MATERI POKOK:
A. Deskripsi Materi Pembelajaran
Mata kuliah merupakan mata kuliah dasar kependidikan pada program S-1
kependidikan. Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
dan mengaplikasikan dalam pendidikan tentang:
1. Mengkaji dan mengalisis hakekat peserta didik menurut beberapa pandangan, kedudukan
peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Mengindentifikasi prinsip-prinsip dan tugas pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik.
3. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, karakteristik perbedaan individu,
perkembangan fisik, perseptual dan psikomotorik peserta didik, perkembangan kognitif,
perkembangan bahasa, perkembangan emosi, perkembangan sosial dan kepribadian,
perkembangan nilai dan moral, serta mengembangkan bakat dan kreativitas peserta didik.
4. Implikasi perkembangan terhadap pelaksanaan pendidikan.
1
2
Sebagai seorang pendidik tak lepas kaitannya dengan dunia peserta didik.
Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik merupakan hal yang penting untuk kita
pelajari dan kita pahami selaku calon pendidik. Sebagai calon guru hendaknya memiliki
pengetahuan mengenai perkembangan peserta didik, karena nantinya calon guru akan
berperan dalam pembentukan karakter peserta didik. Calon guru harus memahami dan peka
terhadap masalah yang dihadapi peserta didik. Guru juga ditekankan untuk memahami pada
usia berapa peserta didik mampu berfikir abstrak. Selain itu calon guru harus mampu
memahami setiap tingkahlaku peserta baik dari segi positif maupun negatif dan mampu
memahami setiap kondisi psikologi peserta didik. Hal ini perlu diperhatikan karena akan
berpengaruh terhadap proses belajarnya nanti.
Namun kenyataannya, banyak para pendidik yang belum memahami kondisi-kondisi
perkembangan anak. Sehingga masih ada pendidik yang menerapkan sistem pembelajaran
tanpa melihat perkembangan anak didiknya. Hal ini akan berakibat adanya ketidak
seimbangan antara sistem pembelajaran dengan kondisi perkembangan anak yang akan
menyulitkan anak didik mengikuti kegiatan pembelajaran. Kurangnya pengetahuan calon
guru mengenai perkembangan peserta didik juga akan menyulitkan guru saat mengajar di
kelas nanti, karena salah satu hal yang akan terjadi adalah adanya ketidaksesuain dalam
penyampaian materi dengan kemampuan berfikir dan tingkat pemahaman peserta didik
dalam menangkap pelajaran yang diberikan.
Dalam memahami peserta didik, diperlukan adanya pengetahuan tentang
Perkembangan Peserta Didik (PPD). Karena dengan bekal ilmu PPD diharapkan dapat
membantu calon guru dalam mengambil tindakan saat menghadapi peserta didiknya. Calon
guru juga dapat mengetahui cara menghadapi, memahami, serta menyelesaikan masalah-
masalah yang sering timbul pada peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas nanti.
Dalam PPD juga di jelaskan mengenai prinsip- prinsip perkembangan peserta didik baik
dalam segi pertumbuhan maupun perkembangannya. Dijelaskan juga beberapa hal dalam
proses atau tahap untuk mengetahui faktor perkembangan dan penghambat peserta didik
dengan cara meninjau dari faktor lingkungan, faktor keluarga, maupun faktor sosial dari
peserta didik. Dengan mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan anak didik kita
akan mudah mengetahui sistem pembelajaran yang efektif, efisien, terarah dan sesuai
dengan perkembangan anak didik.
Adapun manfaat dalam mempelajari Perkembangan Peserta Didik adalah sebagai
berikut :
3. Mengetahui pelajaran seperti apa yang sangat dibutuhkan dan yang kurang dibutuhkan.
Memang dengan mengetahui karakteristik peserta didik, guru dapat lebih dalam
mengetahui pelajaran apa yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik.
5. Dapat mengendalikan diri agar tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang
lainnya.
Terkadang dalam proses pembelajaran di kelas, tidak sedikit guru yang
membedakan peserta didik. Dengan memahami Perkembangan Peserta Didik guru akan
sadar bahwa setiap peserta didik memiliki kemampuan motorik maupun psikomotorik
yang berbeda-beda antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.
E. SUMBER (REFERENSI)
1. Ali, M & Asrori, M 2005. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Bumi Aksara.
2. Fudyartanta, K. 2004. Tes bakat dan Perskalaan Kecerdasan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
3. Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
4. Goode, C. B. 2005. Optimizing Your Child’s Talent. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Kelompok Gramedia.
5. Harjaningrum, A. T., dkk. 2007. Peranan Orang Tua dan Praktisi dalam Membantu
Tumbuh Kembang Anak Berbakat melalui Pemahaman teori dan Trend Pendidikan.
Jakarta: Prenada.
7. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
8. Kunandar. 2007. Guru profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
9. Learner, R. M. & Hultsch, D. F. 1983. Human Development: A Life-Span Perspective.
10. Mazur, J. E. 2003. Learning. Microsoft Encarta 2003.
11. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. 2006. Psikologi Perkembangan
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
12. Gregory G. Young. 2012. Membaca Kepribadian Orang. Jogjakarta: Penerbit Think.
4
13. Hurlock E.B. 2002. Perkembangan Anak Jilid 1 & 2 a.b. Meitasari Tjandrasa dan
Muslichah. Jakarta: Erlangga.
14. Hurlock E.B. 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan. Alih Bahasa Istiwidayanti. Jakarta: Penerbit Erlangga.
15. Hurlock E.B. 2002. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa Istiwidayanti.
Jakarta. Penerbit Erlangga.
16. Kartini Kartno. 2005. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Penerbit
Mandar Maju.
17. Paul Ekman. 2013. Emotions Revealed: Understanding Faces and Feelings Pedoman
Membaca Emosi Orang. Alih Bahasa Abdul Qadir.S. Jogjakarta: Penerbit Think.
18. Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa: Shinto D.
Adelar & Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.
19. Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development-Perkembangan Masa Hidup. Jilid 1 & 2.
Alih Bahasa Ahmad Chusairi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
20. Paul Henry Mussen, dkk.2014. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Alih Bahasa: dr.
Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
21. Desmita, 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pt. Remaja Roda
Karya.
22. Yusuf LN, H. Syamsu, Dr., M.Pd. 2006. Psikoogi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
MATERI PEMBELAJARAN KE-2 DAN 3
MATERI POKOK:
A. Konsep Dasar Perkembangan
B. Manifestasi Perkembangan
Lain halnya dengan segi-segi psikis yang relatif sulit untuk identifikasinya, karena
kita hanya dapat mengamati dan sampai batas tertentu mengukur manifestasi perkembangan
tersebut secara tidak langsung dalam bentuk atau wujud prilaku yang sebenarnya, pula
tergantung dan dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan aspek fisiknya. Beberapa di
antara bentuk atau wujud perkembangan prilaku tersebut, antara lain:
- perkembangan perseptual (pengamatan ruang, pengamatan wujud situasi);
- perkembangan penguasaan dan kontrol motorik (koordinasi pengindraan dan gerak);
- perkembangan penguasaan pola-pola keterampilan mental fisis (cerdas, tangkas, dan
cermat);
- perkembangan pengetahuan, bahasa, dan berfikir.
Ada dua cara pendekatan utama dalam memahami perkembangan prilaku dan pribadi
individu yang manifestasinya seperti tersebut di atas itu, pendekatan longitudinal dan cross
sectional.
Pendekatan longitudinal dipergunakan untuk memahami perkembangan prilaku dan
pribadi seseorang atau sejumlah kasus tertentu (mengenai satu atau sejumlah aspek prilaku
atau pribadi tertententu) dengan mengikuti proses perkembangannya dari satu titik waktu
atau fase tertentu ke titik waktu atau fase yang berikutnya. Oleh karena itu tekniknya dapat
berbentuk case study (studi kasus), history, autobiografi, eksperimentasi, dan sebagainya.
Sedangkan pendekatan cross sectional biasanya digunakan untuk memahami suatu
aspek atau sejumlah aspek atau perkembangan tertentu pada suatu atau beberapa kelompok
populasi subyektif tertentu secara serempak pada saat yang sama. Oleh karena itu teknik,
yang sesuai dengan pendekatan ini, antara lain teknik survey. Sudah barang tentu sampai
batas-batas tertentu dapat digunakan secara kombinasi atau elektris dengan pendekatan
longitudinal.
Berkenaan dengan proses perkembangan ini ada tiga hal secara esensial untuk
difahami, ialah: sejak kapan dimulai dan berakhirnya, faktor-faktor apa yang
mempengaruhinya, serta bagaimana berlangsungnya proses tersebut.
Secara faktual perkembangan bukan dimulai sejak kelahiran seseorang dari rahim
ibunya, melainkan sejak terjadinya konsepsi ialah saat berlangsungnya pembuahan
(pertemuan sperma dan sel telur atau ovum) yang menghasilkan benih manusia (zygote)
yang kemudian berkembang menjadi organisme (embryo) sebagai calon (prototype) manusia
yang dikenal sebagai fetus (bayi dalam kandungan). Pada umumnya setiap fetus
memerlukan waktu sekitar sembilan atau 266 hari (Lefrancois, 1975:179) sampai matang
(mature) lahir (natal).
Variasi individual memang ada, ada yang lebih awal (premature) dari tersebut, dan
ada pula yang lebih lambat (late mature), tergantung kondisinya. Mulai sejak lahir bayi
menjalani masa kanak-kanak, remaja, dewasa sampai hari tuanya yang pada umumnya
memerlukan waktu (life span) sekitar 60-70 tahun yang sudah barang tentu bervariasi pula
sesuai dengan kondisi yang memungkinkannya.
Ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan individu, ialah:
faktor pembawaan (heredity) yang bersifat alamiah (nature), faktor lingkungan
(environment) yang merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses
perkembangan (nurture), dan faktor waktu (time) yaitu saat-saat tibanya masa peka atau
kematangan (maturation).
3
40;0
15;0
0;0
2. Hurlock (1952)
3. J. Piaget (1961)
Stage Age
a. Sensorimotor 0 - 2 years
b. Preoperational 2 - 7 years
- Preconceptual 2 - 4 years
- Intuitif 4 - 7 years
c. Concrete operations 7 -11 years
d. Formal operations 11 -15 years.
4. Erickson (1963)
Dari kelima model pentahapan itu nampak variasi, ada yang menitik beratkan
pada segi penamaan fasenya berikut indikatornya, waktunya dan indikatornya, nama
fasenya dan waktunya di samping yang selengkapnya.
Hukum Implikasi
Hukum Implikasi
G. Tugas
1. Jelaskan dengan kata-kata sendiri tentang konsep dasar perkembangan prilaku dan
pribadi dengan manifestasinya, serta beberapa cara pendekatan?
2. Jelaskan proses perkembangan prilaku dan pribadi, serta tunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya?
3. Bandingkan secara skematik tentang beberapa sistem pentahapan perkembangan prilaku
dan pribadi dengan karakteristiknya?
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa hukum perkembangan prilaku dan pribadi serta
kemungkinan-kemungkinan implikasinya bagi pendidikan?
H. Referensi
Cranbach, L.J. 1963. Educatonal Psychology. New York: Harcout, Brace and World..
Crow, L.D. and Crow, A. 1956. Development and Learning. New York: American Book Co.
Di Vesta, F.J. and Thompson, G.G. 1970. Educational Psychology: Instruction and
Behavior Change. New York: Merdith Co.
Gage, N.L. and Berliner, C.D. 1975. Educational Psychology. Chicago: Rand Mc. Nally,
Section F.
Henderson, D. And Phelps, H.A. 1952. Contemporary Social Problems. New York: Prentice
Hall.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Lefrancois, G.R. 1975. Psycology of Teaching. Belmont California: Wadsworth Publishing
Co.
Loree, M.R. 1970. Psychology of Education. New York: The Ronald Press.
MATERI PEMBELAJARAN KE-4
MATERI POKOK:
Teori perkembangan adalah teori yang menfokuskan pada perubahan-perubahan dan
perkembangan struktur jasmani (biologis), perilaku dan fungsi mental pada manusia dalam
berbagai tahap kehidupannya, mulai dari konsepsi hingga menjelang kematiannya. Teori
perkembangan sangat mempengaruhi individu. Dengan mempelajari perkembangan individu
atau organisme, maka kita akan mengetahui bagaimana karakteristik perkembangan dan
persoalan kontemporer alam perkembangan individu. Seperti bagaimana karakteristik individu
pada usia anak-anak awal dan persoalan apa sajakah yang berkaitan dengan usia tersebut.
Perkembangan individu melalui tahap psikososial dan tahap-tahap perkembangan
tersebut terus berlanjut sampai individu tersebut mati, dan perubahan setiap tahap perkembangan
menjadi siklus kehidupan individu. Krisis pada rentang perkembangan individu merupakan
penunjang untuk peningkatan potensi pada individu, semakin berhasil individu mengatasi krisis,
akan semakin sehat perkembangan individu tersebut.
A. Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalisis klasik merujuk pada istilah yang dipopulerkan oleh Freud. Secara
garis besar, teori ini menyatakan bahwa “ketidaksadaran” pada individu memiliki peran
yang utama dalam diri seseorang. Dengan landasan teori ini, Freud melakukan pengobatan
mereka yang menderita gangguan psikis. Teori Psikoanalisis Freud telah menjadi teori yang
paling banyak digunakan dan dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori ini digunakan
untuk meneliti kepribadian seseorang terhadap proses psikis yang tidak terjangkau oleh hal
yang bersifat ilmiah.
Dengan metode psikoanalisis, Freud bermaksud mengembalikan struktur kepribadian
pasien dengan cara memunculkan kesadaran yang tidak ia sadari sebelumnya. Adapun
proses terapi ini berfokus pada pendalaman pengalaman yang dialami pasien saat masih
kanak-kanak.
Struktur kepribadian menurut Sigmund Freud dibagi menjadi tiga aspek yaitu: id,
ego dan superego.
5. Id
Id berasal dari kata latin “Is” yang artinya es. Kepribadian ini disebut Freud
sebagai kepribadian bawaan lahir. Didalamnya terdapat dorongan yang didasari
pemenuhan biologis guna kepuasan bagi dirinya sendiri. Karakter khas pada aspek ini
adalah tidak adanya pertimbangan logis dan etika sebagai prinsip pengambilan
keputusan. Lebih sederhana, id berwujud pada gambaran nafsu, hasrat seksual dan
perasaan superior (ingin berkuasa).
6. Ego
Aspek kepribadian ini terjadi akibat pengaruh yang ia dapatkan dari apa yang
terjadi didunia/lingkungannya. Ciri khas dari aspek ini, ego mengatur id dan juga
superego untuk pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kepentingan kepribadian yang
terlibat. Artinya, berbeda dengan id yang hanya mementingkan diri sendiri, ego
merupakan aspek yang mementingkan keperluan lebih luas (tidak hanya dirinya).
1
2
7. Superego
Aspek kepribadian yang satu ini akan lekat kaitannya moral atau nilai kehidupan.
Ranah superego berisi tentang batasan untuk membedakan mana yang baik dan yang
buruk. Dengan kata lain, superego memiliki peran penting untuk menjadi penengah
antara id an ego. Ia menjadi penyekat dari sinyal yang dikirimkan aspek id serta
memotivasi ego untuk melakukan hal yang menjunjung moralitas.
1. Fase Infatile
Tahapan ini berlangsung sejak anak lahir hingga berusia 5 tahun. Naluri seks
menjadi hal yang utama dalam pembentukan kepribadian anak tersebut. Pada range usia
ini, Freud mengklasifikasikan fase infantil menjadi tiga fase lagi, yaitu :
Lorenz dan Nikolas, dua orang pendiri gerakan etologi, mengidentifikasi empat
kearakteristik tingkah laku bawaan, yaitu (a) universal, (b) stereotip, (c) bukan hasil belajar,
dan (d) sangat minim sekali dipengaruhi lingkungan. Para etologis menggambarkan
bagaimana urutan-urutan yang kompleks dari respon bawaan dipicu oleh stimulus dalam
lingkungan dan agaimana mekanisme bawaan, seperti imprinting mempengaruhi proses
belajar.
Etologi adalah studi tentang tingkah laku manusia dan hewan dalam konteks evolusi.
Teori etologis dikemukakan antara lain Darwin, Lorenz Tindbergen, dan Bowlby. Charles
Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh seleksi
alam. Seleksi alam tidak hanya terjadi pada fisik seperti warna kulit, namun juga pada
beragam tingkah laku. Konrad Lorenz (1903-1989) dan Niko Tindbergen (1907-1988)
menyatakan insting ikut berkembang karena menjadi adaptif dalam lingkungan tertentu dan
insting memerlukan lingkungan yang tepat untuk berkembang dengan benar (Crain,
2007:64). Jhon Bowlby (1907-1990) perkembangan manusia ditentukan lingkungan yang
diadaptasinya. Untuk mendapatkan perlindungan anak-anak harus mengembangkan tingkah
laku kemelekatan (attachment) yaitu sinyal yang mempromosikan dan mempertahankan
kedekatan anak dengan pengasuhnya (Bowlby, 1982:182).
Penerapan dalam pembelajaran dapat dilakukan apabila kita ingin mengetahui
apakah siswa itu selama ini ia melakukan proses belajar secara dangkal atau melakukan
proses belajar secara mendalam yang dilakukan melalui pemberian tugas kepada mereka
untuk dianalisis. Misalnya siswa diberikan tugas untuk melakukan kritikal review tentang
sebuah artikel, maka di bawah artikel tersebut harus disertakan dengan beberapa pertanyaan
yang bervariasi mulai dari pertanyaan sederhana tentang apa konsep, tema dan sub tema dari
artikel tersebut, sampai dengan bagaimana posisi dan pandangan penulis terhadap persoalan
yang diangkat dalam artikel tersebut.
Berdasarkan pertanyaan yang sudah dimuat pada akhir dari artikel tersebut, maka
dapat diidentifikasikan dari jawaban siswa kelompok-kelompok yang belajar secara dangkal
dan kelompok-kelompok yang belajar secara mendalam. Jika dari hasil analisis jawaban
yang diberikan lebih dominan pada pengungkapan fakta-fakta dari apa yang terdapat dalam
artikel tersebut, maka mereka tergolong ke dalam belajar secara dangkal. Jika mereka
menganalisis lebih jauh dari sekedar fakta, misalnya lebih mengarah pada makna secara
kualitatif dari apa yang dianalisisnya dari artikel tersebut maka mereka tergolong ke dalam
belajar secara mendalam.
1. Konsep
Pendekatan metodologis dalam etologi (pendekatan yang memahami tingkah laku
dengan setting yang alamiah). Konsepnya:
a. Mengetahui informasi tentang orang tersebut sebanyak mungkin
b. Mengamati tingkah laku khasnya
c. Membandingkan dengan tingkah laku orang yang lain.
2. Penerapan
Etologi menekankan pada proses psikologis yang berinteraksi dengan
pengalaman. Kematangan fisik, termasuk perubahan hormonal, perkembangan
lokomotor, dan peningkatan efisiensi sistem saraf menandai pentingnya periode sensitif.
Sebagai tambahan dari perubahan psikologis sepanjang rentang kehidupan,
terdapat kemampuan belajar yang innate (yang umum & spesifik). Kemampuan ini
terkait dengan tingkah laku insting, yaitu tingkah laku yang tidak pernah dipelajari dan
muncul karena stimulus eksternal tertentu.
7
Contohnya: tindakan penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena dapat
merespon kapanpun jika anak anaknya berada dalam bahaya. Kemampuan belajar yang
dibangun sampai sistem saraf inilah yang memungkinkan organisme dapat belajar dari
pengalamannya. Etologis juga mempelajari perilaku yang dipelajari (learned behavior)
yang ditujukan untuk adaptasi.
a. Penerapan pertama
Merespon kepada seseorang. Penerapan ini akan terjadi pada bayi lahir sampai
berusia 3 bulan. Fokus hanya terhadap orang orang yang dikenalnya. Penerapan ini
terjadi pada bayi berusia 3 sampai 6 bulan. Hal ini terjadi karena adanya intensitas
aktivitas antara bayi dan orang orang yang sering berinteraksi dengannya, sehingga
bayi mulai dapat membedakan antara orang yang dikenal dan yang tidak. Kelekatan
yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif terhadap orang orang sekitarnya.
Penerapan ini terjadi saat bayi berusia 6 bulan sampai 3 tahun.
b. Menunjukkan tingkah laku persahabatan
Pada penerapan ini anak mulai menunjukkan sikap kelekatan dan ketertarikan
terhadap teman sebayanya dan orang orang yang baru ditemuinya. Penerapan ini
terjadi pada usia 3 tahun sampai akhir masa kanak kanak. Kelekatan seorang anak
mengikuti arah yang serupa dengan proses pencetakan (imprinting) pada
perseorangan. Imprinting adalah proses dimana perseorangan belajar stimuli pemicu
untuk melepaskan insting insting sosial mereka.
Pada manusia, kita dapat mengamati proses serupa, meskipun berkembang
sangat lambat. Selama minggu minggu pertama hidupnya bayi tidak bisa secara aktif
mengikuti objek lewat keinginan mereka sendiri melainkan hanya melakukan respon
sosial langsung kepada orang orang. Namun, sejak usia 3 bulan mereka mulai
mempersempit kemelekatan mereka hanya kepada beberapa orang, dan akhirnya pada
satu orang saja.
F. Tugas-tugas:
1. Jelaskan tentang kesadaran dan kepribadian menurut salah satu tokoh psikoanalisis yaitu
Sigmund Freud? Kemudian sebut dan jelaskan tahap perkembangan dorongan menurut
Freud?
2. Jean Piaget menyatakan bahwa individu atau organisme mengalami beberapa tahapan
perkembangan kognitifnya. Sebutkan dan jelaskan?
3. Menurut teori belajar Behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku, dimana
individu dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah
laku. Jelaskan dan berikan contoh?
4. Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku
melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang
diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau
pembelajaran melalui pengamatan. Jelaskan?
5. Jelaskan bagaimana penerapan teori etologi dalam pembelajaran?
6. Mnurut teori belajar ekologi, bahwa belajar atau lingkungan berakar dari asumsi bahwa
tingkah aku anak diperoleh melalui pengkondisian (conditioning) dan prinsip-prinsip
belajar. Jelaskan prinsip-prinsip dan tipe-tipe pengkondisian dalam belajar.
G. Referensi:
1. Nativisme
Schoupenhauer adalah salah seorang tokoh teori Nativisme. Penganut teori
Nativisme berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia membawa faktor-faktor
turunan (heredity) yang dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya. Faktor turunan
yang dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya itu dikenal pula dengan istilah
dasar (nature). Bagi penganut teori Nativisme bahwa dasar (nature) ini dipandang sebagai
satu-satunya penentu perkembangan individu.
Penganut teori Nativisme umumnya mempertahankan konsepsinya dengan
menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya.
Contoh: apabila ayahnya terampil melukis, maka anak-anaknya pun diyakini akan
terampil melukis; jika orang tuanya pandai dalam bidang sains, maka anakanaknya pun
diyakini akan memiliki kepandaian dalam bidang sains; dsb.
Teori Nativisme memberikan implikasi yang tidak kondusif terhadap pendidikan.
Teori Nativisme tidak memberikan kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengubah
kepribadian peserta didik. Berdasarkan hal itu, peranan pendidikan atau sekolah sedikit
sekali dapat dipertimbangkan untuk dapat mengubah perkembangan peserta didik. Teori
demikian dipandang sebagai teori yang pesimistis terhadap upaya-upaya pendidikan
untuk dapat mengubah atau turut menentukan perkembangan individu.
Teori Nativisme tidak dapat dipertahankan kebenarannya.Teori Nativisme
tidaklah dapat kita diterima, baik sebagai asumsi dalam ilmu pendidikan maupun dalam
praktik pendidikan. Sebab, jika teori Nativisme kita terima sebagai suatu asumsi, jika kita
menerima sebagai sesuatu kebenaran bahwa perkembangan individu semata-mata
tergantung pada dasar, maka konsekuensinya bahwa sekolah sepantasnya dibubarkan
saja. Para orang tua, para guru dan siapapun tidak perlu melakukan pendidikan, sebab
pendidikan dipandang tidak akan berfungsi untuk dapat mengubah keadaan anak, anak
akan tetap sesuai dasar yang dimilikinya. Namun demikian, hal tersebut bertentangan
dengan realitas yang sesungguhnya, karena terbukti bahwa sejak dulu hingga sekarang
para orang tua dan para guru, baik di rumah maupun di sekolah, mereka mendidik anak-
anak/siswa-siswanya karena pendidikan itu terbukti merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dan harus dilakukan dalam rangka membantu anak/siswa agar
berkembang ke arah yang di harapkan. Dengan demikian, teori Nativisme tidak dapat
dipertahankan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak perlu diadopsi
secara keseluruhannya.
2
2. Empirisme
John Locke dan J.B. Watson adalah tokoh teori Empirisme. Sebagai penganut
Empirisme Locke dan Watson menolak asumsi Nativisme. Penganut Empirisme
berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis
yang belum ditulisi (as a blank slate atau tabula rasa). Individu lahir ke dunia tidak
membawa ide-ide bawaan. Penganut Empirisme meyakini bahwa setelah kelahirannya,
faktor penentu perkembangan individu ditentukan oleh faktor lingkungan/
pengalamannya. Faktor penentu perkembangan individu yang diyakini oleh penganut
empirisme dikenal pula dengan istilah ajar (nurture). Perkembangan individu tergantung
kepada hasil belajarnya sedangkan faktor penentu utama dalam belajar sepenuhnya
berasal dari lingkungan (Yelon and Weinstein, 1977). Dengan demikian, mereka tidak
percaya kepada faktor turunan atau dasar (nature) yang dibawa sejak lahir sebagai
penentu perkembangan individu. Sebaliknya, mereka meyakini pengalaman/lingkungan
atau ajar (nurture) itulah satu-satunya faktor penentu perkembangan individu.
Implikasi teori Empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan
sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik; tanggung
jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik. Teori Empirisme memberikan
implikasi yang bersifat optimistis terhadap pendidikan untuk dapat sepenuhnya
mempengaruhi atau menentukan perkembangan individu seperti apa yang diharapkan
pendidik. Hal ini sebagaimana dikemukakan J. B. Watson:
"Give me a dozen healthy infants, well-formed, and my own specified world to
bring them up in and I'll guarantee to take any one at random and train him to
become any type specialist. I might select doctor, lawyer, artist, mechant-chief, and
yes even beggar-man and thief, regardless of his talents, pencahnts, tendencies,
abilities, vocations, and race of his ancestors" (Edward. J. Power, 1982).
Berdasarkan uraian di atas, dapat Anda pahami bahwa para penganut teori
Empirisme begitu optimis dengan pendidikan sebagai upaya yang dapat diandalkan
dalam rangka membentuk individu/siswa. Apakah teori Empirisme ini dapat
dipertahankan kebenarannya? Sebagaimana dikemukakan Sumadi Suryabrata (1990:187-
188) bahwa “jika sekiranya konsepsi Empirisme ini memang benar, maka kita akan dapat
menciptakan manusia ideal sebagaiman kita cita-citakan asalkan kita dapat menyediakan
kondisi-kondisi yang diperlukan untuk itu. Tetapi kenyataan membuktikan hal yang
berbeda daripada yang kita gambarkan itu”.
3. Teori Konvergensi
Tokoh teori Konvergensi antara lain William Stern dan Robert J. Havighurst.
Mereka berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh dasar (nature) atau
faktor turunan (heredity) yang dibawa sejak lahir maupun oleh faktor ajar (nurture) atau
lingkungan/pengalaman. Misalnya, Havighurst menyatakan bahwa "karakteristik tugas
perkembangan pada masa bayi dan anak kecil adalah biososial. Sebab, perkembangan
anak adalah berdasarkan kematangan yang berangsur-angsur dari organ tubuhnya
(biologis), dan berhasil tidaknya dalam tugas perkembangan itu tergantung kepada
lingkungan sosialnya (Robert J. Havighurst, 1953). Penelitian yang dilakukan beberapa
ahli juga menunjukkan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh interaksi dengan
cara yang kompleks dari faktor hereditas dan faktor lingkungan (Yelon and Weinstein,
1977).
Implikasi teori Konvergensi terhadap pendidikan yakni memberikan
kemungkinan bagi pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai
dengan apa yang diharapkan, namun demikian pelaksanaannya harus tetap
memperhatikan faktor-faktor hereditas peserta didik: kematangan, bakat, kemampuan,
keadaan mental,dsb. Kiranya teori konvergensi inilah yang cocok kita terapkan dalam
praktek pendidikan.
3
Perlu diketahui bahwa setiap anak usia dini menjalin kelekatan dengan pengasuh
pertamanya yang kemudian perlu diperluas hubungan ini apabila dunia hubungan dengan
lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu dibantu dalam menjalin hubungan dengan
lingkungannya agar mereka secara emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan
kepuasan dalam hidupnya, dan sehat secara mental dan fisik.
3. Faktor lingkungan. Emosi anak akan positif jika lingkungan juga positif dan sebaliknya.
Faktor lingkungan ini terbagi tiga, yakni:
a. Lingkungan Keluarga. Keluarga berfungsi sebagai dalam menanamkan dasar- dasar
pengalaman emosi anak. Dasar-dasar pengelolaan emosi yang dimiliki anak dimulai
dari keluarga. Diantara factor yang banyak berpengaruh yakni status ekonomi
keluarga, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua.
b. Lingkungan tempat tinggal, berupa kepadatan penduduk, angka kejahatan, fasilitas
rekreasi dan bermain anak.
c. Lingkungan sekolah, berupa keharmonisan antara guru dan peserta didik, atau antara
peserta didik dengan teman sebayanya.
Sama halnya dengan perkembangan emosi, perkembangan sosial peserta didik juga
pun dipengaruhi beberapa faktor (Mayar, 2013; Tirtayani, dkk, 2014), yaitu:
1. Faktor individu
Faktor individu ini termasuk kematangan. Bersosialisasi memerlukan kematangan
fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan
menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Faktor yang lainnya berupa kapasitas mental yang terdiri dari emosi dan
intelegensi. Kemampuan berpikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi
perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan
intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika
perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan
perkembangan sosial anak.
Selain itu, factor yang berpengaruh terhadap perkembangan social yakni factor
agama dan moral. Hal ini telah di temukan dalam beberapa hasil penelitian, dalam
penelitian ditemukan bahwa aturan agama dan moral kebanyakan masyarakat
menekankan kewajiban untuk menolong orang lain. Penelitian lain menyatakan bahwa
kadar keagamaan dapat meramalkan perilaku sosial dalam proyek jangka panjang seperti
organisasi. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa pengaruh pada perilaku
sosial bukanlah seberapa kuatnya ketaatan beragam itu sendiri, melainkan bagaimana
kepercayaan atau keyakinan orang yang bersangkutan.
2. Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan
oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap
lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Untuk mencapai
kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang
lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui kesempatan atau pengalaman bergaul
dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya ataupun
orang dewasa lainnya.
7
Peserta didik akan mulai melihat dan memasukkan nilai-nilai yang ada dilingkungan
sekitarnya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, termasuk dari
gurunya. Figur guru sangat penting bagi peserta didik untuk hadir sebagai teladan. Semua
aspek diatas memilki peran yang penting dalam perkembangan moral dan spritual peserta
didik yang kadarnya atau besarnya pengaruh yang bergantung pada usia atau kebiasaan dari
peserta didik (Baharuddin, 2011).
Secara keseluruhan, dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-
nilai hidup tertentu, banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu:
1. Lingkungan keluarga
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan moral
seseorang. Biasanya tingkah laku seseorang berasal dari bawaan ajaran orang tuanya.
Orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa
kecil, kemungkinan besar mereka tidak mampu mengembangkan superegonya sehingga
mereka bisa menjadi orang yang sering melakukan pelanggaran norma.
2. Lingkungan sekolah
Di sekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat
sehingga mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang baik dan boleh dilakukan.
Tentunya dengan bimbingan guru. Anak-anak cenderung menjadikan guru sebagai model
dalam bertingkah laku, oleh karena itu seorang guru harus memiliki moral yang baik.
3. Lingkungan pergaulan
Dalam pengembangan kepribadian, faktor lingkungan pergaulan juga turut
mempengaruhi moral seseorang. Pada masa remaja, biasanya seseorang selalu ingin
mencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada rasa tidak enak apabila menolak ajakan
teman. Bahkan terkadang seorang teman juga bisa dijadikan panutan baginya.
4. Lingkungan masyarakat
Masyarakat sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan
moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu
sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggar- pelanggarnya.
5. Faktor genetis, atau pengaruh sifat-sifat bawaan atau hereditas yang ada pada pada diri
peserta didik. Hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu, dan diwariskan
orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki
individu sejak masa konsepsi (pertumbuhan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari
pihak orang tua melalui gen-gen. Pentingnya faktor keturunan dinyatakan Rasulullah
dalam sebuah hadist “lihatlah kepada siapa anda letakkan nutfah (sperma) anda, karena
sesungguhnya asak (al-I’rq) itu menurun kepada anaknya”. Pengertian hadist tersebut
mengatakan bahwa sifat orang tua baik bapak maupun ibu sangat berpengaruh penting
dalam pewarisan sifat yang dimiliki oleh sang anak. Selanjutnya Rasulullah SAW
bersabda dalam memilih jodoh perhatikan empat hal yaitu kecantikan, kekayaan,
keturunan, dan agama, tapi utamakanlah agamanya karena kecantikan akan pudar,
kekayaan akan habis, dan keturunan hanya membawa popularitas semata, sedangkan
agama akan mempengaruhi seluruh kepribadiannya. Kekuatan agama yang ada pada diri
seseorang akan mempengaruhi seluruh kepribadiannnya. Kekuatan agama yang ada pada
diri seseorang akan dapat mengantarkannya pada ketentraman hidup. Jiwa keagamaan
memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun-
temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup
kognitif, afeksi dan konatif. Tetapi dalam penelitian terhadap janin bahwa makanan dan
perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya.
10
F. Latihan-latihan
G. Daftar Pustaka
Keterampilan motorik dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Keterampilan motorik
halus, seperti keterampilan kecekatan jari, menulis, menggambar, menangkap bola dan
sebagainya; (2) Keterampilan motorik kasar, meliputi kegiatan-kegiatan otot seperti
berjalan, berlari, naik dan turun tangga, melompat dan sebagainya. Perkembangan
keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi
secara keseluruhan.
Pada perkembangan peserta didik, perkembangan fisik-motorik memegang peran
yang sangat penting sebab proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan
mereka pada masa mendatang. Selain itu mempengaruhi aspek perkembangan yang lainnya,
misalnya perkembangan kognitif, sosial, dan emosi. Bukankah selama ini kita kenal
pribahasa “Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Bagi peserta didik yang
usia remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal secara langsung mampu
mempengaruhi keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan pengaruhnya secara tidak
langsung, berupa berpengaruh terhadap cara pandang atau penyesuaian diri anak tersebut
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Kuhlen dan Thomphson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya
pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk
aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri dari lawan jenis; dan (4)
Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.
Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh
melalui kegiatan yang terkoordinasi antara saraf pusat dan otot. Dimulai dengan gerakan
kasar yang melibatkan bagian besar dari tubuh, seperti duduk, berjalan, berlari, meloncat,
dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi gerakan halus, seperti meraih,
memegang, melempar, dan sebagainya yang keduanya diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari sebagai suatu yang wajar. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kemampuan otomatis,
sehingga perkembangannya kurang diperhatikan. Pencapaian kemampuan tersebut
mengarah pada pembentukan keterampilan.
Keterampilan motorik dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Keterampilan motorik
halus, seperti keterampilan kecekatan jari, menulis, menggambar, menangkap bola dan
sebagainya; (2) Keterampilan motorik kasar, meliputi kegiatan-kegiatan otot seperti
berjalan, berlari, naik dan turun tangga, melompat dan sebagainya. Perkembangan
keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi
secara keseluruhan.
Pada perkembangan peserta didik, perkembangan fisik-motorik memegang peran
yang sangat penting sebab proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan
mereka pada masa mendatang. Selain itu mempengaruhi aspek perkembangan yang lainnya,
misalnya perkembangan kognitif, sosial, dan emosi. Bukankah selama ini kita kenal
pribahasa “Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Bagi peserta didik yang
usia remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal secara langsung mampu
mempengaruhi keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan pengaruhnya secara tidak
langsung, berupa berpengaruh terhadap cara pandang atau penyesuaian diri anak tersebut
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth)
merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu, yang meliputi meliputi
perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-
perubahan dalam cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan
keterampilan motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
5
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth)
merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu, yang meliputi meliputi
perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-
perubahan dalam cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan
keterampilan motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
Puncak dari perkembangan psikomotorik terjadi pada masa ini. Latihan merupakan
hal penentu dalam perkembangan psikomotorik. Melalui latihan yang teratur dan
terprogram, keterampilan yang maksimal akan dapat ditingkatkan dan dipertahankan.
Karakteristik perkembangan psikomotorik ditandai dengan peningkatan keterampilan dalam
bidang tertentu. Semua sistem gerak dan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya
perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif,
emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik,
namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan
sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan
karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama
yang dialami oleh remaja.
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika
mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja
tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan atau
keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan
fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang
lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang
percaya diri. Pertumbuhan proporsi tubuh pada masa remaja tidak selalu sesuai dengan
harapan remaja. Anak laki-laki dan anak perempuan cenderung menjadi lebih gemuk pada
masa remaja (Hurlock, 1980: 188). Remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua
atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha.
6
Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang
berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, merokok, dan perilaku makan
yang berlebihan atau diet yan berlebihan. Lebih lanjut, ketidakpuasan akan bentuk tubuh
sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia.
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem
yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan
terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah
karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan bereksplorasi. Perubahan hormonal
selama masa remaja membuat doronga seksual meningkat, sehingga remaja mungkin sulit
mengendalikan diri (Hasan, 2006:112). Hal ini juga menjadi sulit ketika remaja tidak percaya
diri dengan penampilannya.
Untuk perkembangan fisik dan psikomotorik ini, penulis tekankan adalah stimulasi
anak menggunakan permainan yang melibatkan gerakan fisik dan psikomotorik. Alasannya
karena bermain merupakan salah satu kebutuhan dan hak dasar anak yang wajib dipenuhi
oleh orang dewasa disekitar anak, termasuk wajib dipenuhi oleh guru. Apabila kesempatan
anak untuk bermain hilang atau berkurang maka akan hilang atau berkurang pulalah
kesempatan anak untuk belajar dengan cara yang alami dan menyenangkan. Permainan yang
sebaiknya digunakan berupa permainan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh
agar otot-otot tumbuh kuat. Anak juga dapat menyalurkan tenaga/energi yang berlebihan
sehingga tidak merasa gelisah. Begitu juga supaya perkembangan motorik halus dan motorik
kasarnya bisa optimal. Sangat berbeda ketika peserta didik hanya main game melalui
handphone, hanya jari-jarinya yang bergerak sehingga fisik dan psikomotoriknya kurang
dapat tumbuh optimal.
Pemahaman terhadap perkembangan fisik dan psikomotorik peserta didik berguna
untuk para pendidik dalam menyusun desain pembelajaran yang tepat sesuai dengan
kebutuhan anak.
E. Tugas
1. Jelaskan definisi perkembangan fisik dan psikomotorik?
2. Jelaskan beberapa karakteristik perkembangan fisik dan psikomotorik?
3. Bagaimanakah implikasi perkembangan fisik dan psikomotorik peserta didik sebagai
generasi milenial dalam pembelajaran?
4. Bagaimana pertumbuhan fisik dapat berpengaruh pada pertumbuhan psikologi?
5. Jelaskan, adakah perbedaan antara pertumbuhan fisik remaja laki-laki dengan remaja
perempuan secara psikologi?
F. Daftar Pustaka
MATERI POKOK:
A. Definisi Perkembangan Emosi dan Sosial Peserta Didik
Sebelum memulai pembelajaran pada kegiatan kali ini, silahkan Anda melakukan
refleksi pada diri sendiri. Jenis emosi positif atau negatif apa yang paling sering Anda alami
satu bulan terakhir? Kondisi/situasi seperti apa sehingga mengalami emosi tersebut? Apakah
emosi itu Anda inginkan atau tidak inginkan? Hal/kegiatan apa yang Anda lakukan untuk
mempertahankan atau menghilangkan emosi itu? Silahkan Anda refleksi terhadap peserta
didik.
1. Jenis emosi apa yang paling sering dialami peserta didik Anda selama satu bulan terakhir?
2. Kondisi/situasi seperti apa sehingga mereka mengalami emosi yang dimaksud?
3. Apakah emosi itu yang mereka alami adalah hal yang diinginkan atau tidak inginkan
terjadi?
4. Hal/kegiatan seperti apa yang Anda lakukan setelah selesai refleksi untuk diri sendiri,
maka lakukan sebagai seorang guru untuk mempertahankan atau menghilangkan emosi
yang mereka alami?
Setelah selesai refleksi untuk diri sendiri, maka silahkan Anda refleksi terhadap
peserta didik. Jenis emosi apa yang paling sering dialami peserta didik Anda selama satu
bulan terakhir? Kondisi atau situasi seperti apa sehingga mereka mengalami emosi yang
dimaksud? Apakah emosi itu yang mereka alami adalah hal yang diinginkan atau tidak
inginkan terjadi? Hal/kegiatan seperti apa yang Anda lakukan sebagai seorang guru untuk
mempertahankan atau menghilangkan emosi yang mereka alami?
Jawaban dari pertanyaan di atas tentunya beragam. Namun memiliki kesamaan
dalam hal perasaan atau emosi yang dirasakan. Misalnya guru ataupun peserta didik akan
gembira jika mendapatkan sesuatu yang menarik, atau akan merasa lucu jika melihat hal-hal
yang menggelikan. Begitu pula akan sama-sama merasa sedih jika mendapatkan perlakuan
yang tidak adil. Kenapa bisa seperti itu? Jawabannya adalah baik guru maupun peserta didik
sama-sama ciptaan Allah Swt yang dibekali hati yang berfungsi menyimpan segala bentuk
perasaan manusia yang pernah dialaminya. Hatilah yang merespon rangsangan fisik yang
diterima oleh manusia dalam bentuk emosi.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri individu. Emosi dapat berupa perasaan
senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994),
emosi didefinisikan sebagai “berbagai perasaan yang kuat”. Perasaan benci, takut, marah,
cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi.
Goleman (1995) menyatakan bahwa “emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-
pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serangkaian kecenderungan untuk
bertindak.
Menurut Soendjoyo (2002), emosi merupakan dasar dari perkembangan kepribadian
dan sosial. Emosi itu penting karena peserta didik memiliki kebutuhan untuk:
1. Mempertahankan diri. Emosi akan mengingatkan peserta didik jika ada kebutuhan
alamiah yang tidak terpenuhi.
1
2
2. Membuat keputusan. Bayi menangis karena lapar dan baru berhenti setelah diberi ASI.
Hal ini terjadi karena bayi bisa merasakan dan menginginkan ASI.
3. Menciptakan batasan. Ketika anak merasakan tidak nyaman dengan perilaku orang lain
emosi akan mengingatkannya. Jika menyakini apa yang dirasakan dan mampu
mengekpresikannya, orang akan tau apa yang kita rasakan.
4. Komunikasi. Emosi menjadikan peserta didik dapat berkomunikasi dengan orang lain.
Ekspresi wajah yang beragam dapat menggambarkan keanekaragaman emosi.
5. Menciptakan kesatuan. Emosi menjadi sumber potensial yang terbesar untuk menyatukan
umat manusia. Adanya emosi yang terbangun antara guru dan peserta didik akan
menciptakan suatu rasa kesatuan dan kebersamaan.
B. Karakteristik Perkembangan Emosi dan Sosial dalam Kaitannya dengan Aspek Fisik
dan Mental lainnya.
Lewis dan Rosenblam (Stewart, 1985) mengutarakan proses terjadinya emosi atau
mekanisme emosi melalui lima tahapan, sebagai berikut:
1. Elicitors, yaitu adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa.
2. Receptors, yaitu aktivitas dipusat system syaraf.
3. State, yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi.
4. Expression, yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang diamati, seperti pada wajah,
tubuh, suara atau tindakan yang terdorong oleh perubahan fisiologis.
5. Experience, yaitu persepsi dan interpretasi individu pada kondisi emosionalnya.
Ada tiga tahap penerimaan sosial. Hurlock (1995) mengemukakan beberapa tahapan
(stage) dalam penerimaan oleh kelompok teman sebaya, adalah sebagai berikut :
1. A Reward-Cost stage
Pada stage ini ditandai oleh adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan
kedekatan. Biasanya pada anak Kelas 2 dan 3, tetapi belum mendalam.
2. A Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilikinya nilai yang sama, sikap terhadap aturan,
dan sanksi yang diberikan. Biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan kelas 5.
3. An Emphatic Stage
Pada tahapan ini dimilikinya pengertian, pembagian minat, self-disclosure,
adanya kedekatan yang mulai mendalam. Biasanya diatas kelas 6.
Perkembangan emosi anak dan remaja harus dibimbing dengan baik oleh orang tua
maupun guru, sebab kecerdasan emosional akan mempengaruhi kesuksesan anak dalam
kehidupan berikutnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam bimbingan
perkembangan emosi anak adalah:
1. Ajarkanlah anak bahwa bangga diri adalah sikap yang baik untuk membangun rasa
percaya diri anak tetapi tidak boleh dilakukan secara berlebihan.
2. Ajarkan kepada anak bahwa marah merupakan kekuatan yang harus ada pada diri
manusia, terutama perasaan marah ketika melihat orang lain tidak boleh marah
berlebihan.
3. Ajarkan kepada anak bahwa cinta merupakan emosi yang paling baik dalam diri manusia,
tetapi manusia harus menempatkan cinta secara tepat dan benar.
4. Ajarkanlah anak untuk mengelola rasa bencinya, rasa cemburunya dengan baik.
5. Ajarkan anak untuk menghindari sikap sombong.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan sikap
sosial peserta didik antara lain:
a. Melaksanakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan mengembangkan
sikap kerjasama dan saling menghargai pada diri peserta didik. Pembelajaran kooperatif
akan mendorong peserta didik untuk menghargai kemampuan orang lain dan bersabar
dengan sikap orang lain.
b. Melaksanakan pembelajaran koloboratif. Pembelajaran kolaboratif akan mengembangkan
sikap membantu dan berbagi dalam pembelajaran. Siswa yang lebih pintar bersedia
membantu temannya yang belum memahami materi pelajaran yang sedang dibahas.
Pembelajaran kolaboratif akan menumbuhkan sikap saling menyayangi di antara peserta
didik.
Sikap saling menyayangi merupakan salah sifat orang mukmin sebagaimana sabda
Rasulullah yang artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling rasa cinta
dan kasih sayang mereka, adalah seperti orang satu tubuh yang apabila ada salah satu
anggotanya yang mengeluh sakit, maka anggota-anggotanya tubuh lainnya ikut merasa
sakit,” (HR. Muslim dan Ahmad).
Kebiasaan belajar kooperatif dan kolaboratif akan membuat peserta didik merasa
bersaudara dan tidak saling mengolok-olok. Perbuatan saling mengolok dilarang dalam
ajaran Islam, sebab boleh jadi orang yang diolok-olok lebih baik dari yang mengolok-olok.
7
Hasan (2006) menyatakan sekolah atau guru dapat berusaha untuk membina
hubungan sosial yang lebih stabil dalam jangka waktu yang lebih panjang. Peran utama
pendidik adalah membantu peserta didik dapat menyelesaikan masalah sosial yang
sesungguhnya yang akan dihadapinya di tempat kerja, keluarga, dan lingkungan masyarakat.
Sekolah dapat membekali peserta didik dengan keterampilan sosial dan kemampuan
menyelesaikan masalah sosial. Peserta didik mungkin akan menghadapi masalah hubungan
sosial dengan orang tua, tetangga, teman sebaya. Peran guru membantu peserta didik dapat
mengatasi masalah hubungan sosial ini dengan baik.
Bukan hanya peserta didik, namun gurupun juga harus memiliki keterampilan dalam
mengelola emosi. Menurut Golemen (1995) terdapat cara-cara yang dapat dilakukan untuk
dapat memiliki kecerdasan emosi, yakni belajar mengembangkan kesadaran diri, belajar
mengambil keputusan pribadi, belajar mengelola perasaan, belajar menangani stress, belajar
berempati, belajar berkomunikasi, belajar membuka diri, belajar mengembangkan
pemahaman, belajar menerima diri sendiri, belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi,
belajar mengembangkan ketegasan, mempelajari dinamika kelompok, belajar menyelesaikan
konflik.
Menurut Desmita (2012) sekolah merupakan salah satu konteks yang memberikan
peranan penting dalam pengembangan keterampilan sosial peserta didik. Berikut ini akan di
kemukakan beberapa strategi yang dapat digunakan guru di sekolah dalam upaya membantu
peserta didik dalam membantu peserta didik dalam memperoleh tingkah laku interpersonal
yang efektif yaitu:
8
F. Tugas-tugas:
1. Emosi merupakan dasar dari perkembangan kepribadian dan sosial peserta didik.
Bagaimana kaitannya dengan kebutuhan peserta didik?
2. Jelaskan dan uraikan fungsi atau peran dari emosi terhadap perkembangan peserta didik?:
3. Jelaskan mengapa emosi dapat mempengaruhi kegiatan mental peserta didik seperti
konsentrasi, pengingatan, penalaran?
G. Daftar Pustaka
Feist, Jess dan George J. Feist, Theories of Personality, cet. 7, Boston: McGraw Hill, 2006.
Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian, edisi 1, Jakarta, PT
Rajagrafindo Persada, 2006.
https://cendikia.kemenag.go.id/storage/uploads/file_path/file_0902021_6047934408ef7.pdf
9