Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PE N DAH U LUAN
I. LATAR BELAKANG

Upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat yang disertai dengan penggunaan sumber-
sumber daya yang ada di masyarakat umumnya telah ada sejak keberadaan masyarakat itu sendiri.
Namun upaya tersebut belum secara sistimatis, terencana serta belum menggunakan gars-garis
strategi tertentu. Keterlibatan masyarakat dalam melakukan analisa masalah yang sangat terkait
dengan lingkungannya akan meningkatkan rasa memiliki, meningkatkan rasa percaya diri mereka
dengan mengadopsi pengetahuan, informasi serta pengalaman lokal.
Seperti diketahui derajat kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi dari berbagai
faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Berdasarkan hal
tersebut umumnya masalah kesehatan lingkungan di Kabupaten Sambas masih berkisar pada belum
terpenuhinya secara optimal sarana sanitasi dasar antara lain air bersih, jamban keluarga,
pengelolaan sampah, limbah dan pengendalian vector dimana resiko kesehatan yang timbul masih
seputar penyakit infeksi (menular), seperti diare, ISPA, DBD dan Malaria.
Berbagai upaya terobosan telah dilakukan khususnya untuk menunjang peningkatan kualitas
kesehatan lingkungan terutama untuk daerah pedesaan antara lain melalui peningkatan cakupan
program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan oleh tenaga sanitasi Puskesmas
( Sanitarian ) ditunjang proyek-proyek lain sebagai akselerasi program.

II.GAMBARAN UMUM WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEKARANG

A.Keadaan Geografis.

Kecamatan Tekarang terbentuk pada tanggal 8 April 2002 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Sambas Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kecamatan Tekarang
( Lembaran Daerah kabupaten Sambas tahun 2002 Nomor 21 ) yang merupakan hasil pemekaran
dari Kecamatan Tebas yang luasnya 8316 Ha. ( 83,16 Km2 ).Kecamatan ini merupakan bagian dari
wilayah semenanjung sebelah Sungai Sambas Hilir.
Puskesmas Tekarang sendiri mulai di resmikan pada tanggal 20 Desember 2004 dengan jumlah
pegawai sebanyak 9 orang terdiri dari 4 orang tenaga perawat kesehatan,1 orang bidan,1 orang
Sanitasi,1 orang pelaksana gizi ,1 orang perawat gigi dan 1 orang TU. Wilayah kerja Puskesmas
Tekarang terdiri dari 7 Desa 19 Dusun 47 RW 98 RT.Desa-desa tersebut adalah :
 Desa Tekarang dengan luas : 954 Ha.
 Desa Rambyang dengan luas : 1094 Ha.
 Desa Matang Segarau dengan luas : 1394 Ha.
 Desa Sar Makmur dengan luas : 925 Ha.
 Desa Sempadian dengan luas : 1425Ha.
 Desa Cepala dengan luas : 900 Ha.
 Desa Merubung dengan luas : 1669 Ha.

Adapun batas- batas wilayah sebagai berikut:


 Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Sentebang .
 Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Sekura
 Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Tebas
 Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Segarau dan Matang Suri.

Secara geografis Kecamatan Tekarang terletak antara 1°14’13” hingga 1°20’20” Lintang Uatra dan
antara 109°03’35” hingga 109°10’09” Bujur Timur. Kecamatan Tekarang berjarak ± 30 Km dari Ibu
Kota Kabupaten Sambas, 61 Km dari Kota Singkawang dan 197 Km dari Kota Pontianak,dapat di
capai melalui transportasi darat maupun sungai.
Kecamatan tekarang merupakan daerah dataran rendah dan sangat dipengaruhi pasang surut sungai
Sambas Besar yang mempengaruhi lebih dari sepertiga kawasan Kecamatan Tekarang di wilayah
Timur dan Selatan yaitu Desa Tekarang,Desa Sempadian dan Desa Rambayan.Keberadaan sungai-
sungai kecil yang tegak lurus dengan sungai Sambas Besar serta beberapa parit sekunder dan tersier
yang melintang di antara sungai-sungai kecil ini sangat berpengaruh pada tingkat penyebaran dan
penularan penyakit yang di bawa oleh air.

B. KEADAAN DEMOGRAFIS
Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Tekarang Tahun 2006 adalah 15.791 Jiwa terdiri dari 7.277
jiwa laki-laki dan 8.514 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3.321 kk. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Tekarang Tahun 2006
No Nama Desa Jumlah KK Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah Total
1 Tekarang 563 1.127 1.103 2.230
2 Rambayan 396 858 858 1.716
3 Sari Makmur 219 453 487 942
4 Matang Segarau 223 648 660 1.308
5 Sempadian 745 1.784 1.683 3.467
6 Cepala 553 1.156 1.172 2.328
7 Merubung 662 1.251 2.551 3.802

Jumlah 3.321 7.277 8.514 15.791


Sumber : Kantor Camat Tekarang.

Adapun kepadatan penduduk dari tiap-tiap desa di Kecamatan Tekarang dengan perbandingan
wilayahnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.2
Luas Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatannya
Di Kecamatan Tekarang Tahun 2006
No Nama Desa Luas (Ha) Penduduk Kepadatan
Jiwa/Ha.
1 Tekarang 954 2.230 3
2 Rambayan 1.094 1.716 2
3 Sari Makmur 1.394 940 1
4 Matang Segarau 925 1.308 2
5 Sempadian 1.425 3.467 2
6 Cepala 900 2.328 3
7 Merubung 1.669 3.802 3
Jumlah 8.316 15.791 2
Sumber : Kantor Camat Tekarang.

Mayoritas penduduk Kecamatan Tekarang adalah bermata pencarian sebagai petani sebesar
6.594 orang atau 80,35%. Hal ini sesuai dengan kondisi Kecamatan Tekarang yang dikenal sebagai
wilayah sentra pertanian. Jenis Pekerjaan lainnya adalah PNS, Pedagang, dan Swasta.

C. CAKUPAN SANITASI DAN ANGKA PENYAKIT.


Dari hasil pengkajian Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) diwilayah kerja Puskesmas
Tekarang didapati bahwa sarana kesehatan lingkungan yang ada sebagiannya masih beresiko
menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran di sungai (Badan Air) mengingat
mayoritas masyarakat tinggal di daerah aliran sungai selain itu perilaku yang kurang memenuhi
standar kesehatan seperti : BAB dan MCK di sungai, membuang sampah di tempat terbuka,
menggunakan air minum secara tidak aman, mengambil air minum dari sumber yang tidak
terlindungi, air limbah yang tidak ditangani dengan baik (langsung dialirkan ke sungai dan atau
dibiarkan tergenang) membiarkan tempat penanpungan air minum/air bersih terbuka dan
sebagainya, ikut menjadi penyebab timbulnya penyakit berbasis lingkungan. Selain itu rendahnya
cakupan sarana sanitasi dasar dan rumah sehat menempatkan penyakit ISPA dan Diare dalam
sepuluh penyakit terbanyak di wilayah-wilayah kerja Puskesmas Tekarang.

Tabel 1.3
Sepuluh Penyakit Terbanyak di wilayah Kerja Puskesmas Tekarang

No Jenis Penyakit Jumlah Prosentase


1 ISPA 1253 28%
2 Penyakit system otot dan jaringan pengikat 612 13,6%
3 Asma 386 6,6%
4 Diare 356 7,9%
5 Darah Tinggi 342 7,6%
6 Malaria Klinis 338 7,6%
7 Penyakit Kulit Alergi 298 6,7%
8 Scabies 177 3.9%
9 Karier Gigi 150 3,4%
10 Lain-lain 565 12,7%

Jumlah 4.477 100%


Sumber : Propil Puskesmas Tekarang Tahun 2006.

Tabel 1.4
Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
Yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Puskesmas Tekarang Tahun 2006

N Desa Jlh kk Persediaan air Jamban Keluarga Tempat sampah Pengelolaan SPAL
o bersih/minum
Mmiliki Tidak Mmiliki Tidak Mmiliki Tidak Mmiliki Tidak
Mmiliki Mmiliki Mmiliki Mmiliki
1 Tekarang 563 563 * - 310 235 - - - -
2 Rambayan 396 396 * - 170 226 - - - -
3 Sari Makmur 219 219 * - 95 124 - - - -
4 Mtg.Segarau 223 223 * - 67 156 - - - -
5 Sempadian 745 745 * - 447 298 - - - -
6 Cepala 553 553 * - 210 343 - - - -
7 Merubung 662 662 * - 242 420 - - - -

Jumlah 3.321 -
3.321 1.541 1780
Sumber : Propil Puskesmas Tekarang Tahun 2006.

* Persediaan air bersih / air minum tidak semua mencukupi keperluan rumah tangga terlebih lagi
dimusim kemarau.
4

BAB II

PERMASALAHAN
A. Masalah Umum

Masyarakat Tekarang saat ini masih memerlukan bimbingan dalam upaya mengatasi masalah
kesehatan lingkungannya, dimana berdasarkan hasil kajian PHBS dan data profil Puskesmas
diketahui beberapa hal pokok yang dapat dijadikan indikator hal tersebut yaitu :
Sepuluh penyakit terbesar masih didominasi penyakit berbasis lingkungan.
Masih ada sebagian masyarakat yang kurang memahami pentingnya perilaku hidup bersih
dan sehat.
Cakupan sanitasi dasar (JAGA,PAB,SPAL,TPAS) yang memenuhi syarat kesehatan
tergolong rendah.
Minimnya informasi tentang kesehatan lingkungan dan PHBS.
Asumsi masyarakat bahwa tanggung jawab masalah kesehatan lingkungan adalah ditangan
pemerintah.
Kebiasaan masyarakat yang selalu berharap pada subsidi pemerintah untuk menyelesaikan
masalah kesehatan lingkungannya.

B. Prioritas Masalah

Prioritas masalah dalam makalah ini dititik beratkan pada rendahnya tingkat cakupan sanitasi
dasar yang difokuskan pada rendahnya cakupan Jamban Keluarga (JAGA). Rendahnya cakupan
JAGA seperti yang ditampilkan pada tabel 1.4 berperan dalam meningkatnya angka kejadian
penyakit Diare di wilayah kerja Puskesmas Tekarang sehingga menempatkan penyakit tersebut
dalam sepuluh penyakit terbanyak. Hal ini ditunjang pula oleh data riil Puskesmas dimana hasil
penjaringan klinik sanitasi pada Januari hingga Juni 2007 kejadian penyakit ini mencapai 144 kasus,
melebihi jumlah kejadian tahun lalu pada periode yang sama.
Hal ini ditunjang pula oleh perilaku masyarakat yang tidak memenuhi syarat-syarat
kesehatan seperti BAB dan MCK di sungai, membuang sampah ditempat terbuka, tidak cuci tangan
dengan sabun sehabis buang air/saat menjamah makanan, jajan di sembarang tempat, dan lain-lain.
Sulitnya meningkatkan cakupan JAGA dikarenakan beberapa hal antara lain :
 Tingkat ekonomi masyarakat yang lemah.
 Tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian besar hanya lulusan SD.
 Budaya masyarakat itu sendiri yang memang sulit untuk diubah terutama berkaitan dengan
hal BAB di sungai.
4
Apabila masalah ini tidak cepat ditangani dapat mengakibatkan penurunan derajat kesehatan
masyarakat karena diare ternyata turut menjadi faktor penyebab gizi buruk pada balita.

5
C. Upaya Pemecahan Masalah dan Hasilnya.
Melihat permasalahan diatas, maka kami sebagai tenaga pelaksana sanitasi di Puskesmas
Tekarang, berusaha melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan cakupan JAGA di wilayah kerja
Puskesmas Tekarang antara lain dengan melakukan :

1. PKM ( Penyuluhan Kesehatan Masyarakat ).

Dibidang PKM kami berusaha menjalin komunikasi dan kerjasama lintas program di
Puskesmas dan lintas sektoral dengan aparat pemerintah kecamatan dan desa.Kegiatannya
antara lain Klinik sanitasi, kunjungan sanitasi desa yang bergantung pada banyaknya pasien
atau klien yang terjaring;penyebaran poster, leaflet, brosur, dan lain-lain. Kelompok-
kelompok posyandu, pengajian, IRMAS, arisan PKK Desa/Kecamatan, sekolah-sekolah, saat
pembinaan desa dan lain sebagainya di masyarakat juga menjadi sasaran penyuluhan kami.
Di tambah dengan koordinasi bersama aparat Pemerintah Desa dan Kecamatan kami juga
memanfaatkan acara hajatan masyarakat seperti pesta perkawinan, tepung tawar, dan
khitanan. Bahkan pada saat sebelum sholat Jum’at dilaksanakan, himbauan tentang
kesehatan lingkungan juga disampaikan.Hasilnya kami bisa memberikan penyuluhan rata-
rata 10 kali dalam sebulan,hal ini dimungkinkan karena akses yang telah terbuka lebar akibat
dari koordinasi yang baik dengan pihak yang terkait.

2. Partisipasi Masyarakat

Dibidang ini kami melanjutkan program partisipatori yang telah dirintis oleh petugas
sebelum kami tepatnya di Desa Sempadian. Diprogram ini kami melatih beberapa tokoh
masyarakat yang berpotensi untuk bisa menghasilkan sendiri elemen-elemen JAGA seperti :
Bowl ( Tempat jongkok saat BAB ), Slab ( Lantai WC dari semen ).Hasilnya terlihat pada
cakupan jaga sudah mencapai hampir 60 %. Sampai saat ini program ini masih terus berjalan
dan dibina.Kedepannya program ini dikembangkan pada pengadaan gorong-gorong sebagai
pengganti septic tank (Tempat penampungan kotoran).
Kami juga membentuk Saka Bakti Husada yang beranggotakan siswa SMP dan SMA serta
masyarakat umum yang berminat dalam bidang kesehatan.

3. Stimulan.

Stimulan diberikan hanya untuk menggugah masyarakat agar berpartisipasi penuh dalam
upaya mengatasi masalah kesehatan lingkungan. Seperti pemberian sarana cuci tangan di
sekolah, perbaikan rumah penderita penyakit berbasis lingkungan, perbaikan sarana
ibadah.Sejak diresmikannya puskesmas Tekarang telah memberikan stimulan berupa sarana
cuci tangan di SD 05 Tekarang,memperbaiki rumah penderita TB.Paru atas nama Bapak
Johan di Desa Sempadian,sedangkan perbaikan sarana Penampungan air hujan di Desa Sari
Makmur diberikan pada Mesjid Al-A’La di Rt. 05 RW.03

4. Pelatihan CLTS.
Mengenai pelatihan CLTS dan hasilnya selengkapnya di bahas pada BAB IV.

6
BAB III

PELATIHAN CLTS
1. LATAR BELAKANG

Pelatihan Pendekatan CLTS ( Community Led Total Sanitation ) di Kabupaten Sambas


merupakan satu dari serangkaian Program Uji Coba Pendekatan CLTS di 6 Kabupaten di Indonesia,
selain 5 Kabupaten lainnya, yakni : Lumajang, Sumbawa, Bogor dan Muara Enim ( Lokasi Proyek
WSLIC2 ) dan Muara Jambi.
Pelatihan Pendekatan CLTS di Kabupaten Sambas ini merupakan lanjutan dari kegiatan-
kegiatan sebelumnya, diantaranya : PELATIHAN Kick Off Uji Coba Pendekatan CLTS yang
dilaksanakan di Jakarta pada bulan Februari 2006, Pelatihan dan TOT CLTS bagi Tim Pusat dan Tim
Inti Kabupaten di Lumajang pada tanggal 2-5 Mei 2006 dan pelatihan Pendekatan CLTS bagi Tim
Kabupaten Sumbawa pada tanggal 8-11 mei 2006.
A. Peserta PELATIHAN

PELATIHAN diikuti oleh 12 orang dari masig-masing desa.Peserta terdiri dari unsur-
unsur :Kepala Desa,Kepala Dusun,tokoh agama,tokoh masyarakat,PKK,karang taruna, Rt/Rw dan
unsure-unsur lainnya.

B. Waktu

PELATIHAN diselenggarakan selama 8 hari efektif masing-masing desa 4 hari efektif, yaitu
dari tanggal 28-31 Mei 2007 di Desa Cepala dan tanggal 5-8 Juni di Desa Sari Makmur.

C. Tempat Pelatihan

 Pembahasan materi CLTS dan peningkatan keterampilan fasilitas CLTS dilaksanakan


masing-masing 2 hari tanggal 28-29 Mei 2007 bertempat di Balai Desa Cepala dan tanggal
5-6 Juni 2007 di Desa Sari Makmur Kecamatan Tekarang.
 Praktek Lapang Pemicuan danm Perencanaan oleh Masyarakat dilaksanakan masing-masing
1 hari tanggal 30 Mei 2007 di Desa Cepala dengan peserta aktif warga masyarakat sejumlah
100 orang dan tanggal 7 Juni 2007 di Desa Sari Makmur dengan peserta aktif warga
masyarakat sejumlah 60 orang dari desa.
 Refleksi Pengalaman Praktek Lapang, Presentasi Rencana Masyarakat dan Penutupan
dilaksanakan masing-masing 1 hari tanggal 31 Mei 2007 di Desa Cepala dan tanggal 8 Juni
2007 di Desa Sari Makmur Kecamatan Tekarang.

7
2.PROSES PELATIHAN

2.1. Pembukaan Pelatihan

Pembukaan latihan dilakukan melalui serangkaian acara, yakni laporan ketua panitia,
sambutan kepada bidang P2KL, Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas sekaligus membuka acara
secara resmi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas dilanjutkan dengan
doa. Dalam sambutannya Kepala bidang P2KL ( P2PL ) menegaskan kembali tentang
pengembangan kebijakan nasional dibidang sanitasi dan air bersih yang berbasis masyarakat melalui
WASPOLA ( Water and Sanitation Policy and Action Plan ) disusun berbagai strategi dan kebijakan
pembangunan sanitasi dan air bersih. Diantara strategi dan kebijakan tersebut adalah melalui proyek
Water and Sanitation for Low Incame Community ( WSLIC ) dengan bantuan Worldbank di 7
propinsi dan proyek Community Water Services and Health (CWSH) dengan bantuan Asian
Development Bank (ADB) di 4 propinsi termasuk Kalimantan Barat. Proyek CWSH dimulai tahun
2007 dimana dana yang diberikan berupa dana hibah dari pusat ke daerah.
Dalam kaitan dengan pengembangan sanitasi juga dikembangkan strategi dan kebijakan
yang berbasis masyarakat, salah satunya adalah uji coba pendekatan CLTS. Kepala Dinas Kabupaten
Sambas menegaskan tentang pentingnya perubahan perilaku masyarakat khususnya pedesaan dalam
bidang kesehatan.

2.2. Harapan Peserta Terhadap Pelatihan.

Melalui pengungkapan harapan masing-masing pribadi peserta pelatihan yang kemudian


dikompilasikan bersama tergambar bahwa peserta sangat mengharapkan mereka mampu memahami
CLTS, trampil memfasilitasi CLTS, ditingkat masyarakat, mampu merubah sikap dan membangun
komitmen serta memperoleh pembelajaran dari proses pelatihan. Sedangkan kekhawatiran yang
muncul dan menjadi perhatian utama adalah terbatasnya waktu pelatihan dan kemungkinan CLTS
tidak berbeda dengan pendekatan yang mereka kenal sebelumnya.
2.3. Tujuan, Alur, Jadwal Pelatihan

Fasilitator selanjutnya menjelaskan tentang tujuan pelatihan untuk menganalisa bersama


sejauh mana harapan peserta bias tercapai dan kekhawatiran bisa dihilangkan.
Adapun tujuan pelatihan :
1. Memahami latar belakang, rasional, pendekatan dan prinsip-prinsip CLTS.
2. Memahami metodelogi CLTS dan kebutuhan akan perubahan sikap dan perilaku dari setiap
individu, propesi dan lembaga untuk menerapkannya.
3. mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan CLTS di desa/Lapangan
dengan keterampilan fasilitasi yang tepat.
4. Mengembangkan rencana tindak lanjut untuk penerapan CLTS di Kabupaten dalam periode 6
bulan.

Jadwal dan alur pelatihan terlampir.

2.4. Temuan dari proyek-proyek sanitasi sebelumnya.

Bahasan ini dikaji melalui analisa bersama dalam tiga kelompok,dimana setap kelompok
mencoba membedah tentang:kelebihan,kekuragan, keberadaannya saat ini,perubahan ayang terjadi
dan keberlanjutannya.Adapun tiga kelompok tersebut masing-masing menganalisa proyek-proyek
yang disepakati untuk dianalisa berikut ini :Inpres SAMIJAGA,Rural Water Supply and Sanitation
(RWSS) dan Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL).

Dari diskusi masing-masing kelompok tergambar hasil analisa sebagai berikut:


1.Program DPKL
Kelebihan :Menggali potensi masyarakat,memotivasi dan menggerakkan
partisipasi,membentuk pusat percontohan di desa,adanya kelembagaan di tingkat
desa,pilihan teknoligi diinformasikan.
Kekurangan:Munculnya ego sektoral dari sektor kesehatan (tingkat Pusat ) , kesehatan
lingkugan bukan prioritas pembangunan,tidak ada kontribusi daerah dalam
pembangunan,pembinaan teknis tidak berkelanjuta.
Keberlanjutan :terhenti setelah tiga tahun berjalan,karena pembangunan ABPL
dilaksanakan secara sektoral.
Perubahan yang terjadi:ada perubahan pada cakupan air bersih dan sanitasi, masyarakat
sudah memahami hubungan antara air bersih/kualitas lingkungan dan kejadian penyakit.
Rekomendasi: Model pembangunan DPKL dapat dilanjutkan namun dengan dukungan
lintas sector.

2.RWSS.
Kelebihan:Masyarakat dilibatkan dalam proses kegiatan (mulai dari perencanaan samapai
dengan pelaksanaan pada daerah tertentu,khususnya dalam program partisipatori ).
Kekurangan: Tidak melibatkan seluruh lapisan masyarakat (hanya kelompok tertentu
saja),respon masyarakat kurang,tergantung dengan teknologi ysang diberikan.
Perubanhan: adanya pengetahuan dan komitmen masyarakat untuk PHBS,terjadinya
peningkatan cakupan dan jumlah sarana.
Keberlanjutan :Adanya keberlanjutan,misalnya dengan cara arisan pembanguan sarana
sanitasi.

3.INPRES SAMIJAGA (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga )


Kelebihan: Gratis,pengetahuan masyarakat tentang samijaga
meningkat,swakelola,kesempatan menjadi PNS,cakupan samijaga meningkat.
Kekurangan: Tidak tepat sasaran,tidak sesuai dengan kondisi daerah,hanya kejar
target,partisipasi masyarakat kurang,evaluasi pelaksanaan tidak maksimal.
Keberlanjutan:Tergantung proyek.
Perubahan yang terjadi : PHBS kurang maksimal.
Rekomendasi : Upaya pemerintah dalam meningkatkan cakupan samijaga tetap diperlukan.
9
2.5 Pengenalan CLTS.

Pengenalan CLTS di sajikan oleh fasilitator,mencakup :Definisi da batasan CLTS,tahapan


aktivitas di lapamgan,penerpan pendekatan CLTS,pembelajaran dan rekomendasi,perbedaan utama
CLTS dan struktur pendekatan target Driven,perbedaan apa yang dibuat dan siapa yang
diuntungkan?.Replikasi CLTS,prinsip-prinsip yang fundamental dan tidak dapat dinegosiasi dalam
CLTS,tertantang dan dampak terhadap kebijkan program. Pengenalan tentang CLTS ditunjang
dengan pemutaran CLTS di Maharashtra dan dokumentasi praktek pemicuan di Lumajang.
2.6. Tiga Pilar Utama CLTS

Bahasan ini diawali dengan lontaran fakta dari fasilitator tentang kecenderungan kita lebih
banyak bicara dari pada mendengar, melihat, memahami, dan mengenal masyarakat sehingga
menghambat proses berbagi/sharing, sikap atau prilaku kita menjdi kunci awal proses berbagi yang
akan terus dikembangkan melalui berbagai metodelogi tidak hanya mencakup kita sebagai individu,
tetapi juga dalam kehidupan professional dan institusional.

2.7. Perubahan Sikap dan Perilaku

Kegiatan ini dalam bentuk diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok, peserta dibagi
menjadi tiga kelompok yakni : Personal, Profesional dan Institusional yang masing-masing
merumuskan sepuluh hubungan Upper dan Lower yang sering berkembang dalam tiga tataran hidup
yang mengganggu proses berbagi. Hasilnya sebagai beriklut :
Upper dan Lower dalam kehidupan Personall: Suami-Istri, Orang tua-anak, Kaya-Miskin,
Bangsawan-Jelata, Berpendidikan-tidak Berpendidikan dan lain-lain.
Upper dan Lower dalam kehidupan Propesional : Dokter-Bidan, Insinyur-Tukang,
Penyuluh-Petani dan lain-lain.
Upper dan Lower dalam kehidupanInstitusional : Camat-Kades, Dinas-UPT, Kades-
Kadus,Kadus-RT dan lain-lain.

Dalam diskusi Pleno membahas dan memahami hubungan Upper Lower tersebut kemudian
dilanjutkan dengan bahasa tubuh yang mengganggu proses berbagi/sharing yang diperagakan oleh
masing-masing kelompok. Peserta kemudian berkomitmen untuk meninggalkan pola-pola Upper
dan Lower serta bahasa tubuh yang mengganggu proses sharing tersebut.

2.8. Partisipasi Dalam CLTS

Topik ini dibahas melalui metode menggambar tentang partisipasi masyarakat menurut
masing-masing peserta dalam selembar kertas. Hasilnya ada 4 tingkatan partisipasi masyarakat :
 Masyarakat hanya menerima informasi saja
 Masyarakat mulai diajak berunding namun keputusan dibuat oleh pihak luar.
 Masyarakat bersama-sama pihak luar membuat keputusan bersama.
 Masyarakat memutuskan pihak luar hanya membantu.

10
Dalam konteks CLTS peserta sepakat tinbgkatan keempat yang semestinya dikembangkan.

2.9. Eleman Pemicu dan Faktor Penghambat.

Dibagian ini peserta dibagi dalam 2 kelompok diskusi dimana satu kelompok membahas
tentang elemen-elemen apa saja yang bisa digunakan untuk memicu masyarakat dalam perubahan
sanitasi, sedangkan satu kelompok lainnya membahas tentang hal-hal yang menjadi penghambat
dalam proses pemicuan.
Dari proses diskusi tersubut diperoleh rumusan sebagai berikut :
Elemen-elemen pemicu perubahan sanitasi : Rasa jijik, rasa takut terhadap penyakit, rasa
malu, rasa bersalah/dosa.
Elemen-elemen penghambat : Ketergantungan pada bantuan, gengsi (Malu memiliki sarana
yang sederhana ), kebiasaan.

2.10. Apa Yang Seharusnya dan Tidak Boleh?

Mengacu kepada temuan tentang elemen-elemen pemicu dan faktor-faktor penghambat


tersebut, maka peserta memahami dan bersepakat bahwa pemicuan akan terfokus pada
mengeksplorasi rasa jijik, takut penyakit, malu dan bersalah/dosa, serta menyiapkan diri dari awal
bahwa: Kita tidak membawa subsidi, menggali berbagai model jamban yang dikenal masyarakat
untuk mengatasi rasa gengsi, dan menegaskan kondisi yang akan lebih baik bila kebiasaan buruk
yang “nyaman” itu ditinggalkan.

2.11. Alat-alat Utama PRA dalam CLTS

Diawali dengan review pemahaman peserta tentang Participatory Rural Apraisal (PRA) dan
alat-alatnya, peserta kemudian diajak membahas tentang alat-alat PRA yang relefan dengan upaya
eksplorasi elemen-elemen pemicu:
 Rasa jijik dipicu dengan transect Walk, demo air yang mengndung tinja dipakai untuk
cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cucu makanan/beras,
wudhu dan lain-lain.
 Rasa malu dipicu dengan transect walk ketempat BAB terbuka dan FGD untuk
perempuan.
 Takut sakit dipicu dengan FGD perhitungan jumlah tinja
sehari/seminggu/sebulan/setahun dan seterusnya, alur kontaminasi, informasi tentang
virus polio yang bias menyebar melalui air sampai dengan radius 60 km.
 Privacy dipicu dengan FGD.
 Takut bersalah/berdosa dipicu dengan mengutip hadits ( karena masyarakat lokasi uji
coba mayoritas muslim ) dan pendapat para ahli agama.

11

2.12. Simulasi Alat Pemicuan

Melalui partisipasi 10 peserta suka rela, fasilitator mensimulasikan proses pemicuan


dimasyarakat. Simulasi dimulai dengan pembuatan peta social dihamparan, dengan diawali
penjelasan pokok sebagai berikut :
 Area yang digunakan untuk membuat peta sebaiknya dipilih yang cukup luas.
 Penggunaan bahan-bahan lokal disekitar tempat hamparan diutamakan agar masyarakat
memahami bahwa apapun potensi yang ada bias dimanfaatkan.
 Segera setelah pembuatan peta hamparan salah satu warga menyalin dalam kertas untuk
acuan kegiatan mereka selanjutnya.
Langkah-langkah pembuatan peta:
o Membuat batas wilayah pemukiman, sungai, jalan, dan tempat-tempat umum.
o Menempatkan rumah-rumah penduduk.
o Meminta penduduk berdiri dekat rumah masing-masing ( dalam peta ), dan menunjukkan
mana rumah yang belum memiliki JAGA/WC.
o Meminta setiap warga menempatkan symbol tinja pada lokasi yang biasa dipakainya
untuk BAB ditempat terbuka.
o Menghitung bersama jumlah tinja yang dibuang secara terbuka dalam sehari, seminggu,
sebulan, dan seterusnya.

Simulasi dilanjutkan dengan simulasi alur kontaminasi ( Oral Faecal ) sehingga peserta
memahami bagaimana kemungkinan tinja masuk ke mulut,melalui lalat, kaki manusia,air
sungai,angin, dll.Di tegaskan disini bahwa kontaminasi juga bias terjadi pada mereka yang
sudah punya WC.Peluang ini digunakan untuk mendorong kepedulian mereka yang tidak
punya WC,tapi juga menorong mereka yang sudah punya wc untuk membantu mereka yang
belum mempunyai wc.
2.13 Pembentukan Kelompok Praktek Lapangan.

Setiap kelompok menyusun pembagian peran masing-masing berdasarkan kecenderungan


umum peran-peran dalam fasilitasi CLTS,yakni Pembicara Utam,Pembantu pembicara,
Pencatat proses pemicuan,Penjaga Alur proses dan Pengalih perhatian (Berperan
mengalihkan perhatian individu pengganggu proses pemicuan ).

2.14 Praktek Lapangan.

Praktek lapangan di laksanakan di masing-masing wilayah desa pelatihan. Praktek


lapangan dimulai pukul 09;00 dan berakhir pukul 11:30 WIB.

12

2.15 Refleksi praktek di Lapangan.

Pada dasarnya refleksi atas proses hasil praktek di lapangan di kedua desa tidak jauh
berbeda sehingga bias di simpulkan catatan-catatan refleksi yang terungkapsebagai berikut :
 Pemicuan angat cepat mencapai tjuan,sisa waktu digunakan untuk pengembangan
wawasan.
 Kegiatan transect walk tidak hanya bermanfaat untuk memicu rasa jijik, tetapi
dimanfaatkan juga untuk mengenali berbaga imodel jamban yang suda ada.
 Meminimalisir desakan untuk meminta bantuan subsidi dengan menaglihka
perhatian pada hal lain.
 Membangun konsentrasi bias dilakukan dengan cara memberi perintah
serentak,misalnya : mari kita berdiri !
 Speaker ternyata sangat dominant sehingga suara mereka yang tida menggunakan
speaker tenggelam.
 Istilah jamban ternyata berbeda dari kakus/wc yaitu diartikan tempat mandi terbuka
di pinggiran sungai.
 Kehadiran aparat desa dari desa tetangga ternyata langsung memicu yang
bersangkutan untuk pengembangan di desanya.

2.16 Presentasi RencanaMasyarakat .

Kegiatan presentasi masyarakat di depaan seluruh peserta dan Camat Tekarang lebih
kepada untuk meningkatkan motivasi masyarakat untuk memulai kegiatan/program memperbaiki
kualitas sanitasi di sekitarnya.Presentasi dari Kabupaten dan Kecamatan tentu telah memberi
motivasi tersendiri bagi masyarakat.
Penghargaan sedemikian memang sangat layak di berikan kepada masyarakat lokasi
program uji coba pendekatan CLTS ini, karena mereka telah menjadi bagian dari masyaraka pelopor
dari kegiatan-kegiatanyang secara prinsip memang menjadi kewajia\ban mereka,dan mereka
menunjukan keswadayaan mereka dalam hal ini.
Pada kesempatan ini perwakilan dari masyarakat yang terpicu ( 5-6 orang )
Selain mengungkapkan proses dan hasil pemicuan yang terlaksana saat praktek lapangan,sehingga
mereka menjadi faham atas permaslahan dan potensi sanitasi di sekitarnya,mereka juga
mempresentasikan rencana pembanguna sarana jaga /wc secawa swadaya,sebagai berikut :
 Desa C e p a l a :100 wc
 Desa Sari Makmur : 125 w
yang dalam perncanaannya,keseluruhan unit yang direncanakan akan diselesaikan sebelum akhir
September 2007.

Setelah presentasi masyarakat kegiatan dilanjutkan dengan menyaksikan pemutaran VCD


dokumentasi PELATIHAN yang dibuat TIM POKJA AMPL Pusat untuk memberikan gambaran
secara utuh kepada masyarakat dan Bupati serta Camat tentang proses keseluruhan pelatihan.
13
2.3. Penutupan Pelatihan.
Dalam acara penutupan pelatihan diawali dengan laporan panitia.Dalam kesempatan ini
tim kabupaten dan tim kecamatan berjanji akan selalu memantau perkembangan dan keberlanjutan
kegiatan ini di masing –masing desa dalam rangka menyaksikan perkembangan yang terjadi dari
kegiatan swadaya murni masyarakat di bidang sanitasi.
Camat Tekarang yang memberikan sambutan sekaligus menutup acara pelatihan secra
resmi,selain menyampaikan penghargaan dan terimakasih Pemerintah Kabupaten Sambas atas
terpilihnya Kecamatan tekarang sebagai lokasi uji coba pendekatan CLTS ini, juga memberika
masukan sebagai berikut :
1. Pemerintah Kabupaten Sambas secara terencana telah dan akan melaksanakan
sejumlah agenda pembangunan dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya di
bidang ekonomi,pendidikan, dan kesejahteraan serta bidang-bidang lainnya.
2. Dalam konteks pembangunan sedemikian,camat hanya bisamenegaskanbahwa
pemerintah hanya bisa bekerja optimal bilamana masyarakat memberikan
dukungan sesuai kewajibannya.
3. Dalam kaitan pembangunan sarana sanitasi,camat mengingatkan agar masyarakat
mampu memanfaatkan sumber daya lalam yang ada dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan.
4. Kepada motivator camat berpesan agar pendekatan-pendekatan partisipatif dalam
memfasilitsi pembangunan seperti halnya CLTS dapat dikembangkan.
5. Dalam kesempatan ini Camat berjanji akan melakukan kunjungan ke desa-desa
lokasi uji coba yang masyarakatnya telah membangun sarana sanitasi secara
swadawa sebagai bentuk penghargaan atas motivasi mereka.

Demikian serangkaian proses pelatihan pendekatan CLTS yang di gunakan sebagai cara untuk
meningkatkan cakupan sarana sanitasi JAGA dalam rangka pemecahan masalah kesehatan
lingkungan di Kecamatan Tekarang.

14

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Bahwa kompleksnya masalah kesehatan lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Tekarang


memang menuntut Petugas Pelaksana Sanitasi ( SANITRIAN ) untuk mampu menggali semua
potensi yang ada baik di masyarakat maupun pada dirinya yang bisa dijadikan cara untuk membantu
masyarakat memecahkan masalah kesehatan lingkungannya.
Salah satu dari upaya tersebut adalah berupa pelatihan motivasi masyarakat dengan metode
pendekatan CLTS,yang telah mampu dan sangat membantu masyarakat dalam upaya meningkatkan
cakupan sarana JAGA.Hal ini terbukti bahwa dalam waktu 1 ( Satu ) bulan hasil pelatihan sudah
terlihat.Dari rencana pembangunan sarana sebanyak 100 buah wc di Desa Cepala dan 125 buah wc
di Desa Sari Makmur,telah terbangun sekitar 26 buah sarana di Desa Cepala dan 34 buah di Desa
Sari Makmur. Selain itu hadirnya tokoh masyarakat dari desa lain pada saat praktek
lapangan,memungkinkan pengembangan metode ini ke desa lain di wilayah kerja Puskesmas
Tekarang.Saat ini sedang dipertimbangkan oleh tenaga sanitasi dan instansi kecamatan untuk
mengembangkan metode pendekatan CLTS dalam penanganan masalah sampah rumah tangga.

S A R A N.

Berdasarkan pengalaman di lapangan dan masalah yang ada saat pelaksanaan tugas sanitasi maupun
saat pelatihan CLTS kami saran kan beberapa hal:
A..Untuk pihak Kecamatan Tekarang:
1.Percepat penyelesaian pembangunan Gedung Serba Guna kecamatan agar kedepannya tidak
kesulitan untuk mencari tempat pelatihan.
2.Anggarkan sebagian dana pembangunan untuk pengembangan potensi masyarakat dalam
bidang kesehatan lingkungan khususnya dan kesehatan umumnya,tanpa harus menunggu dari
pihak luar,Dinas Kesehatan misalnya.
3.Pertahankan terus koordinasi dan komunikasi lintas sektoral antar instansi di wilayah kerja
Kecamatan Tekarang.
4.Fikirkan kemungkinan untuk mengadakan arisan tingkat kecamatan dalam hal pengadaan dan
peningkatan sarana sanitasi seperti sarana PAH,SPAL,Perbaikan dan perlindungan sumber air
minum/bersih mata air.
B.Untuk pihak Kabupaten :
1.Tambahkan anggaran dana pembangunan kabupaten untuk pengembangan sumber daya
manusia di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Sambas.
2.Lakukan pengawasan terpadu dan berkesinambungan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Sambas.

15
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Allah SWT yang telah memberi kami nikmat sehat dan
sempat,serta memudahkan kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah kami
yang di beri judul “ PENINGKATAN CAKUPAN JAMBAN KELUARGA DI KECAMATAN
TEKARANG DENGAN METODE PENDEKATAN CLTS”. Makalah ini di susun dalam rangka
memenuhi persyaratan mengikuti seleksi Tenaga Kesehatan Teladan Puskesmas Tingkat Propinsi
Kalimantan Barat tahun 2007.Dalam proses penyusunan makalah ini kami banyak menemui
hambatan berupa waktu yang singkat,data yang masih mentah dan kesiapan yang tidak maksimal
diakibatkan masalah non teknis yaitu perasaan belum pantas untuk mengikuti seleksi seperti yang di
sebutkan di atas. Namun kami mencoba menjadikan hambatan tersebut sebagai tantangan,sehingga
pada waktunya tersusunlah makalah ini yang pada kenyataannya jauh dari kesempurnaan.Untuk itu
dengan segala kerendahan ,ketulusn serta keikhlasan hati kami ingin mengucapkan ribuan terima
kasih kepada
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas beserta seluruh staf atas kepercayaan yang
diberikan kepada kami untuk mengikuti seleksi ini.
 Kepala Bidang P2KL ,Bapak Maryono,SKM,Kasi PKL Bapak Punto Dewo,SKM,M,Kes,
besera seluruh staf atas dukungannya baik moril maupun materil dari awal hingga
akhirnya tersusun makalah ini.
 Bapak Jumli,Plt. Kepala Puskesmas Tekarang atas semua dukungannya sehingga
memungkinkan kami terpilih mengikuti seleksi ini.
 Rekan-rekan staf Puskesmas Tekarang atas segala bantuannya baik moril maupun spirituil
saat pengumpulan data hingga tersusun makalah ini.
 Rekan Nanik Budiningsih,atas pinjaman Hp Kameranya dan Dini TU Puskesmas atas
bantuan pengetikannya.
 Bapak Samsul Arifin sanitasi senior beserta istri atas segala saran-saran serta
masukkannya.
 Keluarga besar kami yang selalu mendukung kami (Terutam Ayah,ibu kami ) atas
pengertiannya saat kami melaksanakan tugas.
 Dan semua yang mendukung kami yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu,atas
dukungannya baik secara moril maupun spiritual,langsung maupun tidak langsung,terima
kasih atas doanya.
Akhirnya juga dengan segala keikhlasan dan hati yang terbuka kami sangat menantikan saran
dan kritik terhadap makalah yang kami susun ini baik yang sifatnya membangun maupun
koreksi,sehingga kedepannya kami dapat melakukan penyusunan makalah lebihbaik lagi demi
menunjang pelaksanaan tugas kami.Harapan kami makalah ini dapat berguna untuk semua di
segala kegiatan. Amin.

Tekarang,07 Juli 2007

P E N Y U S U N.

DAFTAR ISI

HAL

KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………1

I. Latar Belakang ………………………………………1


II.Gambaran umum wilayah kerja Puskesmas Tekarang ………………………..1
A.Keadaan Geografi ……………………………………………………..1
B.Keadaan Demografi ………………………………………….2 C.Cakupan
Sanitasidan angka penyakit …………………………………3

BAB II. PERMASALAHAN ……………………………………5


A.Masalah Umum ……………………………………..5
B.Prioritas Masalah …………………………………………………………5
C.Upaya Pemecahan Masalah dan hasilnya …………………………………6
BAB III.PELATIHAN CLTS ………………………………………………………7
1.LatarBelakang …………………………7
Peserta Pelatihan …………………………………………..7
Waktu Pelatihan ..………………………7 Tempat Pelatihan
………………………………………7
2.Proses Pelatihan ……………………………………8
2.1. Pembukaan Pelatihan …………………………8
2.2. Harapan peserta terhadap pelatihan ………………………………..8
2.3. Tjuan,alur dan Jadwal Pelatihan …………………………………8
2.4. Temuan dari Proyek-proyek sebelumnya ………………………..9
2.5. Pengenalan CLTS .…………………………….. 10
2.6. Tiga Pilar utama CLTS ……………………………10
2.7. Perubahan Sikap dan perilaku …………………….10
2.8. Partisipasi Dalam CLTS …………………………….10
2.9. Element Pemicu dan faktor penghambat ……………..11
2.10.Apa yang harus dan tidak boleh ?.. ................................ 11
2.11. Alat-alat utama PRA dalam CLTS …………………….11
2.12. Simulasi alat Pemicuan ……………………12
2.13. Pembentukan Kelompok Praktek Lapangan …………12
2.14. Praktek Lapangan ……………………..12
2.15. Refleksi Praktek di Lapangan ………………………13
2.16. Presentasi Rencana Masyarakat ………………13
Bab IV .PENUTUP ……………………………15
A.KESIMPULAN ………………….15
B.S A R A N …………………….15
LAMPIRAN-LAMPIRAN.

II

Anda mungkin juga menyukai