Anda di halaman 1dari 4

SELAYANG PANDANG TENTANG AL-SUYUTI DAN KARYANYA

Bagi sebagian orang, memahami makna Al-Qur’an adalah perkara yang pelik. Bahkan,
para akademisi pun juga sering mengalami kesulitan dalam memahami tafsir ayat-ayat Al-
Qur’an yang memiliki makna tidak langsung atau makna yang terkandung.
Hal ini disebabkan makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an terkadang kurang jelas
dan membutuhkan interpretasi lebih lanjut untuk memahaminya dengan benar. Oleh karena itu,
penting bagi para akademisi pemula untuk terus belajar dan mengkaji Al-Qur’an secara
komprehensif agar dapat memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan tepat dan sesuai dengan
konteksnya. Tidak hanya itu, menyambungkan pemahaman pribadi dengan pemahaman para
ulama juga tidak kalah penting.
Salah satu ulama yang berjasa mendedikasikan waktunya untuk menghidupkan kembali
kajian Ilmu Al-Qur’an adalah Imam Al-Suyuti. Melalui karyanya yang berjudul Al-Itqan Fi
‘Ulum Al-Qur’an, beliau telah berhasil memantik generasi umat islam setelahnya untuk
menekuni bidang kajian Al-Qur’an dan berhasil menyajikan gambaran umum tentang objek-
objek kajian Ulum Al-Qur’an. Oleh karenanya, menurut saya, karya-karya Al-Suyuti sangat
rekomended sebagai rujukan bagi siapapun yang hendak memahami makna-makna yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Artikel ini sekedar pemantik awal untuk memahami Al-Suyuti. Meskipun tulisan ini
hanya menyajikan biografi dan potret karyanya secara singkat, cukuplah bagi kita ayat pertama
dari surah Al-‘Alaq sebagai motifasi untuk menjadi seorang pembaca yang selalu mengingat
Allah Swt. dan untuk istiqamah dalam belajar:

.‫ك ٱلَّ ِذي َخلَ َق‬ ۡ


َ ِّ‫ٱ ۡقَرأ بِٱ ۡس ِم َرب‬
(Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang menciptakan)
A. Biografi Singkat Jalaluddin Al-Suyuti
Jalaluddin al-Suyuti, yang nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman bin Kamaluddin
Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, adalah keturunan Persia. Sejarah mencatat bahwa
ia hidup pada masa Dinasti Mamluk di abad ke-15 M. Sebelum pindah ke Mesir, keluarganya
telah lama tinggal di Bagdad sebagai keluarga terhormat yang memegang jabatan penting di
pemerintahan. Al-Suyuti sendiri merupakan nama yang diambil dari daerah kelahirannya.1

1
Jala>luddi>n Al-Suyu>t}i>, Al-Itqa>n Fi> ‘Ulu>m Al-Qur’an, (Damaskus: Resalah Publishers, 2008),
hlm. 15.
Al-Suyuti lahir pada bulan Rajab/Oktober, 849 H. /1445 M. di daerah al-Suyuti
(sekitar Kairo). Dia menjadi anak yatim piatu setelah ibunya meninggal sesaat setelah ia lahir
dan ayahnya meninggal saat ia berusia 5 tahun. Pada usia 8 tahun, ia telah hafal Al-Qur’an
dan tumbuh hingga usia 11 tahun di bawah bimbingan Muhammad bin ‘Abd al-Wahid. Al-
Zahabi menceritakan bahwa Jalaluddin al-Suyuti merupakan sosok yang alim pada masanya
dalam berbagai bidang ilmu, termasuk Al-Qur’an, Hadis, dan banyak lagi. Menurutnya pula,
Jalaluddin al-Suyuti hafal 200.000 Hadis.2
Dalam hal pendidikannya, Jalaluddin al-Suyuti belajar kepada beberapa ulama besar
di masanya. Dikarenakan ketekunan dan kecerdasannya, ia pun tumbuh sebagai ulama besar
dari berbagai bidang keilmuan. Di antara ulama yang menjadi guru-gurunya adalah
Sirajuddin al-Qalyubi dan Syaikh al-Islam al-Bulqini, dari keduanya ia mempelajari ilmu
fiqh; kemudian ilmu fara'id dari Taqiyuddin al-Samni dan Syihabuddin; dan ilmu hadis serta
bahasa Arab dari Imam Taqiyuddin al-Hanafi. Dalam bidang tafsir, ia berguru kepada Imam
Jalaluddin al-Mahalli. Bahkan, yang berkaitan dengan bidang ilmu kedokteran menarik
perhatiannya dengan berguru kepada Muhammad bin al-Dawani. Selama hidupnya, ia terus
mengkaji ilmu-ilmu dan sering berpindah dari satu negara ke negara lain, termasuk Syam,
Yaman, India, Maroko, dan negara lainnya.3
Melalui karya-karyanya, Jalaluddin al-Suyuti menerima pengakuan dari ulama-ulama
besar. Ia adalah seseorang yang sangat ahli dalam menulis, bahkan salah satu muridnya, al-
Dawidi mengungkapkan bahwa dalam satu hari Imam al-Suyuti mampu menulis 48 lembar.
Lebih lanjut, al-Dawidi mengatakan bahwa jumlah karya tulis yang telah disusun oleh
Jalaluddin al-Suyuti mencapai 500 judul dari berbagai bidang ilmu, termasuk bidang Al-
Qur’an.

B. Sekilas Potret Karya Al-Suyuti


Al-Itqan adalah salah satu kitab yang popular dari banyak kitab yang ditulis oleh
Imam al-Suyuti. Kitab tersebut ditulis karena Imam al-Suyuti merasa heran mengapa tidak
ada karya yang representatif dalam bidang studi Al-Qur’an, sementara di lain sisi telah
banyak karya yang ditulis dalam bidang studi hadis.4 Sebagai karya yang komprehensif
2
Ahmad Fajar, Taufiq Luthfi, “Analisis Kalā m Khabari dalam Kitab Lubā b al-Hadīṡ Karya Jalaluddin al-
Suyuthi”, Kalamuna, Vol. 3. No. 1, 2022. 81 – 104
3
Ibid.
4
Ibid., Jala>luddi>n Al-Suyu>t}i>, Al-Itqa>n Fi> ‘Ulu>m Al-Qur’an, hlm. 15.
dalam bidang studi Al-Qur’an, karya al-Suyuti hanya didahului oleh Muhyi al-Din al-Kafiji,
Jalaluddin al-Bulqini, dan Badr al-Din al-Zarkasyi. Namun, hanya karya Badr al-Din al-
Zarkasyi yang dapat ditemukan dan diedit sehingga dapat dibaca, yaitu kitab yang berjudul
Al-Burhan Fi ‘Ulum Al-Qur’an. Meski demikian, karya Badr al-Din al-Zarkasyi tersebut
tidak dikenal kecuali setelah disebutkan oleh al-Suyuti dalam mukadimah Al-Itqan sebagai
salah satu referensinya.5
Sebenarnya, Al-Itqan merupakan karya ke-2 Imam al-Suyuti tentang studi Al-Qur’an.
Karya studi Al-Qur’an pertamanya adalah Al-Tahbir Fi ‘Ulum Al-Tafsir, kitab yang lebih
singkat dibandingkan Al-Itqan.6
Al-Tahbir memuat 102 tema yang terkait dengan studi Al-Qur’an, mulai dari tema
Makkiyyah dan Madaniyyah hingga pembahasan tentang sejarah Al-Qur’an. Pembahasan
dalam Al-Tahbir sangat singkat, bahkan ada yang hanya mencantumkan judulnya saja tanpa
penjelasan. Sedangkan dalam karyanya yang ke-2, Al-Itqan Fi ‘Ulum Al-Qur’an, terdapat 80
bab yang menurut al-Suyuti dapat dibahas secara detail hingga menjadi sebuah karya
terpisah. Namun, dalam Al-Itqan, tema-tema tersebut hanya diuraikan secara singkat dan
padat.
Al-Itqan terdiri dari 80 tema yang mencakup lebih dari 300 bab pembahasan, di
antaranya yakni pembahasan Makkiyyah dan Madaniyyah: membahas tentang penjelasan
surat-surat Al-Qur’an yang terkait dengan status Makkiyah atau Madaniyyah, serta batasan
ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah. Pada bab terakhir, biografi para ahli tafsir dari
kalangan Tabi‘in juga dibahas.
Sebagai penutup dan juga kepentingan memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an, izinkan
saya mengajukan pertanyaan kepada pembaca. Apa hakikat makna dan bagaimana hal itu
bertalian dengan ungkapan bahasa tertentu sehingga ungkapan tersebut bermakna demikian?

5
Ibid.,
6
Ibid.
Profil Penulis
Nama: Achmad Fattah Abdurrohman
Status: Mahasiswa STAI SW, Magelang
No WA: 0877-7255-2534
Email: ahmadpanji153@gmai.com
Foto Profil:

Anda mungkin juga menyukai