Anda di halaman 1dari 80

RESPON TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.

) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE
VEGETATIF DAN GENERATIF

ANDI SAFITRI SACITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Tanaman


Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan
Generatif adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Andi Safitri Sacita


G251130011
RINGKASAN

ANDI SAFITRI SACITA. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap
Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif. Dibimbing oleh TANIA
JUNE dan IMPRON.

Kedelai merupakan komoditas yang kaya akan protein sehingga berperan


sebagai sumber protein nabati dan sangat penting dalam peningkatan gizi
masyarakat. Perubahan iklim memicu adanya perubahan cuaca secara ekstrim
sehingga musim kemarau sangat rentan terjadi kekeringan. Cekaman kekeringan
akan berpengaruh besar terhadap penurunan produksi kedelai terlebih lagi jika
terjadi selama fase reproduktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan sebagai acuan untuk
menentukan varietas yang adaptif dan toleran serta membandingkan pengaruh
pemberian cekaman pada fase vegetatif dan generatif sebagai acuan untuk
informasi pengaturan waktu dan pola tanam.
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Cikabayan, Institut Pertanian
Bogor pada bulan Maret – Juni 2015. Penelitian menggunakan rancangan petak-
petak terpisah dengan varietas (Dering dan Argomulyo) sebagai petak utama, fase
perkembangan (fase vegetatif dan generatif) sebagai anak petak, dan cekaman
kekeringan berupa interval penyiraman (2 hari, 5 hari, dan 10 hari) sebagai anak-
anak petak. Penelitian ini merupakan percobaan pot dan menggunakan naungan
dengan tutupan plastik transparan untuk menghindari kontaminasi air hujan yang
dapat mengganggu pemberian perlakuan cekaman kekeringan. Cekaman pada fase
vegetatif dimulai setelah tanaman berumur 2 MST dan cekaman dihentikan
setelah tanaman memasuki fase generatif atau muncul bunga pertama. Pada waktu
yang sama dimulai pemberian cekaman pada fase generatif hingga panen. Pada
awal tanam hingga tanaman berumur 2 MST, semua tanaman disiram setiap hari.
Tanaman disiram hingga jenuh dan dibiarkan beberapa saat hingga tercapai
kondisi kapasitas lapang. Dilakukan metode penimbangan untuk mengetahui
kehilangan air selama periode cekaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian cekaman pada fase
vegetatif tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai. Sebaliknya, pemberian cekaman pada fase generatif sangat berpengaruh
nyata menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi hingga 70 %.
Pemberian cekaman menyebabkan tanaman melakukan mekanisme adapatasi
yaitu dengan mengurangi jumlah daun, penyempitan daun, mengurangi bukaan
stomata, degradasi klorofil daun, dan melakukan respon gerak dengan melipat
daun. Mekanisme adapatasi tanaman mempengaruhi nilai efisiensi penggunaan air
dan efisiensi penggunaan radiasi. Berdasarkan ketahanan terhadap cekaman,
varietas Argomulyo lebih toleran kekeringan dibandingkan varietas Dering karena
mengalami penurunan produksi yang lebih rendah pada kondisi cekaman yang
sama.

Kata kunci : cekaman kekeringan, kedelai, fase vegetatif dan generatif, respon
adaptasi
SUMMARY

ANDI SAFITRI SACITA. Soybean Response to Drought Stress on Vegetative


and Generative Phases. Supervised by TANIA JUNE and IMPRON
Soybean is rich in protein and is one of the main sources of vegetable
protein which essential in enhancing public nutrition. Climate change is the main
trigger of the occurance of extreme weather events makes plants become more
vulnerable to drought. Drought stress significantly affect the decline in soybean
production, especially when it occurs during the reproductive phase. This research
aimed to identify the response of soybean to drought stress as a reference for
determining the adaptive and tolerant varieties and also to compare the effect of
drought stress on vegetative and generative phases.
The research was conducted from March to June 2015 in the Cikabayan
field experiment, Bogor Agricultural University. The research was arranged in
split-split plot design, with main plot was the variety (Dering and Argomulyo), the
development phase (vegetative and generative phases) as the subplot, and drought
stress in the form of irrigation intervals (2, 5, and 10 days) as the sub-sub plots.
This research was form of pots method and used the shade of bamboo with a
transparent plastic cover to be protected from contamination of rain to the
drought stress treatment. Drought stress treatment for vegetative phase was started
after 2-week-after planting (Week After Planting=WAP) and stopped at the time
of entering of generative phase or flowering stage and at the same time, treatment
for generative phase was started and finished at harvest. At the beginning of
planting until 2 WAP, all crops were irrigated everyday. The crops were given the
saturated water and left for some time until the condition has reached the field
capacity. The weighing method was done to determined water loss and soil water
content during the stress period.
The results showed that drought stress during the vegetative phase has not
shown significant effect on soybean growth and production statistically. On the
other hand, drought stress on generative phase affected growth obstacle and
decline production up to 70%. Soybean adapting to drought stress by reducing the
number of leaves, narrowing the leaf area, closure stomatal, degradation of
chlorophyll and as well as doing motion response by folding leaves. This
adaptation mechanism affecting the water use efficiency and radiation use
efficiency. Based on tolerance to drought stress, Argomulyo is more tolerant than
Dering variety.

Key words: adaptation response, drought stress, soybean, vegetative and


generative phases
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RESPON TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP CEKAMAN
KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF DAN GENERATIF

ANDI SAFITRI SACITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Handoko, MSc
Judul Tesis : Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman
Kekeringan pada Fase Vegetatif dan Generatif
Nama : Andi Safitri Sacita
NIM : G251130011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Tania June, MSc Dr Ir Impron, MScAgr

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Klimatologi Terapan

Dr Ir Impron, MScAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 Januari 2016 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Respon Tanaman
Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Vegetatif dan
Generatif dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
dukungan dari beberapa pihak, penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan dengan
baik, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Tania June MSc
dan Dr Ir Impron, MScAgr sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan,
ilmu, motivasi, nasehat, dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Handoko, MSc yang telah bersedia
menjadi penguji pada ujian sidang dan terima kasih juga kepada Ir Bregas
Budianto, Ass Dpl yang telah membantu dan memberi arahan dalam pelaksanaan
penelitian. Ungkapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang telah mensponsori penulis dalam memperoleh Beasiswa BPPDN.
Kepada, Marlina Mustafa, Mayasari Yamin, Taufiq Hidayat, Misnawati, Rezki
Nur Awalia, dan Ika Purnamasari, terima kasih atas diskusi dan bantuannya dalam
penelitian ini. Terima kasih juga kepada Erfan Tamsil yang telah memberi
semangat dan motivasi selama perkuliahan, penelitian, hingga penyelesaian tesis
ini.
Tesis ini penulis dedikasikan untuk kedua orang tua (Andi Basir dan
Rosmiati), Puang Nanna dan Om Herman juga untuk adik-adik tersayang serta
seluruh keluarga, atas doa, motivasi dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Andi Safitri Sacita


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
2 METODE 4
Lokasi 4
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Analisis Data 4
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Kondisi Iklim Wilayah Penelitian 12
Kadar Air Tanah 13
Komponen Agronomi 14
Respon Pertumbuhan dan Perkembangan (Morfologi) 16
Respon Produksi 22
Respon Fisiologi 25
Respon Gerak 29
Komponen Agrometeorologi 30
Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah 30
Intersepsi Radiasi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi 31
Efisiensi Penggunaan Air 33
Heat Unit 34
Pembahasan Umum 35
4 SIMPULAN DAN SARAN 40
Simpulan 40
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 66
DAFTAR TABEL

1 Hasil sidik ragam (ANOVA) respon tanaman kedelai terhadap cekaman


kekeringan pada fase vegetatif dan generatif 15
2 Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman kedelai 16
3 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap tinggi tanaman kedelai pada umur 7 MST 16
4 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap jumlah daun tanaman kedelai pada umur 7 MST 18
5 Pengaruh varietas terhadap luas daun tanaman kedelai 19
6 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap luas daun tanaman kedelai pada umur 4 dan 7
MST 19
7 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap berat kering akar tanaman kedelai 20
8 Pengaruh cekaman terhadap panjang akar tanaman kedelai 20
9 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap jumlah polong tanaman kedelai 22
10 Pengaruh interaksi antara varietas dengan fase perkembangan terhadap
jumlah biji tanaman kedelai 22
11 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap jumlah biji tanaman kedelai 23
12 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap berak kering biji dan produksi total tanaman
kedelai 24
13 Pengaruh varietas terhadap bukaan stomata tanaman kedelai 26
14 Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap bukaan stomata tanaman kedelai 26
15 Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan, dan cekaman
kekeringan terhadap kandungan klorofil daun tanaman kedelai 28
16 Rata-rata suhu daun dan suhu permukaan tanah pada berbagai kondisi
cekaman kekeringan 30
17 Nilai akumulasi panas tanaman kedelai pada berbagai stadia
perkembangan 35
18 Rekapitulasi respon adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman
kekeringan 37

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi pemberian perlakuan cekaman kekeringan 6


2 Pengamatan jumlah dan bukaan stomata dengan menggunakan sampel
replika 8
3 Kondisi iklim wilayah Darmaga periode April-Juni 2015 12
4 Pengurangan kadar air tanah pada berbagai interval penyiraman 13
5 Tinggi tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 17
6 Jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 18
7 Luas daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 19
8 Berat kering akar (A) dan Panjang akar (B) tanaman kedelai pada
berbagai kondisi cekaman 21
9 Jumlah polong (A) dan jumlah biji (B) tanaman kedelai pada berbagai
kondisi cekaman 23
10 Berat kering biji (A) dan produksi total (B) tanaman kedelai pada
berbagai kondisi cekaman 25
11 Jumlah stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 26
12 Bukaan stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 27
13 Kandungan klorofil daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman 28
14 Perbandingan kandungan klorofil daun bagian pucuk, tengah, dan daun
bawah tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman 28
15 Respon melipat daun pada tanaman kedelai saat kondisi cekaman
kekeringan 29
16 Persentase intersepsi radiasi tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman 31
17 Efisiensi penggunaan radiasi global tanaman kedelai pada berbagai
kondisi cekaman 33
18 Efisiensi penggunaan air tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman 33
19 Hubungan antara kadar air tanah (KAT) dengan produksi tanaman
kedelai 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 47


2 Hasil analisis sampel tanah 48
3 Data intensitas radiasi di dalam naungan dan di luar naungan 49
4 Data iklim Stasiun Klimatologi Darmaga (April – Juni 2015) 50
5 Perhitungan akumulasi panas heat unit) tanaman kedelai 53
6 Deskripsi varietas Argomulyo 55
7 Deskripsi varietas Dering 56
8 Pengacakan dan tata letak 57
9 Gambaran pelaksanaan penelitian 58
10 Pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman kedelai 60
11 Perbandingan tanaman kedelai tercekam dan tidak tercekam kekeringan 62
12 Penampakan stomata pada kondisi tercekam dan tidak tercekam 64
13 Penampakan akar pada kondisi tercekam dan tidak tercekam 65
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan
jagung yang kaya akan kandungan protein, sehingga komoditas ini memiliki
kegunaan yang beragam terutama sebagai bahan baku industri makanan dan
sekaligus sebagai bahan baku industri pakan ternak (Zakaria 2010). Kedelai juga
sangat esensial sebagai sumber minyak nabati, protein, mikronutrien, dan mineral
(Clemente dan Cahoon 2009). Kandungan protein nabati dalam kedelai sangat
penting untuk peningkatan gizi masyarakat. Protein nabati, selain aman juga
relatif lebih murah jika dibandingkan dengan protein hewani sehingga
menyebabkan kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk (Sudaryanto dan Swastika 2007).
Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun, dari
jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus diimpor. Produksi kedelai pada tahun 2013
sebesar 780,16 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan sebesar 62,99 ribu
ton dibanding tahun 2012 (BPS 2014). Hasil proyeksi Bappenas (2013) bahwa
konsumsi kedelai di Indonesia pada tahun 2015-2019 diperkirakan terus
meningkat yaitu sekitar 2,77 juta ton untuk tahun 2015 dan 3,25 juta ton pada
tahun 2019. Berdasarkan angka tersebut maka produksi kedelai dalam negeri
masih mengalami defisit dan belum mampu untuk mencukupi kebutuhan
konsumsi kedelai dalam negeri. Untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan
mencapai swasembada kedelai maka perlu dilakukan peningkatan produktivitas
dan penambahan luas areal pertanaman kedelai.
Potensi lahan untuk pengembangan kedelai cukup luas namun menghadapi
kendala terutama pada musim kemarau sangat rentan terjadi kekeringan sehingga
penyediaan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman kedelai menjadi terbatas,
dan akan berakibat pada rendahnya produksi kedelai. Perubahan iklim memicu
adanya perubahan cuaca secara ekstrim. Terjadinya pergeseran musim, akan
berpengaruh pada perencanaan aktivitas kegiatan pertanian, jadwal tanam akan
terganggu yang mengakibatkan menurunnya angka produksi dan bahkan
kegagalan panen. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat patut menjadi
sebuah kekhawatiran besar, mengingat selaras dengan hal tersebut kebutuhan
pangan khususnya kedelai juga akan tinggi, sementara produktivitas hasil
pertanian menurun karena pengaruh perubahan iklim.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di kawasan khatulistiwa
rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola hujan di Bagian Barat Indonesia,
terutama di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan, dimana intensitas curah
hujan cenderung lebih rendah, tetapi dengan periode yang lebih panjang.
Sebaliknya, di Wilayah Selatan Jawa dan Bali intensitas curah hujan cenderung
meningkat tetapi dengan periode yang lebih singkat dan akan mengalami musim
kering yang lebih panjang (Naylor et al. 2007; Handoko et al. 2008 ). Pergeseran
pola hujan mempengaruhi sumberdaya dan infrastruktur pertanian yang
menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim, dan pola tanam. Adanya
kecenderungan pemanjangan musim kering di Bagian Selatan Jawa dan Bali
mengakibatkan perubahan awal dan durasi musim tanam, sehingga mempengaruhi
2

indeks penanaman (IP), luas areal tanam, awal waktu tanam dan pola tanam.
Sebaliknya, di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan ada kecenderungan
perpanjangan musim hujan dengan intensitas yang lebih rendah, yang
mengakibatkan pemanjangan musim tanam dan peningkatan IP. Namun
produktivitas lahan di Sumatera dan Kalimantan tidak sebaik di Jawa
(BPPP 2011). Sementara itu, produksi kedelai nasional sebagian besar masih
berasal dari Pulau Jawa (sekitar 60%).
Cekaman kekeringan selama fase reproduktif, mengakibatkan hasil kedelai
menurun lebih dari 40%. Padahal, pertanaman kedelai di Indonesia sebagian besar
(65%) di tanam di lahan sawah pada musim kemarau. Pada kondisi demikian,
budidaya kedelai seringkali dihadapkan pada risiko kekeringan. Kondisi kering
pada masa pembungaan menyebabkan bunga dan polong muda rontok serta
mengurangi jumlah polong dan ukuran biji. Sementara pada fase pengisian biji
tidak terbentuk sempurna, berakibat biji kedelai lebih kecil dan bobot kering biji
rendah, akibatnya produksi dapat turun hingga 40% (BPTP 2013). Cekaman air
berpengaruh sangat nyata terhadap semua komponen pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai. Tingkat yang paling sensitif terhadap kekurangan air ialah
tingkat akhir perkembangan polong dan pertengahan pengisian biji
(Nurhayati 2009). Karakter morfologi tanaman kedelai mengalami penurunan
dengan semakin meningkatnya stres kekeringan baik pada varietas toleran
maupun peka terhadap kekeringan (Kisman 2010).
Tanaman yang toleran umumnya mampu menghadapi cekaman air dengan
mengurangi fungsi metabolis yang dilanjutkan berfungsi kembali setelah terjadi
peningkatan potensial air pada sel (Bartels 2005). Tanaman toleran mampu
mempertahankan fungsi biologinya pada kondisi potensial air yang rendah,
walaupun dengan pertumbuhan yang terbatas. Tanaman toleran memiliki
mekanisme untuk mengatasi kekurangan air salah satunya yaitu dengan adaptasi
morfologi seperti mengurangi luas daun untuk menurunkan laju transpirasi,
penutupan stomata, atau meningkatkan pemanjangan dan densitas akar dan
meningkatkan efisiensi penggunaan air (Ramanjulu dan Bartels 2002).
Perlu dilakukan program aksi adaptasi pada sub-sektor tanaman pangan
khususnya kedelai dalam upaya melestarikan dan memantapkan ketahanan pangan
nasional. Dalam aspek klimatologi perlu dikembangkan prediksi pola hujan dan
kalender tanam, sementara untuk aspek pengelolaan tanaman perlu
pengembangan jenis dan varietas tanaman toleran kekeringan (Fagi et al. 2002;
DITJEN Tanaman Pangan 2013). Alternatif baru untuk sistem pertanian yang
berkelanjutan, seperti tanaman yang toleran kekeringan, akan menyediakan solusi
praktikal yang penting untuk menanggulangi ketersediaan air yang terbatas
(Sopandie 2014).
Penggunaan varietas toleran kekeringan dapat menjadi solusi untuk
penanaman pada musim kering atau lahan kering tegalan yang ketersediaan airnya
terbatas. Penggunaan varietas toleran juga mampu memudahkan petani dalam
pengaturan waktu dan pola tanam untuk menyesuaikan dengan tingkat
ketersediaan air. Siklus hidup tanaman terdiri atas dua fase secara umum yaitu
fase vegetatif dan generatif. masing-masing fase ini memiliki tingkat sensitivitas
berbeda-beda terhadap kekurangan air. Tingkat sensitivitas dari masing-masing
fase ini sangat penting untuk dikaji terkait dengan pengaruhnya terhadap
penurunan produksi tanaman. selain itu dapat menjadi informasi untuk
3

pengambilan keputusan terkait dengan pengaturan waktu dan pola tanam.


Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian terkait varietas-varietas
yang toleran kekeringan serta pengujian pengaruh kekurangan air pada masing-
masing fase perkembangan.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan


sebagai acuan untuk menetukan varietas yang adaptif dan toleran kekeringan.
2. Membandingkan pengaruh pemberian cekaman pada fase vegetatif dan
generatif sebagai acuan untuk informasi pengaturan waktu dan pola tanam.
4

METODE

Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Cikabayan, University


Farm, Institut Pertanian Bogor. Persiapan alat pengukuran dilakukan di
Laboratorium Instrumentasi Meteorologi GFM–FMIPA. Persiapan alat dan bahan
penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 dan penelitian dilaksanakan pada
bulan April sampai Juni 2015.
Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih varietas kedelai
(Dering dan Argomulyo), legin (rhizobium), pupuk kandang, pupuk anorganik
Urea (75 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), KCl (100 kg/ha), pengendalian hama dan
penyakit digunakan Furadan 3G dan insektisida.
Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu polybag ukuran


35 cm x 40 cm, ember/ pot plastik, bambu, plastik transparan, timbangan analitik,
mikroskop Olympus tipe BX41 (elektrik), mikroskop trinokuler, oven, kaca
preparat, alat ukur kandungan klorofil daun (SPAD/klorofil meter), solarimeter,
thermometer inframerah, dan data logger.

Prosedur Analisis Data

Rancangan Penelitian

Pengujian varietas kedelai terhadap cekaman kekeringan dilakukan pada


fase vegetatif dan fase generatif. Cekaman kekeringan yang diberikan berupa
lama periode cekaman dengan interval pemberian air (hari). Percobaan ini
dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak-Petak Terpisah (RPPT) dengan
taraf perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Petak utama adalah varietas :
V1 = Varietas Dering
V2 = Varietas Argomulyo
Anak petak adalah fase perkembangan tanaman :
F1 = cekaman pada fase vegetatif
F2 = cekaman pada fase generatif
Anak-anak petak adalah interval pemberian air :
I1 = setiap 2 hari
I2 = setiap 5 hari
I3 = setiap 10 hari
Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat
36 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 6 sampel
tanaman sehingga terdapat 216 tanaman.
5

Pelaksanaan Penelitian

Uji Perkecambahan

Benih yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) untuk varietas
Dering dan varietas Argomulyo diperoleh dari Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian (BB-Biogen). Sebelum
penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji perkecambahan terhadap
benih kedelai. Uji perkecambahan dilakukan untuk mengetahui daya tumbuh
benih kedelai.

Persiapan Lahan dan Pembuatan Naungan

Lahan yang akan digunakan dibajak dengan menggunakan traktor untuk


meratakan tanah dan membersihkan dari rumput. Setelah lahan siap digunakan,
dilakukan pembuatan naungan dari bambu dengan tutupan plastik transparan.
Penggunaan naungan dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi air hujan yang
dapat mengganggu pemberian perlakuan cekaman kekeringan.

Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah yang diambil dari lahan
percobaan Cikabayan dan dicampur dengan pupuk kandang. Tanah yang telah
dicampur pupuk kandang dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran
35 cm x 40 cm dengan berat sekitar 10 kg per polybag pada kondisi kapasitas
lapang.

Penanaman dan Pemeliharaan

Penanaman dilakukan setelah persiapan media tanam selesai. Untuk tanah


yang belum pernah ditanami kedelai maka perlu digunakan legin (rhizobium)
untuk merangsang pembentukan bintil akar pada tanaman kedelai. Benih kedelai
terlebih dahulu direndam dengan legin kemudian dibenamkan pada media tanam
sebanyak 3 benih per polybag. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 1
MST (minggu setelah tanam) dengan menyisakan 1 tanaman per polybag.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan terhadap gulma dan
pengendalian hama penyakit.

Pemupukan

Dosis pupuk yang diberikan yaitu Urea (75 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha),
KCl (100 kg/ha) yang setara dengan Urea (0,375 gram/polybag), SP-36 (0,5
gram/polybag), dan KCl (0,5 gram/polybag). Pemupukan Urea dilakukan dua kali
yaitu pemupukan pertama pada saat awal tanam dan pemupukan kedua pada saat
tanaman berumur 4 MST yaitu saat tanaman memasuki stadia pembungaan.
6

Penyiraman dan Perlakuan Cekaman Kekeringan

Gambar 1. Ilustrasi pemberian perlakuan cekaman kekeringan

Pemberian cekaman pada fase vegetatif dimulai setelah tanaman berumur


2 MST dan cekaman dihentikan ketika tanaman menunjukkan tanda-tanda
memasuki fase generatif, yaitu muncul bunga pertama dan cekaman pada fase
generatif dimulai bersamaan dengan dihentikannya cekaman pada fase vegetatif
dan dihentikan pada saat panen (Gambar 1). Pada awal tanam hingga tanaman
berumur 2 MST, semua tanaman diberi perlakuan penyiraman yang sama yaitu
disiram setiap hari. Tanaman yang tidak diberi cekaman juga disiram setiap hari.
Perlakuan cekaman kekeringan dengan interval penyiraman dilakukan setiap 2
hari, 5 hari, dan 10 hari. Tanaman disiram hingga jenuh dan dibiarkan beberapa
saat hingga tercapai kondisi kapasitas lapang. Selanjutnya dilakukan metode
penimbangan untuk mengetahui kehilangan air (pengurangan kadar air tanah)
melalui evapotranspirasi selama periode cekaman.
Panen

Kedelai dapat dipanen jika daun sudah mulai menguning dan gugur, serta
polong mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan, batang
berwarna kuning agak coklat.

Parameter Pengamatan

Kondisi Iklim Wilayah Penelitian

Pengamatan mengenai gambaran kondisi iklim wilayah penelitian


diperoleh dengan menggunakan data sekunder dari BMKG Klas I Darmaga
dengan unsur iklim yang diamati yaitu suhu maksimum, suhu minimum, suhu
udara rata-rata, curah hujan, kelembaban, intensitas radiasi, lama penyinaran, dan
kecepatan angin.
7

Kadar Air Tanah

Status kadar air tanah selama periode cekaman diketahui melalui proses
penimbangan. Selisih antara bobot awal (kondisi kapasitas lapang) dengan bobot
akhir merupakan jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi yang
menunjukkan penggunaan air oleh tanaman. Selisih antara kadar air pada kondisi
kapasitas lapang dengan jumlah air yang hilang merepresentasikan kadar air tanah
selama periode cekaman. Informasi mengenai persentase kadar air tanah dari
media yang digunakan diperoleh dari hasil analisis tanah (Lampiran 2).

Komponen Agronomi

Parameter pertumbuhan, perkembangan, dan produksi yang diamati yaitu :


Tinggi tanaman (cm), diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung titik
tumbuh. Pengamatan mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST dan
dilakukan tiap minggu hingga tanaman berumur 7 MST.
Jumlah daun (helai), daun tanaman kedelai merupakan daun trifoliate sehingga
3 daun majemuk terhitung 1 daun. Pengamatan jumlah daun dimulai pada saat
tanaman berumur 2 MST dan selanjutnya pengamatan dilakukan setiap
minggu hingga tanaman berumur 7 MST.
Luas Daun (cm2), dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST hingga 6
MST dan pengamatan dilakukan setiap 2 minggu. Perhitungan luas daun
menggunakan metode gravimetri.
Berat kering total per tanaman (gram), pengamatan berat kering tanaman
dilakukan dengan metode destruktif setiap 2 minggu dengan jumlah sampel
tiga tanaman per perlakuan. Sampel tanaman dikeringkan dengan
menggunakan oven dengan suhu 80oC selam 48 jam.
Berat kering akar (gram), pengamatan berat kering akar dilakukan tiap 2
minggu.
Panjang akar (cm), pengamatan panjang akar dilakukan pada saat panen.
Jumlah polong per tanaman (polong), pengamatan dilakukan pada saat panen.
Jumlah biji per tanaman (biji), pengamatan dilakukan pada saat panen.
Berat biji kering per tanaman (gram), pengamatan dilakukan pada saat panen.
Biji tanaman kedelai dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu
80oC selama 48 jam.
Umur berbunga dan umur panen (hari), pengamatan umur berbunga dilakukan
dengan cara menghitung jumlah hari sejak tanam hingga tanaman mulai
mengeluarkan bunga. Umur panen dihitung sejak tanam hingga tanaman
menunjukkan kriteria panen.

Pengamatan Jumlah dan Bukaan Stomata

Pengamatan jumlah dan bukaan stomata dilaksanakan di Laboratorium


Mikro Teknik, Fakultas Pertanian IPB. Pengambilan sampel untuk pengamatan
jumlah stomata dilakukan pada saat fase vegetatif dan fase generatif dengan
menggunakan teknik replika. Pengambilan sampel stomata dilakukan pada saat
radiasi sudah cukup tinggi yang mengindikasikan stomata sudah mulai membuka
yaitu sekitar pukul 10.00 – 11.00. Daun yang dipilih sebagai sampel adalah daun
8

bagian tengah dan sampel stomata diambil pada bagian permukaan atas dan
bawah daun. Teknik replika dilakukan dengan menggunakan cat kuku bening dan
selotip bening yang ditempelkan pada permukaan daun dan didiamkan beberapa
saat. Setelah itu, replika stomata ditempelkan pada kaca preparat. Hasil replika
stomata diamati di bawah mikroskop Olympus tipe BX41 pada pembesaran
10 x 40 dan luas bidang pandang 0,19625 mm2. Stomata yang terlihat pada
mikroskop, difoto dengan menggunakan kamera dan diamati dengan bantuan
aplikasi CorelDraw (Gambar 2).

Gambar 2. Pengamatan jumlah dan bukaan stomata dengan menggunakan sampel


replika

Pengamatan bukaan stomata dilakukan dengan menggunakan sampel hasil


replika stomata dan diamati dibawah mikroskop trinokuler yang dilengkapi
dengan kamera digital tipe Olympus DP25 dan aplikasi DP2-BSW (Gambar 2).

Kandungan Klorofil Daun

Kandungan klorofil dalam daun diukur 2 kali yaitu pada fase vegetatif dan
fase generatif dengan menggunakan alat ukur SPAD (klorofil meter). Daun yang
diukur kandungan klorofilnya yaitu daun bagian bawah, tengah, dan bagian atas
(pucuk).

Komponen Agrometeorologi

Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah

Suhu daun dan suhu permukaan tanah diukur dengan menggunakan


thermometer inframerah yang telah diatur nilai emisivitasnya. Nilai emisivitas
untuk daun yaitu 0.99, tanah basah 0.95, dan tanah kering 0.92 (Sutanto 1994).
Pengukuran suhu daun dan suhu permukaan tanah dilakukan pada pukul 12.00
WIB.
9

Intensitas Radiasi

Intensitas radiasi diukur dengan menggunakan solarimeter yang telah


dikalibrasi dan dilengkapi dengan data logger. Intensitas radiasi diukur di dalam
dan di luar naungan dengan waktu pengamatan mulai pukul 07.00-17.00 WIB.
Intensitas radiasi di dalam naungan merupakan radiasi yang sampai diatas tajuk
tanaman. Dilakukan juga pengukuran radiasi yang sampai di bawah tajuk
tanaman (radiasi transmisi). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
solarimeter yang diletakkan dibawah tajuk tanaman, dan pengukuran dilakukan
pada tengah hari yaitu pukul (11.00-12.00 WIB).

Intersepsi Radiasi

Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi diatas tajuk dengan


radiasi dibawah tajuk tanaman. Pengukuran radiasi dilakukan dengan
menggunakan sensor solarimeter yang telah dikalibrasi dengan solarimeter standar
dan disambungkan dengan data logger. Persamaan yang digunakan yaitu
(Perdinan 2002):

Int = 1- trans (1)


Trans = (Q/Qo) x 100% (2)
Int = (1- Q/Qo) x 100% (3)
Qint = int x total intensitas radiasi surya (4)
Keterangan :
Int : intersepsi radiasi (%)
Trans : transmisi radiasi (%)
Q : radiasi yang diterima dibawah tajuk (MJ m-2)
Qo : radiasi yang diterima diatas tajuk (MJ m-2)
Qint : intersepsi radiasi (MJ m-2)

Efisiensi Penggunaan Radiasi

Efisiensi penggunaan radiasi ditentukan dengan menggunakan persamaan :

ε = dW/Qint (5)

dW = BKn – BKn-2 (6)


Keterangan :
ε : efisiensi penggunaan radiasi surya (g MJ-1)
dW : penambahan berat kering tanaman (g m-2)
Qint : radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman secara
kumulatif (MJ m-2)
BKn : berat kering minggu ke-n
BKn-1 : berat kering minggu ke n-2
10

Efisiensi Penggunaan Air

Efisiensi penggunaan air ditentukan dengan persamaan:

(7)

Keterangan :
EPA : efisiensi penggunaan air (kg/m3)
dW : penambahan berat kering tanaman (kg)
ETA : kehilangan air melalui evapotranspirasi (m3)
Penggunaan air kumulatif tanaman diperoleh dari hasil penimbangan kehilangan
air melalui selisih antara bobot awal dengan bobot akhir selama periode cekaman.

Heat Unit (Degree Days)

Heat unit dihitung untuk tiap fase perkembangan tanaman kedelai. Data
yang digunakan untuk menghitung besaran heat unit adalah data suhu udara rata-
rata harian dan data suhu dasar (temperature base). Data suhu udara rata-rata
menggunakan data sekunder dari Stasiun Klimatologi BMKG Klas I Darmaga.

HU = Trata-rata – To (8)

Sementara untuk menentukan akumulasi heat unit pada tanaman kedelai untuk
setiap fase digunakan persamaan :

(9)

Hubungan antara fase perkembangan tanaman dengan suhu udara dapat dituliskan
sebagai berikut (Handoko 1994):

s= atau ds = (T - To)/TU, T>To (10)


ds = 0, T≤To

nilai s akan sama dengan satu bila tingkat pertumbuhan tersebut telah tercapai
atau pada saat = HU. Oleh sebab itu, jumlah hari (t) yang diperlukan
untuk mencapai fase tersebut dapat ditentukan pada saat s=1.
Keterangan :
HU : Heat unit tanaman ke-i
Trata-rata : Suhu udara rata-rata harian
To : Suhu dasar tanaman kedelai: 10oC (Kumar et al. 2008)
n : Hari ke-i
i : 1,2,3,4…….
s : fase perkembangan
11

Analisis Data
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Excel dan aplikasi STAR (Statistical Tool for Agricultural Research).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji F (ANOVA) dan dilanjutkan
dengan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk menguji parameter
yang berpengaruh nyata pada taraf α=0,05.
12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Iklim Wilayah Penelitian

Gambaran mengenai keadaan iklim di sekitar lokasi penelitian Kebun


Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga diperoleh dari stasiun Klimatologi Klas I
BMKG Darmaga periode April-Juni 2015 (Gambar 3). Keadaan iklim yang
diamati selama penelitian yaitu suhu maksimum (oC), suhu minimum (oC), suhu
udara rata-rata (oC), Intensitas radiasi matahari (MJ/m2/hari), lama penyinaran
(jam), curah hujan (mm hari-1), kelembaban (%) dan kecepatan angin (knot).

Tmax 80 100
34.0
70 90
32.0
60 80

Curah hujan (mm)


30.0

Kelembaban (%)
70
Trata-rata 50
Suhu (oC)

28.0 60
40
26.0 50
30
24.0 40
20 30
22.0
Tmin 10 20
20.0
18.0 0 10
01-04-15 01-05-15 01-06-15 01-04-15 01-05-15 01-06-15
Tanggal Tanggal

Lama Penyinaran
12 Intensitas Radiasi 20 6.0
Intensitas radiasi (Mj/m2/hari)

18
10
16 5.0
Lama Penyinaran (jam)

14
Kec. angin (knot)

8
12 4.0
6 10
8 3.0
4
6
4 2.0
2
2
0 0 1.0
01-04-15 01-05-15 01-06-15 01-04-15 01-05-15 01-06-15
Tanggal Tanggal

Gambar 3. Kondisi iklim wilayah Darmaga periode April-Juni 2015

Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari stasiun Klimatologi BMKG


Darmaga maka diketahui kondisi iklim selama bulan penelitian diantaranya suhu
maksimum yaitu 32,3oC, suhu minimum 22,4oC, dan suhu udara rata-rata 26oC.
Intensitas radiasi per hari yaitu sekitar 13.7 MJ/m2 dengan lama penyinaran rata-
rata yaitu 7 jam per hari. Kondisi curah hujan rata-rata selama bulan penelitian
yaitu 28 mm selama bulan April, 30 mm selama bulan Mei, dan 8 mm selama
bulan Juni. Kelembaban rata-rata yaitu 82% dan kecepatan angin rata-rata pada
ketinggian 10 m yaitu 4 knot atau 7,2 km/jam.
13

Kadar Air Tanah

Perlakuan cekaman kekeringan dengan interval penyiraman memberikan


informasi mengenai pengurangan kadar air tanah (KAT) selama periode cekaman
(Gambar 4). Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak menyebabkan
pengurangan KAT yang besar meskipun cekaman diberikan hingga 10 hari.
Sedangkan cekaman yang diberikan pada fase generatif menyebabkan
pengurangan KAT hingga 68% pada saat cekaman 10 hari. Pengurangan KAT
sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada fase
vegetatif, kebutuhan air tanaman masih rendah namun akan terus meningkat
seiring dengan pertambahan umur tanaman (Baharsjah 1991).
Kebutuhan air tanaman diduga dari evapotranspirasi yang merupakan
gabungan antara proses evaporasi dari media tumbuh tanaman dengan transpirasi
yang terjadi pada daun. Namun seiring dengan pertambahan umur tanaman,
kehilangan air akan lebih banyak dipengaruhi oleh proses transpirasi disebabkan
oleh tutupan tajuk yang dinyatakan dengan indeks luas daun (ILD). Jumlah daun
pada saat fase vegetatif masih relatif sedikit sehingga penggunaan air oleh
tanaman tidak begitu besar yang menyebabkan pengurangan KAT tidak melewati
batas kritis. Jumlah daun akan terus meningkat hingga tercapai LAI maksimum
dan penggunaan air oleh tanaman juga akan lebih besar karena semakin
banyaknya bidang transpirasi. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa, makin
luas daerah permukaan daun maka akan semakin meningkatkan evapotranspirasi.
Pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman
budidaya sangat ditentukan oleh genotipe, tingkat kekurangan air, dan tingkat
perkembangan.

80
Pengurangan Kadar Air Tanah

60 Dering (Veg)
Argomulyo (veg)
(%)

40
Dering (gen)
20
Argomulyo (gen)
0
2 5 10
Interval Penyiraman (hari)

Gambar 4. Pengurangan kadar air tanah pada berbagai interval penyiraman


Pengurangan KAT pada fase vegetatif lebih besar pada varietas
Argomulyo dibandingkan dengan varietas Dering pada berbagai periode cekaman.
Hal ini karena varietas Argomulyo memiliki daun yang lebih lebar sehingga
bidang transpirasi meningkat dan menyebabkan kehilangan air lebih besar.
Sedangkan pada fase generatif, KAT pada kedua varietas hanya berbeda pada saat
cekaman 5 hari namun tidak berbeda nyata. Untuk cekaman 2 hari dan 10 hari
memiliki KAT yang sama. Pengurangan kadar air tanah yang sama untuk kedua
varietas pada fase generatif disebabkan oleh bidang transpirasi yang hampir sama.
varietas Dering memiliki jumlah daun yang banyak namun daunnya relatif lebih
sempit, sedangkan varietas Argomulyo memiliki jumlah daun yang sedikit namun
lebih lebar.
14

Komponen Agronomi

Hasil sidik ragam mengenai respon tanaman kedelai terhadap cekaman


kekeringan pada fase vegetatif dan generatif dapat dilihat pada Tabel 1.
Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah
daun, luas daun, jumlah polong, jumlah biji, bukaan stomata pada fase vegetatif,
dan kehijauan daun. Hal ini disebabkan karena kedua varietas memiliki deskripsi
yang berbeda. Varietas Dering lebih tinggi, memiliki jumlah daun lebih banyak
namun ukurannya lebih sempit, memiliki jumlah polong dan biji yang lebih
banyak, serta memiliki bukaan stomata yang lebih lebar dibandingkan varietas
Argomulyo.
Perlakuan fase perkembangan berpengaruh nyata terhadap parameter
tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 7 MST, luas daun, berat kering akar,
jumlah polong, jumlah biji, berat biji, berat total, bukaan stomata, dan kehijauan
daun. Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak menyebabkan pengaruh yang
berbeda terhadap pertumbuhan, produksi, dan respon fisiologi tanaman kedelai.
Sedangkan cekaman pada fase generatif mempengaruhi semua parameter
pengamatan, kecuali panjang akar dan jumlah stomata.
Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman dan jumlah daun pada umur 7 MST, luas daun, berat kering akar,
panjang akar, jumlah polong dan biji, berat biji dan berat total, bukaan stomata
dan kehijauan daun. Cekaman dengan periode 10 hari lebih menekan
pertumbuhan dan hasil dibandingkan dengan cekaman 5 hari dan 2 hari.
Pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap parameter pengamatan
paling banyak pada interaksi antara cekaman dan fase perkembangan. Sedangkan
interaksi tiga faktor antara perlakuan varietas, fase perkembangan dan cekaman
hanya berpengaruh nyata pada kandungan klorofil daun pada fase generatif.
Pengaruh cekaman kekeringan pada fase generatif disebabkan oleh adanya
pengurangan kadar air tanah (KAT) yang besar sehingga tanaman mengalami
stress air yang berat yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan,
perkembangan, dan menurunkan produksi tanaman kedelai. Cekaman kekeringan
pada fase vegetatif yang tidak melewati batas kritis menyebabkan tanaman
mengalami stress yang moderat sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman kedelai. Selain itu,
periode cekaman pada fase vegetatif lebih singkat dibandingkan pada fase
generatif. Sesuai dengan pernyataan Pramono et al. (1993) bahwa, pengaruh
kekurangan air yang terjadi pada fase generatif lebih menekan hasil dibandingkan
bila kekurangan air yang terjadi pada fase vegetatif. Selanjutnya Rosadi dan
Darmaputra (1998) menyatakan bahwa tanaman kedelai yang mengalami
kekurangan air tersedia sampai dengan (60 – 70%) pada fase vegetatif masih bisa
dipertahankan asal segera diairi pada saat pembungaan. Lenssen (2012)
menyatakan bahwa cekaman singkat yang menyebabkan stress kekeringan
moderat selama fase pertumbuhan vegetatif biasanya tidak berpengaruh terhadap
produksi kedelai. Sebaliknya pada cekaman yang lama menyebabkan tanaman
mengalami stress yang berat sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel
tanaman yang berdampak pada penurunan pertumbuhan dan produksi. Produksi
kedelai sangat sensitif terhadap kekurangan air selama fase reproduktif.
15

Tabel 1. Hasil sidik ragam (ANOVA) respon tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase vegetatif dan generatif
Parameter Varietas Fase Cekaman Interaksi Interaksi Interaksi Interaksi
(V) Perkembangan (F) Kekeringan (I) (V x F) (V x I) (F x I) (V x F x I )
Respon Pertumbuhan dan
Perkembangan (Morfologi)
Tinggi tanaman 4 MST (cm) 0.3109 tn 0.1700 tn 0.5239 tn 0.5103 tn 0.5677 tn 0.3672 tn 0.9867 tn
tn tn
Tinggi tanaman 7 MST (cm) 0.0009* 0.0174* 0.0040* 0.2476 0.5523 0.0011* 0.1187 tn
tn tn tn tn tn
Jumlah daun 4 MST (helai) 0.5236 0.1099 0.4822 0.6355 0.5493 0.7511tn 0.5035 tn
Jumlah daun 7 MST (helai) 0.0168* 0.0004* 0.0000* 0.2522 tn 0.0026* 0.0000* 0.1873 tn
2 tn tn
Luas daun 4 MST (cm ) 0.0307* 0.0107* 0.0025* 0.5361 0.3630 0.0012* 0.1526tn
Luas daun 6 MST (cm2) 0.0364* 0.0023* 0.0000* 0.4526tn 0.9526tn 0.0000* 0.1415tn
tn tn tn
Berat kering akar (g) 0.6450 0.0457* 0.0000* 0.4320 0.7141 0.0138* 0.7592 tn
Panjang akar (cm) 0.6759 tn 0.1136 tn 0.0327* 0.3003 tn 0.8788 tn 0.0551tn 0.6202 tn
Respon Hasil (Produksi)
Jumlah polong per tanaman 0.0505* 0.0002* 0.0003* 0.1163 tn 0.0216* 0.0004* 0.4841 tn
Jumlah biji per tanaman 0.0014* 0.0005* 0.0000* 0.0226* 0.0015* 0.0000* 0.6130 tn
tn tn tn
Berat biji per tanaman (g) 0.1144 0.0001* 0.0000* 0.2559 0.0690 0.0000* 0.9569tn
Produksi total (g) 0.2535 tn 0.0009* 0.0000* 0.8070 tn 0.0510tn 0.0000* 0.4715 tn
Respon Fisiologi
Jumlah stomata (veg) 0.0697 tn 0.0507 tn 0.2752 tn 0.1118 tn 0.1884 tn 0.1084 tn 0.8839 tn
tn tn tn tn tn
Jumlah stomata (gen) 0.8303 0.7330 0.0842 0.0574 0.4876 0.0994 tn 0.1917 tn
Bukaan stomata (μm) (veg) 0.0032* 0.0045* 0.0004* 0.9901 tn 0.9506 tn 0.0015* 0.7019 tn
tn tn tn
Bukaan stomata (μm) (gen) 0.4637 0.0098* 0.0112* 0.9955 0.4495 0.0077* 0.9650 tn
Kehijauan daun (veg) 0.0756 tn 0.3458 tn 0.1255 tn 0.9194 tn 0.8651 tn 0.9948 tn 0.1986 tn
Kehijauan daun (gen) 0.0019 * 0.0007 * 0.0000* 0.2296 tn 0.0325 * 0.0000* 0.0427 *

Keterangan : *) nyata pada P≤0.05; tn = tidak nyata; veg = pengamatan pada fase vegetatif; gen = pengamatan pada fase generatif.
16

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan (Morfologi)

Tinggi Tanaman

Perlakuan varietas memberikan perbedaan yang nyata terhadap tinggi


tanaman kedelai (Tabel 2). Varietas Dering memiliki karakter tinggi tanaman
yang lebih tinggi daripada Argomulyo. Berdasarkan deskripsi varietas, tinggi
tanaman kedua varietas ini memang berbeda (Lampiran 6 dan 7). Terjadi interaksi
antara perlakuan fase perkembangan dengan cekaman kekeringan (Tabel 3).
Cekaman kekeringan pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, sebaliknya berpengaruh nyata pada fase generatif, namun cekaman 5
hari tidak berbeda nyata dengan cekaman 10 hari. Interaksi antara fase
perkembangan dengan cekaman menunjukkan bahwa pemberian cekaman pada
fase vegetatif dan diamati pada fase generatif (umur 7 MST) tidak berpengaruh
terhadap tinggi tanaman, sedangkan tanaman yang tidak diberi cekaman pada fase
vegetatif tetapi diberi cekaman pada fase generatif, berpengaruh nyata
menurunkan tinggi tanaman. Varietas Dering mengalami penurunan tinggi
tanaman pada saat umur 7 MST lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo
pada cekaman 5 dan 10 hari (Gambar 5).
Fase vegetatif merupakan fase perkembangan dan pembelahan sel-sel
secara aktif sehingga sangat rentan terhadap kekurangan air. Menurut
Purwanto dan Agustono (2010) bahwa kondisi cekaman kekeringan pada fase
vegetatif dapat menurunkan tinggi tanaman. Namun pada penelitian ini,
pengurangan kadar air tanah yang tidak melewati batas kritis pada fase vegetatif
menyebabkan tidak adanya pengaruh cekaman terhadap tinggi tanaman kedelai.
Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pada stadium pertumbuhan vegetatif,
cekaman kekeringan dapat mengurangi pertumbuhan tinggi tanaman,
pembentukan daun, dan pertambahan luas daun.

Tabel 2. Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman kedelai


Varietas Rataan (cm)
V1 80.64 a
V2 64.60 b

Tabel 3. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap tinggi tanaman kedelai pada umur 7 MST
Rataan (cm)
Fase Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
F1 75.58 a 76.32 a 76.32 a
F2 74.88 a 68.03 b 64.60 b
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.
17

90.0 10%

Tinggi Tanaman (cm)


80.0 17% 7%
70.0 9%
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
Dering Veg Argomulyo Veg Dering Gen Argomulyo Gen

F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 5. Tinggi tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase
Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas
diagram menunjukkan persentase penurunan tinggi tanaman
dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Cekaman kekeringan menghambat pertumbuhan tanaman, menyebabkan


tanaman menjadi kerdil. Tinggi tanaman kedelai menurun dengan meningkatnya
cekaman kekeringan (Mapegau 2006; Suhartono et al. 2008; Nurhayati 2009;
Sharifa dan Muriefah 2015). Terhambatnya pertumbuhan tanaman disebabkan
karena terganggunya proses fotosintesis akibat kekurangan air. Taiz dan Zeiger
(2002) menyatakan bahwa cekaman kekeringan akan menurunkan pertumbuhan
dan fotosintesis. Ritche (1980) menyatakan bahwa proses yang sensitif terdapat
kekurangan air adalah pembelahan sel. Hal ini dapat diartikan bahwa
pertumbuhan tanaman sangat peka terhadap defisit (cekaman) air karena
berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas dapat menghentikan
pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman lebih kecil.

Jumlah Daun

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan


memberikan pengaruh interaksi terhadap jumlah daun tanaman kedelai (Tabel 4).
Varietas Dering memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan
Argomulyo. Tanaman kedelai yang tercekaman pada fase vegetatif dan diamati
pada umur 7 MST terlihat mengalami penurunan jumlah daun namun tidak
berbeda nyata jika dibandingkan dengan cekaman 2 hari. Sementara itu, cekaman
pada fase generatif memberikan pengaruh yang berbeda pada masing-masing
varietas. Jumlah daun menurun seiring dengan meningkatnya periode cekaman.
Varietas Dering mengalami penurunan lebih besar dibandingkan varietas
Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama (Gambar 6). Jumlah daun yang
sedikit pada saat cekaman disebabkan oleh adanya gangguan pertumbuhan serta
mekanisme adaptasi tanaman melalui pengguguran daun untuk mengurangi
kehilangan air dalam jumlah yang besar.
18

Tabel 4. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap jumlah daun tanaman kedelai pada umur 7 MST
Rataan (helai trifoliat)
Varietas Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 49.83 a 41.67 a-b 32.17 a-c
V2 35.00 b-a 30.17 b 26.00 b-c
Fase
F1 43. 00 a 39.83 a-b 37.67 a-b
F2 41.83 a 32.00 b 20.50 b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

50
Jumlah Daun (Helai

25%
40
Trifoliate)

22%
30 56%
44%
20
10
0
Dering (Veg) Argomulyo (Veg) Dering (Gen) Argomulyo (Gen)

F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 6. Jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1=
Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas
diagram menunjukkan persentase penurunan jumlah daun
dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Pengguguran daun merupakan salah satu mekanisme adaptasi tanaman


terhadap cekaman kekeringan. Pengguguna daun biasanya disebabkan oleh
penumpukan asam absisat. Kekurangan air akan menyebaban berkurangnya
potensial air sehingga hormon tanaman juga berubah konsentrasinya. Misalnya
asam absisat (ABA) yang akan meningkat dalam daun, penimbunan ABA akan
menyebabkan daun yang tua gugur jika akumulasinya tinggi (Hsiao 1973).
Tanaman yang kekurangan air hingga titik layu biasanya akan segar kembali bila
segera diairi, namun daun yang tua akan gugur, daun baru akan lebih kecil
(Gardner et al. 1991).

Luas Daun

Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman kedelai


(Tabel 5). Varietas Argomulyo memiliki ukuran daun yang lebih lebar
dibandingkan Dering baik pada fase vegetatif maupun generatif. Perlakuan fase
perkembangan dengan cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya interaksi
terhadap luas daun tanaman kedelai pada umur 4 dan 6 MST (Tabel 6). Pada fase
19

vegetatif, varietas Argomulyo mengalami penurunan luas daun lebih besar,


sedangkan pada fase generatif varietas Dering mengalami penurunan luas daun
lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama
(Gambar 7). Pada saat tercekam, tanaman mengurangi luas daun untuk
memperkecil bidang penguapan (transpirasi). Luas daun menurun dengan
meningkatnya periode cekaman kekeringan.

Tabel 5. Pengaruh varietas terhadap luas daun tanaman kedelai


Rataan (cm2)
Varietas 4 MST 6 MST
V1 184.67 b 186.11 b
V2 212.63 a 211.86 a

Tabel 6. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap luas daun tanaman kedelai pada umur 4 dan 7
MST
Rataan (cm2)
Fase (4 MST) Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
F1 220.52 a 168.85 b 148.97 b
F2 214.37 a 224.35 a 214.85 a
Fase (6 MST)
F1 222.93 a 213.88 a 214.17 a
F2 224.70 a 184.87 b 133.33 b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

250
17% 29% 13%
Luas Daun (cm2)

200 37% 23%


27% 35%
150 46%
100
50
0
Dering (Veg) Argomulyo (Veg) Dering (Gen) Argomulyo (Gen)
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 7. Luas daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1= Fase
Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari. Angka di atas
diagram menunjukkan persentase penurunan luas daun dibandingkan
dengan cekaman 2 hari.

Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya


daun-daun yang lebih kecil yang dapat mengurangi nilai LAI dan berakibat
berkurangnya penyerapan cahaya oleh tanaman (Gardner et al. 1991) dan tingkat
20

ekspansi daun (Casteel 2012). Cekaman air mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan kanopi (Stone et al. 2001). Sulistyono et al. (2012) menyatakan
bahwa proses fisiologi pertama yang terjadi yang dipengaruhi oleh cekaman
kekeringan adalah penurunan ukuran daun, yang dapat menyebabkan penurunan
hantaran stomata dan fotosintesis. Perubahan ukuran daun dan stomata merupakan
mekanisme untuk menghindari kekeringan dengan cara mengurangi transpirasi.
Pada saat cekaman kekeringan tanaman masih dapat melanjutkan proses
pertumbuhan dan perkembangannya meskipun jumlah daun dan luas daun
berkurang. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa tanaman yang
kekurangan air akan menjadi lebih kerdil, daun menjadi lebih sedikit dan helainya
kecil.
Berat Kering dan Panjang Akar

Pemberian cekaman pada fase vegetatif dan generatif memberikan


pengaruh interaksi terhadap berat kering akar tanaman kedelai (Tabel 7).
Cekaman kekeringan pada fase vegetatif menurunkan berat kering akar namun
cekaman 5 hari tidak berbeda nyata dengan cekaman 10 hari. Sedangkan pada saat
fase generatif, berat akar menurun dengan meningkatnya periode cekaman.
Penurunan berat kering akar pada saat cekaman fase vegetatif dan generatif paling
besar pada varietas Dering dibandingkan varietas Argomulyo (Gambar 8A).
Perlakuan cekaman kekeringan pada fase generatif berpengaruh nyata
terhadap panjang akar tanaman kedelai namun cekaman 5 hari tidak berbeda nyata
dengan cekaman 10 hari (Tabel 8). Varietas Dering dan Argomulyo memiliki
panjang akar yang hampir sama sehingga tidak ada pengaruh perlakuan varietas.
Selain itu cekaman pada fase vegetatif juga tidak berpengaruh nyata terhadap
panjang akar tanaman kedelai. Penurunan panjang akar lebih besar pada varietas
Dering dibandingkan varietas Argomulyo (Gambar 8B).

Tabel 7. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap berat kering akar tanaman kedelai
Rataan (g)
Fase Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
F1 5.80 a 4.72 a-b 4.81 a-b
F2 5.66 a 3.62 a-b 2.69 b-c

Tabel 8. Pengaruh cekaman terhadap panjang akar tanaman kedelai


Cekaman Rataan (cm)
2 hari 49.00 a
5 hari 45.68 b
10 hari 45.57 b
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.
21

6.0 A 50.0 12% B 5% 11%


16% F1I1
5.0
Berat Kering Akar (g) 40.0

Panjang Akar (cm)


36% F1I2
4.0 36% 49%
30.0 F1I3

3.0 57% F2I1


20.0
2.0 F2I2

1.0 10.0
F2I3

0.0 0.0
Dering Argomulyo Dering Argomulyo

Gambar 8. Berat kering akar (A) dan Panjang akar (B) tanaman kedelai pada
berbagai kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif;
I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5
hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase
penurunan berat kering akar dan panjang akar dibandingkan dengan
cekaman 2 hari.

Penurunan berat akar pada saat cekaman disebabkan karena adanya


gangguan pertumbuhan akibat terhambatnya pembelahan sel karena kekurangan
air. Kekurangan air juga menyebabkan terganggunya proses fotosintesis sehingga
hasil fotosintat yang terbentuk sangat sedikit yang disebar ke seluruh bagian tubuh
tanaman, termasuk akar sehingga mengakibatkan pembentukan akar terhambat.
Hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan akar sehingga pada perlakuan cekaman
kekeringan, menyebabkan penurunan panjang akar dibandingkan yang tidak
tercekam. Pertumbuhan akar semakin tertekan seiring dengan meningkatnya
cekaman kekeringan, namun penurunan relatif pertumbuhan akar pada genotipe
toleran lebih rendah dibandingkan dengan genotipe peka (Himim 1996;
Efendi 2009). Pada umumnya, saat tanah mengering dari permukaan tanah hingga
ke lapisan tanah bawah akan menghambat pertumbuhan akar di lapisan tanah
yang dangkal, karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang
diperlukan untuk pemanjangan (Campbell et al. 2003). Tanaman dengan volume
akar yang besar akan mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga mampu
bertahan pada kondisi kekurangan air (Palupi dan Dedywiryanto 2008).
Tanaman kedelai yang toleran kekeringan akan melakukan mekanisme
adaptasi dengan pangaturan morfologi akar, salah satunya pemanjangan akar
untuk meningkatkan penyerapan air. Pada penelitian ini, perlakuan cekaman
kekeringan kurang memberi respon terhadap panjang akar (Lampiran 13). Selain
itu, penggunaan bolybag juga mempengaruhi ruang adaptasi akar sehingga
pemanjangan akar untuk meningkatkan penyerapan air menjadi terbatas. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Gardner et al. (1991) bahwa tanaman yang ditanam
dalam pot-pot kecil memiliki sistem perakaran yang terbatas dan lebih cepat
mengalami kekurangan air dibandingkan tanaman yang ditanam pada kondisi
lapangan. Pada saat akar tidak mampu meningkatkan penyerapan air, maka akar
akan mengirimkan signal pada tajuk tanaman untuk melakukan respon merfologi
yang dapat mengurangi laju kehilangan air. Pada saat kekurangan air
22

pertumbuhan sistem perakaran umumnya meningkat, sedangkan pertumbuhan


tajuk menurun. Tanaman yang lebih mementingkan pertumbuhan akar daripada
pertumbuhan tajuk, akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk bertahan
pada kondisi kekurangan air (Palupi dan Dedywiryanto 2008).

Respon Produksi

Jumlah Polong dan Biji

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan


memberikan pengaruh interaksi terhadap jumlah polong dan jumlah biji tanaman
kedelai. Perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong dan jumlah
biji tanaman kedelai (Tabel 9,10,11). Varietas Dering memiliki jumlah polong
lebih banyak sehingga jumlah biji juga lebih banyak dibandingkan varietas
Argomulyo. Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak berpengaruh nyata
menurunkan jumlah polong dan biji dibandingkan pada fase generatif (Tabel 9
dan 11). Cekaman kekeringan pada fase generatif menyebabkan pengurangan
yang sangat besar terhadap jumlah polong dan biji tanaman kedelai. Pengurangan
jumlah polong dan biji meningkat dengan meningkatnya periode cekaman
kekeringan. Penurunan akibat cekaman paling besar pada varietas Dering baik
untuk jumlah polong, maupun jumlah biji pada cekaman 5 hari dan 10 hari
(Gambar 9).

Tabel 9. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap jumlah polong tanaman kedelai

Rataan ( Polong)
Varietas Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 152.17 a 99.50 a-b 93.50 a-b
V2 93.17 b-a 81.17 a 77.50 a
Fase

F1 128.50 a 116.33 a 131.50 a


F2 116.83 a 64.33 b 39.50 b-c

Tabel 10. Pengaruh interaksi antara varietas dengan fase perkembangan terhadap
jumlah biji tanaman kedelai

Rataan (Biji)
Varietas Fase
F1 F2
V1 379.56 a 202.11 a-b
V2 222.89 b-a 137.89 b
23

Tabel 11. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan dengan cekaman
kekeringan terhadap jumlah biji tanaman kedelai

Rataan (Biji)
Varietas Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 383 a 264.67 a-b 224.83 a-c
V2 205 b-a 179.83 b-ab 156.33 b
Fase
F1 303.17 a 298.33 a 302.17 a
F2 284.83 a 146.17 b 79. 00 b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

180 450
A B
Jumlah Polong per Tanaman

160 Jumlah Biji per Tanaman 400 F1I1

140 350 F1I2

120 300
F1I3
100 56% 250
26% 200
80 56% F2I1
70% 37%
60 59% 150 74%
100 69% F2I2
40
50 F2I3
20
0
0 Dering Argomulyo
Dering Argomulyo

Gambar 9. Jumlah polong (A) dan jumlah biji (B) tanaman kedelai pada berbagai
kondisi cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3=
Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan
10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan
jumlah polong dan jumlah biji dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Perlakuan cekaman pada fase generatif dimulai sejak muncul bunga


pertama hingga panen. Fase pembungaan dan fase pembentukan polong
merupakan fase kritis tanaman terhadap kekurangan air. Tanaman kedelai yang
tercekam terlihat mengurangi jumlah bunga sehingga berpengaruh terhadap
jumlah polong tanaman. Kekurangan air pada fase pembungaan kedelai akan
menyebabkan gagalnya pembentukan polong (Zen et al. 1993). Candogan et al.
(2013) menyatakan bahwa produksi biji kedelai menurun seiring dengan
meningkatnya cekaman air.
Berat Kering Biji dan Produksi Total

Perlakuan cekaman kekeringan dan fase perkembangan memberikan


pengaruh interaksi terhadap berat kering biji dan produksi total tanaman kedelai
(Tabel 12). Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak memberikan pengaruh
yang berbeda terhadap penurunan berat kering biji (Gambar 10A) dan produksi
total (Gambar 10B). Sementara itu, pemberian cekaman pada fase generatif sangat
24

berpengaruh terhadap penurunan berat kering biji dan produksi total. Selain itu
perlakuan cekaman 5 hari dan 10 hari berbeda nyata menurunkan berat biji dan
produksi total. Produksi kedelai menurun seiring dengan meningkatnya periode
cekaman kekeringan. Varietas Dering mengalami penurunan produksi lebih besar
jika dibandingkan dengan varietas Argomulyo pada kondisi cekaman yang sama.
Pada pengamatan ini tidak terdapat pengaruh dari perbedaan varietas, meskipun
jumlah biji dan polong berbeda nyata antar varietas. Hal ini disebabkan karena
ukuran biji masing-masing varietas berbeda. Varietas Dering memiliki jumlah
polong dan biji yang banyak tetapi ukuran biji lebih kecil, sedangkan varietas
Argomulyo memiliki polong dan biji yang lebih sedikit tapi berukuran besar,
sehingga berat kering biji tidak berpengaruh nyata. Hal ini juga mempengaruhi
berat produksi total dan menyebabkan tidak adanya perbedaan produksi antara
varietas Dering dan Argomulyo.

Tabel 12. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap berak kering biji dan produksi total tanaman
kedelai
Berat Kering Biji Rataan (g)
Fase Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
F1 35.46 a 33.23 a 35.13 a
F2 32.97 a 16.68 b 8.43 b-c
Produksi Total
F1 87.92 a 78.98 a-b 86.02 a-ab
F2 82.18 a 52.75 b 32.30 b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

Rendahnya produksi bahan kering pada tanaman yang tercekam


disebabkan oleh adanya mekanisme adaptasi tanaman yang mengurangi jumlah
daun dan luas daun sehingga bidang fotosintesis menjadi lebih sedikit. Tanaman
juga melakukan adaptasi dengan mengurangi bukaan stomata dan melipat daun
sehingga pertukaran CO2 dan H2O pada daun menjadi terhambat. Mekanisme
adaptasi tanaman terhadap cekaman menyebabkan terhambatnya proses
fotosintesis sehingga berpengaruh terhadap produksi bahan kering dan hasil biji
pada tanaman kedelai. Berdasarkan Sopandie (2014) bahwa cekaman kekeringan
akan menurunkan pertumbuhan dan fotosintesis. Penurunan fotosintesis pada
kondisi kekeringan disebabkan oleh penutupan stomata dan pengaruh metabolis.
Defisit air akan menyebabkan penutupan stomata yang akan menurunkan
konsentrasi CO2, sedangkan dehidrasi pada sel mesofil daun dapat menyebabkan
kerusakan organ-organ fotosintesis. Tanaman yang toleran mampu
mempertahankan fungsi biologinya pada kondisi potensial air yang rendah
walaupun dengan pertumbuhan yang terbatas.
25

50 A 100 B F1I1

Bobot Kering Total per


Bobot Kering Biji (g)
40 80 F1I2

Tanaman (g)
30 60 41% 30% F1I3
46%
52% F2I1
20 73% 40 62% 59%
76% F2I2
10 20
F2I3

0 0
Dering Argomulyo Dering Argomulyo

Gambar 10. Berat kering biji (A) dan produksi total (B) tanaman kedelai pada
berbagai kondisi cekaman. F1= Fase vegetatif; F2= Fase generatif; I1,
I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5
hari, dan 10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase
penurunan berat kering biji dan produksi total dibandingkan dengan
cekaman 2 hari.

Harnowo (1992) menyatakan bahwa cekaman kekeringan pada fase


reproduktif menghambat distribusi asimilat ke bagian reproduktif, menurunkan
jumlah polong, biji dan bobot biji per tanaman. Tekanan kekeringan juga
berpengaruh terhadap penurunan persentase akar aktif, berat kering tanaman,
jumlah daun dan polong, serta tinggi tanaman. Penelitian juga menghasilkan
kesimpulan bahwa cekaman kekeringan akan menurunkan luas daun,
mempercepat penuaan daun, menurunkan jumlah polong per hektar dan hasil biji.
Cekaman kekeringan pada kondisi 50% di bawah air tersedia selama
pertumbuhan vegetatif tidak mempengaruhi hasil. Hamim et al. (1996)
menyatakan bahwa secara umum cekaman kekeringan mempunyai pengaruh
menurunkan pertumbuhan tanaman kedelai baik tajuk maupun akar sehingga
menyebabkan penurunan bobot kering total tanaman. Laju fotosintesis pada
tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menurun tajam dan lebih
rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak tercekam (Liu et al. 2004).

Respon Fisiologi

Jumlah dan Bukaan Stomata

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan tidak


memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah stomata tanaman kedelai per
0.2 mm daun (Tabel 1). Pada tanaman kedelai, stomata paling banyak jumlahnya
pada bagian bawah permukaan daun namun ukurannya lebih kecil sedangkan pada
bagian atas lebih sedikit namun memiliki ukuran yang lebih besar. Berdasarkan
Gambar 11, dapat diketahui bahwa jumlah stomata pada fase generatif lebih
banyak dibandingkan pada fase vegetatif. Jumlah stomata pada luas bidang
pandang 0.2 mm tidak berpengaruh, namun pengaruh dari jumlah stomata akan
terlihat sebagai pengaruh dari penyempitan daun. Dengan semakin sempit daun
maka jumlah stomata pada tiap-tiap daun juga akan berkurang jumlahnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sinay (2015) bahwa pada tanaman yang mengalami
26

cekaman kekeringan, terjadi penghambatan panjang daun juga dimaksudkan


untuk mengurangi luas permukaan daun dan reduksi jumlah stomata untuk
mencegah proses penguapan.
Jumlah Stomata
40

20

0
Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 11. Jumlah stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. F1=
Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.

Perbedaan varietas menyebabkan adanya perbedaan bukaan stomata


(Tabel 13). Varietas Dering memiliki bukaan stomata yang lebih lebar dibanding
Argomulyo. Perlakuan fase perkembangan dengan cekaman kekeringan
memberika pengaruh interaksi terhadap bukaan stomata tanaman kedelai
(Tabel 14). Pemberian cekaman selama 5 hari dan 10 hari menyebabkan tanaman
melakukan respon adaptasi dengan mengurangi bukaan stomata. Bukaan stomata
menurun dengan meningkatnya periode cekaman. Pengurangan bukaan stomata
lebih besar pada varietas Argomulyo dibanding Dering (Gambar 12).
Pengurangan bukaan stomata merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman
terhadap cekaman untuk mengurangi kehilangan air dalam jumlah yang besar.
Hasil penelitian Sudarsono dan Widoretno (2003); Purwanto dan Agustono
(2010); Permanasari dan Sulistyaningsih (2013) bahwa lebar pembukaan stomata
semakin kecil seiring penambahan taraf cekaman kekeringan. Tanaman yang
mengalami kekeringan akan mengecilkan lubang stomata untuk mengurangi
hilangnya air melalui transpirasi.

Tabel 13. Pengaruh varietas terhadap bukaan stomata tanaman kedelai


Varietas Rataan (cm)
V1 6.69a
V2 6.24b

Tabel 14. Pengaruh interaksi antara fase perkembangan dengan cekaman


kekeringan terhadap bukaan stomata tanaman kedelai
Rataan (μm)
Fase Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
F1 7.40 a 4.80 b 3.57 b-c
F2 7.77 a 7.88 a 7.40 a
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.
27

8.00

Bukaan Stomata (μm)


38% 32%
6.00
49% 54% 20% 39%
4.00 46% 53%
2.00

0.00
Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)

F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 12. Bukaan stomata tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman.
F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman
kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan bukaan
stomata dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Jumlah stomata meningkat pada fase generatif (Gambar 11), namun


bukaan stomata justru menurun (Gambar 12) jika dibandingkan pada fase
vegetatif. Penurunan bukaan stomata pada semua varietas dan tingkat cekaman
merupakan respon tanaman dalam memafaatkan air yang tersedia. Media yang
digunakan memiliki ukuran yang tetap sehingga air tersedia dalam media akan
tetap sama dengan ketersediaan air pada fase vegetatif. Sementara itu, pada saat
tanaman memasuki fase generatif, terjadi pembelahan sel yang cepat sehingga
terjadi pertumbuhan yang relatif cepat (fast growth) mulai dari pertambahan tinggi
dan jumlah daun hingga tercapai LAI maksimum. Hal ini tentu akan
mempengaruhi fisologi tanaman, dimana air tersedia yang pada fase vegetatif
masih cukup dimanfaatkan hingga 10 hari akan berbeda pada fase generatif.
Tanaman harus melakukan mekanisme adaptasi agar air yang tersedia didalam
tanah dapat dimanfaatkan secara maksimal salah satunya dengan mengurangi
bukaan stomata untuk mencegah kehilangan air yang lebih besar.
Kandungan Klorofil Daun

Perlakuan varietas, fase perkembangan, dan cekaman kekeringan


memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan klorofil dalam daun
tanaman kedelai (Tabel 15). Varietas Argomulyo memiliki lebih banyak
kandungan klorofil berdasarkan hasil pengukuran dengan SPAD, selain itu
pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa daun varietas Argomulyo lebih
hijau dibandingkan varietas Dering. Namun daun bagian bawah memiliki
kandungan klorofil paling rendah jika dibandingkan dengan varietas Dering
(Gambar 14). Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak mempengaruhi
kandungan klorofil daun tanaman kedelai, sedangkan cekaman kekeringan pada
fase generatif mempengaruhi kandungan klorofil dalam daun tanaman kedelai
utamanya pada daun tua. Kandungan klorofil menurun dengan meningkatnya
periode cekaman. Penurunan kadar klorofil dalam daun paling besar pada varietas
Argomulyo (Gambar 13). Hasil penelitian Purwanto dan Agustono (2010) juga
menunjukkan bahwa kandungan klorofil menurun dengan meningkatnya
cekaman.
28

Tabel 15. Pengaruh interaksi antara varietas, fase perkembangan, dan cekaman
kekeringan terhadap kandungan klorofil daun tanaman kedelai
Rataan
Varietas Fase Cekaman Kekeringan
2 hari 5 hari 10 hari
V1 F1 39.83 a 40.40 b-a 42.97 a
F2 40.50 b-a 36.13 a-b 27.07 a-b-c
V2 F1 44.47 a 45.37 a 43.07 a
F2 45.90 a 33.17 a-b 28.10 a-b-c
Ket : Huruf yang sama pada masing – masing baris dan kolom menunjukkan tidak ada perbedaan
yang nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5 %. V1= varietas Dering; V2= varietas
Argomulyo; F1= fase vegetatif; F2= fase generatif; Cekaman= Interval penyiraman.

40.0 11%
28%
33% 39%
30.0
20.0
10.0
0.0
Dering (veg) Argomulyo (veg) Dering (gen) Argomulyo (gen)
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 13. Kandungan klorofil daun tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3=
Cekaman kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan
10 hari. Angka di atas diagram menunjukkan persentase penurunan
klorofil daun dibandingkan dengan cekaman 2 hari.

Pucuk
Tengah
Bawah

Gambar 14. Perbandingan kandungan klorofil daun bagian pucuk, tengah, dan
daun bawah tanaman kedelai pada berbagai kondisi cekaman. V1=
vaerietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= Fase Vegetatif;
F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan dengan interval
penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
29

Kandungan klorofil sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, khususnya


daun yang berada pada bagian bawah (daun tua). Pada kondisi dilapangan, daun
tanaman kedelai pada bagian bawah terlihat menguning karena pengaruh cekaman
kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan mempercepat proses penuaan daun
tanaman kedelai. Klorofil pada daun terbentuk dari nitrogen yang dapat diperoleh
tanaman dari pemupukan. Perlakuan cekaman selain menghambat penyerapan air,
juga menyebabkan terhambatnya penyerapan hara karena hara dalam tanah dapat
diserap tanaman jika dalam bentuk terlarut. Kekurangan air menyebabkan
tanaman tidak mampu menyerap hara dengan maksimal sehingga tanaman
kekurangan nutrisi.
Rendahnya kandungan klorofil pada daun tanaman yang tercekam
disebabkan oleh adanya mekanisme adaptasi tanaman membentuk senyawa
prolin. Senyawa prolin terbentuk dari senyawa N (nitrogen) yang berasal dari
degradasi protein pada daun (Fukai dan Cooper 1995). Kekurangan air akan
mempengaruhi kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas pada jaringan.
Di samping itu penyerapan unsur hara dari tanah oleh akar terhambat, sehingga
mempengaruhi ketersediaan unsur N dan Mg yang berperan penting dalam
sintesis klorofil (Syafi 2008).

Respon Gerak

Melipat Daun

Salah satu respon adaptasi tanaman


terhadap cekaman yaitu dengan
A B
pelipatan daun untuk mengurangi
terpaan panas radiasi pada permukaan
daun yang dapat mempercepat laju
transpirasi. Respon ini terjadi saat
tanaman tercekam pada fase generatif.
Pada (Gambar 15) terlihat perbedaan
antara posisi daun tanaman yang tidak
tercekam dan tanaman yang tercekam.
Tanaman yang tidak tercekam terlihat
tumbuh dengan segar dan membuka
lebar permukaan daun, sedangkan
pada tanaman yang mendapat
cekaman kekeringan terlihat layu dan
melipat daun. Fukai dan Cooper
Gambar 15. Respon melipat daun pada (1995); Supijatno (2012) menyatakan
tanaman kedelai saat kondisi cekaman bahwa tanaman menggulung atau
kekeringan. A: tidak tercekam; melipat daun untuk mengurangi
B: tercekam. jerapan panas radiasi dan mengurangi
penguapan melalui permukaan daun.
Banyak tanaman mempunyai mekanisme dalam daun yang
menguntungkan dalam mengurangi transpirasi bila ketersediaan air terbatas.
Tanaman jagung akan mengurangi daerah daun yang terbuka dengan cara
penggulungan daun. Tanaman berdaun lebar memiliki mekanisme yang lain untuk
30

mengurangi kehilangan air, misalnya pada tanaman kedelai mempunyai


kecenderungan membalikkan daunnya keatas sehingga bulu-bulu yang terdapat
pada bagian bawah permukaan daun dapat merefleksikan lebih banyak cahaya
(Gardner et al. 1991). Casteel (2012) menyatakan bahwa pada cekaman yang
hebat, tanaman kedelai akan melipat daun. Daun trifoliat akan melipat secara
bersamaan untuk mengurangi paparan radiasi dan mengurangi kehilangan air.
Membalik dan melipat daun dapat terjadi selama pertumbuhan tanaman, mulai
stadia tanaman muda hingga pengisian biji.

Komponen Agrometeorologi

Suhu Daun dan Suhu Permukaan Tanah

Cekaman kekeringan mempengaruhi suhu daun dan suhu permukaan


tanah. Pada perlakuan cekaman kekeringan, terlihat tanaman memiliki suhu daun
dan suhu permukaan tanah yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak tercekam.
Suhu daun dapat digunakan sebagai parameter untuk mendeteksi terjadinya stress
air. Penurunan laju transpirasi akan diikuti pengurangan pertukaran panas laten
antara daun dengan atmosfer. Pengaruh peningkatan suhu daun dapat diukur
dengan menggunakan thermometer inframerah. terdapat perbedaan suhu daun
antara tanaman yang diairi dengan tanaman yang tercekam air (Jones et al. 1997).
Radiasi yang diserap oleh daun memberikan pengaruh terhadap
transpirasi, pelepasan panas keluar dari daun, dan simpanan panas di dalam daun.
Pada tanaman yang terpapar radiasi tetapi tidak mengalami cekaman air maka
perbedaan antara suhu udara dengan suhu daun relatif kecil (Chang 1968).
Tabel 16. Rata-rata suhu daun dan suhu permukaan tanah pada berbagai kondisi
cekaman kekeringan

Perlakuan Suhu Daun Suhu Permukaan Tanah


Veg Gen Veg Gen
V1F1I1 33.9 35.3 34.7 35.3
V1F1I2 34.4 35.4 36.5 35.7
V1F1I3 34.5 35.4 36.7 35.6
V1F2I1 34.0 35.2 34.9 35.4
V1F2I2 34.1 36.5 34.9 37.9
V1F2I3 34.2 37.7 34.8 40.2
V2F1I1 34.3 35.2 34.9 35.4
V2F1I2 34.7 35.3 36.2 35.6
V2F1I3 34.9 35.3 36.7 35.7
V2F2I1 34.5 35.2 34.9 35.6
V2F2I2 34.3 36.6 35.1 37.3
V2F2I3 34.5 37.7 34.7 39.4
Ket : V1= varietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= cekaman fase vegetatif; V2= cekaman
fase generatif; I1,I2,I3= pemberian cekaman dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan
10 hari. Angka yang dicetak tebal merupakan nilai suhu daun dan suhu permukaan tanah
pada kondisi cekaman kekeringan.
31

Suhu permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh kekurangan air. Pada


tanah kering akan lebih cepat mengalami pemanasan dibandingkan tanah basah.
Suhu pada permukaan tanah yang mengalami pemanasan akibat radiasi akan
perlahan-lahan mempengaruhi suhu tanah dibawah permukaan melalui proses
konduksi. Suhu tanah yang tinggi akan mempercepat proses kehilangan air
melalui evaporasi.
Pada percobaan ini, perlakuan cekaman air tidak menyebabkan perubahan
suhu tanah yang sangat besar. Hal ini karena suhu tanah dipengaruhi oleh tekstur
tanah. Tekstur tanah untuk media tanam yang digunakan pada percobaan yaitu
(3% pasir, 44% debu, dan 53% liat). Tekstur lempung dan liat memiliki kapasitas
panas dan konduktivitas panas yang lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur
pasir sehingga tanah akan lebih lama panas. Suhu tanah yang tinggi dapat
berbahaya bagi akar, selanjutnya jika suhu tanah terlalu rendah akan menganggu
penyerapan hara dan air dari dalam tanah. Pertumbuhan akar sangat sensitif
terhadap suhu tanah (Mavi dan Tupper 2004).

Intersepsi Radiasi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi

Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi yang sampai di atas


tajuk tanaman dengan radiasi yang di transmisikan (radiasi yang diteruskan
sampai di bawah tajuk tanaman). Besarnya radiasi yang diintersepsi tanaman
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan kembali
menurun menjelang panen (Gambar 16). Berdasarkan grafik tersebut diketahui
bahwa kedua varietas kedelai yang mendapat cekaman 5 dan 10 hari pada fase
generatif mengintersepsi radiasi lebih sedikit jika dibandingkan dengan cekaman
2 hari. Intersepsi radiasi sangat dipengaruhi oleh struktur kanopi tanaman melalui
indeks luas daun. Tanaman kedelai yang tercekam memiliki nilai indeks luas daun
yang rendah karena tanaman menggugurkan serta menyempitkan daun.

80
70
Intersepsi Radiasi (%)

60
50
40
30
20
10 V1F1I1 V1F1I2 V1F1I3 V1F2I1 V1F2I2 V1F2I3

V2F1I1 V2F1I2 V2F1I3 V2F2I1 V2F2I2 V2F2I3


0
2 4 6 8 10
Minggu Setelah Tanam

Gambar 16. Persentase intersepsi radiasi tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman. V1= vaerietas Dering; V2= varietas Argomulyo; F1= Fase
Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3= Cekaman kekeringan
dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
32

Salvagiotti dan Miralles (2008) mengemukakan bahwa produksi tanaman


ditentukan oleh partisi dan akumulasi biomassa tanaman. Proses tersebut
tergantung pada peran kanopi (tajuk) dalam intersepsi PAR (photosynthetically
active radiation) yang dipengaruhi oleh indeks luas daun (ILD) dan struktur
kanopi serta proses konversi radiasi menjadi akumulasi biomassa tanaman. Stres
pada tanaman karena kekurangan air akan menurunkan luas daun sehingga akan
menurunkan tingkat ekspansi daun yang berdampak pada ILD dan radiasi yang
diintersepsi akan lebih rendah. Hal ini merupakan penyebab utama penurunan
pertumbuhan tanaman (Atwell et al. 1999).
Efisiensi penggunaan radiasi dinyatakan sebagai nisbah antara
penambahan biomassa tanaman dengan jumlah radiasi yang diintersepsi tajuk
tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan sangat mempengaruhi efisiensi
penggunaan radiasi tanaman kedelai (Gambar 17). Nilai efisiensi yang rendah
pada kondisi cekaman disebabkan karena tanaman mengalami penurunan laju
fotosintesis akibat kekurangan air dan kemudian berdampak pada pertumbuhan
tanaman dan pembentukan biomassa. Hal ini sesuai dengan Rusmayadi et al.
(2008) bahwa pengaruh defisit air tanah dapat dihubungkan secara langsung
dengan efisiensi penggunaan radiasi (EPR), pertumbuhan tanaman dan hasil.
Defisit air yang terjadi menurunkan EPR sebagai akibat penurunan aktifitas
fotosintesis. Pengukuran EPR sangat membantu memahami konsekuensi
kekeringan bagi tanaman dan variasinya menurut umur. Rendahnya EPR pada
tanaman kedelai yang tercekam juga disebabkan karena intersepsi radiasi sangat
dipengaruhi oleh struktur kanopi tanaman melalui indeks luas daun dan koefisien
pemadaman tajuk. Tanaman kedelai yang tercekam memiliki nilai indeks luas
daun yang rendah karena tanaman menggugurkan serta menyempitkan daun.
Penurunan ILD berpengaruh pada efisiensi penggunaan radiasi surya oleh
tanaman, karena intersepsi radiasi sangat ditentukan oleh ILD (Bonhomme 2000).
Terdapat berbedaan nilai efisiensi penggunaan radiasi pada tanaman yang
tercekam dan tidak tercekam. Perbedaan varietas juga mempengaruhi nilai
efisiensi penggunaan radiasi tanaman kedelai (Gambar 17). Varietas Dering
memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi pada saat tidak tercekam karena potensi
produksi varietas ini memang lebih tinggi dibandingkan Argomulyo. Namun pada
pemberian cekaman 5 hari dan 10 hari, varietas Dering memiliki nilai efisiensi
yang lebih rendah dibandingkan Argomulyo. Penurunan nilai efisiensi radiasi
pada varietas Dering sangat terkait dengan terjadinya penurunan produksi yang
besar dan respon adaptasi tanaman melalui pengguguran dan penyempitan daun
sehingga mempengaruhi biomassa dan intersepsi radiasi.

50 A
Berat Kering Total (g)

BKT = 0.638Qint
40 BKT = 0.338Qint

30 BKT = 0.254Qint
20
10
0
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
Akumulasi Qint (MJ/m2)
33

50 B

Berat Kering Total (g)


45 BKT = 0.631Qint
40
35 BKT = 0.360Qint
30
25 BKT = 0.337Qint
20
15
10
5
0
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00
Akumulasi Qint (MJ/m2)

Gambar 17. Efisiensi penggunaan radiasi global tanaman kedelai varietas Dering
(A) dan Argomulyo (B) pada berbagai kondisi cekaman. = cekaman
2 hari, cekaman 5 hari, cekaman 10 hari.

Kisaran nilai EPR pada berbagai literatur yaitu 0,88 g/MJ


(Muchow et al. 1993), 1,32 – 2,52 g/MJ PAR (Sinclair dan Muchow 1999), 2,04
g/MJ PAR (Singer et al. 2011). Hasil penelitian Syahbuddin dan Las (1998)
melakukan perhitungan efisiensi radiasi pada tiga varietas kedelai (Wilis,
Malabar, Lokon) pada berbagai kadar air tanah memiliki kisaran EPR
0,5-1,7 g/MJ.
Efisiensi Penggunaan Air

Efisiensi penggunaan air adalah nisbah antara produksi bahan kering yang
dihasilkan dengan jumlah air yang digunakan tanaman. Tanaman yang toleran
kekeringan akan menekan laju kehilangan air sehingga akan meningkatkan
efisiensi penggunaan air. Perlakuan cekaman kekeringan mempengaruhi efisiensi
penggunaan air pada kedua varietas (Gambar 18). Varietas Dering mengalami
penurunan nilai efisiensi seiring dengan meningkatnya cekaman kekeringan,
sedangkan pada varietas Argomulyo justru mengalami peningkatan nilai efisiensi.
Hal ini menunjukkan bahwa varietas Argomulyo lebih efisien dalam
menggunakan air untuk membentuk biomassa. Nilai efisiensi penggunaan air
untuk tanaman kedelai berdasarkan Steduto et al. (2012) yaitu 1,2-1,6 kg/m3,
Li et al. (2013) antara 3,2 – 4,2 kg/m3.
4.00
Penggunaan Air

2.68 2.34 2.63 2.41 2.74 2.93


3.00 2.26 2.07 2.30 2.30 2.39 2.32
Efisiensi

(kg/m3)

2.00
1.00
0.00
Dering Argomulyo
F1I1 F1I2 F1I3 F2I1 F2I2 F2I3

Gambar 18. Efisiensi penggunaan air tanaman kedelai pada berbagai kondisi
cekaman. F1= Fase Vegetatif; F2= Fase generatif; I1, I2, I3=Cekaman
kekeringan dengan interval penyiraman 2 hari, 5 hari, dan 10 hari.
Angka diatas diagram nenunjukkan nilai efisiensi penggunaan air.
34

Pada kondisi cekaman kekeringan, efisiensi penggunaan air yang lebih


tinggi pada genotipe toleran menyebabkan genotipe tersebut mampu
mempertahankan pertumbuhan generatif dan menekan kehilangan hasil yang lebih
rendah dibanding genotipe peka (Efendi dan Azrai 2008). Blum (2005); Sinaga
(2008) bahwa pengurangan kebutuhan air oleh tanaman dilakukan dengan
meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Heat Unit

Perlakuan cekaman kekeringan tidak berpengaruh terhadap heat unit


masing-masing varietas. Tanaman yang tercekam maupun tidak tercekam
memiliki lama hari yang sama terhadap stadia perkembangan tanaman. Heat unit
berbeda berdasarkan varietas, Argomulyo memiliki siklus hidup yang lebih cepat
sehingga lebih cepat memasuki stadia pembungaan dan lebih cepat panen
(Tabel 17). Tidak adanya pengaruh cekaman terhadap heat unit tanaman
mengindikasikan bahwa kedua varietas toleran terhadap cekaman kekeringan.
Tanaman toleran biasanya akan merespon cekaman kekeringan dengan
mekanisme adaptasi seperti pengaturan morfologi tajuk dan akar, sedangkan pada
tanaman yang peka biasanya dapat tumbuh pada kondisi cekaman namun akan
mempercepat siklus hidupnya. Pada saat tercekam kekeringan, tanaman peka akan
mempercepat perkembangan fenologinya yaitu umur berbunga dan umur panen
yang lebih awal (Fukai dan Cooper 1995; Mitra 2001). Genotipe genjah dengan
umur pendek umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan yang berumur
panjang (Mitra 2001).
Konsep heat unit cenderung lebih dipengaruhi oleh suhu udara disekitar
tanaman. suhu dan pertumbuhan tanaman memiliki hubungan yang linier yaitu
peningkatan suhu akan mempercepat siklus hidup tanaman, sedangkan pada suhu
yang lebih rendah akan menyebabkan periode pertumbuhan dan perkembangan
tanaman lebih lama (Chang 1968). Fase perkembangan sangat dipengaruhi oleh
fungsi suhu (Jones 1992).
Pada beberapa spesies tanaman, cekaman air akan mempengaruhi
perkembangan reproduktif, yaitu akan menstimulasi inisiasi pembungaan.
Cekaman air akan mempercepat pembungaan pada tanaman semusim (annual)
dan menunda pembungaan pada tanaman tahunan (perennial) (Jones 1992). Pada
saat cekaman air akan terjadi penimbunan asam absisat (ABA) dan terkadang
peningkatan ABA akan meningkatkan hormon sitokinin dan etilen pada tanaman
sehingga dapat mempercepat pemasakan buah (Gardner et al.1991).
Perbedaan lama hari dan akumulasi panas kedua varietas berbeda pada
saat fase generatif. Perbedaan karakter genetik menjadi penyebab adanya
perbedaan lama hari dan akumulasi panas dari kedua varietas. Pada saat stadia
pembentukan polong, pengisian biji hingga biji terisi penuh, varietas Dering
membutuhkan akumulasi panas yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena
secara karakter genetik, varietas Dering memiliki jumlah polong dan biji yang
lebih banyak sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak dan periode hari
yang lebih lama. Sedangkan pada stadia pemasakan biji, varietas Argomulyo
membutuhkan lama hari dan akumulasi panas yang lebih banyak, hal ini karena
Argomulyo memiliki ukuran biji yang lebih besar sehingga membutuhkan energi
dan waktu yang labih lama untuk mencapai pemasakan.
35

Tabel 17. Nilai akumulasi panas tanaman kedelai pada berbagai stadia
perkembangan

Stadia Perkembangan Lama Hari Akumulasi Panas


Dering Argomulyo Dering Argomulyo
Tanam – kecambah 3 3 63.4 63.4
Kecambah – kotiledon 5 5 78.9 78.9
Kotiledon – Vegetatif 1 4 4 66.2 66.2
Vegetatif 1 – Vegetatif 2 5 3 78.9 48.1
Vegetatif 2 – Vegetatif 3 4 4 63.7 62.0
Vegetatif 3 – Berbunga 12 10 187.7 156.9
(Tanam-Berbunga) 33 29 538.7 475.4
Berbunga – Pembentukan Polong 7 7 114.8 111.7
Pembentukan Polong – Pengisian Biji 9 9 149.1 147.1
Pengisian Biji – Biji Terisi Penuh 14 10 226.0 164.0
Biji Terisi Penuh – Pemasakan Biji 8 12 130.0 197.1
Pemasakan Biji – Panen 3 3 49.1 47.2
(Tanam-Panen) 74 70 1207.6 1142.5
Ket : Angka yang dicetak merah merupakan total lama hari dan akumulasi panas yang dibutuhkan
tanaman kedelai untuk mencapai pembungaan dan panen.

Berdasarkan Tabel 16, perlakuan cekaman kekeringan mempengaruhi


suhu daun tanaman. Tanaman yang tercekam memiliki suhu daun lebih tinggi
dibandingkan yang tidak tercekam. Berdasarkan konsep heat unit bahwa suhu
mempengaruhi aktivitas metabolisme tanaman. Semakin tinggi suhu maka
aktivitas metabolisme semakin meningkat dan mengakibatkan siklus hidup
tanaman lebih cepat tercapai. Namun dalam hal ini, suhu daun tidak
mempengaruhi heat unit disebabkan oleh pengukuran suhu daun hanya dilakukan
pada saat tengah hari (pukul 12.00 WIB) sementara itu suhu daun pada pagi, sore,
dan malam hari tidak terukur. Suhu daun pada saat tengah hari sangat dipengaruhi
oleh radiasi matahari. Pada tanaman yang tercekam, kandungan air dalam daun
lebih rendah sehingga pada saat terpapar radiasi yang tinggi, suhu daun akan
meningkat dibandingkan yang tidak tercekam. Meskipun pada tengah hari suhu
daun berbeda, namun secara rata-rata jika dilakukan pengukuran suhu pada pagi,
sore dan malam hari memungkinkan tidak ada pengaruh perbedaan yang nyata
sehingga tidak berpengaruh terhadap heat unit tanaman kedelai.

Pembahasan Umum

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan popular yang menjadi


target swasembada pangan nasional. Hal ini karena kedelai memiliki banyak
kegunaan terutama sebagai sumber protein nabati hingga bahan baku industri.
Produksi kedelai nasional masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dalam negeri sehingga mengharuskan untuk impor. Padi dan jagung
masih menjadi komoditas pangan utama yang dibudidayakan sehingga kedelai
biasanya ditanam pada musim tanam ketiga yang sangat rentan terhadap
kekurangan air. Hal ini tentu sangat berdampak pada produksi kedelai yang
rendah. Adanya perubahan iklim menyebabkan pola dan waktu tanam berubah-
36

ubah sehingga dapat berdampak semakin menurunkan produksi kedelai bahkan


kegagalan panen. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan produksi
kedelai yaitu dengan peningkatan produktivitas dan perluasan areal pertanaman.
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui perakitan varietas unggul yang
berproduksi tinggi, tahan cekaman biotik dan abiotik. Sedangkan untuk perluasan
areal pertanaman dilakukan dengan memanfaatkan lahan kering tegalan
(Marwoto 2013). Pemanfaatan lahan kering tegalan tentu sangat beresiko untuk
budidaya kedelai mengingat ketersediaan air yang terbatas dapat menyebabkan
tanaman mengalami cekaman yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
menurunkan produksi kedelai. Salah satu solusi untuk pertanaman pada musim
kering dan penanaman pada lahan kering tegalan yaitu penggunaan varietas
toleran kekeringan.

120
Berat Kering Total (g)

100 BKT = 1.313KAT


80
60
40
20
0
0 20 40 60 80
Kadar Air Tanah (%)
Gambar 19. Hubungan antara kadar air tanah (KAT) dengan produksi tanaman
kedelai

Pemberian cekaman hingga 10 hari menyebabkan terjadinya pengurangan


kadar air tanah (KAT) sekitar 40% pada fase vegetatif dan sekitar 70% pada fase
generatif. Pemberian cekaman pada fase vegetatif belum mencapai batas kritis
tanaman terhadap kekurangan air sehingga tidak berpengaruh nyata menurunkan
produksi tanaman kedelai. Meskipun demikian, tanaman tetap melakukan
mekanisme adaptasi seperti mengurangi luas daun dan bukaan stomata.
Sedangkan cekaman pada fase generatif menyebabkan penurunan produksi biji
hingga 70%. Hal ini menunjukkan bahwa pengurangan KAT hingga 70% akan
sangat berpengaruh menurunkan produksi. Dengan demikian dapat dibuat
hubungan dengan menggunakan persamaan empiris untuk melihat pengaruh kadar
air tanah (KAT) terhadap produksi (Gambar 19). Atwell et al. (1999) menyatakan
bahwa, 70% dari air yang tersedia akan digunakan tanaman untuk pertumbuhan
yang efektif. Pengurangan kadar air tanah hingga 80% dapat menghambat
pembentukan tunas dan pertukaran gas. Untuk memperoleh produksi yang tinggi
sebaiknya pemberian air dilakukan setelah tanah kekurangan air 50% dari air
tersedia.
Pada umumnya tanaman memiliki mekanisme tersendiri untuk mengatasi
cekaman. Pada tanaman yang peka terhadap cekaman, biasanya tetap dapat
bertahan hidup tapi akan mempercepat fase perkembangannya bahkan tidak
menghasilkan produksi. Berbeda halnya pada tanaman toleran, tanaman toleran
terhadap cekaman akan melakukan berbagai mekanisme adaptasi untuk tetap
37

bertahan hidup dan mampu berproduksi. Sesuai dengan pernyataan Bartels (2005)
bahwa adaptasi secara langsung yang utama terhadap cekaman kekeringan adalah
mengakumulasi air untuk menunda atau terhindar dari cekaman (escape). Berbeda
halnya pada tanaman yang toleran, umumya mampu mengahadapi cekaman air
dengan mengurangi fungsi metabolis dan akan dilanjutkan berfungsi kembali
setelah terjadi peningkatan potensial air pada sel.
Evaluasi toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan biasanya
dilakukan dengan dua pendekatan: (a) secara langsung, mengamati pengaruh
langsung cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan daya
hasil, (b) secara tidak langsung, mengamati morfologi dan fisiologi yang terkait
dengan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan. Karakter morofologi dan
fisiologi dilaporkan terkait dengan sifat toleran terhadap cekaman kekeringan
adalah karakter perakaran yang ekstensif, densitas stomata daun yang rendah,
menekan laju kehilangan air, lebih efisien dalam penggunaan air, dan mampu
menekan kerusakan daun.
Pada penelitian ini, mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman
kekeringan berupa modifikasi karakter morfologi tajuk dengan pengguguran daun
tua dan mengurangi luas daun, karakter fisiologi dengan mengatur bukaan stomata
serta kandungan klorofil daun, juga modifikasi akar melalui pemanjangan akar.
Mekanisme adaptasi ini biasanya dikenal sebagai Avoidance mechanism yaitu
kemampuan tanaman untuk memelihara potensial air tetap tinggi meskipun pada
kondisi kekurangan air (Sopandie 2014). Mekanisme ini dilakukan tanaman
melalui peningkatan serapan air dengan cara meningkatkan kedalaman akar dan
sistem perakaran yang efisien. Mengurangi kehilangan air melalui pengaturan
bukaan stomata serta pelipatan daun untuk mengurangi terpaan panas radiasi yang
dapat mempercepat laju transpirasi. Mengurangi kehilangan air melalui
penguapan dengan pengaturan morfologi daun yaitu pengurangan luas daun dan
jumlah daun.

Tabel 18. Rekapitulasi respon adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman


kekeringan
Parameter Pengamatan Persentase penurunan (%)
Cekaman 5 hari Cekaman 10 Hari
Dering Argomulyo Dering Argomulyo
Tinggi Tanaman (cm) 10 7 17 9
Jumlah Daun (helai) 25 22 56 44
2
Luas Daun (cm ) 23 13 46 35
Berat Kering Akar (g) 36 36 57 49
Panjang Akar (cm) 12 5 16 11
Jumlah Polong 56 26 70 59
Jumlah Biji 56 37 74 69
Berat Biji (g) 52 46 76 73
Produksi Total (g) 41 30 62 59
Bukaan Stomata (μm) 20 39 46 53
Kehijauan Daun 11 28 33 39
38

Berdasarkan hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa kedua varietas


memiliki cara tersendiri untuk beradaptasi terhadap cekaman berdasarkan
besarnya persentase pengurangan jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak
tercekam (Tabel 18). Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa respon
penurunan akibat cekaman paling besar pada varietas Dering. Varietas Dering
beradaptasi terhadap cekaman dengan menggugurkan daun dan menyempitkan
daun. sedangkan pada varietas Argomulyo lebih menunjukkan respon terhadap
penutupan stomata. Selain itu, kandungan klorofil yang rendah pada daun-daun
tua menunjukkan adanya proses degradasi klorofil untuk diubah menjadi senyawa
prolin. Hsiao (1973) menyatakan bahwa pembentukan prolin dalam tanaman
tercekam diakumulasi dari gabungan antara unsur karbon dan nitrogen.
Akumulasi prolin diduga berhubungan dengan kemampuannya bertindak sebagai
agen pelindung bagi enzim-enzim atau sebagai bahan simpanan pertumbuhan
setelah tanaman mengalami stres (Fukai dan Cooper 1995; Mitra 2001) dan
berfungsi melindungi sel dari kerusakan akibat potensial air sel rendah (Sinay
2015). Selain itu, rendahnya kandungan klorofil pada tanaman yang tercekam
disebabkan oleh kekurangan unsur Nitrogen yang merupakan unsur pembentuk
klorofil. Keterbatasan air menyebabkan penyerapan hara terhambat akibatnya
tanaman dapat mengalami defisiensi hara. Berdasarkan Farooq et al. (2009)
bahwa penurunan ketersediaan air pada saat cekaman kekeringan biasanya akan
mengurangi serapan hara oleh tanaman dan menyebabkan berkurangnya
konsentrasi hara pada jaringan tanaman. Sementara itu, besarnya respon tanaman
terhadap tajuk disebabkan karena kemampuan akar untuk meningkatkan
penyerapan air terbatas. Ketika akar tidak mampu menyerap air maka asam
absisat akan menumpuk pada akar. Penumpukan asam absisat ini akan menjadi
signal bagi tajuk tanaman untuk melakukan modifikasi morfologi daun melalui
pengguguran daun dan penyempitan daun. Asam absisat juga mempengaruhi
bukaan stomata pada tanaman yang tercekam.
Penurunan produksi disebabkan oleh adanya mekanisme adaptasi tanaman
terhadap cekaman seperti mengurangi jumlah dan luas daun serta mengurangi
bukaan stomata. Hal ini tentu berdampak pada terhambatnya proses fotositesis
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengaruh cekaman
terhadap produksi akan mempengaruhi efisiensi penggunaan air dan efisiensi
penggunaan radiasi tanaman. Pada kondisi cekaman kekeringan, efisiensi
penggunaan air yang lebih tinggi menyebabkan tanaman tersebut mampu
mempertahankan pertumbuhan generatif dan menekan kehilangan hasil yang lebih
rendah.
Pemberian perlakuan cekaman pada fase vegetatif dan generatif
dimaksudkan untuk memperoleh informasi terkait fase perkembangan tanaman
yang paling rentan dan sensitif terhadap kekurangan air dan paling berpengaruh
menurunkan produksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
cekaman pada fase vegetatif sekitar 40% pengurangan KAT tidak berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Hal ini, selain
disebabkan oleh tingkat stres yang tidak melewati batas kritis juga disebabkan
oleh adanya mekanisme adaptasi tanaman melalui penyembuhan kembali setelah
terjadi cekaman (recovery mechanism) (Sopandie 2014). Informasi ini dapat
menjadi salah satu solusi terkait pengaturan waktu dan pola tanam untuk
memanfaatkan ketersediaan air dalam jumlah terbatas. Sedangkan pemberian
39

cekaman pada fase generatif yang berpengaruh besar menurunkan produksi


hingga 70% dapat menjadi informasi untuk manajemen tanaman terkait
pemberian air pada fase-fase sensitif tanaman terhadap kekurangan air untuk
mencegah penurunan produksi. Diharapkan informasi pengaturan waktu dan pola
tanam terkait ketersediaan air dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan
produksi tanaman kedelai pada lahan kering tegalan ataupun pada penanaman
musim kering.
Hasil dari penelitian ini terkait mekanisme adaptasi tanaman terhadap
cekaman kekeringan dapat menjadi sumber informasi mengenai varietas toleran
kekeringan yang cocok untuk diaplikasikan pada lahan kering atau untuk
penanaman pada musim kering. Selain itu, informasi karakter adaptasi tanaman
terhadap cekaman dapat menjadi referensi bagi pemulia tanaman untuk
menciptakan varietas-varietas unggul yang toleran kekeringan dan mampu
berproduksi tinggi. Karakter tanaman untuk indikasi toleran kekeringan lebih
penting untuk dikaji yaitu fungsi akar karena apabila respon pengaturan morfologi
akar cukup baik maka akar mampu meningkatkan efisiensi penyerapan air melalui
pemanjangan akar dan densitas akar. Respon dari morfologi tajuk tanaman pada
saat terjadi cekaman juga merupakan signal dari akar karena tidak mampu
menyerap air dengan baik. Sehingga jika karakter akar dapat ditingkatkan
fungsinya maka respon tajuk akan lebih rendah dan gangguan proses fotosintesis
dapat dibuat sekecil mungkin. Tanaman yang memiliki volume akar yang besar
dan mampu memanjangkan akarnya, akan mampu mengabsorbsi air lebih banyak
sehingga mampu bertahan pada kondisi kekurangan air. Pada saat kekurangan air
pertumbuhan sistem perakaran umumnya meningkat, sedangkan pertumbuhan
tajuk menurun. Tanaman yang lebih mementingkan pertumbuhan akar daripada
pertumbuhan tajuk, akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk bertahan
pada kondisi kekurangan air (Palupi dan Dedywiryanto 2008).
Dalam penelitian ini, respon tanaman terhadap pengaturan morfologi tajuk
lebih besar dibandingkan akar disebabkan karena penggunaan polybag sehingga
area adaptasi akar menjadi lebih terbatas. Tanaman tidak mampu memanjangkan
akarnya lebih dalam disebabkan terhalang oleh polybag. Dengan demikian, perlu
dilakukan pengujian di lapangan untuk melihat respon dari akar kedua varietas
terhadap cekaman kekeringan.
40

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tanaman kedelai varietas Dering dan Argomulyo beradaptasi terhadap


cekaman dengan menjaga potensial air tetap tinggi meskipun kekurangan air
(dehydration avoidance) melalui pengguguran daun, penyempitan daun,
mengurangi bukaan stomata, dan melipat daun untuk mengurangi kehilangan air
melalui transpirasi. Pemberian cekaman pada fase vegetatif tidak berpengaruh
nyata terhadap penurunan produksi karena pengurangan kadar air tanah sebesar
40% tidak melewati batas kritis ketersediaan air bagi tanaman. Selain itu, tanaman
melakukan adaptasi dengan mekanisme penyembuhan (recovery mechanism).
Pemberian cekaman pada fase generatif lebih berpengaruh nyata menurunkan
produksi kedelai disebabkan pengurangan kadar air tanah pada saat periode
cekaman mencapai 70%. Berdasarkan mekanisme adaptasi kedua varietas tersebut
maka dapat diindikasikan bahwa kedua varietas kedelai toleran terhadap cekaman
kekeringan. Varietas Argomulyo lebih toleran kekeringan dibandingkan varietas
Dering karena mengalami penurunan produksi lebih sedikit pada kondisi cekaman
yang sama. Selain itu, varietas Argomulyo juga mengalami peningkatan efisiensi
penggunaan air dan efisiensi penggunaan radiasi pada saat tercekam dibanding
varietas Dering. Heat unit tanaman kedelai lebih dipengaruhi oleh fungsi suhu
dibandingkan cekaman kekeringan sehingga perlakuan cekaman tidak
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap akumulasi panas tanaman kedelai.

Saran

Pemilihan varietas untuk penanaman pada musim kemarau disarankan


untuk menggunakan varietas Argomulyo karena varietas ini lebih adaptif dan
toleran terhadap kekeringan. Namun untuk penanaman pada kondisi air yang
cukup tersedia sebaiknya menggunakan varietas Dering sebab varietas ini
memiliki potensi produksi yang lebih tinggi dibandingkan varietas Argomulyo.
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk aplikasi di lapangan agar
dapat melihat respon adaptasi akar tanaman terhadap cekaman. Selain itu perlu
dilakukan pengujian pengaruh cekaman pada stadia yang lebih sempit agar dapat
mengetahui stadia yang paling sensitif terhadap kekurangan air dan paling
berperan menurunkan produksi. Pemberian cekaman pada fase vegetatif perlu
ditingkatkan hingga pengurangan kadar air tanah dibawah batas kritis agar dapat
diketahui pengaruh pemberian cekaman pada fase vegetatif.
41

DAFTAR PUSTAKA

Atwell B, Kriedemann P, Turnbull C. 1999. Plant in Action: Adaptation in


Nature, Performance in Cultivation. Macmillan Education. Australia PTY
LTD.
Baharsjah JS. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi: Hubungan Cuaca-
Tanaman. Ditjen Pendidikan Tinggi. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2012.
Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang
(ID). Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kemeterian Pertanian.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan
Pertanian 2015-2019. Jakarta (ID). Direktorat Pangan dan Pertanian.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Bartels D. 2005. Desiccation Tolerance Studied in the Resurrection Plant
Craterostigma plantagineum. Integr. Comp. Biol., 45:696–701.
Blum A. 2005. Drought Resistance, Water-Use Efficiency, and Yield Potential-
ere They Compatible, Dissonant, or Mutually Exclusive?. Australian Journal
of Agricultural Research, 2005, 56, 1159–1168.
Bonhomme R. 2000. Beware of Comparing RUE Values Calculated from PAR vs
Solar Radiation or Absorbed vs Intercepted Radiation. Field Crops
Research. 68:247–252.
[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Pedoman Umum
Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Bogor (ID). Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka
Sementara Tahun 2013). No. 22/03/ Th. XVII, 3 Maret 2014.
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2013. DERING 1, Varietas
Kedelai Toleran Kekeringan. BPTP Sulawesi Tenggara.
http://sultra.litbang.deptan.go.id/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2014.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Jilid ke-dua. Edisi ke-lima.
Jakarta (ID). Erlangga.
Candogan BN, Sincik M, Buyukcangaz H, Demirtas C, Goksoy AT, Yazgan S.
2013. Yield, Quality and Crop Water Stress Index Relationships for
Deficit-Irrigated Soybean (Glycine max L. Merr.) in Sub-Humid Climatic
Conditions. Agricultural Water Management 113– 121.
Casteel SN. 2012. Signs of Drought Stress in Soybean. Purdue University.
Chang J. 1968. Climate and Agriculture: An Ecological Survey. Aldine
Publishing Company. Chicago.
Clemente TE, Cahoon EB. 2009. Soybean Oil: Genetic Approaches for
Modification of Functionality and Total Content. Plant Physiol.
2009;151:1030–1040.
DITJEN Tanaman Pangan. 2013. Program Strategis Pencapaian Swasembada
Dan Swasembada Berkelanjutan Kementerian Pertanian Dan Antisipasi
Perubahan Iklim. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Kementerian Pertanian RI.
42

Efendi R. 2009. Tanggap Genotipe Jagung Toleran dan Peka Terhadap Cekaman
Kekeringan pada Fase Perkecambahan. Prosiding Seminar Nasional
Serealia 2009. Maros (ID). Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Efendi R, Azrai M. 2008. Identifikasi Karakter Toleransi Cekaman Kekeringan
Berdasarkan Respons Pertumbuhan dan Hasil Genotipe Jagung. Maros
(ID). Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Fagi AM, Las I, Pane H, Abdulrachman S, Widiarta IN, Baehaki, Nugraha US.
2002. Anomali Iklim dan Produksi Padi. Strategi dan Antisipasi
Penanggulangan. Balai Penelitian Tanaman Padi (ID).
Farooq M, Wahid A, Kobayashi N, Fujita D, Basra SMA. 2009. Plant Drought
Stress: Effects, Mechanisms, and Management. Agron. Sustain. Dev. 29
(2009) : 185-212.
Fukai S, Cooper M. 1995. Development of Drought Resistant Cultivars Using
Physio-Morphological Traits In Rice. Field Crops Research. 40:67-86.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta
(ID). UI-Press. Terjemahan: Herawati Susilo.
Hamim, Sopandie D, Jusuf M. 1996. Beberapa Karakteristik Morfologi dan
Fisiologi Kedelai Toleran dan Peka terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal
Hayati, Juni 1996, hlm. 30-34.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk
Pertanian. Bogor (ID). Geomet FMIPA-IPB.
Handoko I, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan
Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen D\dalam Bidang
Perdagangan dan Pembangunan. Bogor (ID). SEAMEO BIOTROP.
Harnowo D. 1992. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Pemupukan Kalium dan
Cekaman Kekeringan pada Fase Reproduktif. [Tesis]. Bogor (ID). Sekolah
Pascasarjana IPB.
Hsiao TC. 1973. Plant Responses to Water Stress. Ann Rev. Plant Physiol. 1973.
24 :519-70.
Jones HG. 1992. Plant and Microclimate: A Quantitative Approach to
Environmental Plant Physiology. Cambridge University Press.
Jones HG, Aikman D, McBurney TA. 1997. Inmprovement to Infrared
Thermometry for Irrigation Scheduling in Humid Climates. Acta Hort. 449:
259-265.
Kisman. 2010. Karakter Morfologi Sebagai Penciri Adaptasi Kedelai Terhadap
Cekaman Kekeringan. Agroteksos Vol. 20 No.1, April 2010.
Kumar A, Pandey V, Shech AM, Kumar M. 2008. Radiation Use Efficiency and
Weather Parameter Influence During Life Cycle of Soybean (Glycine max L
merr). Production as Well Accumulation of Drymatter. Am-Euras. J.Agron.
1(2):41-44.
Lenssen A. 2012. Soybean Response to Drought. ICM News.
Li D, Liu H, Qiao Y, Wang Y, Cai Z, Dong B, Shi C, Liu Y, Li X, Liu M. 2013.
Effects of Elevated CO2 on the Growth, Seed Yield, and Water Use
Efficiency of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Under Drought Stress.
Agricultural Water Management 129 (2013) 105– 112
Liu F, Jensen CR, Andersen MN. 2004. Drought Stress Effect on Carbohydrate
Concentration in Soybean Leaves and Pods During Early Reproductive
43

Development: Its Implication in Altering Pod Set. Field Crops Research 86


(2004) 1–13.
Mahajan S, Tutejan N. 2005. Cold, Salinity and Drought Stresses: An Overview.
Archives of Biochemistry and Biophysics 444 (2005) 139–158.
Mapegau. 2006. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura,
Vol. 41 No. 1 Maret 2006.
Marwoto. 2013. Sosialisasi Pengembangan Kedelai Melalui Perluasan Areal
Tanam. Malang (ID). Balai penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian.
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1466-sosialisasi
pengembangan-kedelai-melalui-perluasan-areal-tanam.html. Diakses pada
tanggal 10 Januari 2016.
Mavi HS, Tupper GJ. 2004. Agrometeorology: Principles and Application of
Climate Studies in Agriculture. Food Product Press.
Mitra J. 2001. Genetics And Genetic Improvement Of Drought Resistance In
Crop Plants. Current Scie. 80:758-762.
Naylor RL, Battisti DS, Vimont DJ, Falcon WP, Burke MB. 2007. Assessing
Risks of Climate Variability and Climate Change for Indonesian Rice
Agriculture. Proceeding of the National Academic of Science 114: 7752-
7757.
Muchow RC, Robertson MJ, Pengelly BC. 1993. Radiation-use efficiency of
soybean, mugbean and cowpea under different environmental conditions.
Field Crops Research, v.32, p.1-16, 1993.
Nurhayati. 2009. Pengaruh Cekaman Air pada Dua Jenis Tanah Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai ( Glycine Max (L.) Merril). Jurnal Floratek
4: 55 - 64
Palupi ER, Dedywiryanto Y. 2008. Kajian Karakter Toleransi Cekaman
Kekeringan pada Empat Genotipe Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq). Bul Agron 36 (1): 24-32.
Perdinan. 2002. Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya, Profil Suhu Udara, dan
Akumulasi Panas Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di
Dataran Tinggi Pasir Sarongge, Cianjur-Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Geofisika dan Meteorologi.
Permanasari I, Sulistyaningsih E. 2013. Kajian Fisiologi Perbedaan Kadar Lengas
Tanah dan Konsentrasi Giberelin pada Kedelai (Glycine max L.). Jurnal
Agroteknologi, Vol. 4 No. 1, September 2013 : 31-39.
Pramono E, Ratresni, Kamal M, Nurmauli N. 1993. Evaluasi Daya Tahan Kering
Berbagai Genotipe Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Melalui Uji
Perkecambahan dan Pertumbuhan Vegetatif. Jurnal Penelitian
Pengembangan Wilayah Lahan Kering 12: 28 – 38.
Purwanto, Agustono T. 2010. Kajian Fisiologi Tanaman Kedelai Pada Kondisi
Cekaman Kekeringan Dan Berbagai Kepadatan Gulma Teki. Agrosains
12(1): 24-28, 2010.
Ramanjulu S, Bartels D. 2002. Drought and Desiccation Induced Modulation of
Gene Expression in Plants. Journal Plant, Cell and Environment (2002) 25,
141–151.
44

Ritche JT. 1980. Climate and Soil Water, in Moving Up the Yield Curve. Advace
and obstacle, Spec. Publ. No. 39. P: 1–23.
Rosadi RAB dan Darmaputra IG. 1998. Pengaruh Irigasi Defisit pada Fase
Vegetatif Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kebutuhan Air Tanaman
Kedelai (Glycine max (L.) Merr). Jurnal Tanah Tropika 6: 75 – 82.
Rusmayadi G, Handoko, Koesmaryono Y, Hadjar G. 2008. Pemodelan Tanaman
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Berbasis Efisiensi Penggunaan Radiasi
Surya, Ketersediaan Air dan Nitrogen.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan: Jilid I. Bandung (ID). ITB.
Terjemahan Lukman dan Sumaryono.
Salvagiotti F, Miralles DJ. 2008. Radiation Interception, Biomass Production and
Grain Yield as Affected by the Interaction of Nitrogen and Sulfur
Fertilization in Wheat. Eur. J. Agron. 28:282-290.
Sharifa, Muriefah A. 2015. Effects of Paclobutrazol on Growth and Physiological
Attributes of Soybean (Glycine max) Plants Grown Under Water Stress
Conditions. Int. J. Adv. Res. Biol.Sci. 2(7): (2015): 81–93.
Sinaga R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan Efisiensi Penggunaan Air
pada Rumput Gajah dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air
Tanah. Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2008, hlm. 29 – 35.
Sinay H. 2015. Pengaruh Perlakuan Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan
dan Kadungan Prolin pada Fase Vegetatif Beberapa Kultivar Jagung Lokal
dari Pulau Kisar Maluku di Rumah Kaca. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi 2015, yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan
Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang (ID).
Sinclair TR, Muchow RC. 1999. Radiation Use Efficiency. Adv. Agron. 65:215–
265.
Singer JW, David WM, Thomas JS, John HP, Jerry LH. 2011. Variability of Light
Interception and Radiation Use Efficiency in Maize and Soybean. Field
Crops Research 121:147–152.
Sopandie. 2014. Fisiologi Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Abiotik pada
Agroekosistem Tropika. Bogor (ID). IPB Press.
Steduto P, Hsiao TC, Fereres E, Raes D. 2012. Crop Yield Response to Water.
FAO Irrigation And Drainage Paper 66. Food and Agriculture Organization
of the United Nations, Rome.
Stone PJ, Wilson DR, Jamieson PD, Gillespie RN. 2001. Water Deficit Effects on
Sweet Corn II : Canopy Development. Australian Journal of Agricultural
Research 52: 115-125.
Sudarsono, Widoretno W. 2003. Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Fase
Pertumbuhan Generatif Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang
Berbeda Toleransinya Terhadap Stres. Jurnal Penelitian Pertanian. 22( 2).
Sudaryanto T, Swastika DKS. 2007. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Bogor (ID).
Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan.
Suhartono, Saed S, Khoiruddin A. 2008. Pengaruh Interval Pemberian Air
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L) pada
Berbagai Jenis Tanah. Jurnal Embryo Vol 5 No. 1.
45

Sulistyono E, Suwarno, Lubis I, dan Deni S. 2012. Pengaruh Frekuensi Irigasi


Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Lima Galur Padi Sawah. Agrovigor
Vol 1: 1-7.
Supijatno. 2012. Studi Mekanisme Toleransi Genotipe Padi Gogo terhadap
Cekaman Ganda pada Lahan Kering di Bawah Naungan. [Disertasi]. Bogor
(ID). Sekolah Pascasarjana IPB.
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid II. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada
University Press.
Syafi S. 2008. Respons Morfologis dan Fisiologis Bibit Berbagai Genotipe Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap Cekaman Kekeringan. [Tesis]. Bogor
(ID). Sekolah Pascasarjana IPB.
Syahbuddin H, Las I. 1998. Pertumbuhan, Serapan Phosfor, Efisiensi
Pemanfaatan Radiasi Surya, dan Air Tiga Varietas Kedelai [Glycine max
(L.) Merril] di Rumah Kaca pada Beberapa Taraf Intensitas Radiasi Surya
dan Kadar Air Tanah. Jurnal Agromet 13 (1): 1-14, 1998.
Taiz E, Zeiger L. 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sinauer Associate
Inc.Publisher Sunderland, Massachusetts. 667 p.
Zakaria AK. 2010. Kebijakan Pengembangan Budidaya Kedelai Menuju
Swasembada Melalui Partisipasi Petani. Analisis Kebijakan Pertanian.
Volume 8 No. 3, September 2010: 259-272.
Zen L, Kamal M, Hadi MS dan Pramono E. 1993. Tanggapan Beberapa Varietas
Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Terhadap Jumlah Pemberian Air. Jurnal
Penelitian Pengembangan Wilayah Kering 12 : 56 – 61.
47

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir penelitian

Identifikasi respon tanaman kedelai


terhadap cekaman kekeringan

Interval penyiraman

Fase vegetatif dan generatif

Varietas Dering Varietas Argomulyo

Kadar Air Tanah


(KAT)

Komponen Komponen
Agronomi Agrometeorologi

Respon pertumbuhan dan Suhu daun dan suhu


perkembangan (morfologi) permukaan tanah

Intersepsi radiasi
Respon produksi

Efisiensi penggunaan
Respon fisiologi radiasi

Respon gerak Efisiensi penggunaan air

Heat Unit

Mekanisme adaptasi Varietas toleran


kekeringan
48

Lampiran 2. Hasil analisis sampel tanah


49

Lampiran 3. Data intensitas radiasi di dalam naungan dan di luar naungan

Radiasi Radiasi Radiasi Radiasi


Tanggal di luar naungan di dalam Tanggal di luar naungan di dalam naungan
(MJ/m2) naungan (MJ/m2) (MJ/m2) (MJ/m2)
01-04-15 12.9 7.7 11-05-15 12.1 7.3
02-04-15 12.6 7.5 12-05-15 16.8 10.1
03-04-15 12.0 7.2 13-05-15 15.8 9.5
04-04-15 12.6 7.5 14-05-15 11.5 6.9
05-04-15 13.0 7.8 15-05-15 11.4 6.8
06-04-15 16.2 9.7 16-05-15 14.3 8.6
07-04-15 10.5 6.3 17-05-15 14.0 8.4
08-04-15 14.4 8.7 18-05-15 13.9 8.3
09-04-15 13.0 7.8 19-05-15 15.2 9.1
10-04-15 16.7 10.0 20-05-15 18.2 10.9
11-04-15 14.2 8.5 21-05-15 12.4 7.5
12-04-15 14.8 8.9 22-05-15 14.2 8.5
13-04-15 6.8 4.1 23-05-15 14.3 8.6
14-04-15 12.8 7.7 24-05-15 12.1 7.3
15-04-15 14.7 8.8 25-05-15 15.5 9.3
16-04-15 13.9 8.3 26-05-15 13.8 8.3
17-04-15 7.4 4.4 27-05-15 13.7 8.2
18-04-15 11.0 6.6 28-05-15 15.8 9.5
19-04-15 16.1 9.7 29-05-15 16.1 9.7
20-04-15 13.4 8.0 30-05-15 16.1 9.7
21-04-15 16.1 9.7 31-05-15 13.6 8.2
22-04-15 13.5 8.1 01-06-15 11.1 6.6
23-04-15 15.4 9.2 02-06-15 14.0 8.4
24-04-15 6.0 3.6 03-06-15 12.0 7.2
25-04-15 7.9 4.7 04-06-15 14.5 8.7
26-04-15 14.3 8.6 05-06-15 12.0 7.2
27-04-15 14.6 8.8 06-06-15 15.6 9.3
28-04-15 17.8 10.7 07-06-15 13.1 7.9
29-04-15 12.8 7.7 08-06-15 13.8 8.3
30-04-15 18.3 11.0 09-06-15 9.4 5.6
01-05-15 11.9 7.1 10-06-15 8.7 5.2
02-05-15 14.3 8.6 11-06-15 13.8 8.3
03-05-15 10.7 6.4 12-06-15 14.8 8.9
04-05-15 13.9 8.3 13-06-15 14.5 8.7
05-05-15 14.1 8.5 14-06-15 14.3 8.6
06-05-15 17.2 10.3
07-05-15 15.1 9.0
08-05-15 14.5 8.7
09-05-15 14.3 8.6
10-05-15 14.5 8.7
50

Lampiran 4. Data iklim Stasiun Klimatologi Darmaga (April – Juni 2015)

Lintang : 06.33'12,9'' LS
Bujur : 106.44'59,4'' BT
Elevasi : 190 m dpl

Apr-15
Suhu Udara (oC) Kec.
Curah Intensitas
Lama RH Angin 10
Tanggal Rata- hujan Radiasi
Max Min Penyinaran (%) m
Rata (mm) (cal/cm2)
(knot)
1 31.6 23.4 26.6 48 5.4 306 89.4 3.7
2 31.2 24.4 25.7 0.2 4.3 298 89.7 4.3
3 30.8 23.2 25.7 19.5 4.4 284 86.8 4.1
4 32 23.5 25.5 0.2 4.1 298 88.8 4.3
5 32.4 23 25.7 1.4 6.3 309 85.7 4.0
6 32.5 22.6 26.1 9.2 7.5 385 84.7 3.6
7 31.1 23.8 25.3 10.6 4.4 249 89.1 5.0
8 31.6 22.7 25.7 23.6 5.1 342 87.1 4.1
9 31.2 23 26.2 3.4 3.4 309 85.5 1.9
10 33.8 22.8 26.8 13.7 8.5 395 82.3 4.7
11 32.4 25 27.4 0 6.5 336 80.9 3.5
12 33.2 23.2 26.5 0 7.1 351 82.0 4.9
13 29.3 23 25.5 0 0.4 160 85.8 4.1
14 32.2 23 25.5 TTU 4.8 303 85.8 2.7
15 31.7 22.2 26.2 1.5 7.2 348 81.1 4.9
16 32.6 23.2 26.4 2.8 4.5 330 85.2 4.5
17 29.3 21.6 24.9 16.3 0.4 175 92.4 4.5
18 31 24.2 25.8 0 3.5 260 90.1 2.9
19 33.4 22.4 25.6 0.4 7.3 382 84.1 3.3
20 32.4 22.3 25.7 5.3 5.3 317 86.9 3.9
21 33.4 22.8 26.2 TTU 7.5 382 82.4 3.9
22 32.2 22.3 26.3 0.4 9.2 321 83.7 4.3
23 31.8 23 27.0 0 5.4 365 77.8 4.5
24 28 23.2 23.9 3.7 0 141 91.9 5.1
25 28.8 22.6 24.0 36.6 0.5 186 91.6 4.5
26 32 22.5 26.0 4.8 5.5 340 83.4 3.7
27 30.6 23 25.0 0 5.8 347 87.7 4.7
28 32 22.3 26.2 4.5 6.2 421 83.4 5.0
29 32.3 21.7 25.6 0 7.2 303 84.1 3.9
30 33.4 22.3 26.9 0 8.3 433 80.1 3.8
51

JMH 950.2 688.2 775.4 206.1 156 9376 2569.6 122.2


RT2 31.67 22.94 25.8 28 5.2 312.53 85.7 4.1
MAX 33.8 25 27.4 48 9.2 433 92.4 5.1
MIN 28 21.6 23.9 0 0 141 77.8 1.9
Mei 2015
Suhu Udara (oC) Curah Intensitas Kec.
Lama RH
Tanggal Rata- hujan Radiasi Angin
Max Min Penyinaran (%)
Rata (mm) (cal/cm2) 10m(knot)
1 33 23.1 26.4 - 8.3 262 80 3.52
2 33.3 22.4 26.1 0.2 8.4 333 84 4.67
3 33 23 25.8 63.1 9.3 285 87 4.38
4 31.8 23.1 26.3 8.2 8.8 345 86 3.81
5 32 22.6 26.7 - 6.8 284 80 5.69
6 33.8 22 27 - 9 369 77 3.95
7 33 23 26.8 TTU 4.9 311 82 3.63
8 33.1 23.4 27.5 - 6.1 328 79 3.84
9 30.6 23.6 24.5 TTU 1.7 222 92 5
10 31.2 22.6 25.2 8.4 3 205 87 3.21
11 32.4 23 26 4.8 7.3 328 86 3.42
12 33.1 22.4 26.4 - 8.7 351 82 3.33
13 32.2 21.6 26.4 2.1 8.9 345 78 4.04
14 32.1 22 26.3 - 8.2 338 78 4.22
15 31.6 21.6 26.3 3 8.2 303 78 4.2
16 32.1 20.6 25.6 - 9.3 361 77 3.34
17 31.6 20.4 25.5 - 9.2 333 76 3.44
18 33.1 21 26 - 9 358 76 3.53
19 33.6 21.9 26.7 - 9.4 363 77 3.97
20 32.2 23 26.8 - 7.5 316 76 3.08
21 33.8 22.5 27 - 9.3 387 76 4.96
22 33.4 22.5 26.8 - 8.7 371 74 4.02
23 33 22.4 26.2 - 8.7 349 79 3.66
24 32.4 20.4 25.8 0.4 9.6 349 76 4.36
25 32.6 20.5 25.6 - 9.6 350 73 3.21
26 32.5 19.6 25.1 - 9.4 373 74 3.61
27 33.6 20.5 26.2 - 9.5 347 75 4.45
28 33 22.6 26.2 - 8 325 80 4.94
29 32.6 22.4 27 - 9.7 351 74 3.89
30 32.2 22.8 27.2 - 6 303 78 3.01
31
JML 977.9 662.5 787.4 90.2 240.5 9845 2377 118.38
RT2 32.60 22.08 26.25 8 8.02 328.17 79.23 3.95
MAX 33.8 23.6 27.5 63.1 9.7 387 92 5.69
MIN 30.6 19.6 24.5 0.2 1.7 205 73 3.01
52

Juni 2015
o
Suhu Udara ( C) Curah Intensitas Kec.
Lama RH
Tanggal Rata- hujan Radiasi Angin
Max Min Penyinaran (%)
Rata (mm) (cal/cm2) 10m(knot)
1 33 23.1 26.4 - 8.3 262 80 3.52
2 33.3 22.4 26.1 0.2 8.4 333 84 4.67
3 33 23 25.8 63.1 9.3 285 87 4.38
4 31.8 23.1 26.3 8.2 8.8 345 86 3.81
5 32 22.6 26.7 - 6.8 284 80 5.69
6 33.8 22 27 - 9 369 77 3.95
7 33 23 26.8 TTU 4.9 311 82 3.63
8 33.1 23.4 27.5 - 6.1 328 79 3.84
9 30.6 23.6 24.5 TTU 1.7 222 92 5
10 31.2 22.6 25.2 8.4 3 205 87 3.21
11 32.4 23 26 4.8 7.3 328 86 3.42
12 33.1 22.4 26.4 - 8.7 351 82 3.33
13 32.2 21.6 26.4 2.1 8.9 345 78 4.04
14 32.1 22 26.3 - 8.2 338 78 4.22
15 31.6 21.6 26.3 3 8.2 303 78 4.2
16 32.1 20.6 25.6 - 9.3 361 77 3.34
17 31.6 20.4 25.5 - 9.2 333 76 3.44
18 33.1 21 26 - 9 358 76 3.53
19 33.6 21.9 26.7 - 9.4 363 77 3.97
20 32.2 23 26.8 - 7.5 316 76 3.08
21 33.8 22.5 27 - 9.3 387 76 4.96
22 33.4 22.5 26.8 - 8.7 371 74 4.02
23 33 22.4 26.2 - 8.7 349 79 3.66
24 32.4 20.4 25.8 0.4 9.6 349 76 4.36
25 32.6 20.5 25.6 - 9.6 350 73 3.21
26 32.5 19.6 25.1 - 9.4 373 74 3.61
27 33.6 20.5 26.2 - 9.5 347 75 4.45
28 33 22.6 26.2 - 8 325 80 4.94
29 32.6 22.4 27 - 9.7 351 74 3.89
30 32.2 22.8 27.2 - 6 303 78 3.01
31
JML 977.9 662.5 787.4 90.2 240.5 9845 2377 118.38
RT2 32.60 22.08 26.25 8 8.02 328.17 79.23 3.95
MAX 33.8 23.6 27.5 63.1 9.7 387 92 5.69
MIN 30.6 19.6 24.5 0.2 1.7 205 73 3.01
53

Lampiran 5.Perhitungan akumulasi panas (heat unit) tanaman kedelai

Tanggal HST T Tb SP (oC) AP (Cod) s


(oC) (oC) V1 V2 V1 V2 V1 V2
01-04-15 0 26.6 10 16.6 16.6 16.6 16.6 0.014 0.014
02-04-15 1 25.7 10 15.7 15.7 32.3 32.3 0.027 0.028
03-04-15 2 25.7 10 15.7 15.7 48.0 48.0 0.040 0.042
04-04-15 3 25.5 10 15.5 15.5 63.4 63.4 0.053 0.055
05-04-15 4 25.7 10 15.7 15.7 79.1 79.1 0.065 0.069
06-04-15 5 26.1 10 16.1 16.1 95.2 95.2 0.079 0.083
07-04-15 6 25.3 10 15.3 15.3 110.5 110.5 0.091 0.097
08-04-15 7 25.7 10 15.7 15.7 126.1 126.1 0.104 0.110
09-04-15 8 26.2 10 16.2 16.2 142.3 142.3 0.118 0.125
10-04-15 9 26.8 10 16.8 16.8 159.1 159.1 0.132 0.139
11-04-15 10 27.4 10 17.4 17.4 176.4 176.4 0.146 0.154
12-04-15 11 26.5 10 16.5 16.5 192.9 192.9 0.160 0.169
13-04-15 12 25.5 10 15.5 15.5 208.4 208.4 0.173 0.182
14-04-15 13 25.5 10 15.5 15.5 223.9 223.9 0.185 0.196
15-04-15 14 26.2 10 16.2 16.2 240.1 240.1 0.199 0.210
16-04-15 15 26.4 10 16.4 16.4 256.5 256.5 0.212 0.225
17-04-15 16 24.9 10 14.9 14.9 271.5 271.5 0.225 0.238
18-04-15 17 25.8 10 15.8 15.8 287.3 287.3 0.238 0.251
19-04-15 18 25.6 10 15.6 15.6 302.9 302.9 0.251 0.265
20-04-15 19 25.7 10 15.7 15.7 318.5 318.5 0.264 0.279
21-04-15 20 26.2 10 16.2 16.2 334.7 334.7 0.277 0.293
22-04-15 21 26.3 10 16.3 16.3 351.0 351.0 0.291 0.307
23-04-15 22 27.0 10 17.0 17.0 367.9 367.9 0.305 0.322
24-04-15 23 23.9 10 13.9 13.9 381.8 381.8 0.316 0.334
25-04-15 24 24.0 10 14.0 14.0 395.8 395.8 0.328 0.346
26-04-15 25 26.0 10 16.0 16.0 411.8 411.8 0.341 0.360
27-04-15 26 25.0 10 15.0 15.0 426.8 426.8 0.353 0.374
28-04-15 27 26.2 10 16.2 16.2 443.0 443.0 0.367 0.388
29-04-15 28 25.6 10 15.6 15.6 458.5 458.5 0.380 0.401
30-04-15 29 26.9 10 16.9 16.9 475.4 475.4 0.394 0.416
01-05-15 30 25.8 10 15.8 15.8 491.1 491.1 0.407 0.430
02-05-15 31 26.7 10 16.7 16.7 507.8 507.8 0.421 0.444
03-05-15 32 25.5 10 15.5 15.5 523.4 523.4 0.433 0.458
04-05-15 33 25.3 10 15.3 15.3 538.7 538.7 0.446 0.471
05-05-15 34 25.3 10 15.3 15.3 553.9 553.9 0.459 0.485
06-05-15 35 26.3 10 16.3 16.3 570.2 570.2 0.472 0.499
07-05-15 36 26.9 10 16.9 16.9 587.1 587.1 0.486 0.514
08-05-15 37 27.3 10 17.3 17.3 604.4 604.4 0.500 0.529
09-05-15 38 26.1 10 16.1 16.1 620.5 620.5 0.514 0.543
10-05-15 39 26.8 10 16.8 16.8 637.3 637.3 0.528 0.558
54

11-05-15 40 26.1 10 16.1 16.1 653.4 653.4 0.541 0.572


12-05-15 41 26.8 10 16.8 16.8 670.2 670.2 0.555 0.587
13-05-15 42 26.6 10 16.6 16.6 686.8 686.8 0.569 0.601
14-05-15 43 25.6 10 15.6 15.6 702.4 702.4 0.582 0.615
15-05-15 44 25.7 10 15.7 15.7 718.1 718.1 0.595 0.628
16-05-15 45 26.1 10 16.1 16.1 734.2 734.2 0.608 0.643
17-05-15 46 27.3 10 17.3 17.3 751.5 751.5 0.622 0.658
18-05-15 47 26.8 10 16.8 16.8 768.3 768.3 0.636 0.672
19-05-15 48 27.7 10 17.7 17.7 785.9 785.9 0.651 0.688
20-05-15 49 26.6 10 16.6 16.6 802.5 802.5 0.665 0.702
21-05-15 50 26.6 10 16.6 16.6 819.1 819.1 0.678 0.717
22-05-15 51 26.1 10 16.1 16.1 835.1 835.1 0.692 0.731
23-05-15 52 26.2 10 16.2 16.2 851.3 851.3 0.705 0.745
24-05-15 53 25.7 10 15.7 15.7 867.0 867.0 0.718 0.759
25-05-15 54 25.7 10 15.7 15.7 882.6 882.6 0.731 0.773
26-05-15 55 25.6 10 15.6 15.6 898.2 898.2 0.744 0.786
27-05-15 56 25.7 10 15.7 15.7 913.9 913.9 0.757 0.800
28-05-15 57 26.2 10 16.2 16.2 930.1 930.1 0.770 0.814
29-05-15 58 26.2 10 16.2 16.2 946.3 946.3 0.784 0.828
30-05-15 59 27.1 10 17.1 17.1 963.4 963.4 0.798 0.843
31-05-15 60 26.9 10 16.9 16.9 980.2 980.2 0.812 0.858
01-06-15 61 26.4 10 16.4 16.4 996.6 996.6 0.825 0.872
02-06-15 62 26.1 10 16.1 16.1 1012.7 1012.7 0.839 0.886
03-06-15 63 25.8 10 15.8 15.8 1028.5 1028.5 0.852 0.900
04-06-15 64 26.3 10 16.3 16.3 1044.8 1044.8 0.865 0.914
05-06-15 65 26.7 10 16.7 16.7 1061.5 1061.5 0.879 0.929
06-06-15 66 27.0 10 17.0 17.0 1078.5 1078.5 0.893 0.944
07-06-15 67 26.8 10 16.8 16.8 1095.3 1095.3 0.907 0.959
08-06-15 68 27.5 10 17.5 17.5 1112.8 1112.8 0.921 0.974
09-06-15 69 24.5 10 14.5 14.5 1127.3 1127.3 0.934 0.987
10-06-15 70 25.2 10 15.2 15.2 1142.5 1142.5 0.946 1.000
11-06-15 71 26.0 10 16.0 1158.5 0.959
12-06-15 72 26.4 10 16.4 1174.9 0.973
13-06-15 73 26.4 10 16.4 1191.3 0.987
14-06-15 74 26.3 10 16.3 1207.6 1.000
Ket : HST = hari setelah tanam, T = suhu udara rata-rata (BMKG), Tb = suhu dasar tanaman
kedelai, SP = satuan panas, AP = akumulasi panas, s = proporsi antara satuan panas
terhadap akumulasi panas, V1 = varietas Dering, V2 = varietas Argomulyo dan nilai AP
yang dicetak merah merupakan akumulasi panas tiap fase perkembangan.
55

Lampiran 6. Deskripsi varietas Argomulyo (Balitkabi 2012)

Dilepas tahun : 1998


Nomor galur :-
Asal : Introduksi dari Thailand, oleh PT .Nestle
Indonesia pada tahun 1988
Nama asal : Nakhon Sawan 1
Daya hasil : 1,5–2,0 t/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna bulu : Coklat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Putih terang
Tipe tumbuh : Determinate
Umur berbunga : 35 hari
Umur saat panen : 80–82 hari
Tinggi tanaman : 40 cm
Percabangan : 3–4 cabang dari batang utama
Bobot 100 biji : 16,0 g
Kandungan protein : 39,4%
Kandungan minyak : 20,8%
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan terhadap Penyakit : Toleran karat daun
Keterangan Sesuai untuk : Bahan baku susu Kedelai
Pemulia : Rodiah S., C. Ismail, Gatot Sunyoto, dan Sumarno
Benih Penjenis (BS) : Dirawat dan diperbanyak oleh BP Karangploso,
Malang
56

Lampiran 7. Deskripsi varietas Dering (Balitkabi 2012)

Dilepas tahun : 25 September 2012


Nomor galur : DV/2984-330
Asal : Silang tunggal var unggul Davros x MLG 2984
Daya hasil : 2.8 ton/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna bulu : Coklat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Coklat tua
Tipe tumbuh : Determinate
Umur berbunga : ± 35 hari
Umur saat panen : ± 81hari
Tinggi tanaman : ± 57 cm
Percabangan : 2 - 6 cabang dari batang utama
Bobot 100 biji : 10,7 g
Kandungan protein : 34,2%
Kandungan minyak : 17.1%
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan hama penggerek polong dan rentan ulat
grayak, tahan penyakit karat daun
Keterangan : Toleran kekeringan selama fase reproduktif
Wilayah adaptasi : Lahan sawah dan lahan kering (tegal)
Pemulia : Suhartina, Purwantoro, N. Nurgahaeni, Suyamto,
Arifin, dan M.Muchlish Adie
Pengusul : Balai penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian
57

Lampiran 8. Pengacakan dan tata letak

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

V1F1I1 V1F2I3 V2F1I1 V2F2I2 V1F2I1 V1F1I3

V1F1I2 V1F2I1 V2F1I3 V2F2I1 V1F2I3 V1F1I1

V1F1I3 V1F2I2 V2F1I2 V2F2I3 V1F2I2 V1F1I2

V2F2I3 V2F1I2 V1F2I2 V1F1I1 V2F1I3 V2F2I2

V2F2I1 V2F1I1 V1F2I3 V1F1I2 V2F1I2 V2F2I1

V2F2I2 V2F1I3 V1F2I1 V1F1I3 V2F1I1 V2F2I3

15 cm Keterangan :

Sampel destruktif
15 cm
Sampel pengamatan
58

Lampiran 9. Gambaran pelaksanaan penelitian

Uji perkecambahan

Kalibrasi sensor solarimeter

Pembuatan naungan dan pengacakan perlakuan


59

Pemasangan sensor dan pengukuran radiasi di luar dan di dalam naungan

Pengukuran radiasi di bawah tajuk

Penimbangan
60

Lampiran 10. Pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman kedelai

Kecambah (2 HST) Kecambah(3 HST) Kotiledon (4 HST)

Vegetatif 1 Vegetatif 2 Vegetatif 3

Pembungaan Berbunga penuh Pembentukan polong


61

Pengisian Biji Biji penuh Pemasakan biji

Biji matang Siap panen Hasil

Biji kedelai varietas Dering dan Argomulyo


62

Lampiran 11. Perbandingan tanaman kedelai tercekam dan tidak tercekam


kekeringan

V1F1I1 V1F1I2

V1F1I3 V2F1I1

V2F1I2 V2F1I3

Pemberian cekaman pada fase vegetatif


63

V1F2I2
V1F2I1

V1F2I3 V2F2I1

V2F2I2
V2F2I3

Pemberian cekaman pada fase generatif


64

Lampiran 12. Penampakan stomata pada kondisi tercekam dan tidak tercekam

Tidak tercekam

Tercekam
65

Lampiran 13. Penampakan panjang akar pada kondisi tercekam dan tidak
tercekam

Dering Dering

2
5
5
2 10 10

Cekaman fase vegetatif Cekaman fase generatif

Argomulyo Argomulyo

5
2 10
2 5 10

Cekaman fase vegetatif Cekaman fase generatif


66

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pattiro Bajo pada 16 April 1991,


merupakan anak pertama dari pasangan ayahanda Andi Basir
dan ibunda Rosmiati. Penulis berasal dari Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan. Pendidikan sarjana ditempuh di Program
Studi Agroteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar sejak
tahun 2009-2013. Skripsi penulis berkaitan dengan
pendugaan kebutuhan air pada tanaman padi dengan
menggunakan model CROPWAT. Selama menjadi
mahasiswa tingkat sarjana, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi di
Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRO) Unhas dan menjadi asisten
praktikum Fisiologi Tumbuhan dan Fisiologi Pasca Panen. Penulis meraih
penghargaan sebagai lulusan terbaik Program Studi Agroteknologi dan lulusan
terbaik Fakultas Pertanian pada tahun 2013. Penulis melanjutkan pendidikan
Pascasarjana di Program Studi Klimatologi Terapan, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2013 dengan
sponsor dari beasiswa BPPDN DIKTI.

Anda mungkin juga menyukai