia yang pada waktu lahir tidak

jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya

10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara RI selama ayah dan

ibunya tidak diketahui

11. anak yang lahir di wilayah negara RI dari seorang warga negara Indonesia

yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan

memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan

12. anak dari seseorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan

kewarganegaraannya, kemudian ayah dan ibu meninggal dunia sebelum

mengucapkan atau menyatakan janji setia.

Warga negara asing adalah orang bukan orang Indonesia yang dimaksudkan dalam

undang undang.

Syarat memperoleh kewarganegaraan

antara lain :

1. telah berusia 18 tahun atau sudah kawin

2. pada waktu mengajukan permohonana sudah bertempat tinggal di wilayah

RI paling singkat 5 tahun berturut turut atau pailng singkat 10 tahun tidak

berturut turut

3. sehat jasmani dan rohani

4. dapat berbahas indonesia serta mengakui dasar negara Pancasial dan UUD

1945

5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindakan pidana yang

diancam dengan pidana penjara 1 tahun lebih

103
6. jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak menjadi

kewarganegaraan ganda

7. Mempunyai pekerjaaan atau pengahasilan tetap

8. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara

Tata cara memperoleh kewarganegaraan RI

Berdasarkan pasal 10 sampai pasal 15 UU no 12 tahun 2006, tatacara

memperoleh kewarganegaraan sebagai berikut :

1. Permohonan kewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh permohonan

secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermaterai cukup

kepada presiden melalui mentri ( Mentri hukum dan HAM.

2. Berkas permohonan tersebut disampaikan kepada pejabat (orang yang

menduduki jabatan tertentu yang ditunjuk oleh menteri untuk menangani

masalah kewarganegaraan RI )

3. Menteri meneruskan permohonan disertai dengan pertimbangan kepada

presiden dalam waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak permohonan

diterima

4. Presiden mengabulkan atau menolak ditetapkan dengan keputusan

Presiden

5. Pengabulan permohonan ditetapkan dengan keputusan presiden

6. Keputusan presiden ditetapkan paling lamabat 3 bulan terhitung sejak

permohonan diterima oleh menteri dan diberitahukan kepada pemohon

paling lambat 14 hari terhitung sejak keputusan presiden ditetapkan

104
7. Penolakan permohonan pewarganegaraan harus disertai alasan dan

diberitahukan oleh menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 bulan

terhitung sejak permohonan diterima oleh menteri.

8. Pengucapan sumpah atau pernyataan janji.

Hilangnya kewarganegaraan

Seorang WNI dapat hilang kewarganegaraannya apabila :

1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri.

2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang

yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun , bertempat tinggal di luar negari

dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa

kewarganegaraan

3. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin dahulu dari presiden

4. Secara suka rela masuk dalam dinas negara asing yang jabatannya dalam

dinas di indonesia sesuai dengan ketentuan perundang undangan hanya

dapat dijabat oleh warga negara Indonesia.

5. Secara suka rela mengangkat sumpah atau janji setia kepada negara asing

atau bagian dari negara asing

6. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat

ketatanegaraan untuk negar asing, mempunyai paspor atau surat yang

bersifat paspor dari negar asing atau surat yang dapat diartikan sebagai

tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.

7. Bertempat tinggal di wilayah negara RI selama 5 tahun terus menerus

bukan dalam rangka dinas negara, tanapa alasan yang sah dan dengan tidak

105
menyatakan keinginan untuk tetap menjadi warga negara Indonesia

sebelum jangka waktu lima tahun itu berakhir. Dan setiap 5 tahun berikutnya

yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi

warga negra RI kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi

tempat tinggal yang bersangkutan, padahal perwakilan RI telah

memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan , sepanjang yang

bersangkutan tidak menjadi warga negara.

Status kewarganegaraan

1. Dasar hukum ttg kewarganegaraan RI (UU no 12 tahun 2006), berkaitan

dengan cara mendapatkan dan kehilangan status kewarganegaraan.

2. Asas asas yang dianut dalam UU no 12 tahun 2006

3. ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan

kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan , bukan

berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.

4. ius soli (law of soil) secara terbatas adalah menentukan

kewarganagaraan seseorang berdasarkan Negara tempat yang

diberlakukan terbatas bagi anak anak sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam undang undang ini

5. asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu

kewarganegaraan bagi setiap orang

6. asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan

kewarganegaraan ganda bagi anak anak sesuai dengan yang diatur dalam

undang undang ini.

106
Undang-undang no 12 tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan

ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan ( apatride).

Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalan UU ini merupakan

suatu pengecualian.

Selain asas tersebut ada asas khusus yang menjadi dasar penyusunan UU

tentang Kewarganegaraan RI, sebagai berikut:

1. asas kepentingan nasional adalah asas yang menetuakan bahwa

peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional

Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai

Negara kesatuan yang memeiliki cita cita dan tujuannya sendiri.

2. asas perlindungan maksimum adalah asas yang menetukan bahwa

pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga

Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupu di luar

negeri.

3. asas persamaan dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang

menentukan bahwa setiap warga Negara Indonesia mendapatkan

peralakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

4. asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseoarang

tidak hanya bersifat administrative tetapi juga disertai substansi dan

syarat syarat permohonan yang dapat dipertanggungajawabkan

kebenarannya.

107
5. asas non diskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan

dalam hal ikhwal yang berhubungan dengan warga Negara atas dasar

suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.

6. asas pengakuan dan penghormatan terhadap HAM adalah asas yang

segala hal ihwal yang berhubungn dengan warga negara harus menjamin

melindungi dan memulyakan HAM pada umumnya dan hak warga negara

pada khususnya.

7. asas keterbukaan adalah asas yang menentukan dalam segala hal ihwal

yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.

8. asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang

memeperoleh atau kehilangan kewarganegaraan RI diumumkan dalam

berita negara RI agar masyarakat mengetahui.

Soal

1. Jelaskan yang temasuk WNI!

2. Jelaskan syarat-syarat menjadi WNI !

3. Jelaskan Asas-asas kewarganegaraan dan asas manakah yang dianut oleh

Indonesia!

4. Jelaskan tata cara menjadi WNI

5. Jelaskan penyebab hilangnya kewarganegaraan Indonesia!

108
BAB XIII

HAK AZASI MANUSIA

Tujuan Instruksional Umum

 Bab ini bertujuan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang Hak
Asasi Manusia.

Tujuan Instruksional Khusus

 Mahasiswa dapat menjelaskan Istilah dan Pengertian HAM, Sejarah


Perkembangan HAM, Macam-Macam HAM.
 Mahasiswa dapat menjelaskan lembaga-lembaga HAM dan Pelaksanaan HAM di
Indonesia .

109
1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu

(Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau

wewenang yang dimiliki seseorang tersebut bersifat mendasar. Tuntutuan-tuntutan

hak asasi merupakan kewajiban dasar yang harus dipenuhi karena bersifat

fundamental. Segala hak lain (hak bukan asasi) bisa dikatakan merupakan

penjabaran dari dari hak-hak ini. Karena hak-hak asasi bersifat fundamental atau

mendasar, pemenuhannya bersifat imperatif. Artinya hak-hak itu wajib dipenuhi

karena hak-hak-hak ini menunjukkan nilai subjek hak. Dengan istilah lain,

pemenuhan hak-hak asasi tersebut bersifat imperatif: perintah yang harus

dilakukan.

Ada beberapa definisi tentang Hak Asasi Manusia. Pertama, Hak Asasi

Manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu

manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Kedua, Hak Asasi Manusia adalah

hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan

kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001).

Ketiga, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir

yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Allah SWT (Mustafa Kemal Pasha).

Keempat, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara

hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia (Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

110
Asasi Manusia). Keempat definisi tentang hak ini secara materiil betul, namun

secara formal tidak tepat karena apa yang didefiniskan masuk ke dalam definisi

sehingga pada intinya kita tidak mendefinisikan apa pun. Kata hak yang harus kita

definisikan, menjadi bagian dari definisi kita. Dalam logika kesesatan ini disebut

sebagai circulus in definiendo.

Berdasarkan pengertian-pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah kekuasaan atau wewenang moral yang

dimiliki seseorang berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Kekuasaan atau

wewenang tersebut bersifat moral karena kekuasaan atau wewenang atas nilai-nilai

tersebut menunjukkan kebaikan atau martabat manusia sebagai manusia. Orang

yang beragama mengatakan bahwa hak-hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap

orang terswbut merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Karena hak asasi

merupakan pemberian Tuhan, maka setiap manusia memilikinya justru karena dia

manusia. Artinya hak-hak tersebut menunjukkan harkat dan martabat seorang

sebagai manusia. Manusia menjadi manusia justru karena ia memiliki nilai-nilai

yang menjadi kekhasannya sebagai manusia. Nilai-nilai itu menunjukkan kemuliaan

manusia. Pelanggaran terhadap hak-hak ini disebut tindakan yang tidak manusiawi

karena nilai-nilai dasar kemanusiaan tidak dihargai.

Berdasarkan pengertian Hak Asasi Manusia di atas, ada beberapa ciri pokok

Hak Asasi Manusia, yakni:

1. Hak asasi itu tidak diberikan atau diwarikan melainkan melekat pada

martabat kita sebagai manusia.

111
2. Hak asasi itu berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik.

3. Hak asasi itu tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk

membatasi atau melangar hak orang lain. Orang tetap memiliki hak asasi

manusia meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi

bahkan melanggar hak asasi manusia.

Sifat Hak Asasi Manusia

Berdasarkan pengertian Hak Asasi Manusia seperti diuraikan di atas, ada

beberapa sifat (dasar) Hak Asasi Manusia. Sifat-sifat itu antara lain:

1. Individual: ‘melekat erat pada kemanusiaan seseorang’,bukan kelompok.

(Generasi keempat HAM cenderung ke arah penekanan pada hak

kelompok/hak kolektif).

2. Universal: dimiliki oleh setiap orang lepas dari suku, ras, agama, negara, dan

jenis kelamin yang dimiliki seseorang.

3. Supralegal: tidak tergantung pada negara, pemerintah, atau undang-undang

yang mengatur hak-hak ini.

4. Kodrati: Hak Asasi Manusia bersumber dari kodrat manusia.

5. Kesamaan derajat: kesamaan sebagai ciptaan Tuhan maka harkat dan

martabat manusia pun sama.

2. Sejarah Perkembangan Perjuangan Hak Asasi Manusia

Latar belakang sejarah HAM pada hakikatnya muncul karena inisiatif

manusia terhadap harga diri dan martabat sebagai akibat tindakan sewenang-

wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman. Oleh

112
sebab itu, perkembangan perjuangan HAM sesungguhnya sangat tergantung pada

konteks daerah dan zamannya. Dengan demikian, kendati HAM bersifat universal,

tetapi corak dan hasil perjuangannya di masing-masing tempat dan waktu memiliki

perbedaan antara satu negara dengan negara lainnya .

Di Inggris misalnya, perjuangan HAM sudah berlangsung sejak tahun 1215

dengan adanya Magna Charta, yang merupakan cermin dari perjuangan rakyat dan

bangsawan bagi pembatasan kekuasaan Raja John. Masih di Inggris, di tahun 1628

dikeluarkan pula piagam Petition of Rights yang berisi tentang hak-hak rakyat

berikut jaminannya. Hak-hak itu adalah menyangkut pajak dan pungutan istimewa

yang harus disertai persetujuan, warganegara tidak boleh dipaksa untuk menerima

tentara di rumahnya, serta tidak bolehnya digunakan hukum perang dalam keadaan

damai. Selanjutnya, di tahun 1679 muncul pula Habeas Corpus Act yang berisikan

tentang pengaturan penahanan seseorang, yang disusul dengan dikeluarkannya Bill

of Rights. Bill of Rights merupakan undang-undang yang diterima parlemen Inggris

dan berisi tentang kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen, kebebasan

berbicara dan mengeluarkan pendapat, izin parlemen dalam penetapan pajak,

undang-undang, dan pembentukan tentara, kebebasan beragama, serta

diperbolehkannya parlemen untuk mengubah keputusan raja.

Sementara itu di Perancis, perjuangan pengakuan HAM tampak ketika terjadi

Revolusi Perancis di tahun 1789, dengan semboyannya yang sangat terkenal, yakni

liberte (kebebasan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Revolusi

yang dipelopori kaum borjuis ini kemudian menghasilkan sebuah naskah berjudul

Declaration des Droits de L’homme et du Citoyen (Pernyataan mengenai hak-Hak

113
Asasi Manusia dan warga negara). Pada deklarasi ini dinyataan bahwa “Hak Asasi

Manusia ialah hak-hak alamiah yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang

tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya dan karena itu bersifat suci”.

Selanjutnya di Amerika Serikat, perjuangan HAM terlihat dengan adanya

Declaration of Independence, sebuah deklarasi kemerdekaan atas ketertindasan dari

kekuasaan Inggris pada tanggal 4 Juli 1776. Deklarasi ini pula yang menempatkan

Amerika Serikat sebagai negara pertama yang menetapkan dan melindungi Hak

Asasi Manusia dalam konstitusinya. Perjuangan ini sesungguhnya dipelopori oleh

pemikiran John Locke, yakni tentang hak-hak alamiah, seperti hak hidup (life), hak

kebebasan (liberty), dan hak milik (property). Di samping itu, muncul seiring dengan

terjadinya Perang Dunia II, dengan dipelopori oleh F.D. Roosevelt dikeluarkan pula

Atlantic Charter (1941) yang berisi tentang The Four Freedom (Empat Macam

Kebebasan), yakni freedom of religion (kebebasan untuk beragama), freedom pof

speech and thought (kebebasan untuk berbicara dan berpendapat), freedom of fear

(kebebasan dari rasa takut), freedom of want (dan kebebasan dari kemisknan).

Perjuangan pengakuan HAM di berbagai negara, terutama tiga negara di atas,

selanjutnya semakin lengkap ketika pada tanggal 10 Desember 1948 PBB

mengeluarkan sebuah deklarasi dengan apa yang kemudian dikenal sebagai

Universal Declaration of Human Rights, yakni pernyataan sedunia tentang Hak-Hak

Asasi Manusia. Pada pasal 1 deklarasi ini tertuang pernyataan bahwa, “sekalian

orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.

Mereka diakui karunia akal budi, dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam

persaudaraan”. Hak-hak yang diakui di dalam piagam PBB ini adalah:

114
1. Hak untuk berpikir dan mengemukakan pendapat,

2. Hak memiliki sesuatu,

3. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran,

4. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama,

5. Hak untuk hidup,

6. Hak untuk kemerdekaan hidup,

7. Hak untuk memperoleh nama baik,

8. Hak untuk memperoleh pekerjaan, dan

Deklarasi PBB ini menjadi simbol komitmen dunia internasional pada Hak

Asasi Manusia, sekaligus sebagai pedoman dan standar minimum yang dicita-

citakan umat manusia untuk menciptakan dunia yang lebih baik dan damai.

Implikasi ini terlihat dari adanya jaminan di setiap negara atas Hak Asasi Manusia

dalam yang tertuang dalam konstitusinya.

Bertolak dari Universal Declaration of Human Rights, PBB, melalui Majelis

Umum PBB, di tahun 1966 mengakui Covenants on Human Rights dalam hukum

internasional dan diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB. Covenants tersebut

antara lain adalah The International on Civil and Political Rights (Konvensi tentang

hak-hak sipil dan politik), The International Covenant on Economic, Social, and

Cultural Rights (Konvensi tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya), serta Optional

Protocol yakni adanya kemungkinan seorang warga negara yang mengadukan

pelanggaran HAM kepada The Human Rights Commitee PBB setelah melalui upaya

pengadilan di negaranya.

115
Selanjutnya, muncul pula beberapa deklarasi mengenai HAM di dunia,

seperti:

a. Declaration on the Rights of People to Peace (Deklarasi Hak Bangsa atas

Perdamaian) tahun 1984 oleh negara-negara dunia ketiga.

b. Declaration on the Rights to Development (Deklarasi Hak Atas Pembangunan)

tahun 1986 oleh negara-negara dunia ketiga.

c. African Charter on Human and Peoples, yang sering pula disebut dengan

Banjul Charter, oleh negara-negara Afrika yang tergabung dalam Persatuan

Afrika (OAU) tahun 1981.

d. Cairo Declaration on Human Rights in Islam oleh negara-negara yang

tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam tahun 1990.

e. Bangkok Declaration tahun 1993.

f. Deklarasi Wina tahun 1993 yang merupakan deklarasi universal dari negara-

negara yang tergabung dalam PBB.

Berdasarkan perkembangannya sesungguhnya dapat dikatakan bahwa

terdapat tiga generasi perjuangan HAM di muka bumi ini, yakni:

1) Generasi pertama yang memperjuangkan hak-hak sipil dan politik dan

umumnya bermula dari negara-negara di Eropa Barat yang bersifat

liberal, seperti hak atas hidup, hak atas kebebasan dan kemanan, hak atas

kesamaan, hak atas kebebasan berpikir, hak berkumpul, dan lain-lain.

2) Generasi kedua yang memperjuangkan hak ekonomi, sosial dan budaya

yang umumnya diperjuangkan oleh negara-negara Eropa Timur yang

bersifat sosialis, seperti hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang

116
layak, hak kesehatan, hak membentuk serikat pekerja, hak atas jaminan

sosial, dan lain-lain.

3) Generasi ketiga yang memperjuangkan tentang hak perdamaian dan

pembangunan oleh negara-negara berkembang, terutama di Asia dan

Afrika, seperti:hak sederajat dengan bangsa lain, hak menapatkan

kedamaian, hak untuk merdeka, dan lain-lain.

Dewasa ini muncul pula gerakan perjuangan HAM yang mengkritik peranan

negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan. Hal ini bermula dari

adanya pembangunan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang, yang

ternyata menimbulkan akibat negatif bagi keadilan rakyat. Perkembangan

pemikiran perjuangan HAM dipelopori oleh negara-negara Asia yang di tahun 1983

menghasilkan Declaration of the Basic Duties of Asian People and Government.

3. Hak Asasi Manusia di Indonesia

a. Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945

yang sebenarnya telah lebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB

(Universal Declaration of Human Rights) 10 Desember 1948. Pengakuan hak-Hak

Asasi Manusia di Indonesia tampak antara lain pada:

1) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama: ‘…Bahwa

sesunggguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…’. Kutipan ini

menegaskan hak atas kemerdekaan atau kebebasan.

2) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat: ‘….kemudian

daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang

117
melindungi………maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan

negara Republik Indonesia yang berkedaultan rakyat dengan berdasarkan

kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,

Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan

mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Kutipan

ini menegaskan landasan idiil pengakuan dan jaminan Hak Asasi Manusia di

Indonesia.

3) Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945: pasal 27 sampai dengan pasal 34

UUD 1945. Pasal-pasal ini menegaskan Hak Asasi Manusia dalam bidang

politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

4) Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan ketetapan ini dirumuskan Undang-Undang Nomor 39 tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hak-Hak Asasi Manusia yang

terkandung dalam ketetapan tersebut antara lai: hak untuk hidup, hak

berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak keadilan, hak kemerdekaan,

hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, hak kesejahteraan, kewajiban?,

perlindungan dan pemajuan.

5) Peraturan Perundang-Undangan. Undang-undang tentang HAM di

Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Hak-Hak Asasi

Manusia yang ditetapkan dalam undang-undang ini adalah:

118
1. hak untuk hidup (pasal 4),

2. hak untuk berkeluarga (pasal 10),

3. hak untuk mengembangkan diri (pasal 11-16),

4. hak untuk memperoleh keadilan (pasal 17,18,19),

5. hak atas kebebasan pribadi (pasal 20-27),

6. hak atas rasa aman (pasal 28-35),

7. hak atas kesejahteraan (pasal 36-42),

8. hak turut serta dalam pemerintahan (pasal 43-44),

9. hak wanita (pasal 45-51)(bias gender?),

10. hak anak (pasal 52-66) (hak orang tua/usia lanjut?).

Dengan masuknya rumusan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 tersebut,

semakin kuat jaminan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tugas negara selanjutnya

adalah mengadakan penegakan Hak Asasi Manusia dan memberi perlindungan

warga dari tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

b. Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi

Manusia dan menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan penegakan Hak

Asasi Manusia, pemerintahan telah melakukan langkah-langkah, antara lain:

1) Pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), berdasarkan

Keppres Nomor 5 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni Tahun 1993, yang

kemudian dikukuhkan lagi melalui Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia.

119
2) Penetapan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia.

3) Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dengan Keputusan

Presiden untuk memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM

berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2000.

4) Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsilisasi sebagai alternatif

pelanggaran HAM di luar pengadilan HAM sebagaimana diisyaratkan oleh

undang-undang tentang HAM.

5) Meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak Asasi Manusia.

Konvensi-konvensi yang diratifikasi tersebut, antara lain:

a) Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 (diratifikasi dengan UU No.59,

tahun 1958)

b) Konvensi tentang Hak Politik Kaum Perempuan (diratifikasi dengan

UU No.68, tahun 1958).

c) Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Perempuan (diratifikasi dengan UU No.7, tahun 1984).

d) Konvensi Hak Anak (diratifikasi dengan UU No.36, tahun 1990).

e) Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan

Senjata Biologis dan Beracun serta Pemusnahannya (diratifikasi

Keppres No.58, tahun 1991).

f) Konvensi Internasional terhadap Apartheid dalam Olahraga

(diratifikasi dengan UU No.48, tahun 1993).

120
g) Konvensi Menentang Penyiksaaan dan Perlakuan atau Penghukuman

Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Manusia (diratifikasi dengan UU No.5, tahun 1998).

h) Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998

tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk

Berorganisasi (diratifikasi dengan UU No.83, tahun 1998).

i) Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasional

(diratifikasi dengan UU No.29, tahun 1999).

j) Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Perempuan, dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Selengkap atau sebaik apa pun undangn-undang yang mengatur HAM hanya

akan bernilai bila dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya pembuktian

paling baik apakah Indonesia adalah negara yang menghormati HAM atau tidak,

bukan sekedar kita memiliki berbagai undang-undang yang menghormati HAM atau

meratifikasi berbagai konvensi yang menghormati hak-hak dasar kita sebagai

manusia melainkan apakah kita dalam praktek menghukum orang yang melanggar

HAM atau tidak. Kasus besar seperti Bom Bali I dan II, Semanggi I dan II, atau

kerusuhan Mei yang berdarah itu selalu menuntut untuk diselesaikan demi

tegaknya HAM.

121
Soal

1. Jelaskan pengertian HAM dan Unsur-Unsur HAM!

2. Jelaskan macam-macam HAM !

3. Jelaskan sejarah perkembangan HAM di Indonesia !

4. Jelaskan pelaksanaan HAM Di Indonesia

5. Jelaskan lembaga-lembaga HAM Di Indonesia!

122
DAFTAR PUSTAKA

Arief Budiman, Teori Negara (Negara, kekuasaan dan ideologi), gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 200 ,

Astun Riyanto. Ringkasan Disertasi. Pasca Sarjana UNPAD, Bandung. 2006

Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-unsurnya,


UI-Press, Jakarta, 1995.

Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UII, Yogyakarta, 2004,

----------------, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, penyunting


Mashudi dan Kuntana Magnar, Mandar Maju, Bandung,1995.

Bung Hatta, Peranan Pemuda Menuju Indonesia Merdeka Indonesia Adil dan Makmur,
Bulan Bintang. Jakarta 1975

I Gede Pantja Astawa. Hak Angket dalam Sitem Ketatanegaraan Indonesia. Disertasi.
UNPAD, Bandung. 2000

Jimly Asshiddigie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaanya


di Indonesia.PT Ikhtiar Baru Van Hoeve. Jakarta, 1994

----------------------, Hukum Tata Negara Darurat, 2008, PT. Raja Grafindo Persada

.J. Van Schmid, Ahli –ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum, Pustaka Sarjana

Mattulade. Demokrasi dalam Tradisi Masyarakat Indonesia. Dalam Majalah Prisma,


Februari 1977. Seri Prisma, Demokrasi dan Proses Politik.”

Mahfud. MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Bhineka Cipta. Jakarta 2000

-----------------, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999.

Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The
Habibie Center, Jakarta, 2002.

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta


2003

123
Moh. Hatta, Ke Arah Indonesia Merdeka. Dalam Moh. Hatta: Kumpulan Karangan.
Bulan Bintang. 1976, Jilid I
Moh. Hatta. Tanggung Jawab Moril Kaum Intelegensia. Angkasa Bandung, 1966

Padmo Wahjono, Indonesia Berdasar Atas Negara Hukum, Ghalia Indonesia, 1983

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Rakyat di Indonesia, PT. Bina
Ilmu, Surabaya, 1987

Sucipto Wirosardjono. Dialog dengan Kekuasaan. Essay-Essay tentang Agama,


Negara dan Masyarakat. Mizan, Bandung

Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung,
1992.
------------, Undang-Undang Dasar 1945 Kedudukan dan Aspek-Aspek Perubahannya,
Unpad Press, 2002.

Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara.


Rajawali. Jakarta. 1971.

Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1973,

Sunaryati Hartono, Apakah the Rule of Law, Alumni, Bandung

Rover. C. de, Acuan Universal Penegakan HAM, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

Rustam Ibrahim, Hubungan Antar HAM Dengan Demokrasi dan Pembangunan, dalam
Diseminasi Hak Asasi Manusia, CESDA LP3ES, Jakarta, 2000.

Yoram Dinstein, Hak Atas Hidup, Keutuhan Jasmani, dan Kebebasan, dalam Hak Sipil
dan politik, Editor Ifdhal Kasim, ELSAM, Jakarta, 2001

124
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku

ajar hukum tata negara ini .

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini,

karena itu pastilah terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

Untuk itu saya akan selalu membuka diri dan menerima setiap saran dan kritik.

Pada akhirnya penulis berharap semoga buku ajar ini bermanfaat untuk para

pembaca sekalian .

Padang, Oktober 2013

Penyusun,

Delfina Gusman, SH, MH

125
126

Anda mungkin juga menyukai