Anda di halaman 1dari 72

KARYA ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

FRAKTUR EKSTREMITAS TERTUTUP DENGAN INOVASI


KOMPRES DINGIN TERHADAP NYERI DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSUD MENGGALA
TAHUN 2022

Oleh:
DARMANTO
NIM. 2022207209293

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG TA 2022-2023
KARYA ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
FRAKTUR EKSTREMITAS TERTUTUP DENGAN INOVASI
KOMPRES DINGIN TERHADAP NYERI DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSUD MENGGALA
TAHUN 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas


Untuk memperoleh Gelar Ners

Oleh:
DARMANTO
NIM. 2022207209293

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG TA 2022-2023

ii
PERSETUJUAN UJIAN KIA

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan di hadapan TIM Penguji KIA

JUDUL KIA : Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur


Ekstremitas Tertutup dengan Inovasi Kompres Dingin
Terhadap Nyeri di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Menggala Tahun 2022

Nama Mahasiswa : DARMANTO

NPM : 2022207209293

MENYETUJUI

Pembimbing

Ns. Apri Budianto, M.Kep.


NIDN. 0214048201

iii
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR


EKSTREMITAS TERTUTUP DENGAN INOVASI KOMPRES DINGIN
TERHADAP NYERI DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD MENGGALA TAHUN 2022

Karya Ilmiah Akhir Ners Oleh Darmanto ini telah diperiksa dan dipertahankan
dihadapan Tim Penguji KIA dan dinyatakan ……………. Pada Tanggal 28
Januari 2023

MENGESAHKAN

Tim Penguji

Ketua Moderator : Ns. Fitra Pringgayuda. M.Kep (……………..)


NIDN. 0212097702

Penguji 1 : Ns. Apri Budianto, M.Kep (…………….)


NIDN. 0214048201

Ka. Prodi Pendidikan Profesi Ners

Ns. Rita Sari, M.Kep.


NIDN. 0222087403

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Elmi Nuryati, M.Epid.


NIDN.0215117601

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Inovasi Ners (KIN) ini dengan baik
sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan pendidikan Profesi Ners di
Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Adapun judul KIN ini adalah
“Karya Ilmiah Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup
Dengan Inovasi Kompres Dingin Terhadap Nyeri di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Menggala Tahun 2022“. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Drs. H. Wanawir AM, M.M.,M.Pd., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
2. Ns. Rita Sari, S.Kep., Sp., M. Kep., Sp. KMB., selaku Ketua Program Studi
Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Pringsewu.
3. Ns. Ns. Diny Vellyana, S.Kep., MMR., selaku dosen pembimbing.
4. Ns. Tri Wijayanto, M.Kep., Sp. Kep. MB., selaku dosen penguji
5. Rekan sejawat yang telah membantu selama proses pengumpulan data.
6. Seluruh dosen staf Universitas Muhamadiyah Pringsewu Lampung.
7. Teman-teman satu angkatan Universitas Muhammadiyah Program Studi
Profesi Ners yang senantiasa memberi semangat dan masukan dalam
menyelesaikan skipsi ini.

Penulis berharap semoga KIN ini dapat berguna bagi kita semua.

Pringsewu, Januari 2023


Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN......................................................................... i


HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI............................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................4
C. Tujuan............................................................................................5
D. Manfaat..........................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Fraktur................................................................................8
1. Definisi Fraktur.........................................................................8
2. Etiologi Faktur..........................................................................9
3. Tanda dan Gejala......................................................................10
4. Pemeriksaan Penunjang............................................................11
5. Penatalaksanaan........................................................................12
B. Konsep Nyeri..................................................................................14
C. Konsep Terapi Kompres Dingin.....................................................23
D. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur Tertutup.............................29
E. Tinjauan Terapi Nyeri Menurut Al Islam Kemuhammadiyahan....34

BAB III LAPORAN KASUS


A. Pengkajian.......................................................................................36
B. Analisa Data...................................................................................42
C. Diagnosa Keperawatan...................................................................42
D. Rencana Tindakan Keperawatan.....................................................42
E. Implementasi Keperawatan.............................................................44
F. Evaluasi Keperawatan.....................................................................46

BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian...........................................................48
B. Analisis Asuhan Keperawatan........................................................49
C. Analisis Inovasi Produk..................................................................54

vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................55
B. Saran...............................................................................................55

LAMPIRAN
1. SOP

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077).......

Tabel 3.1 Pola Aktivitas.....................................................................................

Tabel 3.2 Analisa Data.......................................................................................

Tabel 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan........................................................

Tabel 3.4 Implementasi......................................................................................

Tabel 3.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Numerical Rating Scale (NRS)........................................................19

Gambar 2.2 Skala deskriptif.................................................................................19

Gambar 2.3 Faces Pain Rating Scale (FPRS)......................................................20

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini salah satu masalah yang banyak dijumpai pada pusat

pelayanan kesehatan di seluruh dunia adalah penyakit muskuloskelatal.

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab fraktur (patah tulang)

terbanyak. Menurut Kemenkes (2018) kecelakaan lalu lintas di Indonesia

dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, setelah penyakit jantung coroner

dan tuberculosis/TBC. Menurut data World Health Organization (WHO)

memperkirakan angka kasus kejadian fraktur akibat kecelakaan mencapai

1,35 juta pada Desember 2018. Di Indonesia kasus fraktur pada tahun 2018

tercatat jumlah keseluruhan 9,2% (Riskesdas, 2018).

Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup

dan fraktur dengankomplikasi. Menurut Smeltzer, S. C & Barrem (2017).

Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robekan kulit dan

integritas kulit masih utuh. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai

hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai komplikasi

penyembuhan tulang seperti malunion, delayed union, nonunion, ataupun

infeksi tulang (Buxholz RW, Heckman JD, 2016).

Fraktur atau patah tulang merupakan gangguan penuh atau sebagian

pada kontinuitas struktur tulang. Fraktur terjadi karena hantaman langsung

sehingga sumber tekanan lebih besar daripada yang bisa diserap, ketika tulang

mengalami fraktur maka struktur sekitarnya akan ikut terganggu (Smeltzer

1
2

Bare, 2017). Selain itu, fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

baik total, partial yang dapat mengenai tulang panjang dan sendi jaringan otot

dan pembuluh darah traumadisebabkan oleh stress pada tulang, terjatuh dari

ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga, fraktur degeneratif

(osteoporosis, kanker, tumor tulang) dan ditandai dengan tanda yang terlihat

sepertiadanya deformitas berupa tonjolan yang abnormal, lebam, kulit

memerah, adanya ekimosis, angulasi, rotasi serta pemendekan, nyeri,

krepitasi dan terasa nyeri saat digerakkan, gangguan fungsi pergerakan

(Suryani, 2020).

Gejala yang khas dan bisa dirasakan langsung dari kondisi fraktur

adalah adanya rasa nyeri yang terjadi karna adanya spasme otot, tekanan dari

patahan tulang dan karna kerusakan jaringan yang berada disekitar tulang,

(Mujahidin, 2018). Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat

individual. Respon nyeri sebagai sensori subjektif yang tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang

dirasakan dalam keadaan dimana terjadi kerusakan (Perry dan Potter, 2016).

Nyeri adalah gejala subjektif, hanya klien yang dapat mendeskripsikannya.

Nyeri tidak dapat di ukur secara objektif oleh praktisi kesehatan.

Nyeri pada penderita fraktur sifatnya tajam dan menusuk. Nyeri tajam

biasanya ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot atau penekanan

pada saraf sensoris. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat

individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi alami dari cidera atau

trauma yang akan berkurang secara bertahap seiring waktu, karena nyeri yang

tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama rawat inap di

rumah sakit dan distress. Nyeri akut berlangsung dalam jangka waktu yang
3

singkat sedangkan nyeri kronik berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Penatalaksanaan untuk mengurangi nyeri dapat dilakukan dengan cara

farmakologis dan non farmakologis. Tindakan farmakologis dapat dilakukan

dengan pemberian analgesic, sedangkan non farmakologis dapat dilakukan

dengan terapi dingin menggunakan teknik distraksi, relaksasi, massage,

guided imaginary, kompres air hangat/dingin, Stimulasi Saraf Elektris

Transkutan (TENS), terapi music, akupuntur (Andarmoyo, 2016).

Penanganan farmakologis lebih efektif dibanding dengan penanganan

non farmakologis, namun penanganan farmakologis lebih mahal dan

berpotensi memiliki efek kurang baik. Penanganan nonfarmakologis bersifat

murah, simple, efektif dan tidak ada efek merugikan. Salah satu penanganan

non-farmakologis yang efektif untuk menurunkan nyeri fraktur adalah

kompres dingin (Potter dan Perry, 2016). Kompres dingin adalah terapi

modalitas yang dapat menyerap suhu jaringan sehingga terjadi penurunan

suhu jaringan melewati mekanisme konduksi. Efek fisiologis terapi dingin

disebabkan oleh penurunan suhu jaringan yang mencetuskan perubahan

hemodinamislokal dan sistemik serta adanya respon neuromuscular. Terapi

dingin secara klinis dapat meningkatkan ambang nyeri, mencegah

pembengkakan dan menurunkan performa motorik local (Anggraini,

2021).Terapi kompres dingin berguna untuk mengurangi ketegangan otot

dengan menekan spasme otot serta dapat mengurangi bengkak sehingga

subjek studi kasus akan merasa lebih nyaman dan rileks. Studi kasus ini

bertujuan untuk mengetahui penurunan nyeri pasien fraktur tertutup setelah

dilakukan terapi kompres dingin.


4

Beberapa hasil penelitian tentang pemberian terapi kompres dingin

diketahui memberikan hasil yang cukup signifikan dalam menurunkan skala

nyeri seperti penelitian yang dilakukan Amanda Putri Anugerah (2016)

dengan hasil uji statistik menggunakan uji wilcoxon diperoleh hasil

pemberian kompres dingin berpengaruh terhadap nyeri pada pasien fraktur di

RSD Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Penelitian oleh Nurchairia, dkk., (2020)

dengan hasil terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas nyeri

sebelum dan setelah diberikannya kompres dingin pada pasien dnegan fraktur

ekstremitas tertutup pada pasien di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada

bulan November 2022 di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala Tahun

2022, terdapat pasien dengan fraktur yang menunjukkan ekspresi menahan

nyeri dimana kondisi tersebut dapat berdapat pada prosesperawatan karean

pasien bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan mengalami

gangguan sulit tidur. Berdasarkan hasil studi pendahuluan ini penulis tertarik

untuk melakukan aplikasi asuhan keperawatan terhadap pasien faktur

ekstremitas tertutup dengan melakukan inovasi terapi kompres dingin gunu

mengontrol nyeri di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala Tahun 2022.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas” Bagaimana hasil evaluasi atas

inovasi penerapan asuhan keperawatan pada pasien fraktur ekstremitas

tertutup dengan inovasi kompres dingin terhadap nyeri di Instalasi Gawat

Darurat RSUD Menggala Tahun 2022?.”


5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hasil penerapan asuhan keperawatan terhadap

pasien fraktur ekstremitas tertutup dengan inovasi kompres dingin

terhadap nyeri di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi data hasil pengkajian terhadap pasien fraktur

ekstremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala

Tahun 2022

b. Merumuskan diagnosa keperawatan terhadap pasien fraktur

ekstremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala

Tahun 2022

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan terhadap pasien fraktur

ekstremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala

Tahun 2022

d. Melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien fraktur

ekstremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat RSUD Menggala

Tahun 2022
6

e. Melakukan evaluasi keperawatan terhadap pasien fraktur ekstremitas

tertutup dengan inovasi kompres dingin di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Menggala Tahun 2022

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

keperawatan medical bedah pada pasien fraktur dalam upaya mengontrol

nyeri guna menghindari komplikasi lebih lanjut dari nyeri akibat kejadian

fraktur tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD Menggala

Menambah alternatif pemberian terapi komplementer bagi petugas

kesehatan yang ada tentang upaya untuk menurunakan skala nyeri

pada pasien dengan fraktur ekstremitas tertutup dengan terapi

komplementer yang mudah dan murah untuk dilakukan oleh pasien

dan keluarga.

b. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan ketrampilan peneliti untuk melakukan

terapi kompres dingin sebagai salah satu upaya mengontrol nyeri pada

pasien fraktur ekstremitas tertutup.

c. Bagi pasien
7

Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada pasien dan keluarga

tentang pelaksanaan terapi kompres dingin sebagai salah satu upaya

yang dapat dilakukan dalam upaya menurunkan intensitas nyeri.

d. Bagi petugas kesehatan

Sebagai masukan dan pertimbangan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan fraktur dalam upaya menurunkan

intensitas nyeri dengan melakukan terapi kompres dingin.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Fraktur

1. Definisi Fraktur

Fraktur merupakan kejadian terputusnya kontinuitas tulang yang

ditentukan sesuai jenis dan luasnya cedera (Brunner & Suddarth, 2013).

Fraktur juga menyebabkan terjadinya kerusakan atau patah tulang yang

disebabkan oleh adanya trauma ataupun tenaga fisik. Kondisi tulang yang

normal mampu menahan tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun

benturan yang lebih besar maka akan terjadi fraktur (Price, S.A., Wilson,

2013). Fraktur merupakan kondisi yang sangat menyakitkan dimana

pasien merasakan nyeri yang sangat serius dan memakan waktu yang

sangat lama sehingga pasien fraktur sulit untuk melakukan ambulasi

dengan cepat (Nick C Leegwater, et al, 2016). Definisi lain, fraktur

adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan

lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma.

Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih

sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang

terpisah. Tulang di relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan

kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh

cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yangabnormal atau disebut

juga fraktur patologis.


9

Berdasarkan beberapa pengertian fraktur diatas dapat disimpulkan

bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas pada seluruh atau sebagian

tulang yang disebabkan oleh trauma, penggunaan berlebih, dan penyakit

yang melemahkan tulang.

2. Etiologi Fraktur

Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan

tidak langsung. Menurut Carpenito (2013) adapun penyebab fraktur

antara lain:

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Bagian yang patah

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran

vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan

dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.


10

Etiologi dari fraktur menurut (Price, Wilson, 2013) ada 3 yaitu:

a. Cidera atau benturan

b. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah

menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

c. Fraktur beban

Fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah

tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan

bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Brunner & Suddarth, (2013) tanda dan gejala fraktur adalah

sebagai berikut:

a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang

berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi

seperti:

1) Rotasi pemendekan tulang

2) Penekanan tulang

b. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi

darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

c. Echimosis dari perdarahan subculaneous.

d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

e. Tenderness / keempukan.
11

f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya

saraf/perdarahan).

h. ergerakan abnormal

i. Syok hipovolemik hasil dari hilangnya darah

j. Krepitasi.

1. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (2014), Pemeriksaan penunjang pada pasien

fraktur antara lain yaitu:

a. X-ray : untuk menentukan luas / lokasi fraktur

b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak

c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler

d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun

pada perdarahan: peningkatan leukosit sebagai respon terhadap

peradangan

e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kratinin untuk klirens ginjal

f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi atau cedera hati.


12

2. Penatalaksanaan

Fraktur Price, Wilson (2013) mengatakan prinsip penanganan fraktur

dikenal dengan “empat R” yaitu:

a. Rekognisi yaitu menyangkut diagnosis fraktur ada tempat kejadian dan

kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi yaitu usaha serta tindakan memanipulasi fragmen tulang yang

patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya

c. Retensi yaitu aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang

untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas dan sendi

dibawah fraktur

d. Rehabilitasi, yaitu pengobatan dan penyembuhan fraktur.

Penatalaksanaan fraktur menurut (Muttaqin, 2012) adalah:

a. Penatalaksanaan konservatif

1) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma

lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota

gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.

2) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan

bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya

menggunakan gips atau macam-macam bidai dari plastik atau

metal.

3) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi

eksterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang


13

diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan

lokal.

4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi.

Tindakan ini mempunyai tujuan umum, yaitu beberapa reduksi

yang bertahap dan imobilisasi.

b. Penatalaksanaan pembedahan

Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat, jika ada

keputusan pasien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat

mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut:

1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkuatan atau K-Wire

2) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang

yaitu:

a) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau reduksi

terbuka dengan fiksasi internal. Orif akan mengimobilisasi

fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkan

paku, scrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk mengfiksasi

bagian tulang pada 12 fraktur secara bersamaan. Fiksasi

internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang

pinggul yang sering terjadi pada orang tua.

b) Open Reduction Terbuka dengan fiksasi eksternal. Tindakan ini

merupakan pilihan sebagian bagi sebagian besar fraktur.

Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau


14

dengan metil metaklirat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna

dengan jenis- jenis lain seperti gips

B. Konsep Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.

Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang-orang di

banding suatu penyakit manapun. Nyeri terjadi bersamaan dengan

terjadinya proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan

diagnostik atau pengobatannya. Nyeri sangat mengganggu dan

menyulitkan lebih banyak orang dari pada penyakit apapun.

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat

terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Brunner & Suddarth,

2013).

2. Penyebab Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
15

kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga

nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang

bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Brunner

& Suddarth, 2013).

Fraktur disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena

adanyatraumatik atau cedera pada tulang, tulang yang telah melemah oleh

kondisisebelumnya terjadi pada fraktur patologis. Patah tulang tertutup

atau terbuka akan mengenai serabut saraf yang akan menimbulkan rasa

nyeri. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada

fraktur. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala

respirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat (Potter

& Perry, 2016).

3. Klasifikasi Nyeri

Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya terbagi atas:

a. Nyeri Ringan

Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang

ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat

berkomunikasi dengan baik

b. Nyeri Sedang

Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang

sedang. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikan

nya, dapat mengikuti perintah dengan baik


16

c. Nyeri Berat

Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat.

Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang (Asmadi, 2012).

d. Dampak Nyeri

Nyeri dapat menjadi beberapa hal di bawah ini:

1) Psikologis berupa penderitaan, ketakutan dan kecemasan

2) Kardiovaskuler berupa kardiak output, tekanan darah, frekuensi dan

resistensi perifer sistematik.

3) Metabolik berupa peningkatan kebutuhan O2, asidosis laktat,

hiperglikemia.

4) Gastrointestinal berupa penurunan pengosogan lambung.

5) Rahim/uterus berupa inkoordinasi kontraksi uterus.

6) Fetus/janin berupa asidosis akibat hipoksia pada janin.

e. Respon Terhadap Nyeri

Respon tingkah laku terhadap nyeri

1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

2) Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur)

3) Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir)


17

4) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari dan tangan

5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan,

menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada

aktivitas menghilangkan nyeri) (Asmadi, 2012).

Individu yang mengalami nyeri dengan mendadak dapat bereaksi

sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit

atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat

individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur,

bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat

dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian

terhadap nyeri.

f. Mengkaji Persepsi Nyeri

Menurut Brunner dan Suddarth (2013), alat-alat pengkajian nyeri

dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat-

alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi

kriteria berikut:

1) Mudah dimengerti dan digunakan

2) Memerlukan sedikit upaya dengan pihak pasien

3) Mudah dinilai

4) Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri.

Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk

mendokumentasi kan kebutuhan. Untuk mengevaluasi efektivitas


18

intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan alternatif dan

tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan

nyeri individu.

a. Deskripsi Verbal tentang Nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang

dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan

membuat tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus

menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara sebagai

berikut:

1) Intensitas Nyeri

Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada

skala verbal misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau

sangat nyeri, atau 0-10, 0 = tidak nyeri 10= nyeri hebat.

2) Karakteristik Nyeri

Termasuk letak (area dimana nyeri terasa), durasi (menit, jam,

hari), irama (terus menerus, hilang timbul, berkurang dan

bertambahnya intensitas) dan kualitas nyeri (seperti ditusuk,

terbakar dan nyeri seperti digencet).

3) Pengukuran Intensitas Nyeri

Ada beberapa instrumen yang digunakan untuk menilai

intensitas nyeri, diantaranya yaitu:

a) Visual Analogue Scale (VAS)


19

Skala ini dapat diketahui dengan kata-kata kunci pada

keadaan yang ekstrim yaitu “tidak nyeri” dan “nyeri-nyerinya”.

Skala ini tidak memiliki tingkatan yang tepat tanpa angka dan

tidak memberikan ibu kebebasan untuk memilih dengan apa

yang dialami, hal ini menyebabkan kesulitan

b) Numerical Rating Scale (NRS)

Skala penilaian numerik (Numarical Rating Scale, NRS)

digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri dan

memberi kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi

keparahan nyeri. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan

saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

teraupetik (Andarmayo, 2016)

Skala Numerik Sederhana (Numerical Rating Scale).

Skala tersebut berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan

ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta

untuk menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan titik

pada garis yang menunjukkan letak nyeri yang terjadi di

sepanjang rentang tersebut.

Gambar 2.1
Numerical Rating Scale (NRS)
20

c) Skala deskriptif

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsian

verbal, merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai

lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama

disepanjang garis. Perawat menunjukkan klien skala tersebut

dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang

ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri

terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa

paling tidak menyakitkan.

d) Faces Pain Rating Scale (FPRS)

FPRS merupakan skala nyeri dengan model gambar

kartun dengan enam tingkatan nyeri dan dilengkapi dengan

angka dari 0 sampai dengan 5. Skala ini biasanya digunakan

untuk mengukur skala nyeri pada anak.

Gambar 2.3
Faces Pain Rating Scale (FPRS)

e) McGill Pain Questioner (MPQ)


21

Skala ini kombinasi antara verbal dan nilai numerik yang

melekat dan gambar tubuh. Instrumen ini mengubah pengenalan

sifat yang multidimensional pengalaman nyeri dengan

menentukan intensitas, kualitas dan durasi seseorang. Aplikasi

MPQ memberikan informasi kuantitatif dalam bentuk rangkaian

skor yang menunjukkan dimensi sensorik, afektif dan evaluatif

nyeri, sehingga MPQ bersifat valid, reliabel, konsisten dan

berguna. Apabila digunakan dalam penelitian, deskripsi metode

sudah memberikan informasi yang maksimal (Indrayani, 2016).

b. Penatalaksanaan Nyeri

Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan

farmakologis dan Non Farmakologis. Pendekatan ini seleksi

berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua

intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi

lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa

intervensi diterapkan secara simultan (Brunner dan Sudarth, 2013).

1) Intervensi Farmakologis

Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi

farmakologi yang dilakukan dengan kolaborasi dengan dokter.

Nyeri ditanggulangi dengan cara memblokade transmisi stimulan

nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi

respon kortikal terhadap nyeri.

2) Tindakan Non Farmakologis


22

Tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari

beberapa tindakan. Beberapa teknik non farmakologi yang dapat

menangani nyeri:

a) Imageri dan Visualisasi

Imageri dan visualisasi adalah teknik yang berguna dalam

persiapan kelahiran dan sering digunakan dalam kombinasi

dengan relaksasi. Meskipun penelitian tentang ini masih sedikit,

tetapi laporan klinis menunjukkan bahwa imageri dan visualisasi

dapat mengurangi nyeri dan ketegangan.

b) Effleurage

Effleurage (pijatan ringan) dan counterpressure

(penekanan) telah banyak membantu mengontrol nyeri. Teori

gerbang kontrol dapat menguraikan alasan keefektifan dari

langkah-langkah ini.

c) Biofeedback

Dengan alat ini, bidan dan ibu dapat langsung membaca

respon tubuh secara akurat. Alat-alat ini dapat membaca suhu (suhu

tubuh), neurofeedback (aktivitas gelombang otak), dan

elektromiografi (ketegangan otot).

d) Aromaterapi

Aromaterapi dapat menggunakan minyak sulingan dari

tanaman, bunga, tumbuh-tumbuhan dan pon-pon untuk

meningkatkan kesehatan dan untuk mengobati dan


23

menyeimbangkan pikiran, tubuh dan jiwa. Esens yang kompleks

dan dicampur dengan lotion atau krim sebelum diterapkan pada

kulit (misalnya, untuk pijat).

e) Akupresur

Akupresur adalah ilmu penyembuhan dari tionghoa yang

sudah ada lebih dari 500 tahun yang lalu. Sebagai seni dan ilmu

penyembuhan akupresur berlandaskan pada teori keseimbangan

yang bersumber dari ajaran taoisme. Taoisme mengajarkan bahwa

semua isi alam raya dan sifat-sifatnya dapat dikelompokan ke

dalam dua kelompok yaitu, yin dan yang (Indrayani, 2016).

f) Aplikasi Panas dan Dingin

Aplikasi dingin seperti pakaian dingin, kemasan gel beku, atau es

paket yang diletakkan pada punggung, dada dan/atau wajah selama

persalinan mungkin efektif dalam meningkatkan kenyamanan saat

ibu merasakan panas. Pendinginan dapat mengurangi rasa sakit

dengan cara mengurangi suhu otot dan menghilangkan kejang otot.

g) Teknik Pernafasan

Teknik ini diharapkan dapat membuat lebih rileks sehingga

mengurangi persepsi nyeri dan membantu mempertahankan kontrol

dirinya terhadap nyeri.

h) Relaksasi
24

Relaksasi atau peregangan tubuh adalah teknik yang

disarankan oleh hampir semua kelas persiapan persalinan. Belajar

relaksasi dapat membantu menghadapi nyeri.

C. Konsep Terapi Kompres Dingin

1. Definisi Kadar Kompres Dingin

Kompres dingin merupakan aplikasi yang menggunakan bahan atau

alat pendingin pada setiap bagian tubuh yang megalami nyeri. Kompres

dingin melibatkan aplikasi dingin baik secara lembab maupun kering pada

kulit (Burkey & Carns, 2020). Kompres dingin adalah pemanfaatan suhu

dingin untuk menghilangkan nyeri dan mengurangi gejala peradangan

yang terjadi pada jaringan. Kompres dingin baik dilakukan pada 24 jam

pertama pasca trauma (Mare Jane Bauter, 2016).

2. Manfaat Kompres Dingin

Menurut Arovah (2012), manfaat kompres dingin yaitu:

a) Mengurangi suhu daerah yang sakit, membatasi aliran darah dan

mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar luka. Hal ini akan

mengurangi nyeri dan pembengkakan.

b) Mengurangi sensitivitas dari akhiran saraf yang berakibat terjadinya

peningkatan ambang batas rasa nyeri.

c) Mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme

lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan menurun.


25

d) Mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga limbah metabolisme

menjadi berkurang. Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya

dapat menurunkan spasme otot.

3. Prinsip Pelaksanaan

Pada terapi kompres dingin digunakan modalitas terapi yang

dapat menyerap suhu jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan

melewati mekanisme konduksi. Efek pendingan yang terjadi tergantung

jenis aplikasi kompres dingin, lama terapi, dan konduktivitas. Pada

dasarnya agar terapi dapat efektif, lokal cedera harus dapat diturunkan

suhunya dalam jangka waktu yang mencukupi (Bleakley et al., 2017).

Menurut Ernst & Fialka dalam Nurjanah (2016), Inti dari kompres

dingin adalah menyerap kalori area lokal cedera sehingga terjadi

penurunan suhu. Semakin lama waktu terapi, penetrasi dingin semakin

dalam. Pada umumnya kompres dingin pada suhu 3,5°C selama 10 menit

dapat mempengaruhi suhu sampai dengan 4 cm dibawah kulit.

Menurut Alkantis dalam (Mahruri, 2018) ada tiga efek fisiologi

dari kompres dingin cold pack, yaitu:

a) Efek analgesik

Kompres dingin dengan interval yang diulang-ulang akan

menyebabkan terjadinya efek analgesik pada bagian tubuh yang

dilakuan perlakuan. Hal ini telah menunjukkan bahwa konduksi saraf

menurun secara terus menerus seiring dengan penurunan suhu sampai

konduksi pada serabut saraf berhenti sepenuhnya. Serabut mielin


26

merupakan serabut pertama yang akan terpengaruh. Perlambatan

konduktivitas serabut saraf perifer ditemukan ketika suhu turun

dibawah 80,6 0F (200C). Mekanisme lain yang juga terlibat yaitu:

1) Dingin memiliki fungsi yang spesifik sebagai antiiritasi yang dapat

melindungi dari stimulus nyeri.

2) Dingin dapat menghilangkan penyebab nyeri dengan mengurangi

kejang otot di lokasi trauma, sehingga mengurangi efek iskemia

sekunder pada trauma.

b) Penurunan metabolisme

Penurunan respon inflamasi karena hipometabolisme sama

pentingnya dengan respon pembuluh darah dalam membatasi kelanjutan

trauma. Gambaran tentang waktu yang dibutuhkan untuk perubahan pada

jaringan otot yang disebabkan oleh trauma, menunjukkan bahwa

kerusakan serabut otot mencapai maksimum dalam waktu 2 jam pertama

setelah trauma, sedangkan kerusakan sel dan kematian sel terjadi sampai

22 jam berikutnya. Aktivitas enzim metabolik menurun sebesar 50% saat

suhu diturunkan sampai (100C). Efek yang menguntungkan dengan

menggunakan terapi dingin pada respon inflamasi yaitu penurunan

aktivitas enzim memungkinkan sel-sel daerah yang rusak akibat trauma

tetap bertahanhidup dengan pasokan oksigen yang rendah. Respon

inflamasi disebabkan oleh kandungan sel yang rusak, mediator inflamasi


27

meningkatkan permeabilitas dinding kapiler, salah satu penyebab

mengapa dapat terjadi edema. Protein intraseluler juga dilepaskan dari sel-

sel yang rusak, sehinggamenyebabkan peningkatan tekanan osmotik pada

ruang ekstraseluler. Tekanan ekstraseluler ini dapat menyebabkan

kematian sel- sel lainnya.

Menurut Arovah (2012) kompres dingin dapat mengurangi suhu

daerah yang sakit, membatasi aliran darah dan mencegah cairan masuk ke

jaringan di sekitar luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan

pembengkakan. Kompres dingin dapat mengurangi sensitivitas dari

akhiran saraf yang berakibat terjadinya peningkatan ambang batas rasa

nyeri. Respon neurohormonal terhadap kompres dingin adalah sebagai

berikut: pelepasan endorphin, penurunan transmisi saraf sensoris,

penurunan aktivitas badan sel saraf; penurunan iritan yang merupakan

limbah metabolisme sel, peningkatan ambang nyeri.

c) Respon vaskuler

Respon fisiologi pembuluh darah terhadap terapi dingin sangat

kompleks. Ada enam faktor atau mekanisme yang dapat menjelaskan

kompleksitas respon vaskuler yaitu aktivitas neuron, reseptor mekanik,

elemen kontraktil otot polos, aktivitas platelet, mekanisme endotel dan

faktor rheulogi. Penurunan aliran darah perifer dapat disebabkan oleh

penerapan metode yang berbeda dalam penerapan terapi dingin. Penurunan

aliran darah merupakan vasokontriksi yang disebabkan oleh reflek

simpatis sistem saraf dan afinitas yang disebabkan oleh dingin dari
28

reseptor postjunctional alpha-2 dari dinding pembuluh darah. Akibat dari

dua faktor diatas menyebabkan penurunan aktivitas metabolit enzimatik

noredrenalin, peningkatan kekentalan darah, aktivitas agregat trombosit

yang melepaskan 5HT dan tromboksan A2. Pada 15 menit pertama setelah

pemberian terapi dingin (suhu 10 °C) terjadi vasokontriksi arteriola dan

venula secara lokal.

Vasokontriksi ini disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang

timbul akibat stimulasi sistem saraf otonom dan pelepasan epinehrin dan

norepinephrin (Arovah, 2012).

4. Prosedur Pelaksanaan Kompres Dingin (Cold Pack)

Kompres dingin yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu

dengan menggunakan cold pack karena memiliki keunggulan

dibandingkan dengan menggunakan es batu karena bila menggunakan es

batu maka akan habis dan berubah menjadi gas, sehingga hanya dapat

digunakan sekali saja. Cold pack dari bahan plastik yang kedap air, tidak

kaku dan dapat digunakan berkali-kali dengan hanya mendinginkan

kembali kedalam lemari pembuat es (Freezer) karena cold pack sangat

fleksibel, bisa berbentuk plat plastik atau kantung plastik, sesuai dengan

kebutuhan (Marshall, 2016). Cold pack juga memiliki ketahanan beku bisa

mencapai 8-12 jam, sehingga dapat dipakai berulang-ulang selama

kemasan tidak bocor atau rusak. Cold pack juga mengandung anti mikroba
29

yang dapat mencegah terjadinya jamur, lumut, bau dan bakteri. Cara

menggunakan cold pack untuk pembekuan pertama kali, sebaiknya cold

pack dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam agar hasilnya maksimal,

cold pack juga dapat disimpan dalam freezer selama 8 jam semakin lama

disimpan akan semakin baik hasilnya (Marshall, 2016).

Cold pack yang umum digunakan dalam aplikasi dingin harus

digunakan dengan menempatkan handuk antara kulit dan cold pack untuk

menjaga rasa dingin yang ekstrim selama kontak antara kulit dengan es.

Pengobatan dingin dapat dilakukan selama 15-30 menit rata-rata sampai

sensasi mati rasa dirasakan pada area yang sakit (Arovah, 2012).

Adapun langkah-langkah melaksanakan terapi kompres dingin

dengan cold pack yaitu:

1) Cuci tangan

2) Nilai skala nyeri

3) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

4) Letakkan handuk diantara cold pack dan bagian tubuh pasien yang

mengalami fraktur

5) Angkat cold pack setelah 20 menit

6) Kaji kembali skala nyeri pasien

7) Mencatat hasil pengkajian

8) Cuci tangan

D. Konsep Asuhan Keperawatan pasien Fraktur Tertutup


30

1. Pengkajian

Menurut PPNI (2016) pada pengkajian terdapat lima kategori dan

empat belas subkategori yang diantaranya yaitu fisiologis meliputi :

respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,

neurosensori, reproduksi dan seksualitas, pada psikologis meliputi : nyeri

dan kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan & perkembangan, pada

perilaku meliputi : kebersihan diri, penyuluhan & pembelajaran, pada

relasional meliputi: interaksi social, dan pada lingkungan meliputi :

keamanan dan proteksi. Pada penelitian ini pengkajian pada pasien fraktur

femur dengan nyeri akut termasuk dalam kategori psikologis dan

subkategori nyeri dan kenyamanan. Pada data subjektif pasien mengeluh

nyeri, sedangkam pada data objektifnya pasien tampak meringis, bersikap

protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah

meingkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir

terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan diaphoresis.

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:

P : Provocating incident: apakah ada peristiwa menjadi factor prepetasi

nyeri.

Q : Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.


31

R : Region / radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

S : saverity (scale of pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

T : Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari / siang hari.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien individu,

keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini menggunakan Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Terdapat dua jenis diagnosa

keperawatan yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosis

negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau berisiko

mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan

pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan,

dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri dari diagnosis aktual dan diagnosis

risiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam

kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih optimal. Diagnosis
32

ini disebut juga dengan diagnosis promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017).

Penulisan diagnosis keperawatan yang diangkat adalah Nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan pasien

mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (waspada

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur (PPNI,

2018a).

3. Intervensi

Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah segala treatment

yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Klasifikasi

intervensi keperawatan intoleransi aktivitas termasuk dalam kategori

fisiologis yang merupakan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk

mendukung fungsi fisik dan regulasi homeostatis dan termasuk dalam

subkategori aktivitas dan istirahat yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi muskuloskeletal, penggunaan energi serta

istirahat/tidur (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Tabel 2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077).

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


No.
Keperawatan Hasil (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut (D. Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama Manajemen Nyeri
0077) keperawatan ....x24 jam Observasi
Nyeri akut diharapkan keluhan nyeri Identifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan menurun dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan agen hasil : nyeri nadi
pencedera fisik 1. keluhan nyeri menurun Terapeutik
d.d: 2. meringis menurun 1. Berikan tehnik non farmakologis
pasien tampak 3. sikap protektif menurun untuk mengurangi rasa nyeri
33

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


No.
Keperawatan Hasil (SLKI) (SIKI)
meringis, 4. kesulitan tidur menurun dengan kompres dingin (cold
bersikap 5. pola tidur membaik pack)
protektif, 6. tekanan darah membaik 2. Kontrol lingkungan yang
gelisah, 7. pola nafas membaik memperberat rasa nyeri (mis.
frekuensi nadi 8. proses berpikir membaik Suhu ruangan, pencahayaan,
meningkat, kebisingan)
sulit tidur.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
dengan kopmpres dingin

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik
jika perlu

Intervensi Pendukung
Pemantauan Nyeri (I.08242)
Observasi;
Monitor durasi dan frekuensi
Nyeri
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
Kolaborasi
-
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan rencana tindakan yang dilakukan untuk

mencapai tujuan dari kriteria hasil yang dibuat. Berdasarkan terminologi,

pada tahap implementasi perawat mendokumentasikan tindakan yang

merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan intervensi. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan

tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap

perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan

mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan.


34

Tindakan keperawatan meliputi komponen observasi, terapeutik, edukasi

dan kolaboratif.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan,

evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil evaluasi terdiri

dari evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif menghasilkan umpan

balik selama program berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan

setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas

pengambilan keputusan. Evaluasi yang dilakukan pada asuhan

keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.

E. Tinjauan Terapi Meredakan nyeri menurut Al Islam

Kemuhammadiyahan

Sebagai agama yang sempurna tentu Allah Swt telah mengatur ada

dalam pengobatan pada setiap umat muslim. Islam telah diberikan pemahaman

pengobatan, sehingga dalam proses ikhtiar dalam pengobatan untuk

kesembuhan umat Islam tidak memerlukan cara-cara yang diharamkan oleh

Allah Swt. Ibnul Qayyim al-Jauzi mengatakan penyakit dikategorikan menjadi

dua macam, yaitu penyakit hati dan penyakit badan, dan di dalam Al Qur’an

telah dijelaskan. Terapi untuk penyakit Qalbu adalah dengan mengenal tuhan

mendekatkan diri kepada sang maha pencipta. Hati akan sembuh jika telah
35

mengetahui sifat-sifatnya. Juga harus mencintai Allah Swt mengharapkan

ridhanya, serta menjauhi segala hal yang dilarang oleh Allah Swt

Terdapat dalam firman Allah Swt, Qs. Yunus ayat 57.

Artinya:

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhan mu

dan penyembuhan bagi segala penyakit yang berada dalam dada serta

petunjuk rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Dalam Islam dapat dijelaskan bahwa proses penyembuhan, terhadap

gejala penyakit baik secara maupun jasmani dalam melalui petunjuk Kalam

Allah dan as-sunnah Nabi secara jelas merupakan hasil melalui petunjuk

Allah SWT, dan utusannya. Kalam Allah ialah syifa'u lima fi ash-shudur,

penawar kegundahan, kegalauan, dan kecemasan. Kalam Allah dimaksudkan

bahwa Al Qur’an memberikan pemahaman yang baik dari segi cara

penyembuhan. Dengan demikian, Al-Qur’an dipahami dan dihayati bisa

menjadi obat yang ampuh baik bagi pribadi dan masyarakat pada umumnya.
36

BAB III
LAPORAN KASUS

Ruang : Ruang Anggrek 2


No. Medical Record : 112728
Tgl masuk : 20/12/22
Tgl Pengkajian : 23/12/22
Pukul : 12.10 WIB

A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
a. Identitas Pasien
Nama Klien : Ny. D
Alamat : Tunggal Warga
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : SMA
Alamat : Gedung Aji Tulang bawang

b. Sumber Informasi
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tunggal Warga
Hubungan dengan : Suami
37

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Masuk RS (UGD/Poliklinik):
Pasien masuk IGD pada 20/12/22 dengan keluhan sakit pada luka
fraktur femur. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan, Tekanan
darah: 130/80 mmHg, RR 18 kali/ menit, Nadi 90 kali/ menit, dan suhu
36.7°C.
b. Riwayat Kesehatan Saat Pengkajian/Riwayat Penyakit Sekarang:
1) Keluhan utama saat pengkajian :
Pasien mengeluh nyeri pada daerah fraktur khususnya pada saat
bergerak.
2) Keluhan penyerta
Pasien mengatakan sulit untuk beraktivitsa dan tidurnya agak
terganggu akibat nyeri.
c. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit DM, TB, Hipertensi,
Stroke, dll.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Klien mengatakan didalam anggota keluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit menurun.

e. Riwayat Penyakit Menular


Klien mengatakan tidak memiliki penyakit menular seperti TB dll.

f. Pola Kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit


1) Pola Pemenuhan Nutrisi & Cairan :
a) Pola Nutrisi
Klien mengatakan dirumah ia makan 3x sehari dengan nasi, lauk
pauk, serta sayuran dan minum sekitar 1000cc/hari.
Pola Eliminasi
Klien BAB 1x sehari BAK 3-4x sehari kurang lebih 500cc.
2) Pola Personal Hygiene
38

Kebiasaan mandi 2x sehari, oral hygiene 2x sehari, cuci rambut 2x


seminggu.
3) Pola Istirahat & Tidur
Klien mengatakan saat ini susah tidur. Saat dirumah tidur 6-8 jam
sehari mulai jam 21.00-04.00 WIB dan klien jarang tidur siang

4) Pola Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/minum X

Mandi X

Toileting X

Berpakaian X

Mobilitas ditempat tidur X

Berpindah X

Ambulasi/ROM X

Ket:
0: Mandiri,
1: dengan alat bantu, 3: dibantu orang lain dan alat;
2: dibantu orang lain, 4: tergantung total

5) Pola Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


Pasien mengatakan jarang olahraga.

3. Pengkajian Fisik (Pengkajian Fokus)


a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran : Composmentis
2) Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan Darah: 130/ 80 mmHg
b) Nadi
- Frekuensi : 90 kali permenit
- Irama : teratur
- Kekuatan : kuat
c) Pernafasan
39

- Frekuensi : 18 kali permenit


- Irama : tertur
d) Suhu : 36,7°C
b. Pemeriksaan fisik per sistem
1) Kepala
Inspeksi : Kulit kepala bersih, bentuk kepala simetris, warna
rambut hitam, tidak ada lesi.
Palpasi : Palpasi : Tidak ada oedema, tidak ada benjolan.

2) Leher
Warna leher sawo matang, tidak ada perbedaan warna, tidak ada
pembesaran kelenjar, tidak ada nyeri.

3) Wajah
Warna kulit wajah sawo matang, bentuk simetris, adanya luka di
pipi bagian kiri dan dahi, bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada
nyeri tekan, dan tidak ada oedema.

4) Mata
Bentuk simetris, kelopak mata normal, konjungiva merah muda,
tidak memakai kaca mata.

5) Telinga
Ukuran telinga kanan dan kiri sama, bentuk simetris, pendengaran
normal, tidak ada nyeri tekan pada daun telinga.

6) Hidung
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada oedema.

7) Mulut
Warna mukosa mulut pink, lembab, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan, gigi lengkap.
40

8) Paru
Bentuk dan postur dada normal, tidak ada penonjolan paru, tidak
ada oedema, tidk ada nyeir tekan , suara nafas vasikuler, tidka ada
suara tambahan.

9) Jantung
Suara jantung lub dup, tidak ada bunyi tambahan.

10) Abdomen
Tidak ada pembesaran hepar, tidak ada lesi, dan tidak ada nyeri
Tekan.

11) Genetali, Anus


Tidak ada lecet

12) Pemeriksaan ekstremitas


a) Ekstremitas atas
Ada lecet pada telapak tangan kanan, siku dan bahu kanan, tidak
ada nyeri tekan pada kedua tangan
b) Ekstremitas bawah
Terdapat luka pada bagian paha kanan. Adanya keterbatasan
gerak pada kaki kanan dikarenakan rasa nyeri.
P : Nyeri ketika bergerak.
Q : Seperti tertusuk sesuatu
R : Paha kanan.
S : Skala 6
T : Saat digerakkan terasa nyeri.

13) Psikososial, Spiritual


41

Klien mengatakan pasrah dan menerima penyakitnya tersebut, dan


menyerahkan kesembuhannya kepada Tuhan.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi: terdapat fraktur
Pemeriksaan LAB :
Leukosit (WBC) 8,821
Neutrofil 4,6
Limfosit 2,9
Monosit 0,5
Eosinofil 0,3
Basofil 0,1
Hemoglobin (HGB) L 9, 62 g/ Dl
Hematokrit (HCT) L 32,65 %
Gula Darah Sewaktu 138mg/dL

5. Terapi Medis
Infus : NaCl 1000 cc RL 1000
Injeksi :
Inj. Ondan 2x1 mg
Inj. Antrain 3x500 mg
Inj. Ceftriaxone 2x1 mg
Inj. Dexametason 5mg/ml
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Ranitidine 2x50 mg
Oral : Xarelto 1x1
42

B. ANALISA DATA

NO. DATA (S) MASALAH (P) ETIOLOGI (E)


1. DS : Nyeri akut (00132) Agen cidera fisik,
Klien mengatakan nyeri pada luka Fragmen tulang
fraktur femur yang patah
DO : menusuk organ
1) Klien tampak meringis kesakitan sekitar
2) k/u lemah, kesadaran
composmentis
3) TD : 140/70mmHg
4) N : 94 x/menit
5) S : 36,70C
6) RR : 24x/menit
7) Skal nyeri 7
3. DS : Hambatan Gangguan
Klien mengatakan kaki kanan susah mobilitas fisik musculoskeletal
digerakkan (00085)
DO :
Hasil rontgen klien mengalami
fraktur,

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS


1. Nyeri akut (00132) b.d agen cidera fisik
2. Hambatan mobillitas fisik (00085) berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. D


Dx. Medis : Fraktur fremur dextra
Ruang : Ruang Anggrek 2
No. MR : 112728

Diagnosa
Tujuan
No. Tanggal Keperawatan dan Rencana Tindakan
( SMART )
Data Penunjang
1 23/12/22 Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
b.d agen cidera fisik keperawatan 3x24 jam diharapkan O: Identifikasi nyeri
nyeri yang dialami klien komprehensif yang
mengalami penurunan dengan meliputi lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol nyeri. intensitas, dan faktor
43

 Melaporkan bahwa nyeri pencetus


berkurang. T: - melakukan
 Menyatakan rasa nyaman perawatan luka
setelah nyeri berkurang - berikan intervensi
 Tanda-tanda vital dalam kompres dingin
 rentang normal E: informasikan
mengenai tindakan
K: kolaborasi dalam
pemberian analgesik
2 23/12/22 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan O: Kaji kemampuan
fisik (00085) keperawatan 3 x 24 jam klien dalam
diharapkan hambatan mobilitas mobilisasi
fisik membaik dengan kriteria T : - monitor lokasi dan
hasil : kecenderungan nyeri
 Klien mampu toleransi dan ketidkanyamanan
terhadap aktivitas selama bergerak
 Klien mau berpartisipasi - latih klien dalam
dalam mencegah cidera pemenuhan
 Klien mengerti tujuan dari kebutuhan secara
peningkatan mobilisasi mandiri
E : Ajarkan klien dan
keluarga tentang
ambulasi
K : melibatkan keluarga
untuk memantu klien
dalam bergerak
44

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. D
Dx. Medis : Fraktur femur dexra inkomlit
Ruang : Ruang Anggrek 2
No. MR : 112728

Hari/ No
Implementasi Respon Ttd
Tgl /Jam Dx
Jum’at 1 Mengkaji tingkat S:
23/12/22 nyeri - Klien mengeluh kaki kanan merasa nyeri
09.00 - Klien mengatakan nyeri terutama saat
bergerak
O:
- klien tampak meringis kesakitan.
- Skala Nyeri 6
09.30 1 Melakukan kompres S : pasien mengatakan bersedia dilakukan
dingin pada bagian tindakan
paha kaki kanan area O : pasien menyatakan nyeri mulai
fraktur (teknik non berkurang
faramakologi)
09.45 2 Melihat dan S:
menanyakan Pasien mengatakan susah untuk melakukan
kemampuan pasien aktivitas
beraktivitas O:
- Terlihat bengkak dan memar pada area
fraktur
- Kaki terpasang balut bidai

10.00 2 Mengkolaborasikan S: Pasien mengatakan nyeri saat bergerak


dengan dokter untuk O : pasien rutin meminum obat yang
pemberian obat diberikan
Analgesic

Sabtu 1 Menanyakan S:
24/12/22 intensitas nyeri - Klien mengeluh kaki kanan masih merasa
09.00 dengan skal nyeri
- Klien mengatakan nyeri timbul saat ada
pergeraka
O:
- klien tampak menahan nyeri.
- Skala Nyeri 5
08.00 1 Melakukan kompres S : pasien mengatakan bersedia dilakukan
dingin pada bagian tindakan
paha kaki kanan area O : pasien menyatakan nyeri mulai
fraktur (teknik non berkurang
farmakologi)
08.20 2 Melihat dan S:
menanyakan Pasien mengatakan sudah dapat miring
kemampuan pasien kanan dan kiri
beraktivitas
45

Hari/ No
Implementasi Respon Ttd
Tgl /Jam Dx
O:
- Terlihat mulai dapat mirin kanan kiri dan
dapat duduk

09.10 2 Mengkolaborasikan S: Pasien mengatakan nyeri saat bergerak


dengan dokter untuk O : pasien rutin meminum obat yang
pemberian obat diberikan
Analgesic

Minggu 1 Menanyakan S:
25/12/22 intensitas nyeri yang - Klien mengeluh kaki masih merasa nyeri
09.00 dirasakan pasien - Klien mengatakan nyeri masih timbul saat
dengan skala ada pergeraka
O:
- klien tampak menahan nyeri.
- Skala Nyeri 3
09.30 1 Melakukan kompres S : pasien mengatakan bersedia dilakukan
dingin pada bagian tindakan
paha kaki kanan area O : pasien menyatakan nyeri berkurang
fraktur (teknik non
farmakologi)
09.45 2 Melihat dan S:
menanyakan Pasien mengatakan sudah dapat duduk dan
kemampuan pasien melakukan aktivitas ringan lainnya
beraktivitas O:
- Terlihat duduk dan berbincanga dengan
anggota keluaga

10.10 3 Mengkolaborasikan S: Pasien mengatakan kadang masih nyeri


dengan dokter untuk O : pasien rutin meminum obat yang
pemberian obat diberikan
Analgesic
46

F. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. D
Dx. Medis : Fraktur femur dexra inkomlit
Ruang : Ruang Anggrek 2
No. MR : 112728

No Hari/Tgl/
Evaluasi Ttd
Dx Jam
1 Jum’at S:
23/12/22 - Klien mengeluh kaki kanan merasa nyeri
09.00 - Klien mengatakan nyeri terutama saat bergerak
O:
- Klien tampak meringis kesakitan.
- Skala Nyeri 6
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- O: Identifikasi nyeri
- T : berikan intervensi kompres dingin
- E : informasikan mengenai tindakan
- K : kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik

2 10.00 S:
Pasien mengatakan susah untuk melakukan aktivitas
O:
Terlihat bengkak dan memar pada area fraktur
Kaki terpasang balut bidai
A : masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- O: monitor kondisi monitor kondisi umum
selama melakukan mibilisasi
- T : anjurkan melakukan mobilisasi dini
- E : ajarkan mobilisasi sederhana
- K : Kolaborasi dengan fisioterapi
3 Sabtu S:
24/12/22 - Klien mengeluh masih merasa nyeri
09.00 - Klien mengatakan nyeri terutama saat bergerak
O:
- Klien tampak menahan nyeri.
- Skala Nyeri 5
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- O: Identifikasi nyeri
- T : berikan intervensi kompres dingin
- E : informasikan mengenai tindakan
- K : kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik
47

No Hari/Tgl/
Evaluasi Ttd
Dx Jam
4 09.30 S:
Pasien mengatakan mulai melakukan aktivitas kecil
seperti mirang kanan dan kiri
O:
Terlihat bengkak dan memar pada area fraktur
Kaki terpasang balut bidai
A : masalah keperawatan sedikit teratasi
P : lanjutkan intervensi
- O: monitor kondisi monitor kondisi umum
selama melakukan mibilisasi
- T : anjurkan terus melakukan mobilisasi dini
- E : ajarkan mobilisasi sederhana
- K : Kolaborasi dengan fisioterapi
5 Minggu S :
25/12/22 - Klien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang
09.00 O:
- Klien sudah tidak tampak menahan nyeri.
- Skala Nyeri 3
A : Masalah keperawatan teratasi
P : lanjutkan intervensi secara mandiri
- O: Identifikasi nyeri
- T : anjurkan terapi kompres dingin mandiri
- E : informasikan mengenai tindakan
- K : kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik

6 09.30 S:
Pasien mengatakan sudah melakukan aktivitas
sederhana
O:
Pasien sudah dapat duduk di tempat tidur
A : masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- O: monitor kondisi monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
- T : anjurkan terus melakukan mobilisasi dini
- E : ajarkan mobilisasi sederhana
K : Kolaborasi dengan fisioterapi
48

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD Menggala merupakan pengembangan dari Rumah Sakit Mini

Menggala yang diresmikan oleh Plt. Gubernur Lampung Bp. Drs. Tursandy

Alwi pada tanggal 25 Juni 2003 berlokasi di bekas bangunan Puskesmas

Menggala. BLUD RSUD Menggala sebagai satuan kerja perangkat daerah

yang sudah terakreditasi 5 (lima) pelayanan dengan status tipe B serta menjadi

RS rujukan regional III di Propinsi Lampung dengan wilayah yang mencakup

regional III yang setinggi-tingginya sebagaimana yang tertuang dalam visi dan

misi Rumah Sakit Umum Daerah Menggala sebagai “Rumah Sakit

Terpercaya, Pilihan Utama Masyarakat Lampung”.

Sarana dan Prasarana fasilitas umum untuk mendukung layanan RSUD

Menggala dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan Visi dan Misi

RSUD Menggala daintarnaya Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat,

Instalasi Rawat Inap, Farmasi, Pendaftaran Dan Rekam Medik, Kebidanan,

Rehabilitasi Medik, Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bank

Darah, Bedah Sentral, Instalasi Gizi, Hemodialisa, Pemulasaran Jenazah,

Instalasi CSSD, Satpam 24 Jam, Bank Darah (PMI), Kantin Sehat BMW,

Tempat Ibadah, Parkir Dormon, Lahan Parkir , Luas Anjungan Tunai Mandiri,

Akses Internet Wi-Fi Gratis (Bakti Aksi), dan Pojok Baca Digital (POCADI)
49

B. Analisis Asuhan Keperawatan

1. Analisis Data Pengkajian

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian pasien pada

Ny. D diperoleh gambaran terkait dengan proses pengkajian pada tanggal

23 Desember 2022 dengan fraktur femur Dextra hari ke-3 di ruang

Anggrek 2 RSUD Mengala. Pengkajian yang dilakukan diantaranya :

identitas pasien dan penanggung jawab, riwayat kesehatan, pola

fungsional, pemeriksaan fisik, data penunjang dan analisa data. Pengkajian

keperawatan yaitu suatu catatan data dan informasi mengenai hasil

pengkajian yang di lakukan pada pasien. Identifikasi masalah-masalah

pasien dapat didukung dan diarahkan dengan pengkajian yang

komprehensif, sistematis dan logis.

Pada kasus Ny. D beberapa data yang ditemukan yaitu keluhan yang

utama dirasakan pasien saat ini adalah merasa nyeri di paha kanan akibat

fraktur, pasien juga mengeluh mengalami gangguan mobilitas akibar nyeri

yang dirasakan saat melakukan pergerakan, nyeri seperti ditusuk, pada

paha samping kanan, S: skala 6 dari 1-10, T : hilang timbul. Pada

pemeriksaan fisik didapat adanya pembengkak atau edema pada area

fraktur. Pada tahap pengkajian yang dilakukan bahwa tanda gejala fraktur

terdiri dari nyeri yang tak henti dan bisa bertambah hingga fragmen tulang

dapat diimobilisasi, muncul hepatoma dan pembengkakan, deformitas,

terjadi pemendekan tulang, gesekan antara fragmen tulang menimbulkan


50

krepitasi, terjadi pembengkakan pada area fraktur dan perubahan warna

lokal pada kulit. Tidak ada kesenjangan antara teori dan fakta pada kasus.

2. Analisis Diagnosa Keperawatan

Diangnosa keperawatan merupakan proses kedua dalam asuhan

keperawatan yang meliputi menganalisis data subjektif dan data objektif

yang sudah didapat pada pengkajian digunakan untuk menegakkan

masalah keperawatan pada pasien. Dalam kasus ini penulis menegakkan 2

diagnosa yang pertama yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik. Terjadinya fraktur akan menyebabkan gejala yang umum

seperti nyeri atau rasa sakit, nyeri diartikan sebagai rasa tidak nyaman

yang bersifat subjektif dimana yang merasakan hanya penderita (Djamal et

al., 2015).

Berdasarkan SDKI (2017) nyeri akut merupakan pengalaman sensori

maupun emosional terkait dengan rusakanya jaringan aktual atau

fungsional, yang tiba-tiba atau lambat dalam kurun waktu kurang dari 3

bulan. Diagnosa ini ditegakkan jika data yang mendukung diantaranya

mengeluh nyeri, gelisah, sulit tidur dan data minor tekanan darah

menigkat, pola nafas menigkat. Penulis menegakkan diangnosa utama

nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik karena data yang di

temukan pada Ny. D sesuai dengan batasan karakteristik pada diangnosa

yang dialami pasien yaitu data subjektif keluhan utama pasien merasa

nyeri pada paha kanan akibat fraktur, dan data objektif pasien terlihat

menahan nyeri P : nyeri yang dirasakan saat melakukan pergerakan, Q :


51

nyeri seperti ditusuk, R : pada paha samping kanan, S : skala 6 dari 1-10, T

: hilang timbul.

Penulis menegakkan diagnosa nyeri sebagai diagnosa prioritas karena

keluhan nyeri keluhan yang saat itu dirasakan pasien dan jika tidak segera

ditangani akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk pasien dan bisa

menganggu aktifitas pasien yang menimbulkan rasa ketakutan untuk

melakukan pergerakan atau aktifitas. Hal ini juga akan menyebabkan

terganggunya proses keperawatan yang akan memperlambat proses

penyembuhan.

Diangnosa kedua penulis mengangkat gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, pada pasien fraktur

ekstremitas bawah gangguan mobilitas biasanya akan terjadi karena

ketidakmampuan atau keterbatasan pasien dalam gerakan fisik dari satu

atau lebih secara mandiri. Fraktur ekstremitas atas atau bawah akan

menimbulkan perubahan pada pemenuhan aktifitas, perbahan yang muncul

salah satunya aktivitas yang terbatas karena rasa nyeri yang timbul pada

luka fraktur (smeltzer & Bare 2013). Diagnosa tersebut bisa diangkat jika

batasan memenuhi batasan karakteristik pergerakan ektremitas menurun,

kekuatan otot menurun. Alasan diagnosa tersebut diangkat karena

didapatkan data-data yang mendukung secara subjektif pasien mengatakan

tidak dapat menggerakan kaki, pasien mengatakan saya tidak bisa

melakukan pergerakan tanpa bantuan dan data objektif pasien terlihat

lemah, pasien hanya berbaring di bed, terdapat luka fraktur yang di perban
52

pada paha kanannya. Penulis tidak memprioritaskan diagnosa tersebut

karena tidak mengancam jiwa pasien, tetapi jika tidak ditegakkan pasien

tidak akan mampu beraktivitas mandiri.

3. Analisis Intervensi Keperawatan

Pada diangnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik penulis menyusun intervensi dengan tujuan, setelah

dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapakan nyeri pasien dapat

berkurang dengan kriteri hasil keluhan nyeri menurun. Intervensi yang

disusun identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi kulitas dan

intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, control ruangan yang

memperberat nyeri, ajarkan teknik nonfarmakologis untuk meredakan rasa

nyeri dengan melakukan kompres dingin, kolaborasi pemberian analgesic.

Teknik nonfarmakologis menjadi fokus utama penulis dalam memberikan

asuhan keperawatan pada Ny. D, teknik nonfarmakologis yang penulis

gunakan adalah teknik kompres dingin.

Intervensi diagnosa kedua gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan gangguan musculoskeletal dengan tujuan setelah dilakukan

tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan kemampuan ekstremitas

dalam mobilisasi meningkat dengan kriteri hasil pergerakan ektremitas

meningkat, kekuatan otot meningkat, ROM meningkat. Intervensi yang

direncanakan antara lain identifikasi adannya nyeri atau keluhan fisik

lainnya, monitor kondisi umum selama melakukan mibilisasi, anjurkan


53

melakukan mobilisasi dini, ajarkan mobilisasi sederhana yang harus

dilakukan. Dengan hasil yang diharapkan, pasien mampu melakukan

aktivitas atau mobilisasi secara mandiri.

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan intervensi keperawatan yang

telah diberikan dapat berjalan dengan lancar, klien mengikuti semua

intervensi yang diberikan. Dalam pelaksanaan intervensi keperawatan

tidak ditemukan kesenjangan dari hasil yang diharapkan dan pasien

bersedia mengikuti semua prosedur intervensi yang diberikan.

4. Analisis Implementasi dan Evaluasi

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik 3x24 jam

penulis melakukan implementasi dari tanggal 23 Desember-25 Desember

2022 tindakan yang dilakukan mengidentifikasi lokasi karakteristik,

durasi, frekuensi, kulitas dan intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri

dengan respon pasien data subjektif pasien mengatakan nyeri berkurang

selama 3 hari dari skala 6 menjadi 3 dan data objektif pasien masih tampak

menahan nyeri saat melakukan pergerakan, control ruangan yang

memperberat nyeri dengan respon pasien data subjektif pasien mengatakan

nyaman dengan kepala agak ditinggikan, mengajarkan teknik

nonfarmakologis kompres dingin untuk meredakan rasa nyeri dengan

respon pasien data subjektif pasienmengatakn nyerinya berkurang setelah

melakukan teknik kompres dingin dan data objektif pasien mampu

mempratikannya dengan baik. Terapi nonfarmakologis adalah metode

sederhana, mudah, praktis untuk mendukung teknik farmakologi tanpa


54

efek samping yang merugikan. Teknik kompres dingin adalah suatu

metode terapi nonfarmakologis yang sering digunakan, dan berkolaborasi

pemberian analgesic.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal selama 3x24 jam penulis melakukan implementasi

mengidentifikasi adannya nyeri atau keluhan fisik lainnya dengan respon

pasien data subjektif pasien mengatakan ada nyeri dan data objektif

terdapat balutan bidai, memonitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi dengan respon data subjektif pasien mengatakan kondisinya

baik dan data objektif pasien tanpak baik, tekanan darah 140/90 mmHg,

nadi 84x/menit, respirasi 20x/menit, S 36,7 ̊ C, menganjurkan dan

mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan respon yang

didapat selama 3 hari perawatan data subjektif pasien mengatakan sudah

mampu miring dan duduk dan data objektif pasien tanpak tenang dan

melakukan mobilisasi dengan baik dibantu tim fisiotherapy. Mobilisasi

dini sangat penting, dengan mobilisasi dini dapat memperbaiki sirkulasi,

mencegah timbulnya komplikasi setelah oprasi dan mempercepat proses

pemulihan pasien.

5. Analisis Inovasi Produk

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah

diberikan menunjukkan bahwa intervensi inovasi keperawatan dengan

menerapkan kompres dingin mampu menurunkan skala nyeri yang dialami


55

pasien. Hasil yang diperoleh menunjukkan skala nyeri mengalami penurunan

setelah dilakukan intervensi selama 3 hari. Dai skala 6 menjadi 3.

Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

teknik kompres dingin bermanfaat untuk meringankan nyeri. Kompres dingin

dengan interval yang diulang-ulang akan menyebabkan terjadinya efek

analgesik pada bagian tubuh yang dilakuan perlakuan. Hal ini telah

menunjukkan bahwa konduksi saraf menurun secara terus menerus seiring

dengan penurunan suhu sampai konduksi pada serabut saraf berhenti

sepenuhnya. Serabut mielin merupakan serabut pertama yang akan

terpengaruh. Perlambatan konduktivitas serabut saraf perifer ditemukan ketika

suhu turun dibawah 80,6 0F (200C) (Mahruri, 2018).

Hasil yang diperoleh dari penerapan asuhan keperawatan ini memiliki

kesamaan dengan hasil yang diperoleh oleh beberapa penelitian terdahulu

yang menyatakan bahwa kompres dingin terbukti efektif dalam menurunkan

nyeri sebagimana hasil yang ditemukan oleh Mediarti dkk (2015) di di IGD

RSMH Palembang dengan hasil ada perbedaan antara nyeri sebelum dan

setelah pemberian kompres dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup (p:

0,000). Penelitian Khodijah (2018) di RS Adam Malik Medan dengan hasil

analisa data yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara

kelompok intervensi dan kelompok control setelah diberi kompres dingin

dengan nilai p=0,000.

Berdasarkan hasil tersebut maka teknik kompres dingin ini dapat

dimanfaatkan untuk mengurangi nyeri, dan bahkan dapat dikembangkan


56

sehingga menjadi bagian dari asuhan kepada pasien fraktur dengan keluhan

nyeri akut di RSUD Menggala maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penerapan asuhan keperawatan terhadap ibu

postpartum Ny. D dengan penerapan kompres dingin untuk menurunkan nyeri

di RSUD Menggala, maka dapat disimpulkan beberapa hasil sebagai berikut:

a. Hasil pengkajian terhadap Ny. D dapat diketahui bahwa ibu mengalami

keluhan adanya nyeri akibat terjadi fraktur fremur dextral

b. Diagnosa keperawatan yang muncul terhadap Ny. D berdasarkan temuan

data subjektif dan objektif adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik, gangguan mobilitas berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal.

c. Rencana asuhan keperawatan terhadap Ny. D dengan penerapan teknik

kompres dingin untuk menurunkan nyeri

d. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap Ny. D dengan penerapan

teknik teknik kompres dingin untuk menurunkan nyeri dapat berjalan

dengan lancar.

e. Hasil evaluasi atas pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap Ny. D

dengan inovasi teknik teknik kompres dingin untuk menurunkan nyeri

dengan hasil setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam intensitas

nyeri mengalami penurunan.

56
57

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penerapan asuhan keperawataan

dengan inovasi akupresure, maka dapat disarankan:

1. Bagi pasien

Diharapkan untuk terus menerapkan teknik kompres dingin di rumah

sebagai salah satu terapi untuk menurunkan nyeri serta disertai dengan

latihan mobilisasi agar proses penyembuhan lebih cepat dan dapat

beraktivitas kembali.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Bagi petugas kesehatan dapat menerapkan teknik kompres dingin guna

mengatasi nyeri pada pasien fraktur, serta dapat mengajarkan teknik ini

kepada pasien dan keluarga agar dapat dilaksanakan secara mandiri di

rumah

3. Bagi RSUD Menggala

Bagi RS diharapkan dapat mempromosikan teknik kompres dingin ini

kepada para pasien yang ada sebagai salah satu alternatif dalam upaya

mengatasi keluhan nyeri.


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, (2016). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: AR-


Ruzz

Anggraini, (2021). Pengaruh Pemberian Komres Fingin terhadap Penurunan


Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur di RS. Siloam Sriwijaya
Palembang. Jurnal Kesehatan dan Pembangunan Vo. 11 No. 21 Jnauari
2021.

Anugerah, (2016). Pengaruh Terapi Kompres Dingin Terhadap Nyeri Post


Operasi ORIF ( Open Reduction Internal Fixation) pada Pasien Fraktur di
RSD Dr . H . Koesnadi Bondowoso. E-Jurnal Pustaka Kesehatan. 5(2):247–
252.

Arovah, (2012). Dasar-dasar Fisioterapi pada Cedera Olahraga. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Asmadi, (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bleakley et al., (2017). The PRICE study (Protection Rest Ice Compression
Elevation): Design of a randomised controlled trial comparing standard
versus cryokinetic ice applications in the management of acute ankle sprain.
BMC Musculoskeletal Disorders. 10, 1–8

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8.Jakarta: EGC.

Burkey & Carns, (2020). Acute Pain Management: Scientific Evidence. InPain
Medicine (Fifth, Vol. 6, Issue 5). Australian and New Zealand College of
Anaesthetists and Faculty of Pain Medicine.

Buxholz RW, Heckman JD, (2016). Rockwood &Greens’s Fractures in Adults,


6th Edition. USA. Maryland Composition

Carpenito, (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 13. Jakarta: EGC

Doenges, (2014). Manual Diagnosis Keperawatan Rencana, Intervensi, &


Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta: EGC.

Helmi, (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Khodijah, Siti. (2018). Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan


Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan.
Universitas Sumatera Utara.

Mahruri, (2018). Pengaruh pemberian teknik valsava manuver, teknik kompres


dingin kontralateral Hand dan Kombinasi Keduanya terhadap Intensitas
Nyeri Penusukan Arteriovenous (AV) Fistula pada Pasien Hemodialisa di
Medan: 1- 141.

Mare Jane Bauter, (2016). Implementing Complementary Therapies to Reduce the


Useof Opioids on the OrthopedicSpine Unit at Dixie Regional Medical
Center. Journal of Alternative and Complementary Medicine, 22(8): 621–
626

Marshall, (2016). Cold Pack How Refrigerators Work. A Division Of Info Space
Holdings LLC. 1 (1): 1-6

Mediarti dkk (2015), Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada
Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang, Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 2, NO. 3, Oktober 2015:253-260.

Muttaqin, (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

Nick C Leegwater, et al, (2016). The efficacy of continuous flow cryo and cyclic
compression therapy after hip fracture surgery on postoperative pain: design
of a prospective, open-label, parallel, multicenter, randomized controlled,
clinical trial. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27059990/. Diakses tanggal 20
April 2022

Nurchairia, dkk., (2020). Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri


Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia Rsud Arifin Achmad.

Nurjanah, (2016). The Effectiveness Of Combination Of Hot And Cold Therapy


With Heat Therapy, Cold Therapy On Muscles Of Muscle Hamstring.
Universitas Negeri Yogyakarta: 28-36

Potter & Perry, (2016). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

PPNI, (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. DPP PPNI.

PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan.Edisi 1. DPP PPNI..

Price, S.A., Wilson, (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit.Edisi 1. Jakarta: ECG.
Riskesdas, (2018). Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Smeltzer Bare, (2017). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner&


Suddarth. Jakarta: ECG.

Suryani dan Soesanto, (2020). Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur
Tertutup Dengan Pemberian Terapi Kompres Dingin. Nurnal Ners Muda ,
Vol 1 No 3, Desember 2020

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Lampiran 1. SOP Kompres Dingin

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

KOMPRES DINGIN UNTUK MENGATASI NYERI

Pengertian Memberikan kompres dingin dengan menggunakan cold pack


Tujuan Menurunkan intensitas nyeri dan mencegah peradangan
Kebijakan Pasien yang mengalami nyeri akibat fraktur (khususnya
fraktur ekstremitastertutup)
Petugas Perawat
Perlengkapan - Handschoen
- Masker
- Cold Pack
- Handuk kecil
- Perlak atau pengalas

Prosedur A. Tahap Pra Interaksi


Pelaksanaan - Menyambut pasien, memberi salam, dan
- memperkenalkan diri
- Menciptakan suasana nyaman di sekitar pasien
- Menjelaskan maksud dan tujuan
- Menanyakan kesiapan pasien
- Menjaga privacy pasien
- Mencuci tangan
- Menilai intensitas nyeri
B. Tahap Kerja
- Melapisi ice pack dengan handuk kecil
- Meletakkan ice pack pada daerah di sekitar area
fraktur yang diras anyeri
- Kompres selama 10-15 menit dengan suhu 100-200C
- Menilai kembali intensitas nyeri
C. Tahap Post Interaksi
- Rapikan peralatan
- Cuci tangan
Lampiran 2. Lembar Konsultasi

Anda mungkin juga menyukai