Anda di halaman 1dari 4

Nama : Vera Dwi Angraini

NIM : 5112421046
Rombel : R2 (Selasa 09.00)

Resume Jurnal
Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Nias Selatan Dan Perubahannya
Architecture Identification Of South Nias Traditional Houses And Its Transformations

Rumah tradisional Nias merupakan rumah adat yang terus mempertahankan eksistensinya.
Rumah tradisional Nias Selatan memiliki bentuk persegi pajang atau kotak, sedangkan pada Nias
Utara memiliki bentuk oval. Keduanya merupakan rumah panggung berbahan kayu yang dibangun
diatas tiang tiang besar dan banyak. Rumah tradisional Nias sendiri dikategorikan menjadi 2 jenis
yaitu Omo Sabua (rumah raja) dan Omo Hoda (rumah rakyat).
Bentuk arsitektur rumah trasidisional Nias sangat khas, yaitu:
1. Terdapat tiang penyangga miring (diagonal) di bagian bawah rumah
2. Bagian depan rumah terdapat jendela (lawa-lawa atau tuwu-tuwu) sebagai pencahayaan alam.
3. Ruang di dalam rumah terbagi atas ruang depan (tawölö) yaitu ruang tamu atau ruang keluarga
(bersifat publik), ruang belakang (föröma) yaitu ruang untuk tidur (bersifat privat), dan ruang
depan terdapat 3 tingkatan lantai (ahembatö, batö, dan dane-dane)
Bentuk arsitektur rumah tradisional Nias dapat beradaptasi dengan ancaman gempa dan
iklim di sekitarnya. Keunggulan ini terbukti ketika gempa berkekuatan 8,2 SR melanda Nias di
tahun 2005. Meski terdapat kerusakan, namun bangunan tersebut masih kokoh. Namun, faktor usia
yang mempengaruhi kondisi bangunan serta perkembangan zaman menuntut terjadinya perubahan
arsitektur, kondisi tersebut ditimbulkan oleh perubahan pola huni dan persepsi kebutuhan rumah.
Perubahan ini diharapkan tidak menghilangkan karakter dan eksistensi rumah tradisional Nias.

Terdapat berbagai perubahan dalam arsitektur rumah Nias. Yang mana perubahan tersebut
ditemukan melalui identifikasi terhadap 5 lokasi desa di Nias, yaitu:
1. Desa Hilisimaetano
Di desa ini terdapat sekitar 26 rumah tradisional bertipe Omo Hada (rumah rakyat) yang
disekitarnya sudah banyak tebangun rumah-rumah konvensional. Tidak ada perubahan begitu
banyak, bentuk rumah relatif sama dengan rumah lain dan kondisi bangunan cukup baik dan
terawat, meski komponen kayu tidak dicat/dipernis. Hanya sedikit kayu pada dinding yang mulai
keropos. Jenis kayu yang digunakan yaitu kayu Afoa (berwarna terang) dan Berua (berwarna
gelap/hitam). Atap sudah menggunakan seng multiroof. Struktur bangunan terbuat dari rangka
kayu dengan sambungan/sistem pasak dan pondasi dengan sistem umpak dengan alas batu. Pada
bagian tiang bawah, ditunjang dengan struktur kolom miring/ diagonal. Pembagian ruang masih
sama. Sedangkan pada ruang belakang difungsikan sebagai ruang tidur. Terdapat penambahan
dapur dan kamar mandi berada di bawah di luar rumah inti. Bagian bawah/kolong rumah hanya
digunakan untuk tempat menyimpan barang-barang yang tidak terpakai.
2. Desa Orahili Fau
Memiliki 61 rumah yang merupakan Omo Hada. Rumah-rumah tersebut membentuk pola
memanjang berderet ruang depan dan ruang belakang yang saling berhadapan, dimana pada
bagian tengahnya terdapat ruang terbuka sebagai jalan dan ruang publik. Secara umum, bentuk
rumah relatif tipikal dengan rumah lainnya, masih memperlihatkan karakter khas arsitektur
tradisional Nias. Jarak dengan rumah di sampingnya sangat dekat, yaitu 1,17 meter (sisi
bertangga) dan 30 cm (sisi satunya). Kondisi bangunan baik dan dari segi struktur bangunan
relatif kokoh meski dengan tiang kayu yang usianya sudah tua. Tidak terlihat ada kayu yang
keropos atau mulai lapuk. Jenis kayu yang digunakan cukup beragam, antara lain kayu Afoa dan
Berua (untuk dinding dan rangka), kayu Siholi (lantai, tangga, dan pintu), serta kayu Hoya
(jendela).
Struktur bangunan dari rumah ini menggunakan rangka kayu dengan menggunakan
sambungan/ sistem pasak. Pondasi menggunakan sistem umpak dengan alas batu. Pada bagian
tiang bawah, juga terdapat struktur kolom miring/ diagonal, namun hanya pada bagian depan
rumah saja. Pembagian ruang menjadi ruang depan dan ruang belakang dan bentuk ruang depan
terdapat 3 tingkatan lantai dan tetap difungsikan sebagai ruang menerima tamu (bersifat
publik/terbuka). Pada ruang belakang terdapat dua kamar tidur, dan pada bagian tengah terdapat
dipan tempat tidur. Sementara bagian bawah/kolong rumah difungsikan untuk berjualan/warung.
2. Desa Bawomataluo
Merupakan salah satu desa adat terbesar yang terdapat di Nias Selatan. Yang terdirii dari
242 rumah. Di desa ini terdapat satu Omo Sebua, yang terletak di tengah-tengah desa. Secara
umum kondisi rumah-rumah di sana masih baik dan tetap mencirikan kekhasan arsitektur
bangunan tradisional Nias. Namun, kebanyakan atap rumah telah menggunakan seng. Selain itu,
banyak kayu yang lapuk dikarenakan usia bangunan yang sudah tua
Bentuk bangunan antara rumah rakyat dan rumah raja relatif sama. Perbedaannya terletak
pada dimensi/ukuran bangunan serta kompleksitas struktur, arsitektur, dan ornamen bangunan.
Terkait tangga/pintu masuk juga berbeda, dimana untuk rumah rakyat tangganya berada di
samping rumah, sementara untuk rumah raja tangganya berada di bagian tengah rumah (masuk
dari bawah rumah). Kondisi dari ketiga rumah tersebut secara umum relatif baik, dan ketiganya
masih dihuni. Namun pada beberapa bagian, terdapat kayu yang mulai lapuk. Pada rumah raja,
jenis kayu yang digunakan sangat bervariasi,diantaranya adalah kayu Kapini (untuk bato atau
tempat tidur), Simandalo, Afoa (dinding dan lantai), Manawadane, Berua (as panjang yang
melintang ke belakang), Maeula (tiang penyangga sampai ke atas), dan Siholi (reng atap).
Sedangkan untuk rumah rakyat, digunakan kayu Afoa, Siholi, dan Berua.
Struktur bangunan yaitu rangka kayu dengan menggunakan sambungan/sistem pasak dan
pondasi umpak dengan alas batu, ditunjang dengan struktur kolom miring/ diagonal. Pembagian
ruang untuk rumah rakyat dengan rumah raja relatif tipikal dan asli. Dimensi ruang depan
(terutama bagian ahembatö) rumah raja relatif besar karena difungsikan untuk berkumpul orang
banyak. Ruang belakang bersifat privat dan pada bagian bawah tidak ada perubahan fungsi ruang.
3. Desa Botohilitano
Desa ini masih memiliki beberapa yang merupakan omo hada. Kebanyakan atap rumah
telah menggunakan seng multiroof dan nampak adanya penambahan bangunan pada bagian
bawah/kolong rumah. Secara umum, bentuk rumah yang dipilih masih memperlihatkan karakter
khas arsitektur tradisional Nias, khususnya pada bagian rumah inti. Namun pada bagian
bawah/kolong rumah terdapat penambahan bangunan dengan pasangan bata (konvensional).
Struktur bangunan dari rangka kayu dengan menggunakan sambungan/sistem pasak, terutama
untuk struktur tengah dan atap. Pondasi menggunakan umpak dari batu, namun sudah tertimbun
oleh plesteran lantai. Kolom diagonal hanya tersisa pada bagian depan, sementara pada bagian
dalam rumah sudah dihilangkan. Pembagian ruang masih relatif asli. Pada ruang belakang, terdapat
satu kamar tidur tertutup dan dipan kayu sebagai ruang tidur. Selain itu, terdapat bangunan
tambahan seperti kamar tidur, ruang keluarga, ruang makan, dapur, kamar mandi, tempat jemuran.
4. Desa Hiliamaeta Niha
Di desa ini terdapat 90 rumah yang seluruhnya berjenis Omo Hada. Rumah-rumah tersebut
memanjang berderet yang saling berhadapan, yang bagian tengahnya terdapat ruang terbuka
sebagai jalan atau ruang publik. Kondisi rumah baik dan tetap mencirikan kekhasan arsitektur
bangunan tradisional Nias. Namun kebanyakan atap rumah telah menggunakan seng dan ada
penambahan bangunan pada bagian bawah/kolong dengan pasangan bata (konvensional) dan juga
pemotongan tiang/ kolom diagonal.
Struktur bangunan terbuat dari rangka kayu dengan sambungan/sistem pasak, terutama
untuk struktur tengah dan atap. Pondasi rumah menggunakan pondasi umpak dengan alas batu.
Sementara kolom diagonal hanya tersisa pada bagian depan dan telah dipotong sehingga tidak utuh,
sementara pada bagian dalam rumah sudah dihilangkan. Pembagian rumah relatif asli sesuai
pembagian rumah tradisional Nias. demikian juga dengan ruang belakang yang masih
mempertahankan dipan kayu. Pada bagian bawah/ kolong rumah terdapat penambahan ruang yang
difungsikan sebagai kamar tidur, ruang makan, dapur, dan kamar mandi.
Kondisi Eksisting Rumah Tradisional Nias
Berdasarkan identifikasi pada 5 (lima) lokasi tersebut, dapat dikatakan bahwa eksistensi
rumah tradisional Nias masih cukup kuat. Seluruh rumah masih memperlihatkan ciri atau
karakteristik arsitektur tradisional Nias, meskipun ada beberapa perubahan/modifikasi. Kondisi
rumah tradisional Nias Selatan masih relatif baik meski usia bangunan sangat tua. Sebagian besar
material kayu merupakan kayu asli yang belum pernah diganti. Hal ini memperlihatkan bahwa
pemilihan kayu berkualitas, seperti kayu Manawa Danö yang mampu menahan tekanan/ beban
vertikal yang besar, atau kayu afoa yang lebih memiliki resistensi terhadap panas api.
Struktur bangunan rumah relatif kuat dan kokoh, terbukti dengan masih berdirinya rumah-
rumah tradisional Nias meski diguncang oleh gempa pada tahun 2005. Rumah masih
mempertahankan sistem sambungan pasak dan pondasi umpak. Pembagian ruang khususnya
menjadi ruang depan dan ruang belakang dan bentuk ruang depan terdapat 3 tingkatan lantai yang
diartikan orang yang derajat/kedudukan/usia-nya lebih tinggi berhak duduk pada lantai yang lebih
atas. Pemisahan ruang didasarkan pada jenis kelamin, khususnya pada waktu tidur, dimana ruang
depan digunakan oleh penghuni laki-laki dan ruang belakang untuk perempuan. Secara umum,
rumah tradisional Nias tidak memiliki kamar tidur khusus yang bersifat tertutup.

Beberapa faktor yang mempengaruhi bertahannya eksistensi rumah tradisional Nias, yaitu:
1. Masyarakat setempat masih menghormati adat dan tradisi dari leluhurnya.
2. Struktur dan konstruksi yang kokoh dan berumur panjang, terbukti tahan terhadap gempa di
tahun 2005.
Namun terdapat beberapa komponen rumah yang telah termakan usia dan memerlukan perbaikan.
Terhambatnya perawatan dan perbaikan tersebut disebabkan oleh:
1. Tidak adanya/sulitnya mencari bahan kayu yang sesuai dengan kualitas kayu lama
2. Pembangunan rumah terikat oleh hukum adat dan tradisi, seperti pengorbanan hewan dan emas
pada masyarakat yang ingin mengembangkan rumah tradisional Nias.

Perubahan pada Rumah Tradisional Nias


Dari beberapa identifikasi ditemuakan berbagai perubahan yaitu:
1. Penggunaan seng/ multiroof yang menggantikan atap rumbia. Perubahan ini tidak berakibat
mengubah bentuk asli dari atap rumah nias
2. Penambahan kolong, di bagian bawah maupun belakang rumah yang kebanyakan menggunakan
konstruksi konvensional (struktur beton dan pasangan bata) untuk kamar mandi dan dapur. Hal
tersebut membuat pengurangan tiang diagonal maupun beberapa tiang/kolom vertikal karena
dianggap mengurangi keleluasaan ruang bawah. Padahal tiang vertikal maupun diagonal
memiliki fungsi secara struktur, sehingga pengurangan tiang tersebut berpotensi melemahkan
resistensi bangunan terhadap gempa. Demikian pula dengan penggunaan pasangan bata sebagai
dinding rumah bawah, karena hanya bertumpu pada kolom kayu eksisting, maka pada saat gempa
diprediksi akan mengalami kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai