Modul Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana WS APIP
Modul Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana WS APIP
Modul 02
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. TUJUAN UMUM 1
B. TUJUAN KHUSUS 1
BAB II. MENJELASKAN HUKUM PIDANA MATERIIL
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam
Menjelaskan Hukum Pidana Materiil 2
1. Teori dan Batas Berlakunya Hukum
Pidana 2
2. Definisi dan Ruang Lingkup Tindak Pidana 2
3. Asas Legalitas dan Hukum Pidana 4
4. Prinsip-Prinsip yang Terkandung dalam KUHP 5
5. Locus Delicti dan Tempus Delicti 5
6. Tindak Pidana (Delik) 6
7. Dasar Penghapus dan Peringan Pidana 8
8. Penafsiran dan Analogi dalam Hukum Pidana 9
9. Kausalitas 12
10. Unsur-unsur Tindak Pidana 14
11. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana 16
12. Gugurnya Wewenang Menuntut dan Menjalani Pidana 17
13. Percobaan Tindak Pidana 19
14. Penyertaan 23
15. Gabungan Tindak Pidana 25
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum Pidana
Materiil 27
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum Pidana
Materiil 27
BAB III. MENJELASKAN HUKUM PIDANA FORMIL 28
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum
Pidana Formil 28
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sistem Peradilan Pidana 28
2. Kerangka Hukum Sistem Peradilan Pidana 29
3. Tahapan Proses Peradilan Pidana 50
4. Kerja Sama dalam Sistem Peradilan Pidana 35
5. Masalah Pokok dalam Sistem Peradilan Pidana 35
6. Upaya Hukum dalam Proses Peradilan Pidana
(Studi Kasus) 38
B. Keterampilan yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum
Pidana Formil 38
C. Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menjelaskan Hukum
Pidana Formil 38
DAFTAR REFERENSI 47
TENTANG PENULIS 50
DAFTAR ALAT DAN BAHAN 51
BAB I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
B. TUJUAN KHUSUS
Batas berlakunya hukum pidana ber- bahwa pidana harus terbalaskan, sehingga
dasarkan waktu atau saat terjadinya perbu- pidana tidak bertujuan praktis seperti mem-
atan pidana diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP. perbaiki penjahat. Maka dari itu, tidak perlu
Sedangkan batas berlakunya hukum pidana ber- untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pi-
dasarkan tempat terjadinya perbuatan pidana dana, sebab setiap kejahatan harus berakibat
telah diatur dalam Pasal 2-9 KUHP (Moeljatno, dijatuhkan pidana kepada pelanggar.
2008: 42). 2. Teori relatif atau tujuan (doeltheorien). Teori
Kemudian jika ditinjau dari sudut negara ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban
terdapat dua pendirian. Pertama, Asas Teritorial dalam masyarakat sehingga tujuan utamanya
dimana perundang-undangan hukum pidana ber- adalah melakukan pencegahan sebelum ter-
laku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di jadinya kejahatan. Bentuk pencegahan yang
dalam suatu wilayah negara baik dilakukan oleh pertama disebut dengan prevensi umum,
warga negaranya sendiri maupun oleh orang yaitu pelaksanaan pidana dipertonton-
asing, prinsip ini banyak digunakan oleh negara- kan di tengah jalan agar masyarakat takut
negara di dunia, termasuk di Indonesia. Kedua, melakukan tindak pidana mengingat kejam-
Asas Personal. Yakni, perundang-undangan hu- nya hukuman yang didapatkan. Selanjutnya,
kum pidana berlaku bagi semua perbuatan pi- bentuk pencegahan yang disebut dengan
dana yang dilakukan oleh warga negara di mana preverensi khusus, yang bertujuan agar
saja, juga di luar wilayah negara. Contohnya ada- mencegah pelanggar mengulangi perbuatan-
lah negara Jerman yang menerapkannya secara nya atau mencegah bakal pelanggar melak-
terbatas, sebagaimana dalam Pasal 3 Strafge- sanakan perbuatan jahat yang direncanakan-
setzbuch diatur bahwa hukum pidana Jerman nya.
berlaku bagi perbuatan tiap-tiap warga negara 3. Teori gabungan (verenigingstheorien). Teori
Jerman, sepanjang di negara lain tersebut tidak ini mengolaborasikan antara teori pemba-
diancam pidana. lasan dan teori tujuan.
sebab tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat macam jenis, berikut adalah beberapa di anta-
Terdapat dua unsur dalam suatu tindak a. Kejahatan dan Pelanggaran. Kejahatan (re-
pidana, yakni unsur subjektif dan objektif. Un- chtdelicten) yang diatur dalam buku II KUHP
sur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat adalah perbuatan-perbuatan yang meski-
Stelses Pemidanaan
Pasal 67:
Jika salah satu tindak pidana dijatuhkan hu-
kuman mati atau penjara seumur hidup, maka Pasal 71 KUHP, delik yang tertinggal.
tidak boleh dijatuhkan pidana lainnya kecuali
pencabutan hak-hak tertentu.
Pasal 69:
Pidana mati, penjara seumur hidup, penjara se-
mentara waktu, (Pasal 340): pidana mati.
A. Pengetahuan yang Diperlukan dalam merupakan suatu jaringan peradilan yang meng-
Menjelaskan Hukum Pidana Formal gunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya,
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sis- baik hukum pidana materiil, hukum pidana for-
tem Peradilan Pidana mal maupun hukum pelaksanaan pidana (Muladi,
Secara teoretis, dalam kepustakaan baik 1995: 18).
menurut ruang lingkup sistem Anglo-Saxon 4. Rusli Muhammad
maupun Eropa Kontinental, terminologi peradi- Rusli Muhammad mengemukakan
lan pidana sebagai sebuah sistem relatif masih bahwa sistem peradilan pidana merupakan jari-
diperdebatkan (Mulyadi, 2007: 35). Namun se- ngan peradilan yang bekerja sama secara ter-
cara umum, sistem peradilan pidana adalah me- padu di antara bagian-bagiannya untuk menca-
kanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan. pai tujuan tertentu baik jangka pendek maupun
Dalam literatur, pengertian sistem peradilan pi- jangka panjang (Muhammad, 2011: 13).
dana merujuk pada konsep hukum yang bukan Berdasarkan pengertian-pengertian
sekadar ketentuan normatifnya, tetapi termasuk tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sis-
di dalamnya dasar teori, filosofi, dan konsepnya tem peradilan pidana adalah suatu sistem pene-
(Pangaribuan, 2014: 15). Sistem peradilan pidana gakan hukum, sistem proses peradilan, dan
memiliki beberapa definisi menurut para ahli sistem pemasyarakatan yang menggambarkan
antara lain: secara keseluruhan sejak proses penyelidikan
1. Remington dan Ohlin sampai dengan pengawasan pelaksanaan pu-
Menurut Remington dan Ohlin, sistem tusan terhadap mereka yang dijatuhi pidana.
peradilan pidana diartikan sebagai pemaka- Lebih lanjut, tujuan dari sistem peradilan pidana
ian pendekatan sistem terhadap mekanisme dalam jangka pendek adalah (Pangaribuan, 2014:
administrasi peradilan pidana dan peradilan pi- 16-17):
dana sebagai suatu sistem merupakan hasil in- 1. Mencegah masyarakat menjadi korban
teraksi antara peraturan perundang-undangan, kejahatan.
praktik administrasi, dan sikap atau tingkah laku 2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang ter-
sosial (Atmasasmita, 1996, 15). jadi sehingga masyarakat puas bahwa
2. Marjono Reksodiputro keadilan telah ditegakkan dan yang ber-
Menurut Marjono, sistem peradilan salah dipidana.
pidana adalah sistem pengendalian kejahatan 3. Mengusahakan agar mereka yang pernah
yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, melakukan kejahatan tidak mengulangi
kejaksaan, pengadilan, dan permasyarakatan ter- lagi kejahatannya.
pidana (Reksodiputro, 1993: 1).
3. Muladi Tujuan akhir dari sistem peradilan pi-
Menurut Muladi, sistem peradilan pidana dana dalam jangka panjang yakni mewujudkan
Menurut Pasal 22 KUHAP, penahanan terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibedakan dari per-
syaratan atau penempatan tersangka/terdakwa ditahan. Adapun jenis penahanan yaitu penahanan rumah
tahanan negara, penahanan rumah, dan penahanan kota. Dalam kaitannya dengan jangka waktu dan perpan-
jangan penahanan akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
c. Penggeledahan
Penggeledahan menurut KUHAP dibagi menjadi 2 (dua), yaitu penggeledahan rumah dan penggele-
dahan badan. Berdasarkan Pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/
atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP; sedangkan
berdasarkan Pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badan-
nya atau dibawanya serta, untuk disita. Penggeledahan bertujuan untuk mendapatkan barang bukti untuk
penyelidikan/penyidikan sebagai bukti permulaan yang cukup, agar tersangka dapat ditangkap/ditahan dan
prosesnya dapat dilanjutkan ke tingkat penuntutan dan tingkat pemeriksaan persidangan pengadilan. Ber-
dasarkan Pasal 32 KUHAP, yang berwenang untuk melakukan penggeledahan, baik penggeledahan rumah
maupun penggeledahan badan, adalah penyidik untuk kepentingan penyidikan.
d. Penyitaan
Berdasarkan Pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengam-
bil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Tujuan penyi-
taan adalah untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam penyelidikan/penyidikan, tingkat penuntutan, dan
tingkat pemeriksaan persidangan di pengadilan (Sofyan, 2013: 166). Menurut Pasal 38 KUHAP, pejabat yang
berwenang untuk melakukan penyitaan adalah penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
1 2
Permohonan kasasi disampaikan secara Setelah pemohon membayar biaya perka-
tertulis atau lisan melalui panitera pe- ra, panitera mencatat permohonan kasasi
ngadilan tingkat pertama yang telah me- dalam buku daftar, dan pada hari itu juga
mutus perkaranya, dalam tenggang waktu membuat akta permohonan kasasi yang
14 (empat belas) hari sesudah putusan dilampirkan pada berkas perkara.
atau penetapan Pengadilan yang dimak-
sudkan diberitahukan kepada pemohon.
Apabila tenggang waktu 14 (empat belas)
hari tersebut telah lewat tanpa ada per-
mohonan kasasi yang diajukan oleh pihak
berperkara, maka pihak yang berperkara
dianggap telah menerima putusan.
5 6
Panitera pengadilan yang memutus Pihak lawan berhak mengajukan surat
perkara dalam tingkat pertama mem- jawaban terhadap memori kasasi kepada
berikan tanda terima atas penerimaan panitera, dalam tenggang waktu 14 (em-
memori kasasi dan menyampaikan sali- pat belas) hari sejak tanggal diterimanya
nan memori kasasi tersebut kepada salinan memori kasasi.
pihak lawan dalam perkara yang dimak-
sud dalam waktu selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari.
7 8
Setelah menerima memori kasasi dan Panitera Mahkamah Agung mencatat
jawaban terhadap memori kasasi, panit- permohonan kasasi tersebut dalam
era pengadilan yang memutus perkara buku daftar dengan membubuhkan no-
dalam tingkat pertama, mengirimkan mor urut mrnurut tanggal penerimaan-
permohonan kasasi, memori kasasi, jawa- nya, membuat catatan singkat mengenai
ban atas memori kasasi, beserta berkas isinya, dan melaporkan semua itu kepada
perkaranya kepada Mahkamah Agung Ketua Mahkamah Agung.
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari.
Abidin, Zainal dan Hamzah. (2006). Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik dan Hukum Penitensier.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adji, Indriyanto Seno. (2011). KUHAP dalam Prospektif. Jakarta: Diadit Media,
Atmasasmita, Romli. (1983). Bunga Rampai Hukum Acara Pidana. Bandung: Binacipta.
Atmasasmita, Romli. (1996) Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System): Perspektif Eksistensialisme
dan Abolisionalisme. Jakarta: Penerbit Bina Cipta.
Chazawi, Adami. (2011). Pelajaran Hukum Pidana: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pembera
tan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan, & Ajaran Kausalitas. Jakarta: Rajawali Pers.
Chazawi, Adami. (2008) Pelajaran Hukum Pidana: Percobaan dan Penyertaan. Jakarta: Raja Grafindo.
Effendy, Marwan. (2005). Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum. Jakarta: PT Grame-
dia Pustaka Utama.
Hamzah, Andi. (2008) Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamzah, Andi. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M.Yahya. (2009). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pe-
ngadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, ed. 2. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M.Yahya. (2014). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntu-
tan. Jakarta: Sinar Grafika.
Hiariej, Eddy O. S. (2014). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana.Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Huda, Chairul. (2006). Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan menuju kepada Tiada Pertanggungjawaban
Pidana Tanpa Kesalahan:Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggung
jawaban Pidana. Jakarta: Kencana.
Iksan, Muchamad. (2009). Hukum Perlindungan Saksi dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Sura-
karta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ilyas, Amir dan Haeranah, dkk. (2012). Asas-Asas Hukum Pidana II.Yogyakarta: Rangkang Education
Yogyakarta & PuKAP-Indonesia.
Kansil, C.S.T, dan Christine S.T, Kansil. (2004). Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Lamintang, P.A.F. (1997). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Marinka, Jan S. (2015). Kewenangan Kejaksaan sebagai Dominus Litis Menyongsong Pembaharuan Hu-
kum Acara Pidana. Jakarta: Masyarakat Pemantai Peradilan Indonesia Fakultas Hukum
Peraturan Perundangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76
Tahun 1982, TLN No. 3209.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, LN No. 77
Tahun 1995, TLN No. 3614.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
LN No. 208 Tahun 2000, TLN No. 4026.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Undang-Undang tentang Peru
bahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi., LN No.
134 Tahun 2001, TLN No. 4150.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN No. 49 Tahun
2003, TLN No. 4288.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, LN No. 67 Tahun 2004 tentang Kejak -
saan Republik Indonesia, TLN No. 4401.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, LN No. 157 Tahun 2009 tentang Kekua-
Gandjar Laksmana Bonaprapta Bondan, lahir di Pekalongan, 9 Februari 1971. Memperoleh gelar
sarjana dan magister di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar mengabdikan diri pada al-
mamaternya dengan menjadi pengajar Hukum Pidana selama kurang lebih 21 tahun. Dalam kurun
waktu tersebut, tidak kurang dari 19 tahun digunakan untuk mengajar Hukum Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Gandjar juga mengasuh mata kuliah Asas-asas Hukum Pidana, Penerapan Asas Hukum Pi-
dana, dan Kapita Selekta Hukum Pidana yang juga membahas materi tindak pidana pencucian uang.
Selain aktif mengajar di kampus dan di Diklat KPK, Gandjar juga mendirikan CLEAR (Center for Leg-
islacy, Empowerment, Advocacy, and Research) pada tahun 2009, yaitu sebuah organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang kajian dan penelitian hukum dengan berfokus pada peningkatan kapasitas sumber
daya manusia melalui pengetahuan di bidang hukum yang disampaikan secara sederhana dan mudah
dipahami awam. Saat ini Gandjar menjabat sebagai chairman CLEAR.