Kelompok Mapel : 3L KB/Judul Modul : 1./ PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN Judul Masalah : PENAFSIRAN KEPEMIMPINAN PASCA WAFATNYA NABI SAW . No Komponen Deskripsi 1. Identifikasi Masalah (berbasis Bagaimana kecenderungan penafsiran tafsir Sunni dan masalah yang ditemukan di Syi’ah atas kepemimpinan pasca wafatnya Nabi saw? lapangan)
2. Penyebab Masalah Penyebab masalah adalah perdebatan argumentatif
(dianalisis apa yang menjadi hingga teologis. Pada ranah teologis salah satu yang akar masalah yang menjadi paling mencolok yakni dalam penggunaan ayat-ayat al- pilihan masalah) Qur’an sebagai pembenaran atas siapa yang paling berhak menjadi penerus setelah Nabi. 3. Solusi . a. Dikaitkan dengan a. Solusi yang dikaitkan dengan teori/dalil yang teori/dalil yang relevan. relevan b. Sesuaikan dengan Khulafaurrasyidin merupakan pemimpin umat langkah/prosedur yang Islam setelah Nabi Muhammad saw wafat, yaitu sesuai dengan masalah pada masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, yang akan dipecahkan Umar bin Khattab, Usman bin `Affan dan Ali bin Abi Thalib. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Para sahabat mengadakan musyawarah di balai kota Bani Sa’idah Madinah, untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin umat muslim pasca wafatnya Nabi SAW. Pada saat itu, musyawarah berlangsung cukup alot karena masing-masing pihak berbeda pendapat mengenai siapa yang pantas untuk melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW. Setelah melalui beberapa perdebatan, akhirnya dengan ukhuwah Islamiyahnya yang tinggi disepakati bahwa yang menjadi pemimpin umat Islam setelah Rasulullah SAW adalah Abu Bakar.
Abu Bakar (11-13 H/ 632-634M)
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam diluar keluarga Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar juga salah satu sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW. Beliau mendapatkan gelar “As- Siddiq” yang berarti “amat membenarkan”, gelar tersebut diberikan karena Abu Bakar adalah orang pertama yang membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj. Di awal kepemimpinannya, beliau dihadapkan dengan beberapa kesulitan dalam menghadapi masyarakat setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar adalah seorang pemimpin yang tegas, beliau menyatakan akan memerangi golongan yang menyimpang dari kebenaran agama. Dan hampir seluruh kaum muslim menerima dengan antusias ketegasan yang ditegakkan oleh Abu Bakar tersebut. Dalam memerangi kaum murtad, banyak penghafal Al- Quran dari golongan kaum muslim dan Umar khawatir jika sebagian dari Al-Quran akan musnah bersamaan dengan gugurnya para penghafal. Oleh sebab itu, Umar menasehati Abu Bakar untuk membuat kumpulan Al-Quran. Awalnya, beliau ragu namun pada akhirnya beliau setuju dan menugaskan Zaid bin Tsabit. Pada tanggal 23 Agustus 634 M, Abu Bakar meninggal bersamaan dengan beberapa kemenangan yang telah dicapai pasukan muslim dalam perang melawan kaum murtad. Sebelum meninggal, beliau berwasiat kepada Umar bin Khattab agar menjadi penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Muslim.
Umar bin Khattab (12-23H/634-644M)
Umar bin Khatthab bin Nufail adalah keturunan Abdul Uzza al-Quraisy yang berasal dari suku Adi. Beliau masuk Islam tahun kelima setelah kenabian. Beliau orang yang berbudi luhur, fasih, adil dan pemberani. Umar bin Khattab juga merupakan sahabat terdekat Nabi dan menjadi tangan kanan Abu Bakar. Umar bin Khattab mendapatkan gelar Amir al-Mu’minin (komandan/pemimpin orang-orang yang beriman) berkat penaklukan-penaklukan yang berlangsung ada masa pemerintahannya. Saat kepemimpinan Umar, pada tahun 635 M terjadi gelombang ekspansi pertama di ibu kota Syiria, Damaskus. Dan pusat kekuasaan Islam Madinah juga mengalami perkembangan yang pesat. Dalam menata pemerintahannya, beliau membentuk departemen-departemen (diwan) dengan model Persia, dan berhasil membuat dasar pemerintahan yang handal dan terus berkembang. Selain pintar dalam menciptakan pemerintahan baru, untuk kemaslahatan umat beliau juga memperbaiki dan mengkaji ulang kebijakannya. Misalnya, beliau membiarkan tanah digarap oleh pemiliknya sendiri, dan sebagai gantinya tanah tersebut dikenakan pajak (al-kharaj). Setelah sepuluh tahun 6 bulan 4 hari masa jabatannya berakhir, karena Umar dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Saat terluka parah, dari pembaringannya beliau mengangkat komisi pemilih yang akan meneruskan pemerintahannya. Beliau menunjuk enam orang, yakni Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim bermusyawarah dan terdapat persaingan antara Usman dan Ali bin abi Thalib. Sebelum akhirnya mereka sepakat menunjuk Usman sebagai penerus pemerintahan Umar bin Khattab.
Usman bin `Affan ( 23-35H– 44-656 M)
Usman bin Affan bin Abi al-‘Ash bin Ummayyah berasal dari suku Quraisy. Beliau masuk Islam karena ajakan Abu Bakar, dan juga menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi SAW. Beliau menikahi dua putri Nabi secara berurutan setelah yang satu meninggal dunia, sehingga beliau bergelar zu al- nurain, artinya orang yang memiliki dua cahaya. Di awal pemerintahannya, diwarnai dengan terpecahnya dua kelompok masyarakat, yakni pendukung kepemimpinannya dan pendukung Ali. Kepemimpinan Usman, sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Rakyat kecewa karena Usman tidak tegas terhadap kesalahan bawahan dan keluarganya. Beliau juga mengangkat kerabatnya dalam kedudukan yang tinggi, Pada saat itu, pemerintahan dijalankan oleh Marwah bin Hakam, sedangkan Usman hanya bergelar sebagai khalifah saja. Dengan sifatnya yang lemah lembut beliau dimanfaatkan dan dijadikan boneka oleh kerabatnya sendiri. Sehingga banyak kaum Muslim yang meninggalkannya. Pada saat itu, beliau juga difitnah melakukan nepotisme oleh lawan politiknya. Akhirnya, para pemberontak menyerbu rumah Usman dan beliau dibunuh oleh dua orang dari bangsa Mesir.
Ali bin Abi Thalib (35-40H/656-661 M)
Setelah kematian Usman, kaum muslim memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Beliau adalah putra Abdul Muthalib, beliau sepupu dan menantu Nabi. Banyak pergolakan yang terjadi pada masa pemerintahannya. Ali meyakini pemberontakan- pemberontakan yang terjadi disebabkan oleh keteledoran para gubernar yang diangkat oleh Usman, sehingga beliau memecat mereka setelah menduduki jabatan sebagai khalifah. Muawiyah yang merasa kehilangan kedudukan dan kehormatannya melakukan perlawanan di Damaskus. Sehingga Ali membawa sejumlah besar tentara dari Kufah ke Damaskus. Terjadi pertempuran antara pasukan Ali dengan pasukan Muawiyah, yang kita kenal dengan perang Shiffin. Perang Shiffin tidak dapat diakhiri bahkan menyebabkan munculnya golongan ketiga yang disebut khawarij yaitu orang yang keluar dari barisan Ali. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota khawarij. Kemudian, selama beberpa bulan kekhalifahan diambil alih oleh anaknya yang bernama Hasan. Namun, karena pasukan tentara yang dimiliki oleh Hasan lemah dan Muawiyah semakin kuat. Akhirnya, Hasan membuat perjanjian damai yang dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, dibawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Perjanjian tersebut membawa Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam pada tahun 41 H (661 M), yang dikenal sebagai tahun jamaah. Dan berakhirlah masa Khulafaurrasyidin, dan dimulai kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
b. Sesuaikan dengan langkah/prosedur yang sesuai
dengan masalah yang akan dipecahkan Berangkat dari pemahaman yang berbeda dari masing-masing mufasir, pada gilirannya akan mempengaruhi penafsirannya pula. Termasuk dalam pembahasan ini, ayat-ayat yang ditafsirkan juga dirasa masih bersifat umum, samar dalam menyebutkan subyek atau obyeknya, dan mengandung kemiripan leksikal pada teks. Dari fenomena demikian, tentu belum bisa dipastikanapa yang terkandung dalam ayat tersebut, memang sesuai sebagaimana apa yang dikehendaki oleh masing-masing mufasir, baik kalangan Sunni maupun Syi’ah. Sehingga, wacana pengaruh ideologi politik dalam sebuah penafsiran teks al-Qur’an merupakan sebuah hal yang tak terelakkan dan tentu berpotensi ditafsirkan oleh masing-masing mufasir sesuai dengan kepentingan yang hendak ditujunya Penafsiran Sunni seperti al-T{abari@ dan al- Ra>zi@ tampak dominan dalam keterpengaruhannya terhadap teologi politiknya, mereka cenderung membela Abu Bakar yang dianggap lebih berhak menjadi pengganti setelah wafatnya beliau. Terlebih al-Ra>zi yang penafsirannya kuat dengan penggunaan rasio. Terlihat beberapa penafsirannya yang bukan hanya mengklaim atas kebenaran kekhalifahan Abu Bakar, akan tetapi juga kemudian dijadikan sebagai argumen untuk menolak keras pendapat lawan politiknya, yakni Syi’ah khususnya golongan Ra>fid}ah yang juga keras mendukung Ali. Begitu pula penafsiran yang dilakukan oleh mufasir kalangan Syi’ah, yang pada dasarnya cenderung membela Ali yang seharusnya menjadi pengganti sepeninggal Nabi. Hanya saja mereka tidak secara tegas menyebutkan Ali, dan terbatas pada upaya-upaya penolakan terhadap kepemimpinan golongan Sunni. Khususnya al-Qummi@ yang dominan dalam memasukkan beberapa unsur politiknya, meskipun ia singkat dalam menafsirkan ayat. Sedangkan al-T{abarsi@ dalam kitabnya, tidak begitu dominan sebagaimana al-Qummi@, sebab penafsirannya masih cenderung moderat, akan tetapi masih tetap terlihat ideologi maz\habnya. Walaupun demikian, beberapa riwayat dari masing- masing mufasir memiliki kesamaan dalam sumber riwayat yang digunakan dalam mentakwil ayat. Hal ini, disebabkan karena kedua kelompok, bukan hanya memiliki pandangan berbeda dalam ideologi politiknya, namun juga pra pemahaman, kondisi sosial, serta batasan ilmu yang dikuasai masing-masing mufasir.