Anda di halaman 1dari 17

Eugene Laurent

01041200003
Summary Komunikasi Antar Pribadi – Chapter 8

CHAPTER 8 – CONVERSATIONAL MESSAGE

Conversation atau percakapan adalah sebuah bagian penting dalam komunikasi


antarpribadi yang dapat dikatakan sebagai interaksi sosial tidak formal atau kasual. Dengan
mendalami proses terjadinya percakapan, individu secara tidak langsung juga dapat
memperjelas pengamatan dan penilaian dalam pesan verbal maupun non-verbal, yaitu dengan
memperhatikan prinsip-prinsip percakapan,

Principles of Conversation (Prinsip-prinsip Percakapan)


The Principle of Process
Proses percakapan terbagi menjadi beberapa tahap atau bagian, yaitu opening,
feedforward, business, feedback, dan closing. Masing-masing dari tahap ini dilakukan dengan
berdasarkan ciri khas yang dimiliki masing-masing individu yang menjalaninya, contohnya
aspek budaya, sifat dan kepribadian yang dimiliki komunikator, dsb.
1. Opening
Untuk membuka sebuah percakapan, individu dapat menggunakan salam
sapaan seperti “Halo, apa kabar anda?”, atau “Halo, nama saya Joe”, dan sebagainya.
Sapaan ini ada;ah sebuah contoh yang baik dari phatic communication yang
merupakan pesan yang membangun dan memulai sebuah koneksi di antara dua orang
individu yang sedang berinteraksi. Tidak hanya melalui perkataan, sapaan juga dapat
dilakukan secara non-verbal berupa senyuman, berjabat tangan, atau berpelukan yang
memiliki arti yang sama dengan ucapan “halo”.
Untuk berhasil dalam melontarkan kalimat pembuka yang baik, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh individu, yaitu self-references, dimana individu
menyebutkan hal seputar dirinya. Contohnya “Nama saya Eugene. Saya dari
Indonesia.” Kemudian dilanjutkan dengan poin kedua yaitu other references dimana
individu dapat melontarkan kalimat pertanyaan maupun pernyataan tentang lawan
bicaranya, contohnya “Kamu hari ini terlihat senang!” dan dilanjutkan dengan poin
ketiga, relational references yang mendeskripsikan hubungan antara kedua belah
pihak komunikator seperti “Apakah anda mau pergi ke mall bersama saya?”.
Context references merupakan poin terakhir yang perlu diperhatikan, yaitu
dimana individu dapat mengucapkan kalimat yang mendeskripsikan lingkungan
sekitar, baik lingkngan fisik, budaya, maupun sosial psikologis. Kalimat contoh yang
dapat digunakan adalah seperti “Ruangan ini terlihat nyaman”, dan sebagainya.
2. Feedforward
Setelah mengucapkan kalimat pembuka, individu melanjutkan dengan
memberikan sebuah gambaran besar dari percakapan yang ingin diberlangsungkan
sehingga lawan bicara dapat menangkap tema atau ide pokok dari fokus percakapan.
Contoh kalimatnya adalah seperti “Aku ingin memberitahu kamu tentang pacarmu”
atau “Mari kita bahas soal pacarmu”. Untuk menjalankan tahap kedua ini secara
efektif, individu disarankan untuk:
a. Memanfaatkan feedforward untuk mengestimasi kalimat balasan lawan
komunikasi.
b. Menggunakan feedforward yang memiliki tema atau ide pokok yang konsisten
dengan percakapan selanjutnya.
c. Semakin penting atau kompleks sebuah pesan yang ingin disampaikan, semakin
pula feedforward harus diberikan cara menarik dan kompleks.
3. Business
Business juga dapat dideskripsikan sebagai isi atau fokus pada percakapan.
Kata ‘business’ digunakan untuk memastikan proses percakapan berjalan sesuai
dengan tujuan akhir, yaitu untuk saling belajar, berrelasi, mempengaruhi, bermain,
ataupun membantu. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa setiap budaya memiliki
topik-topik yang dianggap ‘taboo’ yang seharusnya dihindari oleh komunikator.
Tahap ini juga merupakan tahap yang berlangsung paling lama dalam percakapan.
4. Feedback
Tahap keempat ini seringkali disebut tahap keterbalikkan dari tahap kedua,
dimana individu merefleksikan inti dari percakapan untuk menandakan bahwa
‘business’ telahj selesai dilaksanakan. Contohnya seperti, “Jadi, kamu ingin pergi ke
Hawaii bersama Joe?” atau “Aku akan mencoba membantu-mu menghindari
pacarmu.” Adapula lima dimensi dari feedback yang bisa saja didapatkan dari lawan
komunikasi, yaitu positive-negative, person focused-message focused, immediate-
delayed, low monitored-high monitored, dan supportive-critical.
5. Closing
Tahap terakhir adalah tahap lawan dari tahap pertama, yaitu closing. Menutup
sebuah percakapan dikatakan sebuah kegiatan yang sulit untuk dilakukan. Individu
disarankan untuk mencoba merefleksikan percakapan dan meringkas secara singkat
untuk mengakhiri pembicaraan tersebut, atau secara langsung menutup percakapan
dengan mengucapkan kalimat seperti “Maaf, aku harus pergi karena ada urusan
sehabis ini. Sampai jumpa lagi!” Individu juga disarankan untuk menyatakan perasaan
senang yang dialami selama melakukan percakapan.

The Principle of Cooperation


Maksud dari prinsip kooperasi adalah ketika komunikator menyetujui untuk saling
bekerjasama untuk mengerti apa yang disampaikan oleh masing-masing komunikator.
Dikatakan bahwa individu bekerjasama menggunakan empat buah conversational maxims
yang merupakan prinsip yang diikuti oleh sebagian besar komunikator di Amerika Serikat
dalam melakukan percakapan, yaitu:
1. The maxim of quantity
Dalam berkomunikasi, tentu pesan harus disampaikan dengan sangat jelas dan
tidak bertele-tele. Dengan menganut maxim of quantity, komunikator harus mampu
membatasi jumlah kalimat dan informasi yang disampaikan dalam percakapan, yaitu
cukup menyampaikan hal-hal yang terpenting saja. Umumnya, maxim of quantity
dilanggar oleh komunikasi yang berlangsung melalui e-mail.
2. The maxim of quality
Komunikator dalam menganut maxim of quality dianjurkan untuk
mengucapkan pesan yang kredibel dan benar, bukan yang merupakan kebohongan,
atau bahkan melebih-lebihkan pesan yang sebenarnya tidak ada. Ketika individu
melanggar maxim tersebut, maka lawan komunikasi bisa saja menjadi tidak percaya
lagi dan meragukan kebenaran dari pesan yang telah disampaikan sebelumnya.
3. The maxim of relation
Pada percakapan, komentar lazim diberikan oleh komunikator-komunikator
yang terlibat di dalamnya. Namun di dalam maxim of relation, dipercaya bahwa
komunikator disarankan untuk melontarkan komentar-komentar yang berkaitan kuat
dengan topik yang sedang dibicarakan. Apabila seseorang melontarkan komentar
yang tidak berkaitan dengan topik, maka individu tersebut dapat dikatakan telah
melanggar maxim ini. Contohnya apabila percakapan yang dilakukan adalah tentang
hubungan persahabatan, namun komentar yang diberikan adalah tentang cinta
terhadap pacar. Maka komentar ini dianggap tidak korelasi dengan topik pembicaraan.
4. The maxim of manner
Untuk dapat menganut maxim of manner dengan baik dan benar, individu
disarankan untuk menyampaikan pesan dengan jelas dan singkat, menghindari
ambiguitas, dan tertata dengan baik ke dalam sebuah kalimat yang berbobot.
Komunikator harus mampu memilih kata-kata yang cocok digunakan kepada lawan
komunikasi yang membentuk tata cara dan sikap sopan santun yang baik. Contoh
sederhananya adalah ketika individu memilih kata-kata yang ringan dan tidak kasar
ketika sedang berbicara dengan anak-anak.

The Principle of Politeness


Sudah menjadi sebuah ekspektasi besar bagi banyak orang bahwa percakapan harus
dilakukan dengan memperhatikan prinsip kesopanan. Menurut Geoffrey Leech (1983),
terdapat enam buah maxim yang dapat diidentifikasi sebagai prinsip-prinsip kesopanan dalam
percakapan. Keenam buah maxim tersebut adalah:
1. The maxim of tact
Maxim of tact dianut oleh individu apabila individu mencegah munculnya
kesan negatif dari lawan komunikasi dengan cara memberi taktik dalam meminta
sesuatu. Individu tidak dianjurkan untuk langsung melontarkan kalimat inti ketika
meminta sesuatu pada lawan bicara. Contohnya, apabila individu ingin meminta
waktu lawan komunikasinya sebentar untuk memulai percakapan, individu dapat
menggunakan kalimat seperti “saya tau mungkin anda sibuk, tapi hal ini penting
untuk dibicarakan” daripada menggunakan kalimat seperti “hey! saya ingin
membicarakan sesuatu denganmu.”
2. The maxim of generosity
Individu disarankan untuk memperhatikan kepentingan lawan komunikasi
dalam aspek seperti waktu atau kesibukan, talenta, bakat, dsb. Maxim of generosity
dapat digunakan dengan menambahkan imbuhan seperti “anda tampak sibuk, izinkan
saya menggantikan pekerjaanmu”. Individu dapat dikatakan merusak maxim of
generosity apabila individu melontarkan tipe kalimat seperti “kamu tidak terlalu sibuk
tampaknya. Seharusnya kamu bisa menjalankan tugasmu”.
3. The maxim of approbation
Artinya adalah memuji atau memberi komplimen terhadap orang lain dalam
percakapan, dan meminimalisir sebisa mungkin kalimat-kalimat atau ekspresi yang
dapat menunjukkan sifat berbau kritik atau ketidaksetujuan.
4. The maxim of modesty
Dalam percakapan, individu disarankan untuk mencoba meminimalisir pujian
atau komplimen yang diberikan kepada individu sendiri dengan cara memuji balik
atau memberi komplimen balik kepada lawan komunikasinya. Contohnya ketika
mendapatkan pujian, kalimat yang disarankan untuk dinyatakan adalah seperti “terima
kasih atas pujianmu dan sesungguhnya aku tidak akan bisa berhasil tanpamu!” dan
tidak menggunakan kalimat seperti “terima kasih atas pujianmu, aku tau karyaku
bagus, karena aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk karya ini”.
5. The maxim of agreement
Maxim of agreement adalah dimana komunikator mampu memberikan
persetujuan kepada pernyataan yang diberikan oleh lawan komunikasi dan
menghindari kritik dan ketidaksetujuan. Contoh kalimat yang dianjurkan adalah
“Kamu memilih pilihan yang tepat! Aku suka seleramu” dan bukan seperti “Kenapa
kamu memilih pilihan itu? Agak aneh!”
6. The maxim of sympathy
Individu diharapkan dapat mengekspresikan dirinya bahwa ia ikut merasakan
apa yang dirasakan oleh lawan komunikasi, yaitu rasa simpati, empati, pengertian,
dan suportif. Dalam menganut maxim of sympathy, individu dapat menggunakan
kalimat seperti “saya mengerti apa yang kamu rasakan, itu pasti sulit” dan
menghindari penggunaan kalimat seperti “hal seperti ini tidak seharusnya
membuatmu sedih, jangan membuang waktumu untuk hal sepeleh.”

The Principle of Dialogue


Istilah ‘dialogue’ atau ‘dialog’ seringkali disamakan artinya dengan istilah ‘conversation’
atau ‘percakapan’. Namun, pada kenyataannya, dialog merupakan sesuatu yang lebih rumit
dibandingkan dengan percakapan pada umumnya. Dialog hanya dapat terjadi apabila dalam
sebuah percakapan terjadi interaksi dua arah antar para komunikator. Maka dari itu, di dalam
sebuah percakapan, penting untuk dapat membedakan antara komunikator yang bersifat
dialogic, atau dua arah, dengan komunikator yang bersifat monologic atau satu arah.
Di dalam dialog, kedua belah pihak komunikator sama-sama merupakan pengirim pesan
dan penerima pesan, pembicara dan pendengar. Percakapan yang terjadi di dalam dialog
melibatkan perasaan dalam menjaga hubungan seperti perasaan empati, simpati, pengertian
dan suportif dari masing-masing komunikator ke satu sama lainnya. Komunikator saling
menghormati dan menghargai lawannya, dan berbicara dengan tulus tanpa mengharapkan
balasan atau keuntungan dari lawan.
Sedangkan di dalam monolog, hanya satu individu yang berperan sebagai pengirim pesan
atau pembicara, dan lawannya mendengarkan dan menerima pesan saja. Dalam kata lain,
tidak terjadi interaksi yang sesungguhnya antara kedua belah pihak dalam berkomunikasi.
Komunikator yang bersifat monologic ini hanya melakukan percakapan untuk memenuhi
kebutuhan pribadinya tanpa memperhatikan kebutuhan dan perasaan lawan komunikasinya
sehingga hal sifat monologic disarankan untuk dijauhi dalam percakapan. Berikut merupakan
cara-cara yang ampuh dalam menjauhi kecenderungan monologic dan menambah
kecenderungan dialogic:
- Menunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepada lawan komunikasi dengan
menerima dan menghargai keputusan-keputusan yang diambil oleh lawan komunikasi
tanpa memberikan komentar negatif, melainkan memberikan komentar positif.
- Menjauhi kritik-kritik yang cenderung dapat dinilai negatif, misalnya dengan tidak
memberikan judgement terhadap lawan komunikasi.
- Mendengarkan lawan komunikasi dengan baik, bukan hanya mendengar.
Komunikator juga dapat menunjukkan bahwa ia sedang mendengarkan dengan
memberikan bahasa non-verbal dan tanda-tanda lainnya yang menunjukkan bahwa
komunikator sedang memperhatikan lawannya saat berbicara.
- Mementingkan keberadaan lawan bicara, seperti dengan menanyakan pendapat atau
ide yang dimiliki lawan saat percakapan berlangsung.
- Menghindari aksi manipulasi selama percakapan berlangsung dengan tujuan agar
komunikator dapat dipandang positif oleh lawan komunikasinya.

The Principle of Turn Taking


Sebuah fitur dalam percakapan yang sangat erat hubungannya dengan percakapan itu
sendiri ialah pembicara dan pendengar saling mengambil giliran masing-masing saat
berlangsungnya percakapan. Fitur tersebut dikenal dengan sebutan ‘conversational turns’
yang artinya terjadi petukaran giliran untuk berbicara antar kedua belah pihak komunikasi
dalam percakapan. Biasanya, conversational turn dapat ditandai dengan empat buah indikasi
penting, yaitu:
- Speaker cues
Pembicara atau speaker memiliki kontrol terhadap dua tanda utama, yaitu
turn-maintaining cues dan turn-yielding cues. Turn-maintaining cues merupakan
tanda dimana pembicara masih ingin mempertahankan gilirannya dalam berbicara dan
dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk memberikan tanda pada lawan bahwa
pembicara masih ingin berbicara. Misalnya adalah dengan menghindari eye-contact
dengan pendengar sehingga pembicara tidak terlihat memberikan giliran kepada
lawan untuk berbicara, atau dengan menghela nafas yang cukup kuat terdengar untuk
mengindikasi bahwa pembicara masih ingin melanjutkan percakapannya.
Turn-yielding cues, sebaliknya, adalah tanda dimana pembicara sudah ingin
memberikan giliran berbicara kepada pendengar. Tanda-tanda yang dapat digunakan
oleh pembicara untuk mengakhiri gilirannya yaitu seperti mengangguk ke arah
pendengar seakan meminta pendapatnya, atau bertanya pendapat dan masukan dari
pendengar.
- Listener cues
Seperti pembicara, pendengar juga memegang kontrol atas beberapa tanda
atau cues, seperti turn-requesting cues, dimana pendengar meminta giliran bicara
pada pembicara yang dapat dilakukan dengan langsung mengeluarkan kalimat yang
menandakan ingin berbicara, contohnya “aku ingin menambahkan sesuatu”.
Pendengar juga dapat secara non-verbal meminta izin untuk berbicara seperti
membuka mulut atau menggerakkan tangan agar dapat mengait perhatian pembicara.
Tanda lainnya yaitu turn-denying cues, merupakan tanda pendengar menolak
giliran untuk berbicara dari pembicara, seperti melontarkan kata-kata “saya tidak
punya komentar” atau “saya tidak tahu” atau secara non-verbal menghindari giliran
tersebut dengan menghindari eye-contact langsung dengan pembicara.
- Back-channeling cues
Back-channeling cues merupakan tanda-tanda yang diberikan oleh pendengar
kepada pembicara dengan memberikan reaksi-reaksi singkat saat pembicara sedang
menyampaikan pesan dengan beberapa bahasa verbal maupun non-verbal, yaitu
dengan mengangguk dan menjawab kata-kata singkat seperti ‘iya’, ‘uh-huh’, ‘mm-
hm’. Terdapat empat macam pesan yang paling penting dalam melakukan back-
channeling cues, yaitu:
A. Untuk mengindikasi persetujuan maupun tidak persetujuan. Hal ini dapat
ditandakan dengan gerakan non-verbal sderhana dengan mengangguk atau
menggeleng kepala.
B. Untuk mengindikasi seberapa besar anda mengikuti pembicaraan. Pendengar
dapat mencoba melakukan eye-contact kepada pembicara, atau mendekatkan
badan kea rah pembicara untuk menunjukkan bahwa pendengar benar-benar
sedang mendengarkan pembicaraan.
C. Untuk mengatur kecepatan pembicara. Pendengar dapat mengatur pembicara
untuk berbicara lebih cepat maupun lambat dengan bahasa-bahasa non-verbal
sederhana.
D. Untuk meminta klarifikasi. Pendengar juga dapat menanyakan kejelasan
pembicaraan, seperti latar kejadian, pelaku kejadian, dan lainnya.
- Interruptions
Interruptions merupakan lawan dari back-channeling cues, dimana pendengar
berusaha untuk mencoba memotong pembicaraan untuk mengambil giliran bicara dari
pembicara. Pada umumnya, tanda ini dianggap bersifat tidak suportif, dan dianggap
bertujuan mengganti topik pembicaraan. Interruptions juga dikatakan percobaan
untuk mendapatkan kekuasaan dan memegang kendali sebuah percakapan
sebagaimana dalam kehidupan nyata, superior seperti bos dan atasan seringkali
menginterupsi pembicaraan karyawan dan bawahannya.

Conversational Disclosure
Revealing Yourself
Dalam berkomunikasi antarpribadi, salah satu aspek penting bagi komunikator adalah
membuka diri agar dapat sungguh-sungguh masuk ke dalam komunikasi tersebut. Membuka
diri, atau self-disclosure, merupakan aksi komunikasi yang memberikan informasi tentang
diri sendiri pada orang lain. Self-disclosure dipercaya dapat memberikan informasi yang lebih
mendetil tentang diri sendiri, seperti nilai moral, agama, dan kesukaan pada diri individu,
kelakukan individu, dan juga karakteristik diri dan kualitas diri individu.
Membuka diri tidak hanya dapat terjadi pada jenis komunikasi antarpribadi,
melainkan juga pada komunikasi di media, komunikasi pada publik, dan lainnya. Membuka
diri juga dianggap sebagai sebuah proses pertumbuhan hubungan yang dimulai dari tahap
contact ke tahap intimacy, dan juga melibatkan lebih dari satu orang dalam komunikasi. Agar
pesan dapat disebut dengan kata ‘self-disclosure’, pesan harus diterima dengan baik dan
dimengerti oleh orang lain terlebih dahulu, mesikpun pesan yang disampaikan tentang diri itu
penting maupun tidak penting.
Influences on Self-Disclosure
Dalam membuka diri, tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhi apakah individu
akan membuka diri, kepada siapa individu membuka diri, dan apa yang dibuka. Faktor-faktor
tersebut adalah:
- Who you are
Orang yang extroverted pada umumnya lebih sering dan lebih mudah untuk membuka
dirinya kepada orang lain, dan sebaliknya orang yang introverted.
- Your culture
Budaya tentu mempengaruhi proses pembukaan diri individu, contohnya di Amerika
Serikat, orang-orang lebih cenderung gampang dalam membuka diri mereka kepada
orang lain. sedangkan di negara seperti Jepang, Jerman atau Puerto Rico, orang-orang
lebih cenderung tertutup.
- Your gender
Menurut Stewart dalam Cooper & Stewart, 2003, penelitian mengatakan bahwa
wanita lebih sering membuka diri mereka dibandingkan dengan laki-laki, contohnya
dalam hubungan percintaan mereka yang lalu, perasaan mereka, dan ketakutan
mereka.
- Your listeners
Seringkali orang-orang memilih untuk terbuka pada orang yang mereka sukai, dan
mereka anggap dapat dipercaya. Ada yang dinamakan ‘dyadic effect’ yang artinya
orang cenderung melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orang lain pada
diri mereka. Sama halnya dengan membuka diri, orang-orang cenderung membuka
diri pada orang lain yang membuka diri kepada mereka terlebih dahulu.
- Your topic
Topik yang dipilih untuk dibuka tentunya sudah terseleksi. Topik yang cenderung
lebih sering dibuka adalah yang bersifat umum, seperti hobi, dan informasi mengenai
pekerjaan. Namun, topik yang bersifat personal atau pribadi, seperti keuangan akan
lebih ditutup.
- Your media
Sarana yang digunakan untuk membuka diri yang dipilih harus sesuai, misalnya
individu lebih memilih untuk terbuka secara face-to-face dengan orang terpilih, bukan
pada media sosial yang dapat diakses oleh siapapun.

Rewards and Dangers of Self-Disclosure


Berdasarkan penelitian, self-disclosure dapat membawa resiko-resiko baik maupun buruk,
sehingga hal ini menjadi pertimbangan untuk benar-benar melakukan pembukaan diri atau
tidak.
- Rewards of self-disclosure
Dengan membuka diri, individu dapat menambah pengetahuan tentang diri
sendiri atau self-knowledge, keefektifitas dalam komunikasi dan berhubungan, serta
kesehatan fisiologi. Menambah pengetahuan tentang diri sendiri merupakan salah satu
langkah dalam menerima diri sendiri (self-acceptance), dan faktanya dengan
mendapatkan pengetahuan tentang diri sendiri, individu dapat lebih mengenal siapa
dirinya, dan memanfaatkan kesempatan ini untruk bertindak dan mengendalikan
masalah yang terjadi di sekitar lingkungannya.
Self-disclosure bermanfaat dalam menambah keefektifitas komunikasi dan
hubungan karena saat individu membuka diri kepada lawan komunikasinya, hubungan
akan mengalami kepuasan tertentu dan menjadi lebih erat dari sebelumnya. Dalam
aspek kesehatan fisiologi, membuka diri juga merupakan hal yang penting bagi
individu untuk tidak membiarkan sebuah masalah atau pergumulan terkurung hanya
pada dirinya. Membuka diri membantu individu untuk menjadi lebih kuat melawan
penyakit fisik dibandingkan mereka yang membiarkan kesedihan menghantui dirinya
tanpa memberitahu siapapun dan mengekspresikan perasaan tersebut.
- Dangers of self-disclosure: risks ahead
a. Personal risks
Apabila seorang individu membuka diri kepada lawan bicaranya dan
memberitahu beberapa aspek atau nilai dalam dirinya yang tidak sesuai dengan
lawan bicara tersebut, bisa saja lawan bicara tidak mau menerima kenyataan diri
individu yang sesungguhnya, meskipun lawan bicara itu adalah orang-orang
terdekat sekalipun. Contohnya dalam membuka diri kepada orang tua bahwa diri
kita homoseksual, orang tua mungkin saja akan menentang fakta tersebut dan
tidak mendukung hal itu.
b. Relational risks
Dalam berhubungan, membuka diri kepada orang lain dapat menyebabkan
kehilangan ketertarikan atau rasa suka, dan bahkan kepercayaan yang dirasakan
orang lain. Misalnya kita mengaku bahwa kita tidak percaya dengan Tuhan, orang
lain yang semula mengira bahwa kita memeluk sebuah agama dan menyukai kita
mungkin dapat mengubah pikiran dan kehilangan ketertarikan dengan kita karena
hal tersebut.
c. Professional risks
Membuka diri ternyata juga dapat membawa pengaruh buruk dalam
profesionalitas diri, seperti dalam dunia kerja, komunitas ras ataupun beragama.
Contoh pembukaan diri paling sederhana yang menyebabkan resiko dalam dunia
kerja adalah apabila kita mengaku bahwa kita adalah seorang pecandu alkohol.
Hal ini dapat menyebabkan kita kehilangan pekerjaan.

Guidelines for Self-Disclosure


Setelah mengamati keuntungan dan resiko berbahaya yang dapat muncul karena self-
disclosure, penting untuk mengetahui cara-cara yang benar dalam membuka diri maupun
merespons pembukaan diri seseorang.
- Guidelines for making self-disclosure
Untuk dapat memastikan bahwa self-disclosure yang dilakukan benar, berikut adalah
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum membuka diri:
a. Membuka diri dengan motivasi yang tepat
Membuka diri yang tepat adalah dengan memperhatikan hubungan dengan orang
lain, dengan memperhatikan perasaan orang lain dan tidak hanya diri sendiri.
Hindari menyakiti hati atau perasaan orang lain dalam membuka diri.
b. Membuka diri dalam konteks yang tepat
Menyesuaikan tempat, waktu dan sarana saat membuka diri merupakan langkah
yang tepat dalam memperhatikan konteks. Tidak hanya itu, saat membuka diri,
individu juga dianjurkan untuk memperhatikan kedekatan hubungan antara diri
individu dengan lawan komunikasi.
c. Membuka diri secara bertahap
Artinya, daripada membuka diri terus menerus tanpa bergantian dengan orang
lain, akan lebih baik apabila orang lain diberi kesempatan untuk membuka
dirinya, sehingga apa yang sudah ditunjukkan dari dirinya dapat menjadi batasan
dan arahan individu dalam membuka diri terhadap orang tersebut.
d. Membuka diri tanpa memberikan masalah berat pada diri sendiri dan orang lain.
Sebelum membuka diri, hal-hal yang harus dipertimbangkan dengan baik adalah
akibat yang mungkin saja terjadi, baik maupun buruk setelah membuka diri.
Individu seharusnya dapat memastikan kesanggupannya dalam menghadapi resiko
yang bisa saja terjadi.
- Guidelines for facilitating and responding to self-disclosure
Dalam mendengarkan orang lain melakukan self-disclosure, berikut adalah beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam merespons hal tersebut:
a. Berlatih keterampilan mendengarkan secara aktif dan efektif
Tidak hanya mendengar, namun pendengar harus terampil dalam memperhatikan
dan memberi respons yang baik kepada pembicara agar pembicara merasa nyaman
dalam melakukan self-disclosure.
b. Mendukung proses pembukaan diri pembicara
Dukungan dapat ditunjukkan melalui bahasa verbal maupun non-verbal seperti
memberikan eye-contact, pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik,
dan turut merasakan apa yang dirasakan pembicara.
c. Siap untuk membuka diri balik terhadap pembicara
Pembicara akan merasa lebih nyaman karena apabila pendengar juga membuka
diri kepada pembicara, pendengar terkesan mengerti posisi sang pembicara dan
bersedia dalam berkomunikasi dalam tahap ini.
d. Menjaga hal-hal yang telah dibuka hanya kepada diri sendiri.
Pembicara ketika membuka dirinya pada pendengar berarti pembicara sudah
mempercayai pendengar tersebut sehingga pendengar tidak seharusnya merusak
kepercayaan itu dengan menyebarkan informasi mengenai self-disclosure yang
dilakukan oleh pembicara.
- Guidelines for resisting pressure to self-disclosure
Terkadang, kita dapat berada di dalam posisi dimana kita tidak ingin membuka
diri, namun dipaksa untuk membuka diri oleh orang lain, seperti teman, kolega atau
pasangan kita misalnya. Tentunya kita dapat merasa tertekan dan bimbang, maka dari
itu ada beberapa saran yang diberikan De Vito, seperti tidak menjadi terdorong untuk
melakukan self-disclosure karena terpaksa, bersikap tegas dalam mengambil
keputusan untuk tidak membuka diri, sengaja memperlambat keputusan yang akan
kita ambil, dan mengganti topik pembicaraan secara tidak langsung.

Everyday Conversations
Making Small Talks
Small talk dikatakan merupakan sesuatu yang gampang diserap oleh banyak orang, karena
semua orang pasti melakukan small talk, terkadang justru untuk membuka percakapan yang
lebih berat. Terkadang small talk juga dilakukan sebagai strategi kesopanan dalam menyapa
orang lain.
- The topics and context of small talk
Topik di dalam small talk biasanya bersifat non-kontroversial, dan yang pasti
dapat disetujui oleh kedua belah pihak dalam berkomunikasi. Apabila topik
berkemungkinan membawa rasa emosi yang dalam dan menghadirkan sudut pandang
yang berbeda antar komunikator, maka topik tersebut tidak dapat dikatakan topik dari
small talk. Topik-topik yang paling umum digunakan saat melakukan small talk
misalnya tentang cuaca, kabar seputar olahraga, film, dan televisi.
- Guidelines for effective small talk
Di dalam small talk sekalipun, komunikator harus menjaga proses tersebut dengan
baik dan efektif, yaitu dengan beberapa cara seperti:
a. Bersikap positif dan menghindari sikap-sikap negatif.
b. Peka atau sesntif pada leave-taking cues.
c. Memperhatikan persamaan, bukan perbedaan antar komunikator saat melakukan
small talk.
d. Menjawab pertanyaan orang lain dengan mengelaborasikan pesan-pesan dan
informasi yang dapat digunakan bahan interaksi selanjutnya oleh lawan
komunikator.

Introducing People
Memperkenalkan seseorang kepada orang lain merupakan sebuah tahap dalam
komunikasi antarpribadi yang sulit dilakukan. Contohnya, ketika kita sedang bersama Lilly
dan tiba-tiba bertemu dengan Nana, maka tentu Lilly dan Nana akan diam sampai kita
memperkenalkan mereka. Untuk mempermudah proses perkenalan diri ini, seorang
komunikator disarankan untuk dapat mencoba mengangkat pembicaraan tentang persamaan
yang kebetulan ada pada kedua orang tersebut agar dapat dibahas bersama, dan menghindari
membicarakan tentang hal-hal pribadi yang dipercayakan kepada komunikator.
Perkenalan diri juga sangat dipengaruhi oleh budaya. Di Amerika Serikat, perkenalan
diri ditandai dengan berjabat tangan, namun di negara yang menganut budaya Muslim, orang-
orang dengan seks yang sama berpelukan saat perkenalan, dan orang dengan seks yang
berbeda tidak.
Making Excuses
Excuses atau alasan adalah penjelasan yang dibuat untuk mengurangi reaksi-reaski negatif
orang lain terhadap diri kita akan perkataan atau perbuatan yang kita lakukan sebelumnya
untuk menjaga image positif diri kita. Manfaat dari membuat excuses adalah dapat
mempertahankan hubungan antarpribadi yang efektif meskipun setelah melakukan perlakuan
negatif. Tidak hanya itu, excuse dapat mengurangi rasa stress pada individu dan
mempertahankan self-esteem pada diri individu.
- Types of excuses
Menurut Synder, ada tiga macam alasan atau excuses yang terbaik yang dapat
digunakan, yaitu:
a. I didn’t do it; dimana komunikator membantah perlakuan yang dikatakan
dilakukan oleh komunikator, dan dengan alibi tambahan untuk membuktikkan
bahwa sang komunikator memang benar-benar tidak melakukannya.
b. It wasn’t so bad; dimana komunikator mengakui telah melakukan hal buruk
tersebut, namun menjelaskan bahwa efeknya tidak begitu buruk, atau ada alasan
tertentu dibalik perlakuan tersebut.
c. Yes, but; dimana komunikator mengaku bersalah namun beralasan bahwa situasi
saat itu sedang tidak mendukung atau komunikator sedang dalam kondisi yang
tidak baik.
- Good and bad excuses
Di Amerika Serikat, para peneliti menyetujui bahwa terdapat lima elemen yang
menjadikan sebuah excuse itu baik, tidak buruk. Elemen-elemen tersebut adalah:
a. Mendemonstrasikan bahwa komunikator mengerti permasalahannya dan perasaan
lawan bicara.
b. Mengerti dan mengakui tanggung jawab yang dimiliki komunikator, dan menjauhi
kata-kata yang menunjukkan bahwa komunikator tidak tulus dalam mengucapkan
alasan tersebut.
c. Mengakui kesalahan dan menjelaskan bahwa komunikator juga tidak senang
dengan diri sendiri karena telah melakukan hal tersebut.
d. Menjelaskan bahwa komunikator telah melakukan hal yang salah dan tidak akan
mengulanginya lagi.
e. Meminta maaf dan mengekspresikan perasaan sedih serta menyesal.

Apologizing
Apologizing atau meminta maaf merupakan pengekspresian rasa menyesal dan sedih
karena sudah melakukan atau mengatakan hal yang tidak baik kepada orang lain yang
seharusnya tidak dilakukan. Permintaan maaf biasanya disertakan dengan pemberian excuse
atau alasan.
- Some do’s for effective apologies
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam meminta maaf agar permintaan
maaf tersebut menjadi efektif:
a. Menanggung kesalahan diri sendiri dan tidak melemparkan kesalahan pada orang
lain.
b. Mengucapkan permintaan maaf dengan sungguh-sungguh merasa bersalah.
c. Menyatakan dengan spesifik apa yang telah dilakukan, bukan hanya secara umum.
d. Mengekspresikan rasa pengertian terhadap perasaan orang lain.
e. Mengeskpresikan perasaan menyesal.
f. Menawarkan untuk membenarkan permasalahan apabila memungkinkan.
g. Memberikan kepastian bahwa hal yang sama tidak akan terulang lagi.
- Some don’ts for effective apologies
Berikut merupakan hal-hal yang harus dihindari saat meminta maaf:
a. Meminta maaf saat tidak terlalu dibutuhkan.
b. Membenarkan tindakan yang salah yang telah dilakukan, karena orang lain juga
melakukan hal yang sama.
c. Meminimalisir pengakuan atas kesalahan dan melemparkan kesalahan kepada
orang lain.
d. Menuduh orang lain dalam kesalahan.
e. Meminimalisir rasa sakit yang dirasakan orang lain karena kesalahan tersebut.
f. Mencampurkan permintaan maaf dengan alasan yang tidak tepat.
g. Mencari jalan keluar yang praktis dengan meminta maaf melalui e-mail atau
media lainnya yang tidak sesuai.
Complimenting
Compliment adalah pesan yang mengandung pujian, sanjungan, dan ucapan selamat.
Compliment bekerja sebagai pemersatu atau alat pengerat antar pribadi, yaitu dengan berelasi
antar satu sama lain dengan memberikan sisi positif. Compliment juga dapat bekerja sebagai
pembuka percakapan. Seperti misalnya “aku suka tas-mu, beli dimana?” dan sebagainya.
Sedangkan backhanded compliment bukan termasuk dalam compliment, melainkan sebuah
hinaan yang bertopeng sebagai pujian.
- Giving a compliment
Dalam memberikan compliment, individu disarankan untuk:
a. Jujur dan bersikap nyata.
b. Memberi pujian secara tidak berlebihan.
c. Memberi pujian secara keseluruhan tanpa memberikan pengecualian.
d. Bersikap spesifik melainkan bersifat umum.
e. Bersikap personal pada perasaan diri sendiri dalam memberikan pujian.
f. Memberikan pujian terhadap pencapaian orang lain.
- Receiving a compliment
Sebagian banyak orang berreaksi terhadap compliments dengan cara membantahnya,
mendiamkannya dan benar-benar menerimanya. Kenyataannya, compliments
seharusnya diterima dengan baik oleh pendengar, yaitu dengan cara:
a. Memberikan senyuman beserta kontak mata yang jelas.
b. Memberikan ucapan terima kasih sederhana.
c. Memberikan refleksi secara pribadi akan bagaimana compliment itu berarti bagi
diri kita.
Advising
Advice merupakan pesan yang diberikan seseorang kepada orang lain apa yang
seharusnya mereka lakukan atau pikirkan. Memberikan advice dapat memberikan kita
perasaan kompeten dan berwibawa pada diri sendiri, dan terkadang memberikan advice
merupakan pekerjaan utama bagi beberapa orang seperti guru, pengacara, psikiater, dan
pemimpin agama.
- Giving advice
Terdapat beberapa saran dalam advising, yaitu:
a. Mendengarkan pemikiran dan perasaan lawan bicara untuk benar-benar
mengetahui apa yang diinginkan oleh lawan bicara kita, apakah mereka
menginginkan dukungan saja, atau advice.
b. Berempati, dalam arti ikut merasakan apa yang dirasakan lawan bicara kita
dengan menempatkan diri ke posisi mereka.
c. Menawarkan beberapa pilihan beserta pernyataan yang mendukung pilihan-
pilihan tersebut.
d. Menjaga interaksi yang terjadi secara konfidensial.
e. Menghindari pernyataan yang mengandung kata ‘harus’.
f. Memastikan ada persetujuan atau pengertian dari lawan bicara.
- Receiving advice
Dalam menerima advice, kita dapat mencoba melakukan hal sebagai berikut:
a. Ketika kita meminta advice kepada orang lain, kita seharusnya menyetujuinya.
b. Mempertahankan diri dari mengkritik advice yang diberikan orang lain.
c. Berinteraksi dengan advice yang diberikan.
d. Mengekspresikan rasa penghargaan kepada advice yang diberikan.
- Responding to advice
Dalam merespons advice, kita dapat mencoba melakukan hal sebagai berikut:
a. Ketika meminta advice, kita sebaiknya menyetujui advice tersebut tanpa harus
mengikutinya.
b. Apabila kita tidak meminta advice, pertahankan diri untuk tidak mengkritik
advice yang diberikan.
c. Berinteraksi dengan advice yang diberikan.
d. Mengekspresikan rasa penghargaan kepada advice yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai