) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE
VEGETATIF DAN GENERATIF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
ANDI SAFITRI SACITA. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap
Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif. Dibimbing oleh TANIA
JUNE dan IMPRON.
Kata kunci : cekaman kekeringan, kedelai, fase vegetatif dan generatif, respon
adaptasi
SUMMARY
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RESPON TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP CEKAMAN
KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF DAN GENERATIF
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Klimatologi Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Handoko, MSc
Judul Tesis : Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman
Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif
Nama : Andi Safitri Sacita
NIM : G251130011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Klimatologi Terapan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Respon Tanaman
Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan
Generatif dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
dukungan dari beberapa pihak, penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan dengan
baik, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Tania June MSc
dan Dr Ir Impron, MScAgr sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan,
ilmu, motivasi, nasehat, dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Handoko, MSc yang telah bersedia
menjadi penguji pada ujian sidang dan terima kasih juga kepada Ir Bregas
Budianto, Ass Dpl yang telah membantu dan memberi arahan dalam pelaksanaan
penelitian. Ungkapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang telah mensponsori penulis dalam memperoleh Beasiswa BPPDN.
Kepada, Marlina Mustafa, Mayasari Yamin, Taufiq Hidayat, Misnawati, Rezki
Nur Awalia, dan Ika Purnamasari, terima kasih atas diskusi dan bantuannya dalam
penelitian ini. Terima kasih juga kepada Erfan Tamsil yang telah memberi
semangat dan motivasi selama perkuliahan, penelitian, hingga penyelesaian tesis
ini.
Tesis ini penulis dedikasikan untuk kedua orang tua (Andi Basir dan
Rosmiati), Puang Nanna dan Om Herman juga untuk adik-adik tersayang serta
seluruh keluarga, atas doa, motivasi dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
2 METODE 4
Lokasi 4
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Analisis Data 4
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Kondisi Iklim Wilayah Penelitian 12
Kadar Air Tanah 13
Komponen Agronomi 14
Respon Pertumbuhan dan Perkembangan (Morfologi) 16
Respon Produksi 22
Respon Fisiologi 25
Respon Gerak 29
Komponen Agrometeorologi 30
Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah 30
Intersepsi Radiasi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi 31
Efisiensi Penggunaan Air 33
Heat Unit 34
Pembahasan Umum 35
4 SIMPULAN DAN SARAN 40
Simpulan 40
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 66
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan
jagung yang kaya akan kandungan protein, sehingga komoditas ini memiliki
kegunaan yang beragam terutama sebagai bahan baku industri makanan dan
sekaligus sebagai bahan baku industri pakan ternak (Zakaria 2010). Kedelai juga
sangat esensial sebagai sumber minyak nabati, protein, mikronutrien, dan mineral
(Clemente dan Cahoon 2009). Kandungan protein nabati dalam kedelai sangat
penting untuk peningkatan gizi masyarakat. Protein nabati, selain aman juga
relatif lebih murah jika dibandingkan dengan protein hewani sehingga
menyebabkan kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk (Sudaryanto dan Swastika 2007).
Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun, dari
jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus diimpor. Produksi kedelai pada tahun 2013
sebesar 780,16 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan sebesar 62,99 ribu
ton dibanding tahun 2012 (BPS 2014). Hasil proyeksi Bappenas (2013) bahwa
konsumsi kedelai di Indonesia pada tahun 2015-2019 diperkirakan terus
meningkat yaitu sekitar 2,77 juta ton untuk tahun 2015 dan 3,25 juta ton pada
tahun 2019. Berdasarkan angka tersebut maka produksi kedelai dalam negeri
masih mengalami defisit dan belum mampu untuk mencukupi kebutuhan
konsumsi kedelai dalam negeri. Untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan
mencapai swasembada kedelai maka perlu dilakukan peningkatan produktivitas
dan penambahan luas areal pertanaman kedelai.
Potensi lahan untuk pengembangan kedelai cukup luas namun menghadapi
kendala terutama pada musim kemarau sangat rentan terjadi kekeringan sehingga
penyediaan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman kedelai menjadi terbatas,
dan akan berakibat pada rendahnya produksi kedelai. Perubahan iklim memicu
adanya perubahan cuaca secara ekstrim. Terjadinya pergeseran musim, akan
berpengaruh pada perencanaan aktivitas kegiatan pertanian, jadwal tanam akan
terganggu yang mengakibatkan menurunnya angka produksi dan bahkan
kegagalan panen. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat patut menjadi
sebuah kekhawatiran besar, mengingat selaras dengan hal tersebut kebutuhan
pangan khususnya kedelai juga akan tinggi, sementara produktivitas hasil
pertanian menurun karena pengaruh perubahan iklim.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di kawasan khatulistiwa
rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola hujan di Bagian Barat Indonesia,
terutama di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan, dimana intensitas curah
hujan cenderung lebih rendah, tetapi dengan periode yang lebih panjang.
Sebaliknya, di Wilayah Selatan Jawa dan Bali intensitas curah hujan cenderung
meningkat tetapi dengan periode yang lebih singkat dan akan mengalami musim
kering yang lebih panjang (Naylor et al. 2007; Handoko et al. 2008 ). Pergeseran
pola hujan mempengaruhi sumberdaya dan infrastruktur pertanian yang
menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim, dan pola tanam. Adanya
kecenderungan pemanjangan musim kering di Bagian Selatan Jawa dan Bali
mengakibatkan perubahan awal dan durasi musim tanam, sehingga mempengaruhi
2
indeks penanaman (IP), luas areal tanam, awal waktu tanam dan pola tanam.
Sebaliknya, di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan ada kecenderungan
perpanjangan musim hujan dengan intensitas yang lebih rendah, yang
mengakibatkan pemanjangan musim tanam dan peningkatan IP. Namun
produktivitas lahan di Sumatera dan Kalimantan tidak sebaik di Jawa
(BPPP 2011). Sementara itu, produksi kedelai nasional sebagian besar masih
berasal dari Pulau Jawa (sekitar 60%).
Cekaman kekeringan selama fase reproduktif, mengakibatkan hasil kedelai
menurun lebih dari 40%. Padahal, pertanaman kedelai di Indonesia sebagian besar
(65%) di tanam di lahan sawah pada musim kemarau. Pada kondisi demikian,
budidaya kedelai seringkali dihadapkan pada risiko kekeringan. Kondisi kering
pada masa pembungaan menyebabkan bunga dan polong muda rontok serta
mengurangi jumlah polong dan ukuran biji. Sementara pada fase pengisian biji
tidak terbentuk sempurna, berakibat biji kedelai lebih kecil dan bobot kering biji
rendah, akibatnya produksi dapat turun hingga 40% (BPTP 2013). Cekaman air
berpengaruh sangat nyata terhadap semua komponen pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai. Tingkat yang paling sensitif terhadap kekurangan air ialah
tingkat akhir perkembangan polong dan pertengahan pengisian biji
(Nurhayati 2009). Karakter morfologi tanaman kedelai mengalami penurunan
dengan semakin meningkatnya stres kekeringan baik pada varietas toleran
maupun peka terhadap kekeringan (Kisman 2010).
Tanaman yang toleran umumnya mampu menghadapi cekaman air dengan
mengurangi fungsi metabolis yang dilanjutkan berfungsi kembali setelah terjadi
peningkatan potensial air pada sel (Bartels 2005). Tanaman toleran mampu
mempertahankan fungsi biologinya pada kondisi potensial air yang rendah,
walaupun dengan pertumbuhan yang terbatas. Tanaman toleran memiliki
mekanisme untuk mengatasi kekurangan air salah satunya yaitu dengan adaptasi
morfologi seperti mengurangi luas daun untuk menurunkan laju transpirasi,
penutupan stomata, atau meningkatkan pemanjangan dan densitas akar dan
meningkatkan efisiensi penggunaan air (Ramanjulu dan Bartels 2002).
Perlu dilakukan program aksi adaptasi pada sub-sektor tanaman pangan
khususnya kedelai dalam upaya melestarikan dan memantapkan ketahanan pangan
nasional. Dalam aspek klimatologi perlu dikembangkan prediksi pola hujan dan
kalender tanam, sementara untuk aspek pengelolaan tanaman perlu
pengembangan jenis dan varietas tanaman toleran kekeringan (Fagi et al. 2002;
DITJEN Tanaman Pangan 2013). Alternatif baru untuk sistem pertanian yang
berkelanjutan, seperti tanaman yang toleran kekeringan, akan menyediakan solusi
praktikal yang penting untuk menanggulangi ketersediaan air yang terbatas
(Sopandie 2014).
Penggunaan varietas toleran kekeringan dapat menjadi solusi untuk
penanaman pada musim kering atau lahan kering tegalan yang ketersediaan airnya
terbatas. Penggunaan varietas toleran juga mampu memudahkan petani dalam
pengaturan waktu dan pola tanam untuk menyesuaikan dengan tingkat
ketersediaan air. Siklus hidup tanaman terdiri atas dua fase secara umum yaitu
fase vegetatif dan generatif. masing-masing fase ini memiliki tingkat sensitivitas
berbeda-beda terhadap kekurangan air. Tingkat sensitivitas dari masing-masing
fase ini sangat penting untuk dikaji terkait dengan pengaruhnya terhadap
penurunan produksi tanaman. selain itu dapat menjadi informasi untuk
3
Tujuan Penelitian
METODE
Lokasi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih varietas kedelai
(Dering dan Argomulyo), legin (rhizobium), pupuk kandang, pupuk anorganik
Urea (75 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), KCl (100 kg/ha), pengendalian hama dan
penyakit digunakan Furadan 3G dan insektisida.
Alat
Rancangan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Uji Perkecambahan
Benih yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) untuk varietas
Dering dan varietas Argomulyo diperoleh dari Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian (BB-Biogen). Sebelum
penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji perkecambahan terhadap
benih kedelai. Uji perkecambahan dilakukan untuk mengetahui daya tumbuh
benih kedelai.
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang diambil dari lahan
percobaan Cikabayan dan dicampur dengan pupuk kandang. Tanah yang telah
dicampur pupuk kandang dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran
35 cm x 40 cm dengan berat sekitar 10 kg per polybag pada kondisi kapasitas
lapang.
Pemupukan
Dosis pupuk yang diberikan yaitu Urea (75 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha),
KCl (100 kg/ha) yang setara dengan Urea (0,375 gram/polybag), SP-36 (0,5
gram/polybag), dan KCl (0,5 gram/polybag). Pemupukan Urea dilakukan dua kali
yaitu pemupukan pertama pada saat awal tanam dan pemupukan kedua pada saat
tanaman berumur 4 MST yaitu saat tanaman memasuki stadia pembungaan.
6
Kedelai dapat dipanen jika daun sudah mulai menguning dan gugur, serta
polong mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan, batang
berwarna kuning agak coklat.
Parameter Pengamatan
Status kadar air tanah selama periode cekaman diketahui melalui proses
penimbangan. Selisih antara bobot awal (kondisi kapasitas lapang) dengan bobot
akhir merupakan jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi yang
menunjukkan penggunaan air oleh tanaman. Selisih antara kadar air pada kondisi
kapasitas lapang dengan jumlah air yang hilang merepresentasikan kadar air tanah
selama periode cekaman. Informasi mengenai persentase kadar air tanah dari
media yang digunakan diperoleh dari hasil analisis tanah (Lampiran 2).
Komponen Agronomi
bagian tengah dan sampel stomata diambil pada bagian permukaan atas dan
bawah daun. Teknik replika dilakukan dengan menggunakan cat kuku bening dan
selotip bening yang ditempelkan pada permukaan daun dan didiamkan beberapa
saat. Setelah itu, replika stomata ditempelkan pada kaca preparat. Hasil replika
stomata diamati di bawah mikroskop Olympus tipe BX41 pada pembesaran
10 x 40 dan luas bidang pandang 0,19625 mm2. Stomata yang terlihat pada
mikroskop, difoto dengan menggunakan kamera dan diamati dengan bantuan
aplikasi CorelDraw (Gambar 2).
Kandungan klorofil dalam daun diukur 2 kali yaitu pada fase vegetatif dan
fase generatif dengan menggunakan alat ukur SPAD (klorofil meter). Daun yang
diukur kandungan klorofilnya yaitu daun bagian bawah, tengah, dan bagian atas
(pucuk).
Komponen Agrometeorologi
Intensitas Radiasi
Intersepsi Radiasi
ε = dW/Qint (5)
(7)
Keterangan :
EPA : efisiensi penggunaan air (kg/m3)
dW : penambahan berat kering tanaman (kg)
ETA : kehilangan air melalui evapotranspirasi (m3)
Penggunaan air kumulatif tanaman diperoleh dari hasil penimbangan kehilangan
air melalui selisih antara bobot awal dengan bobot akhir selama periode cekaman.
Heat unit dihitung untuk tiap fase perkembangan tanaman kedelai. Data
yang digunakan untuk menghitung besaran heat unit adalah data suhu udara rata-
rata harian dan data suhu dasar (temperature base). Data suhu udara rata-rata
menggunakan data sekunder dari Stasiun Klimatologi BMKG Klas I Darmaga.
HU = Trata-rata – To (8)
Sementara untuk menentukan akumulasi heat unit pada tanaman kedelai untuk
setiap fase digunakan persamaan :
(9)
Hubungan antara fase perkembangan tanaman dengan suhu udara dapat dituliskan
sebagai berikut (Handoko 1994):
nilai s akan sama dengan satu bila tingkat pertumbuhan tersebut telah tercapai
atau pada saat = HU. Oleh sebab itu, jumlah hari (t) yang diperlukan
untuk mencapai fase tersebut dapat ditentukan pada saat s=1.
Keterangan :
HU : Heat unit tanaman ke-i
Trata-rata : Suhu udara rata-rata harian
To : Suhu dasar tanaman kedelai: 10oC (Kumar et al. 2008)
n : Hari ke-i
i : 1,2,3,4…….
s : fase perkembangan
11
Analisis Data
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Excel dan aplikasi STAR (Statistical Tool for Agricultural Research).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji F (ANOVA) dan dilanjutkan
dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk menguji parameter
yang berpengaruh nyata pada taraf α=0,05.
12
Tmax 80 100
34.0
70 90
32.0
60 80
Kelembaban (%)
70
Trata-rata 50
Suhu (oC)
28.0 60
40
26.0 50
30
24.0 40
20 30
22.0
Tmin 10 20
20.0
18.0 0 10
01-04-15 01-05-15 01-06-15 01-04-15 01-05-15 01-06-15
Tanggal Tanggal
Lama Penyinaran
12 Intensitas Radiasi 20 6.0
Intensitas radiasi (Mj/m2/hari)
18
10
16 5.0
Lama Penyinaran (jam)
14
Kec. angin (knot)
8
12 4.0
6 10
8 3.0
4
6
4 2.0
2
2
0 0 1.0
01-04-15 01-05-15 01-06-15 01-04-15 01-05-15 01-06-15
Tanggal Tanggal
80
Pengurangan Kadar Air Tanah
60 Dering (Veg)
Argomulyo (veg)
(%)
40
Dering (gen)
20
Argomulyo (gen)
0
2 5 10
Interval Penyiraman (hari)
Komponen Agronomi
Tabel 1. Hasil sidik ragam (ANOVA) respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase vegetatif dan generatif
Parameter Varietas Fase Cekaman Interaksi Interaksi Interaksi Interaksi
(V) Perkembangan (F) Kekeringan (I) (V x F) (V x I) (F x I) (V x F x I )
Respon Pertumbuhan dan
Perkembangan (Morfologi)
Tinggi tanaman 4 MST (cm) 0.3109 tn 0.1700 tn 0.5239 tn 0.5103 tn 0.5677 tn 0.3672 tn 0.9867 tn
tn tn
Tinggi tanaman 7 MST (cm) 0.0009* 0.0174* 0.0040* 0.2476 0.5523 0.0011* 0.1187 tn
tn tn tn tn tn
Jumlah daun 4 MST (helai) 0.5236 0.1099 0.4822 0.6355 0.5493 0.7511tn 0.5035 tn
Jumlah daun 7 MST (helai) 0.0168* 0.0004* 0.0000* 0.2522 tn 0.0026* 0.0000* 0.1873 tn
2 tn tn
Luas daun 4 MST (cm ) 0.0307* 0.0107* 0.0025* 0.5361 0.3630 0.0012* 0.1526tn
Luas daun 6 MST (cm2) 0.0364* 0.0023* 0.0000* 0.4526tn 0.9526tn 0.0000* 0.1415tn
tn tn tn
Berat kering akar (g) 0.6450 0.0457* 0.0000* 0.4320 0.7141 0.0138* 0.7592 tn
Panjang akar (cm) 0.6759 tn 0.1136 tn 0.0327* 0.3003 tn 0.8788 tn 0.0551tn 0.6202 tn
Respon Hasil (Produksi)
Jumlah polong per tanaman 0.0505* 0.0002* 0.0003* 0.1163 tn 0.0216* 0.0004* 0.4841 tn
Jumlah biji per tanaman 0.0014* 0.0005* 0.0000* 0.0226* 0.0015* 0.0000* 0.6130 tn
tn tn tn
Berat biji per tanaman (g) 0.1144 0.0001* 0.0000* 0.2559 0.0690 0.0000* 0.9569tn
Produksi total (g) 0.2535 tn 0.0009* 0.0000* 0.8070 tn 0.0510tn 0.0000* 0.4715 tn
Respon Fisiologi
Jumlah stomata (veg) 0.0697 tn 0.0507 tn 0.2752 tn 0.1118 tn 0.1884 tn 0.1084 tn 0.8839 tn
tn tn tn tn tn
Jumlah stomata (gen) 0.8303 0.7330 0.0842 0.0574 0.4876 0.0994 tn 0.1917 tn
Bukaan stomata (μm) (veg) 0.0032* 0.0045* 0.0004* 0.9901 tn 0.9506 tn 0.0015* 0.7019 tn
tn tn tn
Bukaan stomata (μm) (gen) 0.4637 0.0098* 0.0112* 0.9955 0.4495 0.0077* 0.9650 tn
Kehijauan daun (veg) 0.0756 tn 0.3458 tn 0.1255 tn 0.9194 tn 0.8651 tn 0.9948 tn 0.1986 tn
Kehijauan daun (gen) 0.0019 * 0.0007 * 0.0000* 0.2296 tn 0.0325 * 0.0000* 0.0427 *
Keterangan : *) nyata pada P≤0.05; tn = tidak nyata; veg = pengamatan pada fase vegetatif; gen = pengamatan pada fase generatif.
16
Tinggi Tanaman
90.0 10%
Gambar 5. Tinggi tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase
Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas
diagram menunjukkan persentase penurunan tinggi tanaman
dibandingkan dengan cekaman 2 hari.
Jumlah Daun
50
Jumlah Daun (Helai
25%
40
Trifoliate)
22%
30 56%
44%
20
10
0
Dering (Veg) Argomulyo (Veg) Dering (Gen) Argomulyo (Gen)
Gambar 6. Jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1=
Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas
diagram menunjukkan persentase penurunan jumlah daun
dibandingkan dengan cekaman 2 hari.
Luas Daun
250
17% 29% 13%
Luas Daun (cm2)
Gambar 7. Luas daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase
Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas
diagram menunjukkan persentase penurunan luas daun dibandingkan
dengan cekaman 2 hari.
1.0 10.0
F2I3
0.0 0.0
Dering Argomulyo Dering Argomulyo
Gambar 8. Berat kering akar (A) dan Panjang akar (B) tanaman kedelai pada
berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif;
I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5
hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase
penurunan berat kering akar dan panjang akar dibandingkan dengan
cekaman 2 hari.
Respon Produksi
Rataan ( Polong)
Varietas Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 152.17 a 99.50 a-b 93.50 a-b
V2 93.17 b-a 81.17 a 77.50 a
Fase
Tabel 10. Pengaruh interaksi antara varietas dengan fase perkembangan terhadap
jumlah biji tanaman kedelai
Rataan (Biji)
Varietas Fase
F1 F2
V1 379.56 a 202.11 a-b
V2 222.89 b-a 137.89 b
23
Tabel 11. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap jumlah biji tanaman kedelai
Rataan (Biji)
Varietas Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 383 a 264.67 a-b 224.83 a-c
V2 205 b-a 179.83 b-ab 156.33 b
Fase
F1 303.17 a 298.33 a 302.17 a
F2 284.83 a 146.17 b 79. 00 b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.
180 450
A B
Jumlah Polong per Tanaman
120 300
F1I3
100 56% 250
26% 200
80 56% F2I1
70% 37%
60 59% 150 74%
100 69% F2I2
40
50 F2I3
20
0
0 Dering Argomulyo
Dering Argomulyo
Gambar 9. Jumlah polong (A) dan jumlah biji (B) tanaman kedelai pada berbagai
kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3=
Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan
10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan
jumlah polong dan jumlah biji dibandingkan dengan cekaman 2 hari.
berpengaruh terhadap penurunan berat kering biji dan produksi total. Selain itu
perlakuan cekaman 5 hari dan 10 hari berbeda nyata menurunkan berat biji dan
produksi total. Produksi kedelai menurun seiring dengan meningkatnya periode
cekaman kekeringan. Varietas Dering mengalami penurunan produksi lebih besar
jika dibandingkan dengan varietas Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama.
Pada pengamatan ini tidak terdapat pengaruh dari perbedaan varietas, meskipun
jumlah biji dan polong berbeda nyata antar varietas. Hal ini disebabkan karena
ukuran biji masing-masing varietas berbeda. Varietas Dering memiliki jumlah
polong dan biji yang banyak tetapi ukuran biji lebih kecil, sedangkan varietas
Argomulyo memiliki polong dan biji yang lebih sedikit tapi berukuran besar,
sehingga berat kering biji tidak berpengaruh nyata. Hal ini juga mempengaruhi
berat produksi total dan menyebabkan tidak adanya perbedaan produksi antara
varietas Dering dan Argomulyo.
50 A 100 B F1I1
Tanaman (g)
30 60 41% 30% F1I3
46%
52% F2I1
20 73% 40 62% 59%
76% F2I2
10 20
F2I3
0 0
Dering Argomulyo Dering Argomulyo
Gambar 10. Berat kering biji (A) dan produksi total (B) tanaman kedelai pada
berbagai kondisi cekaman. F1= Fase vegetatif; F2= Fase generatif; I1,
I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5
hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase
penurunan berat kering biji dan produksi total dibandingkan dengan
cekaman 2 hari.
Respon Fisiologi
20
0
Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3
Gambar 11. Jumlah stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1=
Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
8.00
0.00
Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)
Gambar 12. Bukaan stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman.
F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman
kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan bukaan
stomata dibandingkan dengan cekaman 2 hari.
Tabel 15. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan, dan cekaman
kekeringan terhadap kandungan klorofil daun tanaman kedelai
Rataan
Varietas Fase Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 F1 39.83 a 40.40 b-a 42.97 a
F2 40.50 b-a 36.13 a-b 27.07 a-b-c
V2 F1 44.47 a 45.37 a 43.07 a
F2 45.90 a 33.17 a-b 28.10 a-b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.
40.0 11%
28%
33% 39%
30.0
20.0
10.0
0.0
Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3
Gambar 13. Kandungan klorofil daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3=
Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan
10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan
klorofil daun dibandingkan dengan cekaman 2 hari.
Pucuk
Tengah
Bawah
Gambar 14. Perbandingan kandungan klorofil daun bagian pucuk, tengah, dan
daun bawah tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. V1=
vaerietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= Fase Vegetatif;
F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval
penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
29
Respon Gerak
Melipat Daun
Komponen Agrometeorologi
80
70
Intersepsi Radiasi (%)
60
50
40
30
20
10 V1F1I1 V1F1I2 V1F1I3 V1F2I1 V1F2I2 V1F2I3
Gambar 16. Persentase intersepsi radiasi tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman. V1= vaerietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= Fase
Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
32
50 A
Berat Kering Total (g)
BKT = 0.638Qint
40 BKT = 0.338Qint
30 BKT = 0.254Qint
20
10
0
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
Akumulasi Qint (MJ/m2)
33
50 B
Gambar 17. Efisiensi penggunaan radiasi global tanaman kedelai varietas Dering
(A) dan Argomulyo (B) pada berbagai kondisi cekaman. = cekaman
2 hari, cekaman 5 hari, cekaman 10 hari.
Efisiensi penggunaan air adalah nisbah antara produksi bahan kering yang
dihasilkan dengan jumlah air yang digunakan tanaman. Tanaman yang toleran
kekeringan akan menekan laju kehilangan air sehingga akan meningkatkan
efisiensi penggunaan air. Perlakuan cekaman kekeringan mempengaruhi efisiensi
penggunaan air pada kedua varietas (Gambar 18). Varietas Dering mengalami
penurunan nilai efisiensi seiring dengan meningkatnya cekaman kekeringan,
sedangkan pada varietas Argomulyo justru mengalami peningkatan nilai efisiensi.
Hal ini menunjukkan bahwa varietas Argomulyo lebih efisien dalam
menggunakan air untuk membentuk biomassa. Nilai efisiensi penggunaan air
untuk tanaman kedelai berdasarkan Steduto et al. (2012) yaitu 1,2-1,6 kg/m3,
Li et al. (2013) antara 3,2 – 4,2 kg/m3.
4.00
Penggunaan Air
(kg/m3)
2.00
1.00
0.00
Dering Argomulyo
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3
Gambar 18. Efisiensi penggunaan air tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3=Cekaman
kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
Angka diatas diagram nenunjukkan nilai efisiensi penggunaan air.
34
Heat Unit
Tabel 17. Nilai akumulasi panas tanaman kedelai pada berbagai stadia
perkembangan
Pembahasan Umum
120
Berat Kering Total (g)
bertahan hidup dan mampu berproduksi. Sesuai dengan pernyataan Bartels (2005)
bahwa adaptasi secara langsung yang utama terhadap cekaman kekeringan adalah
mengakumulasi air untuk menunda atau terhindar dari cekaman (escape). Berbeda
halnya pada tanaman yang toleran, umumya mampu mengahadapi cekaman air
dengan mengurangi fungsi metabolis dan akan dilanjutkan berfungsi kembali
setelah terjadi peningkatan potensial air pada sel.
Evaluasi toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan biasanya
dilakukan dengan dua pendekatan: (a) secara langsung, mengamati pengaruh
langsung cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan daya
hasil, (b) secara tidak langsung, mengamati morfologi dan fisiologi yang terkait
dengan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan. Karakter morofologi dan
fisiologi dilaporkan terkait dengan sifat toleran terhadap cekaman kekeringan
adalah karakter perakaran yang ekstensif, densitas stomata daun yang rendah,
menekan laju kehilangan air, lebih efisien dalam penggunaan air, dan mampu
menekan kerusakan daun.
Pada penelitian ini, mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman
kekeringan berupa modifikasi karakter morfologi tajuk dengan pengguguran daun
tua dan mengurangi luas daun, karakter fisiologi dengan mengatur bukaan stomata
serta kandungan klorofil daun, juga modifikasi akar melalui pemanjangan akar.
Mekanisme adaptasi ini biasanya dikenal sebagai Avoidance mechanism yaitu
kemampuan tanaman untuk memelihara potensial air tetap tinggi meskipun pada
kondisi kekurangan air (Sopandie 2014). Mekanisme ini dilakukan tanaman
melalui peningkatan serapan air dengan cara meningkatkan kedalaman akar dan
sistem perakaran yang efisien. Mengurangi kehilangan air melalui pengaturan
bukaan stomata serta pelipatan daun untuk mengurangi terpaan panas radiasi yang
dapat mempercepat laju transpirasi. Mengurangi kehilangan air melalui
penguapan dengan pengaturan morfologi daun yaitu pengurangan luas daun dan
jumlah daun.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Efendi R. 2009. Tanggap Genotipe Jagung Toleran dan Peka Terhadap Cekaman
Kekeringan pada Fase Perkecambahan. Prosiding Seminar Nasional
Serealia 2009. Maros (ID). Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Efendi R, Azrai M. 2008. Identifikasi Karakter Toleransi Cekaman Kekeringan
Berdasarkan Respons Pertumbuhan dan Hasil Genotipe Jagung. Maros
(ID). Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Fagi AM, Las I, Pane H, Abdulrachman S, Widiarta IN, Baehaki, Nugraha US.
2002. Anomali Iklim dan Produksi Padi. Strategi dan Antisipasi
Penanggulangan. Balai Penelitian Tanaman Padi (ID).
Farooq M, Wahid A, Kobayashi N, Fujita D, Basra SMA. 2009. Plant Drought
Stress: Effects, Mechanisms, and Management. Agron. Sustain. Dev. 29
(2009) : 185-212.
Fukai S, Cooper M. 1995. Development of Drought Resistant Cultivars Using
Physio-Morphological Traits In Rice. Field Crops Research. 40:67-86.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta
(ID). UI-Press. Terjemahan: Herawati Susilo.
Hamim, Sopandie D, Jusuf M. 1996. Beberapa Karakteristik Morfologi dan
Fisiologi Kedelai Toleran dan Peka terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal
Hayati, Juni 1996, hlm. 30-34.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk
Pertanian. Bogor (ID). Geomet FMIPA-IPB.
Handoko I, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan
Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen D\dalam Bidang
Perdagangan dan Pembangunan. Bogor (ID). SEAMEO BIOTROP.
Harnowo D. 1992. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Pemupukan Kalium dan
Cekaman Kekeringan pada Fase Reproduktif. [Tesis]. Bogor (ID). Sekolah
Pascasarjana IPB.
Hsiao TC. 1973. Plant Responses to Water Stress. Ann Rev. Plant Physiol. 1973.
24 :519-70.
Jones HG. 1992. Plant and Microclimate: A Quantitative Approach to
Environmental Plant Physiology. Cambridge University Press.
Jones HG, Aikman D, McBurney TA. 1997. Inmprovement to Infrared
Thermometry for Irrigation Scheduling in Humid Climates. Acta Hort. 449:
259-265.
Kisman. 2010. Karakter Morfologi Sebagai Penciri Adaptasi Kedelai Terhadap
Cekaman Kekeringan. Agroteksos Vol. 20 No.1, April 2010.
Kumar A, Pandey V, Shech AM, Kumar M. 2008. Radiation Use Efficiency and
Weather Parameter Influence During Life Cycle of Soybean (Glycine max L
merr). Production as Well Accumulation of Drymatter. Am-Euras. J.Agron.
1(2):41-44.
Lenssen A. 2012. Soybean Response to Drought. ICM News.
Li D, Liu H, Qiao Y, Wang Y, Cai Z, Dong B, Shi C, Liu Y, Li X, Liu M. 2013.
Effects of Elevated CO2 on the Growth, Seed Yield, and Water Use
Efficiency of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Under Drought Stress.
Agricultural Water Management 129 (2013) 105– 112
Liu F, Jensen CR, Andersen MN. 2004. Drought Stress Effect on Carbohydrate
Concentration in Soybean Leaves and Pods During Early Reproductive
43
Ritche JT. 1980. Climate and Soil Water, in Moving Up the Yield Curve. Advace
and obstacle, Spec. Publ. No. 39. P: 1–23.
Rosadi RAB dan Darmaputra IG. 1998. Pengaruh Irigasi Defisit pada Fase
Vegetatif Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kebutuhan Air Tanaman
Kedelai (Glycine max (L.) Merr). Jurnal Tanah Tropika 6: 75 – 82.
Rusmayadi G, Handoko, Koesmaryono Y, Hadjar G. 2008. Pemodelan Tanaman
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Berbasis Efisiensi Penggunaan Radiasi
Surya, Ketersediaan Air dan Nitrogen.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan: Jilid I. Bandung (ID). ITB.
Terjemahan Lukman dan Sumaryono.
Salvagiotti F, Miralles DJ. 2008. Radiation Interception, Biomass Production and
Grain Yield as Affected by the Interaction of Nitrogen and Sulfur
Fertilization in Wheat. Eur. J. Agron. 28:282-290.
Sharifa, Muriefah A. 2015. Effects of Paclobutrazol on Growth and Physiological
Attributes of Soybean (Glycine max) Plants Grown Under Water Stress
Conditions. Int. J. Adv. Res. Biol.Sci. 2(7): (2015): 81–93.
Sinaga R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan Efisiensi Penggunaan Air
pada Rumput Gajah dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air
Tanah. Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2008, hlm. 29 – 35.
Sinay H. 2015. Pengaruh Perlakuan Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan
dan Kadungan Prolin pada Fase Vegetatif Beberapa Kultivar Jagung Lokal
dari Pulau Kisar Maluku di Rumah Kaca. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi 2015, yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan
Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang (ID).
Sinclair TR, Muchow RC. 1999. Radiation Use Efficiency. Adv. Agron. 65:215–
265.
Singer JW, David WM, Thomas JS, John HP, Jerry LH. 2011. Variability of Light
Interception and Radiation Use Efficiency in Maize and Soybean. Field
Crops Research 121:147–152.
Sopandie. 2014. Fisiologi Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Abiotik pada
Agroekosistem Tropika. Bogor (ID). IPB Press.
Steduto P, Hsiao TC, Fereres E, Raes D. 2012. Crop Yield Response to Water.
FAO Irrigation And Drainage Paper 66. Food and Agriculture Organization
of the United Nations, Rome.
Stone PJ, Wilson DR, Jamieson PD, Gillespie RN. 2001. Water Deficit Effects on
Sweet Corn II : Canopy Development. Australian Journal of Agricultural
Research 52: 115-125.
Sudarsono, Widoretno W. 2003. Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Fase
Pertumbuhan Generatif Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang
Berbeda Toleransinya Terhadap Stres. Jurnal Penelitian Pertanian. 22( 2).
Sudaryanto T, Swastika DKS. 2007. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Bogor (ID).
Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan.
Suhartono, Saed S, Khoiruddin A. 2008. Pengaruh Interval Pemberian Air
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L) pada
Berbagai Jenis Tanah. Jurnal Embryo Vol 5 No. 1.
45
LAMPIRAN
Interval penyiraman
Komponen Komponen
Agronomi Agrometeorologi
Intersepsi radiasi
Respon produksi
Efisiensi penggunaan
Respon fisiologi radiasi
Heat Unit
Lintang : 06.33'12,9'' LS
Bujur : 106.44'59,4'' BT
Elevasi : 190 m dpl
Apr-15
Suhu Udara (oC) Kec.
Curah Intensitas
Lama RH Angin 10
Tanggal Rata- hujan Radiasi
Max Min Penyinaran (%) m
Rata (mm) (cal/cm2)
(knot)
1 31.6 23.4 26.6 48 5.4 306 89.4 3.7
2 31.2 24.4 25.7 0.2 4.3 298 89.7 4.3
3 30.8 23.2 25.7 19.5 4.4 284 86.8 4.1
4 32 23.5 25.5 0.2 4.1 298 88.8 4.3
5 32.4 23 25.7 1.4 6.3 309 85.7 4.0
6 32.5 22.6 26.1 9.2 7.5 385 84.7 3.6
7 31.1 23.8 25.3 10.6 4.4 249 89.1 5.0
8 31.6 22.7 25.7 23.6 5.1 342 87.1 4.1
9 31.2 23 26.2 3.4 3.4 309 85.5 1.9
10 33.8 22.8 26.8 13.7 8.5 395 82.3 4.7
11 32.4 25 27.4 0 6.5 336 80.9 3.5
12 33.2 23.2 26.5 0 7.1 351 82.0 4.9
13 29.3 23 25.5 0 0.4 160 85.8 4.1
14 32.2 23 25.5 TTU 4.8 303 85.8 2.7
15 31.7 22.2 26.2 1.5 7.2 348 81.1 4.9
16 32.6 23.2 26.4 2.8 4.5 330 85.2 4.5
17 29.3 21.6 24.9 16.3 0.4 175 92.4 4.5
18 31 24.2 25.8 0 3.5 260 90.1 2.9
19 33.4 22.4 25.6 0.4 7.3 382 84.1 3.3
20 32.4 22.3 25.7 5.3 5.3 317 86.9 3.9
21 33.4 22.8 26.2 TTU 7.5 382 82.4 3.9
22 32.2 22.3 26.3 0.4 9.2 321 83.7 4.3
23 31.8 23 27.0 0 5.4 365 77.8 4.5
24 28 23.2 23.9 3.7 0 141 91.9 5.1
25 28.8 22.6 24.0 36.6 0.5 186 91.6 4.5
26 32 22.5 26.0 4.8 5.5 340 83.4 3.7
27 30.6 23 25.0 0 5.8 347 87.7 4.7
28 32 22.3 26.2 4.5 6.2 421 83.4 5.0
29 32.3 21.7 25.6 0 7.2 303 84.1 3.9
30 33.4 22.3 26.9 0 8.3 433 80.1 3.8
51
Juni 2015
o
Suhu Udara ( C) Curah Intensitas Kec.
Lama RH
Tanggal Rata- hujan Radiasi Angin
Max Min Penyinaran (%)
Rata (mm) (cal/cm2) 10m(knot)
1 33 23.1 26.4 - 8.3 262 80 3.52
2 33.3 22.4 26.1 0.2 8.4 333 84 4.67
3 33 23 25.8 63.1 9.3 285 87 4.38
4 31.8 23.1 26.3 8.2 8.8 345 86 3.81
5 32 22.6 26.7 - 6.8 284 80 5.69
6 33.8 22 27 - 9 369 77 3.95
7 33 23 26.8 TTU 4.9 311 82 3.63
8 33.1 23.4 27.5 - 6.1 328 79 3.84
9 30.6 23.6 24.5 TTU 1.7 222 92 5
10 31.2 22.6 25.2 8.4 3 205 87 3.21
11 32.4 23 26 4.8 7.3 328 86 3.42
12 33.1 22.4 26.4 - 8.7 351 82 3.33
13 32.2 21.6 26.4 2.1 8.9 345 78 4.04
14 32.1 22 26.3 - 8.2 338 78 4.22
15 31.6 21.6 26.3 3 8.2 303 78 4.2
16 32.1 20.6 25.6 - 9.3 361 77 3.34
17 31.6 20.4 25.5 - 9.2 333 76 3.44
18 33.1 21 26 - 9 358 76 3.53
19 33.6 21.9 26.7 - 9.4 363 77 3.97
20 32.2 23 26.8 - 7.5 316 76 3.08
21 33.8 22.5 27 - 9.3 387 76 4.96
22 33.4 22.5 26.8 - 8.7 371 74 4.02
23 33 22.4 26.2 - 8.7 349 79 3.66
24 32.4 20.4 25.8 0.4 9.6 349 76 4.36
25 32.6 20.5 25.6 - 9.6 350 73 3.21
26 32.5 19.6 25.1 - 9.4 373 74 3.61
27 33.6 20.5 26.2 - 9.5 347 75 4.45
28 33 22.6 26.2 - 8 325 80 4.94
29 32.6 22.4 27 - 9.7 351 74 3.89
30 32.2 22.8 27.2 - 6 303 78 3.01
31
JML 977.9 662.5 787.4 90.2 240.5 9845 2377 118.38
RT2 32.60 22.08 26.25 8 8.02 328.17 79.23 3.95
MAX 33.8 23.6 27.5 63.1 9.7 387 92 5.69
MIN 30.6 19.6 24.5 0.2 1.7 205 73 3.01
53
15 cm Keterangan :
Sampel destruktif
15 cm
Sampel pengamatan
58
Uji perkecambahan
Penimbangan
60
V1F1I1 V1F1I2
V1F1I3 V2F1I1
V2F1I2 V2F1I3
V1F2I2
V1F2I1
V1F2I3 V2F2I1
V2F2I2
V2F2I3
Lampiran 12. Penampakan stomata pada kondisi tercekam dan tidak tercekam
Tidak tercekam
Tercekam
65
Lampiran 13. Penampakan panjang akar pada kondisi tercekam dan tidak
tercekam
Dering Dering
2
5
5
2 10 10
Argomulyo Argomulyo
5
2 10
2 5 10
RIWAYAT HIDUP