SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi dan Seleksi
Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Dihaploid Adaptif Cekaman Salinitas adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
RINGKASAN
Terdapat 25 galur padi dihaploid yang memiliki sifat toleransi lebih baik
dibandingkan Inpari 29 sebagai pembanding terbaik pada keadaan salin. Penelitian
ini juga menggunakan analisis clustergram yang dikombinasikan dengan heatmap.
Analisis ini mampu menyeleksi genotipe dengan sifat toleransi baik dan
menentukan karakter seleksi pentingnya sehingga dinilai efektif dan selektif
terhadap penapisan salinitas fase bibit.
Kedua penelitian dikombinasikan menghasilkan indeks seleksi gabungan.
Indeks ini dinilai efektif untuk mendapatkan galur-galur yang memiliki tingkat
adaptasi yang baik. Efektivitas seleksi indeks gabungan untuk sifat toleransi sebesar
90.9% dan agronomi baik sebesar 95.83%. Terdapat 33 galur padi dihaploid yang
dinilai adaptif dan lebih baik dibandingkan varietas Inpari 29 sebagai pembanding
terbaik pada indeks seleksi gabungan, diantaranya terdapat 13 galur toleran dengan
agronomi baik, 7 galur moderat dengan agronomi baik, 10 galur toleran dengan
agronomi kurang baik, dan 3 galur peka tetapi memiliki agronomi baik.
Keseluruhan percobaan juga menyimpulkan bahwa galur padi dihaploid
membentuk keragaman yang luas walaupun jumlah genotipe yang diuji tidak terlalu
besar. Hal ini menjadi pembuktian efektivitas dari teknologi dihaploid
SUMMARY
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
i
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2016 ini ialah salinitas,
dengan judul Karakterisasi dan Seleksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.)
Dihaploid Adaptif Cekaman Salinitas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Bambang Sapta
Purwoko, Ibu Dr Ir Iswari Saraswati Dewi dan Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie SP
MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Willy Bayuardi Suwarno SP MSi yang
telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Iman Ridwan, staf rumah kaca BB Biogen, dan Bapak Anjay beserta
tim yang telah membantu dalam proses penelitian ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atas
program beasiswa PMDSU dan hibah penelitian PMDSU yang mendanai
keseluruhan penelitian yang telah dilakukan. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah (Alm), ibu, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya, serta rekan-rekan PBT 2015, PMDSU Batch 2, Sohibul Sekret,
IKAMI SulSel, Wisma Mahasiswa Latimojong, AGH 47 yang senantiasa
memberikan semangat demi kelancaran penyusunan tesis ini
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN v
1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 3
Ruang Lingkup Penelitian............................................................................ 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
Botani dan Morfologi Padi........................................................................... 5
Galur Dihaploid ........................................................................................... 6
Salinitas ........................................................................................................ 7
3 KARAKTERISASI GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID HASIL
KULTUR ANTERA........................................................................................... 9
Abstrak ......................................................................................................... 9
Abstract ........................................................................................................ 9
Pendahuluan ............................................................................................... 10
Bahan dan Metode ..................................................................................... 11
Hasil dan Pembahasan ............................................................................... 14
Simpulan .................................................................................................... 21
4 PENENTUAN INDEKS SELEKSI DAN SELEKSI GALUR-GALUR
PADI DIHAPLOID HASIL KULTUR ANTERA MELALUI ANALISIS
MULTIVARIAT .............................................................................................. 22
Abstrak ....................................................................................................... 22
Abstract ...................................................................................................... 22
Pendahuluan ............................................................................................... 23
Bahan dan Metode ..................................................................................... 24
Hasil dan Pembahasan ............................................................................... 26
Simpulan .................................................................................................... 33
5 RESPON GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID TERHADAP
CEKAMAN SALINITAS PADA KULTUR HIDROPONIK ......................... 34
Abstrak ....................................................................................................... 34
Abstract ...................................................................................................... 34
Pendahuluan ............................................................................................... 35
Bahan dan Metode ..................................................................................... 36
Hasil dan Pembahasan ............................................................................... 40
Simpulan .................................................................................................... 61
6 PEMBAHASAN UMUM................................................................................. 61
7 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 67
Simpulan .................................................................................................... 67
Saran .......................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68
LAMPIRAN 77
RIWAYAT HIDUP 81
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
terhadap sifat agronomi baik dan seleksi sifat toleransinya terhadap cekaman
salinitas. Sifat agronomi baik mengindikasikan bahwa tanaman memiliki
produktivitas yang baik yang didukung dengan sifat agronomi lainnya. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kestabilan karakter produksi ketika ditanam pada
lingkungan berbeda sehingga penentuan sifat ini sebaiknya dilakukan pada kondisi
optimal. Adapun sifat toleransi mengindikasikan bahwa tanaman mampu
meminimalkan dampak dari cekaman yang diterima sehingga tanaman dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lingkungan tersebut (Fritsche-Neto dan
DoVale 2012).
Perakitan varietas padi secara konvensional memiliki kekurangan terkait
waktu penggaluran yang sangat lama. Penggaluran pada tanaman menyerbuk
sendiri bertujuan untuk meningkatkan homozigositas genetik untuk membentuk
galur murni (Syukur et al. 2015) sehingga galur yang diseleksi memiliki fenotipe
yang stabil. Menurut Dewi dan Purwoko (2012) waktu yang diperlukan untuk
proses penggaluran sekitar 8-10 generasi atau 4-5 tahun. Hal ini akan
memperlambat pengembangan perakitan varietas padi. Salah satu teknologi yang
dapat mengatasi permasalahan tersebut ialah teknologi dihaploid melalui kultur
antera. Kultur antera merupakan teknik kultur in vitro yang menghasilkan tanaman
haploid dan dihaploid spontan dari mikrospora yang berada dalam antera yang
ditanam pada media aseptik dengan kondisi terkontrol. Populasi dihaploid (DH)
hasil kultur antera tersebut bersifat homozigos (Dewi dan Purwoko 2001). Tanaman
generasi pertama (DH0), pada kultur antera padi, dapat diperoleh secara spontan
selama kultur atau diinduksi dari tanaman haploid yang dihasilkan, baik melalui
pemangkasan (ratooning) atau pemberian 0.1-0.3% kolkisin (Dewi dan Purwoko
2012). Pendekatan teknik ini hanya membutuhkan satu generasi untuk
mendapatkan galur yang sudah homozigos atau galur murni (Purwoko et al. 2010).
Penelitian Safitri (2016) telah menghasilkan galur-galur padi dihaploid yang
memiliki potensi adaptif terhadap salinitas sehingga perlu untuk dievaluasi dan
diseleksi terhadap sifat agronomi baik dan toleransinya.
Evaluasi dan seleksi merupakan tahapan penting dalam menentukan galur-
galur terbaik yang akan diteruskan pada generasi berikutnya. Terdapat beberapa
metode dalam seleksi, akan tetapi metode seleksi indeks simultan menjadi metode
yang paling banyak dilakukan oleh beberapa peneliti (Rajamani 2016). Kelebihan
seleksi Indeks ini ialah adanya proses standarisasi dari setiap karakter sehingga
karakter memiliki derajat yang sama (Akter et al. 2010) dan penentuan tanaman
terseleksi berdasarkan peringkat indeksnya. Namun hal kritikal dalam metode ini
ialah penentuan karakter dan formulasi seleksi indeks ialah melalui pendekatan
statistik. Pendekatan ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Golparvar
(2011) meggunakan path analyses dan Hasan et al. (2016) menggunakan analisis
diskriminan. Pendekatan ini dapat memberikan pertimbangan objektif terhadap
indeks seleksi. Oleh sebab itu, pendekatan statistik terhadap indeks seleksi pada
agronomi baik dan toleransinya terhadap salinitas perlu untuk dilakukan.
Tanaman padi memiliki toleransi salinitas yang bersifat intermediet dan
masih dapat bertahan pada lahan salin dengan EC< 4 dS/m (Sopandie 2014).
Namun padi sangat sensitif terhadap salinitas pada fase perkecambahan, stadia bibit
dan reproduktifnya (Alam et al. 2004; Singh et al. 2010). Hal ini menjadi landasan
titik kritis untuk mendapatkan galur-galur padi yang toleran terhadap cekaman
salinitas. Bhowmik et al. (2009) dan Samant dan Jawali (2016) menyatakan
3
penapisan plasma nutfah pada stadia bibit menjadi dasar yang baik untuk
mendapatkan genotipe yang toleran terhadap cekaman salinitas. Oleh sebab itu,
penapisan pada fase ini dapat dilakukan pada galur-galur dihaploid.
Galur-Galur Padi
Dihaploid
Gambar 1.1 Diagram alur penelitian karakterisasi dan seleksi galur-galur padi
(Oryza sativa L.) dihaploid toleran cekaman salinitas
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
dilihat dari banyaknya varietas padi yang telah dilepas baik pada level universitas
maupun lembaga penelitian pemerintah. Berdasarkan data PPVT (2018), terdapat
523 varietas yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Varietas ini terdiri atas varietas lokal, introduksi, dan hasil perakitan pemulia.
Jumlah ini akan terus meningkat dengan meningkatnya kebutuhan manusia dan
perubahan lingkungan secara global.
Perkembangan varietas padi di Indonesia lebih diklasifikasikan sesuai jenis
topografinya. Terdapat tiga jenis padi utama yang dikembangkan di Indonesia yaitu
padi sawah, padi gogo, dan padi rawa (BB Padi 2018). Namun pada era sekarang
perkembangan padi juga diarahkan pada karakter yang bersifat fungsional, seperti
pengembangan beras merah dan hitam yang kaya antioksidan dan memiliki
kandungan gula yang rendah (Prabowo et al. 2014). Perkembangan padi juga
diarahkan dalam perakitan ideotipe padi dengan menghasilkan varietas padi tipe
baru (Abdullah et al. 2008). Selain itu, pengembangan juga diarahkan dengan sifat
toleransi terhadap cekaman abiotik dan resisitensinya terhadap cekaman biotik
(Dewi dan Purwoko 2012).
Perkembangan teknik perakitan padi juga berkembang dengan pesat.
Terdapat beberapa variasi teknik dalam pembentukan populasi seleksi seperti
persilangan konvensional, mutasi (Sobrizal 2016), kultur antera (Dewi dan
Purwoko 2012), dan transgenik (Rahmawati dan Slamet-Loedin 2006). Pendekatan
heterosis pada padi juga telah dikembangkan yang hasil akhirnya berupa varietas
hibrida (Satoto dan Suprihatno 2008). Semua pendekatan tersebut akan terus
berkembang dengan semakin majunya teknologi dalam dunia sains sehingga
perkembangan padi akan semakin terus meningkat.
2.4 Salinitas
Abstrak
Abstract
percentage of filled grain can be used as selection characters together with yield
potential.
3.1 Pendahuluan
untuk penelitian genomik (Wilkinson dan Friendly 2009) dan metabolomik (Benton
et al. 2015) untuk memudahkan visualisasi data set yang besar. Penggunaan analisis
ini dapat memberikan pemahaman sederhana terkait dengan pengelompokan dan
karakter penentu kelompok tersebut sehingga dapat meningkatkan efektivitas
seleksi (Yuan et al. 2016). Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui
heritabilitas, pengelompokan dan penentu kelompok genotipe sebagai dasar seleksi
pada 56 galur padi dihaploid hasil kultur antera.
Benih disemai pada bak yang ditempatkan di rumah kaca. Setiap genotipe
disemai sebanyak 10 g. Setelah 18 hari, bibit hasil persemaian dipindah tanam
12
Tabel 3.1 Genotipe padi dihaploid pada percobaan karakterisasi galur dihaploid
No. Galur No. Galur
1 HS1-28-1-5 31 HS4-15-1-27
2 HS1-35-1-4 32 HS4-15-1-28
3 HS1-35-1-5 33 HS4-15-1-29
4 HS1-35-1-6 34 HS4-15-1-43
5 HS1-35-1-7 35 HS4-15-1-47
6 HS1-35-1-8 36 HS4-15-1-62
7 HS1-35-1-9 37 HS4-15-1-63
8 HS1-35-1-10 38 HS4-15-1-64
9 HS1-35-1-13 39 HS4-15-1-70
10 HS1-35-1-14 40 HS4-15-2-4
11 HS1-35-1-15 41 HS4-15-2-6
12 HS4-11-1-1 42 HS4-15-2-9
13 HS4-11-1-2 43 HS4-15-3-4
14 HS4-11-1-30 44 HS4-15-3-5
15 HS4-11-1-36 45 HS4-15-3-6
16 HS4-11-1-70 46 HS4-15-3-8
17 HS4-11-1-71 47 HS4-15-3-17
18 HS4-11-1-72 48 HS4-15-3-26
19 HS4-11-1-73 49 HS4-15-3-29
20 HS4-11-1-74 50 HS4-15-3-30
21 HS4-11-1-75 51 HS4-15-3-32
22 HS4-15-1-6 52 HS4-45-1-66
23 HS4-15-1-9 53 HS14-15-1-1
24 HS4-15-1-15 54 HS 17-3-1-1
25 HS4-15-1-16 55 HS17-21-1-7
26 HS4-15-1-22 56 HS17-33-1-8
27 HS4-15-1-23 57 Ciherang
28 HS4-15-1-24 58 Inpara 5
29 HS4-15-1-25 59 Inpari 29
30 HS4-15-1-26 60 Inpari 34 Salin Agritan
13
PANEN
Menurut Syukur et al. (2015) nilai ragam fenotipe dan genotipe dapat
diduga dengan menggunakan persamaan berikut;
KTe
σ2e =
r
KTg − KTe
σ2g =
r
𝜎p2 = σ2g + σ2e
Keterangan :
r : banyaknya ulangan pada percobaan
g : banyaknya genotipe yang digunakan pada percobaan
σ2e : nilai ragam lingkungan
2
σg : nilai ragam genotipe
2
𝜎p : nilai ragam fenotipe
KTg : Kuadrat Tengah genotipe
KTe : Kuadrat Tengah lingkungan
Heritabilitas arti luas (h2bs)
σ2g
h2bs = x 100%
σ2g +σ2e
Hasil sidik peragam dan nilai heritabilitas arti luas padi dihaploid
ditampilkan pada Tabel 3.3. Tabel tersebut menunjukkan karakter tinggi tanaman
vegetatif, anakan produktif, produktivitas, dan persentase gabah isi yang nyata
terhadap peragam baris. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter tersebut
dipengaruhi oleh posisi layout dari inlet dan outlet lahan sehingga posisi inlet dan
outlet menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan layout percobaan.
Penggunaan analisis peragam merupakan suatu usaha untuk meminimalkan galat
15
percobaan yang tidak bisa ditangani oleh analisis ragam. Analisis peragam identik
dengan adanya faktor yang berada di luar perlakuan percobaan yang mempengaruhi
hasil percobaan sehingga perlu dikondisikan agar pengaruh perlakuan dapat lebih
akurat (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Setiap karakter pengamatan menunjukkan
signifikasi yang sangat nyata pada 𝛼 0.01. Hal ini menjelaskan bahwa perbedaan
fenotipe padi dipengaruhi oleh perbedaan genetik yang besar. Hal ini juga
dibuktikan oleh nilai heritabilitas yang diperoleh melalui kuadrat tengah pada
rancangan percobaan (Ogunbayo et al. 2014; Nirmaladevi et al. 2015; Baloch et al.
2016). Semua karakter menunjukkan nilai heritabilitas di atas 60%. Menurut
Johnson et al. (1955) nilai heritabilitas di atas 60% diklasifikasikan sebagai
heritabilitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih besar
dibandingkan pengaruh lingkungannya. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas
tertinggi ialah karakter umur berbunga sebesar 97.80% yang diikuti oleh jumlah
gabah total (JGT) dan panjang malai (PM). Hal ini juga dilaporkan oleh Ogunbayo
et al. (2014) dan Fathelrahman et al. (2015) yang menunjukkan bahwa umur
berbunga merupakan karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi.
Sebaliknya nilai heritabilitas terendah dimiliki oleh jumlah gabah isi sebesar
63.12%.
Tabel 3.3 Hasil sidik peragam (ANCOVA) dan parameter genetik populasi padi
dihaploid
Rata-rata umur berbunga pada Tabel 3.4 sebesar 80.5 hari dengan kisaran
75-90 hari. Menurut Yoshida (1981) umur berbunga berkaitan dengan umur
tanaman dikarenakan fase generatif dan pematangan pada padi relatif sama
sehingga yang membedakan umur tanaman ialah fase vegetatifnya. Selain itu, rata
rata petani menyukai umur padi yang lebih genjah sehingga umur berbunga yang
genjah merupakan indikator yang penting. Berdasarkan penelitian ini, terdapat 46
galur dihaploid yang memiliki umur berbunga lebih genjah dibandingkan varietas
Ciherang (83.8 hari) yang merupakan varietas populer.
Rata-rata anakan produktif yang dihasilkan sebesar 17.7 dengan kisaran 13-
21 anakan (Tabel 3.4). Anakan produktif merupakan anakan yang menghasilkan
malai sehingga sangat terkait dengan produksi tanaman. Menurut Safitri (2016)
jumlah anakan per tanaman padi terbagi menjadi lima golongan, yaitu sangat
banyak (> 25 anakan), banyak (20-25 anakan), sedang (10-19 anakan), sedikit (5-9
anakan) dan sangat sedikit (< 5 anakan). Berdasarkan penelitian ini, terdapat 14
genotipe yang tergolong memiliki anakan produktif banyak dan 46 lainnya
tergolong sedang.
Panjang malai pada populasi ini memiliki rata-rata sebesar 28.31 cm dengan
rentang 22.64-31.29 cm (Tabel 3.4). Menurut Yoshida (1981) panjang malai
merupakan karakter yang menentukan kapasitas jumlah gabah per malainya.
Berdasarkan penelitian ini, terdapat 54 galur dihaploid yang memiliki malai lebih
panjang dibandingkan Ciherang (24.23 cm).
Bobot 1000 butir pada Tabel 3.4 memiliki rata-rata sebesar 28.91 g dengan
rentang bobot antara 24.30-32.65 g yang diukur pada kadar air 14%. Menurut
Abdullah et al. (2008) rata-rata bobot 1000 butir secara umum berkisar 25-27 g.
Penelitian ini menunjukkan terdapat satu genotipe yang memiliki bobot 1000 butir
kurang dari 25 g, 5 genotipe tergolong dalam rentang 25-27 g, dan genotipe lainnya
memiliki nilai > 27 g. Menurut Yoshida (1981) bobot butir merupakan salah satu
penentu produksi padi beserta jumlah anakan produktif, dan jumlah gabah isi per
malainya, sehingga pengamatan terhadap karakter ini penting untuk dilakukan.
Rata rata jumlah gabah total, dan gabah isi secara berturut-turut sebesar
159.40 dan 111.06 dengan rentang antara 117.1-235.6, dan 77.1-153.1 (Tabel 3.4).
Karakter-karakter tersebut sangat terkait dengan potensi produksi suatu tanaman.
Menurut Safitri (2016) salah satu karakter yang dimiliki oleh varietas unggul (> 9
ton ha-1) ialah jumlah gabah per malai yang berkisar 150-250 butir dengan
persentase pengisian sebesar 85-95%. Berdasarkan penelitian ini, tidak terdapat
galur yang memenuhi syarat varietas unggul sesuai Safitri (2016). Namun terdapat
32 galur dihaploid yang memiliki jumlah gabah lebih dari 150, walaupun persentase
gabah isinya tidak melebih 85.00%.
Karakter terakhir yang diamati ialah produktivitas. Rata rata produktivitas
populasi ini sebesar 4.56 ton ha-1 dengan kisaran 2.99 – 6.05 ton ha-1. Adapun
produktivitas ke empat varietas pembanding sebesar 4.26 ton ha-1 (Ciherang) , 3.74
ton ha-1 (Inpara 5), 4.45 ton ha-1 (Inpari 29), dan 4.47 ton ha-1 (Inpari 34 Salin
Agritan). Produktivitas merupakan karakter utama yang digunakan sebagai kriteria
seleksi dalam seleksi langsung. Galur dengan produktivitas yang tinggi dan
melebihi varietas pembanding dapat dijadikan sebagai kandidat varietas unggul
baru. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat 29 galur yang memiliki
produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas unggul terbaik, Inpari 34 Salin
Agritan, walaupun nilai produktivitas galur-galur tersebut tidak mencapai 9 ton
19
ha-1. Kurangnya pencapaian ini dikarenakan lahan yang digunakan memiliki faktor
pembatas tertentu sehingga nilai produksi, terutama varietas pembanding, menjadi
lebih rendah. Apabila melihat deskripsi analisis tanah dan pemeliharaannya, lahan
ini termasuk dalam kategori moderat salin dengan EC = 3.9 dS/m dan pengairan
dilakukan secara intermitten. Hal ini dapat menginduksi peningkatan salinitas pada
lahan percobaan sehingga berdampak pada penurunan produksi tanaman. Secara
umum tanah dianggap salin ketika EC lebih dari 4 dS/m (Sopandie 2014). Hal lain
yang juga menyebabkan rendahnya produktivitas genotipe ialah serangan wereng
yang terjadi pada lahan percobaan ketika fase pematangan biji.
I.1
I I.2
II.1
II
II.2
III
Gambar 3.2 Clustergram dengan konsep heatmap antara genotipe (dendrogram baris) dan karakter seleksi (dendrogram kolom); TTV = tinggi tanaman
vegetatif, AP = anakan produktif, UB = umur berbunga, PM = panjang malai, B1000 = bobot 1000 butir, JGI = jumlah gabah isi, JGT =
jumlah gabah total, PGI = persentase gabah isi, Pr = produktivitas.
21
3.4 Simpulan
Abstrak
Abstract
of filled grains. Selection based on the selection index yielded 24 doubled haploid
rice lines that ranked better than Inpari 34 Salin Agritan.
Keywords : doubled haploid rice lines, multivariate analysis, PCA, selection indices
4.1 Pendahuluan
analisis ini untuk menentukan karakter penting suatu tanaman yang dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi seleksi (Adebisi et al. 2013; Janmohammadi
et al. 2014; Kumar dan Paul 2016). Terdapat beberapa analisis yang sering
digunakan dalam seleksi, seperti sidik lintas, regresi berganda step wise, dan
analisis komponen utama. Ketiga analisis tersebut banyak difokuskan untuk
mengelompokkan dan menentukan karakter penting dalam seleksi (Seyoum et al.
2012; Khodadadi et al. 2011; Kumar dan Paul 2016) sehingga terdapat informasi
yang belum dieksplor lebih mendalam, seperti penentuan formula indeks seleksi.
Penentuan indeks seleksi melalui analisis multivariat telah dilakukan oleh Saubori
et al. (2008) terhadap padi bersegregasi dengan menggunakan sidik lintas. Akan
tetapi, penggunaan kombinasi ketiga analisis untuk menentukan indeks seleksi pada
padi dihaploid belum dilakukan. Oleh sebab itu, penentuan indeks seleksi pada
galur-galur padi dihaploid perlu untuk dikaji. Tujuan penelitian ini ialah
menentukan formulasi dan efektifitas penggunaan metode multivariat dalam indeks
seleksi serta menyeleksi galur-galur dihaploid yang memiliki sifat agronomi baik.
n
n n
n x i y i x i y i
i 1 i 1 i 1
r( x , y )
n 2 n n 2 n
2
2
n x i x i n y i y i
i 1 i 1 i 1 i 1
Keterangan:
n : banyaknya data
xi : peubah 1 ke-i
yi : peubah 2 ke-i
Sidik lintas digunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang
memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap karakter hasil padi.
Sidik lintas berdasarkan persamaan seperti yang dikemukakan oleh Singh dan
Chaudary (2007) dengan rumus
C = Ry Rx-1
𝑟1𝑦 𝑟11 𝑟12 … 𝑟1𝑝 𝐶1
𝑟2𝑦 𝑟 𝑟22 … 𝑟2𝑝 𝐶2
[ ⋮ ] = [ 21
⋮ ⋮ ][ ⋮ ]
… ⋮
𝑟𝑝𝑦 𝑟𝑝1 𝑟𝑝2 … 𝑟𝑝𝑝 𝐶𝑝
Keterangan:
C = koefisien lintas
Rx-1 = invers matriks korelasi antar karakter bebas
Ry = vektor koefisien korelasi antara karakter bebas dengan karakter tidak
bebas
B. Diferensial seleksi
Diferensial seleksi merupakan selisih antara rata-rata populasi terseleksi
dengan rata-rata populasi dasarnya pada generasi yang sama (Syukur et al.
2015). Rumus diferensial seleksi sebagai berikut
S= X s– X 0
Keterangan:
S = diferensial seleksi
X s = rata-rata populasi terseleksi
X 0 = rata-rata populasi dasar
26
dan jumlah gabah total berkorelasi sangat nyata terhadap produksi. Hasil korelasi
ini juga dilaporkan oleh beberapa peneliti seperti Habib et al. (2007); Sadeghi
(2011); Akter et al. (2010) pada jumlah anakan, Sadeghi (2011) pada umur
berbunga, Sanghera dan Kashyap (2012) dan Ogunbayo et al. (2014) pada daun
bendera, Habib et al. (2007); Ullah et al. (2011); Baloch et al. (2016) pada panjang
malai, Habib et al (2007); Seyoum et al. (2012); Baloch et al. (2016); Akinwale et
al. (2011) pada jumlah gabah isi dan Hairmansis et al. (2010); Ullah et al. (2011) ;
Sadeghi (2011) pada jumlah gabah total. Namun tidak terdapat karakter yang
memiliki nilai korelasi di atas 0.80. Adapun karakter dengan nilai korelasi tertinggi
dimiliki oleh jumlah gabah isi dengan nilai sebesar 0.69. Hasil ini memperkuat
indikasi pentingnya metode seleksi simultan menggunakan karakter agronomi lain
sebagai kriteria seleksi (Hazel dan Lush 1942), khususnya pada metode indeks
seleksi. Oleh sebab itu, analisis lanjut diperlukan untuk menentukan karakter
agronomi yang ideal sebagai kriteria seleksi. Salah satu analisis lanjut yang
memanfaatkan hasil korelasi sebagai dasar dalam analisisnya ialah sidik lintas.
Tabel 4.1 Hasil korelasi Pearson pada semua karakter pengamatan galur padi
dihaploid
TTV AT AP TTG UB DB PM P BS JGI JGH JGT
AT -0.45
AP -0.33 0.75
TTG 0.65 -0.05 -0.23
UB 0.04 0.01 -0.38 0.62
DB 0.67 -0.03 0.18 0.52 -0.02
PM 0.68 -0.23 -0.19 0.54 0.22 0.68
** ** ** **
P 0.18 0.37 0.36 0.51 0.4 0.49** 0.48**
BS 0.46 -0.45 -0.52 0.25 0.17 0.1 0.49 0
JGI 0.37 0.01 -0.12 0.75 0.61 0.38 0.51 0.69** 0.12
JGH 0.35 -0.31 -0.56 0.53 0.71 0.19 0.58 0.22 0.58 0.38
JGT 0.43 -0.21 -0.45 0.74 0.8 0.32 0.66 0.5** 0.46 0.77 0.88
PGI -0.26 0.31 0.49 -0.28 -0.51 -0.11 -0.47 -0.03 -0.59 -0.03 -0.92 -0.66
Keterangan: Signifikansi terfokus pada karakter P, ** berkorelasi nyata pada 𝛼 0.01, TTV = tinggi tanaman vegetatif, AT =
anakan total, AP = anakan produktif, TTG = tinggi tanaman generatif , UB = umur berbunga, UP = umur panen,
DB= panjang daun bendera, PM = panjang malai, P = produksi, BS = bobot 1000 butir, JGI = jumlah gabah isi,
JGH = jumlah gabah hampa, JGT = jumlah gabah total, PGI = persentase gabah isi
(2007); Kole et al. (2008); Sadeghi (2011) yang menyatakan bahwa kedua karakter
memiliki pengaruh langsung yang tinggi terhadap produksi.
Penggunaan beberapa analisis dapat memberikan pertimbangan dalam
memutuskan kriteria seleksi terbaik (Ojulong et al. 2010; Dallastra et al. 2014).
Analisis lain yang dapat digunakan dalam penentuan kriteria seleksi ialah analisis
regresi linear step-wise multivariat. Analisis ini dapat mengurangi efek dari karakter
yang tidak penting dalam model regresi (Arslan 2012). Adapun penentuan model
regresinya ditentukan melalui kombinasi variabel terbaik berdasarkan korelasi
parsial dengan signifikasi yang nyata dan nilai determinasi yang tinggi (Mattjik dan
Sumertajaya 2011). Hasil analisis tersebut, yang ditampilkan pada Tabel 4.3,
menunjukkan bahwa produksi dapat diprediksi oleh karakter anakan produktif,
jumlah gabah isi, dan jumlah gabah total dengan nilai determinasi sebesar 0.73 yang
dinilai cukup tinggi. Berdasarkan sidik lintas dan regresi multivairat stepwise dapat
disimpulkan bahwa anakan produktif dan jumlah gabah isi merupakan karakter
agronomi yang tepat untuk dijadikan sebagai kriteria seleksi penunjang karakter
produksi. Menurut Akhond et al. (1998) dan Vaisi dan Golpavar (2013) karakter
anakan produktif merupakan karakter positif yang dapat dijadikan sebagai kriteria
seleksi dalam seleksi tidak langsung.
Tabel 4.2 Hasil sidik lintas galur padi dihaploid terhadap karakter produksi
Karakter Pengaruh langsung AT AP TT UB DB PM JGI JGT
AT 0.02 0.39 0.01 0.00 0.00 -0.07 0.00 0.01
AP 0.52 0.02 0.03 -0.14 0.02 -0.06 -0.06 0.02
TTG -0.13 0.00 -0.12 0.23 0.06 0.16 0.36 -0.04
UB 0.37 0.00 -0.20 -0.08 0.00 0.06 0.29 -0.04
DB 0.11 0.00 0.09 -0.07 -0.01 0.20 0.18 -0.02
PM 0.29 -0.01 -0.10 -0.07 0.08 0.07 0.24 -0.03
JGI 0.47 0.00 -0.06 -0.10 0.22 0.04 0.15 -0.04
JGT -0.05 0.00 -0.24 -0.09 0.29 0.03 0.19 0.36
Keterangan: AT = anakan total, AP = anakan produktif, TT = tinggi tanaman, UB = umur berbunga,
DB= panjang daun bendera, PM = panjang malai, JGI = jumlah gabah isi, JGT = jumlah
gabah total, residual model = 0.227.
Tabel 4.3 Hasil analisis step-wise regresi linear multivariat terhadap produksi padi
Koefisien Estimasi Std. error t value Pr(>|t|)
Intercept -531.13 99.96 -5.313 1.93e-06***
Anakan Produktif 32.64 4.26 7.659 2.82e-10***
Jumlah gabah isi 3.089 0.87 3.553 0.000781***
Jumlah gabah total 1.861 0.49 3.803 0.000355***
2
Keterangan: *** <0.001, Adjusted-R = 0.73 dan F-statistik , p< value 2.2e-16
pembanding terbaik menjadi lebih baik dari sebelumnya sehingga proses seleksi
dapat lebih akurat dibandingkan sebelumnya (Suwarno et al. 2009).
Tabel 4.6 Hasil seleksi galur padi dihaploid melalui seleksi langsung dan indeks
seleksi
Seleksi indeks
SL
Peringkat Genotipe Genotipe Pr
(ton ha-1) AP JGI indeks
(ton ha-1)
1 F47 6.00 F51 19.9 130.7 6.00 1.73
2 F51 6.00 F41 20.9 121.2 5.97 1.72
3 F41 5.97 F40 21.2 123.8 5.52 1.56
4 F43 5.91 F47 20.0 116.4 6.00 1.45
5 F44 5.67 F44 19.2 130.2 5.67 1.37
6 F49 5.65 F43 19.2 122.2 5.91 1.35
7 F46 5.59 F46 20.5 118.3 5.59 1.35
8 F40 5.52 F38 20.0 126.0 5.37 1.27
9 F22 5.49 F22 19.7 123.3 5.49 1.23
10 F38 5.37 F32 20.1 125.2 5.26 1.21
11 F37 5.35 F39 19.7 129.7 5.24 1.20
12 F36 5.31 F49 20.4 110.4 5.65 1.20
13 F19 5.30 F37 20.9 108.5 5.35 1.09
14 F42 5.29 F42 20.3 115.6 5.29 1.07
15 F32 5.26 F36 18.4 133.5 5.31 1.06
16 F39 5.24 F34 18.3 123.6 4.96 0.62
17 F16 5.14 F45 19.2 115.4 4.88 0.59
18 F20 5.08 F50 19.0 106.8 5.00 0.45
19 F21 5.05 F16 14.0 152.6 5.14 0.43
20 F50 5.00 F9 18.6 106.7 4.88 0.29
21 F34 4.96 F52 18.1 111.9 4.71 0.19
22 F15 4.94 F19 15.1 124.0 5.30 0.17
23 F45 4.88 F25 19.0 108.0 4.50 0.17
24 F9 4.88 F48 18.6 106.4 4.63 0.13
Inpari 34
25 F52 4.71 17.0 126.4 4.48 0.12
Salin Agritan
26 F48 4.63 F15 13.7 133.9 4.94 -0.13
27 F14 4.59 F20 15.3 113.0 5.08 -0.14
28 F25 4.50 F35 18.5 110.8 4.06 -0.14
29 F13 4.48 F21 13.1 134.4 5.05 -0.18
Inpari 34
30 4.48 F56 16.6 127.9 4.01 -0.22
Salin Agritan
32 Inpari 29 4.40 F55 20.0 93.3 4.00 -0.23
33 F3 4.38 Inpari 29 15.3 128.8 4.40 -0.23
36 F18 4.30 Inpara 5 21.0 88.7 3.72 -0.29
37 Ciherang 4.26 Ciherang 17.7 102.1 4.26 -0.37
52 Inpara 5 3.72 F13 13.4 110.7 4.48 -0.95
Keterangan: SL = seleksi langsung, AP = anakan produktif, JGI = jumlah gabah isi, Pr = produktivitas
32
Tabel 4.7 Efektivitas metode indeks seleksi pada galur padi dihaploid berdasarkan
diferensial seleksi
Jumlah genotipe terseleksi
Karakter Metode
5 10 15 20 25 30
indeks 1.27 1.12 1.01 0.86 0.72 0.61
Produktivitas (ton/ha) langsung 1.35 1.16 1.02 0.90 0.78 0.65
selisih -0.08 -0.04 -0.01 -0.04 -0.06 -0.04
indeks 2.5 2.4 2.3 1.8 1.4 0.8
Anakan produktif langsung 2.1 2.4 2.0 1.1 0.9 0.6
selisih 0.4 0 0.3 0.7 0.5 0.2
indeks 13.4 12.7 11.3 10.9 9.6 10.2
Jumlah gabah isi langsung 13.1 11.2 10.9 12.2 11.2 9.7
selisih 0.3 1.5 0.4 -1.3 -1.6 0.5
Kombinasi sidik lintas, regresi step wise dan AKU menjadi alternatif seleksi
yang efektif. Kombinasi ini terfokus pada karakter penting yang dapat memprediksi
dan berpengaruh positif terhadap produksi, sebagai karakter utamanya. Sebaliknya,
karakter yang memiliki pengaruh yang rendah atau negatif tidak diikutsertakan
dalam seleksi (Singh dan Chaudhary 2007; Ferdous et al. 2013). Pembobotan
karakter terpilih didasarkan pada kofisien variabel AKU yang bersifat independen
dan terstandarisasi sehingga eigenvektornya merupakan hasil proporsional dari
matrik korelasi (Jolliffe 2002). Penggunaan vektor variabel AKU sebagai dasar
pembobot juga didukung Godshalk dan Timothy (1988) yang menyatakan vektor
variabel KU dapat menjadi dasar prioritas variabel tersebut dalam indeks seleksi.
Selain itu, pemilihan komponen utama sebagai dasar pembobot difokuskan
terhadap karakter produksi dan tidak didasarkan pada keragaman eigenvalue
33
terbesar sehingga seleksi menjadi efektif dan terpusat pada tujuan utama seleksi.
Hasil penelitian ini juga divalidasi dengan kemajuan genetik yang menunjukkan
respon yang baik ketika menentukan karakter sekunder dan indeks seleksi. Oleh
sebab itu, kombinasi ini dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan efesiensi dan
efektivitas seleksi.
4.4 Simpulan
Abstrak
Abstract
showed that there were 25 doubled haploid rice lines showing better tolerance than
Inpari 29, as the best check-in saline stress.
5.1 Pendahuluan
NaCl yang digunakan pada metode penapisan ini sebesar 120 mM atau setara ± 12
dS/m (Kanawapee et al. 2012, Islam dan Gregorio 2013, Safitri 2016).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur-galur dihaploid yang
toleran terhadap cekaman salinitas pada fase bibit dan informasi terkait respon
galur-galur padi dihaploid pada cekaman salinitas.
Pengujian salinitas fase bibit dilakukan pada kultur hara yang disesuaikan
dengan metode Edgane et al. (2003) yang telah dimodifikasi. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini berupa 56 galur dihaploid hasil kultur antera dan
empat varietas pembanding (Ciherang, Inpara 5, Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 29)
(Tabel 3.1) serta dua varietas kontrol toleran dan peka salinitas yaitu Pokkali (F61)
dan IR29 (F62). Selain benih, bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa
media tanam, air, Styrofoam, larutan Yoshida dan NaCl. Alat yang diperlukan
terdiri atas bak kultur (hidroponik), bak semai, pH-meter, dan EC-meter. Penelitian
ini dilakukan di rumah kaca BB Biogen (6°34'26.2" LS 106°47'07.5" BT) dengan
rata-rata suhu maksimal pada rumah kaca sebesar 41.25 ˚C dan suhu minimum
sebesar 25.72 ˚C. Adapun rata-rata kelembaban maksimum sebesar 90.33% dan
rata-rata kelembaban minimum sebesar 39.18%.
Tabel 5.1 Komposisi kimia hara makro larutan Yoshida untuk padi (Egdane et al.
2003)
Konsentrasi (M)
No. Unsur Formula Nama kimia
dalam stock 1000x
1 N NH4NO3 Ammonium nitrate 1.4278
2 P NaH2PO4.H2O Sodium phosphate 0.3623
3 K K2SO4 Potassium sulphate 0.5120
4 Ca CaCl2.2H2O Calcium chloride, dihydrate 0.7550
5 Mg MgSO4.7H2O Magnesium sulphate, 7- 1.6635
hydrate
Tabel 5.2 Komposisi kimia hara mikro larutan Yoshida untuk padi (Egdane et al.
2003)
Konsentrasi (M)
No. Unsur Formula Nama kimia dalam stock
1000x
1 Mn MnCl3.4H2O Manganous chloride, 4- 7.7134
hydrate
2 Mo (NH4)6Mo7O24.4H2O Ammonium molybdate, 4- 0.0639
hydrate
3 Zn ZnSO4.7H2O Zinc sulphate, 7-hydrate 0.1530
4 B H3BO3 Boric acid 18.2274
5 Cu CuSO4.5H2O Cupric sulphate, 5-hydrate 0.1562
6 Fe C10H12N2NaFeO8 FeNa-EDTA 35.8153
daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering
akar
Tabel 5.3 Uraian kegiatan penapisan toleransi salinitas galur-galur padi dihaploid
pada kultur hidroponik
Umur bibit
Kegiatan perlakuan Keterangan
(hari)
0 Semai benih tahap 1 Dalam cawan petri
2 Semai benih tahap 2 Dalam bak pembibitan
Pemindahan bibit ke
Bibit ditanam menggunakan nampan
7 dalam media hidroponik
styrofoam pada instilasi hidroponik
(tanpa NaCl)
Pemberian NaCl dilakukan bertahap dari 0
Pemberian perlakuan
21 mM menjadi 60 mM setelah itu ditingkatkan
NaCl
menjadi 120 mM dengan selang dua hari
Skoring menurut SES IRRI, kemudian
dilanjutkan dengan pengamatan lainnya
Skoring dan evaluasi yaitu tinggi bibit, panjang akar terpanjang,
35
karakter morfologi bibit jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah
tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk,
dan bobot kering akar
A. Rumus standarisasi baku (Walpole 1982) sebagai nilai indeks seleksi (IS)
berdasarkan skor toleransi salinitas
(𝑥𝑖 − µ0 )
𝑧𝑛 =
√𝜎 2
Keterangan :
zn = nilai standarisasi
xi = nilai genotipe pada suatu karakter
µ0 = nilai rata-rata pada suatu karakter
𝜎 2 = ragam dari suatu karakter
Tabel 5.4 Kriteria evaluasi terhadap cekaman salinitas padi pada fase bibit
Skor Deskripsi Kategori toleransi
Pertumbuhan normal, beberapadaun tua
menunjukkan gejala berwarna putih pada
1 Sangat toleran
ujung daun. Tidak ada gejala yang terjadi
pada daun muda
Pertumbuhan agak normal, ujung daun tua
3 kering kecokelatan, ujung daun muda Toleran
berwarna putih
Pertumbuhan terhambat, beberapa daun
5 sudah mengering, titik tumbuh masih dapat Moderat
tumbuh dan berkembang
Pertumbuhan berhenti, sebagian besar daun
7 telah kering, titik tumbuh sudah mengering Peka
sehingga tidak dapat memanjang
Hampir semua bagian tanaman mengering
9 Sangat peka
dan mati
Sumber : Egdane et al. (2003)
40
𝜒0 − 𝜒𝑠
𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 (𝑃𝑅) =
𝜒0
Keterangan :
X0 = nilai genotipe pada keadaan normal
Xs = nilai genotipe pada keadaan salin
berkaitan dengan sifat skor yang memiliki korelasi terbalik dengan sifat
toleransinya.
Tabel 5.6 Pengelompokan toleransi salinitas dan indeks seleksi salinitas pada padi
Prk Genotipe M IS K Prk Genotipe M IS K
1 Pokkali 3.00 -1.09 Toleran 32 HS1-35-1-7 4.87 0.06 moderat
2 HS4-15-1-9 3.00 -1.09 Toleran 33 HS4-11-1-72 4.87 0.06 moderat
3 HS4-15-1-24 3.00 -1.09 Toleran 34 HS4-11-1-73 4.87 0.06 moderat
4 HS4-15-1-62 3.00 -1.09 Toleran 35 HS1-35-1-5 5.00 0.14 moderat
5 HS4-15-3-17 3.00 -1.09 Toleran 36 HS1-35-1-6 5.00 0.14 moderat
6 HS4-15-3-30 3.00 -1.09 Toleran 37 HS4-11-1-75 5.00 0.14 moderat
7 HS1-35--14 3.27 -0.92 Toleran 38 HS4-15-1-23 5.00 0.14 moderat
8 HS4-15-1-22 3.27 -0.92 Toleran 39 HS4-15-1-27 5.00 0.14 moderat
9 HS4-15-3-4 3.27 -0.92 Toleran 40 HS4-15-1-29 5.00 0.14 moderat
10 HS4-15-1-15 3.33 -0.88 Toleran 41 HS4-15-2-9 5.00 0.14 moderat
11 HS4-15-1-25 3.33 -0.88 Toleran 42 HS4-15-3-6 5.00 0.14 moderat
12 HS4-15-1-26 3.33 -0.88 Toleran 43 HS4-15-3-29 5.00 0.14 moderat
13 HS4-15-1-63 3.33 -0.88 Toleran 44 HS4-15-3-32 5.00 0.14 moderat
14 HS4-15-1-70 3.33 -0.88 Toleran 45 HS14-15-1-1 5.00 0.14 moderat
15 HS4-15-2-6 3.33 -0.88 Toleran 46 HS4-11-1-70 5.40 0.38 peka
Inpari 34
16 HS4-15-3-8 3.33 -0.88 Toleran 47 5.40 0.38 peka
Salin Agritan
17 HS4-15-3-26 3.33 -0.88 Toleran 48 HS4-15-1-43 5.43 0.40 peka
18 HS1-35-1-10 3.37 -0.86 Toleran 49 HS1-35-1-13 5.60 0.51 peka
19 HS4-15-1-64 3.37 -0.86 Toleran 50 HS1-28-1-5 6.33 0.95 peka
20 HS1-35-1-15 3.40 -0.84 Toleran 51 HS4-11-1-71 6.33 0.95 peka
21 HS4-11-1-2 3.40 -0.84 Toleran 52 HS4-15-1-47 6.57 1.10 peka
22 HS4-11-1-30 3.40 -0.84 Toleran 53 HS1-35-1-8 6.63 1.14 peka
23 HS4-15-1-6 3.40 -0.84 Toleran 54 HS1-35-1-9 6.63 1.14 peka
24 HS4-15-1-28 3.40 -0.84 Toleran 55 HS4-15-3-5 6.77 1.22 peka
25 HS4-15-2-4 3.43 -0.82 Toleran 56 HS1-35-1-4 6.97 1.35 peka
26 HS4-45-1-66 4.33 -0.27 moderat 57 HS4-11-1-36 7.40 1.61 peka
27 HS4-11-1-1 4.40 -0.23 moderat 58 Inpara 5 8.23 2.12 peka
28 HS4-11-1-74 4.40 -0.23 moderat 59 Ciherang 8.33 2.18 peka
29 HS4-15-1-16 4.40 -0.23 moderat 60 HS17-33-1-8 8.40 2.22 peka
30 HS 17-3-1-1 4.40 -0.23 moderat 61 HS17-21-1-7 9.00 2.59 peka
31 Inpari 29 4.40 -0.23 moderat 62 IR 29 9.00 2.59 peka
Keterangan : Prk = peringkat, M = median, IS = indeks seleksi, K = kelompok
43
a b
c d
Gambar 5.2 Fenotipe skor toleransi salinitas pada padi, a) toleran, b) moderat,
c) peka, d) sangat peka
perbedaan respon penurunan relatif karakter antar galur dihaploid tersebut. Oleh
sebab itu, penentuan genotipe toleran, selain didasarkan pada skoring, juga dapat
diduga dengan membandingkan penurunan relatif karakter antara galur dihaploid
dengan varietas kontrol Pokkali.
Tabel 5.7 Respon umum percobaan penapisan galur-galur padi dihaploid pada
kultur hara
Galur Nilai tengah
Karakter
Rata-rata Kisaran Pembanding Pokkali IR29
0 mM NaCl
Jumlah daun 10.8 ± 1.67 7.6-14.8 12.1 12.5 10.8
Jumlah anakan 1.8 ± 0.4 1.0-2.8 2.1 2.8 2.2
Tinggi bibit (cm) 67.34 ± 4.87 51.62-76.01 54.44 97.14 69.80
Panjang akar (cm) 20.76 ± 1.98 16.87-25.70 23.66 28.34 19.93
Bobot basah tajuk (g) 3.56 ± 0.51 1.89-5.19 2.61 9.07 4.58
Bobot basah akar (g) 1.59 ± 0.28 0.85-2.33 1.34 2.99 2.54
Bobot biomassa (g) 5.17 ± 0.75 2.74-7.52 3.95 12.06 7.12
Bobot kering tajuk (g) 0.56 ± 0.08 0.27-0.70 0.40 1.24 0.70
Bobot kering akar (g) 0.16 ±0.03 0.07-0.22 0.13 0.30 0.24
Bobot kering biomassa (g) 0.72 ± 0.10 0.35-0.90 0.53 1.54 0.94
120 mM NaCl
Jumlah daun (JD) 9.4 ± 1.4 7-14.7 9.3 10.5 7.7
Jumlah anakan (JA) 1.6 ± 0.5 0.9-3.3 1.5 2.1 1.2
Tinggi bibit (TT) 41.36 ± 5.25 22.18-49.93 31.53 75.74 35.70
Panjang akar (PA) 17.53 ± 2.27 11.09-22.60 23.66 17.99 14.63
Bobot basah tajuk (BBT) 1.37 ± 0.37 0.60-2.15 0.75 4.38 0.91
Bobot basah akar (BBA) 0.85 ± 0.20 0.43-1.21 0.54 1.52 0.76
Bobot biomassa (BBB) 2.22 ± 0.56 1.04-3.29 1.29 5.90 1.67
Bobot kering tajuk (BKT) 0.27 ± 0.06 0.11-0.47 0.16 0.74 0.19
Bobot kering akar (BKA) 0.08 ± 0.02 0.05-0.17 0.07 0.16 0.07
Bobot kering biomassa (BKB) 0.35 ± 0.08 0.17-0.61 0.22 0.90 0.26
45
Tabel 5.8 Jumlah daun dan jumlah anakan galur-galur padi dihaploid yang diuji
dalam penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik
Jumlah daun (JD) Jumlah anakan (JA) Penurunan relatif
Genotipe
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM JD JA
HS1-28-1-5 13.6*+ 9.8 2.7 1.8 0.28 0.33
HS1-35-1-4 11.8 8.9 2.2 1.7 0.24 0.23
HS1-35-1-5 10.3 9.3 1.5 1.5 0.10 0.00
HS1-35-1-6 10.2 8.7 1.7 1.0 0.15 0.40
HS1-35-1-7 11.4 9.4 1.8 1.5 0.17 0.16
HS1-35-1-8 11.0 7.3 2.2 0.9 0.33 0.59
HS1-35-1-9 9.6 8.6 1.8 1.4 0.10 0.25
HS1-35-1-10 10.1 8.7 2.2 1.4 0.14 0.34
HS1-35-1-13 9.7 7.8 1.7 1.2 0.19 0.27
HS1-35-1-14 9.7 9.9 2.2 2.0 -0.02 0.10
HS1-35-1-15 12.2 9.9 2.0 2.1 0.18 -0.05
HS4-11-1-1 8.9 7.9 1.3 1.0 0.11 0.21
HS4-11-1-2 8.9 8.6 1.1 1.3 0.04 -0.14
HS4-11-1-30 9.1 8.6 1.7 1.5 0.06 0.07
HS4-11-1-36 7.7 7.0 1.2 1.2 0.09 0.01
HS4-11-1-70 9.7 8.0 1.6 1.2 0.17 0.22
HS4-11-1-71 9.7 7.8 1.8 1.3 0.20 0.29
HS4-11-1-72 10.8 8.4 1.8 1.4 0.22 0.22
HS4-11-1-73 11.2 8.9 1.7 1.4 0.21 0.14
HS4-11-1-74 11.1 9.7 1.8 1.7 0.13 0.04
HS4-11-1-75 10.1 9.1 1.4 1.8 0.09 -0.22
HS4-15-1-6 12.2 10.6 2.2 2.0 0.13 0.11
HS4-15-1-9 7.9 8.6 1.3 1.7 -0.09 -0.24
HS4-15-1-15 7.6 8.1 1.2 1.1 -0.06 0.10
HS4-15-1-16 9.7 7.3 1.7 1.0 0.24 0.41
HS4-15-1-22 12.2 14.7*+ 2.0 3.3 *+ -0.21 -0.63
HS4-15-1-23 8.9 7.9 1.6 1.1 0.11 0.29
HS4-15-1-24 9.2 10.3 1.1 *+ 1.7 -0.12 -0.49
HS4-15-1-25 8.5 8.2 1.3 1.2 0.04 0.13
HS4-15-1-26 8.9 8.8 1.2 1.3 0.02 -0.08
HS4-15-1-27 8.0 7.7 1.0 1.0 0.04 0.01
HS4-15-1-28 12.6 10.8 2.3 1.5 0.15 0.34
HS4-15-1-29 8.4 7.4 1.0 0.9 0.13 0.07
HS4-15-1-43 12.6 9.9 2.1 1.5 0.21 0.27
HS4-15-1-47 11.6 9.4 1.9 1.7 0.20 0.13
HS4-15-1-62 10.9 9.9 2.0 1.8 0.09 0.12
HS4-15-1-63 11.6 11.1 1.7 2.4 0.05 -0.43
HS4-15-1-64 10.5 9.6 1.7 1.9 0.08 -0.13
46
Tabel 5.8 Jumlah daun dan jumlah anakan galur-galur padi dihaploid yang diuji
dalam penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik (Lanjutan)
Jumlah daun (JD) Jumlah anakan (JA) Penurunan relatif
Genotipe
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM JD JA
HS4-15-1-70 12.0 9.7 1.9 1.9 0.19 0.01
HS4-15-2-4 13.0 10.1 2.4 1.8 0.22 0.25
HS4-15-2-6 12.6 11.8 2.0 2.0 0.06 0.01
HS4-15-2-9 11.6 9.2 1.9 1.4 0.21 0.27
HS4-15-3-4 12.3 11.3 2.2 2.2 0.08 0.00
HS4-15-3-5 12.2 8.7 1.8 1.5 0.29 0.13
HS4-15-3-6 12.4 9.8 2.1 1.7 0.21 0.21
HS4-15-3-8 13.0 10.7 2.1 2.0 0.18 0.06
HS4-15-3-17 11.8 12.3 *+ 2.1 2.4 *+ -0.04 -0.15
HS4-15-3-26 12.3 10.6 2.2 1.9 0.14 0.16
HS4-15-3-29 10.9 9.6 1.8 1.7 0.12 0.10
HS4-15-3-30 14.8 11.6 2.7 *+ 2.5 *+ 0.21 0.07
HS4-15-3-32 10.7 10.4 1.8 2.1 0.03 -0.18
HS4-45-1-66 8.7 8.6 1.4 1.3 0.00 0.12
HS14-15-1-1 12.5 10.9 2.7 *+ 1.4 0.13 0.48
HS 17-3-1-1 13.2 10.4 2.3 1.8 0.21 0.22
HS17-21-1-7 13.3 10.0 2.2 1.8 0.25 0.18
HS17-33-1-8 10.1 7.6 2.0 0.9 0.24 0.56
Ciherang 13.9 *+ 11.5 2.2 2.2 0.17 0.03
Inpara 5 11.1 7.1 2.2 1.0 0.36 0.53
Inpari 34 Salin
10.1 9.4 1.6 1.3 0.07 0.15
Agritan
Inpari 29 13.1 9.4 2.2 1.4 0.29 0.36
Pokkali 12.5 10.5 2.8 2.1 0.16 0.27
IR 29 10.8 7.7 2.2 1.2 0.29 0.46
Rata-rata 10.90 9.39 1.84 1.59 0.12 0.11
SD 1.71 1.43 0.41 0.45 0.11 0.23
Max 14.8 14.7 2.7 3.3 0.3 0.59
Min 7.6 7.0 1.0 0.9 -0.2 -0.63
KK 14.88 17.21 22.31 30.94
BNT 0.05 2.63 2.61 0.67 0.79
Keterangan : SD = standar deviasi, KK= kofisien keragaman, *+= menunjukkan bahwa nilai
genotipe tersebut nyata lebih besar dibanding rata-rata karakter dari populasi
tersebut berdasarkan uji BNT 5%.
47
Tabel 5.9 Tinggi tajuk dan panjang akar galur-galur padi dihaploid yang diuji
dalam penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik
Tinggi tajuk (cm) Panjang akar (cm) Penurunan relatif
Genotipe
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM TT PA
*+
HS1-28-1-5 60.06 34.47 27.61 20.33 0.43 0.26
HS1-35-1-4 70.58 40.33 21.88 16.08 0.43 0.26
HS1-35-1-5 70.91 44.51 20.23 17.43 0.37 0.14
HS1-35-1-6 72.31 39.81 19.60 15.15 0.45 0.23
HS1-35-1-7 71.30 42.39 19.83 15.16 0.41 0.24
HS1-35-1-8 69.22 37.19 17.63 14.70 0.46 0.17
HS1-35-1-9 71.50 39.62 18.77 15.23 0.45 0.19
HS1-35-1-10 72.76 44.14 19.30 16.07 0.39 0.17
HS1-35-1-13 70.51 39.65 19.67 14.35 0.44 0.27
HS1-35--14 68.44 46.04 22.07 17.97 0.33 0.19
HS1-35-1-15 66.06 49.93 *+ 20.92 18.46 0.24 0.12
*+
HS4-11-1-1 73.69 43.39 21.49 18.51 0.41 0.14
HS4-11-1-2 70.70 45.85 22.17 20.07 0.35 0.09
HS4-11-1-30 72.17 40.91 20.63 18.88 0.43 0.08
HS4-11-1-36 69.41 29.66 19.14 16.37 0.57 0.14
HS4-11-1-70 74.43 *+ 41.01 18.81 17.76 0.45 0.06
*+
HS4-11-1-71 75.91 33.14 18.71 17.02 0.56 0.09
*+
HS4-11-1-72 74.36 41.04 19.58 15.80 0.45 0.19
*+
HS4-11-1-73 73.20 40.59 21.17 18.05 0.45 0.15
HS4-11-1-74 73.14*+ 44.03 19.14 18.24 0.40 0.05
*+
HS4-11-1-75 76.01 39.70 17.96 16.16 0.48 0.10
HS4-15-1-6 67.69 45.02 23.19 19.06 0.33 0.18
HS4-15-1-9 65.91 44.90 18.77 18.20 0.32 0.03
HS4-15-1-15 65.68 42.81 18.15 16.62 0.35 0.08
HS4-15-1-16 65.40 44.07 20.24 16.47 0.33 0.19
HS4-15-1-22 68.44 47.89 22.37 22.60 0.30 -0.01
HS4-15-1-23 65.97 41.34 18.76 17.28 0.37 0.08
HS4-15-1-24 66.22 48.32 19.58 19.61 0.27 0.00
HS4-15-1-25 62.10 41.44 16.87 14.35 0.33 0.15
HS4-15-1-26 67.21 45.88 20.59 18.51 0.32 0.10
HS4-15-1-27 65.33 40.89 18.12 16.84 0.37 0.07
HS4-15-1-28 65.01 40.31 21.54 16.79 0.38 0.22
HS4-15-1-29 69.09 44.31 18.82 16.53 0.36 0.12
HS4-15-1-43 66.16 33.64 20.33 14.78 0.49 0.27
HS4-15-1-47 65.86 37.68 22.36 14.58 0.43 0.35
HS4-15-1-62 63.34 47.98 22.25 19.81 0.24 0.11
HS4-15-1-63 67.70 45.89 20.65 19.74 0.32 0.04
HS4-15-1-64 63.73 40.58 20.45 17.82 0.36 0.13
HS4-15-1-70 65.76 40.80 22.23 16.64 0.38 0.25
48
Tabel 5.9 Tinggi tajuk dan panjang akar galur-galur padi dihaploid yang diuji
dalam penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik (Lanjutan)
Tinggi tajuk (cm) Panjang akar (cm) Penurunan relatif
Genotipe
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM TT PA
HS4-15-2-4 66.70 41.40 20.84 18.37 0.38 0.12
HS4-15-2-6 66.49 46.66 21.42 21.25 0.30 0.01
HS4-15-2-9 65.47 41.86 22.36 17.55 0.36 0.22
HS4-15-3-4 62.55 42.90 21.74 18.31 0.31 0.16
HS4-15-3-5 68.50 33.90 21.53 15.92 0.51 0.26
HS4-15-3-6 64.05 42.36 22.98 17.10 0.34 0.26
HS4-15-3-8 63.28 45.60 23.53 20.99 0.28 0.11
HS4-15-3-17 63.93 46.08 22.79 22.34 *+ 0.28 0.02
HS4-15-3-26 64.97 44.09 22.41 19.53 0.32 0.13
HS4-15-3-29 68.82 43.76 22.28 20.38 0.36 0.09
HS4-15-3-30 65.88 43.19 24.51 20.24 0.34 0.17
HS4-15-3-32 68.02 37.80 21.41 15.01 0.44 0.30
HS4-45-1-66 63.16 40.89 17.98 16.36 0.35 0.09
HS14-15-1-1 56.93 35.61 22.91 15.66 0.37 0.32
*+
HS 17-3-1-1 73.37 49.45 *+ 23.76 22.03 0.33 0.07
HS17-21-1-7 51.62 22.18 18.80 11.09 0.57 0.41
HS17-33-1-8 54.00 27.42 19.86 15.78 0.49 0.21
Ciherang 52.78 24.56 18.91 13.26 0.53 0.30
*+
Inpara 5 51.73 28.00 25.7 13.67 *+ 0.46 0.47
Inpari 29 57.80 39.14 23.37 21.96 0.32 0.06
Inpari 4 Salin
55.43 34.41 26.65 *+ 21.99 0.38 0.17
Agritan
Pokkali 97.14 75.74 28.34 17.99 0.22 0.37
IR 29 69.80 35.70 19.93 14.63 0.49 0.27
Rata-rata 66.48 40.71 20.95 17.55 0.39 0.16
SD 5.73 5.82 2.19 2.45 0.08 0.10
Max 76.01 49.93 27.61 22.60 0.57 0.47
Min 51.62 22.18 16.87 11.09 0.24 -0.01
KK 5.22 12.35 13.74 16.08
BNT 5.66 8.22 4.68 4.55
Keterangan : SD = standar deviasi, KK= kofisien keragaman, TT = tinggi tajuk, PA =
panjang akar, *+= menunjukkan bahwa nilai genotipe tersebut nyata lebih
besar dibandingkan rata-rata karakter dari populasi tersebut berdasarkan uji
BNT 5%.
.
49
Tabel 5.10 Karakter bobot basah galur-galur padi dihaploid yang diuji dalam
penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik
BBT (g) BBA (g) BBB (g) Penurunan relatif
Label
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM 0 mM 120 mM BBT BBA BBB
F1 4.00 0.93 1.58 0.57 5.86 1.50 0.77 0.64 0.74
*+
F2 4.49 1.23 2.11 0.82 6.86 2.05 0.73 0.61 0.70
F3 3.91 1.48 1.38 0.98 5.47 2.46 0.62 0.29 0.55
F4 3.70 1.03 1.77 0.58 5.54 1.61 0.72 0.67 0.71
F5 4.15 1.34 1.80 0.83 6.19 2.18 0.68 0.54 0.65
F6 3.77 0.71 1.68 0.54 5.55 1.25 0.81 0.68 0.77
F7 3.49 1.08 1.40 0.52 4.93 1.60 0.69 0.63 0.68
F8 4.03 1.33 1.74 0.75 5.86 2.08 0.67 0.57 0.64
F9 3.41 1.06 1.49 0.65 4.90 1.71 0.69 0.57 0.65
F10 3.60 1.71 1.65 0.97 5.26 2.67 0.53 0.42 0.49
F11 3.52 1.95 1.55 1.08 5.07 3.03 0.45 0.30 0.40
F12 3.16 1.19 1.49 0.94 4.65 2.13 0.62 0.37 0.54
F13 3.47 1.57 1.25 1.11 4.73 2.69 0.55 0.11 0.43
F14 3.48 1.60 1.38 0.87 4.86 2.48 0.54 0.37 0.49
F15 2.93 0.92 1.34 0.70 4.28 1.63 0.69 0.48 0.62
F16 4.40 1.25 1.40 0.86 5.79 2.10 0.72 0.39 0.64
F17 4.15 0.72 1.52 0.65 5.67 1.37 0.83 0.57 0.76
F18 3.71 1.21 1.32 0.86 5.03 2.07 0.67 0.35 0.59
F19 3.63 1.28 1.29 0.85 4.92 2.12 0.65 0.34 0.57
F20 3.67 1.50 1.26 0.93 4.93 2.43 0.59 0.26 0.51
F21 3.41 1.30 1.33 0.84 4.74 2.14 0.62 0.37 0.55
F22 3.97 1.69 1.73 0.98 5.70 2.67 0.57 0.44 0.53
F23 3.19 2.01 1.26 1.21 4.45 3.22 0.37 0.04 0.28
F24 3.38 1.50 1.55 1.04 4.93 2.54 0.55 0.33 0.48
F25 3.37 1.43 1.35 0.87 4.72 2.31 0.58 0.35 0.51
*+ *+
F26 4.20 2.15 1.55 1.14 5.75 3.29 0.49 0.27 0.43
F27 3.21 1.33 1.41 0.96 4.62 2.29 0.59 0.32 0.50
*+ *+
F28 3.18 2.11 1.34 1.17 4.52 3.28 0.33 0.13 0.27
F29 2.93 1.15 1.11 0.81 4.04 1.96 0.61 0.27 0.51
F30 3.59 1.76 1.57 1.10 5.15 2.87 0.51 0.30 0.44
F31 2.96 1.38 1.52 1.00 4.48 2.38 0.53 0.34 0.47
F32 3.67 1.40 1.80 0.93 5.47 2.33 0.62 0.48 0.57
F33 3.33 1.42 1.72 0.98 5.05 2.40 0.57 0.43 0.52
F34 3.81 0.76 1.77 0.51 5.58 1.26 0.80 0.71 0.77
F35 3.40 1.00 1.64 0.71 5.05 1.71 0.71 0.57 0.66
F36 3.59 1.71 1.80 0.99 5.39 2.71 0.52 0.45 0.50
F37 3.57 1.66 1.47 1.13 5.04 2.80 0.54 0.23 0.45
F38 2.83 1.10 1.33 0.63 4.16 1.73 0.61 0.53 0.58
F39 3.29 1.34 1.45 0.86 4.74 2.20 0.59 0.40 0.54
50
Tabel 5.10 Karakter bobot basah galur-galur padi dihaploid yang diuji dalam
penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik (Lanjutan)
BBT (g) BBA (g) BBBT (g) Penurunan relatif
Label
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM 0 mM 120 mM BBT BBA BBBT
F40 4.03 1.42 1.95 0.90 5.98 2.32 0.65 0.54 0.61
F41 3.67 1.87 1.72 1.05 5.39 2.92 0.49 0.39 0.46
F42 3.18 1.10 1.49 0.61 4.67 1.70 0.66 0.59 0.64
F43 3.32 1.32 2.14 0.87 5.46 2.19 0.60 0.59 0.60
F44 3.38 1.12 1.38 0.76 4.76 1.88 0.67 0.45 0.60
F45 3.61 1.14 1.88 0.75 5.49 1.88 0.69 0.60 0.66
F46 3.58 1.64 1.93 0.99 5.51 2.62 0.54 0.49 0.52
F47 3.73 1.85 1.93 1.11 5.67 2.96 0.50 0.43 0.48
F48 4.23 1.74 2.33 *+ 1.01 6.57 2.75 0.59 0.57 0.58
F49 3.35 1.38 1.72 0.86 5.06 2.24 0.59 0.50 0.56
*+
F50 4.43 1.61 1.92 0.92 6.35 2.53 0.64 0.52 0.60
F51 3.27 1.13 1.62 0.55 4.89 1.68 0.65 0.66 0.66
F52 2.96 1.51 1.62 0.82 4.58 2.32 0.49 0.50 0.49
F53 3.38 1.00 1.66 0.68 5.04 1.67 0.71 0.59 0.67
*+ *+ *+ *+ *+
F54 5.19 2.14 2.33 1.13 7.52 3.27 0.59 0.51 0.56
F55 1.89 0.60 0.85 0.43 2.74 1.04 0.68 0.49 0.62
F56 2.60 0.64 1.48 0.46 4.08 1.09 0.75 0.69 0.73
F57 2.47 0.52 1.32 0.39 3.79 0.90 0.79 0.71 0.76
F58 2.32 0.52 1.02 0.45 3.34 0.97 0.77 0.56 0.71
F59 2.64 1.17 1.36 0.64 4.00 1.82 0.56 0.53 0.54
F60 3.01 0.81 1.65 0.68 4.65 1.48 0.73 0.59 0.68
F61 9.07 4.38 2.99 1.52 12.06 5.90 0.52 0.49 0.51
F62 4.58 0.91 2.54 0.76 7.12 1.67 0.80 0.70 0.77
rata 3.50 1.33 1.57 0.83 5.09 2.16 0.62 0.46 0.57
SD 0.55 0.40 0.29 0.21 0.79 0.60 0.10 0.15 0.11
max 5.19 2.15 2.33 1.21 7.52 3.29 0.83 0.71 0.77
min 1.89 0.52 0.85 0.39 2.74 0.90 0.33 0.04 0.27
KK 15.60 32.10 26.84 29.52 17.60 30.05
BNT 0.91 0.71 0.7 0.40 1.48 1.07
Keterangan : SD = standar deviasi, KK= kofisien keragaman, BBT= bobot basah tajuk,
BBA = bobot basah akar, BBBT = bobot basah biomassa total, F57 = Ciherang, F58
= Inpara 5, F59 = Inpari 29, F60 = Inpari 34 Salin Agritan. *+= menunjukkan bahwa
nilai genotipe tersebut nyata lebih besar dibandingkan rata-rata karakter dari populasi
tersebut berdasarkan uji BNT 5%.
51
Tabel 5.11 Karakter bobot kering galur-galur padi dihaploid yang diuji dalam
penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik
BKT (g) BKA (g) BKBT (g) Penurunan relatif
G
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM 0 mM 120 mM BKT BKA BKBT
F1 0.51 0.21 0.17 0.06 0.68 0.27 0.60 0.63 0.60
F2 0.56 0.25 0.15 0.07 0.71 0.32 0.54 0.56 0.54
F3 0.54 0.29 0.14 0.08 0.68 0.37 0.47 0.40 0.46
F4 0.69 0.28 0.20 0.07 0.89 0.35 0.59 0.64 0.60
F5 0.61 0.28 0.16 0.07 0.77 0.35 0.54 0.55 0.54
F6 0.57 0.21 0.16 0.06 0.73 0.27 0.63 0.65 0.63
F7 0.51 0.22 0.14 0.07 0.64 0.29 0.56 0.51 0.54
F8 0.58 0.29 0.16 0.09 0.74 0.38 0.51 0.43 0.48
F9 0.64 0.20 0.19 0.06 0.83 0.26 0.69 0.71 0.69
F10 0.61 0.32 0.17 0.09 0.78 0.41 0.47 0.48 0.47
F11 0.56 0.36 0.15 0.10 0.71 0.45 0.36 0.33 0.36
F12 0.50 0.22 0.16 0.06 0.66 0.29 0.56 0.62 0.57
F13 0.53 0.28 0.15 0.09 0.68 0.36 0.48 0.39 0.47
F14 0.52 0.29 0.16 0.08 0.67 0.37 0.45 0.47 0.45
F15 0.66 0.20 0.21 0.07 0.87 0.27 0.70 0.68 0.69
F16 0.55 0.25 0.15 0.07 0.70 0.33 0.54 0.50 0.53
F17 0.59 0.19 0.17 0.08 0.75 0.27 0.68 0.52 0.64
F18 0.59 0.22 0.16 0.07 0.75 0.30 0.62 0.53 0.59
F19 0.59 0.25 0.16 0.08 0.75 0.33 0.57 0.50 0.56
F20 0.55 0.29 0.14 0.09 0.69 0.38 0.47 0.40 0.46
F21 0.57 0.22 0.15 0.07 0.71 0.29 0.61 0.55 0.59
F22 0.62 0.30 0.17 0.09 0.80 0.39 0.51 0.48 0.51
F23 0.51 0.36 0.13 0.09 0.64 0.45 0.29 0.32 0.30
F24 0.55 0.30 0.16 0.09 0.71 0.39 0.45 0.42 0.45
F25 0.53 0.26 0.14 0.09 0.67 0.35 0.51 0.37 0.48
F26 0.68 0.42 0.21 0.12 0.88 0.54 0.37 0.44 0.39
F27 0.54 0.26 0.15 0.08 0.68 0.33 0.52 0.48 0.51
F28 0.52 0.38 0.15 0.11 0.67 0.49 0.28 0.27 0.27
F29 0.47 0.24 0.12 0.06 0.59 0.30 0.50 0.46 0.48
F30 0.55 0.33 0.15 0.09 0.70 0.42 0.41 0.39 0.40
F31 0.50 0.31 0.14 0.09 0.65 0.40 0.39 0.35 0.39
F32 0.59 0.31 0.17 0.08 0.75 0.40 0.47 0.50 0.47
F33 0.48 0.27 0.14 0.08 0.62 0.35 0.44 0.40 0.44
F34 0.69 0.21 0.19 0.07 0.88 0.28 0.69 0.64 0.68
F35 0.54 0.21 0.15 0.07 0.69 0.28 0.60 0.57 0.59
F36 0.54 0.36 0.16 0.09 0.70 0.45 0.34 0.43 0.36
F37 0.55 0.33 0.13 0.11 0.68 0.44 0.39 0.18 0.34
F38 0.46 0.25 0.13 0.07 0.59 0.32 0.47 0.44 0.46
F39 0.49 0.26 0.13 0.09 0.62 0.35 0.47 0.33 0.44
52
Tabel 5.11 Karakter bobot kering galur-galur padi dihaploid yang diuji dalam
penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik (Lanjutan)
BKT (g) BKA (g) BKBT (g) Penurunan relatif
G
0 mM 120 mM 0 mM 120 mM 0 mM 120 mM BKT BKA BKBT
F40 0.62 0.31 0.17 0.09 0.79 0.39 0.51 0.47 0.51
F41 0.56 0.28 0.14 0.17 0.69 0.45 0.50 -0.27 0.35
F42 0.45 0.22 0.13 0.07 0.58 0.28 0.52 0.47 0.51
F43 0.62 0.27 0.19 0.08 0.81 0.35 0.56 0.57 0.56
F44 0.61 0.23 0.16 0.08 0.77 0.31 0.62 0.51 0.60
F45 0.56 0.22 0.15 0.07 0.71 0.29 0.61 0.55 0.59
F46 0.62 0.30 0.19 0.09 0.81 0.39 0.51 0.54 0.52
F47 0.68 0.34 0.22 0.10 0.90 0.44 0.50 0.55 0.51
F48 0.68 0.32 0.20 0.09 0.88 0.41 0.53 0.54 0.53
F49 0.49 0.27 0.13 0.08 0.62 0.35 0.45 0.40 0.44
F50 0.70 0.33 0.17 0.09 0.88 0.42 0.53 0.46 0.52
F51 0.57 0.23 0.16 0.07 0.73 0.30 0.60 0.53 0.59
F52 0.44 0.27 0.11 0.07 0.55 0.34 0.38 0.35 0.39
F53 0.52 0.21 0.15 0.07 0.68 0.28 0.60 0.54 0.59
F54 0.68 0.47 0.19 0.14 0.87 0.61 0.31 0.28 0.30
F55 0.27 0.11 0.07 0.05 0.35 0.17 0.59 0.32 0.51
F56 0.46 0.16 0.15 0.05 0.61 0.22 0.64 0.65 0.64
F57 0.34 0.09 0.10 0.05 0.44 0.14 0.73 0.48 0.68
F58 0.40 0.13 0.12 0.06 0.52 0.18 0.68 0.50 0.65
F59 0.37 0.24 0.12 0.08 0.49 0.32 0.35 0.31 0.34
F60 0.49 0.17 0.17 0.07 0.67 0.24 0.65 0.58 0.64
F61 1.24 0.74 0.30 0.16 1.54 0.90 0.40 0.48 0.42
F62 0.70 0.19 0.24 0.07 0.94 0.26 0.72 0.70 0.72
rata 0.55 0.26 0.15 0.08 0.70 0.35 0.52 0.46 0.51
SD 0.09 0.07 0.03 0.02 0.11 0.08 0.11 0.14 0.10
max 0.70 0.47 0.22 0.17 0.90 0.61 0.73 0.71 0.69
min 0.27 0.09 0.07 0.05 0.35 0.14 0.28 -0.27 0.27
KK 22.84 31.22 26.93 31.08 23.37 28.37
BNT 0.21 0.14 0.07 0.04 0.27 0.60
Keterangan : SD = standar deviasi, KK= kofisien keragaman, BKT= bobot kering tajuk, BKA
= bobot kering akar, BKBT = bobot kering biomassa total, F57 = Ciherang, F58
= Inpara 5, F59 = Inpari 29, F60 = Inpari 34 Salin Agritan.
Respon genotipe terhadap jumlah daun dan jumlah anakan ditampilkan pada
Tabel 5.8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pemberian cekaman salinitas
meningkatkan koefisien keragaman pada kedua karakter. Hal ini menjelaskan
terjadinya peningkatan pengaruh lingkungan salinitas terhadap kedua karakter
tersebut. Rata-rata penurunan relatif jumlah daun dan jumlah anakan pada genotipe
uji lebih rendah dibandingkan penurunan varietas Pokkali, sebagai varietas toleran.
Hal ini menunjukkan galur yang digunakan relatif stabil terhadap karakter jumlah
daun dan jumlah anakan ketika terpapar salinitas, bahkan terdapat beberapa galur
memiliki nilai penurunan yang negatif. Penurunan negatif menunjukkan bahwa
53
Tabel 5.12 Rangkuman koefisien keragaman dan penurunan relatif karakter padi
Variabel JD JA TT PA BBT BBA BBBT BKT BKA BKBT
0 mM 14.88 22.31 5.22 13.74 15.6 26.84 17.6 22.84 26.93 23.37
KK
120 mM 17.21 30.94 12.35 16.08 32.1 29.52 30.05 31.22 31.08 28.37
X 0.13 0.03 0.39 0.16 0.62 0.46 0.57 0.52 0.46 0.51
PR Max 0.36 0.18 0.57 0.47 0.83 0.71 0.77 0.73 0.71 0.69
Min -0.21 -0.09 0.24 -0.01 0.33 0.04 0.27 0.28 -0.27 0.27
Keseluruhan informasi dari Tabel 5.8, 5.9, 5.10 dan 5.11 terangkum pada
Tabel 5.12. Tabel ini mengambarkan bahwa cekaman salinitas menyebabkan
peningkatan KK yang besar pada semua karakter pertumbuhan. Peningkatan
tersebut disebabkan adanya pengaruh lingkungan atau kuadrat tengah galat yang
besar ketika tanaman diinduksi cekaman salinitas. Peningkatan KK terbesar terjadi
pada karakter bobot basah tajuk dan biomassa total. Peningkatan tersebut selaras
dengan penurunan rata-rata dari kedua karakter yang sangat tinggi dibandingkan
karakter lainnya. Safitri (2016) juga melaporkan terjadi peningkatan KK pada
semua karakter pertumbuhaan bibit, kecuali panjang akar. Hal ini mengindikasikan
bahwa perubahan lingkungan sangat mempengaruhi keduanya, terutama pada
karakter bobot basah tajuk. Karakter bobot basah sangat terkait dengan penyerapan
air ke dalam tanaman yang berpengaruh terhadap karakter pertumbuhan lainnya.
Salinitas menginduksi penurunan potensial osmotik lingkungan yang menyebabkan
potensial osmotik tanaman lebih tinggi dibandingkan potensial osmotik lingkungan
sehingga tanaman sulit untuk menyerap air dan menimbulkan efek bagi
pertumbuhannya (Mohamadi et al. 2017). Suplai air yang kurang menyebabkan
tanaman berusaha untuk tetap menjaga air di dalam selnya agar tidak terjadi
plasmolisis. Oleh sebab itu, tanaman berusaha meminimalkan proses metabolisme
dan pembelahan selnya (Munns dan Tester 2008) sehingga pertumbuhannya
menjadi lebih lambat dibandingkan pada keadaan normal.
Hal menarik juga terjadi pada bobot basah akar. Karakter ini termasuk
karakter yang dipengaruhi oleh air. Namun pengaruh perubahan lingkungan dan
penurunan relatifnya tidak sebesar bobot tajuk. Hal ini juga selaras dengan
penurunan rata-rata panjang akar yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan
penurunan tinggi tajuknya. Menurut De Leon et al. (2015) penurunan panjang akar
tidak memiliki interaksi nyata dengan salinitas dibandingkan tinggi tajuk. Hal ini
mengindikasikan bahwa cekaman salinitas tidak terlalu berdampak pada akar.
Ketika tanaman terpapar salinitas maka akar berusaha untuk memaksimalkan
luasan penyerapan air sehingga akar akan berkembang lebih cepat dibandingkan
tajuk untuk menyeimbangkan neraca air tanaman. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan tajuk memiliki perubahan yang signifikan dibandingkan pertumbuhan
akar. Mohamadi et al. (2017) juga menyatakan bahwa tinggi bibit menjadi indikator
penting dalam seleksi salinitas pada fase bibit.
Tabel 5.13 menunjukkan respon pada setiap tingkatan kelompok toleransi
terhadap karakter pertumbuhan. Berdasarkan tabel tersebut, tingkatan toleransi
mempengaruhi penurunan relatif dan rata-rata pada seluruh karakter. Kelompok
55
Tabel 5.13 Nilai tengah kelompok galur-galur padi dihaploid padi terhadap
penapisan toleransi salinitas pada kultur hidroponik
Toleran Moderat Peka
Vr
120 mM PR 120 mM PR % ST 120 mM PR %ST
JD 10.2 ± 1.5 0.10 9 ± 1.0 0.10 11.76 8.7 ± 1.3 0.20 14.71
JA 1.9 ± 0.5 0.00 1.4 ± 0.33 0.20 26.32 1.4 ± 0.4 0.30 26.32
TT 45.73 ± 2.72 0.33 41.8 ± 2.93 0.40 8.59 33.6 ± 6.6 0.50 26.53
PA 18.84 ± 1.96 0.11 17.4 ± 2.05 0.20 7.64 15.8 ± 2.89 0.20 16.14
BBT 1.63 ±0.28 0.54 1.32 ± 0.25 0.62 19.02 0.87 ± 0.24 0.74 46.63
BBA 0.98 ± 0.14 0.38 0.83 ± 0.16 0.46 15.31 0.60 ± 0.14 0.58 38.78
BBB 2.62 ± 0.41 0.50 2.16 ± 0.38 0.57 17.56 1.47 ± 0.37 0.69 43.89
BKT 0.33 ± 0.1 0.45 0.26 ± 0.06 0.51 21.21 0.19 ± 0.05 0.63 42.42
BKA 0.10 ± 0.02 0.40 0.08 ± 0.02 0.46 20.00 0.06 ± 0.01 0.56 40.00
BKB 0.43 ± 0.11 0.44 0.34 ± 0.07 0.50 20.93 0.26 ± 0.05 0.62 39.53
N 24 20 16
Keterangan : Vr = variabel, PR = penurunan relatif, ST = selisih rata-rata dengan kelompok
toleran, N = jumlah genotipe, JD = jumlah daun, JA = jumlah anakan, TT = tinggi
tajuk, PA = panjang akar, BBT = bobot basah tajuk, BBA = bobot basah akar,
BBBT = bobot basah biomassa total, BKT = bobot kering tajuk, BKA = bobot
kering akar, BKBT = bobot kering biomassa total.
ialah karakter bobot basah tajuk, sedangkan perbedaan selisih terkecil dimiliki oleh
jumlah daun. Hal ini membuktikan bahwa galur peka tidak memiliki atau tidak
efisien dalam menjaga neraca airnya sehingga tanaman peka memiliki pertumbuhan
yang rendah dalam keadaan salin. Karakter bobot basah menjadi karakter penting
ketika tanaman terpapar salinitas sesuai dengan penjelasan sebelumnya sehingga
karakter bobot basah dapat digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi, terutama
karakter bobot basah tajuk. Berdasarkan pola yang terdapat pada Tabel 5.13, bahwa
karakter yang berkaitan dengan tajuk memiliki efek penurunan yang sangat besar
dibandingkan dengan karakter yang berkaitan dengan akar (Mohamadi et al. 2017).
Hal ini menjadi bukti bahwa salinitas lebih mempengaruhi pertumbuhan tajuk
dibandingkan akar tanaman. Oleh sebab itu, penilaian penapisan lebih diarahkan
terhadap pertumbuhan tajuk dibandingkan pertumbuhan akar.
Tabel 5.14 Jumlah galur dihaploid padi yang memiliki nilai penurunan karakter
lebih rendah dibandingkan varietas kontrol Pokkali
Kelompok N JD JA TT PA BBT BBA BBB BKT BKA BKB
Toleran 24 19 22 0 24 7 18 13 6 19 16
Moderat 19 12 15 0 19 1 10 4 3 10 8
Peka 13 2 7 0 11 0 4 0 0 1 0
Keterangan : N = jumlah galur, JD = jumlah daun, JA = jumlah anakan, TT = tinggi tajuk,
PA = panjang akar, BBT = bobot basah tajuk, BBA = bobot basah akar, BBBT
= bobot basah biomassa total, BKT = bobot kering tajuk, BKA = bobot kering
akar, BKBT = bobot kering biomassa total.
memiliki tingkat penurunan tajuk lebih rendah dibandingkan varietas Pokkali. Hal
ini mengindikasikan bahwa tinggi tajuk menjadi salah satu karakter yang sangat
ketat dalam menilai toleransi genotipe berdasarkan pertumbuhan varietas kontrol
toleran. Karakter lain yang dapat dijadikan pertimbangan dalam proses seleksi
toleran salinitas ialah bobot basah tajuk, bobot basah biomassa, bobot kering tajuk
dan bobot kering biomassa. Hal ini disebabkan tidak adanya kelompok peka yang
memiliki penurunan yang lebih rendah dibandingkan varietas Pokkali. Keragaman
biomassa pada penelitian ini lebih didominasi oleh tajuk sehingga karakter bobot
basah dan bobot kering tajuk menjadi pilihan dalam pertimbangan karakter.
II
SKR SJA SJD SPA SBKA SBBA SBBT SBBBT SBKBT SBKT STT
Gambar 5.3 Clustergram galur-galur padi dihaploid terhadap karakter pengamatan pada keadaan salin (SKR = nilai skor, SJA = jumlah anakan, SJD
= jumlah daun, SPA = panjang akar, SBKA = bobot kering akar, SBBA = bobot basah akar, SBBT= bobot basah tajuk, SBBBT = bobot
basah biomassa total, SBKBT = bobot basah biomassa total, SBKT = bobot kering tajuk, STT = tinggi tajuk)
59
2
1
II
III
PBKT PBKBT PBBT PBBBT SKR PTT PBKA PJD PJA PPA PBBA
Gambar 5.4 Clustergram galur padi dihaploid (baris) terhadap penurunan relatif karakternya (kolom) (SKR = nilai skor, PJA = jumlah anakan, PJD
= jumlah daun, PPA = panjang akar, PBKA = bobot kering akar, PBBA = bobot basah akar, PBBT= bobot basah tajuk, PBBBT = bobot
basah biomassa total, PBKBT = bobot basah biomassa total, PBKT = bobot kering tajuk, PTT = tinggi tajuk)
59
60
60
1 2
II
P P P P S P P P P P P S S S S S S S S S S
K 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 8 7 9 6 3 4 2 1 5
R 0 0
Gambar 5.5 Clustergram galur padi dihaploid (baris) terhadap karakter ketika salin (S) dan penurunan relatifnya (P) (kolom) (1= bobot kering tajuk, 2 =
bobot basah biomassa total, 3= bobot basah tajuk, 4 = bobot basah biomassa total, 5 = tinggi tajuk, 6 = bobot kering akar, 7 = jumlah daun,
8= jumlah anakan, 9 = panjang akar, 10 = bobot basah akar, SKR = nilai skor
61
5.4 Simpulan
6 PEMBAHASAN UMUM
untuk sifat toleransi sebesar 90.91% dan agronomi baik sebesar 95.83%. Hal ini
menunjukkan indeks gabungan efektif untuk menyeleksi kedua sifat secara
bersama-sama karena dapat menjaring genotipe adaptif yang memiliki sifat
agronomi baik dan atau sifat toleransi yang baik. Galur-galur terpilih dapat
langsung dilanjutkan ke tahapan uji daya hasil karena sifat homozigositas dari galur
dihaploid (Dewi dan Purwoko 2012).
Tabel 6.1 Indeks seleksi dan seleksi galur padi dihaploid adaptif cekaman salinitas
Pr Indeks Indeks Indeks
PG Label MT PAB StatusT
(ton ha-1) AB T G
1 HS4-15-2-6 5.97 1.72 3.33 -0.90 2.62 2 T
2 HS4-15-3-17 6.00 1.45 3.00 -1.12 2.57 4 T
3 HS4-15-2-4 5.52 1.56 3.43 -0.84 2.40 3 T
4 HS4-15-3-4 5.91 1.35 3.27 -0.95 2.30 6 T
5 HS4-15-3-8 5.59 1.35 3.33 -0.90 2.25 7 T
6 HS4-15-1-62 5.31 1.06 3.00 -1.12 2.18 15 T
7 HS4-15-1-64 5.37 1.27 3.37 -0.88 2.15 8 T
8 HS4-15-1-70 5.24 1.20 3.33 -0.90 2.10 11 T
9 HS4-15-1-6 5.49 1.23 3.40 -0.86 2.09 9 T
10 HS4-15-1-28 5.26 1.21 3.40 -0.86 2.07 10 T
11 HS4-15-1-63 5.35 1.09 3.33 -0.90 1.99 13 T
12 HS4-15-3-30 5.00 0.45 3.00 -1.12 1.57 18 T
13 HS4-15-3-32 6.00 1.73 5.00 0.17 1.56 1 M
14 HS4-15-3-29 5.65 1.20 5.00 0.17 1.03 12 M
15 HS4-15-3-26 4.63 0.13 3.33 -0.90 1.03 24 T
16 HS4-15-2-9 5.29 1.07 5.00 0.17 0.90 14 M
17 HS4-15-1-15 3.88 -0.44 3.33 -0.90 0.46 39 T
18 HS4-45-1-66 4.71 0.19 4.33 -0.26 0.45 21 M
19 HS1-35-1-14 4.30 -0.51 3.27 -0.95 0.44 41 T
20 HS4-11-1-30 4.59 -0.42 3.40 -0.86 0.44 38 T
21 HS4-15-3-6 4.88 0.59 5.00 0.17 0.42 17 M
22 HS4-15-1-16 4.50 0.17 4.40 -0.22 0.39 23 M
23 HS4-15-1-22 3.89 -0.59 3.27 -0.95 0.36 42 T
24 HS1-35-1-10 4.17 -0.63 3.37 -0.88 0.25 43 T
25 HS4-15-1-43 4.96 0.62 5.43 0.45 0.17 16 P
26 HS1-35-1-15 4.07 -0.73 3.40 -0.86 0.13 44 T
27 HS4-15-1-9 3.75 -1.01 3.00 -1.12 0.11 55 T
28 HS4-11-1-73 5.30 0.17 4.87 0.09 0.08 22 M
29 HS4-11-1-74 5.08 -0.14 4.40 -0.22 0.08 27 M
30 HS4-15-3-5 5.67 1.37 6.77 1.31 0.06 5 P
31 HS4-15-1-26 3.57 -0.86 3.33 -0.90 0.04 50 T
32 HS4-15-1-24 3.44 -1.11 3.00 -1.12 0.01 56 T
66
Tabel 6.1 Indeks seleksi dan seleksi galur padi dihaploid adaptif cekaman s
ssssssssssssalinitas (Lanjutan)
Pr Indeks Indeks Indeks
PG Label MT PAB StatusT
(ton ha-1) AB T G
33 HS4-11-1-70 5.14 0.43 5.40 0.43 0.00 19 P
34 Inpari 29 4.40 -0.23 4.40 -0.22 -0.01 33 M
Inpari 34 Salin
37 4.48 0.12 5.40 0.43 -0.31 25 P
Agritan
56 Inpara 5 3.72 -0.29 8.23 2.26 -2.55 36 P
58 Ciherang 4.26 -0.37 8.33 2.32 -2.69 37 P
Keterangan : PG = peringkat gabungan, Pr = produktivitas, AB = Agronomi baik, MT = median
toleran, PAB = peringkat agronomi baik T = toleran, G = gabungan, M = moderat, P
` = peka.
7.1 Simpulan
7.2 Saran
Galur – galur dihaploid yang terseleksi sebagai galur yang adaptif terhadap
cekaman salinitas perlu untuk diuji pada dua kondisi yaitu daerah dengan kondisi
optimum dan daerah yang memiliki tingkat salinitas yang tinggi. Hal ini dapat
menilai tingkat efektifitas dari model indeks seleksi gabungan.
68
DAFTAR PUSTAKA
[BB PADI] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2018. Varietas [internet].
[diunduh 2018 Mar 7]. Tersedia pada: http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id
/index.php/varietas.
Benton HP, Ivanisevic J, Rinehart D, Epstein A, Kurczy ME, Boska MD,
Gendelman HE, Siuzdak G. 2015. An interactive cluster heat map to visualize
and explore multidimensional metabolomic data. Metabolomics. 11(4):1029-
1034.
Bhowmik SK, Titov S, Islam MM, Siddika A, Sultana S, Haque MDS. 2009.
Phenotypic and genotypic screening of rice genotype at seedling stage for salt
tolerance. Afr. J. Biotechnol. 8(23): 6490-6494.
[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2016. Laju
pertumbuhan penduduk 4 juta per tahunnya [internet]. [diunduh 2018 Jan 8].
Tersedia pada: https://www.bkkbn.go.id/detailpost/lajupertumbuhan
penduduk-4-juta-per-tahun.
Boer R. 2010. Membangun sistem pertanian pangan. Prisma. 29(2):81-92.
Bowers AJ. 2010. Analyzing the longitudinal K-12 grading histories of entire
cohorts of students: grades, data driven decision making, dropping out and
hierarchical cluster analysis. PARE. 15(7): 1-18.
Carden DE, Walker DJ, Flowers TJ, Miller AJ , 2003. Measurements of the
contributions of cytosolic Na+ and K+ to salt tolerance. Plant Physiology. 131:
676–683.
Cegielska-Taras T, Szala L, Matuszczak M, Babula-Skowrońska, Mikolajczyk K,
Poplawska W, Sosnowska K, Hernacki B, Olejnik A, Bartkowiak-Broda I.
2015. Double haploids as a material for biotechnological manipulation and as
a modern tool for breeding oilseed rape (Brassica napus L.).
BioTecnologia. 96(1): 7-18.
Chawla HS. 2002. Introduction to Plant Biotechnology Second Edition. New
Hampshire (US):Science Publishers, Inc.
Cheng, J., T. Galili, Rstudio, M. Bostock, J. Palmer. 2016. Package ‘d3heatmap’
[internet]. [diunduh 2017 Sep 10]. Tersedia pada http://git.hub.com/
rstudio/d3heatmap
Dallastra A, Uneda-Trevisoli SH, Ferraudo AS, Mauro AOD. 2014. Multivariate
approach in the selection of superior soybean progeny which carry the RR
gene. Artigo Cientifico. 45(3): 588-597.
Das P, Nutan KK, Singla-Pareek SL, Pareek A. 2015. Understanding salinity
responses and adopting ‘omics-based’ approaches to generate salinity tolerant
cultivars of rice. Front Plant Sci. 6:712. doi: 10.3389/fpls.2015.00712
De Costa WAJM, Wijeratne MAD, De Costa DM, Zahra ARF. 2012.
Determination of the appropriate level of salinity for screening of
hydroponically grown rice for salt tolerance. J Natn Sci Foundation Sri
Lanka. 40(2):123-136.
De Datta SK. 1981. Principles and Pracices of Rice Production. Canada (CA) :
John Wiley & Sons, Inc.
De Leon TB, Linscombe S, Gregorio G, Subudhi PK. 2015. Genetic variation in
southern USA rice genotypes for seedling salinity tolerance. Front Plant Sci.
6:374. doi: 10.3389/ fpls.2015.00374.
De Mendiburu F. 2014. Agricolae. The Comprehensice R Archive Network
[internet]. [diunduh 2017 Sep 10].tersedia pada: https://cran.r-project.org.
70
Dewi IS, Purwoko BS. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan
tanaman padi. Bul Agron. 29 (2):59–63.
Dewi IS, Purwoko BS. 2012. Kultur antera untuk percepatan perakitan varietas padi
di Indonesia. Jurnal AgroBiogen. 8(2): 78-88.
Dewi IS, Purwoko BS, Aswidinnoor H. 2007. Regenerasi tanaman pada kultur
antera padi: pengaruh persilangan dan aplikasi putresin. Bul Agron. 35(2): 68-
74.
Dwivedi SL, Britt AB, Tripathi L, Sharma S, Upadhyaya HD, Ortiz R. 2015.
Haploids: constraints and opportunities in plant breeding. Biotechnol Adv.
2015: 1-18.
Egdane JA, Vispo NA, Mohammadi R, Amas J, Katimbang ML, Platten JD, Ismail
A, Gregorio GB. 2003. Phenotyping Protocols for Salinity and Other
Problem Soils. Los Banos (PH): IRRI.
Eynard A, Lal R, Wiebe K. 2005. Crop response in salt-affected soils. J Sustain.
Agric. 27: 5-50.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2016. Rice market monitor volume XIX
no 4[internet]. [diunduh 2017 Jun 19]. Tersedia pada:http://www.fao.org
/economic/RMM.
Fathelrahman SA, Alsadig AI, Dagash YI. 2015. Genetic variability in rice
genotypes (Oryza sativa L.) in yield and yield component under semi-arid
zone (Sudan). Journal of Forest Products & Industries. 4(2): 21-32.
Ferdous R, Khan F, Sadiq R, Amyotte P, Veitch B. 2013. Analyzing system safety
and risks under uncertainty using a bow-tie diagram: an innovative approach.
Process Saf Environ Prot. 91: 1-18.
Flury B, Riedwyl H. 1981. Graphical representation of multivariate data by means
of asymmetrical faces. J Amer Statist Assoc. 76: 757–765.
Fritsche-Neto R, DoVale JC. 2012. Breeding for stress-tolerance or resource-use
efficiency?. Di dalam: R. Fritsche-Neto, and A. Borém, editor. Plant
Breeding for Abiotic Stress Tolerance. London (GB): Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. hlm 13-19.
Galih HM, Adji TB, Setiawan NA. 2012. Penggunaan metodologi analisa
komponen utama (PCA) untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit jantung koroner. Seminar Nasional “Science, Enginering and
Technology”; 2012 Feb 23-24; Malang Indonesia. Malang (ID): Universitas
Brawijaya. hlm TE47:1-5
Ghosh B, Ali Md N, Saikat G. 2016. Response of rice under salinity stress: a review
update. J Res Rice. 4(2):167. doi : 10.4172/2375-4338.1000167.
Godshalk EB, Timothy EB. 1988. Factor and principal component analyses as
alternatives to index selection. TAG. 76: 352-360.
Golpavar AR. 2011. Evaluation of genetic variation and indirect selection criteria
for improvement of oil yield in canola cultivars (Brassica napus L.). IPCBEE.
16: 17- 20.
Gueye T, Ndir KN. 2010. In vitro production of double haploid plants from two
rice species (Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steudt.) for rapid
development of new breeding material. Sci Res Essays. 5(7) : 709-713.
Gupta B, Huang B. 2014. Mechanism of salinity tolerance in plants: physiological,
biochemical, and molecular characterizatioan. Int J Genomics. 2014: 1-18.
Doi: dx.doi.org/10.1155/2014/701596.
71
Habib SH, Iftekharuddaula KM, Bashar MK, Akter K, Hossain MK. 2007. Genetic
variation, correlation, and selection indices in advanced breeding lines rice
(Oryza sativa L.). Bangladesh J PI Breed Genet. 20(1): 25-32.
Hadad I. 2010. Perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Prisma. 29(2):3-
22.
Hakim MA, Juraimi AS, Hanafi MM, Ismail MR, Rafii MY, Islam MM, Selamat
A. 2014. The effect of salinity on growth, ion accumulation and yield of rice
varieties. J Anim Plant Sci 24(3);874-885.
Hairmansis A, Kustianto B, Supartopo S. 2010. Correlation analysis of agronomic
characters and grain yield of rice for tidal swamp areas. Indonesian J Agric
Sci. 11: 11-15.
Hariadi YC, Nurhayati AY, Soeparjono S, Arif I. 2014. Screening six varieties of
rice (Oryza sativa) for salinity tolerance. Procedia Environ Sci. 28:78-87.
Hasan R, Akand M, Alam N, Bashar A, Huque AKMM. 2016. Genetic association
analysis and selection indices for yield attributing traits in available chilli
(Capsicum annum L.) genotypes. Mol Plant Breed. 7(19): 1-9.
Hazel LN, Lush JL. 1942. The efficiency of three methods of selection. J Jered.
33:393-399.
Hazel LN. 1943. The genetic basis for constructing selection indices. Genetics. 28
(6):476-490.
Horie T, Karahara I, Katsuhara M. 2012. Salinity tolerance mechanisms in
glycophytes: An overview with the central focus on rice plants. Rice. 5:11.
Hossain H, Rahman M, Alam M, Singh R. 2015. Mapping of quantitative trait loci
associated with reproductive‐stage salt tolerance in rice. J Agron Crop Sci.
201:17–31.
Indhirawati R, Purwantoro A, Basunanda P. 2015. Karakterisasi morfologi dan
molekuler jagung berondong stroberi dan kuning (Zea mays L. kelompok
everta). Vegetalika. 4(1): 102 – 114.
Ilin A, Raiko T. 2010. Practical approaches to principal component analysis in the
presence of missing values. J Mach Learn Res. 11: 1957-2000.
Islam MA, Raffi SA, Hossain MA, Hasan AK. 2015. Analysis of genetic variability,
heritability, and genetic advance for yield and yield associated traits in some
promising advanced lines of rice. Progressive Agriculture. 26: 26-31.
Islam MR, Kayess MO, Hasanuzzaman M, Rahman MW, Uddin MJ, Zaman MR.
2017. Selection index for genetic improvement of wheat (Triticum aestivum
L.). JCBPS. 7(1): 1- 8.
Jacoby RP, Taylor NL, Millar AH. 2011. The role of mitochondrial respiration in
salinity tolerance. Trends Plant Sci. 16(11): 615-623.
Janmohammadi M, Movehedi Z, Sabaghnia N. 2014. Multivariate statistical
analysis of some traits of bread wheat for breeding under rainfed conditions.
J Agric Sci. 59(1): 1-13.
Johnson HW, Robinson HF, Comstock RE.1955. Estimates of genetic and
environmental variability in soybean. Agron J. 47: 314-318.
Jolliffe IT. 2002. Principal Component Analysis, Second Edition. New York (US):
Springer-Verlag New York, Inc.
Kashenge-Killenga S, Tongoona P, Derera J. 2013. Morphological and physiolocal
response of Tanzania rice genotypes under saline condition and evaluation of
traits associated with stress tolerance. ISDS. 2(2): 1457-1475.
72
Sadeghi SM. 2011. Heritability, phenotypic correlation, and path coefficient studies
for some agronomic characters in landrace rice varieties. World Appl Sci J.
13: 1229-1233.
Safitri H, Purwoko BS, Dewi IS, Ardie SW. 2016. Morpho-physiological response
of rice genotypes grown under saline conditions. J ISSAAS. 22(1):52-63.
Safitri H. 2016. Pengembangan padi toleran salinitas melalui kultur antera
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sakina A, Ahmed I, Shahzad A, Iqbal M, Asif M. 2016. Genetic variation for
salinity tolerance in Pakistani rice (Oryza sativa L.) germplasm. J Agro Crop
Sci ISSN 0931-2250. 25-36.
Samant A, Jawali N. 2016. Early seedling stage salt tolerance evaluation of
genetically diverse rice genotypes. Ann Biol Res.7(5): 46-54.
Sanghera GS, Kashyap SC. 2012. Genetic parameters and selection indices in F3
progenies of hill rice genotypes. Nor Sci Biol. 4(4): 110-114.
Satoto, Suprihatno B. 2008. Pengembangan padi hibrida di Indonesia. Iptek
Tanaman Padi. 3(1): 27-40.
Schonlau M. 2002. The clustergram : A graph for visualizing hierarchical
andnonhierarchical cluster analyses. Stata J. 2(4):391-402.
Senanayake RMNH, Udawela UAKS, Sandaruwan LMU, Wijerathna DGKP,
Amarasingha AAPG, Wijepala WG, Dharmasiri HGSB, Gunasena PGSD.
2017. Identification of salinity tolerant accessions of traditional rice variety
‘Pokkali’. Annals of Sri Lanka Department of Agriculture 19(2): 1-15.
Seymour DK, Filiault DL, Henry IM, Monson-Miller J, Ravi M, Pang A, Comai L,
Chan SWL, Maloof JN. 2011. Rapid creation of Arabidopsis double haploid
lines for quantitative trait locus mapping. PNAS. 109 (11) : 4227-4232.
Seyoum M, Alamerew S, Bantte K. 2012. Genetic variability, heritability,
coefficient and path analysis for yield and yield related traits in upland rice
(Oryza sativa L.). J Plant Sci. 7(1): 13-22.
Smith HF. 1936. A discriminant function of plant selection. Ann Eugen. 7: 240-
250.
Sinaga ME, Bayu ES, Nuriadi I. 2013. Adaptasi beberapa varietas bawang merah
(Allium ascalonicum L.) di dataran rendah medan. Jurnal Online
Agroekoteknologi. 1(3): 404-417.
Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Singh RK, Gautam PL, Saxena S, Singh S. 2000. Scented rice germplasm:
conservation, evaluation, and utilization. Di dalam: Aromatic Rice. Singh RK,
Singh US, and Khuss GS, editor. New Delhi (IN): Oxford and IBH Publishing
Singh RK, Chaudhary BD.2007. Biometrical Methods in Quantitative Genetic
Analysis. New Delhi(IN): Kalyani Publisher.
Singh RK, Redoña ED, and Refuerzo L. 2010. Varietal improvement for abiotic
stress tolerance in crop plants: special reference to salinity in rice. Di dalam:
Pareek A, Sopory SK, Bohnert HJ, editor. Abiotic Stress Adaptation in
Plants: Physiological, Molecular and Genomic Foundation. New York (US):
Springer, pp. 387-415.
Sobrizal. 2016. Potensi pemuliaan mutasi untuk perbaikan varietas padi lokal
Indonesia. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 12(1): 23-35.
75
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP