Anda di halaman 1dari 19

RESUME MOOC

ORIENTASI PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA


TAHUN 2023
28 AGUSTUS S.D 11 SEPTEMBER 2023

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


REPUBLIK INDONESIA

Nama : Muhammad Aditya Rahman, S.T


NIPPPK : 199412062023211010
Jabatan : Arsipasris Ahli Pertama
Golongan : IX
Unit Organisasi : Balai Besar Survei dan Pemetaan
Geologi Kelautan – Badan Geologi
AGENDA I

1. Wawasan Kebangsaan

1.1 Umum

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea


ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945), diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan
publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat
persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan
nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Kepentingan bangsa dan Negara harus ditempatkan di atas
kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan Negara dapat selalu
ditempatkan di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit,
melalui :
a. Memantapkan wawasan kebangsaan.
b. Menumbuhkembangkan kesadaran bela negara.
c. Mengimplementasikan Sistem Administrasi NKRI

1.2 Sejarah Bangsa dan Negara Indonesia

Fakta-fakta sejarah dapat dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan


Indonesia terbangun dari serangkaian proses panjang yang didasarkan pada
kesepakatan dan pengakuan terhadap keberagaman dan bukan keseragaman
serta mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI diawali dengan menyerah Jepang


kepada Tentara Sekutu. Mendengar Jepang menyerah, tanggal 14 Agustus 1945
pukul 14.00, Sjahrir yang sudah menunggu Bung Hatta di rumahnya
menyampaikan pendapatnya bahwa sebaiknya Bung Karno sendiri yang
menyatakan Kemerdekaan Indonesia atas nama rakyat Indonesia melalui
perantaraan siaran radio. Pernyataan kemerdekaan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) akan dicap oleh Sekutu sebagai buatan Jepang.
Bung Hatta sendiri sesungguhnya sependapat dengan Sjahrir, namun Bung Hatta
ragu, apakah Bung Karno bersedia untuk mengambil kewenangan PPKI dan
sebagai pemimpin rakyat menyatakan Kemerdekaan Indonesia.

Dapat dilihat bahwa perjuangan para pahlawan pergerakan kemerdekaan


Indonesia dilandasi dengan komitmen sepenuh hati untuk tujuan yang sama yaitu
“Kemerdekaan”. semangat bersatu yang ditunjukkan oleh para pendahulu bangsa
terasa sangat kuat. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya,
misalnya, para pemuda pada tahun 1928 telah memiliki pandangan 45 sangat
visioner dengan mencita-citakan dan mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang
betbangsa dan bertanah air Indoensia, serta berbahasa persatuan bahasa
Indonesia. Pada saat itu, jelas belum ada bahasa persatuan.

2
Demokrasi tidak datang dengan tiba-tiba dari langit. Ia merupakan proses
panjang melalui pembiasan, pembelajaran dan penghayatan. Untuk tujuan ini
dukungan sosial dan lingkungan demokrasi adalah mutlak dibutuhkan. Kesatuan
bangsa Indonesia 48 yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang
dinamis dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk
dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia
sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali.Unsur-unsur
sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong.
Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh
asas kemanusiaan dan kebudayaan.

Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia


apabila dikaji lebih jauh, terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati
serta kita pahami lalu kita amalkan.
1. Prinsip Bhineka Tunggal Ika Prinsip ini mengharuskan kita mengakui
bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai
suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini
mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2. Prinsip Nasionalisme Indonesia Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti
bahwa kita mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme
Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa 49 lebih unggul daripada bangsa
lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain,
sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak
realistis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang
Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab Manusia Indonesia adalah
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki kebebasan dan
tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.
4. Prinsip Wawasan Nusantara Dengan wawasan itu, kedudukan manusia
Indonesia ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya,
ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia
Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah
air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita pembangunan
nasional
5. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.
Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi
kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang
adil dan makmur.

1.3 Nasionalisme dan Patriotisme

Ada tiga hal yang harus kita lakukan untuk membina nasionalisme Indonesia:
1. Mengembangkan persamaan diantara suku-suku bangsa penghuni
nusantara
2. Mengembangka sikap toleransi
3. Memiliki rasa senasib dan sepenanggungan diantara sesama bangsa
Indonesia

Empat hal yang harus kita hidari dalam memupuk sermangat nasionalisme
adalah:

3
1. Sukuisme, menganggap msuku bangsa sendiri paling baik.
2. Chauvinisme, mengganggap bangsa sendiri paling unggul.
3. Ektrimisme, sikap mempertahankan pendirian dengan berbagai cara kalau
perlu dengan kekerasan dan senjata.
4. Provinsialisme, sikap selalu berkutat dengan provinsi atau daerah sendiri.

Sikap patriotisme adalah sikap sudi berkorban segala-galanya termasuk nyawa


sekalipun untuk mempertahankan dan kejayaan negara. Ciri-ciri patriotisme
adalah:
1. Cinta tanah air.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan pribadi
dan golongan. Berjiwa pembaharu.
4. Tidak kenal menyerah dan putus asa.

Implementasi sikap patriotisme dalam kehidupan sehari hari :


1. Dalam kehidupan keluarga ; Menyaksikan film perjuangan, Membaca buku
bertema erjuangan, dan Mengibarkan bendera merah putih pada hari-hari
tertentu.
2. Dalam kehidupan sekolah ; Melaksanakan upacara bendera, mengkaitkan
materi pelajaran dengan nilaiu-nilai perjuangan, belajar dengan sungguh-
sungguh untuk kemajuan.
3. Dalam kehidupan masyarakat ; Mengembangkan sikap kesetiakawanan
sosial di lingkungannya, Memelihara kerukunan diantara sesama warga
4. Dalam kehidupan berbangsa ; Meningkatkan persatuan dan kesatuan,
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945, Mendukung kebijakan
pemerintah, Mengembangkan kegiatann usaha produktif, Mencintai dan
memakai produk dalam 51 negeri, Mematuhi peraturan hukum, Tidak main
hakim sendiri, Menghormati, dan menjungjung tinggi supremasi hukum,
Menjaga kelestarian lingkungan.

1.4 Peran ASN Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN


diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan,
dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan dengan
memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan Pegawai ASN. Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN
adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

4
2. Analisis Isu Kontemporer

2.1 Perubahan Lingkungan Strategis

Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian dari
perjalanan peradaban manusia. Sebelum membahas mengenai perubahan
lingkungan strategis, sebaiknya perlu diawali dengan memahami apa itu
perubahan, dan bagaimana konsep perubahan dimaksud. Untuk itu, mari
renungkan pernyataan berikut ini …“perubahan itu mutlak dan kita akan jauh
tertinggal jika tidak segera menyadari dan berperan serta dalam perubahan
tersebut”. Perubahan yang diharapkan terjadi bukannya sesuatu yang “berbeda”
saja, namun lebih dari pada itu, perubahan yang diharapkan terjadi adalah
perubahan ke arah yang lebih baik untuk memuliakan manusia/humanity
(memberikan manfaat bagi umat manusia). Pada sisi yang lain, muncul satu
pertanyaan bagaimana PNS melakukan hal tersebut?. Dalam konteks PNS,
berdasarkan Undang-undang ASN setiap PNS perlu memahami dengan baik
fungsi dan tugasnya, yaitu:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangundangan,
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta
3. memperat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia

Menjadi PNS yang profesional memerlukan pemenuhan terhadap beberapa


persyaratan berikut:
1. Mengambil tanggung jawab
2. Menunjukkan sikap mental positif
3. Mengutamakan keprimaan
4. Memegang teguh Kode Etik

Ditinjau dari pandangan Urie Brofenbrenner (Perron, N.C., 2017) ada empat
level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi kesiapan PNS dalam
melakukan pekerjaannya sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu,
keluarga (family), Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/ Culture),
Nasional (Society), dan Dunia (Global). PNS dihadapkan pada pengaruh yang
datang dari eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan
berbangsa dan bernegara (pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal
Ika) sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena-fenomena
tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan memahami secara
kritis terkait dengan isu-isu kritikal yang terjadi saat ini atau bahkan berpotensi
terjadi, isu-isu tersebut diantaranya; bahaya paham radikalisme/ terorisme,
bahaya narkoba, cyber crime, money laundry, korupsi, proxy war. Ada enam
komponen dari modal manusia (Ancok, 2002), yang akan dijelaskan sebagai
berikut:

1. Modal Intelektual
2. Modal Emosional
3. Modal Sosial
4. Modal ketabahan
5. Modal etika/moral
6. Modal kesehatan

5
2.2 Isu-Isu Strategis Kontemporer

Saat ini konsep negara, bangsa dan nasionalisme dalam konteks Indonesia
sedang berhadapan dengan dilema antara globalisasi dan etnik nasionalisme
yang harus disadari sebagai perubahan lingkungan strategis. Isu lainnya yang
juga menyita ruang publik adalah terkait terorisme dan radikalisasi yang terjadi
dalam sekelompok masyarakat, baik karena pengaruh ideologi laten tertentu,
kesejahteraan, pendidikan yang buruk atau globalisasi secara umum. Bahaya
narkoba merupakan salah satu isu lainnya yang mengancam kehidupan bangsa.
Bentuk kejahatan lain adalah kejahatan saiber (cyber crime) dan tindak
pencucian uang (money laundring). Bentuk kejahatan saat ini melibatkan peran
teknologi yang memberi peluang kepada pelaku kejahatan untuk beraksi di dunia
maya tanpa teridentifikasi identitasnya dan penyebarannya bersifat masif. Isu
lainnya yang juga menyita ruang publik adalah terkait terorisme dan radikalisasi
yang terjadi dalam sekelompok masyarakat, baik karena pengaruh ideologi laten
tertentu, kesejahteraan, pendidikan yang buruk atau globalisasi secara umum.
Bahaya narkoba merupakan salah satu isu lainnya yang mengancam kehidupan
bangsa. Bentuk kejahatan lain adalah kejahatan saiber (cyber crime) dan tindak
pencucian uang (money laundring). Bentuk kejahatan saat ini melibatkan peran
teknologi yang memberi peluang kepada pelaku kejahatan untuk beraksi di dunia
maya tanpa teridentifikasi identitasnya dan penyebarannya bersifat masif.

a. Korupsi
Korupsi dalam sejarah dunia sebagaimana yang dikemukakan oleh
Hans G. Guterbock, “Babylonia and Assyria” dalam Encyclopedia Brittanica
bahwa dalam catatan kuno telah diketemukan gambaran fenomena
penyuapan para hakim dan perilaku korup lainnya dari para pejabat
pemerintah. Di Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Yunani dan Romawi Kuno
korupsi adalah masalah serius. Dari beberapa catatan sejarah
menggambarkan kehancuran kerajaan-kerajaan besar di Indonesia
disebabkan perilaku korup sebagian besar tokohnya. Pada zaman ini kasus
korupsi lebih banyak terkait aspek politik/ kekuasaan dan usaha-usaha
memperkaya diri sendiri dan kerabat kaum bangsawan sehingga menjadi
pemicu perpecahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi masuk dan
meluas ke dalam sistem budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Budaya korupsi
yang berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang diciptakan sebagai
budak politik untuk kepentingan penjajah. Reprsentasi Budak-Budak Politik
tersebut dimanisfetasikan dalam struktur pemerintahan adiministratif daerah,
misal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan
pejabat-pejabat lainnya yang nota bene merupakan orang-orang suruhan
penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi kepentingan di daerah
teritorial tertentu. Berdasarkan uraian munculnya budaya korupsi sejak
zaman kerajaan hingga zaan penjajahan, maka di zaman modern seperti
sekarang ini kita perlu menyadari bahwa korupsi merupakan jenis kejahatan
yang terwariskan hingga saat ini dari perjalanan panjang sejarah kelam
bangsa Indonesia, bahkan telah beranak pinak lintas generasi. Penanganan
kejahatan korupsi secara komprehensif sangat diperlukan sehingga mampu
mengubah cara berpikir dan bertindak menjadi lebih baik. Penanganan
terhadap korupsi di Indonesia yang pernah tercatat dilakukan sejak periode
pasca kemerdekaan (masa orde lama), masa orde baru, dan masa reformasi
hingga saat ini. Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin

6
“corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student
Dictionary: 1960). Kata “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu
bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal
istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/
korruptie” (Belanda). Secara harfiah korupsi mengandung arti: kebusukan,
keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum Bahasa Indonesia
karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai: “perbuatan yang buruk
seperti: penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan
sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perilaku korupsi dapat
digambarkan sebagai tindakan tunggal yang secara rasional bisa
dikategorikan sebagai korupsi. Euben (1989) menggambarkan korupsi
sebagai tindakan tunggal dengan asumsi setiap orang merupakan individu
egois yang hanya peduli pada kepentingannya sendiri. Asumsi tersebut
sejalan dengan karyanya Leviathan bahwa manusia satu berbahaya bagi
manusia lainnya, namun setiap manusia dapat mengamankan keberadaan
dan memenuhi kepentingan dirinya melalui kesepakatan bersama sehingga
menjadi legitimasi dari hasil kesepakatan bersama (standar) demi
kepentingan seluruh individu/publik. Pada dasarnya sebab manusia
terdorong untuk melakukan korupsi antara lain:
1. Faktor individu  sifat tamak, moral yang lemah menghadapi godaan,
gaya hidup konsumtif
2. Faktor lingkungan  Faktor lingkungan pemicu perilaku korup yang
disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku, yaitu:
a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
b. Aspek ekonomi
c. Aspek politis
d. Aspek organisasi

b. Radikal dan Radikalisme

Secara etimologis, kata radikal berasal dari radices yang berarti a


concerted attempt to change the status quo (David Jarry, 1991). Pengertian
ini mengidentikan term radikal dengan nuansa yang politis, yaitu kehendak
untuk mengubah kekuasaan. Istilah ini mengandung varian pengertian,
bergantung pada perspektif keilmuan yang menggunakannya. Dalam studi
filsafat, istilah radikal berarti “berpikir secara mendalam hingga ke akar
persoalan”. Istilah radikal juga acap kali disinonimkan dengan istilah
fundamental, ekstrem, dan militan. Penyebaran radikalisme juga telah
menginfiltrasi berbagai institusi sosial seperti rumah ibadah, lembaga
pendidikan, lembaga keagamaan, pendidikan tinggi, serta media massa. Dari
berbagai institusi sosial tersebut, media massa berandil besar karena hadir di
setiap waktu dan tempat serta tidak memandang kelas sosial dan usia.
Kelompok teroris memakai media massa sebagai wahana propaganda,
rekruitmen, radikalisasi, pencarian dana, pelatihan, dan perencanaan.
Perkembangan paham radikalisme terbilang pesat, baik dalam bentuk
kegiatan maupun kreativitas penjaringan yang dilakukan. Hal ini tentunya
menjadi sebuah tantangan besar bagi setiap negara, khususnya Indonesia
dan harus direspon secara proporsional dan profesional mengingat dampak
yang ditimbulkannya terbilang besar. Terjadinya berbagai kasus teror 88 yang

7
diikuti dengan kasus-kasus terorisme lainnya, telah mendesak pemerintah
untuk mengambil langkah penanganan strategis dan merumuskan kebijakan
penanggulangan yang sistemik dan tepat sasaran.
Sebagai Aparatur Sipil Negara kita wajib mendukung gerakan anti radikal
dan radikalisme yang berkembang dengan pesat di Indonesia.

c. Money Launding

Istilah “money laundering” dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah


aktivitas pencucian uang. Terjemahan tersebut 117 tidak bisa dipahami
secara sederhana (arti perkata) karena akan menimbulkan perbedaan cara
pandang dengan arti yang populer, bukan berarti uang tersebut dicuci karena
kotor seperti sebagaimana layaknya mencuci pakaian kotor. Oleh karena itu,
perlu dijelaskan terlebih dahulu sejarah munculnya money laundering dalam
perspektif sebagai salah satu tindak kejahatan. Dalam Bahasa Indonesia
terminologi money laundering ini sering juga dimaknai dengan istilah
“pemutihan uang” atau “pencucian uang”. Kata launder dalam Bahasa Inggris
berarti “mencuci”. Oleh karena itu sehari-hari dikenal kata “laundry” yang
berarti cucian. Dengan demikian uang ataupun harta kekayaan yang
diputihkan atau dicuci tersebut adalah uang/harta kekayaan yang berasal dari
hasil kejahatan, sehingga diharapkan setelah pemutihan atau pencucian
tersebut, uang/harta kekayaan tadi tidak terdeteksi lagi sebagai uang hasil
kejahatan melainkan telah menjadi uang/harta kekayaan yang halal seperti
uang-uang bersih ataupun aset-aset berupa harta kekayaan bersih lainnya.
Untuk itu yang utama dilakukan dalam kegiatan money laundering adalah
upaya menyamarkan, menyembunyikan, menghilangkan atau
menghapuskan jejak dan asal-usul uang dan/atau harta kekayaan yang
diperoleh dari hasil tindak pidana tersebut. Dengan proses kegiatan money
laundering ini, uang yang semula merupakan uang haram (dirty money)
diproses dengan pola karakteristik tertentu sehingga seolah-olah
menghasilkan uang bersih (clean money) atau uang halal (legitimate money).
Secara sederhana definisi pencucian uang adalah suatu perbuatan kejahatan
yang melibatkan upaya untuk menyembunyikan atau 118 menyamarkan asal
usul uang atau harta kekayaan dari hasil tindak pidana/kejahatan sehingga
harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah.
Kegiatan pencucian uang umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang
ingin memperoleh kekayaan melalui hasil usaha illegal sehingga seakan-akan
terlihat sah, misalnya korupsi, penyuapan, terorisme, narkotika, prostitusi,
kejahatan perbankan, penyelundupan, perdagangan manusia, penculikan,
perjudian, kejahatan perpajakan, illegal logging dan aneka kejahatan lainnya.
Agar uang/harta yang diperolehnya tersebut terlihat sah maka mereka
berusaha menghindari kecurigaan aparat penegak hukum. Karenanya,
uang/harta kekayaan tersebut harus ‘dicuci’ agar terlihat bersih. Peran dan
tanggung jawab Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang memberikan kontribusi yang riil dalam kancah tata pergaulan
internasional. Tindak pidana ini merupakan persoalan dan perhatian warga
dunia. Untuk itu, berbagai organisasi internasional dan regional telah dibentuk
untuk memeranginya. Menurut perkiraan 151 beberapa lembaga
internasional, pencucian uang secara global diperkirakan mencapai sekitar
US$ 1 triliun sampai US$ 2,5 triliun per tahun. Jumlah ini sangat besar dan
fantastik mengingat nilai keseluruhan produk barang dan jasa yang diproduksi

8
di Indonesia (PDB Indonesia) pada tahun 2007 mencapai sekitar US$ 435
milyar. Bahkan, Michael Camdessus, mantan managing director IMF,
memperkirakan jumlah uang haram yang menjadi objek dalam pencucian
uang mencapai 2-5 % dari gross domestic product dunia atau mencapai lebih
dari US$ 1,5 triliun. Jika uang haram dalam jumlah besar ini masuk ke dalam
sistem keuangan dan perdagangan negara berkembang, hal ini akan
mengakibatkan pemerintah negara tersebut kehilangan kendali atas
kebijakan ekonomi negaranya.
Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional
171 Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU). PerPres
tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM,
yaitu pada tanggal 30 Desember 2016. Adapun formasi susunan Komite
TPPU adalah sebagai berikut:
1. Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
2. Wakil : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
3. Sekretaris : Kepala PPATK
4. Anggota : Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri
Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri
Keuangan, Menteri Perdagangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala
Badan Nasional Pemberantasan Terorisme, Kepala Badan
Narkotika Nasional, Guburnur Bank Indonesia dan Ketua Otoritas
Jasa Keuangan
Dalam melaksanakan tugasnya, Komite TPPU memiliki Strategi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme (TPPU & TPPT) di Indonesia. Strategi Nasional
(stranas) ini merupakan :
 Kebijakan nasional sebagai arah pengembangan rezim anti
pencucian uang/pencegahan pendanaan terorisme.
 Kerangka acuan kerja bagi semua pihak yang diharapkan mampu
membuahkan hasil konkrit dan nyata dalam rangka 172 mendukung
upaya PP TPPU secara sistematis dan tepat sasaran.
Stranas memiliki 7 strategi untuk mencapai penguatan rezim anti
pencucian uang/pencegahan pendanaan terorisme guna mematuhi
Rekomendasi FATF, yakni:
 Strategi I : Menurunkan tingkat tindak pidana Korupsi, Narkotika dan
Perbankan melalui optimalisasi penegakan hukum TPPU
 Strategi II : Mewujudkan mitigasi risiko yang efektif dalam mencegah
terjadinya TPPU dan TPPT di Indonesia
 Strategi III : Optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan
TPPT
 Strategi IV : Menguatkan koordinasi dan kerja sama antar instansi:
Pemerintah dan/atau lembaga swasta
 Strategi V : Meningkatkan pemanfaatan instrumen kerja sama
internasional dalam rangka optimalisasi asset recovery yang berada
di negara lain
 Strategi VI : Meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia dalam
forum internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan
TPPU & TPPT

9
 Strategi VII : Penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan
pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain lintas batas
negara sebagai media pendanaan terorisme
Pemenuhan Rekomendasi FATF tidak dapat dilakukan sendiri oleh
PPATK sebab substansi dari Rekomendasi FATF adalah kepatuhan suatu
negara/jurisdiksi yang menyentuh aspek tugas, fungsi dan kewenangan
beragam instansi, khususnya yang terlibat dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPU seperti komponen lembaga keanggotaan Komite
TPPU di atas.

2.3 Rangkuman

Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari,


menjadi bagian yang selalu menyertai perjalanan peradaban manusia. Cara
kita menyikapi terhadap perubahan adalah hal yang menjadi faktor pembeda
yang akan menentukan seberapa dekat kita dengan perubahan tersebut, baik
pada perubahan lingkungan individu, keluarga (family), Masyarakat pada level
lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan Dunia
(Global). Dengan memahami penjelasan tersebut, maka yang perlu menjadi
fokus perhatian adalah mulai membenahi diri dengan segala kemampuan,
kemudian mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki dengan
memperhatikan modal insani (manusia) yang merupakan suatu bentuk modal
(modal intelektual, emosional, sosial, ketabahan, etika/moral, dan modal
kesehatan (kekuatan) fisik/jasmani) yang tercermin dalam bentuk
pengetahuan, gagasan, kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja.
Perubahan lingkungan stratejik yang begitu cepat, massif, dan complicated
saat ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia dalam percaturan global
untuk meningatkan daya saing sekaligus mensejahterakan kehidupan bangsa.
Pada perubahan ini perlu disadari bahwa globalisasi baik dari sisi positif
apalagi sisi negatif sebenarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan
bentuk dari konsekuensi logis dari interaksi peradaban antar bangsa. Terdapat
beberapa isu-isu strategis kontemporer yang telah 247 menyita ruang publik
harus dipahami dan diwaspadai serta menunjukan sikap perlawanan terhadap
isu-isu tersebut. Isu-isu strategis kontemporer yang dimaksud yaitu: korupsi,
narkoba, terorisme dan radikalisasi, tindak pencucian uang (money laundring),
dan proxy war dan isu Mass Communication dalam bentuk Cyber Crime, Hate
Speech, dan Hoax. Strategi bersikap yang harus ditunjukan adalah dengan
cara-cara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta
terintegrasi/komprehensif. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan berpikir
kritis, analitis, dan objektif terhadap satu persoalan, sehingga dapat
merumuskan alternatif pemecahan masalah yang lebih baik dengan dasar
analisa yang matang.

3. Kesiapsiagaan Bela Negara

Kesiapsiagaan bela negara merupakan aktualisasi nilai nilai bela negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai peran dan profesi warga
negara, demi menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan
segenap bangsa dari segala bentuk ancaman yang pada hakikatnya mendasari
proses nation and character building.Proses nation and character building tersebut
didasari oleh sejarah perjuangan bangsa, sadar akan ancaman bahaya nasional yang

10
tinggi serta memiliki semangat cinta tanah air,kesadaran berbangsa dan bernegara,
yakin Pancasila sebagai idiologi negara, kerelaan berkorban demi bangsa dan
Negara. Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki kemampuan awal
bela negara, baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan dengan
cara menjaga kesamaptaan (kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan
jasmani dan rohani. Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara menjaga etika,
etiket, moral dan memegang teguh kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai jati diri
bangsa yang luhur dan terhormat. Dengan demikian, maka untuk bisa melakukan
internalisasi dari nilai-nilai dasar bela negara tersebut, kita harus memiliki kesehatan
dan kesiapsiagaan jasmani maupun mental yang mumpuni, serta memiliki etika, etiket,
moral dan nilai kearifan lokal sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu
dalam Bab III ini sebagai wujud bahwa kita,memiliki kemampuan awal bela negara,
maka kita akan membahas tentang Kesehatan Jasmani dan Mental; Kesiapsiagaan
Jasmani danMental; Etika, Etiket dan Moral; serta Kearifan Lokal.

11
AGENDA II

1. Berorientasi Pelayanan

Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik


adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Berbagai literatur administrasi publik menyebut
bahwa prinsip pelayanan publik yang baik adalah:
a. Partisipatif
b. Transparan
c. Responsif
d. Tidak diskriminatif
e. Mudah dan murah
f. Efektif dan efisien
g. Aksesibel
h. Akuntabel
i. Berkeadilan

Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu:
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan yang
berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan
pelayanan publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti
pengaduan masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan kerja,
fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan sarana
prasarana; dan
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja
penyelenggara pelayanan publik.

2. Akuntabel

Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk
dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah
sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya.
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau
tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat
dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung
jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Amanah seorang ASN
menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan
Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi

12
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas
tinggi

Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak
menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan
Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus dipegang teguh oleh semua unsur
pemerintahan dalam memberikan layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan
mengatakan bahwa sebuah sistem yang memiliki integritas yang baik akan
mendorong terciptanya Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi.
Integritas adalah konsepnya telah disebut filsuf Yunani kuno, Plato, dalam The
Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam kehidupan bernegara.
Semua elemen bangsa harus memiliki integritas tinggi, termasuk para penyelenggara
negara, pihak swasta, dan masyarakat pada umumnya. Akuntabilitas dan Integritas
Personal seorang ASN akan memberikan dampak sistemik bila bisa dipegang teguh
oleh semua unsur. Melalui Kepemimpinan, Transparansi, Integritas, Tanggung Jawab,
Keadilan, Kepercayaan, Keseimbangan, Kejelasan, dan Konsistensi, dapat
membangun lingkungan kerja ASN yang akuntabel.

3. Kompeten

Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan


strategis diantaranya VUCA dan disrupsi teknologi, fenomena demografik
(demographic shifting), dan keterbatasan sumberdaya. Keadaan ini merubah secara
dinamis lingkungan pekerjaan termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian
(skills). Kenyataan ini menutut setiap elemen atau ASN di setiap instansi selayaknya
meninggalkan pendekatan dan mindset yang bersifat rigit peraturan atau rule based
dan mekanistik, cenderung terpola dalam kerutinan dan tidak adapatif dengan
zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar, utamanya: inovasi,
daya saing, berfikir kedepan, dan adaptif. 2 Sifat dan kompetensi dasar ini krusial
untuk mewujudkan instansi pemerintah yang responsif dan efektif. Pembahasan
keseluruhan dalam modul ini menjelaskan pokok-pokok dan penerapan perilaku
pengembangan kompetensi yaitu: Tantangan Lingkungan Strategis, Kebijakan
Pembangunan Aparatur, Kebijakan dan Program Pengembangan Kompetensi, dan
Perilaku Kompeten. Dengan penguraian keseluruhan aspek tersebut diharapkan
peserta latsar CPNS mendapatkan pemahaman yang sama tentang perlunya
komprehensivitas dalam melakukan pengembangan kompetensi sesuai dengan
dinamika lingkungan internal dan eksternal organisasi. Perilaku kompeten
sebagaimana dalam uraian modul ini, diharapkan menjadi bagian ecosystem
pembangunan budaya instansi pemerintah sebagai instansi pembelajar
(organizational learning). Pada ujungnya, wujudnya pemerintahan yang unggul dan
kompetitif, yang diperlukan dalam era global yang amat dinamis dan kompetitif, sejalan
perubahan lingkungan strategis dan teknologi yang berubah cepat. Agar pembelajaran
ini efektif dalam menguatkan perilaku kompeten, setiap peserta latsar CPNS agar
membuat Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku Kompeten di Tempat Kerja,
dengan menuangkannya dalam Formulir Agenda Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan
Perilaku Kompeten, dalam lampiran modul ini.

13
4. Harmonis

Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga


menjadi sebuah tantangan bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan tersebut
mudah menimbulkan perbedaan pendapat dan lepas kendali, mudah tumbuhnya
perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa menjadi ledakan yang akan
mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa. Terbentuknya
NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara disadari pendiri bangsa
dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam
Lambang Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika merupakan perwujudan kesadaran
persatuan berbangsa tersebut. Etika publik merupakan refleksi kritis yang
mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan
lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur
tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-
ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional
tertentu. Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara,
perilaku pejabat publik harus berubah, a. Pertama, berubah dari penguasa menjadi
pelayan; b. Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’; Modul Harmonis c.
Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting
dalam suatu organisasi. Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga
berdampak bagi berbagai bentuk organisasi. Identifikasi potensi disharmonis dan
analisis strategi dalam mewujudkan susasana harmonis harus dapat diterapkan dalam
kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan bermasyarakat. ASN yang melayani publik
dengan memperhatikan kondisi yang harmonis dilingkungan bekerja. Keharmonisan
dapat tercipta secara individu, dalam keluarga, lingkungan bekerja dengan sesama
kolega dan pihak eksternal, serta dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Semoga
kita semua dapat menerapkan dan meciptakan keharmonisan tersebut bersama
kolega rekan sejawat, saat memberikan pelayanan public, dan kehidupan
bermasyarakat.

5. Loyal

Loyal merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN BerAKHLAK
yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara. Materi modul ini diharapkan dapat memberikan gambaran
bagaimana panduan perilaku loyal yang semestinya dipahami dan dimplementasikan
oleh setiap ASN di instansi tempatnya bertugas, yang terdiri dari: 1. Memegang teguh
ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah; 2. Menjaga nama baik sesama ASN,
pimpinan instansi dan negara; serta 3. Menjaga rahasia jabatan dan negara. Adapun
kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme
dan pengabdian, yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.

14
6. Adaptif

Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun
organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan
mengapa nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas
jabatan di sektor publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis,
kompetisi yang terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan
teknologi dan lain sebagainya.

7. Kolaboratif

Kolaborasi menjadi hal sangat penting di tengah tantang global yang dihadapi saat ini.
Banyak ahli merumuskan terkait tantangantantangan tersebut. Prasojo (2020)
mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi saat ini yaitu disrupsi di semua
kehidupan, perkembangan teknologi informasi, tenaga kerja milenal Gen Y dan Z,
serta mobilitas dan fleksibilitas. Morgan (2020) mengungkapkan lima tantangan yang
dihadapi yaitu new behaviour, perkembangan teknologi, tenaga kerja milenial,
mobilitas tinggi, serta globalisasi. Vielmetter dan Sell (2014) mengungkapkan tentang
global mega trend 2013 yaitu Globalization 2.0, environmental crisis, individualization
and value pluralism, the digital era, demographic change, and technological
convergence. Pada tahun 2020, Berger (2020) melakukan forecasting yang lebih
panjang dengan mengeluarkan konsep tentang global mega trend untill 2050
diantaranya people and society, health and care, environment and resources,
economic and business, technology and Innovation, serta politic and democracy.
World Economic Forum (WEF) (2021) juga ambil bagian dalam menganalisis
tantangan global yang akan dihadapi yaitu adanya serangan cyber, perubahan iklim
secara global, ketimpangan digitalisasi, kegagalan iklim, adanya senjata pemusnah
masal, krisis mata pencaharian penyakit menular , serta kerusakan lingkungan yang
diakibatkan manusia. Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa
definisi kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik
et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an
alliance between two or more firms aiming to become more competitive by developing
shared routines”. Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok
aktor dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative
governance mencakup kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan publik. Sebuah
pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola kolaboratif, serangkaian aktivitas
bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan strategi dan berbagi tanggung
jawab dan sumber daya (Davies Althea L Rehema M. White, 2012).

15
AGENDA III

1. Smart ASN

1.1 Literasi Digital

Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat digital dapat


menggunakan media digital secara bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam
visi misi Presiden Jokowi untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Penilaiannya dapat ditinjau dari etis dalam mengakses media digital (digital
ethics), budaya menggunakan digital (digital culture), menggunakan media digital
dengan aman (digital safety), dan kecakapan menggunakan media digital (digital
skills). Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan
persiapan kebutuhan SDM talenta digital, literasi digital berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia agar
keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. Secara umum, literasi
digital memang sering dianggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan
penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal, literasi
digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan
pada kecakapan untuk menguasai teknologi.

Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu masyarakat
digital yang dibarengi pula dengan pemerintah digital dan ekonomi digital.
Masyarakat digital meliputi aktivitas, penggunaan aplikasi, dan penggunaan
infrastruktur digital. Pemerintah digital meliputi regulasi, kebijakan, dan
pengendalian sistem digital. Sementara itu, ekonomi digital meliputi aspek SDM
digital, teknologi penunjang, dan riset inovasi digital. Dalam mencapai target
program literasi digital, perlu diperhitungkan estimasi jumlah masyarakat
Indonesia yang telah mendapatkan akses internet berdasarkan data dari APJII
dan BPS. Identifikasi Target User dan Total Serviceable Market penting untuk
menentukan target spesifik program literasi digital.

Dalam hal lingkup literasi digital, kesenjangan digital (digital divide) juga
menjadi hal yang perlu dipahami. Kesenjangan digital merupakan konsep yang
telah lama ada. Pada awal mulanya, konsep kesenjangan digital ini berfokus pada
kemampuan memiliki (ekonomi) dan mengoperasikan perangkat digital
(komputer) dan akses (Internet). Contoh terbaik bisa ditengok dalam penelitian
Lumakto dan Syuamsudin (2020) tentang kesenjangan digital terlihat pada usia
pengguna Internet di Indonesia. Menurut penelitian mereka, para Penyuluh
Agama Islam di Kementerian Agama termasuk ke dalam Generasi X dan Baby
Boomer. Mereka adalah digital immigrant yang kurang mengapresiasi kecakapan
digital seperti halnya digital native. Karakteristik yang umum dijumpai pada digital
immigrant adalah gagap dengan teknologi. Di satu sisi, mereka senang akan
inovasi teknologi. Tetap, kompetensi digital tidak dimiliki, dipelajari, dan
diaplikasikan dengan baik, sehingga masih diperlukan penguatan literasi digital
oleh berbagai pihak.

16
1.2 Kerangka Kurikulum Literasi Digital
Kerangka kurikulum literasi digital ini digunakan sebagai metode
pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam
menguasai teknologi digital.
a. Guna mendukung percepatan transformasi digital, ada 5 langkah yang
harus dijalankan, yaitu: ● Perluasan akses dan peningkatan
infrastruktur digital. ● Persiapkan betul roadmap transportasi digital di
sektorsektor strategis, baik di pemerintahan, layanan publik, bantuan
sosial, sektor pendidikan, sektor kesehatan, perdagangan, sektor
industri, sektor penyiaran. ● Percepat integrasi Pusat Data Nasional
sebagaimana sudah dibicarakan. ● Persiapkan kebutuhan SDM talenta
digital. ● Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan
dan pembiayaan transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya
b. Literasi digital lebih dari sekadar masalah fungsional belajar bagaimana
menggunakan komputer dan keyboard, atau cara melakukan pencarian
online. Literasi digital juga mengacu pada mengajukan pertanyaan
tentang sumber informasi itu, kepentingan produsennya, dan cara-cara
di mana ia mewakili dunia; dan memahami bagaimana perkembangan
teknologi ini Smart ASN 30 terkait dengan kekuatan sosial, politik dan
ekonomi yang lebih luas.
c. Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk
mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan,
mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara
aman dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan
yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup kompetensi yang secara
beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi
dan literasi media.
d. Hasil survei Indeks Literasi Digital Kominfo 2020 menunjukkan bahwa
rata-rata skor indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia masih ada di
kisaran 3,3. Sehingga literasi digital terkait Indonesia dari kajian,
laporan, dan survei harus diperkuat. Penguatan literasi digital ini sesuai
dengan arahan Presiden Joko Widodo.
e. Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo,
Siberkreasi, dan Deloitte pada tahun 2020 menjadi panduan
fundamental untuk mengatasi persoalan terkait percepatan
transformasi digital, dalam konteks literasi digital. Sehingga perlu
dirumuskan kurikulum literasi digital yang terbagi atas empat area
kompetensi yaitu: ● kecakapan digital, ● budaya digital, ● etika digital ●
dan keamanan digital.

2. Manajemen ASN

Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN


yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan
kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber
daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
b) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

17
Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan
kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari
pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik Untuk menjalankan
kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: a) Pelaksana
kebijakan public; b) Pelayan public; dan c) Perekat dan pemersatu bangsa.
Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat
meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka
setiap ASN diberikan hak. Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban
sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. ASN sebagai profesi berlandaskan pada
kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk
menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku yang diatur
dalam UU ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam penyelenggaraan birokrasi
pemerintah.

a. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK


b. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan,
pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan perlindungan
c. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian
kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
perlindungan.
d. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah
dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi,
kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
f. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan
Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun
g. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian
memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan
yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif
sendiri
h. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang
diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan
tidak kehilangan status sebagai PNS.
i. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik
Indonesia. Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN; dan
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.

18
j. Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan
dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi
ASN diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antarInstansi
Pemerintah
k. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya
administratif terdiri dari keberatan dan banding administrative.

19

Anda mungkin juga menyukai