Anda di halaman 1dari 6

MENGULIK KEMBALI PENGERTIAN SASTRA

Indra Tjahyadi
Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca
Marga, Jalan Yos Sudarso No.107, Krajan, Pabean, Dringu, Probolinggo, Jawa Timur
67271. Telp: (0335) 422715. Pos-el: indratjahyadi@upm.ac.id

PENDAHULUAN
Artikel ini memfokuskan kajiannya pada pengertian sastra. Dalam mengkaji
pengertian sastra, artikel ini tidak saja melakukan penyelidikan makna kata sastra
secara etimologi atau leksikologi, tetapi juga melakukan pemeriksaan secara
mendalam atas pengertian sastra yang diberikan oleh ahli sastra. Tujuan penulisan
artikel ini adalah agar pembaca mendapatkan pengetahuan yang mendalam
mengenai pengertian sastra.

PEMBAHASAN
Pengertian Sastra dalam Tataran Etimologi dan Leksikologi
Sastra, atau yang dalam bahasa Inggris disebut literature, merupakan
sebuah nama yang disematkan kepada hasil kerja kreatif manusia dengan
menggunakan bahasa sebagai bahan penciptaannya. Secara etimologi, kata sastra
dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dalam bahasa Sansekerta yang
merupakan kata gabungan dari kata sas, yang memiliki arti mengarahkan,
mengajarkan dan memberi petunjuk, dan kata akhiran tra yang biasanya
digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana. Maka, kata sastra, apabila diulik
berdasarkan arti katanya secara etimologi, dapat diartikan sebagai alat untuk
mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Pengartian tersebut menyiratkan
makna bahwa apa yang disebut sastra tidak lain dan tidak bukan adalah alat yang
berfungsi untuk mendidik, atau memberikan pengetahuan pada pembacanya
(Teeuw, 2013).
Namun, dalam perkembangannya di dalam bahasa Indonesia, kata tersebut
telah mengalami perubahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(https://kbbi.kemdikbud.go.id) kata sastra tidak lagi digunakan sebagai kata yang
berfungsi untuk menandai berbagai objek atau benda yang berbentuk atau bersifat
buku dan tulisan atau abjad secara umum, tetapi digunakan untuk merujuk atau
menandai pada sebuah objek atau benda yang di dalamnya terdapat manifestasi
kebahasaan (seperti kata-kata, gaya bahasa) yang bukan bahasa sehari-hari. Itu
memperlihatkan bahwa kata sastra dalam bahasa Indonesia telah mengalami
perubahan makna.
Hal serupa juga terjadi pada kata literature. Secara etimologi, kata tersebut
berasal dari kata dalam bahasa Latin litteratura yang sebenarnya tercipta dari
terjemahan kata grammatika (bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika
masing-masing berdasarkan kata littera” dan gramma yang berarti huruf (tulisan
atau letter) (Klarer, 2005: 1). Namun, dalam perkembangannya, kata tersebut
mengalami perubahan pemaknaan dalam bahasa Inggris. Dalam Cambridge
Dictionary (https://dictionary.cambridge.org) kata literature diartikan sebagai
written artistic works, especially those with a high and lasting artistic value (karya

1
tulis artistik, khususnya karya-karya tulis yang bernilai seni tinggi dan abadi).
Adapun Merriam-Webster Dictionary (https://www.merriam-webster.com/) kata
tersebut memiliki arti khusus writings having excellence of form or expression and
expressing ideas of permanent or universal interest (tulisan-tulisan yang memiliki
keunggulan bentuk atau ekspresi dan mengekspresikan gagasan yang bersifat
permanen atau universal).
Sampai di sini, kiranya, kita telah mendapatkan pemahaman mengenai
makna kata sastra atau literature dalam konteks etimologi (asal kata) dan leksikal.
Namun, untuk mendapatkan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam
mengenai sastra, kita juga harus mengulik atau menyelidiki pengertian sastra yang
diberikan oleh para ahli.

Pengertian Sastra Menurut Ahli


Secara umum, kata literature, dalam sejarah kesusastraan Inggris, telah
digunakan sejak abad 18. Kata ini digunakan untuk membedakan karya tulis yang
tidak memiliki nilai estetika dengan karya tulis yang memiliki nilai estetika
(Abrams dkk, 2012: 198). Menurut Luxemburg dkk (1989: 5), dalam tataran
definitive, sastra dipahami sebagai suatu ciptaan, sebuah kreasi, yang semata-mata
bukan sebuah imitasi atas kenyataan. Memang, kenyataan menjadi sumber ide
seorang sastrawan dalam menciptakan karya sastra. Namun, tidaklah berarti
seorang sastrawan sekedar menulis ulang kenyataan yang dihadapinya dalam
karya sastra ciptaannya. Dalam tindak penciptaan karya sastra, seorang sastrawan
juga mengungkapkan pendapat dan pikirannya terhadap sesuatu atau kenyataan
yang dihadapinya dengan terus melakukan memperhitungkan aspek keindahan
yang nantinya akan terdapat di dalam karya sastra yang diciptakannya. Oleh
karena itu, karya sastra bukanlah hasil karya tulis biasa. Aspek keindahan dan
aspek pikiran dan perasaan menjadikan karya sastra sebuah karya tulis yang unik,
karena memuat nilai-nilai personal dan estetis. Itu sebagaimana yang tampak pada
puisi Kubla Khan karya Samuel Taylor Coleridge berikut (poetryfoundation.org):
Or, a vision in a dream. A Fragment.

In Xanadu did Kubla Khan


A stately pleasure-dome decree:
Where Alph, the sacred river, ran
Through caverns measureless to man
Down to a sunless sea.
So twice five miles of fertile ground
With walls and towers were girdled round;
And there were gardens bright with sinuous rills,
Where blossomed many an incense-bearing tree;
And here were forests ancient as the hills,
Enfolding sunny spots of greenery.

But oh! that deep romantic chasm which slanted


Down the green hill athwart a cedarn cover!
A savage place! as holy and enchanted
As e’er beneath a waning moon was haunted

2
By woman wailing for her demon-lover!
And from this chasm, with ceaseless turmoil seething,
As if this earth in fast thick pants were breathing,
A mighty fountain momently was forced:
Amid whose swift half-intermitted burst
Huge fragments vaulted like rebounding hail,
Or chaffy grain beneath the thresher’s flail:
And mid these dancing rocks at once and ever
It flung up momently the sacred river.
Five miles meandering with a mazy motion
Through wood and dale the sacred river ran,
Then reached the caverns measureless to man,
And sank in tumult to a lifeless ocean;
And ’mid this tumult Kubla heard from far
Ancestral voices prophesying war!
The shadow of the dome of pleasure
Floated midway on the waves;
Where was heard the mingled measure
From the fountain and the caves.
It was a miracle of rare device,
A sunny pleasure-dome with caves of ice!

A damsel with a dulcimer


In a vision once I saw:
It was an Abyssinian maid
And on her dulcimer she played,
Singing of Mount Abora.
Could I revive within me
Her symphony and song,
To such a deep delight ’twould win me,
That with music loud and long,
I would build that dome in air,
That sunny dome! those caves of ice!
And all who heard should see them there,
And all should cry, Beware! Beware!
His flashing eyes, his floating hair!
Weave a circle round him thrice,
And close your eyes with holy dread
For he on honey-dew hath fed,
And drunk the milk of Paradise.

Samuel Taylor Coleridge (1772--1834) merupakan seorang penyair balada


liris yang sangat dihormati dalam kesusastraan Inggris. Bersama William
Wordsworth, Coleridge dikenal sebagai pelopor gerakan sastra romantik dalam
sejarah kesusastraan Inggris (poetryfoundation.org). Samuel Taylor Coleridge
dalam menciptakan karya sastranya yang berjenis puisi tersebut terinspirasi oleh
riwayat hidup seorang tokoh besar dalam sejarah dunia, Kubilai Khan. Dalam

3
sejarah dunia, Kubilai Khan merupakan seorang raja besar bangsa Mongol yang
berhasil menaklukan dunia yang hidup antara tahun 1260—1294
(Wikipedia.com). Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa puisi Kubla Khan
karya Coleridge tersebut merupakan tiruan atau imitasi mutlak atas kenyataan
tokoh Kubilai Khan. Dalam puisi tersebut, Kubilai Khan dihadirkan kembali dengan
memasukkan muatan pikiran dan perasaan Coleridge, sebagai seorang sastrawan,
terhadap Kubilai Khan, serta dengan mempertimbangkan efek keindahan bahasa
ungkap. Itu sebagaimana tampak pada kutipan larik berikut:
And all who heard should see them there,
And all should cry, Beware! Beware!
His flashing eyes, his floating hair!
Weave a circle round him thrice,
And close your eyes with holy dread
For he on honey-dew hath fed,
And drunk the milk of Paradise.

(Dan semua yang mendengar akan melihat mereka di sana,


Dan semua harus menangis, Waspadalah! Waspadalah!
Matanya yang bercahaya, rambutnya yang mengapung!
Menenun lingkaran di sekelilingnya tiga kali,
Dan menutup matamu dengan rasa takut
Karena ia yang diberi makan madu-embun,
Dan meminum susu Surga.)

Sifat sastra yang mengandaikan adanya pengolahan atas kenyataan sebagai


sumber ide yang dilakukan oleh seorang sastrawan juga dapat dilihat pada puisi
Jendral Lu Shun karya Subagio Sastrowardoyo:
Jenderal Lu Shun kewalahan. Ia tidak dapat menyelesaikan
puisinya. Ia baru menulis dua dari empat baris pantun Cina, tetapi
fantasinya seperti tersekat dalam kata-kata kosong tak berarti.
Maka ia keluar dari tendanya dan memerintahkan perwiranya
mengumpulkan bala tentaranya."Kita serang dusun itu di lembah dan
bunuh penduduknya."
Perwira itu masih mencoba mengingatkannya:"Tetapi Jenderal,
ini malam hari dan orang tak boleh berperang waktu musuh sedang
tidur. Hanya perampok dan pengecut yang menyerang musuh di malam
hari."
"Aku butuhkan ilham," seru Jenderal Lu Shun, "dan aku tak
peduli apa siang atau malam. Aku butuhkan kebengisan untuk menulis
puisi."
Kemudian ia naik kudanya yang beringas dan mendahului
pasukan-pasukannya menyerbu ke lembah. Diayunkan pedang dan
dicincang penduduk dusun yang tidak berjaga, sehingga puluhan laki-
laki, perempuan dan anak-anak terbunuh oleh tangannya. Ia sungguh
menikmati perbuatan itu, dan sehabis melihat dengan gairah darah
mengalir dan tubuh bergelimpangan di sekelilingnya, ia kembali ke

4
tendanya. "Jangan aku diusik sementara ini," pesannya kepada seluruh
bala tentaranya.
Di dalam keheningan malam ia kemudian menulis puisinya. Ia
menulis tentang langit dan mega, tentang pohon bambu yang
merenung di pinggir telaga. Burung bangau putih mengepakkan
sayapnya sesekali di tengah alam yang sunyi. Suasana hening itu
melambangkan cintanya kepada seorang putri dan rindunya kepada
dewa yang bersemayam di atas batu karang yang tinggi.
Itu semua ditulis dalam pantun Cina yang empat baris
panjangnya.

Puisi tersebut merupakan puisi karya seorang penyair (Inggris, poet)


Indonesia yang terkenal, Subagio Sastrowardoyo (1924—1996). Puisi tersebut
diciptakan oleh Subagio Sastrowardoyo berdasarkan kisah Jendral Lu Shun dalam
sejarah dunia. Namun, dalam puisi tersebut, keberadaan Jendral Lu Shun telah
mengalami penciptaan kembali. Subagio Sastrowardoyo memasukkan unsur-unsur
pikiran dan perasaannya atas tokoh Jendral Lu Shun. Itu menyebabkan keberadaan
tokoh Lu Shun dalam puisi Subagio Sastrowardoyo dengan tokoh Jendral Lu Shun
dalam kenyataan sejarah dunia memiliki perbedaan. Lu Shun dalam puisi Subagio
Sastrowardoyo adalah Lu Shun yang dihadirkan melalui personalitas penulisnya.
Maka, tidaklah mengherankan apabila terdapat perbedaan antara Lu Shun dalam
sejarah dengan Lu Shun dalam puisi.

SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian
sastra tidak dapat hanya dipahami dalam tataran etimologi dan leksikologi.
Pemahaman mengenai pengertian sastra harus juga dilakukan dengan cara
memahami pengertian sastra yang diberikan para ahli. Ini disebabkan oleh adanya
pemaknaan yang lebih spesifik atau khusus mengenai sastra yang diberikan oleh
ahli sastra. Oleh karena itu, sastra bukanlah sekedar tulisan yang memiliki nilai
seni tinggi, tetapi sastra juga harus dipahami sebagai karya tulis yang bukan
imitasi kenyataa, melainkan sebuah karya cipta yang mengandung nilai personal
dan estetis. Dikatakan personal karena setiap karya sastra diciptakan oleh
sastrawan berdasarkan pikiran dan perasaannya, dan estetis karena karya sastra
memiliki nilai keindahan yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abrams, M.H., Geoffrey Galt Harpham. 2012. A Glossary of Literary Terms, 10th
Edition. Boston: Wadsworth.

Klarer, Mario. 2005. An Introduction to Literary Studies. London and New York:
Routledge.

Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, dan Willem G. Westseijn. 1985. Pengantar Ilmu

5
Sastra. Terj Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.

Internet
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/literature, “Literature”,
diakses pada tanggal 4 Maret 2020.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kubilai_Khan, “Kubilai Khan”, diakses pada tanggal


4 Maret 2020.

https://www.merriam-webster.com/dictionary/literature, “Literature”, diakses


pada tanggal 4 Maret 2020.

https://www.poetryfoundation.org/poems/43991/kubla-khan, “Kubla Khan” by


Samuel Taylor Coleridge, diakses pada tanggal 4 Maret 2020.

https://www.poetryfoundation.org/poets/samuel-taylor-coleridge, “Samuel
Taylor Coleridge”, diakses pada tanggal 4 Maret 2020.

https://www.sepenuhnya.com/2018/10/puisi-jenderal-lu-shun.html, “Jendral Lu
Shun karya Subagio Sastrowardoyo”, diakses pada tanggal 4 Maret 2020.

TUGAS INDIVIDU
A. Setelah membaca artikel di atas, jawablah pertanyaan berikut:
1. Jelaskan yang dimaksud dengan dengan sastra.
2. Jelaskan mengapa karya sastra berbeda dengan karya tulis ilmiah.
3. Jelaskan mengapa karya sastra bukan sekedar imitasi kenyataan.
4. Jelaskan mengapa karya sastra mengandung keindahan.
B. Jawaban ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris di atas kertas HVS
Folio bergaris, dilengkapi dengan nama dan nim mahasiswa di pojok kiri
atas.
C. Jawaban dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai