Anda di halaman 1dari 47

Sastra Perjalanan

Hakikat Sastra Perjalanan


• Didasarkan pada pengalaman aktual penulis dan menekankan
pada objektivitas (Fussel 1987)
• Bukan cerita rekaan atau bersumber pada buku cerita
• Merupakan negosiasi antara self dan other
• Menegosiasikan kemiripan, kesamaan, perubahan, identitas
• Self?
Diri (sendiri)
Yang dimiliki
Ex: Kita – jika dibandingkan dengan mereka yang berbeda
dengan kita
• Others?
Liyan
Orang lain
Ex: Mereka – Jika dibandingkan dengan diri kita
Hakikat Studi Sastra
• Melihat fenomena yang ada di karya sastra
• Objek Material : Karya Sastra (Novel, buku cerita, cerpen,
puisi)
• Objek Formal: Konsep, perspektif, hal yang dicari/dilihat di
dalam objek material
TRAVEL WRITING
DARI WAKTU KE
WAKTU
MASA KUNO

• Perjalanan dilakukan untuk perang, melarikan diri,


menjelajahi laut, kunjungan religius, urursan administrasi
untuk menjaga kekuasaan di masa kuno
• Ex: The histories – Herodotus
• Yang ditulis berdasarkan pengalaman perjalanannya sendiri
• Sastra klasik: The Odyssey -- Heliodorus
MASA ABAD PERTENGAHAN

• Perjalanan dilakukan untuk melakukan pilgrim


• Ex: Canterbury Tales, Pilgrimafe of Egeria – Geoffrey
Chaucer
• Ditulis oleh dirinya sendiri yang telah melakukan pilgrimage
• Perjalanan juga dilakukan dengan alasan bisnis, perdagangan,
diplomat atau menemani suami yang melakukan perjalanan
dinas
• Ex: Travels of Marcopolo
AWAL MASA MODERN

• Terpengaruh oleh perjalanan Marcopolo dan Mandeville


• Perjalanan Chistroper Columbus mengawali cerita perjalanan
di era ini dengan penjelajahan Eropa dan Amerika
• Ex: Thomas Coryat – Coryat’s Crudities, Fynes Morison –
Itinerary
• Didasarkan pada pengalamannya (P.43)
• Fiksi: Thomas More – Utopia (1516)
• Tujuan travel writing mulai mendapat kritik
MASA ABAD 18

• Masa di mana cerita perjalanan dibaca untuk kepentingan intelektual


sekaligus untuk kesenangan
• Mulai muncul bentuk tulisan perjalanan lain, yaitu puisi dan novel
• Teknologi dan infrastruktur mulai berkembang dan semakin mendukung
praktek perjalanan
• Tujuan perjalanan: eksplorasi dan pariwisata
• Dipengaruhi oleh kehidupan keluarga kerajaan Inggris
• Ex: New Voyage Round the Word – William Dampier
• Pariwisata juga mulai menyentuh kelas menengah di era ini
• Ex: Journey to the Western Isles of Scotland – Samuel Johnson
• Menurut Fussel (P.51) Karya sastra imajinasi di era ini penuh
dengan cerita seorang hero yang terperangkap dalam
sebuah plot perjalanan
• Di era ini juga novel yang bertemakan perjalanan dengan
menceritakan petualangan tokoh dari kelas menengah,
seperti Humphrey (1771)
• Narasi eksplorasi yang bersifat kontemporer di masa ini
kemudian juga menjadi pengaruh bagi puisi-puisi Romantik ,
seperti Wordsworth’s Prelude (1805)
MASA VICTORIA DAN EDWARD,
1837 - 1914
• Salah satu bentuk sastra perjalanan yang penting di era imperialisme ini adalah narasi
eksploratif
• Imaginasi populer mulai muncul di era ini yang menganggap bahwa seorang penjelajah
dianggap sebagai lambang figur yang ideal di bawah imperialisme yang bersifat maskulin,
yaitu tingkatan tertinggi di bidang ilmu pengetahuan dan budaya kristiani
• Banyak penulis perjalanan di era ini yang menghadirkan penanaman emosi, sensitivitas dan
intelektual yang lebih tinggi dibandingkan pelancong yang lainnya
• Di era ini juga mulai muncul penulis perempuan yang berkontribusi pada sastra
perjalanan, seperti Isabella Bird, Marianne North, mary Kingsley yang melakukan
petualangan melapaui standar turis perempuan di era sebelumnya (ex: menemani
suaminya yang melakukan perjalanan)
• Bird dan Kingsley merupakan bagian dari Royal Geographical Society dan Anthropological
Society yang memberikan kontribusi sejarah etnografi.
• Di periode ini, tema tentang perjalanan dan penggambaran
orang dan tempat asing sering digunakan oleh para penulis
dengan genre imajinatif dan fiktif.
• Ex: Heart of Darkness (1902) oleh Joseph Conrad yang
mengkritik secara keras asumsi superioritas budaya dan moral
imperial Eropa
• Cerita perjalanan yang bersifat fiktif dan puitis di dalam sastra
perjalanan pada era ini tidak hanya menggambarkan isi saja,
tetapi juga gaya, bentuk dan perumpamaan yang ingin
disampaikan oleh penulis.
MASA 1914 - SEKARANG

• Di era ini muncul teknologi transportasi yang semakin


cepat, seperti kereta, mobil maupun pesawat yang juga
menghadirkan pengalaman yang berbeda dengan era yang
sebelumnya dan semakin banyak orang yang melakukan
perjalanan.
• Tahun 1930an menjadi masa kejayaan sastra perjalanan,
terutama di daerah Britania yang menceritakan perjalanan di
masa Perang Dunia
• Sastra dan jurnal perjalanan terus berkembang di abad 20 yang kemudian
memunculkan cabang lain dari genre sastra perjalanan ini, yaitu narasi
eksplorasi ilmiah.
• Ex: The Worst Journey in The World (1922) yaitu deskripsi dari Robert Falcon
yang menceritakan ekpedisi Antartika di tahun 1910-13
• Di era ini juga mulai muncul kritik terhadap sastra perjalanan yang didominasi
oleh barat ke timur dengan munculnya Orientalisme dari Edward Said
• Said mengkritisi penggambaran ‘middle’ dan ‘far’ yang ditujukan pada timur yang
muncul di tulisan-tulisan barat
• Sastra perjalanan terus berkembang dalam berbagai bentuk dengan media dan
pola yang baru
Reporting the world

Saat objektivitas dan


subjektivitas beradu
Travel writing : reporting the world
• Tujuan utamanya  membawa sebuah berita dari dunia yang luas
dan menyebarkan informasi tentang orang-orang dan tempat yang
belum dikenal.
• Ketika gambaran sebuah dunia dituliskan, ia mengalami perubahan
dari pengalaman perjalanan menjadi teks perjalanan sehingga akurasi
dan objektivitas memberikan pengaruh pada penggambaran tempat
tersebut sehingga jauh dari realitas yang kompleks. Secara esensial,
catatan perjalan merupakan fiksi dari representasi yang faktual
(Thompson, 2011: 63).
• Dalam tulisan objektif, seseorang akan mengambil jarak dengan dunia
yang diamatinya. Sebaliknya, dalam pengamatan subjektif keintiman
dan keterlibatan seseorang justru dapat memberikan detil-detil yang
tidak dijumpai dalam tulisan objektif (Mashlihatin, 2015).
• Sastra perjalanan akan mendistorsi dunia dan menjelma ke dalam
pandangan pengarang. Oleh sebab itu penggambaran dunia melalui
kacamata seorang pelancong cenderung memiliki dua kutub
berlawanan, yakni penggambaran objektif dan subjektif sekaligus.
• Objektivitas tampak dalam penyajian informasi yang dipersepsi oleh
inderawi visual dan auditori.
• Subjektifitas narasi perjalanan tersaji dalam hal-hal yang
mengindikasikan keterlibatan diri, respon-respon emosional, serta
penilaian pengarang (Das, 2019).
• Strategi objektif mensyaratkan keberjarakan dan objektif menuntut
keintiman penulis (Thompson, 2011).
• Objektivitas menjadi prinsip utama dalam subgenre ini.
Sebab, selain hendak meyakinkan pembaca, sastra perjalanan
ingin menegaskan jika realitas yang diacunya adalah realitas
yang berasal dari lokus serta budaya konkret bukan fiksi atau
fabrikasi semata.
• Hal ini yang lantas membedakan dan menjadi kekhasan sastra
perjalanan berbanding subgenre sastra lain, seperti novel
sejarah, novel biografi, dan sebagainya.
Ex:
“Comme j’avais décrit les différentes villes d’Europe où ils se déroulent en
faissant appel à ma mémoire et de loin, j’ai voulu mettre à l’épreuve la
fidélité de souvenirs vieux de Presque vingt ans, et j’ai fait un rapide voyage
de reconnaissance à Barcelone, Genève, Rome, et Paris.” (p . 10 -11)
• Márquez mengungkapkan secara eksplisit motif penulisan cerita-cerita
yang terkumpul dalam Douze Contes Vagabonds (1992), yakni berdasarkan
perjalanannya ke Eropa selang dua puluh tahun silam. Oleh sebab itu,
untuk menguji sekaligus membuktikan ingatannya masih bagus, serta karya
yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan pengalamannya, Márquez
memutuskan untuk melakukan perjalanan ke beberapa tempat di Eropa,
seperti Paris, Barcelona, Jenewa, dan Roma. Namun dalam perjalanan
kedua, pengarang justru menemukan semua keadaan Eropa telah berubah.
Kontras dengan yang ia temui dua puluh tahun silam. Hal ini menunjukkan
jika penulis (self) telah menemukan bentuk liyan (other)dari dirinya.
Perbedaan ini tidak hanya terjadi karena perjalanan yang bersifat fisik saja,
tetapi juga perjalanan waktu yang membawanya ke tempat yang sama,
tetapi dengan keadaan yang berbeda.
“Lors de son premier séjour à Genève le lac était diaphane et serein, les
mouettes, paisibles, venaient picorer dans sa main et les filles de joie
paraissent des sylphides de six heures du soir avec leurs volants
d’organdi et leurs ombrelles en soie. À présent, aussi loin que portait sa
vue, la seule femme accessible était une marchande de fleures sur le
quai désert” (p. 13)
• Dalam narasi tersebut tampak jika pengarang hendak
menggambarkan keadaan orang-orang dan budaya dari tempat yang
dikunjungi. Kemudian pengarang membandingkannya dengan sensasi
yang ia miliki sebelumnya, yaitu kenangan tentang Jenewa dua puluh
tahun silam. Jarak temporal tersebut tidak hanya menimbulkan kesan
keterasingan, tetapi juga jarak dan kemuraman yang berhasil
diciptakan oleh pengarang.
“Sur le pont du Mont-Blanc, l’on baissait en toute hâte les drapeaux de
la Confédération pris de folie dans la bourrasque, et l’élégant jet d’eau
couronné d’émbruns s’éteignit plus tôt que de coutume. Le président ne
reconnut pas son café habituel sur le quai car on avait relevé l’auvent
de toile verte et fermé le terrasse estivales bordées de fleurs.” (p. 15)

• Kutipan tersebut menunjukkan bagaimana pengarang menjelaskan


keadaan tempat yang ia kunjungi yaitu jembatan Mont-Blanc yang di
atasnya dipasang bendera konfederasi Swiss. Selain itu, dijelaskan
bahwa Presiden tidak mengenali kafé yang biasanya ada di dermaga
karena ada tenda hijau dan teras musim panas yang dipenuhi
bunga telah ditutup. Hal ini menunjukkan bahwa tempat yang
dia kunjungi kini telah berbeda dengan apa yang dilihat oleh
pengarang 20 tahun yang lalu.
Revealing The Self
Meneguhkan Identitas Diri
Travel Writing
 Segala catatan yang merekam pertemuan antara
diri (self) dan yang lain (other), dan negosiasi-
negosiasi atas perbedaan atau persamaan yang
melingkupinya, sehingga sangat dimungkinkan
traveller bertemu penduduk setempat atau hal-
hal lainnya di tengah jalan.
 Subjektivitas
narator telah tampak dalam
penggambaran penjelajahan dan pelaporan
dunia.
 Naratormengikutsertakan dirinya dalam
memandang situasi, keadaan, kondisi dunia
tempat ia berada dengan banyak
mengomentari apa yang dilihatnya dalam
perjalanan – menggunakan perumpamaan
atau majas
 Thompson menegaskan jika sastra perjalanan tidak
hanya menyajikan laporan perjalanan dengan polos,
padat, dan ringkas seperti yang dilakukan Addison
dalam Remarks on Saveral Part of Italy (1705). Sastra
perjalanan juga melakukan penilaian atas pengalaman
hidupnya serta pelbagai hal yang dirasakan agar narasi
yang dituliskan lebih ekspresif dan estetis. Thompson
menyebut A Tramp Abroad (1880) yang ditulis Mark
Twain telah menandai perubahan strategi dalam
penulisan jenis ini.
Ex: penggunaan sudut pandang ‘I’ dalam tulisan
Twain ini tidak hanya memberikan informasi
yang didapatkan selama perjalanan, tetapi juga
memberikan pengalaman hidup personal
selama perjalanan tersebut (P.109)
 Dalam sastra perjalanan pembaca disuguhkan informasi tentang
kebudayaan di luar dirinya, juga interaksi antara self dengan other
 Untuk membangun gambaran hasrat diri, pengarang biasanya
menggunakan sebuah cara diskriminatif yang menganggap tempat yang
dikunjungi, budaya yang dijumpai, serta individu saat mereka
berinteraksi sebagai “others”.
 Untuk merepresentasikan yang lain, travel writer menjadikan mereka
sebagai proyek formasi identitas dan kemajuan terhadap diri mereka
sendiri (Edwards & Graulund, 2011; Holland & Huggan, 1998; Lindsay,
2015; Lisle, 2006; Pratt, 2008)
Ex : “Ni les unes ni les autres n’avaient plus rien à voir avec le souvenir
que j’en avais. Toutes, de même que toute l’Europe aujourd’hui, étaient
rendues étranges par une surprenante inversion: les souvenirs réels me
paraissaient des fantômes de la mémoire tandis que les faux souvenirs
étaient si convaincants qu’ils avaient supplanté la réalité:” (p. 11)
Dalam perjalanan kedua, pengarang justru menemukan semua keadaan
Eropa telah berubah. Kontras dengan yang ia temui dua puluh tahun silam.
Hal ini menunjukkan jika penulis (self) telah menemukan bentuk liyan
(other) dari dirinya. Pengarang menunjukkan bahwa merasa asing dengan
tempat yang ia kunjungi saat itu. Hal ini diungkapkan dengan perumpaan
yang digunakan.
Representing the other
Menunjukkan Liyan (Yang Lain)
 Istilah‘other’  travel writing bentuk identifikasi
perbedaan antara satu budaya dengan budaya yang
lainnya  Inferioritas.
 Isuini lebih lanjut berhubungan dengan kajian
pascakolonial terutama Orientalisme, Edward Said
(Thompson, 2011: 132-134).
 Didalam travel writing terkadang terdapat unsur
wacana pascakolonial yang merepresentasikan penulis
karena travel writing juga merupakan cabang dari
kajian pascakolonialisme.
 Thompson (2011: 163) ...all travelwriting produced
from the late 1960s onward is ‘
postcolonial’,whatever the cultural or ethnic
heritage of the traveller.

 Label ini diberikan kepada para penulis tersebut


karena penulisan catatan perjalanan mereka memiliki
semacam karakteristik yang membedakannya dari
tulisan penulis berkulit putih yang imperialistik dan
eksploitatif.
 Ada tiga karakteristik penulis perjalanan
poskolonial.
- Catatan perjalanan penulis poskolonial berupaya
menentang stereotipe dan sikap Barat terhadap
budaya atau tempat lain;
- Perluasan sudut pandang, sejarah, dan hubungan
antarbudaya yang kerap diabaikan oleh penulis
Barat;
- Beberapa penulis perjalanan poskolonial tidak
menentang asumsi dan stereotip Barat
(Membenarkan asumsi) (Thompson, 2011:164- 165)
 Jika dikaitkan dengan wacana poskolonial, terdapat dua pengelompokan
yang harus dipahami sehubungan dengan sastra perjalanan.
 Pertama, tulisan yang dibuat oleh orang-orang dari wilayah
penjajah(Barat)
 Kedua, tulisan yang dibuat oleh orang-orang dari wilayah yang dijajah
(Timur)
 Contoh dari kajian pada kelompok pertama tampak dalam kajian yang
dilakukan Lisle (2006) dalam The Global Politics of Contemporary Travel
Writing.
 Pada tulisannya tersebut ditemukan bahwa sastra perjalanan turut
berpartisipasi dalam menyebarkan dan memuluskan tujuan imperialisme
dengan menekankan gagasan berbagai ketidaksetaraan dan melegitimasi
relasi-relasi eksploitatif yang tercipta karena sistem kolonial.
Dalam travel writing yang ditulis orang-orang dari
wilayah yang dikoloni biasanya akan ditemukan
strategi manipulasi terhadap teks dalam rangka
menyusun kembali, mensubversi dan menulis
kembali bentuk-bentuk imperialisme. Sehingga
mereka berada pada dua kaki antara bentuk yang
dipengaruhi Barat sekaligus upaya subversi
atasnya (Akmal, 2014).
Contoh:

 Márquez juga menceritakan orang-orang yang ditemuainya ketika perjalanan


melalui tokoh Homero dan Lazara. Kedua tokoh ini juga merupakan pendatang
dari Amerika Latin, tepatnya Meksiko dan Puerto Rico yang memutuskan
tinggal di Eropa.
 Di sini dapat dilihat bahwa pengarang merepresentasikan liyan (others) bukan
hanya dalam sosok orang-orang Eropa sebagai penduduk setempat, melainkan
orang-orang yang serumpun dengannya, orang-orang Latin.
 Hal ini sesuai dengan konsep sastra perjalanan sebagai upaya untuk
menunjukkan superioritasnya. Seorang pengarang yang bermodus melancong
juga menggunakan orang-orang yang berasal dari kultur mereka sendiri.
 Meskipun dua tokoh tersebut menjadi bagian dari negara Eropa dengan
bertempat tinggal di sana, hal ini tidak menjadikan posisi mereka sama
dengan Eropa. Hal ini tampak ketika dua tokoh itu dimunculkan oleh
pengarang sebagai keluarga yang miskin.

 “il l’avait vu acheter un pardessus de semi-saison à col de faux vison, non pas
dans les boutiques illumines de la rue Rhône où les émirs de passage faisaient
leur courses mais au marché aux puces.” (p. 24)

(ia (Le Président) melihatnya membeli mantel semi-musim kerah berbulu palsu,
bukan di toko-toko yang menerangi jalan Rhône mana para emir (bangsawan)
berbelanja, tetapi di pasar loak)
Gender dan
Seksualitas Perdebatan tentang identitas laki-laki

dalam Travel
dan perempuan dalam tulisan

Writng
Kapan perempuan berperan dalam tulisan
(perjalanan)?

Tulisan perjalanan yang dibuat oleh


perempuan mucul sejak akhir abad 17
sampai awal abad 18.
Tulisan ini bersifat naratif atau autobiografi
spiritual.
Ex: Sovereignity and Goodnes of God
oleh Mary Rowlandson
Mengapa tulisan perjalanan mulai
muncul?
Sejak tahun 1970an para feminis
mereformulasi hakikat tulisan perjalanan
yang dibuat oleh kaum perempuan.
Hal ini bertujuan untuk melawan asumsi atau
stereotip bahwa tulisan perjalanan
merupakan ‘wilayah’ maskulin.
Ex: Paul Fussel – Abroad: British Literary
Travelling Between the Wars (1980)
- Mary Morris merupakan salah satu penulis yang
menyuarakan tentang karakteristik tulisan perjalanan
oleh perempuan.
- Melalui karyanya Virago Book of Women Travellers
(1994) Morris menyatakan bahwa perempuan
menuliskan perjalanannya dengan cara yang berbeda
dengan laki-laki. Tulisan perjalanan yang ditulis oleh
perempuan bersifat ‘feminin’
- Morris menekankan pada ‘inner landscape’ dan
‘writers’s own inner working’
- Jane Robinson (1990:xiv) mengatakan bahwa tulisan
perjalanan laki-laki fokus pada what dan where,
sedangkan perempuan fokus pada how dan why
Dalam perkembangannya, cerita perjalanan
mempunyai banyak perubahan, khususnya
dalam hal gender penulisnya. Pada awalnya,
travel writer didominasi oleh kaum maskulin
hingga saat penulis feminin mulai muncul
pada periode Victorian dan Edwardian
(Thompson, 2011: 52).
 Perbedaan ini dapat dilihat sebagai sebuah startegi
tersendiri bagi penulis; upaya untuk mengksplorasi apa
yang ditemui, dirasakan kemudian tanggapannya
terhadap objek ceritanya.
 Sarah Mills melihat fenomena ini sebagai sebuah
gambaran tentang kuatnya wacana orientalisme,
khususnya pada penulisan pria, yang cenderung
mengeneralisasi objek yang ditemui dengan
mengatakan satu ciri itu mewakili rasnya. Adapun
penulis wanita lebih melakukan spesifikasi bahwa yang
dideskripsikan itu hanyalah satu individu (2011:191).
Maskulinitas dan tulisan perjalanan

Stereotip yang muncul:


Pelancong laki-laki – keseriusan intelektual
Pelancong perempuan – kedangkalan
intelektual dan sembrono
Hal ini muncul karena wacana yang
terbentuk selama ini bahwa laki-laki lebih
superior dibandingkan perempuan
Gender dan maskulinitas

 Gender – indentitas seksual yang terbentuk oleh konstruksi


sosial atau budaya (bukan secara biologis)
 Maskulinitas – bukan laki-lakinya, tapi nilai-nilainya
 Hegemonic masculinities
 - Laki-laki heteroseksual sebagai tingkat paling atas
 - laki- laki homoseksual, transeksual sebagai subordinat

  Maka dari itu, tulisan yang maskulin pun juga tidak


terlepas dari pembedaan gender dalam tingkatan
konteks heteronormatif
Woman traveller dan kolonialisme

Menurut Mills setidaknya terdapat tiga


diskursus utama yang dituntut pada
penulis cerita perjalanan perempuan
periode kolonial:
- wacana genre travel writing;
- wacana kolonialisme dan imperialism;
- wacana feminine (Mills 1991:72)
 - Selama periode imperialisme, wacana gender tidak
hanya menciptakan dikotomi antara maskulin dan
feminin dalam kerangka superior dan inferior, melainkan
juga membagi ruang bias gender; perempuan/home
(domestic sphere) dan laki-laki/away (public sphere)
(Mills, 1991:3; Lisle, 2006:70; Blunt 1999:94; Smethurst
2009:8; Bassnett 2002:225; Smith 2001:8; Thompson
2011:9).
 - Defenisi travel writing yakni sebagai produk
kebudayaan yang lahir dari aktivitas perjalanan
mendokumentasikan segala negosiasi yang muncul dari
pertemuan antara self dan other: persamaan dan
perbedaan, serta kebudayaan dimana self berasal dan
atau berada (Thompson, 2011: 10).
Women travellers, it was pointed out, necessarily
stood in an ambiguous relation to the colonial or
expansionist projects pursued by their nations, being
simultaneously ‘colonized by gender, but colonizers
by race (Thompson, 2011:191).
Asumsi yang muncul di atas berdasarkan pemikiran
bahwa para penjelajah wanita berada di dalam
situasi yang ambigu; pada satu sisi mereka (wanita)
secara gender adalah kelompok yang dijajah, di sisi
lain, aspek ras, mereka adalah kelompok yang
menjajah.

Anda mungkin juga menyukai