Anda di halaman 1dari 3

Menengok Fragmen Sejarah di Dalam Puisi

Judul : Kata dan Batu


Penulis : Lailatul Kiptiyah
Penerbit : Diva Press
Terbit : Januari 2023
Tebal : 80 Halaman
ISBN : 978-623-755-0

Puisi, sebagaimana bentuk karya sastra lainnya, bisa berperan sebagai rekaman
sejarah. Sekian peristiwa yang merentang di berbagai zaman bisa menjadi muasal dari
penciptaan karya puisi. Di Inggris zaman Anglo-Saxon, lazim bagi penyair menorehkan puisi,
balada, dan soneta terkait para ksatria dan pahlawan yang berperang; juga kisah-kisah para
raja yang berisi puja-puji dan hal-hal baik di sekitar mereka. Namun, zaman terus bergerak,
bentuk dan isi puisi pun berkembang seturut perubahan peradaban manusia. Maka tak perlu
heran, kalau di zaman kiwari ini, bentuk puisi sudah melampaui pakem awal yang
tertorehkan di kertas dengan sejumlah aturan-aturannya. Pembaca dikenalkan dengan puisi
baru, seperti munculnya Insta-poet yang menjadi kekhasan zaman digital; dengan isinya
menyoal diri dan kembara cinta, dengan bait-bait yang biasanya mudah diinterpretasikan.
Kemunculan jenis puisi baru dengan kekhasan coraknya itu tak lantas menggeser
pakem puisi yang menahun telah ada. Bahwa bukan berarti penggalian tema-tema puisi hanya
bersumber langsung dari gambaran kontemporer semata. Bahwa bukan berarti, penerbitan
buku-buku puisi terhenti sebab medium penulisannya sudah bergeser ke laman digital.
Kekayaan medan penciptaan puisi terus terawat dengan adanya beberapa penulis yang tak
terjebak dalam trend dan bisa menyingkap sekat-sekat zaman. Satu dari penulis yang
menjajaki keberagaman tema menembus sekat zaman ini adalah Lailatul Kiptiyah. Di dalam
buku puisinya, Kata dan Batu (Divapress, 2023), Lailatul membentangkan hasil pengalaman
kedirian, pengamatan, dan proses artikulasi dirinya di masyarakat. Bahwa sebagaimana yang
disebut sebelumnya, Lailatul menjajaki medan penciptaan puisi yang tak hanya berasal dari
pengalaman langsungnya di zaman ini; tetapi juga, ia mengarahkan lensa kreatifnya ke
peristiwa yang terjadi bertahun-tahun lampau.
Lensa itu yang dipakai dalam penciptaan puisi yang dijadikan judul buku, yaitu Kata
dan Batu. Dari titingmasa di akhir bait, tampak puisi ini terinspirasi dari film Muhammad:
The Messenger of God (2015) karya Majid Majidi. Pembaca pun langsung tahu kalau puisi
ini menggambarkan kisah nabi Muhammad SAW kala mendapatkan wahyu pertamanya di
Gua Hira. Penanda peristiwa itu langsung disodorkan oleh Lailatul di bait pertamanya: Kata-
kata jatuh/ ke ceruk batu/ seorang lelaki dengan/ luka-luka mencintaimu//. Pembaca bisa
mengintepretasikan larik pertama sebagai wahyu, bahwa kata-kata merujuk ke pengetahuan,
sesuatu yang adiluhung dan mulia. Sementara di larik kedua, ke ceruk batu dapat dibaca
untuk merujuk ke situasi kala itu, ketika zaman masih dipenuhi keterbelakangan moral dan
nihil aturan agama. Dua larik itu menjadi gerbang dari kisah kala Rasul mendapatkan ayat
pertama dari malaikat Jibril berupa: Iqro (Bacalah).
Satu hal yang menarik, bahwa Lailatul menggambarkan peristiwa itu secara
kronologis. Ia membagi setiap babakan perjalanan dan menuangkannya dalam bait-bait yang
berbeda. Di bait ketiga, ia menggambarkan diri Rasul yang berlari dari kejaran orang Arab
yang hendak membinasakannya: Ia terus berlari/ dari pengejaran dari penyerbuan/ tiba di
suatu bukit sebuah gerbang/ membuka//. Upaya berlari itu lantas mengantarkannya ke muka
gua Hira, tempat mulia ketika ia bertemu dengan malaikat Jibril. Begitu sampai di dalam, tak
lupa, Lailatul menyimbolkan prosesi pemberian wahyu itu dengan dua larik yang sederhana:
Diulurkannya dengan patuh/ sebuah kata//. Diksi patuh dianalogikan sebagai tindakan
malaikat Jibril yang menuruti perintah Allah SWT, adapun sebuah kata tentu,
diinterpretasikan sebagai wahyu berupa ayat pertama Al-Qur’an.
Penggambaran peristiwa itu lantas dipungkasi dengan dua larik di bait terakhir: Lalu
Jibril menuntunnya,/ melewati cahaya yang pertama//. Babakan proses penerimaan wahyu
Rasul itu digambarkan secara runtut, jelas, dan memikat. Kepiawaian Lailatul pun dapat kita
lihat, bahwa ia memainkan larik demi larik puisinya dengan diksi-diksi yang minimal, tapi
memarcik imajinasi pembaca untuk jauh menginterpretasikannya. Kerap, puisinya tampak
seperti babakan kronologis, tapi juga ada beberapa puisi yang menawarkan sebuah lanskap
yang bisa dibayangkan. Kekayaan bentuk dan tema itu menjadi bukti kalau pengalaman,
pengamatan, dan proses artikulasi diri Lailatul sedemikian terbentuk dengan matang. Bahwa
puisi yang dibabarkan, yaitu Kata dan Batu, memanglah dijadikan judul buku; tapi bukan
berarti puisi ini menjadi yang utama. Kita bisa mendapati berbagai ragam amatan dan jejak
pengalaman penulis dari puisi-puisi lainnya. Semua puisi itu tampil tanpa sekat, tak ada
batasan yang menahan bentuk dan isinya. Dengan demikian, hal itu membebaskan pembaca
dalam kembara imajinasi selama proses pembacaannya.

Tentang Penulis
Wahid Kurniawan, penikmat buku, mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Teknokrat
Indonesia.

Akun media sosial : IG; @karaage_wahid


Nomor Telepon : 089631168911
Alamat : Sindang Rejo, RT/RW. 001/001, Desa Sinar Ogan, Kec. Tanjung Bintang, Kab.
Lampung Selatan.
No. Rekening : Mandiri; 114-00-1880552-6

Anda mungkin juga menyukai