Anda di halaman 1dari 65

ANALISIS GENOTIPE X LINGKUNGAN PADA KERAGAAN

DAYA HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI GALUR-GALUR


GANDUM (Triticum aestivum L.)

JABAL RAHMAT ASHAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Genotipe x


Lingkungan pada Keragaan Daya Hasil dan Kandungan Nutrisi Galur-Galur
Gandum (Triticum aestivum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor

Bogor, April 2017

Jabal Rahmat Ashar


NIM. A253140121
RINGKASAN
JABAL RAHMAT ASHAR. Analisis Genotipe x Lingkungan pada Keragaan
Daya Hasil dan Kandungan Nutrisi Galur-Galur Gandum (Triticum aestivum L.)
Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS, YUDIWANTI WAHYU ENDRO
KUSUMO, dan AMIN NUR.

Kebutuhan terhadap gandum di Indonesia setiap tahun cenderung


meningkat seiring meningkatnya populasi penduduk. Tanaman gandum
merupakan bahan utama dalam pembuatan tepung gandum. Kandungan zat
didalam gandum, diketahui dari banyak penelitian bahwa gandum kaya vitamin,
mineral dan serat. Jenis pangan ini memiliki kandungan beragam senyawa
fitokimia yakni senyawa kimia yang mempunyai dampak positif bagi kesehatan.
Kualitas tepung gandum dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu, kadar lemak dan
beberapa parameter fisik lainnya, seperti penyerapan air dan stabilitas.
Pemuliaan tanaman gandum di Indonesia masih terus dilakukan,
mengingat bahwa gandum merupakan tanaman subtropis yang harus beradaptasi
dengan iklim yang ada di Indonesia. Gandum menghendaki lingkungan tumbuh
dengan rentang suhu 10 – 25 0C. Pengembangan gandum di Indonesia tidak harus
menggunakan daerah berelevasi tinggi (> 800 m dpl), karena akan bersaing
dengan komoditas hortikultura. Pengembangan gandum di Indonesia perlu
diarahkan pada daerah yang berelevasi menengah (400-800 m dpl) hingga rendah
(<400 m dpl).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi pengaruh interaksi
genotipe x lingkungan terhadap keragaan karakter agronomi gandum di dataran
tinggi dan menengah serta memperoleh informasi mengenai tingkat kandungan
protein, karbohidrat, kadar abu dan kadar lemak gandum hasil persilangan Oasis x
HP1744 di dataran tinggi dan menengah
Penelitian lapangan dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di lahan
pertanian Desa Cilember, Cisarua, Kabupaten Bogor dengan ketinggian ± 600 m
dpl dan di Malino, Sulawesi Selatan, dengan ketinggian ± 1600 m dpl. Pengujian
analisis kandungan nutrisi gandum dilaksanakan di laboratorium Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Materi genetik
yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 galur hasil persilangan Oasis x
HP1744 dan empat varietas unggul nasional yakni Guri 1, Guri 2, Selayar dan
Dewata serta dua galur introduksi Oasis dan HP1744 sebagai tetua sebagai
pembanding. Untuk menentukan kadar abu digunakan metode gavimetri, kadar
lemak dengan metode soxhlet, kadar protein dengan metode biuret dan
karbohidrat total dengan metode anthrone. Data dianalisis menggunakan software
SAS versi 9.0.
Daya hasil gandum di Malino lebih baik dibanding di Cisarua. Galur
terbaik bobot biji per tanaman sebesar 43.46 g, bobot 1000 biji sebesar 42.5 g dan
potensial hasil sebesar 3.90 ton/ha untuk galur O / HP-22-A27-1-10. Terdapat
pengaruh interaksi genotipe x lingkungan pada peubah umur berbunga dan hasil di
dua elevasi. Terdapat 5 kelompok galur yang sangat toleran yaitu galur O/HP-14-
A19-1-8, O/HP-12-A23-1-10, O/HP-14-A10-2-10, O/HP-12-A25-3-7 dan O/HP-
14-A10-3-3. Terdapat interaksi galur x lokasi pada parameter kandungan protein
dan lemak. Kandungan protein di dataran menengah (Cisarua) lebih tinggi
dibanding dataran tinggi (Malino). Tingkat perubahan kandungan protein terbesar
terlihat pada galur O/HP-12-A28-5-1 dengan nilai 48.5%. Galur dengan
perubahan protein yang rendah pada kedua lingkungan, diantaranya O/HP-12-A5-
4-5 dengan nilai 7.5% dan O/HP-93-A3-1-9 sebesar 9.8%.

Kata kunci: Elevasi tinggi, elevasi menengah, galur gandum, heritabilitas,


komponen hasil, interaksi, toleran
SUMMARY

JABAL RAHMAT ASHAR. Analysis of Genotypes x Environments on the Yield


Component and Nutritional Content of Wheat Lines (Triticum aestivum L.)
Superrvised by TRIKOESOEMANINGTYAS, YUDIWANTI WAHYU ENDRO
KUSUMO, and AMIN NUR.

Wheat consumption in Indonesia tends to increase every year along with


the increasing population. Wheat is the main ingredient in the manufacture of
wheat flour. Nutritional content in the wheat grain are rich with vitamins, minerals
and fiber. Type of food with nutritional value of phytochemical compounds gives
positive impact on health. The quality of wheat flour is affected by moisture
content, ash content, fat content and other physical parameters, such as water
absorbance and stability.
Breeding program of wheat crop in Indonesia has been not elucidated yet
due to the growth ability of wheat as subtropical plant must be adapted to the
climate in Indonesia. Wheat is adapted to environment with a temperature range
of 10 – 25 0C. However, development of wheat in Indonesia should not use the
high-elevation areas (> 800 m asl), because it would compete with the production
of horticultural commodities. Development of wheat in Indonesia needs to be
directed to middle (400-800 m above sea level) or low (<400 m asl) elevation
areas.
This study aimed to obtain the interaction effect of genotype x
environment on the performance of agronomic characters of wheat in the high and
middle elevation and also aimed to obtain the nutritional information of wheat
grains protein, carbohydrate, ash and fat content from crossing lines of Oasis x
HP1744 in the high and middle elevation.
Field research was conducted in two different locations of agricultural land
Cilember village, Cisarua, Bogor Regency with a land height ± 600 m above sea
level and in Malino, South Sulawesi, with a land height ± 1600 m above sea level.
The nutritional content analysis conducted in the analytical laboratory,
Department of Food Science and Technology Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University. The genetic material used in this study were 25
lines of crossbred Oasis x HP1744 and four national varieties namely Guri 1, Guri
2, Selayar and Dewata, and Oasis and HP1744 as parental genotypes. The method
used to obtain the ash, fat, protein content, and total carbohydrate content were
gavimetri, Soxhlet, biuret, and Anthrone method, respectively. Data were
analyzed using SAS software version 9.0.
Malino wheat yield which gave the best. The best line weight of 43.46 g
seed per culm, 42.5 g seed weight of 1000 grain and the potential yield was 3.90
ton / ha performed from strain O / HP-22-A27-1-10. The genotype x environment
interaction affected the flowering time parameters and yield characters in two
different environments. There are 5 lines are highly tolerant O / HP-14-A19-1-8,
O / HP-12-A23-1-10, O / HP-14-A10-2-10, O / HP-12- A25-3-7 and O / HP-14-
A10-3-3. There was interaction between genotype x environment to the protein
and fat content parameters. The protein content of wheat grains from the middle
land areas (Cisarua) was higher than the highland (Malino). The differences rate
of protein content in the different environments obtained from strain O / HP-12-
A28-5-1 with a value of 48.5%. Strains which has low protein changes based on
the environment factors, including O / HP-12-A5-4-5 and O / HP-93-A3-1-9
amounted to 7.5% and 9.8%, respectively.
Keywords: High elevation, heritability, interaction, medium elevation, wheat
crops, tolerant, yield components.
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS GENOTIPE X LINGKUNGAN PADA KERAGAAN
DAYA HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI GALUR-GALUR
GANDUM (Triticum aestivum L.)

JABAL RAHMAT ASHAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr
PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil alamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat


Allah SWT, karena dengan berkah dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini. Serta tak lupa pula
mengirimkan salam dan salawat atas junjungan Nabiullah Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya. Tesis ini ditulis berdasakan hasil penelitian
mengenai ”Analisis Genotipe x Lingkungan pada Keragaan Daya Hasil dan
Kandungan Nutrisi Galur-galur Gandum (Triticum aestivum L.)”. Tesis ini
disusun untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Selama masa penelitian, sangat banyak hambatan dan masalah-masalah
yang dihadapi, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada Ayahanda Ashar SPd MSi, Ibunda Hj Jusia SPd MSi, Kakanda
Ika Indriana Ashar SSos, Nurfadhli Ashar, SFarm dan Adinda Khairul Aiman
Ashar atas iringan doa, keikhlasan, kasih sayang, pengorbanan serta dorongan
moril yang diberikan selama ini.
Pada kesempatan ini juga, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada :
1. Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc, Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS dan Dr
Amin Nur, SP MSi, selaku pembimbing yang telah memberikan banyak
masukan, kritik serta saran selama penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis.
2. Dr Ir Heni Purnamawati, MSc Agr, selaku penguji dari luar komisi
pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis
3. Dr Ir M Rahmat Suhartanto, MS, selaku dosen penguji perwakilan dari
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman IPB pada ujian akhir
tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis.
4. Seluruh staf pengajar di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis
5. Tim peneliti gandum IPB, Yushi Mardiana dan Andi Nurwanita yang telah
menjadi teman diskusi selama penelitian dan penulisan tesis
6. Saudari Andi Farhanah SP MSi, yang selalu memberikan dukungan, motivasi
dan semangat dalam penyelesain studi ini.
7. Teman-teman PBT 2014 yang telah memberikan keceriaan dan semangat
selama proses perkuliahan.
8. Keluarga besar Degan Dahaga, keluarga besar Forum Mahasiswa
Pascasarjana (FORSCA) Departemen AGH IPB, keluarga besar OMDA
RUMANA IPB Sulawesi Selatan, keluarga besar Himpunan Mahasiswa
Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB dan keluarga besar Himpunan
Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Pertanian (HIMPARTA) IPB yang telah
memberikan kenyamanan, kehidupan yang lebih berwarna, bantuan dan
kerjasamanya selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan di lab Pemuliaan Tanaman 1 atas semangatnya
selama penulisan tesis ini.
10. Kepada segenap pihak-pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu
yang telah banyak berjasa dan senantiasa membantu penulis dalam
menyelesaikan studi.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
penulis berharap semoga apa yang terdapat di dalam tesis ini dapat dimanfaatkan
bagi semua elemen yang berkepentingan dan semoga Allah SWT senantiasa
memberikan Ridho dan ampunan-Nya. Amin

Bogor, April 2017

Jabal Rahmat Ashar


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 2
1.3 Hipotesis Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Tanaman gandum 4
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Gandum 4
2.3 Pemuliaan Gandum untuk Toleransi terhadap
Cekaman Abiotik 5
2.4 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Gandum 6
2.5 Interaksi Genotipe x Lingkungan 7
2.6 Kandungan Nutrisi 7
3 INTERAKSI GENOTIPE X LINGKUNGAN TERHADAP
KERAGAAN DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN
GANDUM (Triticum aestivum L.) 9
Abstract 9
Abstrak 9
3.1 Pendahuluan 10
3.2 Metode Penelitian 11
3.3 Hasil dan Pembahasan 14
3.4 Simpulan 26
4 ANALISIS KANDUNGAN NUTRISI GALUR-GALUR
HARAPAN GANDUM (Triticum aestivum L.) HASIL
PERSILANGAN OASIS X HP1744 27
Abstract 27
Abstrak 27
4.1 Pendahuluan 28
4.2 Metode Penelitian 29
4.3 Hasil dan Pembahasan 32
4.4 Simpulan 36
5 PEMBAHASAN UMUM 37
6 SIMPULAN DAN SARAN 39
6.1 Simpulan 39
6.2 Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 44
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 49
DAFTAR TABEL

3.1 Analsis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi


gandum pada masing-masing lokasi 13
3.2 Analisis ragam gabungan model acak 13
3.3 Keragaan tinggi tanaman dan umur panen galur gandum introduksi
dan varietas nasional di dua lingkungan 16
3.4 Keragaan jumlah biji permalai dan potensi hasil galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan 17
3.5 Keragaan umur berbunga dan panjang malai galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan. 19
3.6 Keragaan jumlah floret dan jumlah floret hampa galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan. 20
3.7 Keragaan jumlah spikelet dan bobot 1000 biji galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan. 21
3.8 Potensi hasil galur gandum terbaik di dua lingkungan 22
3.9 Analisis ragam gabungan pengaruh galur (G), lokasi (L) dan
interaksi G x E pada karakter agronomi di lingkungan tropis (Cisarua
dan Malino) 23
3.10 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum introduksi di
lingkungan tropis (Malino) 24
3.11 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum introduksi di
lingkungan tropis (Cisarua) 24
3.12 Seleksi berdasarkan indeks sensitivitas hasil pada galur F7 gandum
(Oasis x HP1744) 25
4.1 Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi
gandum introduksi pada masing-masing lokasi. 31
4.2 Analisis ragam gabungan 31
4.3 Kandungan lemak dan karbohidrat galur-galur gandum introduksi
hasil persilangan dan varietas nasional di dua lingkungan. 33
4.4 Kadar abu dan protein galur-galur gandum introduksi hasil
persilangan dan varietas nasional di dua lingkungan. 34
4.5 Analisis ragam gabungan pengaruh galur (G), lokasi (L) dan
interaksi G x E galur-galur hasil persilangan gandum introduksi dan
varietas nasional di dua lingkungan. 35
4.6 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum introduksi di
lingkungan tropis (Malino) 35
4.7 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum introduksi di
lingkungan tropis (Cisarua) 35
DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian analisis GxE dan kandungan nutrisi galur-galur


gandum 3

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas gandum 45


3 Rata-rata temperatur selama penelitian di Cisarua 46
4 Rata-rata temperatur selama penelitian di Malino 46
5 Dokumentasi penelitian 47
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gandum merupakan salah satu tanaman pangan yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Kebutuhan akan gandum terus meningkat seiring dengan
meningkatnya populasi penduduk di Indonesia. Kebutuhan gandum sepenuhnya
diperoleh dari impor luar negeri. Tahun 2016, Indonesia mengimpor gandum
sebesar 8,10 juta ton (FAO 2016). Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai
impor gandum pada tahun 2015 (7,39 juta ton) dan 2014 (7.49 juta ton).
Permintaan terhadap gandum dunia sampai tahun 2020 diperkirakan meningkat
sebesar 1.6% per tahun. Di negara-negara berkembang peningkatan permintaan
gandum diperkirakan mencapai sekitar 2% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut diperlukan peningkatan produksi gandum dua kali dari rata-rata produksi
gandum dunia saat ini. Laju peningkatan produksi gandum pada saat ini masih
terlalu rendah untuk dapat memenuhi kebutuhan gandum di masa depan
(Reynolds, 2002).
Budidaya gandum di Indonesia terkendala faktor iklim karena merupakan
tanaman subtropis. Gandum menghendaki lingkungan tumbuh dengan rentang
suhu 100C - 250C dan curah hujan 350 mm – 1250 mm per tahun sehingga
budidaya gandum di Indonesia hanya bisa dilakukan di dataran tinggi (>1000 m
dpl). Budidaya gandum harus diarahkan ke daerah yang berelevasi menengah
sampai rendah agar tidak bersaing dengan tanaman hortikultura. Indonesia belum
memiliki varietas yang mampu beradaptasi di daerah yang berelevasi menengah
dan rendah. Hal ini disebabkan karena adanya cekaman suhu tinggi yang
mengakibatkan produksi gandum masih sangat rendah. Oleh karena itu perlu
adanya perakitan varietas yang dapat beradaptasi di lingkungan tropika.
Cekaman suhu tinggi pada fase akhir pertumbuhan (terminal heat stress
atau post-anthesis heat stress) sering menjadi faktor pembatas pada produksi
gandum di beberapa Negara (Yang et al, 2002). Natawijaya (2012) menyatakan
bahwa upaya perakitan varietas gandum toleran suhu tinggi dan berdaya hasil
tinggi pada beberapa genotipe introduksi dan nasional telah dilakukan oleh Tim
Peneliti Gandum IPB sejak tahun 2012. Hasil seleksi menunjukkan bahwa
genotipe Oasis merupakan genotipe toleran karena genotipe tersebut menunjukkan
tingkat toleransi yang paling tinggi terhadap cekaman suhu tinggi sedangkan,
genotipe HP1744 merupakan genotipe yang peka terhadap suhu tinggi. Studi
keragaan genetik gandum (Oasis x HP1744) menghasilkan 28 galur F6 gandum
hasil persilangan Oasis x HP1744 berdasarkan bobot biji malai utama (Mardiana
2015).
Tahapan selanjutnya yaitu uji daya hasil untuk mendapatkan galur-galur
gandum berdaya hasil tinggi di dataran tinggi dan menengah. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh GxE terhadap keragaan karakter agronomi
galur-galur gandum di dataran tinggi dan menengah, menyeleksi galur-galur
gandum yang toleran terhadap suhu tinggi di dataran tinggi dan menengah serta
mendapatkan informasi tentang hubungan antara karakter dengan hasil. Kemudian
melakukan pengujian kandungan nutrisi (kadar protein, kadar lemak, karbohidrat
dan kadar abu) yang terkandung di dalam galur-galur hasil persilangan tersebut.
2

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan utama yaitu untuk mendapatkan galur gandum yang mempunyai
daya hasil tinggi di dataran tinggi dan menengah.
Tujuan khusus yaitu :
1. Memperoleh informasi tentang pengaruh GxE terhadap keragaan karakter
agronomi galur-galur gandum di dataran tinggi dan menengah.
2. Mendapatkan galur-galur gandum yang toleran terhadap suhu tinggi
3. Memperoleh informasi tingkat kandungan nutrisi (kadar protein, kadar lemak,
karbohidrat dan kadar abu) dari galur gandum di dataran tinggi dan menengah.

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat pengaruh GxE terhadap keragaan karakter-karakter agronomi galur-


galur gandum di dataran tinggi dan menengah.
2. Terdapat galur-galur gandum yang toleran terhadap suhu tinggi di dataran
menengah
3. Terdapat perbedaan kandungan nutrisi di dataran tinggi dan menengah
diantara galur-galur gandum.

1.4 Manfaat Penelitian

Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) merupakan jenis tanaman pangan


yang jumlah produksinya masih sangat terbatas. Hal ini terjadi akibat belum
adanya varietas yang dapat beradaptasi baik dengan lingkungan suhu tinggi
sehingga penanamannya hanya dilakukan di dataran tinggi (>1000 m dpl).
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari hasil persilangan HP1744
x Oasis dengan tujuan untuk dapat memberikan informasi mengenai galur-galur
hasil persilangan HP1744 x Oasis generasi F7 yang mempunyai tingkat adaptifitas
yang baik di lingkungan tercekam (suhu tinggi) sehingga dapat memberikan solusi
agar budidaya gandum tidak hanya dilakukan di dataran tinggi, namun di dataran
menengah sampai rendah, sehingga tidak ada lagi persaingan dengan tanaman
hortikultura. Pengujian kandungan nutrisi (kadar protein, kadar lemak, karbohidrat
dan kadar abu) juga dilakukan agar dapat mengetahui perbedaan kandungan
nutrisi di dua lingkungan tumbuh yang berbeda.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Perakitan varietas gandum toleran suhu tinggi telah dilakukan sehingga
diperoleh galur-galur gandum yang siap diuji daya hasil dan kemampuan
adaptasinya di iklim Indonesia. Perbaikan karakter gandum difokuskan pada
perbaikan hasil dan toleransi suhu tinggi di Indonesia. Iklim tropis basah di
Indonesia menyebabkan tanaman gandum tidak dapat tumbuh dan berproduksi
secara optimal. Jika faktor pembatas pertumbuhan dan produktivitas adalah faktor
lingkungan, maka perbaikan secara genetik pada tanaman menjadi lebih efektif.
Natawijaya (2012) telah melakukan persilangan terhadap Oasis x HP1744.
Pemilihan genotipe sebagai tetua persilangan dilakukan berdasarkan informasi
keragaan dan indeks sensitivitas genotipe terhadap cekaman suhu tinggi.
Segregan F3 dan F4 hasil persilangan kemudian diseleksi oleh Yamin (2014)
3

dengan pendekatan molekuler dan berhasil mengidentifikasi galur O/HP93-A3


sebagai galur toleran suhu tinggi. Seleksi galur-galur F5 dan F6 gandum hasil
persilangan Oasis x HP1744 pada dua agroekosistem dilakukan oleh Mardiana
(2015) untuk mendapatkan keragaan daya hasil yang baik di dua lingkungan yang
digunakan.
Penelitian pertama dilakukan untuk mempelajari keragaan 25 galur hasil
persilangan Oasis x HP1744. 25 galur ini didapatkan dari hasil persilangan yang
dilakukan oleh Mardiana (2015). Penanaman dilakukan di dua lokasi dengan
tingkat ketinggian yang berbeda yaitu >1000 m dpl dan <600 m dpl untuk melihat
respon galur-galur terhadap cekaman suhu tinggi yang terjadi.
Penelitian kedua dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
tingkat kandungan proksimat yang terdiri dari kandungan protein, lemak,
karbohidrat dan kadar abu yang terkandung didalam setiap galur yang digunakan.
Pengujian kandungan ini dianggap penting karena suhu tinggi dapat
mempengaruhi tingkat protein, lemak, karbohidrat dan kadar abu yang terdapat
pada galur-galur hasil persilangan Oasis x HP1744. Bagan alir penelitian disajikan
pada gambar1.

25 Galur gandum (Triticum aestifum L.)


Oasis x HP1744

Uji Adaptasi

Dataran Menengah (±600 m dpl) Dataran Tinggi (±1600 m dpl)

Analisis GxE

Indeks toleransi Analisis kandungan nutrisi

Galur toleran dan


Informasi nutrisi

Gambar 1. Bagan alir penelitian analisis GxE dan kandungan nutrisi galur-galur
gandum.
4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Gandum


Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman serealia yang
termasuk kedalam famili Gramineae. Tanaman gandum memiliki bunga dengan
tipe majemuk (Stoskoff 1985). Dalam satu malai biasanya terdiri atas banyak
kumpulan bunga disebut spikelet yang bertumpuk satu sama lain. Tiap spikelet
terdiri dari beberapa bulir dan kulit ari (lemma dan palea). Setiap bulir gandum
mempunyai batang yang sangat kecil yang disebut rachilla. Umumnya dalam
setiap spikelet menghasilkan dua sampai tiga biji (Poehlman & Sleper 1995).
Gandum banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok manusia, pakan
ternak dan bahan baku dalam industri (Muchtadi & Sugiyono 1992). Indonesia
menjadi negara pengimpor gandum dengan total impor 4.5 juta ton/tahun dan
angka ini terus meningkat dengan laju 2.6% per tahun (Loppies 2010). Menurut
Sovan (2002), Indonesia perlu melakukan upaya produksi gandum dalam negeri
untuk menekan impor gandum. Salah satu upaya untuk memperoleh gandum yang
dapat tumbuh dengan baik di Indonesia adalah dengan cara mengadaptasikan
gandum subtropis di lingkungan tropis Indonesia. Kondisi agroklimat yang
berbeda sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi gandum di Indonesia
(Natawijaya 2012).
Tahun 1993 telah dilepas varietas gandum dari hasil pemuliaan tanaman
melalui metode introduksi yaitu varietas Nias. Varietas Nias berasal dari galur
Thai-88 yang diintroduksi dari Thailand. Introduksi merupakan upaya pemuliaan
tanaman dengan cara mendatangkan sumber genetik baru dari luar negeri,
selanjutnya dilakukan uji adaptasi di daerah setempat dan dapat tumbuh dengan
baik pada ketinggian 900 m dpl (Jusuf 2002). Tahun 2003 telah berhasil dirilis
varietas gandum yang lebih adaptif pada ketinggian 1000 m dpl yaitu varietas
Selayar dan Dewata (Dahlan et al. 2003). Penanaman gandum di dataran tinggi
bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi
sehingga pengembangan gandum di Indonesia perlu diarahkan ke wilayah dataran
sedang yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk produksi
gandum. Tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan dataran sedang untuk
produksi gandum adalah kondisi lingkungan dataran sedang di Indonesia yang
memungkinkan tanaman gandum mengalami cekaman lingkungan khususnya
cekaman suhu tinggi.

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Gandum


Gandum termasuk devisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, subkelas
Monocotylodenae, ordo Graminae, family Graminae, dan genus Triticum.
Kandungan nutrisi gandum terdiri atas (13%) protein dan (69%) karbohidrat.
Selain itu, gandum memiliki kandungan gluten yang tinggi mencapai 80%. Secara
alami, tanaman gandum melakukan penyerbukan sendiri (self-pollinated), karena
berbunga sempurna. Penyerbukan silang terjadi hanya 1-4%. Waktu anthesis dan
reseptis terjadi secara bersamaan, namun stigma dapat reseptif lebih awal.
Umumnya bunga-bunga yang berada di bagian tengah rangkaian bunga yang
anthesis dan reseptif terlebih dahulu kemudian bunga bagian atas dan bawah.
5

Malai gandum umumnya keluar sempurna (heading stage) pada suhu 13-25 ºC.
pertumbuhan tabung polen menempel di stigma. Periode pengisian biji umumnya
sekitar 14-21 hari setelah terjadi fertilisasi (Acquaah 2007).
Tanaman gandum yang normal memiliki dua macam akar, yaitu akar
kecambah dan akar adventif. Akar kecambah merupakan akar pertama yang
tumbuh dari embrio, sedangkan akar adventif adalah akar yang berkembang dari
buku dasar tumbuh setelah akar embrio. Sistem perakaran tanaman gandum
dibentuk oleh akar adventif. Sistem perakaran dengan perakaran serabut dan
kedalaman perakaran gandum sekitar 10-30 cm di bawah permukaan tanah.
Batang gandum tegak, berbentuk silinder, dan membentuk tunas. Ruas-ruasnya
pendek dan buku-bukunya umumnya berongga. Rata-rata tanaman dewasa
memiliki enam ruas buku. Anakan primer dari buku batang utama terus
berkembang menjadi anakan-anakan sekunder dan tersier sehingga membentuk 12
rumpun. Tinggi tanaman gandum bervariasi tergantung genotipe dan lingkungan
tumbuh. Daun pertama yang tumbuh disebut koleoptil berongga dan berbentuk
silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Setiap
daun gandum terdiri dari tangkai pelepah, helai daun, dan ligula dengan dua
pasang telinga pada dasar helai daun. Tulang daun sejajar dan memanjang
(Nurmala 1980).
Faktor temperatur dan curah hujan merupakan faktor dominan yang
menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Tanaman gandum
beradaptasi sangat baik pada lingkungan bertemperatur rendah dengan temperatur
optimalnya sekitar 10-210C dengan curah hujan tidak lebih dari 40-60 mm/tahun
(Acquaah 2007). Di Indonesia kondisi lingkungan tersebut berada di wilayah
agroekosistem berelevasi tinggi. Selain itu, tanaman gandum memerlukan tingkat
kelembaban yang rendah. Pada kelembaban 40%, gandum dapat tumbuh dengan
baik sampai suhu 28 ºC. Namun, pada kelembaban 80% tanaman gandum hanya
dapat tumbuh pada suhu 23ºC (Van Ginkel & Villareal 1996).

2.3 Pemuliaan Gandum untuk Toleransi Terhadap Cekaman Abiotik


Cekaman abiotik merupakan salah satu faktor pembatas baik dalam
kegiatan ekstensifikasi maupun intensifikasi tanaman. Secara mendasar
lingkungan bercekaman didefinisikan sebagai lingkungan suboptimum untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman (Wirnas 2007). Upaya perbaikan daya hasil
dan adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik dapat dilakukan melalui
serangkaian program pemuliaan tanaman.
Keberhasilan perakitan kultivar baru toleran cekaman abiotik ditentukan
oleh beberapa faktor yang meliputi ketersediaan sumber genetik dan variabilitas
genetiknya yang luas, kemampuan dalam mengidentifikasi genotipe toleran dan
pemilihan metode seleksi yang cepat, tepat dan efisien, serta pembentukan
populasi bersegregasi dengan rancangan persilangan yang tepat.
Pengembangan dan peningkatan keragaman genetik sebagai langkah awal
untuk merakit kultivar toleran cekaman abiotik dapat dilakukan melalui
introduksi, domestikasi, hibridisasi, induksi mutasi, dan rekayasa genetik.
Introduksi dan domestikasi merupakan upaya untuk meningkatkan keragaman
genetik dengan memanfaatkan variasi yang telah tersedia di alam. Hibridisasi
merupakan upaya penggabungan dua sifat baik yang terdapat pada dua tanaman
menjadi satu tanaman. Mutasi merupakan upaya peningkatan keragaman genetik
6

dengan memanfaatkan mutagen fisik dan kimia sebagai agen penginduksi mutasi.
Induksi mutasi dapat menghasilkan alel baru sehingga karakter fenotipe dapat
dihasilkan. Rekayasa genetik merupakan pendekatan untuk peningkatan
keragaman genetik berbasis gen pada level seluler.
Identifikasi dan penyaringan awal genotipe - genotipe toleran akan
menentukan keberhasilan program pemuliaan selanjutnya. Berdasarkan
lingkungan seleksi, seleksi dan identifikasi genotipe toleran dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu seleksi langsung di lingkungan target (direct
breeding) dan seleksi tidak langsung di lingkungan optimal (indirect breeding).
Menurut Ceccareli et al. (2007) dalam Wirnas (2007) seleksi untuk perbaikan
toleransi cekaman harus dilakukan di lingkungan target sehingga dapat
memaksimalkan ekspresi gen – gen yang mengendalikan daya adaptasi tanaman.
Keberhasilan seleksi di lingkungan target ditentukan oleh pemilihan
karakter seleksi. Seleksi pada lingkungan bercekaman umumnya tidak
menggunakan seleksi langsung atau seleksi berdasarkan hasil, karena pada
lingkungan bercekaman sangat sulit memisahkan variabel – variabel lingkungan
yang dapat menurunkan hasil. Seleksi tidak langsung menjadi pilihan untuk
melakukan seleksi pada lingkungan bercekaman. Seleksi tidak langsung
didasarkan kepada karakter toleransi yang berkontribusi atau memiliki pengaruh
langsung yang tinggi untuk daya hasil dan memiliki heritabilitas yang tinggi untuk
mendukung kemajuan genetik yang akan dicapai. Karakter – karakter toleransi
pada tanaman dapat meliputi karakter morfologi, karakter anatomi, karakter
fisiologi, karakter molekuler, dan karakter komponen hasil.
Penggabungan karakter - karakter toleransi ke dalam satu genotipe
tanaman dapat dilakukan melalui persilangan. Fehr (1987) mengemukakan bahwa
pada umumnya kultivar baru gandum dihasilkan melalui hibridisasi buatan.
Hibridisasi gandum secara buatan pertama kali dilakukan sekitar tahun 1890.
Lebih lanjut Fehr (1987) menyebutkan di Amerika, A.E. Blount, W.J. Spillman,
dan L.F. Waldron adalah orang – orang yang pertama melakukan hibridisasi
buatan dalam merakit kultivar baru gandum. Kultivar – kultivar yang telah mereka
hasilkan yaitu Gypsum, Hybrid 128 dan Ceres.

2.4 Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan dan Hasil Gandum


Cekaman suhu serius mengancam produksi tanaman di seluruh dunia, gas
akibat kegiatan manusia secara substansial menambah konsentrasi gas rumah kaca
terutama CO2, metana, dan nitrous oksida, dan klorofluorokarbon. Model
perbedaan sirkulasi global memperkirakan bahwa gas rumah kaca dunia secara
bertahap akan meningkatkan suhu rata-rata dunia. Menurut laporan dari Inter
Panel Climate Change (IPCC), suhu global akan naik 0.30C per dekade mencapai
sekitar 10 dan 30C di atas nilai sekarang pada tahun 2025 dan 2100 sehingga
menyebabkan pemanasan global (Jones et al. 1999). Cekaman suhu tinggi pada
fase akhir pertumbuhan (terminal heat stress atau post-anthesis heat stress) sering
menjadi faktor pembatas pada produksi gandum beberapa negara (Jagadish et al.
2007). Pada suhu tinggi laju perkembangan tanaman meningkat sehingga
mengurangi potensi akumulasi biomasa. Secara umum, pengaruh suhu tinggi
terhadap perkembangan bulir pada serealia meliputi laju perkembangan bulir yang
7

lebih cepat, penurunan berat bulir, biji keriput, berkurangnya laju akumulasi pati
serta perubahan komposisi lipid dan polipeptida (Stone 2001).

2.5 Interaksi Genotipe x Lingkungan


Interaksi genotipe x lingkungan (GxE) bersifat kompleks karena
bervariasinya komponen-komponen faktor lingkungan. Interaksi genotipe x
lingkungan (GxE) merupakan perbedaan yang tidak tetap diantara
genotipegenotipe yang ditanam dalam satu lingkungan ke lingkungan yang lain
(Allard & Bradsaw 1964). Interaksi tersebut penting diketahui karena dapat
mempengaruhi kemajuan seleksi dan sering menyulitkan dalam pemilihan
varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas. Sejumlah prosedur
statistik telah dikembangkan untuk menganalisis interaksi genotipe x lingkungan
(GxE), khususnya stabilitas hasil terhadap lingkungan (Eberhart & Russel 1966).
Cara yang paling umum dilakukan untuk mengenali galur ideal adalah
dengan menguji seperangkat galur harapan pada beberapa lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis variansnya, akan diketahui ada tidaknya interaksi
genotipe x lingkungan. Jika tidak terjadi interaksi penentuan galur idealnya akan
sangat mudah dilakukan, yaitu dengan memilih galur-galur harapan dengan rerata
hasil yang tinggi. Namun bila terjadi interaksi, hasil tertinggi pada suatu
lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil tertinggi pula pada lingkungan
yang berbeda. Hal demikian tentunya akan menyulitkan dalam pemilihan galur-
galur ideal dengan stabilitas hasil yang tinggi pada semua lingkungan (Eberhart &
Russel 1966).
Menurut Nasrullah (1981), bahwa interaksi genotipe dan lingkungan dapat
dipergunakan untuk mengukur stabilitas suatu genotipe, karena stabilitas
penampilan pada suatu kisaran lingkungan tergantung dari besarnya interaksi
tersebut. Pada uji daya hasil galur-galur seringkali terjadi interaksi antara galur
dengan lingkungan. Perbedaan ini dapat mengakibatkan perubahan daya hasil
antara suatu tempat dengan tempat lainnya. Mengingat perbedaan hasil sangat
dipengaruhi oleh perbedaan genetik dan lingkungan, maka perlu memilih galur-
galur yang unggul dengan hasil yang stabil (Sutjihno 1993).
Adanya variasi lingkungan tumbuh makro tidak akan menjamin suatu
genotipe atau varietas tanaman akan tumbuh baik dan memberikan hasil panen
tinggi di semua wilayah didalam kisaran area yang luas, atau sebaliknya. Hal
tersebut terkait dengan kemungkinan ada atau tidak adanya interaksi antara
genotipe atau genotipe-genotipe tanaman dengan kisaran variasi lingkungan yang
luas (Baihaki & Wicaksono 2005).

2.6 Kandungan Nutrisi

Komoditas gandum merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai


sumber kalori dan protein. Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang
banyak digunakan untuk pembuatan berbagai produk makanan seperti roti, mie,
kue biskuit, dan makanan ringan lainnya (Wiyono 1980). Gandum cukup terkenal
dibandingkan bahan makanan lainnya sesama serealia karena kandungan gluten
dan proteinnya yang cukup tinggi pada biji gandum. Biji gandum memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi diantaranya karbohidrat 60-80%, protein 25%,
8

lemak 8-13%, mineral 4,5% dan sejumlah vitamin lainnya (Sramkova et al.,
2009).
Biji gandum utuh terdiri dari tiga komponen utama yaitu bran (kulit atau
sekam sekitar 13%), endosperma (sekitar 85%), dan germ (sekitar 2%). Bran
merupakan lapisan kasar terluar dari biji. Bran memiliki 50% hingga 80% mineral
dalam biji, meliputi besi, seng, tembaga, dan magnesium, juga cukup banyak
serat, vitamin B, sedikit protein, senyawa fitokimia, dan komponen bioaktif lain.
Endosperma kaya akan karbohidrat dan protein (contoh: gluten) dengan sedikit
vitamin B, sehingga endosperma memberikan asupan energi cukup besar. Germ
merupakan bagian terkecil dari ketiga komponen, namun kaya akan mikro
mineral, lemak tak jenuh, vitamin B, antioksidan, dan senyawa fitokimia (Price &
Martin 2000).
9

3 INTERAKSI GENOTIPE X LINGKUNGAN TERHADAP


KERAGAAN DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN
GANDUM (Triticum aestivum L.)

Genotype x Environment Interation on the Performance


of Wheat Breeding Lines

Abstract

Wheat consumption in Indonesia tends to increase every year along with


the increasing population. Wheat is adapted to environment with a temperature
range of 100C - 250C. However, development of wheat in Indonesia should not use
the high-elevation areas (> 800 m asl), because it would compete with the
production of horticultural commodities. Development of wheat in Indonesia
needs to be directed at middle (400-800 m above sea level) to low (<400 m asl)
elevation areas. The objective of this research is to study the effect G X E of
elevation on the performance of agronomic characters wheat lines in highland
and middle elevation areas. The research was conducted at two different locations
namely in agricultural land Cilember Village, District Cisarua, Bogor Regency
with the elevation of ± 600 meters above sea level as the middle elevation and in
farmer field in Malino, South Sulawesi with the elevation of ± 1600 m asl. The
genetic material used in this study were 25 advanced lines resulted from a cross
of Oasis x HP1744, four national wheat varieties namely Guri 1, Guri 2,
Selayar, Dewata, and two parental lines Oasis and HP1744. The experiment in
each location use RCBD with three replications where lines as fixed factor and
the location of a random factor. Data were analyzed using SAS software version
9.0. The wheat lines preformed better in Malino, with seed yield per plant of 43.46
g, the weight of 1000 seeds of 42.5 g and with a potential yield at 3.90 ton/ha for
the line O / HP-22-A27-1-10. There were significant G X E effects for flowering
dates and yield of wheat lines under two elevations.

Keywords: high elevation, yield components, heritability, intraction, wheat


advance lines.

Abstrak
Kebutuhan terhadap gandum di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat
seiring meningkatnya populasi penduduk. Gandum menghendaki lingkungan
tumbuh dengan rentang suhu 100C - 250C. Namun, pengembangan gandum di
Indonesia tidak harus menggunakan daerah berelevasi tinggi (> 800 m dpl),
karena itu akan bersaing dengan komoditas hortikultura. Pengembangan gandum
di Indonesia perlu diarahkan pada daerah yang berelevasi menengah (400-800 m
dpl) hingga rendah (<400 m dpl). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi pengaruh interaksi genotipe x lingkungan terhadap keragaan karakter
agronomi gandum di dataran tinggi dan menengah. Penelitian dilakukan di dua
lokasi yang berbeda yaitu di lahan pertanian Desa Cilember, Cisarua, Kabupaten
Bogor dengan ketinggian ± 600 m dpl dan di Malino, Sulawesi Selatan, dengan
10

ketinggian ± 1600 m dpl. Materi genetik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 25 galur hasil persilangan Oasis x HP1744, empat varietas unggul nasional
sebagai pembanding yakni Guri 1, Guri 2, Selayar dan Dewata serta dua galur
introduksi Oasis dan HP1744 sebagai tetua. Percobaan di setiap lokasi
menggunakan RKLT dengan 3 ulangan dimana galur sebagai faktor tetap dan
lokasi sebagai faktor acak. Data dianalisis menggunakan software SAS versi 9.0.
Daya hasil gandum di Malino lebih baik dengan bobot biji per tanaman sebesar
43.46 g, bobot 1000 biji sebesar 42.5 g dan potensial hasil sebesar 3.90 ton/ha
untuk galur O/HP-22-A27-1-10. Terdapat pengaruh interaksi genotipe x
lingkungan pada peubah umur berbunga dan hasil di dua elevasi.

Kata kunci: Elevasi tinggi, komponen hasil, heritabilitas, interaksi, galur gandum.

3.1 Pendahuluan
Kebutuhan terhadap gandum di Indonesia setiap tahun cenderung
meningkat seiring meningkatnya populasi penduduk dan meningkatnya produk
olahan berbasis tepung terigu. Pemenuhan kebutuhan gandum di Indonesia
sebagian besar diperoleh dari impor. Tahun 2016, Indonesia mengimpor gandum
sebesar 8.10 juta ton (FAO 2016). Nilai tersebut lebih tinggi dibanding nilai impor
gandum pada tahun 2015 (7.39 juta ton) dan 2014 (7.49 juta ton). Sovan (2002)
menyatakan bahwa untuk menekan impor gandum, Indonesia perlu melakukan
upaya untuk memproduksi gandum dalam negeri. Produksi gandum dalam negeri
perlu didukung oleh ketersediaan varietas gandum dan penerapan teknologi
budidaya yang sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia.
Menurut Sastrosoemarjo et al. (2004), gandum menghendaki lingkungan
tumbuh dengan rentang suhu 100C - 250C dan curah hujan 350 mm – 1250 mm
per tahun sehingga budidaya gandum di Indonesia hanya bisa dilakukan di dataran
tinggi (>1000 mdpl). Pengembangan areal pertanaman gandum di Indonesia
diharapkan tidak menggunakan daerah-daerah berelevasi tinggi (> 800 m dpl),
karena akan bersaing dengan komoditas hortikultura. Pengembangan gandum di
Indonesia perlu diarahkan pada daerah berelevasi menengah (400-800 m dpl)
sampai rendah (< 400 m dpl). Permasalahan yang dihadapi dalam upaya
pengembangan gandum di Indonesia yaitu perbedaan kesesuaian kondisi
agroklimat dan belum tersedianya varietas yang mampu beradaptasi baik pada
daerah dataran menengah. Perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat yang
dominan menurut Acquaah (2007) yaitu perbedaan faktor suhu sehingga faktor
tersebut menentukan pertumbuhan dan perkembangan gandum.
Tahun 1993 telah dilepas varietas gandum dari hasil pemuliaan tanaman
melalui metode introduksi yaitu varietas Nias. Varietas Nias berasal dari galur
Thai-88 yang diintroduksi dari Thailand. Introduksi merupakan upaya pemuliaan
tanaman dengan cara mendatangkan sumber genetik baru dari luar negeri,
selanjutnya dilakukan uji adaptasi di daerah setempat dan dapat tumbuh dengan
baik pada ketinggian 900 m dpl (Jusuf 2002). Tahun 2003 telah berhasil dirilis
varietas gandum yang lebih adaptif pada ketinggian 1000 m dpl yaitu varietas
Selayar dan Dewata (Dahlan et al. 2003).
Menurut Sovan (2002), Indonesia perlu melakukan upaya produksi
gandum dalam negeri untuk menekan impor gandum. Salah satu upaya untuk
memperoleh gandum yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia adalah dengan
11

cara mengadaptasikan gandum subtropis di lingkungan tropis Indonesia. Kondisi


agroklimat yang berbeda sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
gandum di Indonesia

3.2 Metodologi Penelitian

3.2.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 hingga Januari 2016 di
dua lokasi yang berbeda yaitu di lahan pertanian Desa Cilember, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor dengan ketinggian ± 600 mdpl dan di Malino dengan
ketinggian ±1600 mdpl.
3.2.2 Bahan Penelitian
Materi genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 galur hasil
pesilangan Oasis x HP1744 dan empat varietas unggul nasional sebagai
pembanding yakni Guri 1, Guri 2, Selayar dan Dewata serta dua galur intoduksi
Oasis dan HP1744 sebagai tetua.

3.2.3 Metode Penelitian


Penelitian di setiap lokasi dilakukan dengan menggunakan Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan dimana galur sebagai
faktor tetap dan lokasi sebagai faktor acak. Satuan percobaan berupa plot yang
berukuran 1 x 5 m. Tiap plot tediri dari 4 baris. Terdapat 31 galur yang digunakan
sehingga pada tiap lokasi terdapat 93 satuan percobaan. Penanaman dilakukan
dengan jarak tanam 25 cm antar baris dan benih di tabur dalam baris sepanjang 5
m. Pada tiap baris, benih ditanam sebanyak 13 – 15 g. Tanaman di pupuk dengan
dosis 18,75 g urea, 25 g SP36 dan 12,5 g KCl per baris pada umur 10 HST dan
pemupukan kedua dengan dosis 18,75 g urea/baris pada umur 30 HST.
Pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
pertanaman di lapangan. Pemanenan dilakukan secara serempak atau bertahap
sesuai dengan kondisi pertanaman. Jika waktu panen jatuh pada musim hujan,
pemanenan dilakukan bertahap dengan tujuan untuk mencegah benih
berkecambah dalam spikelet. Khusus pada pertanaman di dataran rendah, maka
dapat dilihat tanda masak fisiologis yaitu penampilan malai dan batang tanaman
mulai menguning. Jika waktu panen memasuki musim kemarau maka panen
dapat dilakukan secara bersamaan.
3.2.4 Pengamatan karakter agronomi
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang kompetitif tiap satuan
percobaan dengan peubah-peubah berikut :
1. Umur berbunga (hari), diamati pada waktu malai telah keluar dan mekar
dari 50% populasi yang diamati. Mekarnya bunga (floret) ditandai oleh
terlihatnya kantong sari (anther) yang menjuntai keluar dari bunga.
2. Umur panen (hari), saat 75% tanaman dalam populasi telah siap panen
ditandai oleh mengeringnya daun dan batang tanaman dan malai berisi
penuh biji.
12

3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang hingga ujung malai
(spikes), tidak termasuk bulu malai (awnless) dan dilakukan menjelang
panen.
4. Panjang malai (cm), diukur dari cabang malai paling bawah (pangkal)
sampai ujung malai, tidak termasuk bulu malai (awnless) dan dilakukan
menjelang panen.
5. Jumlah biji per malai, diambil dari 10 malai contoh dan dihitung pada saat
perontokan biji.
6. Jumlah spikelet per malai, dihitung setelah dilakukan pengukuran panjang
malai.
7. Jumlah floret per malai, dihitung setelah dilakukan pengukuran panjang
malai dan penghitungan jumlah spikelet per malai dengan cara
merontokkan spikelet dari malai.
8. Jumlah floret hampa per malai, dilakukan pada saat panen.
9. Jumlah biji per malai, dihitung pada saat perontokan biji.
10. Bobot 1000 biji (g), diambil secara acak setelah biji dikeringkan kemudian
ditimbang.
11. Potensi hasil (ton ha-1), yaitu bobot seluruh biji tanaman di setiap plot. Biji
ditimbang setelah dikeringkan.

3.2.5 Analisis Data


Data yang telah direkapitulasi dianalisis melalui software SAS versi 9.0
dengan tahapan berikut :
Analisis data menggunakan sidik ragam dengan uji F pada taraf uji 5%.
Apabila hasil pengujian menunjukkan pengaruh nyata dari perlakuan yang
diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada α = 0.05. Tiap galur dibandingkan dengan varietas pembanding
yang digunakan. Analisis ragam tiap karakter galur gandum pada masing-masing
lokasi (Tabel 1) dilakukan mengikuti metode yang dikemukakan oleh Singh dan
Chaudhary (1979) dan Falconer (1989).

Yij = μ +Gi+ Kj + εij

Keterangan:
Yij = nilai pengamatan dari galur ke-i dan kelompok ke-j;
μ = nilai rataan umum;
Gi = pengaruh galur ke-i;
Kj = pengaruh ulangan ke-j
εij = pengaruh galat percobaan pada galur ke-i dan ulangan ke-j.
13

Tabel 3.1 Analsis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi gandum
pada masing-masing lokasi.
Sumber Derajat Bebas Kuadrat Kuadrat Tengah Harapan
Keragaman (DB) Tengah (KT) E(KT)
(SK)
Ulangan r-1 M1
Galur g-1 M2 σ2 + rσ2g
Galat (g-1)(r-1) M3 σ2
Total Gr
r = banyaknya ulangan, g = banyaknya galur, σ2g = ragam galur, σ2 = ragam galat

Analisis ragam gabungan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap


Teracak (RKLT) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh lokasi percobaan
dengan persamaan (Sigh & Chaudhary 1979, Gomez & Gomez 1995):

Yij = μ + Gi + Kj + Lk+ (GL)ik + εijk

Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan galur ke-i ulangan ke-j lokasi ke-k
μ = nilai rataan umum karakter yang diamati
Gi = pengaruh galur ke-i
Kj = pengaruh ulangan ke-j
Lk = pengaruh lokasi ke-k
(GL)ik = pengaruh interaksi galur ke-i lokasi ke-k
εijk = pengaruh galat percobaan galur ke-i ulangan ke-j lokasi ke-k
Tabel 3.2 Analisis ragam gabungan model acak
SK DB KT E(KT)
Lokasi (L) l-1 M5 σ2 + rσ2gl + gσ2r/l + rg σ2l
Ulangan/Lokasi l(r-1) M4 σ2 + gσ2r/l
Galur (G) g-1 M3 σ2 + rσ2gl + lrσ2g
GxL (g-1)(l-1) M2 σ2 + rσ2gl
Galat l(r-1)(g-1) M1 σ2
r = banyaknya ulangan, l = lokasi, g = banyaknya galur, σ2g = ragam galur, σ2gl =
ragam interaksi, σ2 = ragam galat
Menurut Hallauer dan Miranda (1995), ragam fenotipik (σ2P), ragam
genotipik (σ2G), ragam interaksi (σ2 GxE) dihitung sebagai berikut:
σ2 P = σ2G+ σ2GxE + σ2E
2
σG = (M3 – M2) / rl
2
σ GxE = (M2 – M1) / r
σ2 E = M1/rl
Menurut Stansfield (1983) nilai duga heritabilitas dan kriterianya dihitung
dengan menggunakan rumus :
σ2 G
2
h (bs) = x 100%
σ2 P
15

yang menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dari rata-rata pembanding yaitu


galur O/HP-12-A25-3-7, O/HP-78-A2-5-2, O/HP-12-A25-2-6, O/HP-82-A15-2-3
dan O/HP-12-A23-1-10, sedangkan di Malino hanya galur O/HP-78-A2-5-2
menunjukkan keragaan tinggi yang melebihi galur pembanding. Di dataran tinggi
Malino galur-galur gandum mempunyai tinggi rata-rata 67.40 cm sedangkan di
dataran menengah Cisarua hanya 51.86 cm. Hal ini antara lain disebabkan oleh
perbedaan suhu di kedua lokasi. Pertumbuhan galur-galur gandum di dataran
menengah Cisarua dengan suhu rata-rata 27.7 oC mengalami cekaman suhu
tinggi. Perbedaan suhu sangat mempengaruhi tinggi tanaman gandum. Gandum
menghendaki lingkungan dengan rentang suhu 100C - 250C. Peningkatan suhu
menyebabkan peningkatan respirasi sel sehingga netfotosintesis rendah dan tinggi
tanaman lebih pendek (Ihsan et al. 2007). Galur tidak berpengaruh terhadap umur
panen gandum tetapi lokasi berpengaruh nyata terhadap umur panen galur-galur
gandum. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat keragaman umur panen
gandum diantara galur-galur yang diuji, tetapi berbeda antar lokasi. Umur panen
di dataran tinggi Malino lebih lama dibanding umur panen di dataran menengah
Cisarua. Suhu yang lebih tinggi di dataran rendah tropika menyebabkan lebih
cepat tercapainya stadia reproduktif pada galur-galur gandum introduksi
(Altahuish et al. 2014).
Lokasi berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah biji per malai (Tabel
3.4). Di dataran tinggi Malino, jumlah biji per malai lebih banyak dibanding di
dataran menengah Cisarua. Althahuish (2014) melaporkan bahwa jumlah biji per
malai dari galur-galur gandum introduksi yang ditanam di dataran rendah
Indonesia hanya setengah dari yang ditanam di dataran tinggi. Terdapat pengaruh
interaksi genotype x lingkungan yang nyata terhadap keragaan hasil galur-galur
harapan gandum yang diuji. Terdapat perbedaan keragaan suatu galur pada kedua
agroekosistem. Terdapat 18 galur yang potensi hasilnya lebih rendah di dataran
mengengah Cisarua dibandingkan di dataran tinggi dan hanya terdapat 2 galur
yang keragaan potensi hasilnya tidak berbeda di kedua ketinggian tempat.
Menurut Subagyo (2001) di daerah tropika umumnya penampilan dan produksi
tanaman gandum di dataran tinggi lebih baik dibanding dataran menengah. Pada
penelitian ini terdapat 5 galur yang menunjukkan adaptasi baik di dataran
menengah dengan hasil yang lebih tinggi dibandingkan di dataran tinggi, yaitu
O/HP-14-A19-1-8, O/HP12-A-25-3-7, O/HP-14-A10-2-10, O/HP14-A10-3-3 dan
O/HP-12-A-23-1-10 (Tabel 3.4). Terdapat perubahan rangking galur unggul di
Cisarua dan Malino, misalnya nilai potensi hasil galur O/HP-12-A23-1-10 di
Cisarua sebesar 2.37 ton ha-1 namun di Malino hanya 1.75 ton ha-1. Di Malino,
galur O/HP-78-A2-2-5 memiliki nilai 3.14 ton ha-1, namun di Cisarua hanya 1.94
ton ha-1. Bentuk interaksi yang terjadi merupakan interaksi kualitatif yang dimana
lingkungan penanaman sangat mempengaruhi potensi hasil yang didapatkan.
Pengaruh interaksi genotype x lingkungan juga diamati pada pengujian galur-
galur introduksi gandum di Indonesia oleh Nur et al. (2012) dan Altahuish (2014).
Handoko et al. (2008) menyatakan bahwa tanaman-tanaman yang sensitif
terhadap perubahan suhu seperti gandum, penurunan hasil panennya sangat tajam
jika tanaman tersebut ditanam pada ketinggian yang lebih rendah dengan suhu
yang lebih tinggi.
16

Tabel 3.3 Keragaan tinggi tanaman dan umur panen galur gandum introduksi dan
varietas nasional di dua lingkungan.
Tinggi tanaman (cm) Umur panen (hari)
No Galur/Varietas Cisarua Malino Cisarua Malino
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
1 O/HP-12-A28-5-1 50.3 ± 1.1 68.4 ± 3.6 93.33 ± 0.6 113.0 ± 12.3
2 O/HP-78-A-29-3-3 53.9 ± 5.8 69.4 ± 2.4 93.00 ± 0.0 106.7 ± 8.6
3 O/HP-82-A-15-1-4 48.5± 7.0 68.4 ± 6.5 93.33 ± 0.6 108.3 ± 11.4
4 O/HP-78-A2-2-5 47.6 ± 3.9 67.0 ± 2.8 93.00 ± 0.0 114.3 ± 13.4
5 O/HP-12-A1-1-9 53.2 ± 5.9 67.4 ± 0.7 93.33 ± 0.6 112.7 ± 11.9
6 O/HP-78-A22-3-7 47.8 ± 2.4 66.4 ± 1.9 93.00 ± 0.0 118.3 ± 2.9
7 O/HP-78-A22-5-10 52.4 ± 6.1 66.3 ± 1.0 93.33 ± 0.6 114.0 ± 13.0
8 O/HP-6-A8-2-10 54.3 ± 5.8 68.4 ± 3.0 93.33 ± 0.6 112.3 ± 11.6
9 O/HP-22-A27-1-10 52.1 ± 3.0 66.5 ± 1.8 93.33 ± 0.6 118.7 ± 2.1
10 O/HP-93-A1-1-3 53.5 ± 5.9 69.5 ± 2.3 93.00 ± 0.0 115.0 ± 8.7
11 O/HP-14-A19-1-8 54.7 ± 3.4 63.3 ± 2.3 93.33 ± 0.6 119.7 ± 2.1
12 O/HP-12-A5-4-5 50.0 ± 6.4 70.9 ± 0.3 93.33 ± 0.6 112.7 ± 12.1
13 O/HP-12-A25-3-7 55.3 ± 6.5 68.2 ± 0.8 93.33 ± 0.6 111.7 ± 11.2
14 O/HP-82-A7-2-6 52.5 ± 5.5 65.2 ± 0.9 93.00 ± 0.0 117.7 ± 2.9
15 O/HP-49-A1-1-4 49.5 ± 4.0 68.5 ± 1.8 93.00 ± 0.0 111.0 ± 10.4
16 O/HP-78-A2-1-9 48.0 ± 0.9 68.2 ± 3.4 93.33 ± 0.6 110.7 ± 11.1
17 O/HP-14-A21-5-7 50.9 ± 3.2 65.8 ± 3.7 93.00 ± 0.0 113.0 ± 12.1
18 O/HP-14-A10-2-10 50.6 ± 5.8 64.5 ± 1.0 93.33 ± 0.6 118.3 ± 5.5
19 O/HP-78-A2-5-2 55.1 ± 6.8 72.4 ± 2.0 93.00 ± 0.0 119.3 ± 1.2
20 O/HP-12-A25-2-6 55.8 ± 7.2 67.8 ± 1.5 93.33 ± 0.6 113.0 ± 7.6
21 O/HP-14-A10-3-3 50.4 ± 6.2 65.6 ± 0.8 93.33 ± 0.6 118.7 ± 2.1
22 O/HP-82-A15-2-3 54.8 ± 4.2 68.0 ± 1.7 93.00 ± 0.0 118.7 ± 3.1
23 O/HP-93-A3-1-9 46.2 ± 0.8 65.9 ± 4.7 93.00 ± 0.0 111.0 ± 10.4
24 O/HP-12-A23-1-10 60.3 ± 6.9 65.1 ± 2.5 93.00 ± 0.0 119.3 ± 2.3
25 O/HP-12-A1-2-2 48.7 ± 1.7 68.4 ± 1.7 93.33 ± 0.6 106.0 ± 7.6
26 Guri 1 55.0 ± 5.9 70.5 ± 4.7 93.33 ± 0.6 119.3 ± 3.1
27 Guri 2 52.2 ± 8.7 66.5 ± 0.8 93.00 ± 0.0 122.7 ± 2.5
28 Selayar 56.9 ± 1.9 71.0 ± 2.8 93.33 ± 0.6 108.0 ± 10.8
29 Dewata 57.4 ± 7.5 78.1 ± 3.0 93.33 ± 0.6 123.0 ± 0.0
30 Oasis 53.9 ± 9.6 73.7 ± 3.2 93.33 ± 0.6 114.3 ± 8.1
31 HP1744 53.2 ± 4.6 70.2 ± 0.5 93.33 ± 0.6 108.7 ± 11.9
Pembanding (26 s/d 31) 54.8 ± 2.1 71.7 ± 3.9 93.28 ± 0.1 116.0 ± 6.7
17

Tabel 3.4 Keragaan jumlah biji per malai dan potensi hasil galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan
Jumlah biji per malai Potensi hasil (ton ha-1)
No Galur/Varietas Cisarua Malino Cisarua Malino
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
1 O/HP-12-A28-5-1 29.9 ± 2.6 41.1 ± 7.6 2.08 ± 0.0 2.7 ± 0.6
2 O/HP-78-A-29-3-3 33.4 ± 3.6 45.4 ± 0.7 2.14 ± 0.3 2.5 ± 0.0
3 O/HP-82-A-15-1-4 31.2 ± 3.3 41.1 ± 2.6 2.33 ± 0.4 2.7 ± 0.6
4 O/HP-78-A2-2-5 28.3 ± 3.1 33.8 ± 0.9 1.94 ± 0.2 3.1 ± 0.9
5 O/HP-12-A1-1-9 30.6 ± 5.1 43.2 ± 6.9 2.33 ± 0.4 3.0 ± 0.8
6 O/HP-78-A22-3-7 28.0 ± 3.5 46.3 ± 1.7 1.92 ± 0.1 3.3 ± 0.3
7 O/HP-78-A22-5-10 28.8 ± 1.3 45.8 ± 1.9 2.16 ± 0.4 2.8 ± 0.2
8 O/HP-6-A8-2-10 32.5 ± 2.2 46.0 ± 3.1 2.53 ± 0.5 2.7 ± 0.4
9 O/HP-22-A27-1-10 32.3 ± 3.0 49.3 ± 2.6 2.29 ± 0.1 3.9 ± 0.4
10 O/HP-93-A1-1-3 31.8 ± 5.0 43.3 ± 4.6 2.38 ± 0.2 3.0 ± 0.8
11 O/HP-14-A19-1-8 28.4 ± 6.1 40.0 ± 5.9 2.24 ± 0.2 1.6 ± 0.2
12 O/HP-12-A5-4-5 29.6 ± 5.0 46.3 ± 7.5 2.29 ± 0.4 3.3 ± 0.2
13 O/HP-12-A25-3-7 31.4 ± 3.0 43.1 ± 3.7 2.07 ± 0.2 1.9 ± 0.0
14 O/HP-82-A7-2-6 30.1 ± 4.6 41.5 ± 4.8 2.00 ± 0.3 2.3 ± 0.3
15 O/HP-49-A1-1-4 29.3 ± 5.6 40.2 ± 5.8 1.92 ± 0.1 2.9 ± 0.3
16 O/HP-78-A2-1-9 31.3 ± 1.2 44.6 ± 0.8 2.14 ± 0.2 2.7 ± 0.3
17 O/HP-14-A21-5-7 29.3 ± 3.0 41.7 ± 1.0 2.25 ± 0.2 2.7 ± 0.3
18 O/HP-14-A10-2-10 27.6 ± 5.1 45.9 ± 2.9 2.44 ± 0.4 1.9 ± 0.1
19 O/HP-78-A2-5-2 32.2 ± 1.9 36.8 ± 1.8 2.46 ± 0.6 2.6 ± 0.4
20 O/HP-12-A25-2-6 32.7 ± 2.8 45.4 ± 5.4 2.28 ± 0.2 2.6 ± 0.3
21 O/HP-14-A10-3-3 29.9 ± 4.6 42.4 ± 0.4 2.17 ± 0.2 2.0 ± 0.2
22 O/HP-82-A15-2-3 32.2 ± 0.5 47.3 ± 6.5 2.25 ± 0.7 3.3 ± 0.7
23 O/HP-93-A3-1-9 27.8 ± 2.5 43.7 ± 6.0 2.10 ± 0.2 3.0 ± 0.2
24 O/HP-12-A23-1-10 32.3 ± 1.9 49.0 ± 4.5 2.37 ± 0.7 1.8 ± 0.5
25 O/HP-12-A1-2-2 30.2 ± 2.5 43.7 ± 2.8 2.31 ± 0.4 2.7 ± 0.5
26 Guri 1 32.0 ± 4.0 47.3 ± 5.5 2.01 ± 0.2 2.8 ± 0.4
27 Guri 2 31.9 ± 1.2 48.7 ± 4.3 2.37 ± 0.3 2.3 ± 0.1
28 Selayar 33.3 ± 2.1 46.3 ± 2.6 2.20 ± 0.4 3.4 ± 0.1
29 Dewata 35.9 ± 8.2 48.5 ± 6.7 1.91 ± 0.2 2.4 ± 0.2
30 Oasis 31.8 ± 4.0 49.4 ± 4.7 2.22 ± 0.1 3.9 ± 0.2
31 HP1744 32.3 ± 3.5 47.5 ± 2.8 2.07 ± 0.3 2.9 ± 0.0
Pembanding (26 s/d 31) 32.9 ± 1.6 47.9 ± 1.1 2.13 ± 0.2 2.9 ± 0.6
18

Keragaan nilai tengah karakter agronomi galur gandum (Tabel 3.5)


memperlihatkan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan yang nyata terdapat
pada peubah umur berbunga, dimana keragaan galur di kedua lokasi berbeda
sehingga mempengaruhi umur berbunga di setiap galur. Umur berbunga tercepat
di dataran menengah (Cisarua) terdapat pada galur O/HP-82-A-15-1-4, O/HP-78-
A2-2-5, O/HP-12-A1-1-9, O/HP-78-A22-5-10, O/HP-93-A1-1-3, O/HP-78-A2-1-
9, O/HP-78-A2-5-2 dan O/HP-82-A15-2-3 (44.0 hari). Umur berbunga terlama
terdapat pada galur O/HP-12-A5-4-5, O/HP-12-A25-2-6 dan O/HP-14-A10-3-3
(44.7 hari). Sedangkan pada dataran tinggi (Malino), umur berbunga tercepat
terdapat pada galur O/HP-78-A2-1-9 (55.0 hari) dan yang terlama terdapat pada
galur O/HP-14-A10-2-10 (63.7 hari). Kualitatif merupakan bentuk interaksi yang
tejadi pada karakter ini yang dimana lingkungan penanaman sangat
mempengaruhi umur berbunga galur gandum yang digunakan. Peubah panjang
malai dipengaruhi oleh galur dan lokasi. Panjang malai diantara galur beragam
pada lokasi yang sama. Malai terpanjang di dataran menengah (Cisarua) diantara
varietas pembanding Selayar, Guri 1 dan Guri 2 terdapat pada galur O/HP-78-A-
29-3-3, O/HP-12-A25-2-6 dan O/HP-12-A23-1-10 sedangkan di dataran tinggi
(Malino) terdapat pada galur O/HP-78-A-29-3-3, O/HP-78-A22-3-7, O/HP-6-A8-
2-10, O/HP-22-A27-1-10, O/HP-12-A5-4-5, O/HP-12-A25-3-7, O/HP-12-A25-2-
6 dan O/HP-12-A1-2-2. Rata-rata panjang malai di dataran menengah (Cisarua)
yaitu 7.7 cm sedangkan di dataran tinggi (Malino) sebesar 8.7 cm.
Lokasi sangat berpengaruh terhadap jumlah floret galur-galur gandum
yang digunakan (Tabel 3.6). Jumlah floret galur gandum di dataran tinggi
(Malino) lebih banyak dengan rata-rata 51.8 dibanding di dataran menengah
(Cisarua) dengan rata-rata 35.2. Populasi galur di dataran tinggi memiliki nilai
tengah nyata lebih tinggi daripada populasi galur di dataran menengah pada
karakter agronomi. Terdapat pengaruh yang nyata pada galur dan pengaruh yang
sangat nyata pada lokasi dipeubah jumlah floret hampa. Hal ini menunjukkan
bahwa pada lokasi yang sama, terdapat galur yang beragam. Menurut Natawijaya
(2012) persentase floret hampa pada gandum disebabkan oleh kegagalan
pembuahan sehingga menyebabkan kegagalan pembentukan biji. Galur yang
mempunyai tingkat kehampaan teringgi di dataran menengah (Cisarua) dari
seluruh galur yang digunakan terdapat pada O/HP-49-A1-1-4 (6.9) dan di dataran
tinggi Malino terdapat pada galur O/HP-93-A1-1-3 (18.8). Rata-rata kehampaan
floret di Cisarua sebesar 4.7 sedangkan di Malino sebesar 8.8.
19

Tabel 3.5 Keragaan umur berbunga dan panjang malai galur gandum introduksi
dan varietas nasional di dua lingkungan.
Umur berbunga (hari) Panjang malai (cm)
No Galur/Varietas Cisarua Malino Cisarua Malino
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
1 O/HP-12-A28-5-1 44.3 ± 2.1 58.3 ± 2.5 7.8 ± 0.4 8.6 ± 0.3
2 O/HP-78-A-29-3-3 44.3 ± 1.2 56.0 ± 0.0 8.0 ± 0.1 8.9 ± 0.2
3 O/HP-82-A-15-1-4 44.0 ± 1.7 60.0 ± 1.0 7.4 ± 0.4 8.2 ± 0.7
4 O/HP-78-A2-2-5 44.0 ± 1.7 60.0 ± 2.6 7.8 ± 0.2 8.0 ± 0.1
5 O/HP-12-A1-1-9 44.0 ± 1.7 60.0 ± 1.7 7.8 ± 0.5 8.8 ± 0.5
6 O/HP-78-A22-3-7 43.3 ± 1.5 58.0 ± 1.7 7.4 ± 0.7 9.1 ± 0.2
7 O/HP-78-A22-5-10 44.0 ± 1.7 59.0 ± 1.0 7.6 ± 0.5 8.3 ± 0.8
8 O/HP-6-A8-2-10 44.3 ± 2.1 59.0 ± 0.0 7.5 ± 0.3 9.4 ± 0.3
9 O/HP-22-A27-1-10 43.6 ± 2.1 57.7 ± 1.5 7.6 ± 0.8 9.3 ± 0.3
10 O/HP-93-A1-1-3 44.0 ± 1.0 59.3 ± 4.2 7.4 ± 0.1 8.4 ± 1.1
11 O/HP-14-A19-1-8 43.7 ± 2.1 59.0 ± 1.7 7.8 ± 0.5 8.5 ± 0.8
12 O/HP-12-A5-4-5 44.7 ± 1.5 58.6 ± 2.5 7.8 ± 0.3 9.4 ± 0.3
13 O/HP-12-A25-3-7 43.7 ± 2.1 56.3 ± 2.5 7.5 ± 0.5 8.9 ± 0.2
14 O/HP-82-A7-2-6 44.3 ± 1.2 57.7 ± 2.9 7.4 ± 0.4 8.8 ± 0.4
15 O/HP-49-A1-1-4 43.3 ± 1.5 56.7 ± 1.2 7.5 ± 0.6 8.6 ± 0.4
16 O/HP-78-A2-1-9 44.0 ± 1.7 55.0 ± 4.6 7.5 ± 0.2 8.8± 0.2
17 O/HP-14-A21-5-7 43.7 ± 1.2 58.7 ± 0.6 7.6 ± 0.4 8.7 ± 0.5
18 O/HP-14-A10-2-10 44.3 ± 2.1 63.7 ± 4.6 7.9 ± 0.4 8.7 ± 0.3
19 O/HP-78-A2-5-2 44.0 ± 1.7 59.0 ± 0.0 7.6 ± 0.8 8.1 ± 0.5
20 O/HP-12-A25-2-6 44.7 ± 1.5 57.3 ± 2.9 8.0 ± 0.3 9.2 ± 0.4
21 O/HP-14-A10-3-3 44.7 ± 1.5 57.3 ± 1.2 7.6 ± 0.3 8.5 ± 0.9
22 O/HP-82-A15-2-3 44.0 ± 1.7 58.7 ± 2.5 7.8 ± 0.3 8.6 ± 0.7
23 O/HP-93-A3-1-9 42.7 ± 0.6 58.7 ± 1.7 7.7 ± 0.2 8.6 ± 0.4
24 O/HP-12-A23-1-10 44.3 ± 1.2 58.3 ± 2.5 8.2 ± 0.2 8.7 ± 0.4
25 O/HP-12-A1-2-2 44.3 ± 2.1 56.0 ± 2.3 7.3 ± 0.6 8.9 ± 0.5
26 Oasis 44.7 ± 1.5 62.3 ± 2.1 8.0 ± 0.8 9.4 ± 0.4
27 HP1744 44.7 ± 1.5 58.0 ± 1.7 8.2 ± 0.2 9.7 ± 0.2
28 Guri 1 44.7 ± 1.5 58.7 ± 2.5 7.9 ± 0.4 8.8 ± 0.7
29 Guri 2 44.0 ± 1.7 65.7 ± 4.2 7.6 ± 0.3 8.7 ± 0.7
30 Selayar 44.0 ± 2.0 59.7 ± 1.5 7.7 ± 0.6 8.8 ± 0.6
31 Dewata 44.3 ± 2.1 66.7 ± 4.9 8.4 ± 0.5 9.7± 0.3
Pembanding (26 s/d 31) 44.4 ± 1.7 61.8 ± 2.8 8.0 ± 0.5 9.2 ± 0.5
20

Tabel 3.6 Keragaan jumlah floret dan jumlah floret hampa galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan.
Jumlah floret Jumlah floret hampa
No Galur/Varietas Cisarua Malino Cisarua Malino
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
1 O/HP-12-A28-5-1 34.9 ± 4.7 49.5 ± 4.2 5.0 ± 2.8 8.4 ± 3.4
2 O/HP-78-A-29-3-3 36.7 ± 4.9 57.6 ± 7.5 3.3 ± 3.1 12.6 ± 6.9
3 O/HP-82-A-15-1-4 34.0 ± 5.4 50.7 ± 0.9 2.8 ± 2.4 9.7 ± 1.7
4 O/HP-78-A2-2-5 35.2 ± 4.0 49.4 ± 6.1 6.8 ± 2.3 15.6 ± 7.1
5 O/HP-12-A1-1-9 36.3 ± 4.5 57.0 ± 13.8 5.7 ± 3.0 13.9 ± 7.0
6 O/HP-78-A22-3-7 34.7 ± 3.1 50.1 ± 2.2 6.7 ± 5.3 3.8 ± 1.6
7 O/HP-78-A22-5-10 34.1 ± 1.2 60.3 ± 6.9 5.2 ± 0.7 14.5 ± 5.0
8 O/HP-6-A8-2-10 38.0 ± 6.4 52.1 ± 0.5 5.6 ± 4.5 6.1 ± 2.6
9 O/HP-22-A27-1-10 37.4 ± 0.1 53.7 ± 0.6 5.1 ± 3.0 4.4 ± 2.9
10 O/HP-93-A1-1-3 35.7 ± 4.6 50.3 ± 0.9 3.9 ± 2.5 18.8 ± 3.7
11 O/HP-14-A19-1-8 34.7 ± 3.1 50.8 ± 7.7 6.4 ± 3.0 10.8 ± 5.6
12 O/HP-12-A5-4-5 36.7 ± 1.2 51.6 ± 2.0 7.1 ± 4.2 5.3 ± 7.1
13 O/HP-12-A25-3-7 34.4 ± 1.0 52.9 ± 1.5 3.0 ± 3.8 9.8 ± 2.2
14 O/HP-82-A7-2-6 34.5 ± 3.5 52.2 ± 4.2 4.3 ± 1.6 10.7 ± 8.3
15 O/HP-49-A1-1-4 36.2 ± 8.9 54.0 ± 1.4 6.9 ± 3.6 13.9 ± 5.0
16 O/HP-78-A2-1-9 33.6 ± 1.3 47.6 ± 2.9 2.3 ± 2.2 3.0 ± 2.7
17 O/HP-14-A21-5-7 33.7 ± 1.6 48.8 ± 3.2 4.4 ± 2.4 7.1 ± 2.2
18 O/HP-14-A10-2-10 34.4 ± 3.7 49.8 ± 2.3 6.8 ± 4.8 4.0 ± 2.7
19 O/HP-78-A2-5-2 35.0 ± 4.7 49.2 ± 0.5 2.8 ± 2.8 12.4 ± 1.9
20 O/HP-12-A25-2-6 35.3 ± 3.5 49.7 ± 4.3 2.7 ± 2.8 4.3 ± 6.3
21 O/HP-14-A10-3-3 34.1 ± 3.6 50.9 ± 1.9 4.2 ± 1.6 8.5 ± 2.3
22 O/HP-82-A15-2-3 35.1 ± 2.2 51.2 ± 3.8 2.9 ± 2.7 3.9 ± 3.5
23 O/HP-93-A3-1-9 32.1 ± 3.0 49.5 ± 4.8 4.3 ± 5.5 5.8 ± 1.2
24 O/HP-12-A23-1-10 36.8 ± 3.0 53.3 ± 3.5 4.4 ± 2.3 4.3 ± 3.9
25 O/HP-12-A1-2-2 35.5 ± 1.8 52.0 ± 4.0 5.3 ± 3.7 8.3 ± 4.5
26 Oasis 34.3 ± 3.6 52.3 ± 6.8 2.6 ± 0.4 2.9 ± 3.2
27 HP1744 37.4 ± 02 54.9 ± 3.9 5.1 ± 3.5 7.4 ± 1.1
28 Guri 1 34.0 ± 2.6 49.9 ± 1.2 2.0 ± 1.5 2.6 ± 4.6
29 Guri 2 33.5 ± 1.4 57.8 ± 2.9 1.6 ± 0.7 9.1 ± 6.2
30 Selayar 35.6 ± 2.6 51.6 ± 3.0 2.2 ± 1.0 5.3 ± 0.7
31 Dewata 36.7 ± 7.8 57.5 ± 4.2 0.7 ± 0.7 9.0 ± 5.1
Pembanding (26 s/d 31) 35.3 ± 3.3 54.0 ± 3.7 2.4 ± 1.3 6.1 ± 3.5
21

Tabel 3.7 Keragaan jumlah spikelet dan bobot 1000 biji galur gandum
introduksi dan varietas nasional di dua lingkungan.
Jumlah spikelet Bobot 1000 biji (g)
No Galur/Varietas Cisarua Malino Cisarua Malino
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
1 O/HP-12-A28-5-1 19.1 ± 0.4 16.5 ± 1.4 36.8 ± 6.0 44.5 ± 1.5
2 O/HP-78-A-29-3-3 18.2 ± 0.6 19.2 ± 2.5 37.3 ± 5.7 41.3 ± 3.8
3 O/HP-82-A-15-1-4 19.2 ± 0.5 16.9 ± 0.3 37.0 ± 3.6 42.5 ± 0.5
4 O/HP-78-A2-2-5 18.3 ± 0.9 16.5 ± 2.1 38.0 ± 2.6 42.0 ± 2.6
5 O/HP-12-A1-1-9 19.2 ± 0.5 19.0 ± 4.6 44.7 ± 13.6 44.3 ± 2.3
6 O/HP-78-A22-3-7 19.1 ± 1.3 16.7 ± 0.7 37.7 ± 3.1 42.0 ± 3.6
7 O/HP-78-A22-5-10 18.9 ± 0.3 20.1± 2.3 35.3 ± 4.2 44.0 ± 1.0
8 O/HP-6-A8-2-10 19.2 ± 0.8 17.4 ± 0.2 39.3 ± 1.5 43.5 ± 0.5
9 O/HP-22-A27-1-10 18.9 ± 1.3 17.9 ± 0.2 36.7 ± 6.1 43.3 ± 1.5
10 O/HP-93-A1-1-3 18.2 ± 0.9 16.8 ± 0.3 39.7 ± 5.1 42.3 ± 2.1
11 O/HP-14-A19-1-8 18.7 ± 0.5 16.9 ± 2.6 38.0 ± 2.0 41.3 ± 5.5
12 O/HP-12-A5-4-5 19.0 ± 1.0 17.2 ± 0.7 38.0 ± 3.6 43.0 ± 1.0
13 O/HP-12-A25-3-7 18.9 ± 0.1 17.6 ± 0.5 39.3 ± 1.2 43.0 ± 1.7
14 O/HP-82-A7-2-6 19.0 ± 0.3 17.4 ± 1.4 39.7 ± 2.1 42.8 ± 0.6
15 O/HP-49-A1-1-4 19.2 ± 0.9 18.0 ± 0.5 32.3 ± 1.5 42.3 ± 0.6
16 O/HP-78-A2-1-9 18.9 ± 0.2 15.9 ± 1.0 36.3 ± 1.2 42.7 ± 2.5
17 O/HP-14-A21-5-7 18.4 ± 0.6 16.7 ± 0.7 37.0 ± 4.0 43.5 ± 1.5
18 O/HP-14-A10-2-10 18.7 ± 0.5 16.6 ± 0.8 34.3 ± 10.5 36.0 ± 0.0
19 O/HP-78-A2-5-2 18.7 ± 0.9 16.4 ± 0.2 38.3 ± 5.5 42.7 ± 2.5
20 O/HP-12-A25-2-6 18.1 ± 0.7 16.8 ± 1.4 34.7 ± 4.5 42.7 ± 1.5
21 O/HP-14-A10-3-3 18.2 ± 0.6 17.0 ± 0.6 37.7 ± 3.5 43.7 ± 1.2
22 O/HP-82-A15-2-3 18.5 ± 07 17.1 ± 1.3 38.0 ± 2.6 43.0 ± 2.0
23 O/HP-93-A3-1-9 19.3 ± 0.3 16.5 ± 1.6 35.3 ± 6.7 43.0 ± 2.0
24 O/HP-12-A23-1-10 18.2 ± 1.2 17.8 ± 1.2 37.3 ± 5.5 40.7 ± 5.1
25 O/HP-12-A1-2-2 18.8 ± 0.5 17.3 ± 1.3 35.3 ± 1.5 42.7 ± 0.6
26 Oasis 18.7 ± 0.9 17.4 ± 2.3 40.33 ± 2.9 43.7 ± 2.1
27 HP1744 18.6 ± 0.3 18.3 ± 1.3 35.7 ± 3.8 43.0 ± 1.0
28 Guri 1 18.8 ± 1.2 16.6 ± 0.4 36.7 ± 7.6 38.0 ± 0.0
29 Guri 2 18.8 ± 0.5 19.8 ± 1.0 33.1 ± 0.1 33.7 ± 4.5
30 Selayar 18.8 ± 0.7 17.2 ± 1.0 34.3 ± 4.5 45.0 ± 2.6
31 Dewata 19.0 ± 0.7 19.2 ± 1.4 39.0 ± 2.6 35.3 ± 3.2
Pembanding (26 s/d 31) 18.8 ± 0.7 18.0 ± 1.2 36.5 ± 3.6 39.8 ± 2.2
22

Keragaan nilai tengah karakter agronomi galur gandum (Tabel 3.7)


memperlihatkan pengaruh lokasi pada peubah jumlah spikelet. Rata-rata jumlah
spikelet di dataran menengah (Cisarua) lebih banyak yaitu 18.8 dibanding dengan
jumlah spikelet di dataran tinggi (Malino) yaitu 17.3. Perbedaan lokasi
penanaman sangat mempengaruhi jumlah spikelet dari setiap galur yang
digunakan. Bobot 1000 biji juga sangat di pengaruhi lokasi penanaman sehingga
terdapat perbedaan jumlah bobot 1000 biji di dataran menengah (Cisarua) dan
didataran tinggi (Malino). Rata-rata bobot 1000 biji di Cisarua sebesar 37.4 g,
sedangkan rata-rata bobot 1000 biji di Malino sebesar 42.5. Maestri et al. (2002)
menyatakan bahwa cekaman suhu tinggi mempersingkat periode perkembangan
tanaman sehingga menghasilkan organ yang lebih sedikit.

Tabel 3.8 Potensi hasil galur gandum terbaik di dua lingkungan


Galur Cisarua (ton ha-1) Galur Malino (ton ha-1)
O/HP-6-A8-2-10 2.53 O/HP-22-A27-1-10 3.90
O/HP-78-A2-5-2 2.46 O/HP-78-A22-3-7 3.30
O/HP-14-A10-2-10 2.44 O/HP-12-A5-4-5 3.28
O/HP-93-A1-1-3 2.38 O/HP-82-A15-2-3 3.25
O/HP-12-A23-1-10 2.37 O/HP-78-A2-2-5 3.14
Oasis 2.22 Oasis 3.90
HP1744 2.07 HP1744 2.88
Guri 1 2.01 Guri 1 2.78
Guri 2 2.37 Guri 2 2.25
Selayar 2.20 Selayar 2.36
Dewata 1.90 Dewata 2.36

Tabel 3.8 memperlihatkan hasil 5 galur terbaik dari keseluruhan galur


persilangan Oasis x HP1744 untuk dataran menengah Cisarua yakni galur O/HP-
6-A8-2-10, galur O/HP-78-A2-5-2, galur O/HP-14-A10-2-10, galur O/HP-93-A1-
1-3 dan galur O/HP-12-A23-1-10 dengan hasil tertinggi terdapat pada galur /HP-
6-A8-2-10 dengan nilai 2.53. Sementara galur pada dataran tinggi terbaik yang di
dapatkan yakni O/HP-22-A27-1-10, O/HP-78-A22-3-7, O/HP-12-A5-4-5, O/HP-
82-A15-2-3, dan O/HP-78-A2-2-5 dengan hasil tertinggi terdapat pada galur
O/HP-22-A27-1-10 dengan nilai 3.90. Potensial hasil yang didapatkan di beberapa
galur terbaik memperlihatkan nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan enam varietas pembanding yang digunakan untuk di dataran menengah
Cisarua. Hal yang sama juga terjadi di lokasi Malino, namun varietas pembanding
Oasis memberikan hasil yang lebih baik di lokasi ini. Peneliti gandum di
Indonesia melaporkan bahwa penanaman gandum di dataran rendah (< 400 m dpl)
bersuhu 23 °C sampai 28 °C mengakibatkan sterilitas polen, penurunan tinggi
tanaman dan penurunan daya hasil (Natawijaya 2012).
23

Tabel 3.9 Analisis ragam gabungan pengaruh galur (G), lokasi (L) dan interaksi
G x E pada karakter agronomi di lingkungan tropika (Cisarua dan Malino)
KT Galur KT Lokasi KT Interaksi
Karakter
(G) (L) (GxE)
Vegetatif
Tinggi Tanaman (cm) 50.50** 11602.41** 15.72
Generatif
Umur berbunga (hari) 11.15** 10313.04** 9.43**
Umur panen (hari) 32.02 21098.72** 31.90
* **
Panjang malai (cm) 0.53 54.53 0.24
**
Jumlah spikelet 1.89 84.21 1.62
**
Jumlah floret 21.99 13480.52 12.69
* **
Jumlah floret hampa 25.20 34662.26 23.02
Hasil
Jumlah biji per malai 34.72 8366.97** 16.34
**
Bobot 1000 biji (g) 26.49 1062.74 12.21
-1 ** **
Potensi hasil (ton ha ) 0.44 12.40 0.57**
* = berbeda nyata pada taraf α=0.5, ** = berbeda nyata pada α=0.01

Analisis ragam gabungan galur-galur hasil persilangan gandum (Tabel 3.9)


memperlihatkan pengaruh galur dan lokasi yang sangat nyata pada peubah tinggi
tanaman, panjang malai dan jumlah floret hampa. Hal ini menunjukkan bahwa
diantara galur-galur pada lokasi yang sama terdapat perbedaan tinggi tanaman.
Peubah jumlah spikelet, jumlah floret, bobot 1000 biji, umur panen dan jumlah
biji permalai memperlihatkan pengaruh lokasi yang sangat nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan lokasi sangat mempengaruhi peubah umur panen
dan jumlah biji permalai galur gandum. Peubah umur berbunga dan hasil
memperlihatkan interaksi galur x lokasi yang sangat nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai galur berbeda antar lokasi
Nilai heritabilitas digolongkan menjadi tiga kriteria yaitu nilai heritabilitas
rendah (h2 <0.2), heritabilitas sedang (0.2<h2 <0.5), dan heritabilitas tinggi (0.5<
h2≤ 1.0). Peubah genetik galur-galur hasil persilangan gandum (Tabel 3.10 dan
3.11) memperlihatkan heritabilitas karakter agronomi di dataran tinggi Malino
terdapat enam peubah yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, yakni panjang
malai, jumlah floret hampa, jumlah biji per malai, bobot 1000 biji, dan hasil
panen. Sementara untuk peubah tinggi tanaman, umur panen, jumlah spikelet dan
jumlah floret memiliki tingkat heritabilitas yang tergolong rendah. Menurut Lopez
et al. (2012), peubah tinggi tanaman dan hasil memiliki nilai heritabilitas tinggi
pada pengujian beberapa lingkungan suhu sedang. Nilai heritabilitas di dataran
menengah Cisarua tergolong rendah, dari semua peubah, hanya umur berbunga
yang memiliki nilai heritabilitas tinggi, sementara yang lain tergolong rendah.
24

Tabel 3.10 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum introduksi di


lingkungan tropika (Malino)
Karakter σ2 g σ2 e σ2 P h2(bs)
Vegetatif
Tinggi tanaman (cm) -3.17 35.72 8.73 0
Generatif
Umur berbunga (hari) 4.66 5.93 6.64 70.21
Umur panen (hari) 3.44 53.51 21.28 16.18
Panjang malai (cm) 0.09 0.28 0.19 50.17
Jumlah spekelet 0.26 2.36 1.05 24.7
Jumlah floret 2.49 21.49 9.65 25.78
Jumlah floret hampa 7.45 20.14 14.16 52.59
Hasil
Jumlah biji permalai 6.95 19.72 13.52 51.39
Bobot 1000 biji (g) 5.13 5.89 7.09 72.32
-1
Potensi hasil (ton ha ) 0.27 0.12 0.31 86.64
σ P= ragam fenotipe, σ g= ragam genetik, σ2e
2 2 2
= ragam lingkungan, h (bs) =
heritabilitas, ragam genetik bernilai negatif dianggap 0 pada perhitungan
selanjutnya.

Tabel 3.11 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum introduksi di


lingkungan tropika (Cisarua)
Karakter σ2 g σ2 e σ2 P h2(bs)
Vegetatif
Tinggi tanaman (cm) 8.31 15.1 13.34 62.26
Generatif
Umur berbunga (hari) -0.02 0.74 0.22 0
Umur panen (hari) -0.01 0.1 0.03 0
Panjang malai (cm) 0.02 0.17 0.07 21.67
Jumlah spekelet 0.05 0.23 0.12 39.15
Jumlah floret -2.31 12.67 1.91 0
Jumlah floret hampa 0.71 6.64 2.92 24.29
Hasil
Jumlah biji permalai -1.34 14.51 3.5 0
Bobot 1000 biji (g) -2.16 23.9 5.81 0
-1
Potensi hasil (ton ha ) 0.00 0.08 0.03 3.03
σ P= ragam fenotipe, σ g= ragam genetik, σ2e
2 2 2
= ragam lingkungan, h (bs) =
heritabilitas, ragam genetik bernilai negatif dianggap 0 pada perhitungan
selanjutnya.
25

Tabel 3.12 Seleksi berdasarkan indeks sensitivitas pada galur F7 gandum


(Oasis x HP1744)
X Hasil (ton ha-1) Indeks
No Galur/Varietas Kelompok galur
Cisarua Malino sensitivitas
1 O/HP-14-A19-1-8 2.24 1.63 -1.15 Sangat toleran
2 O/HP-12-A23-1-10 2.37 1.75 -1.11 Sangat toleran
3 O/HP-14-A10-2-10 2.44 1.93 -0.89 Sangat toleran
4 O/HP-12-A25-3-7 2.07 1.89 -0.37 Sangat toleran
5 O/HP-14-A10-3-3 2.17 1.97 -0.38 Sangat toleran
6 O/HP-6-A8-2-10 2.53 2.71 0.30 Toleran
7 O/HP-78-A2-5-2 2.46 2.61 0.25 Toleran
8 O/HP-82-A7-2-6 2.00 2.26 0.55 Medium toleran
9 O/HP-12-A25-2-6 2.28 2.58 0.56 Medium toleran
10 O/HP-78-A-29-3-3 2.14 2.45 0.62 Medium toleran
11 O/HP-82-A-15-1-4 2.33 2.69 0.67 Medium toleran
12 O/HP-12-A1-2-2 2.31 2.73 0.77 Medium toleran
13 O/HP-14-A21-5-7 2.25 2.69 0.83 Medium toleran
14 O/HP-78-A2-1-9 2.14 2.65 1.03 Peka
15 O/HP-93-A1-1-3 2.38 2.95 1.03 Peka
16 O/HP-12-A1-1-9 2.33 2.96 1.15 Peka
17 O/HP-12-A28-5-1 2.08 2.68 1.23 Peka
18 O/HP-78-A22-5-10 2.16 2.83 1.31 Peka
19 O/HP-82-A15-2-3 2.25 3.25 1.71 Peka
20 O/HP-93-A3-1-9 2.10 2.95 1.71 Peka
21 O/HP-12-A5-4-5 2.29 3.28 1.86 Peka
22 O/HP-49-A1-1-4 1.92 2.89 2.14 Peka
23 O/HP-78-A2-2-5 1.94 3.14 2.61 Peka
24 O/HP-22-A27-1-10 2.29 3.90 2.98 Peka
25 O/HP-78-A22-3-7 1.92 3.30 3.05 Peka
HP1744 2.07 2.88 1.67 Peka
Tetua
Oasis 2.22 3.90 3.21 Peka
Guri 2 2.37 2.25 -0.21 Toleran
Varietas Dewata 1.91 2.36 0.99 Medium
pembanding Guri 1 2.01 2.78 1.64 Peka
Selayar 2.20 3.36 2.24 Peka

Seleksi berdasarkan indeks sensitivitas (Tabel 3.12) terhadap peubah


potensi hasil dilakukan untuk melihat kemampuan galur-galur dalam
mempertahankan daya hasil di lingkungan tercekam suhu tinggi di dataran
menengah. Terlihat bahwa galur O/HP-14-A19-1-8, O/HP-12-A23-1-10, O/HP-
14-A10-2-10, O/HP-12-A25-3-7 dan O/HP-14-A10-3-3 memiliki indeks
sensitivitas terendah karena termasuk didalam kelompok sangat toleran. Hal ini
menunjukkan bahwa galur-galur tersebut mampu beradaptasi di lingkungan yang
26

tercekam suhu tinggi. Hal yang sama juga terdapat pada galur O/HP-6-A8-2-10
dan O/HP-78-A2-5-2 yang mempunyai indeks sensitivitas yang toleran terhadap
suhu tinggi sehingga dapat beradaptasi dengan baik di dataran menengah.
Galur mulai dari O/HP-82-A7-2-6 sampai galur O/HP-14-A21-5-7
termasuk kelompok galur yang medium toleran. Galur yang termasuk didalam
kelompok ini mampu beradaptasi di lingkungan tercekam, namun adaptasinya
masih belum maksimal, cekaman suhu tinggi masih mempengaruh hasil gandum
dari galur-galur tersebut. Sedangkan yang termasuk kelompok galur yang peka
yaitu mulai dari galur O/HP-78-A2-1-9 sampai galur O/HP-78-A22-3-7. Hal ini
menunjukkan bahwa galur terrsebut sangat dipengaruhi oleh cekaman suhu tinggi
sehingga hasil gandum yang di dataran menegah (Cisarua) tergolong rendah. Hal
ini sesuai dengan penelitian Yamin (2014) yang menyatakan bahwa terdapat 4
yang terrmasuk kelompok galur yang toleran yaitu O/HP82-A15, O/HP12-A23,
O/HP78-A2 dan O/HP12-A1.

3.4 Simpulan

Terdapat pengaruh interaksi genotipe x lingkungan untuk karakter umur


berbunga dan hasil panen tetapi tidak untuk peubah lainnya. Keragaan karakter
agronomi dan hasil galur-galur gandum di Malino lebih baik dibandingkan di
Cisarua yang merupakan dataran menengah. Terdapat galur unggul yang berbeda
di Malino dengan di Cisarua.
Nilai duga heritabilitas tinggi untuk peubah umur berbunga, bobot 1000
biji, panjang malai, jumlah floret hampa, jumlah biji permalai dan hasil di
Malino, tetapi di Cisarua hanya umur berbunga yang mempunyai heritablitas
tinggi. Terdapat 7 galur yang termasuk dalam kelompok toleran karena memiliki
indeks sensitivitas rendah yakni O/HP-14-A19-1-8, O/HP-12-A23-1-10, O/HP-
14-A10-2-10, O/HP-12-A25-3-7, O/HP-14-A10-3-3, O/HP-6-A8-2-10 dan O/HP-
78-A2-5-2.
27

4 ANALISIS KANDUNGAN NUTRISI GALUR-GALUR


HARAPAN GANDUM (Triticum aestivum L.) HASIL
PERSILANGAN OASIS X HP1744

Abstract

Wheat consumption in Indonesia tends to increase every year with the


increasing population. Wheat is adapted to environment with a temperature range
of 100C - 250C. However, development of wheat in Indonesia should not use the
high-elevation areas (> 800 m asl), because it would compete with the production
of horticultural commodities. Development of wheat in Indonesia needs to be
directed at middle elevation areas (400-800 m above sea level) to low (<400 m
asl). The objective of this research is to study the effect G X E of elevation on
the performance of agronomic characters wheat lines in high and middle
elevation areas. The research was conducted at two different locations namely in
agricultural land Cilember Village, District Cisarua, Bogor Regency with the
elevation of ± 600 meters above sea level as the middle elevation and in farmer
field in Malino, South Sulawesi with the elevation of ± 1600 masl. The genetic
material used in this study were 25 advanced lines resulted from a cross of Oasis
x HP1744, four national wheat varieties namely Guri 1, Guri 2, Selayar, Dewata,
and two parental lines Oasis and HP1744. The experiment in each location use
RCBD with three replications where lines as fixed factor and the location of a
random factor. Data were analyzed using SAS software version 9.0. The wheat
lines preformed better in Malino, with seed yield per plant of 43.46 g, the weight
of 1000 seeds of 42.5 g and with a potential yield at 3.90 ton/ha for the line O /
HP-22-A27-1-10. There were significant9 G X E effects for flowering dates and
yield of wheat lines under two elevations.

Keywords: high elevation, heritability, wheat advance lines.

Abstrak
Gandum merupakan sumber bahan pangan yang sangat penting. Pemuliaan
tanaman gandum di Indonesia masih terus dilakukan, mengingat bahwa gandum
merupakan tanaman subtropis yang harus beradaptasi dengan iklim yang ada di
Indonesia. Tanaman gandum merupakan bahan utama dalam pembuatan tepung
gandum. Kandungan zat didalam gandum, diketahui dari banyak peneltian bahwa
gandum amat banyak kaya vitamin, mineral dan serat yang terdapat didalamnya.
Jenis pangan in memiliki kandungan beragam senyawa fitokimia yakni senyawa
kimia yang mempunyai dampak positif bagi kesehatan. Kualitas tepung gandum
dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu, kadar lemak dan beberapa peubah fisik
lainnya, seperti penyerapan air dan stabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi menegenai tingkat kandungan protein, karbohidrat, kadar
abu dan kadar lemak gandum hasil persilangan Oasis x HP1744 di dataran tinggi
dan menengah. Pengujian analisis kandungan dilaksanakan di laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Materi genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 galur hasil
28

persilangan Oasis x HP1744 dan empat varietas unggul nasional yakni Guri 1,
Guri 2, Selayar dan Dewata serta dua galur introduksi Oasis dan HP1744 sebagai
tetua sebagai pembanding. Metode yang digunakan untuk menghitung kadar abu
(metode gavimetri), lemak (metode soxhlet), kadar protein (metode biuret) dan
karbohidrat total (metode anthrone). Data dianalisis menggunakan software SAS
versi 9.0. Terdapat interaksi galur x lokasi pada peubah kandungan protein dan
lemak. Kandungan protein di dataran menengah (Cisarua) lebih tinggi dibanding
dataran tinggi (Malino). Tingkat perubahan kandungan protein terbesar terlihat
pada galur O/HP-12-A28-5-1 dengan nilai 47.28%. Galur dengan perubahan
protein yang rendah pada kedua lingkungan, diantaranya O/HP-12-A5-4-5 dengan
nilai 7.26% dan O/HP-93-A3-1-9 sebesar 9.94%.

Kata kunci: Galur, heritabilitas, dataran tinggi.

4.1 Pendahuluan

Tanaman gandum merupakan bahan utama dalam pembuatan tepung


gandum. Tanaman gandum masih jarang ditemukan di Indonesia karena kondisi
lingkungan fisik di Indonesia tidak cocok untuk tanaman gandum yang
merupakan tanaman subtropis sehingga setiap tahun jumlah impor gandum terus
meningkat seiring meningkatnya konsumsi gandum sehingga menjadikan nilai
impor yang terus meningkat.
Tepung gandum utuh mulai dikenal oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia karena dinilai lebih kaya gizinya daripada tepung terigu. Tepung
gandum utuh diperoleh dari hasil penepungan semua bagian gandum, yaitu bran,
germ dan endosperm. Gandum yang selama ini dinilai tidak dapat tumbuh di
Indonesia, sudah berhasil ditanam dan dibudidayakan. Semakin berkembangnya
budidaya tanaman gandum maka membuka potensi pengembangan produk pangan
berbasis tepung gandum utuh lokal tersebut. Ciri khas tepung gandum adalah
mengandung gluten, yaitu protein yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat
elastis seperti karet. Tepung gandum mempunyai peranan penting dalam
pembentukan struktur, sebagai sumber protein dan sumber karbohidrat. Protein
tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie dan roti harus dalam jumlah
yang cukup tinggi agar mie yang dihasilkan elastis dan tahan terhadap penarikan
sewaktu proses produksinya (Astawan 2004; Rustadi 2011).
Kandungan zat didalam gandum, diketahui dari banyak peneltian bahwa
gandum amat banyak kaya vitamin, mineral dan serat yang terdapa didalamnya.
Jenis pangan ini memiliki kandungan beragam senyawa fitokimia yakni senyawa
kimia yang mempunyai dampak positif bagi kesehatan. Gandum memiliki
kandungan mineral berupa fosfor (2370 ± 333 mg.kg-1); natriun (102 ± 52
mg.kg-1); kalium (4363 ± 368 mg.kg-1); kalsium (351 ± 62 mg.kg-1); magnesium
(1163 ± 155 mg.kg-1); besi (40.0 ± 5.5 mg.kg-1); tembaga (2.68 ± 0.93 mg.kg-1);
seng (32.1 ± 2.9 mg.kg-1); mangan (22.1 ± 3.5 mg.kg-1); dan selenium (67,7 ±
40.4 µg.kg-1) (Rodriguez et al. 2011).
Kualitas tepung gandum dipengaruhi kadar abu, kadar lemak dan beberapa
peubah fisik lainnya, seperti water absorption, development time dan stability. Uji
kandungan ini dianggap perlu dilakukan, agar dapat mengetahui tingkat
kandungan protein, karbohidrat, kadar abu dan kadar lemak yang terdapat di 25
29

galur biji gandum hasil persilangan Oasis x HP1744 dengan 4 varietas unggul
nasional yakni Guri 1, Guri 2, Selayar dan Dewata serta dua galur introduksi
Oasis dan HP1744 sebagai tetua sebagai pembanding.

4.2 Metode Penelitian


4.2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 hingga Februari
2016. Pengujian analisis kandungan dilaksanakan di laboratorium Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB
4.2.2 Bahan Genetik
Materi genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 galur hasil
persilangan Oasis x HP1744 dan empat varietas unggul nasional yakni Guri 1,
Guri 2, Selayar dan Dewata serta dua galur introduksi Oasis dan HP1744 sebagai
pembanding.
4.2.3 Prosedur Percobaan
4.2.3.1 Kadar Abu (Metode gavimetri)
Cawan porselin dikeringkan pada temperatur 600°C selama 30 menit,
didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang. Kira-kira 2 gram bubuk
gandum dimasukkan ke dalam cawan porselin. Cawan dan isinya dipanaskan
dengan nyala bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam
tanur listrik dengan temperatur 600°C selama 30 menit. Setelah didinginkan
dalam eksikator, cawan dan isinya ditimbang. Pekerjaan dilakukan rangkap 3
(triplo).
4.2.3.2 Lemak (Metode soxhlet)
Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang sebanyak 5-15 g,
dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring
berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai
dengan kondensor. Pelarut petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak lalu
direfluks selama minimal 5 jam. Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan
dengan dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang.
4.2.3.3 Kadar Protein (Metode biuret)
Pereaksi biuret dibuat dengan melarutkan 0.15 g CuSO4, 5H2O dan 0,6
NaKTartart dalam labu ukur 50 mL. Kemudian larutan ditambah 30 ml NaOH
10% dan digenapkan dengan aquades dalam labu ukur 100 ml. Kurva standar
dibuat dengan cara, disiapkan larutan protein biuret bovine serum albumin (BSA)
dengan konsentrasi 10 mg.ml-1. Larutan protein tersebut disiapkan dengan cara
meningkatkan konsentrasinya yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 mg.ml-1 dalam 1 ml.
Larutan diaduk hingga bercampur dan dihomogenisasi selama 30 menit pada suhu
ruang. Resapan masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 550 nm. 5 Gram sampel dilarutkan dalam 15 ml akuades dan
di shacker selama 15 menit. 5 ml supernatant diambil dan ditambah 1 ml NaOH 1
M dan dipanaskan dengan penangas air suhu 90 0C. Larutan didinginkan suhu
ruang dan ambil 1 ml dalam tabung reaksi lalu ditambah 4 ml pereaksi biuret dan
30

diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur dengan


spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

4.2.3.4 Karbohidat Total (Metode anthrone)


Hidrolisis karbohidrat dengan asam
Sebanyak 3 g dicuci dengan menggunakan 30 mL etanol 80% secara
maserasi untuk menghilangkan gula-gula sederhana pada suhu kamar selama 15
menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 50 0C
selama 6 jam. Sebanyak 0.5 g sampel yang telah dihaluskan ditimbang dan
dimasukkan kedalam Erlenmeyer 300 mL. Ditambahkan aquades sebanyak 25 mL
dan 5 mL HCl 25%. Erlenmeyer ditutup, lalu dipanaskan diatas penangas air suhu
100 0C selama 2.5 jam untuk menghidrolisis terigu. Setelah didinginkan, larutas
hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25% dan diencerkan sampai
volume 100 mL setelah itu dihomogenisasi serta disaring untuk kemudian disebut
larutan stok.
Penentuan total karbohidrat
Disiapkan larutan pereaksi Anthrone 0.1% dengan melarutkan 0.1 g bubuk
Anthrone dalam 100 ml asam sulfat pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum
digunakan. Dari larutan tersebut, sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung
reaksi tertutup, lalu ditambahkan dengan 5 ml pereaksi Anthrone. Kurva standar
dibuat dengan mengganti sampel dengan larutan glukosa murni 0,2 mg.ml-1
sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 ml yang masing-masing kemudian
ditepatkan menjadi 1 ml dengan aquades. Tabung ditutup kemudian diinkubasi
dalam penangas air pada suhu 1000C selama 12 menit. Larutan segera didinginkan
dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 630 nm. Kadar karbohidrat sampel ditentukan berdasarkan
kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi
larutan glukosa murni.
4.2.4 Peubah pengamatan
1. Tingkat kandungan kadar abu (%)
2. Tingkat kandungan kadar lemak (%)
3. Tingkat kandungan protein (%)
4. Tingkat kandungan karbohidrat (%)

4.2.5 Analisis Data


Data dianalisis menggunakan software SAS versi 9.0 dengan tahapan
analisis ragam pada masing-masing lokasi menggunakan sidik ragam dengan uji F
pada taraf uji 5%. Apabila hasil pengujian menunjukkan pengaruh nyata dari
perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada α = 0.05. Selanjutnya dilakukan analisis ragam
gabungan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh lokasi percobaan dengan persamaan (Sigh &
Chaudhary 1979, Gomez & Gomez 1995).
31

Tabel 4.1 Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi gandum
introduksi pada masing-masing lokasi.
Sumber keragaman Db KT KT harapan
Ulangan r-1
Galur g-1 KT1 σ2 + rσ2g
Galat (g-1) (r-1) KT2 σ2
r = banyaknya ulangan, g = banyaknya galur, σ2g = ragam galur, σ2 = ragam galat
Analisis ragam gabungan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh lokasi percobaan
dengan persamaan (Sigh & Chaudhary 1979, Gomez & Gomez 1995):

Yij = μ + Gi + Kj + Lk+ (GL)ik + εijk

Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan genotipe ke-i ulangan ke-j lokasi ke-k
μ = nilai rataan umum peubah yang diamati
Gi = pengaruh genotipe ke-i
Kj = pengaruh ulangan ke-j
Lk = pengaruh lokasi ke-k
(GL)ik = pengaruh interaksi genotipe ke-i lokasi ke-k
εijk = pengaruh galat percobaan genotipe ke-i ulangan ke-j lokasi ke-k
Tabel 4.2 Analisis ragam gabungan
SK DB KT E(KT)
Lokasi (L) l-1 M5 σ + rσ gl + gσ2r/l + rg σ2l
2 2

Ulangan/Lokasi l(r-1) M4 σ2 + gσ2r/l


Genotipe (G) g-1 M3 σ2 + rσ2gl + lrσ2g
GxL (g-1)(l-1) M2 σ2 + rσ2gl
Galat l(r-1)(g-1) M1 σ2
r = banyaknya ulangan, l = lokasi, g = banyaknya genotipe, σ2g = ragam genotipe,
σ2gl = ragam interaksi, σ2 = ragam galat

Menurut Halluer dan Miranda (1995), ragam fenotipik (σ2P), ragam genotipik
(σ2G), ragam lingkungan (σ2E), dan ragam interaksi (σ2GxE) dihitung sebagai
berikut:
σ2 P = σ2G + σ2GxE + σ2E
2
σG = (M3 – M2) / rl
2
σ GxE = (M2 – M1) / r
σ2 E = M1/rl
32

Menurut Stanfield (1983), nilai duga heritabilitas dan kriterianya dihitung


menggunakan rumus :
σ2 G
2
h (bs) = x 100%
σ2

Kriteria nilai heritabilitas :


h2(bs) > 0.5 : heritabilitas tinggi
0.2 ≥ h2(bs) ≥ 0.5 : heritabilitas sedang
2
h (bs) < 0.2 : heritabilitas rendah

4.3 Hasil dan Pembahasan


Keragaan galur-galur hasil persilangan gandum (Tabel 4.3)
memperlihatkan adanya interaksi galur x lokasi yang sangat nyata terhadap
kandungan lemak. Terdapat perbedaan kandungan lemak dari galur-galur di
dataran tinggi dan dataran rendah. Galur dari Malino ke Cisarua mengalami
penurunan kandungan lemak sebanyak 13 galur, kandungan lemak tetap sebanyak
5 galur dan galur yang mengalami kenaikan kandungan lemak sebanyak 6 galur.
Terdapat perubahan rangking tingkat kandungan di Cisarua dan Malino, yang
menunjukkan bentuk interaksi kualitatif. Kandungan lemak galur O/HP-12-A1-1-
9 di Cisarua sebesar 2.17% namun di Malino hanya 1.40%. Di Malino, galur
O/HP-78-A22-5-10 memiliki nilai sebesar 2.03% namun di Cisarua hanya 1.55%.
Kandungan karbohidrat galur-galur gandum hasil persilangan memperlihatkan
adanya pengaruh lokasi yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa peubah tersebut
dipengaruhi oleh perbedaan lokasi penanaman. Kandungan karbohidrat di Malino
lebih tinggi dibanding kandungan karbohidrat di Cisarua.
Keragaan karakter agronomi galur-galur gandum (Tabel 4.4)
memperlihatkan tidak ada pengaruh yang nyata pada pegujian kandungan kadar
abu di dua lokasi yang digunakan. Untuk kandungan protein terlihat adanya
pengaruh interaksi galur x lokasi. Keragaan galur di kedua lokasi berbeda,
sehingga mempengaruhi tingkat kandungan protein di setiap galur. Tingkat
perubahan kandungan protein terbesar terlihat pada galur O/HP-78-A-29-3-3
dengan nilai 48.8%. Galur gandum yang diharapkan adalah galur-galur yang
menunjukkan perubahan protein yang rendah pada kedua lingkungan, diantaranya
O/HP-12-A5-4-5 dengan nilai 7.5% dan O/HP-93-A3-1-9 sebesar 9.8%. Douglas
et al. (2001) menyatakan bahwa protein secara signifikan berkorelasi terhadap
faktor lingkungan, demikian pula kandungan karbohidrat. Suhu tinggi setelah
berbunga mengurangi kadar pati dan memiliki pengaruh yang signifikan pada
distribusi ukuran granula pati dalam kernel gandum (Panozzo & Eagles 1998;
Viswanathan & Khanna-chopra 2001; Chinnusamy & Khanna-Chopra 2003;
Hurkman et al. 2003; Zhao et al. 2008). Biji gandum yang mempunyai kadar
protein tinggi memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan biji gandum
yang mengandung kadar protein lebih rendah, tidak hanya ukuran granul pati,
tetapi juga komponen protein sangat sensitif terhadap kondisi cuaca ekstrim (Zhao
et al. 2009). Perbedaan kandungan kadar protein diduga disebabkan oleh
perubahan suhu menjelang biji gandum menjadi tua, sehingga perkembagan
pembentukan biji terganggu. Dengan demikian, porsi protein yang sudah
terbentuk sejak awal perkembangan biji menjadi besar dibandingkan dengan jika
33

biji gandum berkembang secara sempurna. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa sampel biji gandum yang mengandung protein tinggi ukurannya kecil dan
agak mengkerut. Hal itu ditunjukkan oleh Zhao et al. (2009) bahwa komponen
protein sangat peka terhadap kekeringan selama pengisian biji gandum.
Tabel 4.3 Kandungan lemak dan karbohidrat galur-galur gandum introduksi hasil
persilangan dan varietas nasional di dua lingkungan.
Lemak(%) Karbohidrat(%)
No Galur/Varietas Cisarua Malino Cisarua Malino
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
1 O/HP-12-A28-5-1 1.7 ± 0.3 1.7 ± 0.0 68.4 ± 0.6 77.1 ± 0.4
2 O/HP-78-A-29-3-3 1.7 ± 0.0 2.0 ± 0.3 68.1 ± 0.6 77.0 ± 0.1
3 O/HP-82-A-15-1-4 1.8 ± 0.1 1.7 ± 0.1 70.2 ± 0.4 76.5 ± 0.4
4 O/HP-78-A2-2-5 1.8 ± 0.0 1.5 ± 0.1 68.6 ± 0.2 76.4 ± 0.6
5 O/HP-12-A1-1-9 2.2 ± 0.0 1.4 ± 0.1 69.0 ± 0.6 76.6 ± 0.1
6 O/HP-78-A22-3-7 1.8 ± 0.0 1.4 ± 0.1 70.4 ± 0.5 76.5 ± 0.2
7 O/HP-78-A22-5-10 1.6 ± 0.0 2.0 ± 0.2 71.6 ± 0.3 74.2 ± 0.6
8 O/HP-6-A8-2-10 1.6 ± 0.1 1.9 ± 0.1 68.5 ± 0.5 74.4 ± 0.7
9 O/HP-22-A27-1-10 1.5 ± 0.1 1.8 ± 0.1 69.8 ± 0.7 76.0 ± 1.9
10 O/HP-93-A1-1-3 1.1 ± 0.0 1.5 ± 0.1 69.8 ± 0.3 77.1 ± 0.4
11 O/HP-14-A19-1-8 1.2 ± 0.1 1.2 ± 0.0 68.9 ± 0.3 75.7 ± 0.3
12 O/HP-12-A5-4-5 1.5 ± 0.0 1.4 ± 0.1 68.2 ± 4.6 72.4 ± 5.8
13 O/HP-12-A25-3-7 1.5 ± 0.0 2.1 ± 0.2 68.1 ± 0.3 74.9 ± 0.3
14 O/HP-82-A7-2-6 1.1 ± 0.1 1.9 ± 0.0 70.5 ± 0.0 75.5 ± 0.0
15 O/HP-49-A1-1-4 1.0 ± 0.1 1.9 ± 0.0 71.9 ± 0.4 76.0 ± 0.4
16 O/HP-78-A2-1-9 1.4 ± 0.0 1.7 ± 0.0 70.4 ± 0.1 75.8 ± 0.1
17 O/HP-14-A21-5-7 1.5 ± 0.1 1.6 ± 0.1 70.3 ± 0.7 75.4 ± 0.6
18 O/HP-14-A10-2-10 1.3 ± 0.0 1.5 ± 0.0 69.4 ± 0.7 75.4 ± 0.1
19 O/HP-78-A2-5-2 1.1 ± 0.0 1.8 ± 0.0 71.0 ± 0.4 75.0 ± 0.0
20 O/HP-12-A25-2-6 1.2 ± 0.1 1.9 ± 0.0 69.8 ± 0.3 74.8 ± 0.1
21 O/HP-14-A10-3-3 1.8 ± 0.1 1.3 ± 0.0 69.6 ± 0.2 75.0 ± 0.1
22 O/HP-82-A15-2-3 1.4 ± 0.1 1.6 ± 0.0 70.4 ± 0.3 74.6 ± 0.2
23 O/HP-93-A3-1-9 1.5 ± 0.0 1.5 ± 0.1 73.0 ± 1.0 74.9 ± 0.3
24 O/HP-12-A23-1-10 1.3 ± 0.1 1.4 ± 0.0 71.5 ± 0.0 74.9 ± 0.5
25 O/HP-12-A1-2-2 1.7 ± 0.0 1.3 ± 0.1 70.1 ± 0.2 74.2 ± 0.1
26 Guri 1 1.4 ± 0.0 1.7 ± 0.0 70.0 ± 0.5 73.3 ± 0.2
27 Guri 2 1.4 ± 0.0 1.7 ± 0.0 68.8 ± 0.3 73.0 ± 0.2
28 Selayar 1.9 ± 0.0 1.6 ± 0.1 71.3 ± 0.5 74.0 ± 0.2
29 Dewata 1.7 ± 0.1 1.8 ± 0.0 70.2 ± 0.5 73.6 ± 0.1
30 Oasis 1.4 ± 0.2 1.7 ± 0.0 71.8 ± 0.6 74.1 ± 0.1
31 HP1744 1.5 ± 0/3 1.6 ± 0.0 69.2 ± 0.5 73.7 ± 0.1
Pembanding (26 s/d 31) 1.6 ± 0.2 1.7 ± 0.1 70.2 ± 1.1 73.6 ± 0.4
34

Tabel 4.4 Kadar abu dan protein galur-galur gandum introduksi hasil persilangan
dan varietas nasional di dua lingkungan.
Kadar abu (%) Protein(%) %
Cisarua Malino Malino Perubahan
No Galur/Varietas Cisarua
kandungan
± SD ± SD ± SD ± SD protein
1 O/HP-12-A28-5-1 1.91 ± 0.02 1.37 ± 0.38 16.7 ± 0.2 8.6 ± 0.0 48.5
2 O/HP-78-A-29-3-3 1.64 ± 0.04 1.14 ± 0.07 16.4 ± 0.1 8.4 ± 0.2 48.8
3 O/HP-82-A-15-1-4 1.79 ± 0.03 1.14 ± 0.04 15.0 ± 0.6 9.3 ± 0.3 38.0
4 O/HP-78-A2-2-5 1.59 ± 0.02 1.11 ± 0.07 16.2 ± 0.2 9.4 ± 0.3 42.0
5 O/HP-12-A1-1-9 1.78 ± 0.10 1.15 ± 0.02 15.4 ± 0.2 9.7 ± 0.1 37.0
6 O/HP-78-A22-3-7 1.67 ± 0.08 1.13 ± 0.01 14.7 ± 0.2 9.4 ± 0.2 36.1
7 O/HP-78-A22-5-10 1.84 ± 0.07 1.27 ± 0.06 14.3 ± 0.4 11.3 ± 0.2 21.0
8 O/HP-6-A8-2-10 1.78 ± 0.01 1.22 ± 0.04 16.4 ± 0.2 11.2 ± 0.1 31.7
9 O/HP-22-A27-1-10 1.76 ± 0.11 1.17 ± 0.03 16.1 ± 0.1 10.0 ± 1.7 37.9
10 O/HP-93-A1-1-3 1.69 ± 0.03 1.16 ± 0.05 15.7 ± 0.2 9.1 ± 0.2 42.0
11 O/HP-14-A19-1-8 1.76 ± 0.02 1.20 ± 0.03 14.9 ± 0.1 11.0 ± 0.3 26.2
12 O/HP-12-A5-4-5 4.06 ± 4.27 1.54 ± 0.02 14.6 ± 0.2 13.5 ± 5.6 7.5
13 O/HP-12-A25-3-7 1.66 ± 0.03 1.25 ± 0.01 15.5 ± 0.2 10.4 ± 0.3 32.9
14 O/HP-82-A7-2-6 1.69 ± 0.03 1.17 ± 0.01 14.9 ± 0.1 9.7 ± 0.2 34.9
15 O/HP-49-A1-1-4 1.69 ± 0.04 1.08 ± 0.02 13.4 ± 0.1 9.3 ± 0.3 30.6
16 O/HP-78-A2-1-9 1.85 ± 0.02 1.22 ± 0.01 14.4 ± 0.1 10.2 ± 0.0 29.2
17 O/HP-14-A21-5-7 1.83 ± 0.07 1.11 ± 0.03 14.1 ± 0.5 11.2 ± 0.0 20.6
18 O/HP-14-A10-2-10 1.87 ± 0.03 1.32 ± 0.02 14.8 ± 0.2 10.4 ± 0.1 29.7
19 O/HP-78-A2-5-2 1.67 ± 0.06 1.17 ± 0.02 14.7 ± 0.1 10.4± 0.1 29.3
20 O/HP-12-A25-2-6 1.66 ± 0.04 1.23 ± 0.02 14.8 ± 0.0 11.9 ± 0.1 19.6
21 O/HP-14-A10-3-3 1.94 ± 0.05 1.07 ± 0.04 13.4 ± 0.0 11.3 ± 0.0 15.7
22 O/HP-82-A15-2-3 1.82 ± 0.07 1.16 ± 0.03 13.7 ± 0.1 11.9 ± 0.1 13.1
23 O/HP-93-A3-1-9 1.61 ± 0.29 1.16 ± 0.01 13.3 ± 0.3 12.0 ± 0.0 9.8
24 O/HP-12-A23-1-10 2.27 ± 0.07 1.27 ± 0.02 14.4 ± 0.1 11.6 ± 0.0 19.4
25 O/HP-12-A1-2-2 1.66 ± 0.03 1.15 ± 0.03 15.1 ± 0.2 11.8 ± 0.1 21.9
26 Guri 1 1.84 ± 0.10 1.61 ± 0.04 15.3 ± 0.6 11.7 ± 0.0 23.5
27 Guri 2 1.94 ± 0.03 1.87 ± 0.03 16.6 ± 0.2 11.9 ± 0.1 28.3
28 Selayar 1.78 ± 0.10 1.79 ± 0.08 13.6 ± 0.2 11.3 ± 0.0 16.9
29 Dewata 1.96 ± 0.06 1.65 ± 0.03 14.8 ± 0.2 11.4 ± 0.2 23.0
30 Oasis 2.00 ± 0.05 1.85 ± 0.03 13.5 ± 0.5 11.3 ± 0.1 16.3
31 HP1744 1.97 ± 0.08 1.46 ± 0.02 16.1 ± 0.1 11.3 ± 0.1 29.8
Pembanding (26 s/d 31) 1.90 ± 0.0 1.7 ± 0.0 15.0 ± 1.3 11.5 ± 0.3 23.0
35

Tabel 4.5 Analisis ragam gabungan pengaruh galur (G), lokasi (L) dan interaksi
G x E galur-galur hasil persilangan gandum introduksi dan varietas
nasional di dua lingkungan.
Peubah KT Galur (G) KT Lokasi (L) KT Interaksi (GxE)
**
Karbohidrat (%) 4.15 1239.93 5.23
**
Kadar protein (%) 2.34 829.16 4.93**
Kadar lemak (%) 0.14 0.85 0.22**
Kadar abu (%) 0.47 15.15 0.26
* = berbeda nyata pada α=0.5, ** = berbeda nyata pada α=0.01
Lokasi memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan lokasi sangat mempengaruhi tingkat kandungan karbohidrat.
Kadar protein dan lemak dipengaruh sangat nyata oleh interaksi galur x lokasi.
Hal ini menunjukkan bahwa keragaan galur dan kedua lokasi berbeda. Stres suhu
tinggi memiliki pengaruh yang lebih besar pada akumulasi pati dalam fase tengah
daripada di fase awal dalam pengisian biji gandum (Yan et al., 2008). Kandungan
protein bervariasi disebabkan galur gandum yang berbeda terutama pada galur dan
kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Kondisi lingkungan selama penanaman
gandum mempengaruhi akumulasi protein dalam mengembangkan garnel
gandum. Kadar protein dan kualitas protein tergantung pada kondisi iklim yang
sesuai pada tahap-tahap pertumbuhan yang berbeda (Mueen, ud-Din, et al., 2007).
Kandungan kadar abu memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata pada galur,
lokasi maupun interaksi galur x lokasi. Itu menandakan bahwa kandungan kadar
abu yang ada di setiap galur tidak dipengaruhi oleh perbedaan galur dan lokasi
penanaman yang digunakan.
Tabel 4.6 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum di dataran tinggi
(Malino)
Parameter σ2 G σ2 E σ2 P h2(bs)
Karbohidrat 1.14 1.19 1.54 0.74
Kadar protein 1.05 1.09 1.42 0.74
Kadar abu 0.05 0.005 0.05 0.96
Kadar lemak 0.04 0.007 0.04 0.94
σ2G = ragam genetik, σ2E = ragam lingkungan, σ2P = ragam fenotipe h2(bs) =
heritabilitas arti luas.
Tabel 4.7 Parameter genetik karakter agronomi galur gandum di dataran
menengah (Cisarua)
Paameter σ2 G σ2 E σ2 P h2(bs)
Karbohidrat 1.35 0.69 1.58 0.85
Kadar protein 0.98 0.05 1.00 0.98
Kadar abu 0.00 0.58 0.18 0.00
Kadar lemak 0.07 0.008 0.07 0.96
σ2G = ragam genetik, σ2E = 2
ragam lingkungan, σ P = ragam fenotipe h2(bs) =
heritabilitas arti luas.
36

Nilai heritabilitas digolongkan menjadi tiga kriteria yaitu heritabilitas


rendah (h2 <0.2), heritabilitas sedang (0.2<h2<0.5), dan heritabilitas tinggi (0.5<
h2≤1.0). Peubah genetik galur-galur hasil persilangan gandum (Tabel 4.6)
memperlihatkan heritabilitas di dataran tinggi (Malino) tergolong rendah di semua
peubah pengujian kandungan yang digunakan. Hal yang sama juga terjadi di
dataran menengah (Cisarua). Karakter dengan nilai heritabilitas rendah-sedang
diduga terjadi karena tingginya cekaman lingkungan selama pertumbuhan
tanaman sehingga karakter tersebut tidak dapat memunculkan potensi genetiknya
secara optimum (Nur et al. 2014).

4.4 Simpulan
Terdapat pengaruh interaksi genotipe x lingkungan untuk kandungan
kadar protein dan kadar lemak, tetapi tidak untuk karakter lainnya. Nilai duga
heritabilitas untuk karakter kandungan protein, lemak di dataran menegah
(Cisarua) dan dataran tinggi (Malino) tergolong rendah. Tingkat perubahan
kandungan protein terbesar terlihat pada galur O/HP-12-A28-5-1 dengan nilai
47.28%. Galur gandum yang diharapkan adalah galur-galur yang menunjukkan
perubahan protein yang rendah pada kedua lingkungan, diantaranya O/HP-12-A5-
4-5 dengan nilai 7.26% dan O/HP-93-A3-1-9 sebesar 9.94%
37

5 PEMBAHASAN UMUM
Gandum merupakan jenis tanaman pangan subtropis yang perlu
diadaptasikan dengan iklim Indonesia. Sejauh ini, penanaman gandum hanya
dilakukan di dataran tinggi (>1000 m dpl), namun ini akan menjadi permasalahan
jika hal ini di lakukan secara terus-menerus, persaingan dengan tanaman
hortikultura akan terjadi, sehingga penanaman gandum harus diarahkan ke daerah
yang berelevasi menengah-rendah (< 600 m dpl).
Perakitan varietas gandum toleran suhu tinggi telah dilakukan sehingga
telah diperoleh galur-galur gandum yang siap diuji daya hasil dan kemampuan
adaptasinya di agroekosistem Indonesia. Natawijaya (2012) telah melakukan
persilangan terhadap Oasis x HP1744. Pemilihan genotipe sebagai tetua
persilangan dilakukan berdasarkan informasi keragaan dan indeks sensitivitas
genotipe terhadap cekaman suhu tinggi. Segregan F3 dan F4 hasil persilangan
kemudian diseleksi oleh Yamin (2014) dengan pendekatan molekuler dan berhasil
mengidentifikasi galur O/HP93-A3 sebagai galur toleran suhu tinggi. Seleksi
galur-galur F5 dan F6 gandum hasil persilangan Oasis x HP1744 pada dua
agroekosistem dilakukan oleh Mardiana (2015) untuk mendapatkan galur untuk
mendapatkan keragaan daya hasil yang baik di dua lingkungan yang digunakan.
Keragaan karakter agronomi galur-galur gandum memperlihatkan
pengaruh yang nyata pada galur dan lokasi pada peubah tinggi tanaman (cm),
umur berbunga (hari), panjang malai (cm) dan jumlah floret hampa. Galur-galur
di lokasi yang sama memiliki perbedaan di setiap peubah pengamatan. Pengaruh
lokasi yang nyata terlihat pada peubah umur panen (hari), jumlah spikelet, jumlah
floret, jumlah biji permalai dan bobot 1000 biji. Lokasi penanaman gandum
sangat mempengaruhi peubah tersebut sehingga terdapat perbedaan yang
signifikan pada dua lokasi yang digunakan. Interaksi galur x lokasi sangat
berpengaruh terhadap peubah umur berbunga (hari) dan potensi hasil (ton ha-1).
Hal ini menunjukkan bahwa keragaan galur di kedua lokasi berbeda sehingga
mempengaruhi peubah umur berbunga dan potensi hasi galur gandum.
Heritabilitas peubah agronomi di dataran tinggi Malino terdapat 6 peubah
yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, yakni panjang malai (cm), jumlah
floret hampa, jumlah biji per malai, bobot 1000 biji (g), dan hasil panen (ton ha-1).
Sementara untuk peubah tinggi tanaman (cm), umur panen (hari), jumlah spikelet
dan jumlah floret memiliki tingkat heritabilitas yang tergolong rendah. Seleksi
berdasarkan indeks sensitivitas terhadap peubah potensi hasil dilakukan untuk
melihat kemampuan galur-galur dalam mempertahankan daya hasil di lingkungan
tercekam suhu tinggi di dataran menengah. Terlihat bahwa galur O/HP-14-A19-1-
8, O/HP-12-A23-1-10, O/HP-14-A10-2-10, O/HP-12-A25-3-7, O/HP-14-A10-3-
3, O/HP-6-A8-2-10 dan O/HP-78-A2-5-2 memiliki indeks sensitivitas terendah
karena termasuk didalam kelompok toleran. Galur mulai dari O/HP-82-A7-2-6
sampai galur O/HP-14-A21-5-7 termasuk kelompok galur yang medium toleran
sedangkan yang termasuk kelompok galur yang peka/sensitif mulai dari galur
O/HP-78-A2-1-9 sampai galur O/HP-78-A22-3-7. Galur-galur F6 yang memiliki
indeks sensitivitas lebih rendah daripada kedua tetua menunjukkan bahwa galur-
galur tersebut mampu mempertahankan daya hasil pada kondisi tercekam suhu
tinggi di dataran menengah.
38

Tanaman gandum merupakan bahan utama dalam pembuatan tepung


gandum. Kualitas tepung gandum dipengaruhi oleh kadar air, kadar abu, kadar
lemak dan beberapa peubah fisik lainnya. Pengujian proksimat populasi F7
dilakukan untuk mengetahui kandungan protein, karbohidrat, kadar abu dan kadar
lemak yang terdapat pada galur-galur gandum hasil persilangan Oasis x HP1744.
Dari 25 galur hasil persilangan, tingkat kandungan protein dan lemak
sangat di pengaruhi oleh interaksi galur x lokasi penanaman. Keragaan setiap
galur dan lokasi terlihat berbeda. Peubah kandungan karbohidrat sangat di
pengaruhi oleh lokasi. Perbedaan lokasi sangat menentukan tingkat kandungan
karbohidrat sehingga terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap galur di
lokasi yang berbeda. Peubah kadar abu tidak berpengaruh terhadap galur, lokasi
maupun interaksi galur x lokasi penanaman yang digunakan. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kandungan kadar abu tidak dipengaruhi oleh perbedaan galur dan
lokasi penanaman. Hasil pengujian kandungan protein, karbohidrat, kadar abu dan
kadar lemak memperlihatkan tingkat heritabilitas yang tergolong rendah baik itu
di dataran menengah maupun di dataran tinggi.
39

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Terdapat pengaruh interaksi genotipe x lingkungan untuk peubah umur


berbunga dan hasil panen tetapi tidak untuk karakter lainnya.
2. Keragaan peubah agronomi dan hasil galur-galur gandum di Malino lebih
baik dibandingkan di Cisarua yang merupakan dataran menengah.
3. Terdapat galur unggul yang berbeda di Malino dengan di Cisarua.
4. Nilai duga heritabilitas tinggi untuk peubah umur berbunga, bobot 1000
biji , panjang malai, jumlah floret hampa, jumlah biji permalai dan hasil di
Malino, tetapi di Cisarua hanya umur berbunga yang mempunyai
heritablitas tinggi.
5. Terdapat 7 galur yang termasuk dalam kelompok toleran karena memiliki
indeks sensitivitas rendah yakni O/HP-14-A19-1-8, O/HP-12-A23-1-10,
O/HP-14-A10-2-10, O/HP-12-A25-3-7, O/HP-14-A10-3-3, O/HP-6-A8-2-
10 dan O/HP-78-A2-5-2.
6. Terdapat pengaruh interaksi genotipe x lingkungan untuk kandungan
kadar protein dan kadar lemak, tetapi tidak untuk karekter lainnya.

6.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai kandungan protein khususnya


gluten yang terdapat pada galur gandum hasil persilangan HP1744 x Oasis.
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap galur-galur yang sangat
toleran.
40

DAFTAR PUSTAKA

Altuhaish A A K, Miftahudin, Trikoesoemaningtyas, S Yahya. 2014. Field


adaptation of some introduced wheat (Triticum aestivum L.) genotypes in
two altitudes of tropical agro-ecosystem environment of Indonesia.
HAYATI J of Biosciences. 21(1):31-38. http:// journal.ipb.ac.id/
index.php/hayati DOI: 10.4308/hjb.21.1.31.
Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Malden (US):
Blackwell Publishing.
Astawan, M, T. Wresdiyati. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo
(ID): Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Allard, R.W, A.D. Bradshaw. 1964. Implication of genottype enveromental
interaction in applied plant breeding. Crop Science. 4 : 503-508.
Baihaki A, Wicaksono N. 2005. Genotype x Environment interaction,
adaptability, and stability of yield in development of new high yielding
plant varieties in Indonesia. Zuriat. 16:1-8.
Chinnusamy V., Khanna - Chopra R. 2003. Effect of heat stress on grain starch
content in diploid, tetraploid and hexaploid wheat species. Journal of
Agronomy and Crop Science. 189: 242–249.
Dahlan M, Rudijanto, Murdianto J, Yusuf M . 2003. Usulan pelepasan varietas
gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealia dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Eberhart SA, Russel WA. 1966. Stability parameter for comparing varieties. Crop
Science 6:36-40.
[FAO] Food Agricultural Organization. 2016. Dataset: FAO Agricultural Outlook
[Internet]. [diunduh pada 27 Oktober 2016]. Tersedia pada
http://www.fao.org.
Febrianto EB. 2014. Seleksi galur-galur putatif mutan gandum (Triticum aestivum
L) di dataran menengah lingkungan tropis [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fehr WR. 1987. Principles of Cultivar Develompment. Vol 2. New York, (US):
Mc Millan.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Ed
ke-2. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Terjemahan dari: Statistical Prosedures for Agricultural Research.
Hallauer AR, Miranda JB. 1995. Quantitative Genetics in Maize Breeding. Ames:
lowa, (US): State University Press.
Handoko I, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan
Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang
Perdagangan dan Pembanguan. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP.
Hurkman W.J, McCue K.F, Altenbach S.B, Korn A, Tanaka C.K, Kothari K.M,
Johnson E.L, Bechtel D.B, Wilson J.D, Anderson O.D, Dupont F.M. 2003:
Effect of temperature on expression of genes encoding enzymes for starch
biosynthesis in developing wheat endosperm. Plant Science. 164: 873–881.
Ihsan M, Mahmood A, Mian MA, Cheema NM. 2007. Effect of different methods
of fertilizer application to wheat after germination under rainfed
conditions. J. Agric. Res. 45: 97-109.
41

Jagadish SVK, Craufurd PQ, Wheeler TR. 2007. High temperature stress and
spikelet fertility in rice (Oryza sativa L.). Journal of Experimental Botany.
58 : 1627 – 1635.
Jones PD, New M, Parker DE, Mortin S, Rigor IG. 1999. Surface area
temperature and its change over the past 150 years. Rev. Geophys. 37 :
173–199.
Jusuf M. 2002. Hasil penelitian budidaya gandum dan strategi pengembangannya
di masa datang. Makalah Pertemuan Koordinasi Penelitian dan
Pengembangan Gandum 3-4 September 2002. Jakarta (ID): Departemen
Pertanian (DEPTAN).
Loppies RS. 2010. Produksi gandum lokal belum mencukupi kebutuhan industri.
[APTINDO] Asosiasi Produsen Terigu Indonesia. [terhubung berkala].
http://bataviase.co.id/node/436332. html [27 Desember 2012].
Maestri E, Klueva N, Perrota C, Gulli M, Nguyen HT, and Marmiroli N. 2002.
Molecular genetics of heat tolerance and heat shock proteins in cereals.
Plant Molecular Biology. 48:667 – 681.
Muchtadi TR, Sugiyono.1992. Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mueen-ud-Din. G. 2007. Effect of Wheat Flour Extraction Rates on Physico-
Chemical Characteristics of Sourdough Flat Bread. Disertasi. Faisalabad
(PA): University of Agriculture Faisalabad.
Miyake, K., R. Morita, T. Handoyo, T. Maeda, dan N. Norita. 2004.
Characterization of graded buckwheat flours and some properties of
germinate. Fagopyrum. 21: 91-97.
Nasrullah. 1981. A modified procedure for identifying wide stability. Agric
Science. 546:153-159.
Natawijaya A. 2012. Analisis genetik dan seleksi generasi awal segregan gandum
(Triticum aestivum L.) berdaya hasil tinggi [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nur A, Azrai M, Trikoesoemaningtyas. 2014. Interaksi genotipe x lingkungan dan
variabiltas genetik galur gandum introduksi (Triticum aestivum L.) di
agrroekosistem tropika. Jurnal AgriBiogen. 10(3):93-100.
Nurmala T. 1980. Budidaya Tanaman Gandum (Triticum sp.). Jakarta (ID) : PT.
Karya Nusantara.
Panozzo J.F., Eagles H.A. 1998: Cultivar and environmental effects on quality
characters in wheat. I. Starch. Australian Journal of Agricultural
Research. 49: 757–766.
Price, Y dan Martin, S. 2000. Whole Grains and Chronic Disease: A Self-Study
Guide For Health Professionals: Minneapolis (US): General Mills, Inc.
Poehlman JM, Sleper DA. 1995. Breeding Field Crops. 4th eds. Ames (US): Iowa
State University Press.
Reynolds MP. 2002. Physiological approaches to wheat breeding. Di dalam:
Curtis BC, Rajaram S, dan Macpherson HG. (eds): Bread Wheat
Improvement and Production. Roma (IT): FAO. 567p.
Sramkova, Z., Edita, G., dan Ernest S. 2009. Chemical Composition and
Nutritional Quality of Wheat Grain. Acta Chimica Slovaca. 2: 115-138.
42

Sastrosoemarjo S, Bahmany N, Trikoesoemaningtyas. 2004. Evaluasi daya


adaptasi galur-galur introduksi genotipe gandum pada daerah dataran
rendah. Prosiding simposium PERIPI, Bogor. 5-7 Agustus 2004.
Sial MA, Arain MA, Khanzada S, Mazhar HN, Dahot MU, Nizamani NA. 2005.
Yield and quality parameters of wheat genotypes as affected by showing
dates and high temperature stress. J. Botani 37: 575-584.
Singh RK. Chaudhary BD. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetics
Analysis. New Delhi (IN): Kaylani Publisher.
Sovan M. 2002. Penanganan pascapanen gandum. Makalah disampaikan pada
acara Rapat Koordinasi Pengembangan Gandum. Pasuruan, Jawa Timur,
3-5 September 2002. Jakarta (ID): Direktorat Serealia Jenderal Bina
Produksi Tanaman Pangan.
Stanfield WD. 1983. Theory and Problem of Genetics. Ed ke-2. New York (US) :
McGraw-Hill.
Stone, P. 2001. The effects of heat stress on cereal yield and quality. Di dalam :
A.S. Basra (Ed.) Crop Responses and Adaptations to Temperature Stress.
Binghamton NY (US): Food Products Press. Pp. 243–291.
Subagyo. 2001. Uji adaptasi atau persiapan pelepasan dan gandum di Jawa
Tengah. Seminar Nasional. Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih.
Semarang (ID): Tanaman Pangan dan Hortikultura II.
Sutjihno. 1993. Analisis Statistik Uji Daya Hasil Padi Menggunakan Model
AMMI. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Viswanathan C., Khanna - Chopra R. 2001: Effect of heat stress on grain growth,
starch synthesis and protein synthesis in grains of wheat (Triticum
aestivum L.) varieties differing in grain weight stability. Journal of
Agronomy and Crop Science. 186: 1–7.
Van Ginkel, M., R.L. Villareal. 1996. Triticum L.. Leiden (NL): Plant Resources
of South-East Asia (PROSEA) No. 10: p. 137- 143
Wirnas D. 2007. Pembentukan kriteria seleksi berdasarkan analasis kuantitatif dan
molekuler bagi kedelai toleran intensitas cahaya rendah [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wiyono, T.N. 1980. Budidaya Tanaman Gandum. Jakarta (ID): PT Karya
Nusantara : 47 hlm.
Yamin M. 2014. Pendugaan komponen ragam karakter agronomi gandum
(Triticum aestivum L.) dan identifikasi marka Simple Sequence Repeat
(SSR) terpaut suhu tinggi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yang J, Sears RG, Gill BS, Paulsen GM. 2002. Quantitative and molecular
characterization of heat tolerance in hexaploid wheat. Euphytica. 126:
275–28.
Yan S.H, Yin Y.P, Li W.Y, Li Y, Liang T.B, Wu Y.H, Geng Q.H, Wang Z.L.
2008. Effect of high temperature after anthesis on starch formation of
wo wheat cultivars differing in heat tolerance. Acta Ecologica Sinica. 28:
6138–6147.
Zhao C.X, He M.R, Wang Z.L, Wang Y.F, Lin Q. 2009. Effects of different
water availability at post-anthesis stage on grain nutrition and quality in
strong-gluten winter wheat. Comptes Rendus Biologies. 332: 759–764.
43

Zhao H, Dai T, Jiang D, Cao W. 2008. Effects of high temperature on key


enzymes involved in starch and protein formation in grains of two wheat
cultivars. Journal of Agronomy and Crop Science. 194: 47–54.
44

LAMPIRAN
45

Lampiran 1 Deskripsi varietas gandum


Keterangan Dewata Selayar Guri 1 Guri 2
HAHN/2*WEAVER
KAUKAZ*2/SAP/MON/3 CAZO/KAUZ//KAUZCMW90Y3284-
DWR 162 (introduksi CMBW 89 Y 01231-
Galur asal KKAUZCRG969-2Y OTOMPM-14Y-010M-010M-
dari India) OTOPM-16Y010M-1Y-
-010M-OY-OHTY 015YOY-OHTY
010M
Tahun lepas 2003 2003 2013 2013
Waktu berbunga 59 HST 58 HST 67 HST 68 HST
Waktu panen 129 HST 125 HST 134 HST 133 HST
Hasil 2.96 ton.ha-1 2.95 ton.ha-1 5.8 ton.ha-1 7.2 ton.ha-1
Bobot 1000 biji 46 g 46 g 43.2 g 42.9 g
Ukuran biji Sedang Sedang Sedang Sedang
Kandungan
13.94% 11.70% 13.40% 14.20%
protein
Kandungan
3.19% 1.90%
maltosa
Kandungan gluten 12.90% 9.30% 28.50% 34.80%
Kandungan abu 1.78% 11.90% 1.70% 1.60%
Karat daun : medium
Karat daun : medium
resisten. Karat daun : resisten. Karat daun : resisten.
Resisten resisten. Scelotium
Scelotium rollfii : Hawar daun : Resisten Hawar daun : Resisten
rollfii : medium resisten
medium resisten
Nur (2013), Febrianto (2014
46

Lampiran 2 Rata-rata temperatur selama penelitian di Cisarua


Bulan Temperatur (0C)
Juni 26.83
Juli 27.28
Agustus 27.21
Rata-rata 27.10
Badan Meteorologi dan Geofisika (2015)

Lampiran 3 Rata-rata temperatur selama penelitian di Malino


Bulan Temperatur (0C)
Juni 20.17
Juli 21.09
Agustus 20.10
Rata-rata 20.45
Badan Meteorologi dan Geofisika (2015)

Anda mungkin juga menyukai