Anda di halaman 1dari 54

BUKU INFORMASI

Modul 02

HUKUM DAN SISTEM


PERADILAN PIDANA
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1
A. TUJUAN UMUM 1
B. TUJUAN KHUSUS 1
BAB II. MENJELASKAN HUKUM PIDANA MATERIIL
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam
Menjelaskan Hukum Pidana Materiil 2
1. Teori dan Batas Berlakunya Hukum
Pidana 2
2. Definisi dan Ruang Lingkup Tindak Pidana 2
3. Asas Legalitas dan Hukum Pidana 4
4. Prinsip-Prinsip yang Terkandung dalam KUHP 5
5. Locus Delicti dan Tempus Delicti 5
6. Tindak Pidana (Delik) 6
7. Dasar Penghapus dan Peringan Pidana 8
8. Penafsiran dan Analogi dalam Hukum Pidana 9
9. Kausalitas 12
10. Unsur-unsur Tindak Pidana 14
11. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana 16
12. Gugurnya Wewenang Menuntut dan Menjalani Pidana 17
13. Percobaan Tindak Pidana 19
14. Penyertaan 23
15. Gabungan Tindak Pidana 25
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum Pidana
Materiil 27
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum Pidana
Materiil 27
BAB III. MENJELASKAN HUKUM PIDANA FORMIL 28
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum
Pidana Formil 28
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sistem Peradilan Pidana 28
2. Kerangka Hukum Sistem Peradilan Pidana 29
3. Tahapan Proses Peradilan Pidana 50
4. Kerja Sama dalam Sistem Peradilan Pidana 35
5. Masalah Pokok dalam Sistem Peradilan Pidana 35
6. Upaya Hukum dalam Proses Peradilan Pidana
(Studi Kasus) 38
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum
Pidana Formil 38
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum
Pidana Formil 38
DAFTAR REFERENSI 47
TENTANG PENULIS 50
DAFTAR ALAT DAN BAHAN 51
BAB I. PENDAHULUAN

A. TUJUAN UMUM

Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan diharapkan mampu menjelaskan


hukum dan sistem peradilan pidana.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, peserta mampu :

1. Menjelaskan tentang Hukum Pidana Materiil.


2. Menjelaskan tentang Hukum Pidana Formil.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 1


BAB II. HUKUM PIDANA MATERIIL

1. Teori dan Batas Berlakunya Hukum


Pidana

Batas berlakunya hukum pidana ber- bahwa pidana harus terbalaskan, sehingga
dasarkan waktu atau saat terjadinya perbu- pidana tidak bertujuan praktis seperti mem-
atan pidana diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP. perbaiki penjahat. Maka dari itu, tidak perlu
Sedangkan batas berlakunya hukum pidana ber- untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pi-
dasarkan tempat terjadinya perbuatan pidana dana, sebab setiap kejahatan harus berakibat
telah diatur dalam Pasal 2-9 KUHP (Moeljatno, dijatuhkan pidana kepada pelanggar.
2008: 42). 2. Teori relatif atau tujuan (doeltheorien). Teori
Kemudian jika ditinjau dari sudut negara ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban
terdapat dua pendirian. Pertama, Asas Teritorial dalam masyarakat sehingga tujuan utamanya
dimana perundang-undangan hukum pidana ber- adalah melakukan pencegahan sebelum ter-
laku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di jadinya kejahatan. Bentuk pencegahan yang
dalam suatu wilayah negara baik dilakukan oleh pertama disebut dengan prevensi umum,
warga negaranya sendiri maupun oleh orang yaitu pelaksanaan pidana dipertonton-
asing, prinsip ini banyak digunakan oleh negara- kan di tengah jalan agar masyarakat takut
negara di dunia, termasuk di Indonesia. Kedua, melakukan tindak pidana mengingat kejam-
Asas Personal. Yakni, perundang-undangan hu- nya hukuman yang didapatkan. Selanjutnya,
kum pidana berlaku bagi semua perbuatan pi- bentuk pencegahan yang disebut dengan
dana yang dilakukan oleh warga negara di mana preverensi khusus, yang bertujuan agar
saja, juga di luar wilayah negara. Contohnya ada- mencegah pelanggar mengulangi perbuatan-
lah negara Jerman yang menerapkannya secara nya atau mencegah bakal pelanggar melak-
terbatas, sebagaimana dalam Pasal 3 Strafge- sanakan perbuatan jahat yang direncanakan-
setzbuch diatur bahwa hukum pidana Jerman nya.
berlaku bagi perbuatan tiap-tiap warga negara 3. Teori gabungan (verenigingstheorien). Teori
Jerman, sepanjang di negara lain tersebut tidak ini mengolaborasikan antara teori pemba-
diancam pidana. lasan dan teori tujuan.

Ada tiga golongan utama dalam teori penjatuhan


pidana (Andi Hamzah, 2008: 31):
1. Teori absolut pembalasan (vergeldings theo-
rien), yang dianut oleh Immanuel Kant, Hegel,
Stahl, dan Leo Polak. Teori ini mengatakan

2 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


2. Definisi dan Ruang Lingkup Tindak Pi- Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hu-
dana kum Pidana adalah seperangkat kaidah yang
mengatur manusia untuk melakukan sesuatu
Makna dari Hukum Pidana memiliki yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi yang
arti lebih dari satu pengertian. Dalam modul ini, tegas. Hukum pidana sendiri terbagi menjadi
terdapat dua (2) definisi dari para ahli hukum dua, yakni materiil dan formil. Hukum Pidana
terkemuka. Pertama, menurut Prof. Moeljatno materiil adalah aturan tertulis yang memuat
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang dan apa
hukum yang berlaku di suatu negara yang me- yang boleh dilakukan. Sedangkan hukum pidana
ngadakan dasar dasar dan aturan untuk: formil adalah seperangkat aturan yang diguna-
kan untuk menegakkan dan melaksanakan hu-
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana kum pidana materiil.
yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi beru- 3. Asas Legalitas dan Hukum Pidana
pa pidana tertentu bagi barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut (Criminal Act, Asas legalitas (Principle of Legality) ter-
Hukum Pidana Materiil). maktub dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP bahwa
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa ke- tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum,
pada mereka yang telah melanggar larangan- kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi undang-undang yang telah ada terlebih dahulu
pidana sebagaimana yang telah diancamkan paripada perbuatannya itu sendiri (Geen feit is
(Criminal Liability, Hukum Pidana Materiil). strafbaar dan uit kracht van eene daaraan vooraf-
3. Menentukan dengan cara bagaimana penge- gegane wettelijke strafbepaling), hal ini berkaitan
naan pidana itu dapat dilaksanakan apabila dengan dasar pertanggungjawaban seseorang
ada orang yang disangka telah melanggar la- atas perbuatan yang telah dilakukannya (Crimi-
rangan tersebut (Criminal Procedure, Hukum nal Responsibility). Berdasarkan rumusan pasal
Acara Pidana). tersebut, diketahui terdapat tiga asas yang sangat
penting yaitu:
Kedua, menurut Prof. Pompe, hukum pi- 1. bahwa hukum pidana yang berlaku di In-
dana adalah semua aturan hukum yang menen- donesia itu merupakan suatu hukum yang
tukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang tertulis (Lex Scripta). Hal ini bermakna dua
seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamn- hal: pertama, tindak pidana itu haruslah
ya pidana itu (Jan Remmelink, 2003: 3). Ketiga, dirumuskan dalam suatu ketentuan pidana
menurut Van Hammel, bahwa hukum pidana yang jelas serta tidak multitafsir (Lex Cer-
adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan ta) me-nurut undang-undang atau produk
yang dianut oleh suatu negara dalam menye- kekuasaan legislatif. Kedua, bahwa ketentuan
lenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu pidana itu harus ada terlebih dahulu dari-
dengan melarang apa yang bertentangan dengan pada perbuatannya.
hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada 2. bahwa Undang-Undang Hukum Pidana yang
yang melanggar larangan-larangan tersebut. berlaku di Indonesia tidak dapat diberlaku-

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 3


kan secara surut. Intinya bahwa hukum pi- 4. Prinsip-Prinsip yang Terkandung
dana berlaku maju ke depan, bukan kembali dalam KUHP
ke belakang. Artinya, undang-undang terse-
but hanya dapat diberlakukan terhadap Suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang yang telah melakukan suatu per- manusia memiliki derajat yang berbeda. Pada
buatan yang terlarang oleh undang-undang dasarnya, segala perbuatan yang dilakukan oleh
pidana tersebut setelah Undang-Undang manusia, seperti melihat, menulis, mendegar dan
Hukum Pidana yang bersangkutan dinya- lain sebagainya merupakan perbuatan yang wajar
takan mulai diberlakukan. Sehingga apabila dan lazim dilakukan oleh manusia. Akan tetapi,
terdapat suatu tindak pidana pencurian yang tidak semua perbuatan yang dilakukan oleh ma-
terjadi pada tanggal 1 Januari 2017 sedang- nusia adalah perbuatan yang dapat diterima oleh
kan tanggal 10 Januari 2017 tindakan terse- suatu norma sosial yang hidup di masyarakat.
but baru dikategorikan tindakan pidana Misalnya melihat adalah perubatan yang wajar,
oleh suatu undang-undang, maka seseorang akan tetapi apabila yang dilihat adalah pekerjaan
tersebut tidak dapat dimintai pertanggung- teman pada saat ujian alias mencontek, maka
jawaban pidana sebab tindakan tersebut tindakan tersebut menurun derajatnya menjadi
tidak termasuk kategori pidana. Maka dari tindakan tercela. Perbuatan tercela dikatego-
itu, tindakan pidana pencurian tersebut baru rikan menjadi suatu tindak pidana apabila tin-
berlaku pada tanggal 10 Januari 2017 pasca- dakan tersebut melanggar norma hukum positif
undang-undang tersebut berlaku. sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP
3. bahwa penafsiran secara analogis itu tidak yang mengatur bahwa “Suatu perbuatan tidak da-
boleh dipergunakan dalam menafsirkan pat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perun-
Undang-Undang Hukum Pidana. Penafsiran dang-undangan pidana yang telah ada.”
analogi adalah membandingkan sesuatu Suatu perbuatan dapat dikatakan se-
yang hampir serupa, tapi sebenarnya tidak- bagai tindak pidana apabila telah memenuhi
lah sama. Penafsiran secara analogis dilarang dua unsur, yakni unsur subjektif dan objektif.
karena sangat berpotensi membuat suatu Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari
perbuatan yang semula tidak dinyatakan dalam diri pelaku. Artinya, seseorang dapat di-
secara tegas sebagai suatu tindak pidana minta pertanggungjawaban atau dipersalahkan
kemudian karenanya menjadi suatu tindak terhadap perbuatan yang bertentangan dengan
pidana. Hal ini akan menyebabkan suatu hukum. Asas hukum pidana menyatakan bahwa
ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Ka- tidak ada hukum kalau tidak ada kesalahan. Kes-
rena itu, masyarakat perlu mendapatkan alahan yang dimaksud adalah kesalahan yang di-
kepastian dari ketentuan-ketentuan yang akibatkan oleh kesengajaan (dolus) atau kealpaan
tertulis dalam undang-undang terkait mana (culpa).
perbu-atan yang terlarang dan perbuatan Sedangkan yang dimaksud dengan un-
yang tidak terlarang. Penafsiran secara ana- sur objektif adalah unsur yang berasal dari luar
logis dapat dilakukan sepanjang terjadi ke- pelaku yang terdiri dari:
kosongan dalam undang-undang (Leemte). a. Perbuatan manusia, dapat berupa perbuatan
aktif ataupun perbuatan pasif.
b. Akibat perbuatan manusia, dimana akibat

4 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


tersebut membahayakan atau merusak di luar negeri. Asas kebangsaan ini dianut
bahkan menghilangkan kepentingan-kepen- oleh Undang-Undang Pidana Indonesia yang
tingan yang dipertahankan oleh hukum, mi- diatur dalam Pasal 5 dan pasal 7 KUHP.
salnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak mi- c. Asas Perlindungan atau Nasionalitas Pasif.
lik, kehormatan, dan kebahagiaan. Menurut Asas ini berlakunya Undang-Un-
c. Keadaan-keadaan (circumstances), pada um- dang Hukum Pidana suatu negara tidak ber-
umnya keadaan tersebut dibedakan antara gantung pada tempat seorang pelaku telah
lain pada saat perbuatan dilakukan dan melakukan tindak pidananya, melainkan
keadaan setelah perbuatan dilakukan. pada kepentingan hukum yang telah men-
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hu- jadi sasaran tindak pidana tersebut. Dengan
kum. Sifat dapat dihukum berkenaan de- demikian, negara yang berwenang men-
ngan alasan-alasan yang membebaskan si jatuhkan pidana adalah negara yang menjadi
pelaku dari hukum. Adapun sikap melawan sasaran atau menerima akibat dari suatu
hukum adalah perbuatan itu bertentangan tindak pidana. Asas ini diatur dalam Pasal 4
dengan hukum, yakni berkenaan dengan dan 8 KUHP.
larangan atau perintah. d. Asas Persamaan atau Universalitas. Menurut
asas ini setiap negara mempunyai kewajiban
5. Locus Delicti dan Tempus Delicti untuk turut serta dalam usaha memelihara
kemanan dan ketertiban dunia dengan nega-
Teori Locus Delicti digunakan untuk ra-negara lain. Asas ini diatur dalam Pasal 4
mengetahui hukum pidana negara mana yang ayat 2, 438 dan 444 KUHP.
digunakan apakah hukum pidana Indonesia atau
hukum pidana negara lain, selain itu juga teori Teori Tempus Delicti sangat penting
ini penting untuk menentukan kejaksaan dan pe- dalam penerapan hukum pidana. Hal ini berkaitan
ngadilan mana yang berwenang untuk mengurus dengan:
suatu perkara (Kompetensi Relatif). Ketentuan a. Apakah suatu perbuatan sudah dilarang dan
mengenai Locus Delicti ini diatur dalam Pasal 2-8 diancam dengan pidana pada saat itu? (Pasal
KUHP. Dalam teori ini terdapat beberapa asas 1 KUHP).
yang berlaku, yakni: b. Apakah saat itu terdakwa sudah dapat di-
a. Asas Teritorial. Menurut asas ini berlakunya mintai pertanggungjawaban? (Pasal 44
Undang-Undang Hukum Pidana suatu ne- KUHP).
gara dapat dilihat dari tempat di mana suatu c. Apakah saat itu terdakwa sudah berumur
tindak pidana telah dilakukan, sepanjang 16 tahun? (Pasal 45 KUHP)
tempat tersebu terletak di dalam wilayah d. Kapan perubatan tersebut sebenarnya ter-
negara yang bersangkutan (Pasal 2, 3 dan 95 jadi?
KUHP).
b. Asas Kebangsaan, Personalitas, atau Nasio- Teori Tempus Delicti terdiri dari 4 variasi, yakni:
nalitas Aktif. Menurut asas ini berlakunya
Undang-Undang Hukum Pidana suatu nega- a Teori Perbuatan Fisik (de leer van de licha-
ra diberlakukan terhadap warga negaranya melijke daad), yang menyatakan bahwa wak-
di mana pun mereka berada, bahkan sampai

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 5


tu terjadinya tindak pidana adalah ketika pada diri si pelaku termasuk juga situasi batiniah
delik tersebut dilakukan oleh tersangka. si pelaku. Sedangkan yang dimaksud unsur ob-
b. Teori Bekerjanya Alat yang Digunakan (de jektif adalah unsur-unsur yang berhubungan de-
leer van het instrumen), yang menjelaskan ngan keadaan dan tindakan pidananya itu sendiri
mengenai kapan suatu alat yang digunakan (P.A.F Lamintang, 1990: 184).
untuk melakukan suatu tindak pidana be- Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak
kerja, misal racun dan bom. pidana itu adalah:
c. Teori Akibat (de leer van het gevolg), yang a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dollus
menjelaskan bahwa kapan terjadinya suatu dan culpa).
tindak pidana dilihat dari kapan timbul aki- b. Maksud atau voornemen pada suatu perco-
bat dari tindak pidana tersebut. baan atau voeging seperti yang dimaksud
d. Teori Waktu yang Jamak (de leer van de dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
meervoudige tijd), yang menjelaskan men- c. Macam-macam maksud atau oogmerk se-
genai kapan terjadinya tindak pidana ber- perti yang terdapat misalnya di dalam ke-
dasarkan perbuatan fisik dan akibat yang jahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pe-
ditimbulkan. merasan, pemalsuan, dan lain-lain.
d. Merencanakan terlebih dahulu atau
voorbedachte raad, misalnya kejahatan pem-
6. Tindak Pidana (Delik) bunuhan dengan rencana menurut Pasal
340 KUHP.
Istilah tindak pidana merupakan terje- e. Perasaan takut atau vress seperti yang ter-
mahan ke dalam bahasa Indonesia, yakni dari dapat dalam rumusan tindak pidana menu-
istilah dalam bahasa Belanda yang disebut se- rut Pasal 308 KUHP.
bagai “strafbaarfeit” atau “delik”. Istilah straf-
baarfeit menurut Moeljanto adalah perbuatan Kemudian untuk unsur-unsur objektif
yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan suatu tindak pidana adalah:
yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa a. Sifat melawan hukum atau wedderechterlijk-
pidana tertentu (Kansil dan Kansil, 2004: 54). heid.
Kemudian menurut Simons bahwa delik adalah b. Kualitas dari si pelaku dalam kaitannya de-
kelakuan yang diancam dengan pidana, yang ber- ngan jabatan yang diembannya pada saat
sifat melawan hukum, yang berhubungan dengan peristiwa pidana terjadi.
kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tin-
mampu bertanggung jawab. Maka dari itu, dari dak pidana dan akibat yang terjadi (P.A.F La-
pengertian di atas dapat ditarik suatu kesim- mintang, 1990: 184).
pulan bahwa sifat utama dari setiap tindak pi-
dana adalah terdapatnya sifat melawan hukum, Delik itu sendiri terdiri dari berbagai

sebab tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat macam jenis, berikut adalah beberapa di anta-

melanggar hukum. ranya (P.A.F Lamintang, 1990: 200):

Terdapat dua unsur dalam suatu tindak a. Kejahatan dan Pelanggaran. Kejahatan (re-

pidana, yakni unsur subjektif dan objektif. Un- chtdelicten) yang diatur dalam buku II KUHP

sur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat adalah perbuatan-perbuatan yang meski-

6 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


pun tidak ditentukan dalam undang-undang, Sementara delik commisionis per ommissionis
akibatnya tetap terasa bertentangan dengan commisa yaitu delik yang berupa pelang-
keadilan yang ada di masyarakat. Sedangkan garan terhadap larangan dalam undang-
pelanggaran (Wetsdelicten) adalah perbuatan undang, tetapi melakukannya dengan cara
yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tidak berbuat, contohnya adalah seorang
tindak pidana karena terdapat peraturan ibu yang membunuh anaknya dengan tidak
yang mengategorikan hal tersebut sebagai memberi susu (Pasal 338 KUHP).
suatu delik. e. Delik Tunggal dan Delik Berganda. Delik
b. Delik Formil dan Materiil. Delik formil tunggal dilakukan dengan perbuatan satu
menitikberatkan kepada perbuatan yang kali, atau delik-delik yang pelakunya sudah
dilarang oleh undang-undang, sehingga dapat dimintakan pertanggungjawaban de-
perwujudan delik ini dipandang telah me- ngan satu kali saja melakukan tindakan yang
menuhi unsur sejak perbuatan telah di- dilarang oleh undang-undang. Kemudian de-
lakukan. Contohnya pencurian (Pasal 362 lik berganda adalah delik yang baru merupa-
KUHP). Kemudian delik materiil menitik- kan delik, apabila telah dilakukan beberapa
beratkan kepada akibat yang tidak dike- kali perbuatan, contohnya adalah penada-
hendaki, sehingga delik ini dinyatakan sele- han sebagai kebiasaan (Pasal 481 KUHP).
sai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu f. Aflopende Delicten dan Voortdurende Delict-
telah terjadi, contohnya pembunuhan (Pasal en. Delik aflopende adalah delik-delik yang
338 KUHP). terdiri dari satu atau lebih tindakan untuk
c. Delik Dolus dan Culpa. Delik dolus adalah dapat dikatakan telah selesainya suatu tin-
delik yang memuat unsur-unsur kesenga- dak kejahatan, contohnya adalah Pasal 279
jaan, yang oleh pembuat undang-undang ayat (1) dan 453 KUHP. Selanjutnya adalah
dirumuskan melalui kalimat “dengan se- delik voortdurende adalah delik-delik yang
ngaja”, contohnya adalah pada Pasal 310 terdiri dari satu atau lebih tindakan untuk
dan 338 KUHP. Kemudian delik culpa ada- menimbulkan suatu keadaan yang berten-
lah delik yang memuat kealpaan sebagai tangan dengan suatu norma, contohnya ada-
salah satu unsurnya, yang oleh pembuat lah Pasal 124 ayat (2) angka 4, 228 dan 261
undang-undang dirumuskan melalui kalimat ayat (1) KUHP.
“dengan tidak sengaja atau karena kealpaan- g. Delik Aduan dan Delik Biasa. Delik aduan
nya”, contohnya adalah Pasal 360 KUHP. adalah delik yang hanya dapat dituntut ka-
d. Delik Commisionis, Delik Ommissionis, dan rena adanya pengaduan ataupun laporan
Delik Commissionis Per Ommisinis Commisa. dari pihak yang dirugikan, dalam hal ini ada-
Delik commisionis adalah delik yang berupa lah korban, misalnya adalah Pasal 284 KUHP
pelanggaran terhadap larangan-larangan di tentang Perzinahan. Sedangkan Delik Biasa
dalam undang-undang, contohnya adalah adalah delik yang dapat dituntut menurut
pencurian, penggelapan, dan penipuan. Ke- hukum meski tanpa adanya pengaduan ter-
mudian Delik ommisionis adalah delik yang lebih dahulu.
berupa pelanggaran terhadap perintah atau h. Delik Sederhana dan Delik Dikualifisir. De-
keharusan-keharusan menurut undang-un- lik sederhana adalah delik-delik dalam ben-
dang, contohnya adalah Pasal 522 KUHP. tuknya yang pokok telah dirumuskan dalam

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 7


undang-undang, misalnya adalah Pasal 362 tvaardigingsgronden adalah alasan yang bersifat
KUHP tentang Pencurian. Kemudian adalah objektif dan melekat pada perbuatannya atau
delik dikualifisir, yakni delik yang dalam ben- hal-hal lain di luar batin si pembuat. Itu artinya,
tuk pokok dan terdapat keadaan-keadaan tidak dipidanya seseorang, karena perbuatannya
yang memberatkan sehingga hukuman yang telah kehilangan sifat melawan hukum. Meski-
diancamkan menjadi diperberat, contohnya pun faktanya perbuatan oleh seseorang telah
adalah Pasal 365 KUHP tentang Pencurian memenuhi unsur tindak pidana, apabila sifat
dengan Penganiayaan. melawan hukum pada perbuatan itu telah ter-
hapus, maka si pelaku tidak dapat dipidana. Dari
7. Dasar Penghapus dan Peringan perspektif putusan hakim, apabila tidak ada sifat
Pidana melawan hukum dalam perbuatannya maka akan
dibuat putusan bebas (vrijspraak).
Dasar penghapus pidana sangat perlu Adapun yang termasuk dalam dasar
dipahami oleh seorang hakim, dan dijadikan ins- pemaaf adalah sebagai berikut:
trumen pelindung untuk terdakwa dari ancaman a. Ketidakmampuan bertanggung jawab yang
hukuman. Dasar penghapus itu sendiri apabila diatur dalam Pasal 44 KUHP. Dalam hal ini
pelaku atau terdakwa sudah memenuhi semua ketidakcakapan tersebut terjadi karena dua
unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam per- hal, yakni adanya pertumbuhan yang tidak
aturan. Akan tetapi, tidak dipidana karena be- sempurna dari akalnya dan adanya kondisi
berapa alasan yang dapat menyebabkan pelaku kecacatan jiwa karena penyakit.
tindak pidana dikecualikan dari penjatuhan b. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas
sanksi pidana. Itu artinya, dasar penghapus pi- (overmacht) yang diatur dalam Pasal 48
dana adalah alasan-alasan yang memungkinkan KUHP. Menurut MvT terjadi karena ter-
orang yang telah melakukan rumusan delik, dapat penyebab yang datang dari luar dan
untuk tidak dipidana karena kewenangan yang membuat suatu tindak pidana tidak dapat
diberikan undang-undang kepada hakim. Secara dipertanggungjawabkan kepada pelakunya.
garis besar, dasar penghapus pidana terbagi men- Dalam overmacht harus diperhatikan asas
jadi dua yakni dasar pembenar dan dasar pemaaf. subsidaritas dan proporsionalitas.
Dasar pemaaf atau schulduitsluitings- c. Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
gronden adalah alasan yang bersifat subjektif dengan iktikad baik yang diatur dalam Pasal
dalam melakat pada diri seseorang, hubungan- 51 ayat (2) KUHP.
nya terkait dengan sikap batin sebelum atau Kemudian untuk dasar pembenar adalah
pada saat akan berbuat tindak pidana. Itu artinya, sebagai berikut:
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tetap a. Adanya keadaan darurat (noodtoestand)
bersifat melawan hokum. Akan tetapi, karena hi- yang diatur dalam Pasal 48 KUHP. Hal ini
lang atau hapusnya kesalahan si pembuat maka merupakan suatu keadaan darurat yang
orang tersebut tidak dapat dimintakan pertang- membuat seseorang dalam keadaan ba-
gungjawaban. Dari perspektif putusan hakim, haya, sehingga untuk melawan bahaya itu,
apabila tidak terdapat kesalahan pada diri pelaku seseorang terpaksa melanggar kepentingan
maka akan dibuat putusan lepas (ontslag). hukum orang lain. Adapun pertentangan
Sedangkan dasar pembenar atau rech- yang terjadi adalah pertentangan antara

8 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


kepentingan hukum, pertentangan antara dipidana dalam Pasal 45 KUHP, sekarang
kewajiban hukum, dan pertentangan antara terdapat dapat Pasal 26-28 Undang-Undang
kepentingan hukum dan kewajiban hukum. Nomor 3 Tahun 1997. Pada prinsipnya,
b. Adanya bela paksa (noodweer) yang diatur anak-anak dapat dimintai pertanggungjawa-
dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. Noodweer ban. Akan tetapi, tidak secara penuh sebab
harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: pemberian hukuman bagi anak itu tujuan-
1) Dari segi serangan, harus memenuhi nya bukan semata-mata untuk menghukum
unsur bahwa serangan tersebut adalah tetapi lebih untuk mendidik kembali dan
melawan hukum, seketika atau lang- memperbaiki, dengan memperhatikan masa
sung, ditujukan pada diri sendiri atau depan dan kepentingan sang anak. Maka dari
orang lain terhadap badan, nyawa, ke- itu, menurut Undang-Undang No. 3 Tahun
hormatan seksual, dan harta benda. 1997, seseorang anak yang dapat dimintai
2) Dari segi pembelaan, harus seketika pertanggungjawaban dapat dikenai pidana
atau langsung juga, pembelaan terse- maksimal ½ dari maksimal ancaman pidana
but menunjukkan keseimbangan antara bagi orang dewasa.
kepentingan hukum yang dilanggar dan b. Sedangkan untuk dasar peringan pidana
kepentingan hukum yang dibela. yang khusus, terdapat di dalam rumusan
3) Melaksanakan perintah undang-undang delik itu sendiri, seperti halnya dalam Pasal
yang diatur dalam Pasal 50 KUHP. Itu 308 KUHP, 341 KUHP, dan 342 KUHP.
artinya, apa yang diperintahkan oleh un-
dang-undang untuk melakukan sesuatu 8. Penafsiran dan Analogi dalam
tidak dapat dianggap sebagai suatu Hukum Pidana
peristiwa pidana, contohnya adalah
algojo. Isi dalam undang-undang tidaklah semua
4) Perintah jabatan yang sah dan dikeluar- lengkap dan mencakup kebutuhan dari perkem-
kan oleh pejabat yang berwenang dia- bangan serta implementasi dalam masyarakat.
tur dalam Pasal 51 ayat (1) KUHP. Suatu Oleh sebab itu, agar lebih jelas hakim harus
tindak pidana dapat dibenarkan apabila mencari hukumnya, harus menemukan hu-
terdapat perintah jabatan oleh pejabat kumnya (rechtvinding). Penemuan hukum diar-
yang berwenang untuk melaksanakan tikan sebagai proses pembentukan oleh hakim
undang-undang. atau aparat penegak hukum yang mempunyai
tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-
Sedangkan dasar peringan pidana terjadi peristiwa yang konkret. (Hommes dalam Mer-
ketika seseorang telah memenuhi semua unsur tokusumo,2010: 210) Ajaran mengenai pene-
tindak pidana, akan tetapi terdapat alasan yang muan hukum ini menjawab pertanyaan mengenai
membuat pelaku diancam dengan hukuman yang interpretasi atau penafsiran undang-undang, in-
lebih ringan dari yang semestinya. Dasar pe- terpretasi restriktif atau ekstensif, penyempitan
ringan pidana ini terbagi menjadi dua: umum hukum dan analogi.
dan khusus. Untuk dasar peringanan pidana yang Salah satu metode penemuan hukum
umum, terdapat pasal yang mengaturnya, yakni: yang digunakan adalah metode interpretasi atau
a. Orang yang belum cukup umur yang dapat penafsiran yang dapat memberikan penjelasan

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 9


mengenai undang-undang agar ruang lingkup kebutuhan dan kepentingan saat ini.
kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan Artinya, peraturan perundang-undan-
peristiwa tertentu (Mertokusumo,2010: 2011). gan disesuaikan dengan situasi sosial
Metode interpretasi ini juga merupakan sarana yang baru. Adapun interpretasi teleolo-
untuk mengetahui makna undang-undang yang gis ini juga dinamakan sebagai interpre-
pembenarannya terletak pada kegunaan untuk tasi sosiologis. Salah satu contohnya
melaksanakan ketentuan yang konkret dan bu- adalah ketika kasus mengenai penya-
kan untuk kepentingan metode itu sendiri. Maka dapan listrik.
dari itu, harus dikaji ulang dengan hasil yang su- c. Interpretasi Sistematis
dah diperoleh. Adapun metode interpretasi ter- Satu undang-undang pasti akan terkait
diri dari bermacam-macam cara, seperti metode dengan peraturan perundang-undan-
interpretasi menurut bahasa (gramatikal), histo- gan lainnya. Maka, menafsirkan undang-
ris, sistematis, teleologis, perbandingan hukum, undang sebagai bagian dari keseluruhan
dan futuristis. sistem perundang-undangan dengan
(1) Macam-macam Penafsiran menghubungkan satu dan lainnya, hal
Berikut adalah penjelasan mengenai macam- inilah yang disebut dengan interpretasi
macam bentuk penafsiran yang dapat digu- sistematis atau logis. Contohnya adalah
nakan dalam hukum (Mertokusumo, 2010: ketika menafsirkan untuk mengetahui
220). tentang sifat pengakuan anak yang di-
a. Interpretasi menurut Bahasa (Gramati- lahirkan di luar nikah (ALK) oleh or-
kal) angtuanya, tidak hanya cukup merujuk
Pada interpretasi ini, yang dimaksud pada ketentuan dalam KUHPER tetapi
dengan interpretasi secara gramatikal juga dihubungkan dengan Pasal 278
adalah cara penafsiran atau penjelasan KUHP.
yang paling sederhana untuk mengeta- d. Interpretasi Historis
hui apa makna ketentuan undang-un- Penafsiran historis adalah metode pe-
dang dengan menjelaskannya menurut nafsiran undang-undang dengan cara
bahasa, susunan kata, atau bunyinya. In- meneliti sejarah terjadinya undang-
terpretasi secara gramatikal tidak be- undang tersebut. Dalam interpretasi
rarti menafsirkan secara kasar bahasa historis terbagi menjadi dua cara, yaitu
undang-undang tersebut, tetapi tetap penafsiran menurut sejarah undang-
menafsirkan secara logis bagaimana undang dan menurut sejarah hukum.
yang sesuai dengan bahasa sehari-hari. Penafsiran menurut sejarah undang-un-
Contohnya pada unsur “menggelap- dang adalah dengan dicari maksud dari
kan” Pasal 41 KUHP, yang dapat ditaf- ketentuan undang-undang pada waktu
sirkan sebagai menghilangkan. pembuatannya, seperti kehendak pem-
b. Interpretasi Teleologis atau Sosiologis bentuk undang-undang yang tercantum
Interpretasi teleologis membuat ke- dalam teks undang-undang tersebut.
tentuan atau undang-undang yang Sedangkan, untuk interpretasi sejarah
sudah lama atau tidak sesuai lagi, di- hukum adalah dengan memahami selu-
terapkan terhadap peristiwa, hubungan,

10 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


ruh konteks sejarah hukumnya. dalam mengadili perkara tidak ada peraturan
e. Interpretasi Komparatif yang mengatur secara khusus mengenai peris-
Interpretasi komparatif adalah dengan tiwa yang terjadi. Adapun konstruksi hukum ini
cara membandingan hukum dan keten- dapat digunakan dengan menggunakan logika
tuan undang-undang. Hal ini sering digu- berpikir, salah satunya adalah argumentum per
nakan dalam menafsirkan perjanjian in- analogiam atau sering disebut degan analogi.
ternasional sebagai hukum objektif atau Pada analogi, peristiwa yang berbeda namun se-
kaidah hukum untuk beberapa negara. rupa, sejenis atau mirip yang diatur dalam un-
Di luar dari hukum perjanjian interna- dang-undang diperlakukan sama.
sional, kegunaan metode ini terbatas. Namun penggunaan analogi dalam hu-
f. Interpretasi Futuristis kum pidana dilarang. Adapun larangan ini dike-
Interpretasi futuristis adalah metode mukakan oleh beberapan pendapat, yaitu menu-
penafsiran atau penemuan yang bersifat rut Simons “Het beginzel van art. 1 lid 1 swb.
antisipatif. Adapun interpretasi futuris- Vierbiedt bij het strafrecht elke analogische
tis ini menjelaskan ketentuan undang- toepassing welke een niet uitdrukkelijk strafbaar
undang dengan berpedoman pada un- gesteld feit strafbaar zou maken” yang artinya
dang-undang yang belum mempunyai asas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP melarang pen-
kekuatan hukum (Algra,1981: 62 dalam erapan hukum secara analogi dalam hukum pi-
Mertokusumo, 2010: 225). dana, penerapan yang demikian membuat suatu
g. Interpretasi Restriktif dan Ekstensif perbuatan yang tadinya tidak dinyatakan secara
Interpretasi restriktif adalah penjelasan tegas sebagai perbuatan pidana kemudian men-
atau penafsiran yang bersifat membata- jadi perbuatan pidana. Sementara di satu sisi,
si. Jadi dalam hal ini untuk menjelaskan Moeljatno juga hampir sama dengan apa yang
suatu ketentuan undang-undang, ruang dilansir Simons di atas bahwa bertentangan de-
lingkupnya dibatasi. Contohnya dalam ngan asas legalitas dan Moeljatno juga berpenda-
menafsirkan secara gramatikal “tetang- pat penafsiran secara ekstensif dapat digunakan
ga” menurut Pasal 666 KUHPER yang dalam hal hukum pidana. Pernyataan Moeljatno
dapat diartikan setiap tetangga terma- berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan
suk seorang penyewa dari pekarangan oleh van Bemmelen dan van Hattum yang me-
sebelahnya. Jika tetangga ditafsirkan ngatakan tidak bisa menerima penggunaan inter-
tidak termasuk tetangga penyewa maka pretasi ekstensif dalam hukum pidana.
ini merupakan interpretasi restriktif Jadi, pada intinya dalam penggunaan
(Algra,1981: 57 dalam Mertokusumo, analogi dalam hukum pidana, pertama, melihat
2010: 225). Sedangkan interpretasi dalam konteks hukum pidana nasional, yakni
ekstensif dilampaui batas-batas yang penggunaan analogi hanya sebatas menjelaskan
ditetapkan oleh interpretasi gramatikal. undang-undang. Kedua, masih dalam konteks
yang sama, analogi hukum tidak diperkenankan
(2) Analogi dalam Hukum Pidana karena akan menimbulkan akibat perbuatan pi-
Selain dengan adanya interpretasi, ada dana baru yang jelas bertentangan dengan asas
juga konstruksi hukum yang dapat digunakan legalitas. Ketiga, berkaitan dengan penegak-
hakim sebagai metode penemuan hukum apabila kan hukum pidana dalam ranah internasional

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 11


termasuk kedalam penindakan terhadap keja- (2) Jenis Delik yang Memerlukan Ajaran
hatan-kejahayan internasional, baik analogi un- Kausalitas
tuk menjelaskan undang-undang maupun analogi
hukum dalam rangkan menimbulkan perbuatan
pidana baru di perbolehkan. Delik Materiil

Delik yang perumusannya melarang


9. Kausalitas timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika
akibat timbul, misalnya pasal 338, pasal
359, pasal 360, dan pasal 368.
Akbar datang ke rumah Barry untuk
meminjam uang karena ada keperluan mende- Delik Omisi tidak
murni/semu
sak. Sedangkan Barry juga harus segera pergi
dari rumah, karena sudah terlambat ke kantor. Delik yang terjadi dengan dilangarnya
Karena tidak mungkin menolak kedatangan Ak- suatu larangan yang menimbulkan akibat
bar, Barry jadi semakin terlambat ke kantor dan yang dilakukan dengan perbuatan pasif ,
harus mengendarai motor dengan kecepatan contohnya pasal 194 KUHP.
tinggi. Di tengah jalan, Barry menubruk Catur
sehingga luka-luka, Catur dibawa ke rumah sakit
Delik yang dikualifisir
dan dioperasi oleh dokter Dani. Dani meminta
Erik merawat dengan memberikan suntikan ter- Delik yang sanksinya berat karena ada
tentu. Erik salah memberikan obat kepada Catur, penambahan unsur berupa timbulnya
dan akhirnya Catur meninggal. akibat. Misalnya pada Pasal 351 ayat
Berdasarkan dari ilustrasi di atas, siapa- (1) , ayat (2) atau, ayat (3).
kah yang menyebabkan Catur meninggal? apakah
terdapat hubungan kausalitas dari ilustrasi? Apa- (3) Ajaran Kausalitas
kah tepat ajaran kausalitas diterapkan pada ilus- Kembali kepada contoh kasus yang ada
trasi di atas? Maka dari itu, untuk memahaminya pada bagian awal materi, tentunya tidaklah mu-
akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian dah menentukan faktor kematian dari Catur.
kausalitas, kapankan diperlukan ajaran kausalitas, Sebab faktor-faktor tersebut tidaklah berdiri
dan apa itu ajaran kausalitas? sendiri. Dalam rangka untuk mencari faktor
mana yang paling tepat dan berkaitan dengan
(1) Pengertian Kausalitas peristiwa tersebut yang menjadi penyebab ke-
Pada dasarnya kausalitas merupakan hal matian, digunakanlah ajaran kausalitas. Adapun,
sebab-akibat, yang terdapat hubungan logis ajaran kausalitas terdiri dari beberapa macam
di antaranya. Merupakan peristiwa yang se- yang dikelompokkan ke dalam tiga teori besar,
lalu memliki penyebab atas sebab peristiwa yaitu :
lain yang membentuk rantai yang bermuara 1. Teori condition sine qua non.
dari masa lalu. Kemudian, yang menjadi 2. Teori yang mengindividualisasi.
makna yang dapat dilekatkan pada penger- 3. Teori menggeneralisasi.
tian kausalitas adalah agar dapat menjawab

12 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


a. Teori Condition Sine Qua Non oleh van Hamel dengan ajarana kesalahan
Teori ini berasal dari ahli Von Buri. (dolus/culpa), yaitu pengesampingan semua
Teori ini tidak membedakan mana faktor sebab yang terletak di luar dolus atau culpa
syarat dan mana faktor penyebab. Segala dalam banyak kejahatan dolus atau culpa
sesuatu yang masih berkaitan dalam suatu merupakan unsur-unsur perumusan delik.
peristiwa sehinnga melahirkan sesuatu
yang masih berkaitan dalam suatu peris- b. Teori-teori yang Mengindividualisa-
tiwa sehingga melahirkan suatu akibat ada- si/Causa Proxima
lah termasuk menjadi penyebabnya. Semua Teori mengindividualisasi, ialah teori
faktor dinilai sama pengaruhnya atau andil/ yang dalam usaha mencari faktor pe-
peranannya terhadap timbulnya akibat nyebab dari timbulnya suatu akibat den-
yang dilarang. Tanpa salah satu atau dihi- gan hanya melihat pada faktor yang ada
langkannya salah satu dari rangkaian faktor atau terdapat setelah perbuatan dilaku-
tersebut tidak akan terjadi akibat menurut kan. Dengan arti lain, setelah pe-ristiwa
waktu, tempat, dan keadaan senyatanya itu beserta akibatnya benar-benar terjadi
dalam peristiwa tersebut (Chazawi, 2002: secara konkret (post factum). Pendukung
218). dari teori ini adalah Brikmeyer dan Karl
Adapun teori ini juga disebut dengan Binding.
teori ekuivalensi (aquivelenz-theorie) atau Menurut Brikmeyer tidak semua fak-
bedingungtheorie. Disebut dengan toeri tor yang tidak bisa dihilangkan dapat
ekuivalensi, karena ajaran von Buri ini me- dinilai sebagai faktor penyebab, melain-
nilai semua faktor adalah sama penting kan hanya terhadap faktor yang menurut
terhadap suatu akibat. Disebut dengan be- kenyataannya setelah peristiwa itu ter-
dingungstheorie sebab dalam ajaran ini tidak jadi secara konkret (post factum) adalah
membedakan antara faktor syarat dan fak- merupakan faktor yang paling dominan
tor penyebab. Hal ini menjadi kelemahan atau paling kuat pengaruhnya terhadap
dari teori condition sine qua non, dengan timbulnya akibat. Karl Binding, yang teor-
tidak membedakan antara syarat dan fak- inya disebut de-ngan whegewichts theorie,
tor penyebab, yang dapat menimbulkan menyatakan di antara berbagai faktor itu,
ketidakadilan. Misalnya pada kasus di atas, faktor penyebabnya adalah faktor yang
Barry sebagai pengendara yang dapat di- terpenting dan seimbang atau sesuai de-
mintakan pertanggungjawaban atas meni- ngan akibat yang timbul. Bahwa dalam pe-
nggalnya Catur, hal ini dipandang tidak adil ristiwa yang menimbulkan akibat, akibat
karena pada dirinya tidak ada kesalahan itu terjadi oleh karena faktor yang positif
(maupun kesengajaan/kealpaan) dalam hal yaitu faktor yang menyebabkan timbulnya
terjadinya peristiwa kematian Catur, dan akibat lebih unggul daripada faktor yang
artinya bertentangan dengan asas hukum negatif atau faktor yang bertahan/meni-
pidana “tiada pidana tanpa kesalahan“. adakan akibat.
Maka untuk mengatasi kelemahan ini, Kelemahan dari teori ini adalah ter-
ajaran von Buri diberikan pembatasan dapat pada kelehaman yang berhubung

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 13


adanya kesulitan dalam dua hal, yaitu Teori ini menerapkan ajaran von Buri dengan
(Chazawi, 2002: 222): memilih satu atau lebih sebab dari beberapa
1) Dalam hal kriteria untuk menentu- sebab yang mungkin diterapkan, yang dipilih ada-
kan faktor mana yang mempunyai lah hanya sebab-sebab yang relevan saja. Yakni
pengaruh yang paling kuat, dan yang dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat
2) Dalam hal apabila faktor yang dinilai undang-undang.
paling kuat itu lebih dari satu dan
sama kuat pengaruhnya terhadap 10. Unsur-unsur Tindak Pidana
akibat yang timbul.
Mengenai unsur-unsur tindak pidana,
c. Teori yang Menggeneralisasi Lamintang merumuskan pokok-pokok tindak
Teori ini dipopulerkan oleh von Bar pidana, sejumlah tiga sifat yakni bersifat “we-
yang tidak mempermasalahkan tindakan derrechtelijk”, “aan schukd te wijten”, dan “straf-
mana atau kejadian yang in concerto mem- baar” atau bersifat “melanggar hukum”, “telah
berikan pengaruh (fisik/psikis) yang paling dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan
menentukan. Tetapi yang dipermasalah- sengaja” dan: dapat dihukum” (Lamintang,1997:
kan adalah apakah satu syarat yang secara 182). Tetapi pendapat ini berbeda dengan yang
umum dapat dipandang mengakibatkan disebutkan oleh Cristine dan Cansil, selain harus
terjadinya peristiwa seperti yang bersang- melawan hukum, tindak pidana haruslah meru-
kutan mungkin ditemukan dalam rangkaian pakan perbuatan manusia (handeling), dan dian-
kausalitas yang ada. cam pidana (strafbaar gesteld), dilakukan oleh
1) Teori Adequat Subjektif (von Kries) seseorang yang mampu bertanggung jawab (to-
Teori ini menyatakan bahwa faktor pe- erekeningsvatbaar) dan adanya kesalahan (schuld)
nyebab adalah syarat-syarat yang dalam (Kansil, 2007: 38). Maka jika dilihat dari pernya-
situasi dan kondisi tertentu memiliki taan di atas, terdapat kriteria yang sama yang
kecenderungan untuk memunculkan menyebutkan mengenai unsur-unsur tindak pi-
akibat tertentu, biasanya memunculkan dana yaitu melawan hukum.
akibat itu, atau secara objektif memper- Di dalam KUHP pada umumnya terda-
bedar kemungkinan munculnya akibat pat dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjek-
tertentu. tif dan objektif. Adapun yang dimaksud dengan
2) Teori Adequat Objektif (Rumelin) unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur
Menurut Rumelin, faktor yang ditinjau yang melekat pada diri si pelaku atau yang ber-
dari sudut objektif, perlu ada untuk ter- hubungan dengan diri si pelaku dan termasuk
jadinya suatu akibat. Perihal probabili- ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkan-
tas tidaklah berdasarkan pada apa yang dung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud
diketahui atau mungkin diketahui pada dengan unsur-unsur subjektif dari suatu tindak
waktu melakukan tindakannya, melain- pidana itu adalah:
kan pada fakta objektif yang waktu itu 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus
ada. atau culpa)
d. Teori Relevansi 2) Maksud atau voornemen pada suatu perco-
Teori ini dipopulerkan oleh Langemeijer. baan atau voeoging seperti yang dimaksud di

14 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. (1) Dolus dan Culpa
3) Macam-macam maksud atau oogmerk se- Kesengajaan (dolus/opzet) dan kealpaan
perti yang terdapat misalnya di dalam ke- (culpa/alpa) merupakan unsur kedua dari kesa-
jahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pe- lahan yang keduanya merupakan hubungan ba-
merasan, pemalsuan, dan lain-lain. tin antara pelaku tindak pidana dengan perbu-
4) Merencanakan terlebih dahulu atau atan yang dilakukan. Mengenai kesengajaan
voorbedachte raad seperti yang misalnya (dolus/opzet), KUHP tidak memberikan penger-
terdapat di dalam kejahatan pembunuhan tian. Namun pengertian kesengajaan dapat di
menurut Pasal 338 KUHP. ketahui dari MvT (Memorie van Toelichting), yang
5) Perasaan takut atau vress seperti yang anta- memberikan arti kesengajaan sebagai “meng-
ra lain terdapat di dalam rumusan tindak hendaki dan mengetahui”.
pidana menurut Pasal 308 KUHP. a. Dolus
Tentang apa arti dari kesengajaan, tidak
Sedangkan yang dimaksud dengan un- ada keterangan sama sekali dalam KUHP
sur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang Indonesia. Lain halnya dengan Swiss, seperti
ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam Pasal 18 KUHP Swiss pengertian ten-
di dalam keadaan-keadaan ketika tindakan-tin- tang kesengajaan yaitu, “barangsiapa melaku-
dakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur- kan perbuatan dengan mengetahui dan meng-
unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu hendakinya, maka dia melakukan perbuatan
adalah : itu dengan sengaja” (Moeljatno, 2008: 171).
1) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijk- Adapun bentuk-bentuk dari kesengajaan ada-
heid lah sebagai berikut :
2) Kualitas dari si pelaku, misalnya “ke- 1) Kesengajaan sebagai maksud/tujuan
adaan sebagai seorang pegawai negeri” di (opzet als oogmerk)
dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 Bentuk kesengajaan sebagai maksud
KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau sama artinya dengan menghendaki (wil-
komisaris dari suatu perseroan terbatas” di lens) untuk mewujudkan suatu perbua-
dalam kejahatan menururt Pasal 398 KUHP tan (tindak pidana aktif), menghendaki
3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu untuk tidak berbuat/melalaikan ke-
tindakan sebagai penyebab dan sesuatu wajiban hukum (tindak pidana pasif)
kenyataan sebagai akibat. (Lamintang, 1997: dan tahu juga menghendaki timbulnya
193-194) akibat dari perbuatan itu (tindak pi-
dana materil) (Chazawi, 2002: 96).
Maka berdasarkan dari penjelasan me- 2) Kesengajaan sebagai kepastian (opzet
ngenai suatu perbuataan pidana dari para pakar bij zekerheidsbewustzijn )
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa Kesadaran seseorang terhadap suatu
sifat-sifat yang ada dalam setiap tindak pidana akibat yang menurut akal orang pada
adalah sifat melawan hukum (wederrechtlijkheid). umumnya pasti terjadi oleh dilakukan-
Tiada suatu tindak pidana tanpa adanya sifat nya suatu perbuatan tertentu. Apabila
melawan hukum. perbuatan tertentu yang disadarinya

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 15


pasti menimbulkan akibat yang tidak dilepaskan dari adanya suatu asas dalam hukum
dituju itu dilakukan juga maka di sini pidana yaitu bahwa tiada pidana tanpa kesalahan
terdapat kesengajaan sebagai kepastian (geen straf zonder schuld) (Moeljatno, 2008: 153)
(Chazawi,2002: 97). baik yang disengaja (dolus) (Utrecht, 1958:.300-
3) Kesengajaan sebagai kemungkinan 301) maupun yang terjadi karena kealpaan
(opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) (culpa) (Remmelink, 2003: 176).
Atau disebut juga dengan dolus even- Maka, dari adanya keterkaitan tersebut,
tualis. Kesengajaan sebagai kemung- pengertian kesalahan dalam hukum pidana da-
kinan adalah kesengajaan untuk me- pat dimaknai sebagai suatu pertanggungjawaban
lakukan perbuatan yang diketahuinya menurut hukum pidana (verantwoordelijkheild vol-
bahwa ada akibat lain yang mungkin gens get straftrecht). Hal ini didukung oleh penda-
dapat timbul yang ia tidak inginkan dari pat Simons bahwa kesalahan merupakan dasar
perbuatan, namun begitu besarnya ke- dari pertanggungjawaban. Berdasarkan adanya
hendak untuk mewujudkan perbuatan, keterkaitan antara kesalahan dan pertanggung-
ia tidak mundur dan siap mengambil jawaban, maka pengertian kesalahan dapat di-
resiko untuk melakukan perbuatan maknai sebagai pertanggungjawaban menurut
(Chazawi, 2002:96). hukum pidana (verantwoordelijkheild volgens get
straftrecht).
b. Culpa Kemudian, menurut Moeljanto, bahwa
Kesalahan pada umumnya, tetapi dalam perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang
ilmu hukum mempunyai arti teknis, yaitu oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai
suatu macam kesalahan si pelaku tindak dengan ancaman (sanksi) berupa pidana ter-
pidana yang tidak seperti kesengajaan, tentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan
yaitu kurang berhati-hati, sehingga ter- tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa suatu per-
jadi akibat yang tidak disengaja terjadi buatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang
(Prodjodikoro, 1981: 61). dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditunjukan kepada per-
11. Kesalahan dan Pertanggungjawaban buatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang
Pidana ditimbulkan oleh kelakukan orang) (Moeljatno,
2008: 59). Jadi, bukan merujuk kepada siapa yang
Unsur kesalahan sangat berkaitan erat melakukan melainkan kepada perbuatan dan aki-
dengan pertanggungjawaban pidana, sebab bat dari perbuatannya.
unsur kesalahan adalah penentu seseorang da- Berdasarkan beberapa pendapat dari
pat atau tidak dapat dipidananya seseorang atas para ahli sebagaimana yang telah diuraikan di
tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Apa- atas, dapat ditarik suatu persamaan pengertian
bila perbuatan tersebut tidak melawan hukum, dari strafbaar feit atau tindak pidana atau per-
maka menurut hukum pidana positif, perbuatan buatan pidana adalah suatu perbuatan manusia
tersebut tidaklah dapat dipertanggungjawabkan yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijk)
kepada pembuatnya. Tidak mungkin ada kesa- yang mengandung ancaman pidana dan dilaku-
lahan tanpa unsur melawan hukum (Utre- kan oleh orang yang mampu bertanggung jawab
cht,1958: 278). Pun hal tersebut juga tidak dapat dengan kesalahannya (schuld). Sifat melawan

16 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


hukum (wederrechtelijk) dan kesalahan (schuld) 2) Perbuatan tersebut harus sesuai de-
merupakan anasir peristiwa pidana yang me- ngan ketentuan hukum.
miliki hubungan erat. Apabila suatu perbuatan 3) Adanya kesalahan.
tidak melawan hukum, maka berdasarkan hu- 4) Orang yang berbuat harus dapat diper-
kum positif, perbuatan tersebut tidak dapat tanggungjawabkan.
dipertanggungjawabkan kepada pembuat. Tidak Berkaitan dengan tindakan kena-
juga dimungkinkan adanya kesalahan tanpa sifat kalan yang dilakukan oleh anak, maka berdasar-
melawan hukum (Utrecht,1958: 297). kan KUHP, pelaku harus menyadari akibat dari
Aturan hukum mengenai tindak pi- perbuatannya, serta mampu mempertanggung-
dana mempunyai struktur yang berbeda de- jawabkannya. Simons mendefinisikan pertang-
ngan aturan mengenai bagaimana reaksi ter- gungjawaban pidana adalah sebagai suatu keadan
hadap mereka yang melanggarnya tersebut. psikis, sehingga penerapan suatu ketentuan pi-
Artinya, kewajiban-kewajiban tersebut me- dana dari sudut pada umum dan pribadi diang-
merlukan suatu program aplikasi yang dinama- gap patut. Kemudian, dasar dari adanya tanggung
kan sistem pertanggungjawaban pidana (Minda, jawab dalam hukum pidana adalah keadaan
1995: 48; Huda, 2006: 19). Dalam hal ini, aturan psikis tertentu pada orang yang melakukan
mengenai pertanggungjawaban pidana bukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara
merupakan standar perilaku yang wajib ditaati keadaan tersebut dan perbuatan yang dilakukan
masyarakat, tetapi mengenai bagaimana mem- yang sedemikian rupa sehingga orang itu dapat
perlakukan mereka yang melanggar kewajiban dicela karena melakukan perbuatan tersebut.
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan Adapun dasar adanya tanggung jawab dalam hu-
merupakan faktor penentu bagi pertanggung- kum pidana yang dikemukakan oleh Simons, da-
jawaban pidana. Ada atau tidaknya kesalahan, pat ditarik kesimpulan bahwa (Hiarej, 2014:22):
terutama penting bagi penegak hukum untuk 1) Keadaan psikis atau jiwa seseorang.
menentukan apakah seseorang yang melakukan 2) Hubungan antara keadaan psikis dan
tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan dan perbuatan yang dilakukan.
karenanya patut dipidana.
Singkatnya, berdasarkan penjelasan di 12. Gugurnya Wewenang Menuntut dan
atas, pertanggungjawaban pidana adalah per- Menjalani Pidana
tanggungjawaban orang terhadap tindak pidana
yang dilakukannya. Lebih tegasnya, yang diper- (1) Hapusnya Hak Negara untuk Menun-
tanggungjawabkan dari seseorang adalah hanya tut Pidana
tindak pidana yang dilakukannya. Dalam KUHP, Terdapat beberapa hal mendasar
ditegaskan bahwa seseorang dapat dipertang- terkait dengan dasar-dasar yang meniada-
gungjawabkan perbuatannya karena adanya ke- kan pidana yang ditunjukan pada penga-
sadaran diri dari yang bersangkutan dan juga dilan (hakim), mengenai hapusnya hak negara un-
telah mengerti bahwa perbuatan itu dilarang tuk menuntut pidana ini ditunjukan pada Pejabat
menurut hukum yang berlaku. Karena di dalam Penuntut. Adapun dalam KUHP memuat empat
KUHP diatur bahwa suatu perbuatan pidana yang menyebabkan negara kehilangan hak untuk
(kejahatan) harus mengandung unsur-unsur: menuntut pidana terhadap pelaku tindak pidana
1) Adanya perbuatan manusia. (Chazawi, 2002: 152).

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 17


a. Sebab perbuatan yang telah diputus 2) Sebab Meninggalnya Pembuat
oleh pengadilan dengan putusan yang Pada pasal 77 diatur tentang “ke-
telah membuat kekuatan hukum yang wenangan menunutut pidana hapus jika ter-
tetap ( Pasal 76 KUHP). dakwa meninggal dunia“. Ketentuan ini berlatar
b. Sebab meninggalnya pelaku ( Pasal 77 belakang pada sifat pribadi dari pertanggung-
KUHP). jawaban pidana dan pembalasan dari suatu pi-
c. Sebab telah lampau waktu atau kedalu- dana, yang dengan demikian tidak diperlukan-
warsa ( Pasal 78-80 KUHP). nya lagi pidana bagi orang yang sudah meninggal.
d. Penyelesaian di luar pengadilan, yaitu
dengan dibayarnya denda maksimum 3) Sebab Telah Lampau Waktu atau Kedalu-
dan biaya-biaya bila penuntutan telah warsa
diminta (Pasal 82, bagi pelanggaran Kewenangan menuntut pidana menjadi
yang hanya diancam pidana denda). hapus karena lewatnya waktu diatur Pasal 78
ayat (1). Dasar dari ketentuan ini adalah sama
Selain yang diatur di dalam KUHP, ter- dengan dasar dari ketentuan Pasal 76 ayat (1)
dapat juga ketentuan yang diatur di luar KUHP tentang asas nebis in idem, ialah dengan tujuan
yaitu tentang amnesti dan abolisi. untuk kepastian hukum dalam setiap kasus pi-
1) Perbuatan yang Telah Diputus dengan dana. Selain untuk alasan untuk kepastian hukum,
Putusan Tetap prinsip pada lewatnya waktu ini juga didasarkan
Perbuatan yang telah diputus dengan pada faktor kesulitan dalam hal untuk mengung-
putusan yang telah menjadi tetap (in kracht van kap kasus perkara. Selanjutnya, Pasal 78 ayat
gewujsde) disimpulkan dari sebagian rumusan (1) menetapkan bahwa kewenangan menun-
Ayat (1) Pasal 76 yang berbunyi “Kecuali dalam tut pidana menjadi gugur dalam tenggang waktu,
hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang yakni:
tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan a) Untuk semua tindak pidana pelanggaran
yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya dan kejahatan yang dilakukan dengan per-
telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. cetakan, sesudah satu tahun.
Ketentuan dalam pasal ini dijadikan dasar asas b) Untuk tindak pidana kejahatan yang dian-
“nebis in idem”. Nebis in idem dalam bahasa La- cam dengan pidana denda, pidana kurungan
tin yang berarti melarang negara untuk menun- atau pidana penjara paling lama tiga tahun,
tut kedua kalinya terhadap pelaku tindak pidana sesudah enam tahun.
yang perbuatannya sudah diputus oleh penga- c) Untuk tindak pidana kejahatan yang dian-
dilan yang putusannya telah memiliki kekuatan cam dengan pidana penjara lebih dari tiga
hukum tetap. tahun, sesudah dua belas tahun, dan
Selain dalam hukum pidana, ketentuan d) Untuk tindak pidana kejahatan yang dian-
nebis in idem juga ada dalam hukum perdata, cam dengan pidana mati atau pidana pen-
yaitu pada Pasal 1917 Burgerlijk Wetboek yang jara seumur hidup atau pidana penjara se-
menyatakan bahwa “Kekuatan suatu putusan mentara setinggi-tingginya dua puluh tahun,
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum sesudah delapan belas tahun.
tetap tidaklah lebih luas daripada sekadar me- Sedangkan, untuk pelaku anak-anak yang
ngenai soal putusannya. pada saat melakukan tindak pidana yang umur-

18 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


nya belum delapan belas tahun, menurut ayat (2) hat tertulis dari MA atas permintaan Menteri
maka tenggang kedaluwarsa hapusnya penun- Kehakiman. Adapun kasus yang dimaksud adalah
tutan pidananya adalah dikurangi sepertiga dari kejahatan yang berkaitan dengan konflik politik.
ketentuan pada ayat pertamanya.
13. Percobaan Tindak Pidana
4) Sebab Penyelesaian di Luar Pengadilan
(Afkoop) (1) Pengertian
Pasal 82 memberikan kemungkinan Pengertian mengenai percobaan ada be-
suatu perkara pidana tertentu dengan cara ter- ragam dari beberapa ahli yang mendefinisikan-
tentu dapat diselesaikan tanpa harus menyida- nya. Salah satu definisi yang akan dijelaskan adalah
ngkan pelaku dan menjatuhkan pidana ke- dari Adami Chazawi. Menurut Adami Chazawi,
padanya. Memang tidak semua perkara dapat di yang dimaksud dengan percobaan menurut un-
selesaikan di luar pengadilan, salah satu perkara dang-undang tidak memberikan definisi apakah
yang bisa diselesaikan di luar pengadilan adalah yang dimaksud dari percobaan itu, akan tetapi
bila tindak pidana pelanggaran yang diancam yang diberikan (Pasal 53 KUHP) hanyalah keten-
dengan pidana denda saja. Jika pelaku sudah tuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan
membayar denda maksimum, maka hapuslah ke- pada kejahatan itu dapat dihukum (Chazawi,
wenangan negara untuk melakukan penunutan 2011:2). Percobaan dalam sehari-hari merujuk
terhadap pelaku. Lembaga ini dinamakan dengan pada sesuatu hal, tetapi tidak sampai pada tu-
afkoop atau penebusan tuntutan pidana, yang juan yang dituju itu, atau ketika hendak berbuat
hanya ada dalam hal tindak pidana pelanggaran, sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai.
khususnya yang hanya diancam dengan pidana Kemudian, menurut Jan Remmelink, dalam ba-
denda saja. hasa sehari-hari percobaan dimengerti sebagai
upaya untuk mencapai tujuan tertentu tanpa ke-
5) Sebab Amnesti dan Abolisi berhasilan mewujudkannya. (Remmelink, 2003:
Selain yang sudah dijelaskan mengenai 285). Contohnya: bermaksud membunuh orang,
empat unsur yang ada dalam KUHP, terdapat telah menyerang, tetapi orang tersebut tidak
juga ketentuan di luar KUHP yang menjadi dasar- sampai mati, atau contoh lainnya ketika ingin
dasar yang menyebabkan hapusnya kewenangan mencuri tetapi tidak berhasil.
menuntut pidana terhadap pembuat tindak pi-
dana. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 14 UUD (2) Unsur-unsur Percobaan
1945 yaitu amnesti dan abolisi, menurut Pasal Perihal percobaan kejahatan merupakan
14 ayat (2) UUD 1945 (setelah amandemen) ketentuan umum hukum pidana, yang dimuat
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan dalam Buku I Bab IV terdiri dua Pasal, 53 dan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwa- 54, dalam hal ini berbeda dengan pengulangan
kilan Rakyat.“ Selanjutnya, ketentuan ini terda- (residive) yang tidak mengenal ketentuan umum
pat juga dalam UU Darurat No. 11 Tahun 1954 yang dimuat dalam buku I.
No. 146. Dalam UU ini, presiden atas kepen- Pasal 53 KUHP merumuskan:
tingan negara dapat memberikan amnesti dan 1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana,
abolisi kepada orang-orang yang telah melaku- jika niat untuk itu telah ternyata dari
kan suatu tindak pidana, setelah mendapat nasi- adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 19


selesainya pelaksanaan itu, bukan semata- da, yang menurut doktrin adalah kehendak un-
mata disebabkan kehendaknya sendiri. tuk melakukan kejahatan, atau disebut juga de-
2) Maksimum pidana pokok terhadap keja- ngan opzet atau kesengajaan. Menurut Moeljatno
hatan, dalam hal percobaan dikurangi se- niat jika dipandang dari sudut bahasa adalah si-
pertiga. kap batin seseorang yang memberi arah kepada
3) Jika kejahatan diancam dengan pidana apa yang akan diperbuatnya (Chazawi, 2002:14).
mati atau pidana penjara seumur hidup, Sementara, menurut MvT, niat dapat diartikan
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima sama dengan kehendak atau maksud untuk ber-
belas tahun. buat sesuatu.
4) Pidana tambahan bagi percobaan sama 2) Adanya permulaan pelaksanaan (begin van
dengan kejahatan selesai. uitvoening)
Niat tidak memiliki arti apa pun dalam
Pasal 54 KUHP merumuskan: hukum pidana, sebab sifat dari niat adalah suatu
“Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipi- sikap batin yang belum diwujudkan dalam ben-
dana” tuk perbuatan, maka tidak ada akibat hukum apa
pun. Adanya permulaan pelaksanaan artinya te-
Menurut Wirjono Prodjodikoro, ber- lah terjadi perbuatan tertentu dan mengarah ke-
dasarkan isi Pasal 53 KUHP sebenarnya tidak pada perbuatan yang disebut dengan delik. Beri-
terlihat mengenai apa yang diartikan dengan kut adalah beberapa pendapat dan teori yang
“percobaan”. Pengertian ini dianggap sudah jelas, terkait dengan permulaan pelaksanaan. Menurut
hanya disebutkan syarat-syarat untuk mengena- Loebby Loqman, niat adalah suatu hal yang mus-
kan hukuman pidana juga terhadap percobaan tahil apabila mengutarakannya untuk melakukan
melakukan kejahatan. Pada perumusan Pasal 53 suatu kejahatan. Oleh karena itu, dalam perco-
KUHP menandakan bahwa memberikan pidana baan niat seseorang untuk melakukan kejahatan
percobaan tindak pidana adalah pengecualian dihubungkan dengan permulaan pelaksanaan
dan hanya perbutan percobaan yang selesai (Loqman, 1996: 16). Berdasarkan syarat unsur
saja yang dapat dikenakan pidana. Maka, per- kedua yang harus dipenuhi agar seseorang da-
luasan tindak pidana sampai dengan percobaan pat dihukum karena melakukan percobaan, ber-
hanya terbatas pada “kejahatan”, tidak meliputi dasarkan Pasal 53 KUHP adalah unsur niat yang
juga “pelanggaran” yang termuat dalam Buku III ada itu harus diwujudkan dalam suatu permu-
KUHP dan lain-lain undang-undang yang meng- laan pelaksanaan (begin van uitvoering).
golongkan suatu tindak pidana tertentu ke dalam Menurut Moeljanto, permulaan pelak-
golongan “pelanggaran”. sanaan delik yang diniatkan haruslah memenuhi
Seperti yang sudah dijelaskan di atas tiga syarat, yaitu (Abidin,2006:84):
bahwa dalam perumusan Pasal 53 ayat (1) KUHP a) Secara objektif, perbuatan yang dilaku-
bukan merupakan definisi dari “percobaan ke- kan terdakwa telah mendekati delik yang
jahatan” tetapi hanya rumusan yang memuat diniatkan. Dengan kata lain, harus me-
syarat-syarat percobaan kejahatan dapat dipi- ngandung potensi untuk mewujudkan de-
dana. Adapun penjelasan lebih rincinya adalah: lik tersebut.
1) Adanya niat (voornemen) b) Secara subjektif, yang dipandang dari sudut
Niat atau voornemen dalam teks Belan- pandang niat, harus tidak ada keraguan

20 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


lagi bahwa yang dilakukan oleh terdakwa atas meja.
diarah ke delik yang tertentu tersebut. • Tembakan yang mengenai Y, hanya me-
c) Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa ngakibatkan luka ringan, atau meleset dari
merupakan perbuatan yang melawan hu- Y sehingga Y dalam keadaan yang baik-
kum karena ia merupakan syarat mutlak baik saja.
bagi setiap delik. Selanjutnya Adami Chazawi berpenda-
pat lain, bahwa halangan-halangan yang dimak-
Adapun dari syarat a dan b berasal dari sud di sini adalah berupa halangan fisik semata
rumusan delik percobaan misalnya Pasal 53 yang berasal dari luar kuasa diri si pelaku, yang
KUHP, sedangkan syarat c merupakan syarat halangan tersebut tertuju pada dua macam yaitu
mutlak bagi setiap delik. Pun pendapat dari sebagai berikut (Chazawi,2008: 43):
Moeljatno ini adalah pendapat yang memandang (a) Tertuju pada fisik si pembuat, sehingga
bahwa percobaan itu sebagai delik berdiri di dia tidak mampu menyelesaikan keja-
samping delik dalam bentuk selesai. hatan. Hambatan ini dapat datang dari
pihak korban, misalnya dengan posisi
3) Pelaksanaan tidak selesai bukan semata- korban yang kuat serta berani mela-
mata disebabkan karena kehendaknya wan. Kemudian dapat juga datang dari
sendiri. pihak ketiga dan juga alat.
Syarat ketiga agar seseorang dapat di- (b) Tertuju pada psikis si pembuat, oleh
katakan telah melakukan percobaan menurut sebab adanya tekanan yang bersifat
KUHP adalah adanya pelaksanaan yang tidak psikis yang akhirnya memaksa sese-
selesai, bukan semata-mata karena disebabkan orang mengundurkan diri dari keja-
oleh kehendak pelaku. Sehingga apabila tidak hatan yang dilakukan. Misalnya seorang
selesainya pelaksanaan itu disebabkan oleh ke- perampok yang terpaksa meninggalkan
hendak sendiri (vrijwillige terugted) maka pelaku tas korban, karena melihat rombongan
dapat dipidana. Tidak terlaksananya tindak pi- massa akan menyerangnya.
dana yang hendak dilakukannya itu bukan karena
adanya faktor keadaan dari diri orang tersebut, Berdasarkan dari penjelasan tersebut,
yang memaksanya untuk mengurungkan niatnya tindak selesainya tindak pidana tidak hanya dis-
semula. Menurut Kanter dan Sianturi, keadaan ebabkan secara sukarela dan karena penyesalan,
yang dimaksud adalah setiap keadaan secara fisik tetapi disertai dengan rasa takut, adapun terkait
maupun psikis yang datangnya dari luar yang dengan hal ini pelaku tetap masih dapat dipidana
menghalangi atau menyebabkan tidak sempurna karena percobaan (Kanter dan Sianturi, 2002:
terselesaikan kejahatan itu. Contoh dari keadaan 325).
fisik dalam pembunuhan yang hendak dilakukan Kemudian, jika tidak terselesaikannya
oleh X dan Y (Kanter dan Sianturi, 2002: 324): perbuatan itu disebabkan oleh keinginan pelaku
• Pada saat X membidikkan pistol kearah Y, sendiri, maka dapat dikatakan bahwa ada pe-
tangan X dipukul oleh Z. ngunduran diri secara sukarela. Tidak tersele-
• Kopi beracun yang disediakan X yang se- saikannya perbuatan karena kehendak sendiri
harusnya diminum oleh Y, tiba-tiba ditu- secara teori dapat dibedakan antara (Nawawi
mpahkan oleh seekor kucing yang naik ke Arief, 1984: 16):

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 21


a. Pengunduran diri secara sukarela mensyaratkan adanya suatu rectstreeks verband
(rucktnit) yaitu tidak menyelesaikan atau suatu hubungan yang langsung antara tin-
perbuatan pelaksanaan yang diperlu- dakan dan akibat, dimana orang menganggap
kan untuk delik yang bersangkutan; yang dapat dihukum itu hanyalah tindakan-tinda-
dan kan yang menurut sifatnya secara langsung dapat
b. Penyesalan (tatiger reue) yaitu meski- menimbulkan akibat.”
pun perbuatan pelaksanaan sudah
diselesaikan tetapi dengan sukarela (b) Teori Objektif
menghalau timbulnya akibat mutlak Teori ini bersandar pada objek dari tin-
untuk delik tersebut. Contohnya dak pidana, yaitu perbuatan. Berdasarkan teori
saat seseorang meminum minuman ini, seseorang yang melakukan suatu percobaan
beracun tetapi setelah diminum, ia itu dapat dihukum karena tindakannya bersi-
lansung memberikan obat penawar fat membahayakan kepentingan hukum. Ajaran
racun sehingga tidak jadi meninggal. ini menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan
dalam Pasal 53 KUHPidana lebih sebagai permu-
(3) Teori-teori Percobaan laan pelaksanaan dari kejahatan dan karena itu
(a) Teori Subjektif bertolak dari berbahanya perbuatan bagi tertib
Teori subjektif menitikberatkan kepada hukum dan menanamkan perbuatan pelaksa-
niat seseorang, sebagaimana yang telah disebut- naan sebagai tiap perbuatan yang membahaya-
kan pada Pasal 53 KUHP bahwa, “apabila niat itu kan kepentingan hukum.
telah terwujud dari adanya permulaan pelaksan-
aan.“ Jadi, dikatakan sebagai permulaan pelak- (4) Bentuk-bentuk Percobaan
sanaan adalah semua perbuatan yang merupa- (a) Percobaan selesai atau percobaan lengkap
kan perwujudan dar niat pelaku. Apabila suatu Pada percobaan selesai, jika dilihat dari per-
perbuatan sudah merupakan permulaan dari buatan sebenarnya bukanlah lagi termasuk pada
niatnya maka perbuatan tersebut sudah diang- pecobaan, karena baik niat, permulaan pelak-
gap sebagai permulaan pelaksanaan. Berdasarkan sanaan dan pelaksanaannya telah selesai. Hanya
teori ini, patut dipidananya percobaan itu terle- saja, sebab tindak pidana yang dituju tidak terjadi
tak pada sifat yang berbahaya dari si pelaku keja- semata-mata dilihat dari hasil akhir pelaksanaan
hatan. Jadi, unsur sikap batin itulah yang merupa- yang telah selesai, dan tidak tercapai apa yang
kan pegangan bagi teori ini. Ajaran yang subjetif dikehendaki, yang kemudian menyebabkan per-
lebih menafsirkan istilah permulaan pelaksan- soalan ini masih dapat dikategorikan pada per-
aan dalam Pasal 53 KUHP sebagai permulaan cobaan (Chazawi,2002: 61).
pelaksanaan dari niat dan karena itu bertolak (b) Percobaan tertunda /terhenti/percobaan
dari sikap batin yang berbahaya dari pembuat tidak lengkap
dan menanamkan perbuatan pelaksanaan tiap Percobaan tertunda, adalah percobaan
perbuatan yang menunjukkan bahwa pembuat yang perbuatan pelaksanaannya terhenti pada
secara psikis mampu untuk melakukannya. saat mendekati selesainya kejahatan. Misalnya
Menurut van Hamel mengenai teori seorang pencopet yang telah mengulurkan dan
subjektif adalah sebagai berikut (Lamintang, memasukkan tangannya dan telah memegang
1997: 534): “tidak tepat pemikiran mereka yang dompet dalam tas seseorang, namun tiba-tiba

22 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


perempuan itu memukul tangan pencopet dan hendak (berniat) dan merencanakan delik,
dompet tersebut lepas. Maka, pada kasus ini tetapi delik tersebut tidak dilakukannya
dapat dikatakan percobaan kejahatan yang dapat tetapi ia mempergunakan orang lain untuk
dipidana, karena memenuhi semua unsur dari mewujudkan delik tersebut, atau:
Pasal 53 ayat (1) KUHP. (Chazawi, 2008: 47) 3) Mungkin seorang saja yang melakukan delik
(c) Percobaan Tidak Mampu sedang orang lain dalam mewujudkan delik
Pada percobaan ini sebenarnya meni- penyertaan (deelneeming) dipermasalahkan
tikberatkan pada tidak sempurnanya bukan dalam hukum pidana karena berdasarkan
pada bentuk percobaannya tetapi lebih kepada kenyataan sering suatu tindak pidana di-
perbuatannya. Tetapi menurut Adami Chazawi, lakukan bersama oleh beberapa orang. Jika
selain perbuatan, ketidaksempurnaan juga ada hanya satu orang yang melakukan suatu tin-
pada alat atau objek yang digunakan. dak pidana, pelakunya disebut allen dader.
(d) Percobaan yang dikualifikasi
Percobaan yang dikualifikasi adalah per- (2) Bentuk-bentuk Penyertaan
cobaan yang perbuatan pelaksanaannya meru- Pasal 55 KUHP merumuskan sebagai
pakan tindak pidana selesai yang lain daripada berikut:
yang dituju. Misalnya, seorang yang dengan mak- Dipidana sebagai pembuat tindak pidana:
sud ingin membunuh, tetapi hanya menyebabkan 1) Mereka yang melakukan yang menyuruh
oramg tersebut luka berat. melakukan, dan yang turut serta melaku-
kan perbuatan;
2) Mereka yang dengan memberi atau men-
14. Penyertaan janjikan sesuatu, dengan menyalahguna-
kan kekuasaan atau martabat, dengan
(1) Pengertian Penyertaan kekerasan, ancaman atau penyesatan,
Kata “penyertaan” dalam Kamus Besar atau dengan memberi kesempatan, sa-
Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan rana atau keterangan, sengaja mengan-
menyertakan atau perbuatan ikut serta (mengi- jurkan orang lain supaya melakukan per-
kuti). Kata “penyertaan” berarti turut sertanya buatan.
seseorang atau lebih pada waktu seorang lain 3) Terhadap penganjur, hanya perbuatan
melakukan suatu tindak pidana (Prodjodikoro, yang sengaja dianjurkan sajalah yang
2003: 117). diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Sementara menurut Moeljatno (Ilyas
dan Haeranah Dkk, 2012: 55), ada penyertaan Pasal 56 KUHP merumuskan sebagai berikut:
apabila bukan satu orang yang tersangkut dalam Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
terjadinya perbuatan pidana akan tetapi bebera- 1) Mereka yang sengaja memberi bantuan
pa orang. Tersangkutnya dua orang atau lebih pada waktu kejahatan dilakukan;
dalam suatu tindak pidana dapat terjadi dalam 2) Mereka yang sengaja memberi kesem-
hal: patan, sarana atau keterangan untuk me-
1). Beberapa orang bersama-sama melakukan lakukan kejahatan.
suatu delik, atau
2). Mungkin hanya seorang saja yang berke- Dari kedua pasal ini maka dapat diketa-

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 23


hui bahwa menurut KUHP pembagian golongan san delik. Misal dua orang dengan
penyertaan adalah sebagai berikut : bekerja sama melakukan pencu-
a. Mereka yang melakukan (pembuat pelak- rian di sebuah gudang beras.
sana/pleger) - Salah seorang memenuhi semua
Pleger adalah orang yang karena perbu- unsur delik, sedang yang lain
atannya yang melahirkan tindak pidana tidak. Misal dua orang pencopet
itu tanpa ada perbuataan pelaksanaan (A dan B) saling bekerja sama,
atas tindak pidana itu tidak akan terwu- A yang menabrak orang yang
jud, maka dari sudut pandang pleger harus menjadi sasaran, sedang B yang
sama dengan syarat dader. Perbuatan se- mengambil dompet orang itu.
orang pleger juga harus memenuhi semua - Tidak seorang pun memenuhi un-
unsur tindak pidana, sama dengan per- sur-unsur delik seluruhnya, tetapi
buatan seorang dader. Perbedaan pleger mereka bersama-sama mewujud-
dengan dader adalah bagi seorang pleger kan delik itu. Misal dalam pencu-
masih diperlukan keterlibatannya minimal rian dengan merusak (Pasal 363
seseorang yang dapat membantu (Chaza- ayat 1 ke-5 KUHP) salah seorang
wi, 2011: 85) melakukan penggangsiran, se-
b. Mereka yang menyuruh melakukan (pem- dang kawannya masuk rumah dan
buat penyuruh: doen pleger) mengambil barang-barang yang
Doen pleger bisa terjadi apabila seseorang kemudian diterimakan kepada
menyuruh si pelaku melakukan perbuatan kawannnya yang menggangsir
yang biasanya merupakan tindak pidana, tadi.
tetapi oleh karena beberapa hal pelaku d. Orang yang sengaja menganjurkan
tidak mendapat hukuman pidana. Jadi se- (pembuatan penganjur/uitlokker)
olah-seolah pelaku hanyalah sebagai alat Adami Chazawi (Chazawi,2011:
yang dikendalikan oleh yang menyuruh. 112), orang yang sengaja menga-
Pelaku ini adalah tangan yang dikuasai se- jurkan (pembuat penganjur, disebut
dangkan si penyuruh adalah yang mengua- juga auctor intelellectualis), seperti
sai (Prodjodikoro,2003: 118). juga pada orang yang menyuruh
c. Mereka yang turut serta melakukan (me- melakukan, tidak mewujudkan tin-
depledger) dak pidana secara materiil, tetapi
1. Menurut Mvt: melalui orang lain. Kalau pembuat
Orang yang turut serta melakukan penyuruh dirumuskan dalam Pasal
(medepledger) ialah orang yang de- 55 ayat (1) dengan sangat singkat,
ngan sengaja, turut berbuat atau turut ialah yan menyuruh melakukan
serta mengerjakan terjadinya sesuatu. (doen plegen), tetapi pada bentuk
2. Menurut Pompe, “turut mengerjakan orang yang sengaja menganjurkan
terjadinya sesuatu tindak pidana” itu ini dirumuskan dengan lebih lengkap,
ada tiga kemungkinan: dengan menyebutkan unsur objektif
- Mereka masing-masing meme- yang sekaligus unsur subjektif.
nuhi semua unsur dalam rumu- e. Pembantuan (Medeplichtige)

24 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


Pasal 56 KUHP berbunyi sebagai diatur dalam Pasal 57 KUHP yang berbunyi:
berikut: 1. Maksimum hukuman pokok yang dian-
1. Mereka yang dengan sengaja memberi camkan atas kejahatan, dikurangi seper-
bantuan pada saat kejahatan dilakukan tiga dari si pembantu.
(diwujudkan). 2. Jika kejahatan itu dapat dihukum dengan
2. Mereka yang dengan sengaja memberi hukuman mati atau hukuman seumur
kesempatan daya upaya (sarana) atau hidup, maka dijatuhkan hukuman pen-
keterangan untuk melakukan (mewu- jara selama-lamanya 15 tahun.
judkan) kejahatan. 3. Hukuman tambahan untuk kejahatan
dan membantu melakukan kejahatan itu
Dari uraian undang-undang tersebut sama saja.
dapatlah disimpulkan bahwa ada dua jenis pem- 4. Untuk menentukan hukuman bagi pem-
bantuan, yaitu dengan sengaja memberi bantuan bantu hanya diperhatikan perbuatan
pada saat kejahatan diwujudkan dan dengan se- yang dengan sengaja memudahkan atau
ngaja memberikan bantuan untuk melakukan diperlancar oleh pembantu serta aki-
atau mewujudkan kejahatan. Menurut MvT, batnya.
hanya terhadap pembantu jenis kedua batas-
batas perbuatan bantuan yang ditetapkan oleh 15. Gabungan Tindak Pidana
undang-undang (Zainal Abidin, 2006: 224).
Dalam memahami Pasal 56 KUHP, per- (1) Pengertian
lu diperhatikan lebih dahulu rumusan Pasal 57 Yang dimaksud dari “gabungan beberapa
KUHP ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut: tindak pidana” yaitu apabila seseorang melaku-
“Untuk menentukan hukum bagi pembantu, kan satu perbuatan dan dengan melakukan satu
hanya diperhatikan perbuatan yang dengan perbuatan, ia menjadi melanggar beberapa pera-
sengaja memudahkan oleh pembantu serta turan pidana. Atau apabila seseorang melaku-
akibatnya.” kan beberapa perbuatan dan itu belum dijatuhi
Dimaksud rumusan “dengan sengaja me- suatu putusan hakim atas diri orang tersebut,
mudahkan” adalah perbuatan yang memudahkan dan terhadap beberapa perbuatan.
si pelaku untuk melakukan kejahatan tersebut,
yang terdiri atas berbagai bentuk atau jenis, baik (2) Pengaturan dalam KUHP
materiil maupun immaterial. Dalam hal ini perlu Pengaturan dalam KUHP terbagi men-
diperhatikan pendapat M.H. Tirtaamidjaja (Lad- jadi tiga bagian, yaitu Concurses Idealis (eendaad-
en Marpaung, 2005: 83), yang menyatakan suatu sche samenloop), Voortgezzete Handeling, dan
bantuan yang tidak berarti tidak dapat dipan- Concursus Realis (meerdaadsche samenloop).
dang sebagai bantuan yang dapat dihukum.
Adapun perbuatan “membantu” diang- a. Concurses Idealis (Pasal 63 KUHP)
gap oleh KUHP sebagai perbuatan atau tindak R. Sianturi membagi concurses idealis
pidana yang berdiri sendiri, antara lain seperti terdiri atas dua bagian, yaitu:
dimuat dalam Pasal 106, 107, Pasal 108, Pasal 1) Concurses Idealis Homogenius, yakni satu
110, Pasal 236, dan Pasal 237 KUHP. perbuatan melanggar satu peraturan pidana
Pertanggungjawaban dari “membantu” yang sama beberapa kali. Contohnya jika

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 25


ada satu tembakan yang mengenai 2 orang sekaligus, artinya melanggar Pasal 338 KUHP dua kali.
2) Concurses Idealis Heterogenius, satu perbuatan melanggar beberapa peraturan pidana yang berbeda. Con-
tohnya jika seseorang memperkosa wanita di taman, artinya melanggar Pasal 285 dan Pasal 281 sekaligus
dalam 1 perbuatan.
Stelsel pemidanaan yang berlaku: Absorsi murni, dijatuhkan 1 jenis pidana saja yakni yang terberat

b. Concurses Realis (Meerdaadsche Samen loop)


1) Concurses Realis Homogenius, melakukan beberapa perbuatan dan dengan perbu-atan-perbuatan tersebut
melanggar suatu ketentuan pidana beberapa kali. Contohnya adalah dalam 1 bulan seseorang membunuh
sebanyak 3 kali, artinya 3 kali melanggar Pasal 338.
2) Concurses Realis Heterogenius, beberapa perbuatan melanggar beberapa peraturan pidana yang berbeda,
contohnya: seseorang yang hari ini mencuri, besok melakukan penganiayaan, kemudian minggu depan
memperkosa, dan seterusnya, maka orang tersebut melanggar Pasal 362, 351, dan 285 KUHP.

Stelses Pemidanaan

Pasal 65 ayat (1):


Kejahatan dengan ancaman pidana pokok se- Pasal 70 :
jenis: kumulasi terbatas, seluruh pidana yang kejahatan dengan pelanggaran atau pelang-
diancamkan secara kumulasi tetapi tidak me- garan dengan pelanggaran: kumulasi murni.
lebihi pidana terberat ditambah 1/3.

Pasal 66 ayat (1): Pasal 70 Bis KUHP:


concurses realis berupa kejahatan dengan anca- adalah untuk kejahatan-kejahatan ringan
man pidana pokok yang tidak sejenis: kumulasi ( Pasal 302 ayat (1), 352, 364, 373, 379, 482.
terbatas.

Sesuatu yang dianggap sebagai pelanggaran,


Pasal 66 ayat (2): Jo Pasal 30 KUHP. tetapi jika dijatuhkan pidana penjara, maksimal
8 bulan.

Pasal 67:
Jika salah satu tindak pidana dijatuhkan hu-
kuman mati atau penjara seumur hidup, maka Pasal 71 KUHP, delik yang tertinggal.
tidak boleh dijatuhkan pidana lainnya kecuali
pencabutan hak-hak tertentu.

Pasal 69:
Pidana mati, penjara seumur hidup, penjara se-
mentara waktu, (Pasal 340): pidana mati.

26 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


c. Perbuatan Berlanjut (Voortgezette B. Keterampilan yang Diperlukan dalam
Handeling) Menjelaskan Hukum Pidana Materiil
Dalam hal perbuatan berlanjut, sese- 1. Menjelaskan teori dan batas berlakunya
orang melakukan beberapa perbuatan dan ke- hukum pidana dengan rinci.
mudian perbuatan-perbuatan tersebut masing- 2. Menjelaskan definisi dan ruang lingkup
masing merupakan kejahatan atau pelanggaran. tindak pidana dengan rinci.
Adapun antara perbuatan itu ada hubungan yang 3. Menjelaskan asas legalitas dan hukum
saling terkait sehingga harus dipandang sebagai pidana dengan rinci.
satu perbuatan berlanjut. Stelsel pemidanaan 4. Menjelaskan prinsip-prinsip yang ter-
yang digunakan adalah absorsi murni, menurut kandung dalam KUHP dengan rinci.
Memori van Toelichting (MvT) ada tiga syarat yaitu 5. Menjelaskan locus delicti dan tempus de-
: licti dengan rinci.
1) Perbuatan-perbuatan tersebut harus 6. Menjelaskan tindak pidana (delik)
timbul dari satu kehendak jahat. dengan rinci.
2) Masing-masing tindakan itu haruslah 7. Menjelaskan dasar penghapus dan
sejenis. peringan pidana dengan rinci.
3) Tenggang waktu antara masing-masing 8. Menjelaskan penafsiran dan analogi
tindak pidana tidak terlalu lama. dalam hukum pidana dengan rinci.
9. Menjelaskan kausalitas dengan rinci.
Pemidanaan yang digunakan dalam per- 10. Menjelaskan unsur-unsur tindak pidana
buatan berlanjutnya adalah yang terdapat pada: dengan rinci.
Pasal 64 ayat (1): dengan prinsip system absorbs; 11. Menjelaskan kesalahan dan pertang-
Pasal 64 ayat (2); berlaku ketentuan khusus un- gungjawaban pidana dengan rinci.
tuk pemalsuan dan perusakan mata uang; dan 12. Menjelaskan gugurnya wewenang
Pasal 64 ayat (3): ketentuan khusus untuk keja- menuntut dan menjalani pidana dengan
hatan ringan. rinci.
13. Menjelaskan percobaan tindak pidana
dengan rinci.
14. Menjelaskan penyertaan dijelaskan.
15. Gabungan tindak pidana dengan rinci.

C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam


Menjelaskan Hukum Pidana Materiil
1. Harus cermat dan teliti dalam menjelas-
kan hukum pidana materiil.
2. Harus berpikir analitis serta evaluatif
saat menjelaskan hukum pidana materiil.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 27


BAB III. MENJELASKAN HUKUM PIDANA
FORMAL

A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam merupakan suatu jaringan peradilan yang meng-
Menjelaskan Hukum Pidana Formal gunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya,
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sis- baik hukum pidana materiil, hukum pidana for-
tem Peradilan Pidana mal maupun hukum pelaksanaan pidana (Muladi,
Secara teoretis, dalam kepustakaan baik 1995: 18).
menurut ruang lingkup sistem Anglo-Saxon 4. Rusli Muhammad
maupun Eropa Kontinental, terminologi peradi- Rusli Muhammad mengemukakan
lan pidana sebagai sebuah sistem relatif masih bahwa sistem peradilan pidana merupakan jari-
diperdebatkan (Mulyadi, 2007: 35). Namun se- ngan peradilan yang bekerja sama secara ter-
cara umum, sistem peradilan pidana adalah me- padu di antara bagian-bagiannya untuk menca-
kanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan. pai tujuan tertentu baik jangka pendek maupun
Dalam literatur, pengertian sistem peradilan pi- jangka panjang (Muhammad, 2011: 13).
dana merujuk pada konsep hukum yang bukan Berdasarkan pengertian-pengertian
sekadar ketentuan normatifnya, tetapi termasuk tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sis-
di dalamnya dasar teori, filosofi, dan konsepnya tem peradilan pidana adalah suatu sistem pene-
(Pangaribuan, 2014: 15). Sistem peradilan pidana gakan hukum, sistem proses peradilan, dan
memiliki beberapa definisi menurut para ahli sistem pemasyarakatan yang menggambarkan
antara lain: secara keseluruhan sejak proses penyelidikan
1. Remington dan Ohlin sampai dengan pengawasan pelaksanaan pu-
Menurut Remington dan Ohlin, sistem tusan terhadap mereka yang dijatuhi pidana.
peradilan pidana diartikan sebagai pemaka- Lebih lanjut, tujuan dari sistem peradilan pidana
ian pendekatan sistem terhadap mekanisme dalam jangka pendek adalah (Pangaribuan, 2014:
administrasi peradilan pidana dan peradilan pi- 16-17):
dana sebagai suatu sistem merupakan hasil in- 1. Mencegah masyarakat menjadi korban
teraksi antara peraturan perundang-undangan, kejahatan.
praktik administrasi, dan sikap atau tingkah laku 2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang ter-
sosial (Atmasasmita, 1996, 15). jadi sehingga masyarakat puas bahwa
2. Marjono Reksodiputro keadilan telah ditegakkan dan yang ber-
Menurut Marjono, sistem peradilan salah dipidana.
pidana adalah sistem pengendalian kejahatan 3. Mengusahakan agar mereka yang pernah
yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, melakukan kejahatan tidak mengulangi
kejaksaan, pengadilan, dan permasyarakatan ter- lagi kejahatannya.
pidana (Reksodiputro, 1993: 1).
3. Muladi Tujuan akhir dari sistem peradilan pi-
Menurut Muladi, sistem peradilan pidana dana dalam jangka panjang yakni mewujudkan

28 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


kesejahteraan masyarakat yang merupakan tu- nesia menganut konsep bahwa perkara pidana
juan kebijakan sosial dalam jangka pendek yakni adalah sengketa antara individu dan masyarakat
mengurangi terjadinya kejahatan dan residivisme; (publik) dan akan diselesaikan oleh negara seba-
dan jika tujuan ini tidak tercapai maka dapat di- gai perwakilan dari publik. Sengketa itu sendiri
pastikan bahwa sistem itu tidak berjalan secara adalah berhubungan dengan beberapa substansi
wajar (Zaidan, 2015: 116). dari pasal yang sudah diatur dan diancam dengan
Dalam literatur dikenal model-model hukuman dalam hukum pidana materiil, yang saat
yang mendasari dibangunnya suatu konsep hu- ini ditentukan dalam KUHP dan di luar KUHP
kum acara pidana. Model ini pada dasarnya me- (Pangaribuan, 2014: 18-19). Dalam menyelengga-
rupakan rincian konsep yang lebih operasional rakan sistem peradilan pidana tersebut, Indone-
bagaimana menyelesaikan suatu kasus pidana sia memiliki UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
(Pangaribuan, 2014: 22). Herbert Packer mem- Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KU-
bagi sistem peradilan pidana menjadi 2 (dua) HAP). Ditegaskan dalam Pasal 2 KUHAP bahwa
model, yaitu due process model dan crime con- KUHAP berlaku untuk melaksanakan tata cara
trol model (Packer, 1998: 152). Packer melihat peradilan dalam lingkungan peradilan umum.
prioritas operasionalisasi dari dua sistem nilai KUHAP sebagai hukum acara pidana
yang berbeda yakni “due process” yaitu suatu juga berisi ketentuan mengenai proses penye-
“negative model” dan “crime control” sebagai lesaian perkara pidana sekaligus menjamin hak
“affirmative model” (Packer, 1998:153). Nega- asasi tersangka atau terdakwa. Hal ini terdapat
tive model mengajarkan bahwa pembatasan atas pada penjelasan bahwa KUHAP sebagai hukum
kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan oleh acara pidana yang berisi ketentuan tata tertib
aparat penegak hukum sangat perlu, namun de- proses penyelesaian penanganan kasus tindak pi-
ngan affirmative model, eksistensi kekuasaan dan dana, sekaligus telah memberi “legalisasi hak asa-
penggunaan kekuasaan justru secara maksimal si” kepada tersangka atau terdakwa untuk mem-
(Atmasasmita, 1983: 74). Dalam crime control bela kepentingannya di depan pemeriksaan
model selalu menggunakan metode penekanan aparat penegak hukum. Pengakuan hukum yang
pada pelaku kejahatan dan hal itu dilakukan tegas akan hak asasi yang melekat pada diri
utamanya lebih ditujukan pada efisiensi (Packer, mereka dari tindakan sewenang-wenang. KU-
1998: 158); sedangkan pada due process model HAP telah mencoba menggariskan tata tertib
cenderung menempatkan secara sentral aspek hukum yang antara lain akan melepaskan ter-
proses yang bersifat adversarial (Packer, 1998: sangka atau terdakwa maupun keluarganya dari
157). Apabila dikaitkan dengan sistem hukum kesengsaraan putus asa di belantara penegakan
acara pidana yang ada di Indonesia, konsep hu- hukum yang tak bertepi, karena sesuai dengan
kum acara pidana Indonesia adalah memenuhi jiwa dan semangat yang diamanatkannya, ter-
model crime control model. sangka atau terdakwa harus diperlakukan ber-
dasarkan nilai-nilai yang manusiawi (Harahap,
2. Kerangka Hukum Sistem Peradilan 2014: 4).
Pidana KUHAP, sebagaimana ditemukan dalam
Sistem peradilan pidana di Indonesia bagian penjelasan umum, setidaknya mengenal
terdiri dari hukum pidana materiil dan hukum 10 (sepuluh) asas yang menjadi acuan kebenaran
pidana formal. Sistem peradilan pidana Indo- atau ajaran dari kaidah-kaidahnya, yaitu:

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 29


1. Asas equality before the law 9. Asas keterbukaan
Perlakuan yang sama atas diri setiap orang Sidang pemeriksaan pengadilan adalah ter-
di muka hukum dengan tidak mengadakan buka untuk umum, kecuali dalam hal yang
pembedaan perlakuan. diatur dalam undang-undang.

2. Asas legalitas dalam upaya paksa 10. Asas pengawasan


Penangkapan, penahanan, penggeledahan, Pengawasan pelaksanaan putusan pengadi-
dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan lan dalam perkara pidana dilakukan oleh
perintah tertentu oleh pejabat yang diberi ketua pengadilan negeri yang bersangku-
wewenang oleh undang-undang dan hanya tan.
dalam hal dan dengan cara yang diatur un-
dang-undang.

3. Tahapan Proses Peradilan Pidana


3. Asas presumption of innocence
Kepada seorang yang ditangkap, dituntut Proses peradilan pidana diawali oleh
dan/atau dihadapkan di pengadilan wajib di-
suatu peristiwa hukum, yaitu semua peristiwa
anggap tidak bersalah sampai adanya putu-
san pengadilan yang menyatakan kesalahan- atau kejadian yang dapat menimbulkan akibat
nya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
hukum, antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan hukum. Peristiwa hukum yang dimak-
4. Asas remedy and rehabilitation sud disini adalah peristiwa hukum yang termasuk
Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, di-
tuntut ataupun diadili tanpa alasan yang ber- ke dalam ruang lingkup hukum pidana sehingga
dasarkan undang-undang dan/atau karena dapat diproses melalui proses peradilan pidana.
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian selanjutnya, secara keseluruhuan, konsep hukum
dan rehabilitasi sejak tingkat penyelidikan. acara pidana yang ditentukan dalam KUHAP
terbagi dalam 3 (tiga) fase, yaitu pra-ajudikasi,
5. Asas fair impersonal and objective
ajudikasi, dan pasca-ajudikasi. Yang termasuk ke
Peradilan harus dilakukan dengan cepat, se-
derhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dalam fase pra-ajudikasi adalah:
dan tidak memihak harus diterapkan secara
konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
1. Penyelidikan
6. Asas legal assistance Berdasarkan Pasal 1 butir 5 KUHAP,
Setiap orang yang berperkara wajib diberi
kesempatan untuk memperoleh bantuan penyelidikan adalah serangkaian tindakan men-
hukum yang semata-mata diberikan untuk cari dan menemukan sesuatu keadaan atau
melaksanakan kepentingan pembelaan atas
dirinya. peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan
dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga
7. Miranda Rule
Kepada seorang tersangka, sejak saat di- sebagai perbuatan tindak pidana. Penyelidikan
lakukan penangkapan dan penahanan selain merupakan tahap awal yang tidak terpisah dari
wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum
apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib penyidikan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan
diberitahu haknya, termasuk hak untuk tindakan penyidikan haruslah dilakukan penye-
menghubungi dan minta bantuan penasihat
hukum. lidikan terlebih dahulu untuk mengumpulkan
bukti permulaan yang cukup. Penyelidikan di-
8. Asas presentasi
Pengadilan memeriksa perkara pidana de- lakukan oleh penyelidik, yang berdasarkan Pasal
ngan hadirnya terdakwa, kecuali dimungkin-
1 butir 4 KUHAP adalah pejabat polisi negara
kan pemeriksaan tanpa hadirnya terdakwa
(in absentia). Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
KUHAP untuk melakukan penyelidikan. Ber-

30 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


dasarkan definisi tersebut, yang berwenang bukti permulaan dari hasil penyelidikan telah
untuk melakukan penyelidikan adalah Polri dan terkumpul dan dirasa cukup untuk menentukan
PPNS dengan koordinasi Polri. Penyelidik me- siapa tersangka dari tindak pidana yang terjadi.
miliki wewenang sebagaimana ditentukan dalam Penyidikan dilakukan oleh penyidik, yang ber-
Pasal 5 KUHAP, yaitu: dasarkan Pasal 1 butir 1 KUHAP adalah pejabat
a. Karena kewajibannya mempunyai we- polisi negara Republik Indonesia atau Pejabat
wenang: Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang di-
• Menerima laporan atau pengaduan dari beri wewenang khusus oleh undang-undang un-
seorang tentang adanya tindak pidana; tuk melakukan penyidikan. Berdasarkan definisi
• Mencari keterangan dan barang bukti; tersebut, yang berwenang untuk melakukan
• Menyuruh berhenti seorang yang di- penyidikan adalah pejabat penyidik Polri yang
curigai dan menanyakan serta me- harus berpangkat minimal Inspektur Dua Polisi
meriksa tanda pengenal diri; dan PPNS dengan koordinasi Polri. Penyidik me-
• Mengadakan tindakan lain menurut hu- miliki wewenang sebagaimana ditentukan dalam
kum yang bertanggung jawab. Pasal 7 ayat 1 KUHAP, yaitu:
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan a. Menerima laporan atau pengaduan dari
tindakan berupa: seorang tentang adanya tindak pidana;
• Penangkapan, larangan meninggalkan b. Melakukan tindakan pertama pada saat di
tempat penggeledahan, dan penahanan; tempat kejadian;
• Pemeriksaan dan penyitaan surat; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka
• Mengambil sidik jari dan memotret se- dan memeriksa tanda pengenal diri ter-
seorang; sangka;
• Membawa dan menghadapkan seorang d. Melakukan penangkapan, penahanan,
pada penyidik. penggeledahan, dan penyitaan;
Selain itu, Penyelidik wajib menyampai- e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan
kan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan yang surat;
merupakan laporan tertulis untuk adanya per- f. Mengambil sidik jari dan memotret sese-
tanggungjawaban dan pembinaan pengawasan orang;
terhadap penyelidik (Harahap, 2014: 108). g. Memanggil orang untuk didengar dan di-
periksa sebagai tersangka atau saksi;
2. Penyidikan h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan
Berdasarkan Pasal 1 butir 2 KUHAP, dalam hubungannya dengan pemeriksaan
penyidikan adalah serangkaian tindakan yang perkara;
dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara i. Mengadakan penghentian penyidikan;
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari j. Mengadakan tindakan lain menurut hu-
serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti kum yang bertanggung jawab.
itu membuat atau menjadi terang tindak pidana
yang terjadi sekaligus menentukan tersangkanya Dalam hukum acara pidana dimungkin-
atau tindak pidananya. Penyidikan merupakan kan bagi penyidik, penuntut umum, dan hakim
tahap lanjutan dari penyelidikan karena bukti- untuk melakukan upaya paksa. Sebagaimana dia-

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 31


tur dalam Bab V KUHAP, yang termasuk dalam Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan di-
upaya paksa adalah penangkapan, penahanan, lakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan
penggeledahan rumah dan badan, penyitaan, dan bahwa penangkap harus segera menyerahkan si
pemeriksaan dan penyitaan surat. tertangkap beserta barang bukti yang ada ke-
a. Penangkapan pada penyidik atau penyidik pembantu yang ter-
Berdasarkan Pasal 1 butir 20 KUHAP, dekat.
penangkapan adalah suatu tindakan penyidik
berupa pengekangan sementara waktu kebe- b. Penahanan
basan tersangka atau terdakwa apabila terda- Berdasarkan Pasal 1 butir 21 KUHAP,
pat cukup bukti guna kepentingan penyidikan penahanan adalah penempatan tersangka atau
atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP. penuntut umum atau hakim dengan penetapan-
Penangkapan bertujuan untuk mengamankan nya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
tersangka sebagai tindakan permulaan proses dalam KUHAP. Tujuan penahanan adalah untuk
penyelidikan untuk memperoleh bukti awal pemeriksaan penyelidikan/penyidikan kepada
untuk proses selanjutnya penyidikan dan pena- tersangka secara objektif dan benar-benar men-
hanan (Sofyan, 2013: 143). Seseorang dapat capai hasil penyelidikan/penyidikan yang cukup
ditangkap atas perintah penangkapan, apabila memadai untuk diteruskan kepada penuntut
terhadap seorang yang diduga keras melaku- umum, dan selanjutnya akan dipergunakan seba-
kan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan gai bahan pemeriksaan di depan persidangan.
yang cukup. Menurut Pasal 16 KUHAP, yang ber- Menurut Pasal 20 KUHAP, yang ber-
wenang melakukan penangkapan adalah: wenang untuk melakukan penahanan adalah:
• Untuk kepentingan penyelidikan: penye- • Untuk kepentingan penyidik, penyidik atau
lidik atas perintah penyidik berwenang penyidik pembantu atas perintah penyidik
melakukan penangkapan. berwenang me-lakukan penahanan.
• Untuk kepentingan penyidikan: penyidik • Untuk kepentingan penuntutan, penuntut
dan penyidik pembantu berwenang me- umum berwenang melakukan penahanan
lakukan penangkapan. atau penahanan lanjutan.
Penangkapan terhadap seseorang da- • Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di
pat dilakukan paling lama 1 (satu) hari. Pelaksa- sidang pengadilan dengan penetapannya
naan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas berwenang me-lakukan penahanan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Dalam proses penahanan terhadap ter-
memperlihatkan surat tugas serta memberikan sangka harus memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu
kepada tersangka surat perintah penangkapan syarat subjektif dan syarat objektif (Sofyan, 2013:
yang mencantumkan identitas tersangka dan 144).
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian • Syarat subjektif yaitu karena hanya ter-
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan gantung pada orang yang memerintahkan
serta tempat ia diperiksa. Tembusan surat pe- penahanan, apakah syarat itu ada atau
rintah penangkapan harus diberikan kepada ke- tidak. Syarat subjektif tercantum dalam
luarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Pasal 20 ayat (3) KUHAP.

32 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


• Syarat objektif yaitu syarat tersebut dapat diuji ada atau tidak oleh orang lain. Syarat objektif tercan-
tum dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

Menurut Pasal 22 KUHAP, penahanan terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibedakan dari per-
syaratan atau penempatan tersangka/terdakwa ditahan. Adapun jenis penahanan yaitu penahanan rumah
tahanan negara, penahanan rumah, dan penahanan kota. Dalam kaitannya dengan jangka waktu dan perpan-
jangan penahanan akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Tahap Keterangan Dasar Hukum


Penyidikan (oleh Penyidik) Penyidikan (oleh Penyidik) Pasal 24 ayat (1) dan (2)
20 hari, dapat diperpanjang 40 hari KUHAP
(lama penahanan maksimal 60 hari)
Penuntutan (oleh Penuntut 20 hari, dapat diperpanjang 30 hari Pasal 25 ayat (1) dan (2)
Umum) (lama penahanan maksimal 50 hari) KUHAP
Pemeriksaan 30 hari, dapat diperpanjang 60 hari Pasal 26 ayat (1) dan (2)
(lama penahanan maksimal 90 hari) KUHAP
Banding 30 hari, dapat diperpanjang 60 hari Pasal 27 ayat (1) dan (2)
(lama penahanan maksimal 90 hari) KUHAP
Kasasi 50 hari, dapat diperpanjang 60 hari Pasal 28 ayat (1) dan (2)
(lama penahanan maksimal 110 KUHAP
hari)

c. Penggeledahan
Penggeledahan menurut KUHAP dibagi menjadi 2 (dua), yaitu penggeledahan rumah dan penggele-
dahan badan. Berdasarkan Pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/
atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP; sedangkan
berdasarkan Pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badan-
nya atau dibawanya serta, untuk disita. Penggeledahan bertujuan untuk mendapatkan barang bukti untuk
penyelidikan/penyidikan sebagai bukti permulaan yang cukup, agar tersangka dapat ditangkap/ditahan dan
prosesnya dapat dilanjutkan ke tingkat penuntutan dan tingkat pemeriksaan persidangan pengadilan. Ber-
dasarkan Pasal 32 KUHAP, yang berwenang untuk melakukan penggeledahan, baik penggeledahan rumah
maupun penggeledahan badan, adalah penyidik untuk kepentingan penyidikan.
d. Penyitaan
Berdasarkan Pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengam-
bil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Tujuan penyi-
taan adalah untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam penyelidikan/penyidikan, tingkat penuntutan, dan
tingkat pemeriksaan persidangan di pengadilan (Sofyan, 2013: 166). Menurut Pasal 38 KUHAP, pejabat yang
berwenang untuk melakukan penyitaan adalah penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 33


e. Pemeriksaan dan Penyitaan Surat nya, apa hukumnya, apakah ditemukan kesalahan
Surat ialah segala sesuatu yang memuat dari terdakwa, apa bentuk hukumannya, dan se-
tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk terusnya (Pangaribuan, 2014: 39).
mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah Fase terakhir adalah fase purna-ajudi-
pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai kasi yang meliputi eksekusi putusan dan upaya
pembuktian (Mertokusumo, 1982: 115). Surat- hukum. Terdapat beberapa jenis upaya hukum
surat yang dapat diperiksa dan disita adalah su- antara lain perlawanan, banding, dan kasasi. Ter-
rat yang dicurigai mempunyai hubungan dengan dapat pula upaya hukum luar biasa yaitu kasasi
perkara pidana yang sedang diperiksa (Sofyan, demi kepentingan hukum yang diajukan oleh
2013: 173). Berdasarkan Pasal 47 KUHAP, yang Jaksa Agung dan peninjauan kembali (PK).
berwenang untuk melakukan pemeriksaan dan
penyitaan surat adalah penyidik. 4. Kerja Sama dalam Sistem Peradilan
Fase berikutnya adalah fase ajudikasi Pidana
yang disebut juga dengan pemeriksaan hakim Seperti dijelaskan di awal, sistem per-
di pengadilan. Pemeriksaan di pengadilan oleh adilan pidana adalah suatu sistem penegakan
hakim adalah dengan kehadiran jaksa penuntut hukum, sistem proses peradilan, dan sistem
umum dan terdakwa yang dengan atau tanpa pemasyarakatan yang menggambarkan secara
didampingi oleh advokat. Hakim akan membuka keseluruhan sejak proses penyelidikan sampai
pemeriksaan perkara setelah pengadilan men- dengan pengawasan pelaksanaan putusan terha-
erima pelimpahan perkara yang meliputi berita dap mereka yang dijatuhi pidana. Agar sistem
acara pemeriksaan (BAP), surat dakwaan, dan tersebut dapat bekerja, dibutuhkan komponen
barang bukti dari jaksa penuntut umum. Dalam untuk menggerakkan sistem tersebut. Dalam
sidang pertama, setelah surat dakwaan diba- kaitannya dengan sistem peradilan pidana, kom-
cakan, terdakwa dapat mengajukan keberatan ponen yang dimaksud terdiri dari 4 (empat)
(eksepsi) atas surat dakwaan, baik menyangkut komponen, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pe-
aspek formal maupun materiilnya (Pangaribuan, ngadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Keem-
2014: 38). Dalam pemeriksaan di pengadilan, pat komponen tersebut telah diatur dalam
hakim memimpin secara aktif sesuai stelsel ak- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
tif hakim dalam hukum acara pidana. Keaktifan Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Marinka, 2015:
ini meliputi memimpin persidangan dan menga- 16).
tur pertanyaan-pertanyaan pada saksi, ahli, dan Dalam perkembangannya, lahirnya UU
terdakwa, dan memutuskan semua substansi No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menjadi
perkara, termasuk dalam menyeleksi alat bukti landasan hukum penting bagi profesi advokat se-
yang boleh diajukan untuk didengarkan dalam bagai salah satu pilar penegak hukum, sehingga
sidang sekalipun para pihak telah meminta- terdapat “advokat” yang ditambahkan sebagai
nya. Setelah memeriksa semua alat bukti, jaksa komponen dari sistem peradilan pidana sehingga
penuntut umum mengajukan surat tuntutan sekarang terdapat 5 (lima) komponen dalam sis-
(requisitoir) yang dapat ditanggapi terdakwa de- tem peradilan pidana. Agar suatu sistem dapat
ngan pembelaan (pledoi). Setelah pemeriksaan bekerja secara efektif, setiap komponen harus
dinyatakan selesai, hakim akan menjatuhkan memperhatikan komponen lainnya yang bekerja
putusan yang menentukan tentang apa fakta- dalam sistem yang sama secara keseluruhan. Ke-

34 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


tiadaan hubungan fungsional antara komponen limpahan perkara dari pihak kepolisian. Di
ini akan menjadikan kerawanan dalam sistem dalam KUHAP ditegaskan bahwa jaksa meru-
sehingga terjadinya fragmentasi dan inefektivitas pakan penuntut umum yang diberi wewenang
(Zaidan, 2015: 116). Dalam hal ini, perlu diper- oleh undang-undang untuk melakukan penun-
jelas mengenai kewenangan yang dimiliki oleh tutan dan pelaksanaan putusan Hakim. Tugas
masing-masing lembaga serta batas-batasnya dan kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia
dalam melaksanakan kewenangan tersebut se- secara normatif ditegaskan dalam Pasal 30 UU
bagai berikut: No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
(1) Kepolisian Indonesia, yang menyatakan bahwa Kejaksaan
Kepolisian merupakan subsistem per- mempunyai tugas dan wewenang di bidang pi-
tama dan utama dalam SPP. Kedudukan lem- dana, perdata dan tata usaha negara, serta turut
baga kepolisian yang demikian, oleh Harkristuti menyelenggarakan kegiatan di bidang ketertiban
Harkrisnowo, dikatakan sebagai the gate keeper dan ketenteraman umum. Melihat ketentuan
of the criminal justice system (Harkrisnowo, 2003: Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 tersebut pada
2). Hukum memberikan wewenang kepada polisi dasarnya kejaksaan berwenang menjalankan tu-
untuk menegakkan hukum dengan berbagai cara, gasnya dalam 3 (tiga) lingkup peradilan berbeda.
dari cara yang bersifat preventif sampai represif Terhadap perkara pidana, kejaksaan dapat me-
berupa pemaksaan dan penindakan. Tugas polisi lakukan penyidikan tidak hanya dalam perkara
dalam ruang lingkup kebijakan kriminal yang pe- tindak pidana umum akan tetapi dapat melaku-
nal berada pada ranah kebijakan aplikatif, yaitu kan penyidikan dalam tindak pidana tertentu.
ranah hukum pidana yang cenderung represif Kewenangan kejaksaan dalam dalam melakukan
(Raharjo dan Angkasa, 2011: 395). penyidikan perkara tindak pidana tertentu dia-
Dalam hal terdapat dugaan terjadinya tur dalam beberapa peraturan perundang-un-
sebuah tindak pidana maka proses awal dalam dangan antara lain: UU No. 26 Tahun 2000 ten-
SPP adalah penyelidikan. Penyelidikan adalah tang Pengadilan HAM, UU No. 31 Tahun 1999
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat Tahun 2001, dan UU No. 8 Tahun 2010 tentang
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
cara yang diatur dalam KUHAP. Penyelidikan di- Pencucian Uang.
lakukan oleh penyelidik yakni pejabat Polisi Ne- Kejaksaan sebagai pengendali proses
gara Republik Indonesia yang diberi wewenang perkara atau dominus litis mempunyai kedu-
oleh KUHAP untuk melakukan penyelidikan. dukan sentral dalam penegakan hukum, karena
Berdasarkan KUHAP, penyelidik adalah pihak hanya institusi kejaksaan yang dapat menentu-
Kepolisian Republik Indonesia, tidak ada instansi kan apakah suatu kasus dapat diajukan ke pe-
lain yang diberi kewenangan untuk melakukan ngadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang
penyelidikan (Iksan, 2009: 51). sah sebagaimana menurut hukum acara pidana.
Di samping sebagai penyadang dominus
(2) Kejaksaan litis (Procureur die de procesvoering vaststelt), ke-
Dalam sistem peradilan pidana, pihak jaksaan juga merupakan satu-satunya instansi
kejaksaan akan bekerja setelah terdapat pe- pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar)
Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 35
(Effendi, 2005: 105). Dalam Pasal 139 KUHAP mengajukan surat tuntutan (requisitoir) yang da-
ditegaskan bahwa kewenangan dalam menerima pat ditanggapi terdakwa dengan pembelaan (ple-
hasil penyidikan dan menentukan apakah berkas doi).
perkara tersebut telah memenuhi persyaratan Setelah berlangsung proses pembuktian
untuk dapat atau tidaknya dilimpahkan ke pe- dalam persidangan maka masuklah ke dalam ta-
ngadilan merupakan kewenangan kejaksaan. hapan putusan. Berdasarkan Pasal 1 angka 11
Apabila penuntut umum berpendapat KUHAP, putusan pengadilan adalah pernyataan
bahwa hasil dari penyidikan dapat dilakukan pe- hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
nuntutan maka penuntut umum dapat membuat terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau
surat dakwaannya. Selanjutnya, apabila penun- bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
tut umum memutuskan untuk menghentikan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti undang-undang ini. Putusan pengadilan hanya
atau bukan tindak pidana atau bahkan karena sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
ditutup demi hukum maka penuntut umum diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
menuangkannya dalam bentuk ketetapan. Ber- Dalam menjatuhkan putusan, hakim memiliki
dasarkan kewenangan yang dimiliki kejaksaan wewenang yang besar dalam memutus perkara
tersebut dapat disimpulkan bahwa penentuan da- karena hakim di Indonesia menganut aliran pem-
pat tidaknya suatu berkas perkara dilimpahkan ke buktian berdasarkan keyakinan hakim yang tim-
pengadilan berada di tangan penuntut umum bul dari alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP
(Adji, 2011: 92). secara negatif (negatief wettelijk bewijstheorie).
Artinya, dalam pembuktian, selain mengacu ke-
(3) Pengadilan pada Pasal 184 KUHAP, hakim juga mengguna-
Pengadilan merupakan tempat berlang- kan keyakinannya dan sekalipun menggunakan
sungnya proses peradilan, kewenangan untuk keyakinannya, keyakinan hakim tersebut ter-
mengadakan pengadilan terdapat pada lembaga batas pada alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP
kehakiman. Diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 (Muhammad, 2008: 187).
tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan
Pasal 10 UU Kekuasaan Kehakiman, pengadilan (4) Lembaga Pemasyarakatan
berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan Lembaga pemasyarakatan merupakan
memutus suatu perkara yang diajukan ke muka subsistem akhir dari sistem peradilan pidana.
pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU No. 12 Tahun
Dalam proses persidangan, hakim me- 1995 tentang Pemasyarakatan, Pemasyarakatan
mimpin secara aktif sesuai stelsel aktif hakim merupakan kegiatan untuk melakukan pembi-
dalam hukum acara pidana. Keaktifan ini melipu- naan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasar-
ti memimpin persidangan dan mengatur perta- kan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan
nyaan-pertanyaan pada saksi, ahli, dan terdakwa, yang merupakan bagian akhir dari sistem pemi-
dan memutuskan semua substansi perkara, ter- danaan dalam tata peradilan pidana.
masuk dalam menyeleksi alat bukti yang boleh Mengenai hal-hal apa yang harus di-
diajukan untuk didengarkan dalam sidang seka- berantas adalah faktor-faktor yang dapat me-
lipun para pihak telah memintanya. Setelah me- nyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang
meriksa semua alat bukti, jaksa penuntut umum bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama,

36 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat a-contrario hal-hal yang tidak diatur di dalamnya
dikenakan pidana. Pemidanaan ialah upaya untuk bukanlah tata cara yang diperbolehkan. Lebih
menyadarkan narapidana atau anak pidana agar dari itu, ketentuan hukum (khususnya) hukum
menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya acara adalah aturan yang bersifat logis-sistema-
menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepa- tis yaitu aturan yang mempunyai landasan pe-
da hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, so- mikiran hukum dan logika hukum yang bersifat
sial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan sistematis dan berkesinambungan. Dalam hukum
masyarakat yang aman, tertib, dan damai. acara pidana tidak dikenal adagium “selama tidak
ada larangan atau kewajiban, berlaku norma ke-
(5) Advokat bolehan.” Contoh dari hal ini adalah Peninjauan
Lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Kembali (PK) oleh jaksa.
Advokat menjadi landasan hukum penting bagi Dalam hal penyelidikan, seringkali mun-
profesi advokat sebagai salah satu pilar penegak cul pertanyaan: apakah adanya laporan/pengadu-
hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) an merupakan syarat mutlak bekerjanya SPPT?
UU No. 18 Tahun 2003 tersebut, yang menyata- Fungsi penyelidikan yang utama adalah men-
kan bahwa advokat berstatus penegak hukum, emukan bukti permulaan yang cukup mengenai
bebas, dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan adanya suatu tindak pidana. Namun dalam prak-
peraturan perundang-undangan. Dalam Penje- tiknya, seringkali penyelidik tidak memahami
lasan Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 makna “bukti permulaan yang cukup” sehinngga
lebih ditegaskan lagi, bahwa yang dimaksud den- apa saja dikategorikannya sebagai bukti permu-
gan “advokat berstatus sebagai penegak hukum, laan yang cukup. Pemahaman menyangkut hak,
bebas, dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan kewajiban, dan kewenangan pun seringkali ber-
peraturan perundang-undangan” adalah advokat campur aduk.
sebagai salah satu perangkat dalam proses per- Penyidikan pun seringkali menimbulkan
adilan yang mempunyai kedudukan setara den- akibat yang bersifat kontra-produktif dengan tu-
gan penegak hukum lainya dalam menegakkan juan hukum yaitu mencapai tertib hukum. Pelak-
hukum dan keadilan.Tugas utama advokat adalah sanaan fungsi penyidikan oleh penyidik seringkali
melakukan pembelaan bagi kliennya dan memas- malah menimbulkan “kisruh” hukum, terlebih
tikan hak-hak kliennya dipenuhi dalam proses akhir-akhir ini muncul kecenderungan trial by the
peradilan pidana. press. Akibatnya, proses hukum (khususnya) pe-
nyidikan yang seharusnya bersifat pro-justicia dan
5. Masalah Pokok dalam Sistem Per- rahasia malah menjadi konsumsi publik secara
adilan Pidana terbuka. Penyidik seringkali melupakan kedudu-
Substansi hukum dalam Hukum Acara kannya yang independen yang mengakibatkan
seringkali dipahami secara salah, karenanya tidak seorang penyidik “seakan” mempunyai target
mengherankan bila kemudian terjadi pula ke- untuk men-tersangka-kan seseorang tertentu.
salahan dalam penerapannya. Ketentuan hukum Penyidikan dilakukan untuk memastikan terlibat
acara yang bersifat prosedural merupakan se- atau tidak terlibatnya seseorang dalam suatu tin-
buah tata cara. Artinya, apa yang diatur sebagai dak pidana. Hal yang belakangan ini kerap ter-
ketentuan hukum acara adalah tata cara yang lupakan.
diperkenankan menurut hukum sehingga secara Khusus mengenai kewenangan penuntu-

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 37


tan, substansi permasalahan ada pada disparitas Dalam proses peradilan pidana, suatu
yang sangat tinggi dalam hal menuntut pelaku perkara diakhiri dengan dijatuhkannya putusan.
tindak pidana. Pilihan penerapan pasal yang akan Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan
diancamkan dan jenis dakwaan yang akan digu- bergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak
nakan adalah otoritas penuntut umum yang tak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang
dapat diganggu gugat. terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadi-
Substansi hukum yang kerap menjadi lan (Harahap, 2009: 347). Bentuk-bentuk dari
permasalahan pada sub-sistem pemeriksaan putusan antara lain putusan bebas (vrijspraak),
di pengadilan adalah menyangkut prinsip pem- putusan lepas dari segala tuntutan hukum, pu-
buktian yang dianut dan diterapkan oleh hakim tusan yang menyatakan pengadilan tidak ber-
menyangkut suatu alat bukti tertentu. Tidak ada wenang mengadili, putusan yang menyatakan
mekanisme atau sarana yang dapat digunakan dakwaan tidak dapat diterima, putusan yang
oleh pencari keadilan untuk menguji apakah menyatakan dakwaan batal demi hukum, dan pu-
sesuatu hal terbukti secara hukum atau tidak? tusan pemidanaan.
Masyarakat seakan harus menelan mentah-men- Dalam kaitannya dengan putusan pemi-
tah putusan hakim dan hakim kerap berlindung danaan, pihak yang tidak dapat menerima isi
di balik kemandiriannya. Lagi pula ada sarana hu- putusan dapat mengajukan upaya hukum. Ber-
kum (upaya perlawanan) yang dapat dilakukan dasarkan Pasal 1 butir 12 KUHAP, upaya hukum
oleh pihak yang merasa dikalahkan. adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk
Tidak kalah menarik adalah sub-sistem tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
pelaksanaan putusan pengadilan. Sub-sistem pa- perlawanan atau banding atau kasasi atau hak
ling akhir dalam SPPT ini kerap terlupakan dalam terpidana untuk mengajukan permohonan pen-
banyak penelitian dan kajian, padahal sebagai injauan kembali dalam hal serta menurut cara
sub-sistem masing-masing mempunyai peran yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan
dan kedudukan yang sama penting. Sub-sistem definisi tersebut, terdapat beberapa pasal dalam
pelaksanaan putusan pengadilan seakan dianak- KUHAP yang mengatur mengenai upaya hukum
tirikan. Dari sisi substansi hukum, permasalahan tersebut yaitu Pasal 67, Pasal 83, Pasal 149, Pasal
mendasar pada sub-sistem ini adalah kedudu- 156 ayat (3), Pasal 196 ayat (3), Pasal 205 ayat
kan narapidana sebagai warga binaan. Pengaba- (3), Pasal 214 ayat (4), Bab XVII, dan Bab XVIII
ian hak dan kewajiban warga binaan seringkali KUHAP.
terlanggar akibat ketidakpahaman aparat LP/ Terdapat 2 (dua) macam upaya hukum
sipir dalam melaksanakan tugasnya. Perlakuan yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
terhadap narapidana tidak selalu harus sama. biasa. Perbedaan di antara keduanya adalah
Perkembangan ilmu hukum pidana menuntut bahwa pada upaya hukum biasa dapat menang-
sipir bertindak proporsional-profesional terha- guhkan proses eksekusi, kecuali bila terhadap
dap narapidana dalam hal tindak pidana tertentu. suatu putusan dikabulkan tuntutan serta-mer-
Contohnya: pelaku kejahatan terorisme, pelaku tanya; sedangkan upaya hukum luar biasa tidak
kejahatan narkotika, dsb. menangguhkan eksekusi. Dari pasal-pasal terse-
but dapat diidentifikasi beberapa upaya hukum
6. Upaya Hukum dalam Proses Pera- yaitu:
dilan Pidana (Studi Kasus) (1) Perlawanan (Verzet)

38 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


Perlawanan tercantum dalam Pasal 149, dulu adalah terlawan/penggugat asal.
Pasal 156, dan Pasal 214 KUHAP. Perlawanan Lazimnya, upaya hukum verzet dalam
merupakan salah satu upaya hukum biasa yang perkara pidana sangat jarang ditemukan karena
dapat diminta oleh salah satu atau kedua pihak dalam perkara pidana, putusan verstek yang
yang berperkara terhadap suatu putusan Pen- menjadi dasar dari upaya hukum verzet menurut
gadilan Negeri yang diputus verstek, yaitu pu- KUHAP hanya dapat ditemukan pada perkara
tusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa. pelanggaran lalu lintas, sedangkan dalam hal yang
Pada prinsipnya sidang putusan perkara pidana lebih khusus, putusan verstek dimungkinkan un-
harus dihadiri oleh terdakwa. Namun, keten- tuk perkara dengan tindak pidana korupsi dan
tuan tersebut dapat disimpangi berdasarkan tindak pidana pencucian uang.
Pasal 214 ayat (1) dan (2) KUHAP sehingga di-
mungkinkan suatu persidangan dan pembacaan (2) Banding
putusan tanpa dihadiri terdakwa. Berdasarkan Upaya hukum banding merupakan salah
Pasal 213 KUHAP, dalam perkara pelanggaran satu upaya hukum biasa yang tercantum dalam
lalu lintas, terdakwa dapat menunjuk seorang Bab XVII KUHAP. Upaya hukum banding mer-
dengan surat untuk mewakilinya di sidang. Selain upakan upaya hukum yang dapat diminta oleh
itu, berdasarkan Surat Edaran MA No. 9 Tahun pihak yang berkepentingan supaya putusan per-
1985, MA berpendapat bahwa perkara-perkara adilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam per-
yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat adilan tingkat banding (Harahap, 2009: 450). Ber-
dapat diputus verstek. Secara khusus, terdapat dasarkan Pasal 67 KUHAP, dapat disimpulkan
beberapa tindak pidana yang membolehkan di- bahwa semua putusan pengadilan tingkat perta-
jatuhkannya putusan verstek, yaitu tindak pidana ma dapat dimintakan banding ke pengadilan ting-
korupsi (Pasal 38 ayat (1) UU No. 31 Tahun gi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan
1999) dan tindak pidana pencucian uang (Pasal untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa
79 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010). Dalam be- pengecualian, yaitu (Hamzah, 2008: 290-291):
berapa literatur hukum maupun KUHAP, upaya a. Putusan bebas (vrijspraak);
hukum perlawanan tidak dikenal dan tidak ter- b. Lepas dari segala tuntutan hukum yang
masuk sebagai bentuk upaya hukum dan oleh menyangkut kurang tepatnya penerapan
karena itu, prosedur mengajukan upaya hukum hukum;
verzet masih tunduk pada Het Herziene Indo- c. Putusan pengadilan dalam acara pemerik-
nesisch Reglement (HIR), tepatnya Pasal 129 se- saan cepat.
bagai berikut: Upaya hukum banding diperiksa oleh
a. Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah pengadilan tinggi sebagai judex facti, artinya
putusan verstek itu diberitahukan kepada pemeriksaan diulang untuk semua aspek tapi
tergugat (terdakwa) sendiri; tanpa kehadiran para pihak sekalipun kehadiran
b. Bila memungkinkan, diperiksa oleh Majelis itu dimungkinkan (Pangaribuan, 2014: 206). Pen-
Hakim yang sama; gadilan tinggi dalam praktiknya hanya memeriksa
c. Putusan tersebut menurut hukum boleh di- berkas perkara, sekalipun ada wewenang untuk
mintakan banding; mendengarkan para pihak dan saksi. Tahapan
d. Pelawan bukan sebagai penggugat tetapi mengajukan permohonan banding adalah seba-
tetap terlawan sehingga yang membuktikan gai berikut:

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 39


a. Permintaan banding yang diajukan ke pe- Contoh dari putusan banding adalah
ngadilan tinggi baik oleh terdakwa maupun pada perkara yang terdapat dalam Pengadilan
penuntut umum dilakukan melalui panitera Tinggi Denpasar pada tanggal 21 September
Pengadilan Negeri yang memutus perka- 1981 No. 50/1981. Dalam putusan ini, Pengadi-
ra itu dalam tingkat pertama. Permintaan lan Negeri Tabanan dengan putusannya tanggal 5
banding tersebut harus diajukan dalam November 1981 No. 53/1981 telah menghukum
tenggang waktu dan panitera boleh untuk terdakwa 1 tahun penjara atas kejahatan karena
tidak menerima atau menolak permintaan salahnya menyebabkan matinya orang lain. Ke-
banding yang tidak memenuhi persyaratan. mudian putusan tersebut dalam tingkat banding
b. Kepaniteraan pengadilan negeri hanya me- dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar se-
nerima permintaan banding dalam waktu cara murni, dengan amar putusan:
7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan - Menerima permohonan banding terdakwa
atau setelah putusan diberitahukan kepada maupun jaksa;
terdakwa yang tidak hadir. Apabila teng- - Menguatkan putusan Pengadilan Negeri
gang waktu telah lewat tanpa diajukan per- Tabanan tanggal 5 November 1981 No.
mintaan banding oleh yang bersangkutan, 53/1981;
maka terdakwa atau penuntut umum di- - Menghukum terdakwa membayar biaya
anggap menerima putusan (Hamzah, 2008: perkara.
474).
c. Selanjutnya, kepaniteraan pengadilan (3) Kasasi
negeri membuat sebuah surat keterangan Kasasi merupakan salah satu upaya
yang ditandatangani oleh panitera dan oleh hukum biasa yang diajukan kepada Mahkamah
pemohon serta tembusannya diberikan ke- Agung (MA) berupa permohonan pembatalan
pada pemohon yang bersangkutan. Dalam putusan dari tingkat sebelumnya. Kasasi ter-
hal pemohon tidak dapat menghadap, hal cantum dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal
tersebut harus dicatat oleh panitera dengan 55 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
disertai alasannya dan catatan itu harus di- Agung. Kasasi dapat diminta oleh salah satu atau
lampirkan dalam berkas perkara serta ditu- kedua pihak yang berperkara terhadap putusan
lis dalam daftar perkara pidana. pengadilan tinggi dan hanya dapat diajukan 1
d. Panitera pengadilan negeri wajib member- (satu) kali. Pemeriksaan kasasi hanya meliputi
itahukan permintaan banding dari satu pihak seluruh putusan hakim yang mengenai hukum
yang satu kepada pihak yang lain. Pemo- (judex juris), dan oleh karena itu tidak dilakukan
hon banding diberikan kesempatan untuk pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya
mempelajari berkas perkara di pengadilan (judex facti) sehingga pemeriksaan tingkat kasasi
negeri selama 7 (tujuh) hari sebelum tidak boleh dianggap sebagai pemeriksaan ting-
pengiriman berkas perkara tersebut ke kat ketiga. MA memutuskan permohonan kasasi
pengadilan tinggi. Pemohon banding wajib terhadap putusan pengadilan tingkat banding
diberikan kesempatan untuk meneliti keas- atau tingkat terakhir dari semua lingkungan
lian berkas perkaranya yang ada di penga- peradilan. Pembatalan putusan atau penetapan
dilan tinggi (Hamzah, 2008: 483). dari semua lingkungan peradilan oleh MA harus
dengan alasan-alasan sebagai berikut (Hamzah,

40 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


2008: 565):
a. Tidak berwenang atau melampaui batas we-
wenang.
Tidak berwenang yang dimaksud
berkaitan dengan kompetensi relatif dan
absolut pengadilan, sedangkan melampaui
batas bisa terjadi bila pengadilan menga-
bulkan gugatan melebihi yang diminta surat
gugatan.
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku.
Kesalahan menerapkan hukum baik
hukum formal maupun materiil, sedang-
kan melanggar hukum yang berlaku adalah
penerapan hukum yang dilakukan oleh judex
facti, salah atau bertentangan dengan keten-
tuan hukum yang berlaku atau dapat juga di-
interpretasikan penerapan hukum tersebut
tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang di-
wajibkan oleh peraturan perundang-un-
dangan yang mengancam kelalaian itu de-
ngan batalnya putusan yang bersangkutan.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 41


Tahapan mengajukan permohonan kasasi adalah sebagai berikut (Hamzah, 2008: 547-560):

1 2
Permohonan kasasi disampaikan secara Setelah pemohon membayar biaya perka-
tertulis atau lisan melalui panitera pe- ra, panitera mencatat permohonan kasasi
ngadilan tingkat pertama yang telah me- dalam buku daftar, dan pada hari itu juga
mutus perkaranya, dalam tenggang waktu membuat akta permohonan kasasi yang
14 (empat belas) hari sesudah putusan dilampirkan pada berkas perkara.
atau penetapan Pengadilan yang dimak-
sudkan diberitahukan kepada pemohon.
Apabila tenggang waktu 14 (empat belas)
hari tersebut telah lewat tanpa ada per-
mohonan kasasi yang diajukan oleh pihak
berperkara, maka pihak yang berperkara
dianggap telah menerima putusan.

5 6
Panitera pengadilan yang memutus Pihak lawan berhak mengajukan surat
perkara dalam tingkat pertama mem- jawaban terhadap memori kasasi kepada
berikan tanda terima atas penerimaan panitera, dalam tenggang waktu 14 (em-
memori kasasi dan menyampaikan sali- pat belas) hari sejak tanggal diterimanya
nan memori kasasi tersebut kepada salinan memori kasasi.
pihak lawan dalam perkara yang dimak-
sud dalam waktu selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari.

42 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


3 4
Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tu- Dalam pengajuan permohonan kasasi,
juh) hari setelah permohonan kasasi ter- pemohon wajib menyampaikan pula
daftar, panitera pengadilan dalam tingkat memori kasasi yang memuat alasan-ala-
pertama yang memutus perkara tersebut sannya, dalam tenggang waktu 14 (empat
memberitahukan secara tertulis menge- belas) hari setelah permohonan yang di-
nai permohonan itu kepada pihak lawan. maksud dicatat dalam buku daftar.

7 8
Setelah menerima memori kasasi dan Panitera Mahkamah Agung mencatat
jawaban terhadap memori kasasi, panit- permohonan kasasi tersebut dalam
era pengadilan yang memutus perkara buku daftar dengan membubuhkan no-
dalam tingkat pertama, mengirimkan mor urut mrnurut tanggal penerimaan-
permohonan kasasi, memori kasasi, jawa- nya, membuat catatan singkat mengenai
ban atas memori kasasi, beserta berkas isinya, dan melaporkan semua itu kepada
perkaranya kepada Mahkamah Agung Ketua Mahkamah Agung.
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 43


Contoh dari putusan kasasi adalah hukum adalah sama dengan kasasi dalam upaya
putusan Mahkamah Agung tanggal 7 Januari hukum biasa. Namun, terhadap semua putusan
1982 No. 471 K/Kr/1979. Dalam putusan ini kecuali Mahkamah Agung, dapat diajukan kasasi
Mahkamah Agung mencipta yurisprudensi pemi- demi kepentingan hukum, dengan syarat putu-
danaan. Sebelum putusan ini, Mahkamah Agung san pengadilan itu telah berkekuatan hukum
sebagai pengadilan kasasi menganggap dirinya tetap, dan hanya terbatas pada putusan pengadi-
tidak berwenang menilai tentang “berat ringan- lan negeri dan/atau pengadilan tinggi, sedangkan
nya” hukuman yang dijatuhkan. Akan tetapi, terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah
dalam putusan ini Mahkamah Agung telah mem- berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diaju-
batalkan putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin kan kasasi demi kepentingan hukum (Hamzah,
tanggal 17 April 1979. Pengadilan Tinggi tersebut 2008: 608). Berdasarkan Pasal 259 ayat (1) KU-
dalam putusannya telah memperbaiki hukuman HAP, pejabat yang berwenang untuk mengajukan
yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Balikpapan kasasi demi kepentingan hukum adalah Jaksa
tanggal 7 Juli 1978 No. 15/1977, dari 71/2 tahun Agung karena jabatannya. Jaksa Agung mengaju-
penjara menjadi 2 tahun 6 bulan. Atas perbai- kan kasasi demi kepentingan hukum berdasarkan
kan putusan ini, jaksa mengajukan permohonan laporan yang diberikan pejabat kejaksaan setem-
kasasi.Ternyata Mahkamah Agung membenarkan pat bahwa menurut pendapatnya ada putusan
keberatan kasasi jaksa dengan alasan pertim- yang perlu dikasasi demi kepentingan hukum.
bangan “pengurangan hukuman yang dilakukan Berdasarkan laporan dan pemberitahuan inilah
pengadilan tinggi adalah kurang dasar pertim- Jaksa Agung menentukan perlu atau tidak diaju-
bangannya, karena dengan pengurangan 71/2 ta- kan kasasi demi kepentingan hukum (Hamzah,
hun penjara menjadi 2 tahun 6 bulan untuk keja- 2008: 611). Berdasarkan Pasal 260 KUHAPP,
hatan korupsi yang oleh undang-undang diancam tahapan mengajukan permohonan kasasi demi
dengan pidana seumur hidup maka 2 tahun 6 bu- kepentingan hukum adalah sebagai berikut:
lan tidak memadai baik dilihat dari segi edukatif, a. Permohonan diajukan secara tertu-
preventif, korektif, maupun represif. Mahkamah lis oleh Jaksa Agung melalui panitera
Agung melihat dalam putusan pengadilan tinggi, pengadilan negeri. Permohonan tersebut
tidak terdapat persesuaian antara pernyataan disertai dengan risalah/memori kasasi
bersalah dan pidana yang dijatuhkan”. Jelas dili- yang memuat alasan permintaan kasasi
hat dalam putusan ini penciptaan hukum baru: demi kepentingan hukum.
“jika dalam putusan pengadilan tidak terdapat b. Salinan memori kasasi disampaikan pani-
persesuaian antara pernyataan kesalahan yang tera kepada pihak yang berkepentingan.
dilakukan terdakwa dan berat hukuman yang di- c. Ketua pengadilan negeri segera menerus-
jatuhkan, Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kan permintaan kepada Mahkamah Agung.
kasasi dapat menilainya, sehingga hukuman yang
dijatuhkan itu memadai bagi tujuan edukatif, pre- Contoh dari perkara Kasasi Demi
ventif, korektif, dan represif.” Kepentingan Hukum adalah pada kasus Rasmi-
nah yang pada tingkat pertama diputus bebas
(4) Kasasi Demi Kepentingan Hukum oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Namun pe-
Pada dasarnya, kasasi demi kepentingan nuntut umum pada Kejari Tangerang kemudian

44 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Ke- kepadanya. Alasan-alasan yang dapat dijadikan
mudian Mahkamah Agung berpendapat bahwa dasar permintaan PK berdasarkan KUHAP ada-
putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 775/ lah sebagai berikut:
Pid.B/2010/PN.TNG. tanggal 22 Desember a. Apabila terdapat keadaan baru (novum)
2010 tidak dapat dipertahankan lagi. Akan tetapi Keadaan baru yang dapat dijadikan alasan
dalam tingkat kasasi putusan tidak bulat, seorang adalah keadaan baru yang mempunyai sifat
hakim agung sekaligus ketua majelis (Artidjo dan kualitas “menimbulkan dugaan kuat”:
Alkotsar) berpendapat berbeda dengan penda- • Seandainya keadaan baru itu diketahui
pat dua hakim anggota lainnya. Artidjo berpen- atau ditemukan dan dikemukakan pada
dapat bahwa penuntut umum tidak dapat mem- waktu sidang berlangsung, dapat menja-
buktikan bahwa putusan bebas PN Tangerang di faktor dan alasan untuk menjatuhkan
tersebut merupakan putusan bebas tidak murni, putusan bebas atau putusan lepas dari
sehingga menurutnya seharusnya permohonan segala tuntutan hukum.
kasasi penuntut umum tidak dapat diterima. Pada • Keadaan baru itu jika ditemukan dan
akhirnya dalam putusan kasasi Mahkamah Agung diketahui pada waktu sidang berlang-
mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon sung, dapat menjadi alasan dan faktor
kasasi, yakni jaksa/penuntut umum pada Kejak- untuk menjatuhkan putusan yang men-
saan Negeri Tangerang tersebut serta membat- yatakan tuntutan penuntut umum tidak
alkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. dapat diterima
775/Pid.B/ 2010/PN.TNG. • Dapat dijadikan alasan dan faktor untuk
menjatuhkan putusan dengan menerap-
(5) Peninjauan Kembali kan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Peninjauan kembali (PK) merupakan b. Apabila dalam berbagai putusan terdapat
upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan ke- saling pertentangan
pada Mahkamah Agung untuk melakukan penin-
jauan kembali terhadap suatu putusan pengadi- Alasan kedua yang dapat dipergunakan
lan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai dasar permintaan permintaan PK, yakni
(inkracht van gewjisde). Upaya hukum PK baru apabila dalam berbagai putusan terdapat:
dapat diajukan apabila upaya hukum banding dan • pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
kasasi sudah tidak dapat dilakukan, termasuk di • kemudian pernyataan tentang terbuk-
dalamnya putusan Pengadilan Negeri yang su- tinya hal atau keadaan itu dijadikan seba-
dah tidak dapat dilakukan banding ke pengadilan gai dasar dan alasan putusan dalam suatu
tinggi atau putusan pengadilan tinggi yang su- perkara,
dah tidak dapat dilakukan kasasi ke Mahkamah • akan tetapi dalam putusan perkara lain hal
Agung. atau keadaan yang dinyatakan terbukti itu
Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP, saling bertentangan antara putusan yang
pihak yang berhak mengajukan peninjauan kem- satu dan yang lainnya.
bali adalah terpidana atau ahli warisnya. Hal ini c. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata
adalah semata-mata untuk kepentingan terpi- dalam putusan
dana untuk membela hak-haknya agar terlepas Hakim sebagai manusia, tidak luput dari
dari kekeliruan pemidanaan yang dijatuhkan kekhilafan dan kekeliruan yang dapat terjadi

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 45


dalam semua tingkat pengadilan. dangan perkara adalah kebohongan, dan
Berdasarkan Pasal 264 KUHAP, tahapan keadaan kebohongan itu dengan sendirinya
mengajukan permohonan peninjauan kembali harus dilenyapkan dengan adanya keadaan
adalah sebagai berikut: baru berdasar pernyataan Masri tertanggal
a. Pemohon mengajukan permintaan kepada 1 Februari 1981 dimaksud.
panitera pengadilan negeri yang memutus
perkara tersebut dalam tingkat pertama. Dasar alasan permintaan peninjauan
Dalam mengajukan permintaan tidak diten- kembali di atas tidak dapat dibenarkan. Menu-
tukan mengenai tenggang waktu pengajuan. rut tanggapan Mahkamah Agung, bukti baru atau
Pengadilan negeri selanjutnya akan me- keadaan baru yang diajukan hanya berupa “taf-
neruskan permintaan itu kepada Mahkamah siran” belaka dari pemohon, tetapi bukan meru-
Agung. pakan suatu akta autentik. Hal yang demikian
b. Panitera membuat akta permintaan penin- tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (2)
jauan kembali. huruf a, b, dan c KUHAP (Hamzah, 2008: 620).

Contoh dari peninjauan kembali adalah B. Keterampilan yang Diperlukan dalam


dalam perkara putusan Mahkamah Agung tanggal Menjelaskan Hukum Pidana Formal
13 April 1984 Reg. No. 15 PK/Pid/1983. Dalam 1. Menjelaskan pengertian dan ruang ling-
putusan ini, pemohon dalam surat permintaan kup sistem peradilan pidana dengan rinci.
peninjauan kembali telah mengajukan alasan 2. Menjelaskan kerangka hukum sistem per-
yang menjadi dasar permintaan, yang dapat kita adilan pidana dengan rinci.
singkatkan: 3. Menjelaskan tahapan proses peradilan pi-
• Adanya ditemukan bukti baru tentang ke- dana dengan rinci.
bohongan dan tipu muslihat pihak lawan. 4. Menjelaskan masalah pokok dalam sistem
Bukti baru atau keadaan baru itu berupa peradilan pidana dengan rinci
surat pernyatan saksi Masri tertanggal 1 5. Menjelaskan upaya hukum dalam proses
Februari 1981 dan telah didaftarkan dalam peradilan pidana dengan rinci.
akta notaris E. Sianipar S.H. tanggal 2 Juni
1983. Bukti baru pernyataan ini menegaskan C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam
bahwa bukti P4 yang pernah diajukan pe- Menjelaskan Hukum Pidana Formal
lapor dalam persidangan adalah suatu kebo- 1. Harus cermat dan teliti dalam menjelas-
hongan tipu muslihat mengenah terjemahan kan hukum pidana formal.
dari tulisan Tionghoa ke dalam bahasa Indo- 2. Harus berpikir analitis serta evaluatif wak-
nesia, yakni dalam bahasa Tionghoa tertulis tu menjelaskan hukum pidana formal.
“meminjam” tapi diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia “titipan”. Terjemahan sep-
erti itu dilakukan saksi Masri adalah atas
permintaan anak pelapor.
• Dengan adanya pernyataan baru dari Masri
tadi, berarti kesaksian Masri dalam persi-

46 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


DAFTAR REFERENSI

Buku, Jurnal, Pranala Luar

Abidin, Zainal dan Hamzah. (2006). Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik dan Hukum Penitensier.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adji, Indriyanto Seno. (2011). KUHAP dalam Prospektif. Jakarta: Diadit Media,
Atmasasmita, Romli. (1983). Bunga Rampai Hukum Acara Pidana. Bandung: Binacipta.
Atmasasmita, Romli. (1996) Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System): Perspektif Eksistensialisme
dan Abolisionalisme. Jakarta: Penerbit Bina Cipta.
Chazawi, Adami. (2011). Pelajaran Hukum Pidana: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pembera
tan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan, & Ajaran Kausalitas. Jakarta: Rajawali Pers.
Chazawi, Adami. (2008) Pelajaran Hukum Pidana: Percobaan dan Penyertaan. Jakarta: Raja Grafindo.
Effendy, Marwan. (2005). Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum. Jakarta: PT Grame-
dia Pustaka Utama.
Hamzah, Andi. (2008) Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamzah, Andi. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M.Yahya. (2009). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pe-
ngadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, ed. 2. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M.Yahya. (2014). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntu-
tan. Jakarta: Sinar Grafika.
Hiariej, Eddy O. S. (2014). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana.Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Huda, Chairul. (2006). Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan menuju kepada Tiada Pertanggungjawaban
Pidana Tanpa Kesalahan:Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggung
jawaban Pidana. Jakarta: Kencana.
Iksan, Muchamad. (2009). Hukum Perlindungan Saksi dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Sura-
karta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ilyas, Amir dan Haeranah, dkk. (2012). Asas-Asas Hukum Pidana II.Yogyakarta: Rangkang Education
Yogyakarta & PuKAP-Indonesia.
Kansil, C.S.T, dan Christine S.T, Kansil. (2004). Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Lamintang, P.A.F. (1997). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Marinka, Jan S. (2015). Kewenangan Kejaksaan sebagai Dominus Litis Menyongsong Pembaharuan Hu-
kum Acara Pidana. Jakarta: Masyarakat Pemantai Peradilan Indonesia Fakultas Hukum

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 47


Universitas Indonesia.
Mertokusumo, Sudikno. (1992). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Mertokusumo, Sudikno. (2010). Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Jakarta: Cahaya Atma.
Moeljatno. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhammad, Rusli. (2008). Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: Alumni.
Muhammad, Rusli. (2011). Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
Muladi. (1995). Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipon-
egoro.
Mulyadi, Lilik. (2007). Kompilasi Hukum Pidana dalam Perspektif Teoritik Dan Praktik Peradilan. Bandung,
Mandar Maju.
Packer, Herbert L. (1998). The Limits of the Crimnal Sanction. California: Stanford University Press.
Pangaribuan, Luhut M.P. (2014). Hukum Acara Pidana: Surat Resmi Advokat di Pengadilan. Jakarta: Pa-
pasa Sinar Sinanti.
Prodjodikoro, Wirjono. (2003). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Prodjodikoro, Wirjono. (2003). Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Aditama.
Reksodiputro, Mardjono. (1993). Sistem Peradilan Pidana Indonesia: Melihat kepada Kejahatan dan Pen-
egakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Jakarta: Penerbit Fakultas Hukum Universitas In
donesia.
Remmelink, Jan. (2003). Hukum Pidana. Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Sastrawidjaja, Sofyan.(1995). Hukum Pidana: Asas Hukum Pidana sampai dengan Alasan Peniadaan Pi-
dana. Bandung: Armico.
Sofyan, Andi. (2013). Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar.Yogyakarta: Rangkang Education.
Utrecht. (1994). Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.
Zaidan, Ali. (2015). Menuju Pembaruan Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Peraturan Perundangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76
Tahun 1982, TLN No. 3209.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, LN No. 77
Tahun 1995, TLN No. 3614.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
LN No. 208 Tahun 2000, TLN No. 4026.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Undang-Undang tentang Peru
bahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi., LN No.
134 Tahun 2001, TLN No. 4150.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN No. 49 Tahun
2003, TLN No. 4288.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, LN No. 67 Tahun 2004 tentang Kejak -
saan Republik Indonesia, TLN No. 4401.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, LN No. 157 Tahun 2009 tentang Kekua-

48 Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana


saan Kehakiman, TLN No. 5076.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, LN No. 122, TLN No. 5164.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 49


TENTANG PENULIS

Gandjar Laksmana Bonaprapta Bondan, lahir di Pekalongan, 9 Februari 1971. Memperoleh gelar
sarjana dan magister di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar mengabdikan diri pada al-
mamaternya dengan menjadi pengajar Hukum Pidana selama kurang lebih 21 tahun. Dalam kurun
waktu tersebut, tidak kurang dari 19 tahun digunakan untuk mengajar Hukum Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Gandjar juga mengasuh mata kuliah Asas-asas Hukum Pidana, Penerapan Asas Hukum Pi-
dana, dan Kapita Selekta Hukum Pidana yang juga membahas materi tindak pidana pencucian uang.
Selain aktif mengajar di kampus dan di Diklat KPK, Gandjar juga mendirikan CLEAR (Center for Leg-
islacy, Empowerment, Advocacy, and Research) pada tahun 2009, yaitu sebuah organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang kajian dan penelitian hukum dengan berfokus pada peningkatan kapasitas sumber
daya manusia melalui pengetahuan di bidang hukum yang disampaikan secara sederhana dan mudah
dipahami awam. Saat ini Gandjar menjabat sebagai chairman CLEAR.

Buku Informasi - Modul Hukum dan Sistem Peradilan Pidana 51

Anda mungkin juga menyukai