KELOMPOK 2
Anggota :
UNIVERSITAS YPIB
PROGRAMSTUDIFARMASI
JL.PERJUANGAN,KARYAMULYA,KEC.KESAMBI
KOTACIREBON
2022
PRAKTIKUM 1
PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN SALEP
I. TUJUAN
Dapat memformulasikan sediaan salep dan melakukan evaluasi kualitas sediaan salep yang
dihasilkan.
II. DASAR TEORI
Salep merupakan sediaan setengah padat yang lembut dan mudah dioleskan,
umumnya disusun dari hidrokarbon cair yang dicampur dalam suatu kelompok hidrokarbon
padat dengan titik leleh yang lebih tinggi, ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
membran mukosa tetapi tidak selalu mengandung bahan obat, bahan obat ini harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok, serta menunjukkan karakteristik aliran
plastis (Tungadi, 2020).
Salep diklasifikasikan menurut sifat terapeutik dan komposisinya. Berdasarkan sifat
terapeutik dibagi berdasarkan penetrasinya yaitu salep epidermikditujukan untuk aksi pada
permukaan dan bereaksi sebagai pelindung antiseptik, astringen, counter iritan, dan
parasitis, salep endodermik ditujukan untuk melepaskan bahan obat yang berpenetrasi
kedalam tapi tidak melalui kulit, dan salep diadermik ditujukan untuk melepaskan obat yang
menembus melalui kulit dan menghasilkan efek dasar (Tungadi, 2020).
Berdasarkan komposisi dan sifat umum farmasetik yaitu salep hidrofobik merupakan
salep dengan basis berminyak dan salep hidrofilik merupakan salep yang mempunyai
jumlah air agak banyak walaupun biasanya emulsi minyak dalam air dengan konsistensi
ringan dari pada salep hidrofobik (Tungadi, 2020).
Pembuatan formulasi sediaan salep dapat dilakukan dengan dua metode umum yaitu
metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam metode pencampuran, komponen salep
dicampur bersama-sama sampai diperoleh massa sediaan yang homogen. Penghalusan
komponen sebelum proses pencampuran kadang diperlukan sehingga dapat dihasilkan salep
yang tidak kasar saat digunakan. Pada metode peleburan semua bahan dicampur dan dilebur
pada temperatur yang lebih tinggi daripada titik leleh semua bahan, kemudian dilakukan
pendinginan dengan pengadukan konstan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan sediaan menjadi keras karena terbentuk banyak kristal yang berukuran kecil,
sedangkan pendinginan yang terlalu lambat akan menghasilkan sedikit kristal sehingga
produk menjadi lembek (Pertiwi, 2016).
Pelepasan bahan obat dari basis salep sangat dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia
baik dari basis maupun dari bahan obatnya, kelarutan, viskositas, ukuran partikel,
homogenitas dan formulasi. Formulasi sediaan salep yang bersifat oklusif mengandung
basis yang berlemak dengan pengemulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Aulton,
1
2007), sedangkan absorpsi obat perkutan perunit luas permukaan kulit meningkat sebanding
dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa (Ansel, 1989).Sediaan salep
memiliki beberapa kelebihan seperti sebagai pelindung untuk mencegah kontak permukaan
kulit dengan rangsang kulit, stabil dalam penggunaan dan penyimpanan, mudah dipakai,
mudah terdistribusi merata dan sebagai efek proteksi terhadap iritasi mekanik, panas, dan
kimia (Ansel, 1985)
Kulit merupakan salah satu organ dipermukaan tubuh yang pertama terkena
pengaruh tidak menguntungkan dari lingkungan. Kulit mempunyai fungsi dan kegunaan
diantaranya kulit berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Sediaan salep lebih cocok dan digunakan untuk terapi penyakit kulit yang
disebabkan oleh bakteri. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
hanya digunakan sebagai obat luar. Basis salep yang digunakan dalam sebuah formulasi
obat harus bersifat inert dengan kata lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari
obat yang dikandungnya (Rahmadini, 2018).
Salep pagoda merupakan salep kulit yang digunakan untuk mengatasi penyakit kulit
yang disebabkan oleh jamur atau bakteri seperti gatal pada telapak kaki, tangan,
selangkangan paha, kutu air, panu, kurap, dan kudis. Komposisi salep pagoda adalah Sulfur
Praecipitatum, Asam Salisilat, Menthol Dan Champora.
III. PROSEDUR
A. Preformulasi
1. Sulfur Praecipitatum
Struktur Kimia
(pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/substance/174530645)
Rumus molekul S
(Farmakope Indonesia Ed VI, hlm 268, softcopy)
Berat atom 32,06
(Farmakope Indonesia Ed VI, hlm 268, softcopy)
Nama kimia Precipitated sulfur (Farmakope Indonesia Ed VI, hlm 268, softcopy)
Pemerian Serbuk amorf atau serbuk hablur renik; sangat halus; warna kuning
pucat; tidak berbau dan tidak berasa.
(Farmakope Indonesia Ed VI, hlm 268, softcopy)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam karbon
disulfida; sukar larut dalam minyak zaitun; praktis tidak larut dalam
etanol.
(Farmakope Indonesia Ed VI, hlm 269, softcopy)
Suhu lebur 119°C (MSDS Sulfur praecipitatum)
Stabilitas Agen pengoksidasi kuat (MSDS Sulfur praecipitatum)
penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
2
(Farmakope Indonesia Ed VI, hlm 269, softcopy)
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan logam alkali dan alkali tanah (natrium, kalium,
lithium, kalsium dan magnesium logam), oksidator, ammonia.
(Columbus Chemical Industries Inc. Safety Data Sheet Sulfur
Praecipitated Powder, USP).
2. Acid Benzoicum
Struktur Kimia
3. Acid Salicyl
Struktur Kimia
3
Suhu lebur 159°C
Stabilitas Stabil bila tidak dipanaskan diatas suhu 150°C
Penyimpanan Simpan dalam wadah tertutup baik. (Farmakope Indonesia Ed VI,
hlm 195, softcopy)
Inkompatibilitas Bereaksi dengan alkali dan karbonat hydroxids membentuk garam
yang larut dalam air. Inkompatibel dengan larutan besi klorida,
memberikan warna ungu. Dan dengan nitro ether kuat.
4. Camphora
Struktur Kimia
5. Menthol
Struktur Kimia
4
Bentuk kristal dapat berubah seiring waktu karena sublimasi dalam
bejana tertutup(HOPE edisi 8,hlm. 595, pdf).
Kelarutan Sangat larut dalam etanol (95%), kloroform, eter, minyak lemak dan
parafin cair; larut bebas dalam asam asetat glasial; larut dalam aseton
dan benzena; sangat sedikit larut dalam gliserin; praktis tidak larut
dalam air(HOPE edisi 8,hlm. 596, pdf).
Suhu lebur 34°C (HOPE edisi 8,hlm. 596, pdf).
Stabilitas Formulasi mengandung mentol 1% b/b dalam krim cair stabil hingga
18 bulan bila disimpan pada suhu kamar (HOPE edisi 8,hlm. 597,
pdf).
Penyimpanan Dalam wadah tertutup pada suhu tidak melebihi 25°C karena mudah
menyublim (HOPE edisi 8,hlm. 597, pdf).
Inkompatibilitas Tidak cocok dengan: butylchloral hydrate; kamper; hidrat kloral;
kromium trioksida; B- naftol; fenol; kalium permanganat; pirogalol;
resorsinol; dan timol. (HOPE edisi 8,hlm. 596, pdf).
b. BAHAN
Sulfur proecipitatum
Acid benzoicum
Acid salicyl
Camphora
Menthol
Vaselin album
Indkator PP
Larutan KOH atau NaOH
Etanol
5
V. FORMULASI
Salep Pagoda
Tiap Gram Mengandung
R/ Sulfur Proecipitatum 100mg
Acid Benzoicum 65mg
Acid Salicyl 60mg
Camphora 30mg
Menthol 25mg
M.f Unguentum 25 gram
S 3 dd u.e
(Buat 25 gram)
65 mg x 25 gram
Acid Benzoicum ¿ = 1625 mg / 1,625 gram
1 gram
60 mg x 25 mg
Acid Salicyl ¿ = 1500 mg / 1,5 gram
1 gram
30 mg x 25 mg
Camphora ¿ = 750 mg / 0,75 gram
1 gram
25 mg x 25 gram
Menthol ¿ = 625 mg / 0,625 gram
1 gram
= 25 gram – 7 gram
= 18 gram
6
VII. CARA KERJA
A. Pembuatan Salep Pagoda
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang pot salep kosong
3. Ditimbang sediaan sulfur praecipitatum sebanyak 2,5 gram dengan menggunakan
kertas perkamen
4. Ditimbang acid benzoicum sebanyak 1,625 gram dengan menggunakan kertas
perkamen
5. Ditimbang acid salicyl sebanyak 1,5 gram menggunakan kertas perkamen
6. Ditimbang camphora sebanyak 0,75 gram menggunakan kertas perkamen
7. Ditimbang menthol sebanyak 0,625 gram menggunakan kertas perkamen
8. Ditimbang vasselin alba sebanyak 18 gram menggunakan kertas perkamen
9. Lumpang yang sudah dibersihkan ditambahkan sedikit vasselin alba sebagai
pelapis dinding lumpang
10. Setelah itu massukkan sediaan acid boric, acid salicyl, champora dan menthol
ditetesi etanol 90% sebanyak 2-3 tetes, gerus ad homogen
11. Setelah itu masukan bahan sulfur praecipitatium sedikit demi sedikit gerus ad
homogen
12. Dimasukkan vaselin alba sedikit demi sedikit gerus ad homogen
13. Dimasukkan ke dalam pot salep kemudian ditutup dan ditimbang
14. Dihitung selisih antara pot salep + isi dengan pot salep kosong
B. EVALUASI
UJI ORGANOLEPTIS
Dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau, dan tekstur sediaan salep. Sediaan
sebaiknya berbentuk setengah padat, berwarna kekuningan, berbau khas da tekstur halus.
UJI HOMOGENITAS
Dilakukan dengan menggunakan kaca objek, yaitu dengan cara mengabil sediaan
secukupnya, letakkan dikaca objek, lalu tutup dengan kaca objek yang lainnya kemudian
ambil sedikit ditekan dan amati.
UJI PH
Pengujian PH diilakukan untuk melihat PH salep apakah berada pada rentang PH normal
kulit yaitu 4,5 – 7. Jika PH terlalu basah dapat mengakibatkan kulit kering, sedangkan
jika terlalu asam dapat memicu terjadinya iritassi kulit
(Mappa,dkk,2013,swatika,dkk,2013)
Caranya : Kertas PH dimasukkan kedalam sediaan lalu tunggu beberapa saat. Amati
kertas PH dan bandingkan dengan indikator PH
7
Timbang dahulu kaca penutup, letakkan kaca tersebut diatas massa salep dan
biarkan selama 1 menit
Ukur diameter salep yang menyebar (dengan mengambil panjang rata-rata dari
beberapa sisi)
Tambahkan 50 gram beban tambahan, diamkan selama 1 menit dan catatlah
diameter salep yang menyebar seperti sebelumnya
Teruskan penambahan 50 gram beban seperti di atas sampai beban mencapai 250
gram
8
B. Uji Organoleptis
Bau : Mentol
Warna : Kuning muda
Tekstur : Semi padat, pekat dan kental
C. Uji Homogenitas
Sediaan homogeny
D. Uji Ph
pH sedian didapatkan hasil 2
G. Uji Proteksi
Tidak terdapat bercak merah, tetapi adanya bercak coklat kemerahan
9
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi sediaan liquid dan semisolid ini dilakukan pembuatan
sediaan salep pagoda untuk pengobatan topikal pada kulit. Tujuan praktikum adalah untuk
memformulasikan sediaan salep dan melakukan evaluasi kualitas sediaan salep yang
dihasilkan. Sediaan salep adalah sediaan semipadat yang dimaksudkan untuk penggunaan
luar pada kulit atau membran mukosa, melebur pada suhu tubuh, mudah digunakan dan
tidak berpasir (Muflihunna F, 2013). Salep pagoda merupakan salep kulit yang digunakan
untuk mengatasi penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur atau bakteri seperti gatal pada
telapak kaki, tangan, selangkangan paha, kutu air, panu, kurap, dan kudis.
Formulasi sediaan salep pagoda diawali dengan penimbangan bahan
sulfurpraecipitatum, acid benzoicum, acid salicyl, camphora, menthol, dan vaselin album
menggunakan kertas perkamen. Sebagian vaselin album dimasukkan ke dalam mortir untuk
melapisi mortir kemudian ditambahkan asam salisilat dan champora yang ditetesi dengan 3
tetes etanol 96% yang berfungsi untuk melarutkan asam salisilat dan champorakemudian
gerus ad homogen setelah homogen dimasukkan asam benzoat dan sulfur praecipitatum
gerus ad homogen kemudian ditambahkan sisa vaselin album gerus ad homogen kemudian
sediaan salep ditimbang dan dimasukkan ke dalam pot salep dan di beri etiket biru.
Salep merupakan sediaan semi solid yang mudah dioleskan serta digunakan pada
bagian luar tubuh, bahan aktif dan bahan tambahan harus terdispersi homogen dan mudah
digunakan, serta bahan tidak boleh berbau tengik. Untuk megetahui karakterisktik suatu
sediaan maka dilakukan uji eveluasi diantaranya uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH,
uji daya sebar, uji daya lekat, dan uji daya proteksi.
Pada praktikum ini diperoleh bobot salep pagoda yaitu 23, 83 gram yang kemudian
dilakukan uji evaluasi yaitu uji organoleptis dengan mengamati sediaan dari tekstur, warna,
dan bau. Didapatkan warna sediaan yaitu kuning muda, berbau mentol, dan bertekstur semi
solid, pekat, dan kental. Tujuan dilakukannya uji organoleptis adalah untuk mengetahui
sediaan yang dihasilkan sudah sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas yang dilakukan dengan cara meletakan
sediaan secukupnya diatas kaca objek kemudian kaca objek ditutup dengan kaca objek
lainnya kemudian kaca objek sedikit ditekan dan diamati homogenitas dari sediaan salep.
Didapatkan sediaan salep pagoda sudah homogen dengan ditandai ukuran partikel seragam,
warna sediaan konsisten, dan tidak ada zat yang masih dalam keadaan utuh. Tujuan dari uji
homogenitas adalah untuk mengetahui sediaan salep tersebar merata atau tidak sehingga
ketika digunakan tidak menimbulkan rasa tidak nyaman.
Kemudian melakukan uji pH untuk mengetahi tingkat keasaman dan kebasaan sediaan salep
terhadap kulit, jika terlalu basa dapat mengakibatkan kulit kering, jika pH kulit terlalu asam dapat
memicu iritasi kulit. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sampel salep, kemudian pH
universal dimasukkan ke sampel, lalu tunggu beberapa saat. Dari hasil yang didapat bahwa pH salep
10
dapat dikatakan kurang baik karena tidak sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 7.
Kemudian melakukan uji daya sebar, bertujuan untuk melihat kemampuan sediaan
menyebar pada kulit dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk
menjamin pemberian bahan obat yang baik. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sampel
sebanyak 0,5 gr kemudian letakkan di tempat uji daya sebar salep dengan diberi penambahan beban
mulai dari 50 gr, 100 gr, 150 gr, 200 gr dan 250 gr lalu hitung diameter daya sebar sampel salep
tersebut. Dari hasil yang didapat bahwa kemampuan uji daya sebar salep ini dapat dikatakan kurang
baik karena tidak sesuai Standarnya kurang lebih 252,67 gr masing-masing yaitu 4,79 cm – 4,81 cm.
Sedangkan yang didapat pada praktikan evaluasi daya sebar yaitu masing-masing 2,4 – 2,75 cm.
Semakin besar gaya menyebar salep, makan ketersediaan obat untuk diabsorpsi makin besar.
Kemudian melakukan uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui salep yang lebih lama
melekat pada kulit. Semakin lama daya lekat salep melekat antara salep dengan kulit semakin baik
sehingga absorpsi obat oleh kulit akan semakin baik. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil
sampel sebanyak 0,25 gr tambahkan ke kaca objek glass, kemudian tutup dengan objek glas yang
lain lalu beri beban 1 kg diatasnya selama 1 menit, kemudian objek glas ditarik dengan alat penguji
dengan bobot 80 gram. Kemudian hitung hasil dari uji daya lekat tersebut.dari hasil yang didapatkan
2,55 detik maka kemapuan uji daya lekat pada sampel dikatakan kurang baik, karena tidak sesuai
standar daya lekat yang baik menurut literature yaitu lebih dari 4 detik.
Pengujian yang terakhir adalah uji daya proteksi bertujuan untuk mengetahui kemampuan
salep untuk melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi, dan sinar matahari.
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur kertas saring dengan ukuran 10x10 cm dan 2,5 x 2,5
cm, lalu kertas saring yang berukuran 10 x 10 cm ditetesi dengan penolftalein 1 tetes dan keringkan.
Selanjutnya kertas tersebut diolesi dengan salep (secukupnya seperti mengoleskan salep pada kulit),
kemudian tempelkan kertas saring yang berukuran 2,5 x 2,5 cm ke kertas saring yang berukuran
10x10 dan tetesi dengan parafin sebanyak 1 tetes. Setelah itu kertas saring yang berukuran 2,5x2,5
ditetesi dengan KOH 1 tetes. Terakhir amati kertas saring tersebut apakah terdapat noda coklat
kemerahan atau tidak. Pada sediaan salep yang dibuat terdapat noda merah, artinya salep tersebut
belum bisa memberikan proteksi terhadap pengaruh luar. Sediaan salep yang baik menurut standar
seharusnya mampu memberikan proteksi terhadap semua pengaruh luar yang ditandai dengan tidak
munculnya noda coklat kemerahan pada kertas saring. Tidak munculnya noda merah pada kertas
saring yang ditetesi KOH 0.1 N dapat mempengaruhi efektifitas salep tersebut terhadap kulit.
Karena basis yang digunakan adalah basis serap yang mudah menyerap dengan air dari larutan KOH
sehingga efek perlindungannya rendah sehingga dapat disimpulkan daya proteksinya kurang baik.
11
X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Bobot salep yang diperoleh adalah 23, 83 gram
2. Pada uji organoleptis didapatkan bahwa warna sediaan yaitu kuning muda, berbau
mentol, dan bertekstur semi solid, pekat, dan kental
3. Pada uji homogenitas didapatkan bahwa sediaan homogeny
4. Pada uji pH salep dapat dikatakan kurang baik karena tidak sesuai dengan pH kulit yaitu
dengan standar pH 4,5 – 7
5. Pada uji daya sebar salep ini dapat dikatakan kurang baik karena tidak sesuai Standarnya
kurang lebih 252,67 gr masing-masing yaitu 4,79 cm – 4,81 cm. Sedangkan yang didapat pada
praktikan evaluasi daya sebar yaitu masing-masing 2,4 – 2,75 cm
6. Pada uji daya lekat dari hasil yang didapat bahwa kemapuan uji daya lekat pada sampel
dikatakan kurang baik, karena tidak sesuai standar Daya lekat yang baik menurut literature
yaitu lebih dari 4 detik
7. Pada uji daya proteksi sediaan salep yang dibuat terdapat noda merah, artinya salep tersebut
belum bisa memberikan proteksi terhadap pengaruh luar. Sediaan salep yang baik menurut
standar seharusnya mampu memberikan proteksi terhadap semua pengaruh luar yang ditandai
dengan tidak munculnya noda coklat kemerahan pada kertas saring
12
XI. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. 1985. Pengentar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-3. Terjemahan Farida
Ibrahim. UI-Press, Jakarta.
Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Edisi keempat, 492-494, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Aulton, M. E., 2007, Aulton’s Pharmaceuticals, The Design and Manufacture of Medicines,
3rd Ed., 383-385; 392-394; 405-409, Churchill Livingstone Press, New York.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Farmakope Indonesia (Edisi 6). Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
Muflihunna F., Hediyanti Lating. 2013. Formulasi Salep Ekstrak Metanol Daun Srikaya
(Annona squamosa L) Dengan Berbagai Variasi Basis. As-Syifaa. 5 (01)
Pertiwi, dkk. 2016. Penuntun Praktikum Farmasetika I dan II. Jakarta : Universitas Esa
Unggul.
Rahmadini, Nur Rifka, dkk. 2018. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Kulit Batang Cadamba
(Anthocephalus cadamba Miq.) dan Aktivitas Antibakterinya
TerhadapStaphylococcus aureus. Mulawarman Pharmaceutical Conference.
Rowe,Raymond C.2017. Handbook of Pharmaceutical Excipients edisi 8. London:
Pharmaceutical Press
Tungadi, Robert. 2020. Teknologi Nano Sediaan Liquida dan Semisolid. Jakarta : CV.
Sagung Seto.
https://www.academia.edu/41233679/
TEKNOLOGI_SEDIAAN_SEMI_SOLID_DAN_LIQUID
13
XII. LAMPIRAN
14
15