Anda di halaman 1dari 45

PENGEMBANGAN MATERI PERKULIAHAN

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


Oleh: H. Mumu, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SILIWANGI
2023
MATERI PEMBELAJARAN KE-1

POKOK BAHASAN : Orientasi dan Kontrak Perkuliahan

TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami aturan serta


komitmen perkuliahan tentang capaian pembelajaran lulusan,
capaian pembelajaran mata kuliah (CPMK), materi pembelajaran
(bahan kajian), kegiatan pembelajaran (metode), penilaian capaian
pembelajaran; dan peraturan atau tata tertib.

MATERI POKOK:
A. Deskripsi Materi Pembelajaran

Mata kuliah merupakan mata kuliah dasar kependidikan pada program S-1
kependidikan. Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
dan mengaplikasikan dalam pendidikan tentang:
1. Mengkaji dan mengalisis hakekat peserta didik menurut beberapa pandangan, kedudukan
peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Mengindentifikasi prinsip-prinsip dan tugas pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik.
3. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, karakteristik perbedaan individu,
perkembangan fisik, perseptual dan psikomotorik peserta didik, perkembangan kognitif,
perkembangan bahasa, perkembangan emosi, perkembangan sosial dan kepribadian,
perkembangan nilai dan moral, serta mengembangkan bakat dan kreativitas peserta didik.
4. Implikasi perkembangan terhadap pelaksanaan pendidikan.

B. PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK BAGI GURU

Sebagai calon guru hendaknya memiliki pengetahuan mengenai perkembangan


peserta didik, karena nantinya calon guru akan berperan dalam pembentukan karakter anak.
Calon guru harus memahami dan peka terhadap masalah yang dihadapi peserta didik. Guru
juga ditekankan untuk memahami pada usia berapa peserta didik mampu berfikir abstrak.
Selain itu calon guru harus mampu memahami setiap tingkahlaku peserta baik dari segi
positif maupun negatif dan mampu memahami setiap kondisi psikologi peserta didik. Hal ini
perlu diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap proses belajarnya nanti.
Dengan adanya pembelajaran ini, dapat membantu calon guru dalam mengambil
tindakan saat menghadapi peserta didiknya. Calon guru juga dapat mengetahui cara
menghadapi, memahami, serta menyelesaikan masalah- masalah yang sering timbul pada
peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas nanti. Dalam mata pelajaran ini juga di
jelaskan mengenai prinsip- prinsip perkembangan peserta didik baik dalam segi
pertumbuhan maupun perkembangannya. Dijelaskan juga beberapa hal dalam proses atau
tahap untuk mengetahui faktor perkembangan dan penghambat peserta didik dengan cara
meninjau dari faktor lingkungan, faktor keluarga, maupun faktor sosial dari peserta didik.
Kurangnya pengetahuan calon guru mengenai perkembangan peserta didik akan
menyulitkan mereka saat mengajar di kelas nanti, karena salah satu hal yang akan terjadi
adalah adanya ketidaksesuain dalam penyampaian materi dengan kemampuan berfikir dan
tingkat pemahaman peserta didik dalam menangkap pelajaran yang diberikan.

1
2

C. TUJUAN MEMPELAJARI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Setelah mempelajari tahapan perkembangan peserta didik melalui telaah literatur,


diskusi, tanya jawab, dan penugasan, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan karakteristik peserta didik;
2. Menjelaskan tahapan perkembangan peserta didik dan implikasinya dalam pelaksanaan
pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan;
3. Menentukan tingkat perkembangan peserta didik; dan
4. Mengidentifikasi permasalahan peserta didik.

D. MANFAAT MEMPELAJARI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Sebagai seorang pendidik tak lepas kaitannya dengan dunia peserta didik.
Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik merupakan hal yang penting untuk kita
pelajari dan kita pahami selaku calon pendidik. Sebagai calon guru hendaknya memiliki
pengetahuan mengenai perkembangan peserta didik, karena nantinya calon guru akan
berperan dalam pembentukan karakter peserta didik. Calon guru harus memahami dan peka
terhadap masalah yang dihadapi peserta didik. Guru juga ditekankan untuk memahami pada
usia berapa peserta didik mampu berfikir abstrak. Selain itu calon guru harus mampu
memahami setiap tingkahlaku peserta baik dari segi positif maupun negatif dan mampu
memahami setiap kondisi psikologi peserta didik. Hal ini perlu diperhatikan karena akan
berpengaruh terhadap proses belajarnya nanti.
Namun kenyataannya, banyak para pendidik yang belum memahami kondisi-kondisi
perkembangan anak. Sehingga masih ada pendidik yang menerapkan sistem pembelajaran
tanpa melihat perkembangan anak didiknya. Hal ini akan berakibat adanya ketidak
seimbangan antara sistem pembelajaran dengan kondisi perkembangan anak yang akan
menyulitkan anak didik mengikuti kegiatan pembelajaran. Kurangnya pengetahuan calon
guru mengenai perkembangan peserta didik juga akan menyulitkan guru saat mengajar di
kelas nanti, karena salah satu hal yang akan terjadi adalah adanya ketidaksesuain dalam
penyampaian materi dengan kemampuan berfikir dan tingkat pemahaman peserta didik
dalam menangkap pelajaran yang diberikan.
Dalam memahami peserta didik, diperlukan adanya pengetahuan tentang
Perkembangan Peserta Didik (PPD). Karena dengan bekal ilmu PPD diharapkan dapat
membantu calon guru dalam mengambil tindakan saat menghadapi peserta didiknya. Calon
guru juga dapat mengetahui cara menghadapi, memahami, serta menyelesaikan masalah-
masalah yang sering timbul pada peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas nanti.
Dalam PPD juga di jelaskan mengenai prinsip- prinsip perkembangan peserta didik baik
dalam segi pertumbuhan maupun perkembangannya. Dijelaskan juga beberapa hal dalam
proses atau tahap untuk mengetahui faktor perkembangan dan penghambat peserta didik
dengan cara meninjau dari faktor lingkungan, faktor keluarga, maupun faktor sosial dari
peserta didik. Dengan mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan anak didik kita
akan mudah mengetahui sistem pembelajaran yang efektif, efisien, terarah dan sesuai
dengan perkembangan anak didik.
Adapun manfaat dalam mempelajari Perkembangan Peserta Didik adalah sebagai
berikut :

1. Dapat menciptakan ruangan kelas yang tepat bagi peserta didik.


Dengan guru memahami konsep Perkembangan Peserta Didik guru akan
mengetahui karakter peserta didik sehingga dalam pembelajaran dapat memilih suasana
pembelajaran yang tepat untuk diaplikasikan di ruangan kelas.
3

2. Dapat memberikan metode pembelajaran yang menarik dan bervariasi.


Dalam pembelajaran diperlukan adanya variasi metode dan model pembelajaran
agar peserta didik tidak merasa bosan.

3. Mengetahui pelajaran seperti apa yang sangat dibutuhkan dan yang kurang dibutuhkan.
Memang dengan mengetahui karakteristik peserta didik, guru dapat lebih dalam
mengetahui pelajaran apa yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik.

4. Memberikan dorongan bagi peserta didik dalam berinteraksi.


Guru pun terkadang acuh dengan kondisi yang sedang dialami peserta didik.
Perkembangan Peserta Didik dapat membantu guru dalam memberikan dorongan bagi
peserta didik dalam hal berinteraksi.

5. Dapat mengendalikan diri agar tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang
lainnya.
Terkadang dalam proses pembelajaran di kelas, tidak sedikit guru yang
membedakan peserta didik. Dengan memahami Perkembangan Peserta Didik guru akan
sadar bahwa setiap peserta didik memiliki kemampuan motorik maupun psikomotorik
yang berbeda-beda antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.

6. Dapat memahami peserta didik dengan baik.


Manfaat yang paling utama dalam mempelajari Perkembangan Peserta Didik
adalah guru dapat memahami peserta didik dengan baik. Karena guru mengetahui
karakterisktik dan perkembangan peserta didik.

Guru dalam mengaplikasikan ilmu Perkembangan Peserta Didik diharapkan dapat


menjadi guru yang lebih baik lagi selain menyampaikan ilmu yang bermanfaat bagi peserta
didik, seorang guru juga harus menjadi guru yang selalu disenangi oleh setiap peserta didik,
jika tercipta lingkungan kelas yang nyaman maka proses mengajar juga akan terasa lebih
ringan dan menyenangkan.

E. SUMBER (REFERENSI)

1. Ali, M & Asrori, M 2005. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Bumi Aksara.
2. Fudyartanta, K. 2004. Tes bakat dan Perskalaan Kecerdasan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
3. Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
4. Goode, C. B. 2005. Optimizing Your Child’s Talent. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Kelompok Gramedia.
5. Harjaningrum, A. T., dkk. 2007. Peranan Orang Tua dan Praktisi dalam Membantu
Tumbuh Kembang Anak Berbakat melalui Pemahaman teori dan Trend Pendidikan.
Jakarta: Prenada.
7. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
8. Kunandar. 2007. Guru profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
9. Learner, R. M. & Hultsch, D. F. 1983. Human Development: A Life-Span Perspective.
10. Mazur, J. E. 2003. Learning. Microsoft Encarta 2003.
11. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. 2006. Psikologi Perkembangan
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
12. Gregory G. Young. 2012. Membaca Kepribadian Orang. Jogjakarta: Penerbit Think.
4

13. Hurlock E.B. 2002. Perkembangan Anak Jilid 1 & 2 a.b. Meitasari Tjandrasa dan
Muslichah. Jakarta: Erlangga.
14. Hurlock E.B. 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan. Alih Bahasa Istiwidayanti. Jakarta: Penerbit Erlangga.
15. Hurlock E.B. 2002. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa Istiwidayanti.
Jakarta. Penerbit Erlangga.
16. Kartini Kartno. 2005. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Penerbit
Mandar Maju.
17. Paul Ekman. 2013. Emotions Revealed: Understanding Faces and Feelings Pedoman
Membaca Emosi Orang. Alih Bahasa Abdul Qadir.S. Jogjakarta: Penerbit Think.
18. Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa: Shinto D.
Adelar & Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.
19. Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development-Perkembangan Masa Hidup. Jilid 1 & 2.
Alih Bahasa Ahmad Chusairi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
20. Paul Henry Mussen, dkk.2014. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Alih Bahasa: dr.
Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
21. Desmita, 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pt. Remaja Roda
Karya.
22. Yusuf LN, H. Syamsu, Dr., M.Pd. 2006. Psikoogi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
MATERI PEMBELAJARAN KE-2 DAN 3

POKOK BAHASAN : Konsep Dasar Perkembangan

TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep dasar


perkembangan, hakikat pertumbuhan dan perkembangan, prinsip-
prinsip perkembangan,serta mengenali jangka hidup (life span)
dalam lintasan perkembangan individu.

MATERI POKOK:
A. Konsep Dasar Perkembangan

Istilah perkembangan dimaksudkan di sini sebagai perubahan-perubahan yang


dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya (maturity) yang
berlangsung secara sistematik (Lefrancois, 1975:197), progresif (Witherington, 1952:57),
dan berkesinambungan (Hurlock, 1956:7), baik mengenai fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah)-nya.
Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dan sering diasosiasikan dengan istilah
perkembangan (development) tersebut, antara lain: pertumbuhan (growth), kematangan atau
masa peka (maturation) dan belajar (learning) atau pendidikan (education).
Istilah pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubaban secara kuantitatif pada segi
jasmaniah atau fisik (Lefrancois, 1975:180), dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi
tertentu yang baru yang tadinya belum nampak dari organisme atau individu baik. fisik
maupun psikis (termasuk pola-pola prilaku dan sifat sifat kepribadian) dalam arti yang luas
(Witherington, 1952: 8788, & Hurlock, 1956).
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu waktu masa tertentu yang
merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan (Witherington, 1952:88) sebagai titik
tolak kesiapan (readness) dari sesuatu fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya
(Hurlock, 1956).
Belajar atau pendidikan, menunjukkan kepada perubahan dalam pola-pola sambutan
atau prilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau
organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan
demikian dapat dibedakan, bahwa perubahan-perubahan prilaku dan pribadi sebagai hasil
belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja diusahakan oleh individu
yang bersangkutan. Sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan
berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambahan waktu atau usia yang ditempuh
oleh yang bersangkutan.
Lefrancois (1975:180) berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna
yang lebih luas, mencakup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis
seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau
pendidikan.

B. Manifestasi Perkembangan

Uraian dalam paragraf di atas mengimplikasikan bahwa manifestasi perkembangan


individu dapat ditunjukkan dengan munculnya atau hilangnya, bertambah atau berkurangnya
bahagian-bahagian, fungsi-fungsi atau sifat-sifat psikofisik baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, yang sampai batas tertentu, dapat diamati dan diukur dengan mempergunakan
teknik dan instrumen yang sesuai (appropriate).
Perubahan-perubahan aspek fisik dapat diidentifikasi relatif lebih mudah
manifestasinya, karena dapat dilakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung,
seperti perkembangan tinggi dan berat badan, tanggal dan tumbuhnya gigi, dan sebagainya.
2

Lain halnya dengan segi-segi psikis yang relatif sulit untuk identifikasinya, karena
kita hanya dapat mengamati dan sampai batas tertentu mengukur manifestasi perkembangan
tersebut secara tidak langsung dalam bentuk atau wujud prilaku yang sebenarnya, pula
tergantung dan dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan aspek fisiknya. Beberapa di
antara bentuk atau wujud perkembangan prilaku tersebut, antara lain:
- perkembangan perseptual (pengamatan ruang, pengamatan wujud situasi);
- perkembangan penguasaan dan kontrol motorik (koordinasi pengindraan dan gerak);
- perkembangan penguasaan pola-pola keterampilan mental fisis (cerdas, tangkas, dan
cermat);
- perkembangan pengetahuan, bahasa, dan berfikir.

C. Beberapa Cara Pendekatan

Ada dua cara pendekatan utama dalam memahami perkembangan prilaku dan pribadi
individu yang manifestasinya seperti tersebut di atas itu, pendekatan longitudinal dan cross
sectional.
Pendekatan longitudinal dipergunakan untuk memahami perkembangan prilaku dan
pribadi seseorang atau sejumlah kasus tertentu (mengenai satu atau sejumlah aspek prilaku
atau pribadi tertententu) dengan mengikuti proses perkembangannya dari satu titik waktu
atau fase tertentu ke titik waktu atau fase yang berikutnya. Oleh karena itu tekniknya dapat
berbentuk case study (studi kasus), history, autobiografi, eksperimentasi, dan sebagainya.
Sedangkan pendekatan cross sectional biasanya digunakan untuk memahami suatu
aspek atau sejumlah aspek atau perkembangan tertentu pada suatu atau beberapa kelompok
populasi subyektif tertentu secara serempak pada saat yang sama. Oleh karena itu teknik,
yang sesuai dengan pendekatan ini, antara lain teknik survey. Sudah barang tentu sampai
batas-batas tertentu dapat digunakan secara kombinasi atau elektris dengan pendekatan
longitudinal.

D. PROSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN

Berkenaan dengan proses perkembangan ini ada tiga hal secara esensial untuk
difahami, ialah: sejak kapan dimulai dan berakhirnya, faktor-faktor apa yang
mempengaruhinya, serta bagaimana berlangsungnya proses tersebut.
Secara faktual perkembangan bukan dimulai sejak kelahiran seseorang dari rahim
ibunya, melainkan sejak terjadinya konsepsi ialah saat berlangsungnya pembuahan
(pertemuan sperma dan sel telur atau ovum) yang menghasilkan benih manusia (zygote)
yang kemudian berkembang menjadi organisme (embryo) sebagai calon (prototype) manusia
yang dikenal sebagai fetus (bayi dalam kandungan). Pada umumnya setiap fetus
memerlukan waktu sekitar sembilan atau 266 hari (Lefrancois, 1975:179) sampai matang
(mature) lahir (natal).
Variasi individual memang ada, ada yang lebih awal (premature) dari tersebut, dan
ada pula yang lebih lambat (late mature), tergantung kondisinya. Mulai sejak lahir bayi
menjalani masa kanak-kanak, remaja, dewasa sampai hari tuanya yang pada umumnya
memerlukan waktu (life span) sekitar 60-70 tahun yang sudah barang tentu bervariasi pula
sesuai dengan kondisi yang memungkinkannya.
Ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan individu, ialah:
faktor pembawaan (heredity) yang bersifat alamiah (nature), faktor lingkungan
(environment) yang merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses
perkembangan (nurture), dan faktor waktu (time) yaitu saat-saat tibanya masa peka atau
kematangan (maturation).
3

Ketiga faktor dominan itu dalam proses berlangsungnya perkembangan individu


berperan secara interaktif, yang dapat dijelaskan fungsional atau regresional.
Dengan demikian maka formula-formula P = f (H, E, T) atau Y = a + b1 H + b2E +
b2 E + b3T. Kiranya dapat juga dipergunakan untuk menjelaskan beberapa besar bobot
(weight) kontribusi dan bagaimana arahnya (positif atau negatif) dari setiap faktor dominan
(H = heredity/nature, E = environment/nurture dan T = time/maturation) tersebut terhadap
perkembangan prilaku atau pribadi ( P atau Y ) seseorang.
Ada tiga kemungkinan kecenderungan arah garis perkembangan hidup seseorang
yang dapat digambarkan secara visual sebagai berikut:

40;0
15;0

0;0

Pada individu-individu yang tergolong normal pada umumnya perkembangan laju


pesat sampai usia lima belas tahun, di mana tercapainya titik optimal kedewasaan
perkembangan fungsi-fungsi fisik dan psikis (intelektual).
Kemungkinan pertama, bagi mereka yang tidak memperoleh kesempatan untuk
belajar atau melatih fungsi-fungsinya, (terutama segi intelektual), maka kemampuannya
cenderung tidak berkembang lagi sampai usia sekitar empat puluh tahunan, bahkan setelah
mencapai usia tersebut kemampuannya mulai menurun, malahan tidak kurang jumlahnya
yang menuju menjadi pikun di hari-hari tuanya.
Kemungkinan kedua, bagi mereka yang bernasib baik untuk memperoleh
kesempatan belajar atau melatih fungsi fungsi psikofisisnya lebih lanjut, maka
perkembangan kemampuan fungsi-fungsi masih ada baiknya yang bersifat peningkatan atau
perluasannya sampai taraf usia sekitar empat puluhan pula. Namun selanjutnya, setelah
dijalaninya usia tersebut tidak berkesempatan lagi belajar, melainkan hanya bekerja secara
routine dan menonton, maka cenderung untuk berada pada titik jenuh tersebut dan tidak
berkembang lagi. Namun bagi mereka yang terus berusaha belajar dan menggumuli
perkembangan informasi-informasi mutakhir, perkembangan itu dapat terjadi meskipun
hanya bersifat perluasan atau pendalaman.

E. Beberapa Model Pentahapan (Stage) Perkembangan Serta Karakteristiknya


Dari uraian paragraf pertama dan kedua di atas mengimplikasikan bahwa proses
perkembangan itu berlangsung secara bertahap, dalam arti:
1. Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat dan atau mendalam dan atau
meluas baik secara kuantitatif maupun kualitatif (prinsip progressif);
2. Bahwa perubahan yang terjadi antar bahagian dan atau fungsi organisme itu terdapat
interdependensi sebagai kesatuan integral yang harmonis (prinsip sistematik);
3. Bahwa perubahan pada bahagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan
dan berurutan dan tidak secara kebetulan dan meloncat-loncat (prinsip kontinyuitas).
Memperhatikan kompleksitas dari sifat perkembangan prilaku dan pribadi individu
itu, maka untuk keperluan studi yang seksama, para ahli telah mencoba mengembangkan
model pentahapan (stages) dari proses perkembangan tersebut sehingga memungkinkan
pilihan fokus observasi pada aspek atau fase tertentu baik secara longitudinal maupun cross
sectional. Beberapa contoh model tersebut antara lain dikembangkan oleh:
4

1. Aristoteles (384 - 322 SM)

Ia membagi masa perkembangan individu sampai menginjak dewasa dalam tiga


septima berdasarkan perubahan ciri fisis tertentu :

Nama Tahapan Waktu Indikator


Masa kanak-kanak 0;0 - 7;0 Pergantian gigi
Masa anak sekolah 7; 0 -14; 0 Gejala pubertas (ciriprimer dan sekunder)
Masa Remaja 14;0-21;0

2. Hurlock (1952)

Ia membagi fase-fase perkembangan individu secara lengkap sebagai berikut :

Nama Tahapan Waktu Indikator


- Prenatal conception-280 days Perubahan-perubahan psikofisis
- Infancy 0 - 10 to 14 days
- Babyhood 2 weeks - 2 years
- Childhood 2 years - adolescence
- Adolescence 13 (girls)- 21 years 14 (boys) - 21 years
- Adulthood 21 - 25 years
- Middle age 25 - 30 years
- Old age 30 years – death

3. J. Piaget (1961)

Dengan mengobservasi aspek perkembangan intelektual, Piaget mengembangkan


model pentahapan perkembangan individu sebagai berikut :

Stage Age
a. Sensorimotor 0 - 2 years
b. Preoperational 2 - 7 years
- Preconceptual 2 - 4 years
- Intuitif 4 - 7 years
c. Concrete operations 7 -11 years
d. Formal operations 11 -15 years.

4. Erickson (1963)

Ia mengamati beberapa segi perkembangan kepribadian dan mengembangkan


model pentahapan perkembangan tanpa menunjukkan batas umur yang jelas atau tegas
namun menunjukkan komponen yang menonjol pada setiap fase perkembangan.
Developmental stages Basic Components
a. Infancy Trust vs mistrust
b. Early childhood Autonomy vs shame, doubt
c. Preschool age Initiative vs guilt
d. School age Industry vs inferiority
e. Adolescence Identity vs identity confusion
f. Young adulthood Intimacy vs isolation
g. Adulthood Generativity vs stagnation
h. Senescence Ego integrity vs despair.
5
5. Witherington (1952)
Mengobservasi penonjolan aspek perkembangan psikofisis yang selaras dengan
jenjang praktek pendidikanj ia membagi tahap yang lamanya masing-masing tiga tahun
perkembangan individu sampai menjelang dewasa.

Tahapan dan waktunya Indikator

0;0 - 3;0 Perkembangan fisik yang pesat.


3;0 - 6;0 Perkembangan mental yang pesat.
6;0 - 9;0 Perkembangan sosial yang pesat.
9;0 - 12;0 Perkembangan sikap individualisms (II)
12;0- 15;0 Awal penyesuaian sosial
15;0- 18;0 Awal pilihan kecenderungan pola hidup yang akan
diikuti sampai dewasa

Dari kelima model pentahapan itu nampak variasi, ada yang menitik beratkan
pada segi penamaan fasenya berikut indikatornya, waktunya dan indikatornya, nama
fasenya dan waktunya di samping yang selengkapnya.

F. Beberapa Hukum (Principles) Perkembangan Dan Implikasinya Bagi Pendidikan

Hukum Implikasi

Perkembangan dipengaruhi oleh faktor- Pengembangan (penyusunan, pemilihan,


faktor pembawaan, lingkungan, dan penggunaan) materi, strategi, metodologi,
kematangan. sumber, evaluasi belajar mengajar hendak-
P= f (H, E, T) nya memperhatikan ketiga faktor tersebut.

Proses perkembangan itu berlang-sung Program (kurikulum) belajar mengajar


secara bertahap (progresif, sistematik, disusun secara bertahap dan berjenjang:
berkesinambungan) - dari sederhana menuju kompleks
- dari mudah menuju sukar
- Sistem belajar-mengajar, diorganisasikan
agar terlaksananya prinsip: mastery
learning, dan continuous progress.

Bahagian-bahagian dan fungsi-fungsi Sampai batas tertentu, program dan strategi


organisme mempunyai garis perkem- belajar-mengajar seyogyanya dalam bentuk:
bangan dan tingkat kematangan masing- - correlated curriculum, atau
masing, meskipun demikian sebagai - broadfields, atau
kesatuan organisme dalam prosesnya - core curriculum, disamping
dapat korelatif dan bukan kompen- - subject matter oriented, (sampai batas
satoris antara yang satu dengan yang tertentu pula)
lainnya.

Terdapat variasi dalam tempo irama Program dan strategi belajar-mengajar,


perkembangan antar individual dan sampai batas tertentu, seyogyanya dior-
kelompok tertentu (menurut jenis ganisasikan agar memungkinkan belajar
geografis dan kultural) secara individual di samping secara ke-
lompok (misalnya dengan sistem pengajaran
Modul; SPM)
6

Hukum Implikasi

Proses perkembangan itu pada taraf Program dan strategi belajar-mengajar


awalnya lebih bersifat diferensiasi dan seyogya-nya diorganisasikan agar me-
pada akhirnya lebih bersifat integrasi mungkinkan proses yang bersifat :
antar bahagian-bahagian dan fungsi- deduktif - induktif
fungsi organisme analisis - sintesis
global - spesifik global
Dalam batas-batas masa peka, perkem- Program dan strategi belajar mengajar
bangan dapat dipercepat atau diperlam- seyogyanya di kembangkan dan diorganisa-
bat oleh kondisi lingkungan. sikan agar merangsang mempercepat dan
menghindari ekses memperlambat laju
perkembangan anak didik
Laju perkembangan anak berlangsung Lingkungan hidup dan pendidikan kanak-
lebih pesat pada periode kanak-kanak kanak (TK) amat penting untuk memperkaya
dari periode-periode berikutnya. pengalaman dan mempercepat laju perkem-
bangannya.

G. Tugas

1. Jelaskan dengan kata-kata sendiri tentang konsep dasar perkembangan prilaku dan
pribadi dengan manifestasinya, serta beberapa cara pendekatan?
2. Jelaskan proses perkembangan prilaku dan pribadi, serta tunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya?
3. Bandingkan secara skematik tentang beberapa sistem pentahapan perkembangan prilaku
dan pribadi dengan karakteristiknya?
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa hukum perkembangan prilaku dan pribadi serta
kemungkinan-kemungkinan implikasinya bagi pendidikan?

H. Referensi

Cranbach, L.J. 1963. Educatonal Psychology. New York: Harcout, Brace and World..
Crow, L.D. and Crow, A. 1956. Development and Learning. New York: American Book Co.
Di Vesta, F.J. and Thompson, G.G. 1970. Educational Psychology: Instruction and
Behavior Change. New York: Merdith Co.
Gage, N.L. and Berliner, C.D. 1975. Educational Psychology. Chicago: Rand Mc. Nally,
Section F.
Henderson, D. And Phelps, H.A. 1952. Contemporary Social Problems. New York: Prentice
Hall.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Lefrancois, G.R. 1975. Psycology of Teaching. Belmont California: Wadsworth Publishing
Co.
Loree, M.R. 1970. Psychology of Education. New York: The Ronald Press.
MATERI PEMBELAJARAN KE-4

POKOK BAHASAN : Teori-Teori Perkembangan

TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami berbagai teori


perkembangan individu, serta membandingkannya teori-teori
perkembangan tersebut.

MATERI POKOK:
Teori perkembangan adalah teori yang menfokuskan pada perubahan-perubahan dan
perkembangan struktur jasmani (biologis), perilaku dan fungsi mental pada manusia dalam
berbagai tahap kehidupannya, mulai dari konsepsi hingga menjelang kematiannya. Teori
perkembangan sangat mempengaruhi individu. Dengan mempelajari perkembangan individu
atau organisme, maka kita akan mengetahui bagaimana karakteristik perkembangan dan
persoalan kontemporer alam perkembangan individu. Seperti bagaimana karakteristik individu
pada usia anak-anak awal dan persoalan apa sajakah yang berkaitan dengan usia tersebut.
Perkembangan individu melalui tahap psikososial dan tahap-tahap perkembangan
tersebut terus berlanjut sampai individu tersebut mati, dan perubahan setiap tahap perkembangan
menjadi siklus kehidupan individu. Krisis pada rentang perkembangan individu merupakan
penunjang untuk peningkatan potensi pada individu, semakin berhasil individu mengatasi krisis,
akan semakin sehat perkembangan individu tersebut.

A. Teori Psikoanalitik

Teori psikoanalisis klasik merujuk pada istilah yang dipopulerkan oleh Freud. Secara
garis besar, teori ini menyatakan bahwa “ketidaksadaran” pada individu memiliki peran
yang utama dalam diri seseorang. Dengan landasan teori ini, Freud melakukan pengobatan
mereka yang menderita gangguan psikis. Teori Psikoanalisis Freud telah menjadi teori yang
paling banyak digunakan dan dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori ini digunakan
untuk meneliti kepribadian seseorang terhadap proses psikis yang tidak terjangkau oleh hal
yang bersifat ilmiah.
Dengan metode psikoanalisis, Freud bermaksud mengembalikan struktur kepribadian
pasien dengan cara memunculkan kesadaran yang tidak ia sadari sebelumnya. Adapun
proses terapi ini berfokus pada pendalaman pengalaman yang dialami pasien saat masih
kanak-kanak.
Struktur kepribadian menurut Sigmund Freud dibagi menjadi tiga aspek yaitu: id,
ego dan superego.
5. Id
Id berasal dari kata latin “Is” yang artinya es. Kepribadian ini disebut Freud
sebagai kepribadian bawaan lahir. Didalamnya terdapat dorongan yang didasari
pemenuhan biologis guna kepuasan bagi dirinya sendiri. Karakter khas pada aspek ini
adalah tidak adanya pertimbangan logis dan etika sebagai prinsip pengambilan
keputusan. Lebih sederhana, id berwujud pada gambaran nafsu, hasrat seksual dan
perasaan superior (ingin berkuasa).
6. Ego
Aspek kepribadian ini terjadi akibat pengaruh yang ia dapatkan dari apa yang
terjadi didunia/lingkungannya. Ciri khas dari aspek ini, ego mengatur id dan juga
superego untuk pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kepentingan kepribadian yang
terlibat. Artinya, berbeda dengan id yang hanya mementingkan diri sendiri, ego
merupakan aspek yang mementingkan keperluan lebih luas (tidak hanya dirinya).
1
2

7. Superego
Aspek kepribadian yang satu ini akan lekat kaitannya moral atau nilai kehidupan.
Ranah superego berisi tentang batasan untuk membedakan mana yang baik dan yang
buruk. Dengan kata lain, superego memiliki peran penting untuk menjadi penengah
antara id an ego. Ia menjadi penyekat dari sinyal yang dikirimkan aspek id serta
memotivasi ego untuk melakukan hal yang menjunjung moralitas.

Selanjutnya, fase dalam perkembangan kepribadian menurut Freud, seseorang


mengalami perkembangan dalam tiga tahapan fase :

1. Fase Infatile
Tahapan ini berlangsung sejak anak lahir hingga berusia 5 tahun. Naluri seks
menjadi hal yang utama dalam pembentukan kepribadian anak tersebut. Pada range usia
ini, Freud mengklasifikasikan fase infantil menjadi tiga fase lagi, yaitu :

2. Fase Oral (0-1 tahun)


Seseorang akan mendapatkan kesenangan melalui segala sesuatu yang masuk
melalui mulutnya. Contohnya adalah, aktivitas makan, minum dan menghisap jari. Freud
mengemukakan bahwa personaliti anak yang berlebihan mendapatkan kepuasan oral pada
fase ini, akan tumbuh menjadi seseorang yang gemar menimbun harta/ilmu dan juga
terlalu gampang percaya orang lain. Tapi sebaliknya, jika anak tidak puas terhadap
kebutuhan oral ini, mereka akan menjadi pribadi yang rakus namun tidak pernah puas.
Mereka juga terkenal sebagai pendebat dan bersikap sarkas.
3. Fase Anal (1-3 tahun)
Pada fase ini, kesenangan bayi akan didapat dari aktivitas buang air besar, yang
menggambarkan kepuasan karena hilangnya rasa tertekan dan tidak nyaman pada saluran
pencernaan. Freud menyatakan bahwa proses belajar buang air menjadi pemuas id dan
superego dalam waktu yang bersamaan. Ia mengibaratkan fase anal ini adalah fase
seseorang dalam melakukan kontrol diri atau pengendalian diri.
4. Fase Falik (3-5 tahun)
Freud memberikan pandangan bahwa pada fase ini, seseorang akan mendapatkan
kepuasan melalui organ kelaminnya. Contoh paling sederhana yang khas adalah,
seseorang akan mulai menyukai lawan jenisnya. Anak yang selama ini memandang ibu
sebagai sumber cintanya, dan beranggapan bahwa ayah adalah saingannya, akan
memunculkan perasaan cemas karena khawatir cnta ibunya terebut.
5. Fase Laten (5-12 tahun)
Fase ini dikenal juga dengan fase pubertas (puberity). Yang menjadi ciri khas dari
fase in iadalah seseorang mulai merasa malu dan mementingkan aspek moral (estetika).
Freud mengistilahkannya dengan kemampuan sublimasi. Sebuah kemampuan mengganti
kesenangan seksual dengan kesenangan lain yang sifatnya non-seksual.
6. Fase Genital (12 tahun-dewasa)
Tahapan lanjutan ini, seseorang mulai menyalurkan keinginan seksual mereka
melalui objek luar. Contohnya saja, keikutsertaan pada sebuah komunitas, menikah
dengan orang yang dicintai dan karir. Orientasi hidup seseorang tersebutpun mengalami
perubahan menjadi sosialis dan realistis.
3
B. Teori Kognitif
Pendekatan ini di dasarkan pada asumsi atau keyakinan bahwa kemampuan kognitif
merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah individu. Kunci untuk
memahami tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut
terstruktur dalam berbagai aspeknya. Ada tiga model perkembangan kognitif, yakni:
1. Model dari Piaget
Piaget berpendapat bahwa perkembangan manusia dapat di gambarkan dalam
konsep fungsi dan struktur. Fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama
bagi setiap orang atau kecendrungan-kecendrungan biologis untuk mengorganisasi
pengetahuan kedalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada berbagai tantangan
lingkungan. Tujuan dari fugsi-fungsi itu adalah menyusun struktur kognitif internal.
Sementara struktur merupakan intereasi (saling berkaitan) system pengetahuan yang
mendasari dan membimbing tingkah laku inteligen. Struktur kognitif diistilahkan dengan
konsep skema, yakitu seperangkat keterampilan, pola-pola kegiatan yang fleksibel yang
denganya anak memahami lingkungan.
Skema memiliki dua elemen, yaitu: (a) objek yang ada dilingkugan dan (b) reaksi
anak sebagai objek. Menurut Wasty Soemanto (1984), skema ini berhubungan dengan (a)
refleks: bernapas, makan, dan minum; dan (b) skema mental: skema klasifikasi (pola
tingkah aku yang masih sulit diamati).
Dalam membahas fungsi-fugsi, Piaget mengelompokkannya sebagai berikut:
a. Organisasi, yang merujuk pada fakta bahwa semua struktur kognitif berinterelasi, dan
berbegai pengetahuan baru harus diselaraskan ke dalam system yang ada.
b. Adaptasi, yang merujukkan pada kecendrungan organisme untuk menyelaraskan
dengan lingkungan. Adaptasi ini terdiri atas dua subproses: (1) Asimilasi, yaitu
kecendrungan untuk memehami pengalaman baru berdasarkan pengetahuan yang telah
ada; (2) Akomodasi, yaitu perubahan struktur kognitif krena pengalaman baru.
Keadaan saling mempengaruhi antara asimilasi dan akomodasi melahirka konsep
konstruktifisme, yaitu bahwa anak secara aktif menciptakan pengetahuan, dalam arti anak
tidak hanya menerima pengetahuan secarapasif dari lingkungan.

Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget


PERIODE USIA DESKRIPSI PERKEMBANGAN
1. Sensorimotor 0-2 tahun Pemgetahuan anak diperoeh melalui interaksi fisik,
baik dengan orang atau objek. Skema-skema baru
berbentuk reflek-reflek sederhana, seperti: meng-
genggam atau menghisap.
2. Praoperasional 2-6 tahun Anak mulai menggunakan symbol-simbol untuk
merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif.
Symbol-simbol itu seperti: kata-kata dan bilangan
yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan
kegiatan (tingkah laku yang tampak).
3. Operasi 6-11 tahun Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi
Konkret mental atas pengetahuan yang mereka miliki.
Mereka dapat menambah, mengurangi dan
mengubah. Operasi ini memungkin-kannya untuk
dapat memecahkan masalah secara logis.
4. Operasi 11 tahun Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi.
Formal sampai Disini anak (remaja) sudah dapat berhubungan
dewasa dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak,
todak hanya dengan objekobjek konkrit. Remaja
sudah dapat berfikir abstrak dan memecahkan
maslaah melaui pengujian semua alternatif yang ada.
4
2. Model Pemprosesan Informasi
Pendekatan ini merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu sistem yang
terdiri atas tiga bagian: (1) Input, yaitu proses informasi dari lingkungan atau stimulasi
yang masuk kedalam reseptor-reseptor panca indra dalam betuk penglihatan, suara, dan
rasa; (2) Proses, yaitu pekerjaan otak untuk mentransformasikan informasi atau stimulus
dalam cara yang beragam; (3) Output, yang berbentuk tingkah laku, seperti
bicara,menulis, interaksi sosial, dan sebagainya.
3. Model Kognisi Sosial
Kognisi sosia dapat di artikan sebagai pengetahuan tentang lingkungan sosia dan
hubungan interpersonal. Model ini menekankan pada dampak/pengaruh pengalaman
sosial terhadap perkembangan kognitif. Tokoh dari pendekatan ini adalah Lev Vygotsky
(1886-1934) ahli psikologi dari rusia.
Penerapan teori kognitif ini contohnya pada pembelajaran mandiri, dimana siswa
dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya sendiri dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri. Sebagaimana yang disampaikan Piaget (Collin, dkk: 2012) dalam
teorinya bahwa tujuan utama dalam proses pembelajaran adalah menghasilkan manusia yang
memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru”. Selain model pembelajaran
mandiri, model diskusi dengan memfokuskan pada perkembangan siswa dan guru sebagai
fasilitator untuk membantu siswa berkembang sesuai dengan struktur kognitifnya, juga
merupakan contoh penerapan teori kognitif.

C. Teori Behavioral dan Belajar Sosial


Behaviorisme menekankan bahwa kognisi tidak penting dalam memahami perilaku.
B.F.Skinner mengemukakan perkembangan adalah perilaku yang diamati, yang ditentukan
oleh hadiah dan hukuman di dalam lingkungan. Teori belajar sosial yang dikembangkan
oleh Albert Bandura menyatakan bahwa lingkungan adalah faktor penting yang mempe
ngaruhi perilaku, tetapi proses-proses kognitif tidak kalah pentingnya. Teori belajar sosial
manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilakunya sendiri.
1. Teori Belajar Behaviorisme
Belajar adalah perubahan tingkah laku, dimana individu dianggap telah belajar
sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya: seorang siswa
belum dapat membaca. Maka, betapapun ia keras belajar, betapapun gurunya berusaha
mengajar sebaik-baiknya, atau bahkan ia sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala,
namun bila ia gagal mendemonstrasikan kemampuanya dalam membaca, maka siswa itu
belum di anggap belajar. Ia di anggap telah belajar jika ia telah menunjukkan suatu
perubahan dalam tingkah laku (dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca).
Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di
antara stimulus dan respons itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa
diamati karena yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons.
Menurut teori Behaviorisme, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa
saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus bisa diamati, diukur, dan tidak oleh
hanya tersirat (implicit).
Faktor lain yang juga penting adalah factor penguatan (reinforcement). Penguatan
hal yang memperkuat respon. Apabila responya positif maka respon akan semakin kuat,
apabila responya negatif maka dikurangi supaya tetap menguatkan respon. Pelopor teori
Behaviorisme ini adalah Pavlov, Watson, Skinner, Hull, dan Gutrie.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
5
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang
belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah
yang harus dipahami oleh murid. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan intruksional
b. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi “entry
behavior” pembelajar (pengetahuan awal pembelajar)
c. Menentukan bahan pelajaran (pokok bahasan, topic, dan subtopic).
d. Memecah materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil.
e. Menyajikan materi pelajaran.
f. Memberikan stimulus berupa: Pertanyaan; Tes; Latihan; Tugas-tugas.
g. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan.
h. Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif atau negatif).
i. Memberikan stimulus baru.
j. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan (mengevaluasi hasil belajar).
k. Memberikan penguatan, dst.

2. Teori belajar sosial


Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori
ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut
Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh
model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari
orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang
perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement)
sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning"
atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa
teori pembelajaran sosial membahas tentang: (a) bagaimana perilaku kita dipengaruhi
oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning; (b) cara
pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi; dan (c) begitu pula
sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan
penguat (reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses
pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari
perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan
kepada orang lain.
Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses
pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut
antara lain :
a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model
dengan cermat
b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh
model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap
perilaku model.
c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk
mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan
oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan
perilaku yang dilakukan oleh model.
d. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk
belajar dari model.
6
D. Teori Etologi

Lorenz dan Nikolas, dua orang pendiri gerakan etologi, mengidentifikasi empat
kearakteristik tingkah laku bawaan, yaitu (a) universal, (b) stereotip, (c) bukan hasil belajar,
dan (d) sangat minim sekali dipengaruhi lingkungan. Para etologis menggambarkan
bagaimana urutan-urutan yang kompleks dari respon bawaan dipicu oleh stimulus dalam
lingkungan dan agaimana mekanisme bawaan, seperti imprinting mempengaruhi proses
belajar.
Etologi adalah studi tentang tingkah laku manusia dan hewan dalam konteks evolusi.
Teori etologis dikemukakan antara lain Darwin, Lorenz Tindbergen, dan Bowlby. Charles
Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh seleksi
alam. Seleksi alam tidak hanya terjadi pada fisik seperti warna kulit, namun juga pada
beragam tingkah laku. Konrad Lorenz (1903-1989) dan Niko Tindbergen (1907-1988)
menyatakan insting ikut berkembang karena menjadi adaptif dalam lingkungan tertentu dan
insting memerlukan lingkungan yang tepat untuk berkembang dengan benar (Crain,
2007:64). Jhon Bowlby (1907-1990) perkembangan manusia ditentukan lingkungan yang
diadaptasinya. Untuk mendapatkan perlindungan anak-anak harus mengembangkan tingkah
laku kemelekatan (attachment) yaitu sinyal yang mempromosikan dan mempertahankan
kedekatan anak dengan pengasuhnya (Bowlby, 1982:182).
Penerapan dalam pembelajaran dapat dilakukan apabila kita ingin mengetahui
apakah siswa itu selama ini ia melakukan proses belajar secara dangkal atau melakukan
proses belajar secara mendalam yang dilakukan melalui pemberian tugas kepada mereka
untuk dianalisis. Misalnya siswa diberikan tugas untuk melakukan kritikal review tentang
sebuah artikel, maka di bawah artikel tersebut harus disertakan dengan beberapa pertanyaan
yang bervariasi mulai dari pertanyaan sederhana tentang apa konsep, tema dan sub tema dari
artikel tersebut, sampai dengan bagaimana posisi dan pandangan penulis terhadap persoalan
yang diangkat dalam artikel tersebut.
Berdasarkan pertanyaan yang sudah dimuat pada akhir dari artikel tersebut, maka
dapat diidentifikasikan dari jawaban siswa kelompok-kelompok yang belajar secara dangkal
dan kelompok-kelompok yang belajar secara mendalam. Jika dari hasil analisis jawaban
yang diberikan lebih dominan pada pengungkapan fakta-fakta dari apa yang terdapat dalam
artikel tersebut, maka mereka tergolong ke dalam belajar secara dangkal. Jika mereka
menganalisis lebih jauh dari sekedar fakta, misalnya lebih mengarah pada makna secara
kualitatif dari apa yang dianalisisnya dari artikel tersebut maka mereka tergolong ke dalam
belajar secara mendalam.

1. Konsep
Pendekatan metodologis dalam etologi (pendekatan yang memahami tingkah laku
dengan setting yang alamiah). Konsepnya:
a. Mengetahui informasi tentang orang tersebut sebanyak mungkin
b. Mengamati tingkah laku khasnya
c. Membandingkan dengan tingkah laku orang yang lain.

2. Penerapan
Etologi menekankan pada proses psikologis yang berinteraksi dengan
pengalaman. Kematangan fisik, termasuk perubahan hormonal, perkembangan
lokomotor, dan peningkatan efisiensi sistem saraf menandai pentingnya periode sensitif.
Sebagai tambahan dari perubahan psikologis sepanjang rentang kehidupan,
terdapat kemampuan belajar yang innate (yang umum & spesifik). Kemampuan ini
terkait dengan tingkah laku insting, yaitu tingkah laku yang tidak pernah dipelajari dan
muncul karena stimulus eksternal tertentu.
7
Contohnya: tindakan penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena dapat
merespon kapanpun jika anak anaknya berada dalam bahaya. Kemampuan belajar yang
dibangun sampai sistem saraf inilah yang memungkinkan organisme dapat belajar dari
pengalamannya. Etologis juga mempelajari perilaku yang dipelajari (learned behavior)
yang ditujukan untuk adaptasi.

a. Penerapan pertama
Merespon kepada seseorang. Penerapan ini akan terjadi pada bayi lahir sampai
berusia 3 bulan. Fokus hanya terhadap orang orang yang dikenalnya. Penerapan ini
terjadi pada bayi berusia 3 sampai 6 bulan. Hal ini terjadi karena adanya intensitas
aktivitas antara bayi dan orang orang yang sering berinteraksi dengannya, sehingga
bayi mulai dapat membedakan antara orang yang dikenal dan yang tidak. Kelekatan
yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif terhadap orang orang sekitarnya.
Penerapan ini terjadi saat bayi berusia 6 bulan sampai 3 tahun.
b. Menunjukkan tingkah laku persahabatan
Pada penerapan ini anak mulai menunjukkan sikap kelekatan dan ketertarikan
terhadap teman sebayanya dan orang orang yang baru ditemuinya. Penerapan ini
terjadi pada usia 3 tahun sampai akhir masa kanak kanak. Kelekatan seorang anak
mengikuti arah yang serupa dengan proses pencetakan (imprinting) pada
perseorangan. Imprinting adalah proses dimana perseorangan belajar stimuli pemicu
untuk melepaskan insting insting sosial mereka.
Pada manusia, kita dapat mengamati proses serupa, meskipun berkembang
sangat lambat. Selama minggu minggu pertama hidupnya bayi tidak bisa secara aktif
mengikuti objek lewat keinginan mereka sendiri melainkan hanya melakukan respon
sosial langsung kepada orang orang. Namun, sejak usia 3 bulan mereka mulai
mempersempit kemelekatan mereka hanya kepada beberapa orang, dan akhirnya pada
satu orang saja.

E. Teori Ekologi Kontekstual


Teori-teori belajar atau lingkungan berakar dari asumsi bahwa tingkah aku anak
diperoleh melalui pengkondisian (conditioning) dan prinsip-prinsip belajar. Ada empat tipe
pengkondisian dalam belajar:
1. Habituasi, yaitu bentuk belajar sedehana yang melibatkan tingkah laku responden dan
terjadi ketika respon reflek menghilang karena diperolehnya stimulus yang sama secara
berulang.
2. Respondent Conditioning (Classical), merupakan salah satu bentuk belajar yang netral,
melibat reflek dimana stimulus memperoleh kekuatan untuk mendapat respon reflektif
sebagai hasil asosiasi dengan stimulus tak bersyarat.
3. Operant Conditioning, bentuk belajar dimana tingkah laku operan berubah karena
dipengaruhi oleh dampak tingkah laku tersebut.
4. Discriminating Learning, tipe belajar yang sangat erat denagn operant conditioning.
Bandura meyakini bahwa belajar melalui observasi atau modeling itu melibatkan
empat proses, yaitu:
1. Attentional, yaitu proses dimana observer atau anak menaruh perhatian terhadap tingkah
laku atau penampilan model.
2. Retention, yaitu proses yang merujuk kepada upaya aak untuk memajukan informasi
tentang model, seperti karakteristik penampilan fisik, mental dan tingkah lakunya
kedalam memori.
3. Production, yaitu proses mengontrol tentang bagaimana anak dapat memproduksi respons
atau tingkah laku model.
4. Motivational, yaitu poses pemilihan tingkah laku mode yang di imitasi oleh anak.
8

F. Tugas-tugas:
1. Jelaskan tentang kesadaran dan kepribadian menurut salah satu tokoh psikoanalisis yaitu
Sigmund Freud? Kemudian sebut dan jelaskan tahap perkembangan dorongan menurut
Freud?
2. Jean Piaget menyatakan bahwa individu atau organisme mengalami beberapa tahapan
perkembangan kognitifnya. Sebutkan dan jelaskan?
3. Menurut teori belajar Behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku, dimana
individu dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah
laku. Jelaskan dan berikan contoh?
4. Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku
melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang
diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau
pembelajaran melalui pengamatan. Jelaskan?
5. Jelaskan bagaimana penerapan teori etologi dalam pembelajaran?
6. Mnurut teori belajar ekologi, bahwa belajar atau lingkungan berakar dari asumsi bahwa
tingkah aku anak diperoleh melalui pengkondisian (conditioning) dan prinsip-prinsip
belajar. Jelaskan prinsip-prinsip dan tipe-tipe pengkondisian dalam belajar.

G. Referensi:

Abin Syamsuddin M. 2001. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya.


Conny R. Semiawan. 1998/1999. Perkembangan & Belajar Peserta Didik. Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti.
Havighaurst,R.I. 1980. Developmental Task and Education. New York.
Hurlock,E.B. 1980. Developmental Psychology. Mekay A life Span approach. New New
Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co.Ltd.
Lingdern.H.C. 1972. Educational Psychology in the Classroom. Third Edition. New York:
John Wiley Son.Ltd.
Lemer,R.M. 1983. Human Development: A Life Span Perspective. New York: Mc.Grow-
Hill.Inc.
Nandang Budiman, 2005. Memahami Perkembangan Anak Sekolah Dasar. Jakarta: Dikti.
Santrok. J. Human Development, A Life Span Perspective. New York: McGraw-Hill, Inc.
Sunarto & Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syamsu Yusuf, 2005. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosda Karya.
MATERI PEMBELAJARAN KE-5

POKOK BAHASAN : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami beberapa hal berikut:


1. Faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik dan
psikomotorik
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosi
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan
spiritual
MATERI POKOK:
A. Faktor-faktor Perkembangan Individu
Faktor-faktor penentu perkembangan individu merupakan salah satu masalah yang
menjadi perhatian para ahli psikologi. Hasil studi psikologi sebagai jawaban terhadap
permasalahan tersebut secara umum dapat di bedakan menjadi tiga kelompok teori, yaitu
Nativisme, Empirisme dan Konvergensi.

1. Nativisme
Schoupenhauer adalah salah seorang tokoh teori Nativisme. Penganut teori
Nativisme berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan ke dunia membawa faktor-faktor
turunan (heredity) yang dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya. Faktor turunan
yang dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya itu dikenal pula dengan istilah
dasar (nature). Bagi penganut teori Nativisme bahwa dasar (nature) ini dipandang sebagai
satu-satunya penentu perkembangan individu.
Penganut teori Nativisme umumnya mempertahankan konsepsinya dengan
menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya.
Contoh: apabila ayahnya terampil melukis, maka anak-anaknya pun diyakini akan
terampil melukis; jika orang tuanya pandai dalam bidang sains, maka anakanaknya pun
diyakini akan memiliki kepandaian dalam bidang sains; dsb.
Teori Nativisme memberikan implikasi yang tidak kondusif terhadap pendidikan.
Teori Nativisme tidak memberikan kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengubah
kepribadian peserta didik. Berdasarkan hal itu, peranan pendidikan atau sekolah sedikit
sekali dapat dipertimbangkan untuk dapat mengubah perkembangan peserta didik. Teori
demikian dipandang sebagai teori yang pesimistis terhadap upaya-upaya pendidikan
untuk dapat mengubah atau turut menentukan perkembangan individu.
Teori Nativisme tidak dapat dipertahankan kebenarannya.Teori Nativisme
tidaklah dapat kita diterima, baik sebagai asumsi dalam ilmu pendidikan maupun dalam
praktik pendidikan. Sebab, jika teori Nativisme kita terima sebagai suatu asumsi, jika kita
menerima sebagai sesuatu kebenaran bahwa perkembangan individu semata-mata
tergantung pada dasar, maka konsekuensinya bahwa sekolah sepantasnya dibubarkan
saja. Para orang tua, para guru dan siapapun tidak perlu melakukan pendidikan, sebab
pendidikan dipandang tidak akan berfungsi untuk dapat mengubah keadaan anak, anak
akan tetap sesuai dasar yang dimilikinya. Namun demikian, hal tersebut bertentangan
dengan realitas yang sesungguhnya, karena terbukti bahwa sejak dulu hingga sekarang
para orang tua dan para guru, baik di rumah maupun di sekolah, mereka mendidik anak-
anak/siswa-siswanya karena pendidikan itu terbukti merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dan harus dilakukan dalam rangka membantu anak/siswa agar
berkembang ke arah yang di harapkan. Dengan demikian, teori Nativisme tidak dapat
dipertahankan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak perlu diadopsi
secara keseluruhannya.
2
2. Empirisme
John Locke dan J.B. Watson adalah tokoh teori Empirisme. Sebagai penganut
Empirisme Locke dan Watson menolak asumsi Nativisme. Penganut Empirisme
berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis
yang belum ditulisi (as a blank slate atau tabula rasa). Individu lahir ke dunia tidak
membawa ide-ide bawaan. Penganut Empirisme meyakini bahwa setelah kelahirannya,
faktor penentu perkembangan individu ditentukan oleh faktor lingkungan/
pengalamannya. Faktor penentu perkembangan individu yang diyakini oleh penganut
empirisme dikenal pula dengan istilah ajar (nurture). Perkembangan individu tergantung
kepada hasil belajarnya sedangkan faktor penentu utama dalam belajar sepenuhnya
berasal dari lingkungan (Yelon and Weinstein, 1977). Dengan demikian, mereka tidak
percaya kepada faktor turunan atau dasar (nature) yang dibawa sejak lahir sebagai
penentu perkembangan individu. Sebaliknya, mereka meyakini pengalaman/lingkungan
atau ajar (nurture) itulah satu-satunya faktor penentu perkembangan individu.
Implikasi teori Empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan
sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik; tanggung
jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik. Teori Empirisme memberikan
implikasi yang bersifat optimistis terhadap pendidikan untuk dapat sepenuhnya
mempengaruhi atau menentukan perkembangan individu seperti apa yang diharapkan
pendidik. Hal ini sebagaimana dikemukakan J. B. Watson:
"Give me a dozen healthy infants, well-formed, and my own specified world to
bring them up in and I'll guarantee to take any one at random and train him to
become any type specialist. I might select doctor, lawyer, artist, mechant-chief, and
yes even beggar-man and thief, regardless of his talents, pencahnts, tendencies,
abilities, vocations, and race of his ancestors" (Edward. J. Power, 1982).
Berdasarkan uraian di atas, dapat Anda pahami bahwa para penganut teori
Empirisme begitu optimis dengan pendidikan sebagai upaya yang dapat diandalkan
dalam rangka membentuk individu/siswa. Apakah teori Empirisme ini dapat
dipertahankan kebenarannya? Sebagaimana dikemukakan Sumadi Suryabrata (1990:187-
188) bahwa “jika sekiranya konsepsi Empirisme ini memang benar, maka kita akan dapat
menciptakan manusia ideal sebagaiman kita cita-citakan asalkan kita dapat menyediakan
kondisi-kondisi yang diperlukan untuk itu. Tetapi kenyataan membuktikan hal yang
berbeda daripada yang kita gambarkan itu”.

3. Teori Konvergensi
Tokoh teori Konvergensi antara lain William Stern dan Robert J. Havighurst.
Mereka berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh dasar (nature) atau
faktor turunan (heredity) yang dibawa sejak lahir maupun oleh faktor ajar (nurture) atau
lingkungan/pengalaman. Misalnya, Havighurst menyatakan bahwa "karakteristik tugas
perkembangan pada masa bayi dan anak kecil adalah biososial. Sebab, perkembangan
anak adalah berdasarkan kematangan yang berangsur-angsur dari organ tubuhnya
(biologis), dan berhasil tidaknya dalam tugas perkembangan itu tergantung kepada
lingkungan sosialnya (Robert J. Havighurst, 1953). Penelitian yang dilakukan beberapa
ahli juga menunjukkan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh interaksi dengan
cara yang kompleks dari faktor hereditas dan faktor lingkungan (Yelon and Weinstein,
1977).
Implikasi teori Konvergensi terhadap pendidikan yakni memberikan
kemungkinan bagi pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai
dengan apa yang diharapkan, namun demikian pelaksanaannya harus tetap
memperhatikan faktor-faktor hereditas peserta didik: kematangan, bakat, kemampuan,
keadaan mental,dsb. Kiranya teori konvergensi inilah yang cocok kita terapkan dalam
praktek pendidikan.
3

B. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik dan Psikomotorik

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik peserta didik,


yaitu:
1. Keluarga meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
2. Gizi, contohnya peserta didik yang memperoleh gizi yang cukup biasanya akan lebih
tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf remaja dibandingkan dengan
mereka yang kurang mendapatkan asupan gizi.
3. Gangguan emosional, contohnya peserta didik yang terlalu sering mengalami gangguan
emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan, dan ini
akan membawa akibat berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan kelenjar
pituitari.
4. Jenis kelamin, contohnya peserta didik laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat
daripada peserta didik perempuan.
5. Status sosial ekonomi, contohnya peserta didik yang berasal dari keluarga dengan status
sosial ekonomi rendah cenderung lebih kecil daripada anak yang berasal dari keluarga
yang status sosial-ekonominya tinggi.
6. Kesehatan, contohnya peserta didik yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki
tubuh yang lebih berat daripada anak yang sering sakit.
7. Pengaruh bentuk tubuh bangun/bentuk tubuh, apakah mesamorf, ektomorf, atau
endomorf, akan mempengaruhi besar kecilnya tubuh peserta didik.
8. Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous system). Pertumbuhan syaraf
dan perkembangan kemampuan peserta didik membuat intelegensi (kecerdasan)
meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik
perkembangan kemampuan sistem sistem syaraf peserta didik, akan semakin baik dan
beraneka ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda
dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak dapat diganti atau
tumbuh lagi.
9. Pertumbuhan otot-otot. Peningkatan tonus (tegangan otot) peserta didik dapat
menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan
jasmaninya. Perubahan ini tampak sangat jelas pada peserta didik yang sehat dari tahun
ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatannya dalam permainan yang bermacam-
macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan
kuantitasnya dari masa ke masa. Peningkatan dan pengembangan keterampilan peserta
didik tersebut bergantung pada kualitas pusat sistem syaraf dalam otaknya.
10. Perkembangan dan perubahan fungsi kelanjar-kelenjar endokrin (endocrine glands).
Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin seperti adrenal (kelenjar endokrin yang
meliputi bagian atas ginjal dan memroduksi bermacam-macam hormon termasuk
hormon seks), dan kelenjar pituitary (kelenjar di bawah bagian otak yang memproduksi
dan mengatur berbagai hormon termasuk hormon pengembang indung telur dan
sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku peserta didik ketika menginjak
remaja. Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya
pola sikap dan tingkah laku peserta didik terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat
berupa seringnya melakukan kerja sama dalam belajar atau berolahraga, berubahnya
gaya dandanan atau penampilan, dan lain lain. Perubahan pola perilaku yang bermaksud
menarik perhatian lawan jenis. Dalam hal ini, orangtua dan guru bersikap antisipatif
terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku seksual yang
tidak dikehendaki demi kelangsungan perkembangan para peserta didik remaja yang
menjadi tanggung jawabnya.
4
11. Perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia peserta didik akan semakin
meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan bagian) tubuh
pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik
peserta didik juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena
perubahan fisik itu sendiri merupakan konsep diri (self-concept) peserta didik tersebut.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik peserta didik lebih memiliki
signifikasi daripada usia kronologisnya sendiri. Timbulnya kesadaran peserta didik yang
berbadan terlalu besar dan tinggi atau terlalu kecil dan rendah jika dibandingkan dengan
teman-teman sekelasnya mungkin sekali akan memengaruhi pola sikap dan perilakunya
baik ketika berada di dalam kelas maupun di luar kelas. Sikap dan perilaku yang
berbeda ini bersumber dari positif atau negatifnya konsep diri yang dimiliki.

Sementara adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikomotorik,


baik yang menghambat dan mendukung peningkatan potensi kemampuan psikomotorik
peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Faktor pola asuh orang tua. Contohnya pola asuh otoriter dapat menghambat
perkembangan psikomotorik saat orang tua menerapkan pola asuh terlalu otoriter ataupun
terlalu memaksa, karena karakteristik seorang anak sangat sensitif apalagi setiap anak
tidak dapat secara langsung dioptimalkan secara cepat dengan kata lain memaksakan
kemampuan dengan waktu yang singkat. Apabila orang tua memaksakan peningkatan
potensi perkembangan psikomotorik anak, kebanyakan malah menyebabkan gangguan
mental terhadap anak tersebut biasanya anak akan cenderung merasa canggung, merasa
serba salah tidak percaya pada diri sendiri dan merasa tertekan.
2. Gen dari orang tua. Gen dari orang tua juga bisa menjadi penghambat dalam upaya
meningkatkan kemampuan psikomotorik anak, apabila orang tua mempunyai pembawaan
sifat gen yang unggul maka perkembangan psikomotorik peserta didik akan lancar, begitu
pun sebaliknya.
3. Pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan ini biasa berasal dari keluarga, sekolah
maupun lingkungan bermain.
4. Interior ruang belajar. Menjelaskan bahwa kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Adapun lingkungan fisik tersebut antara lain
berupa kondisi fisik hunian (bangunan), ruang (interior) beserta segala perabotnya, dan
sebagainya.
Perkembangan fisik dan psikomotorik yang bagus menjadi harapan kita bersama.
Bukan hanya peserta didik yang ditekankan bagus perkembangan fisik dan psikomotorik
mereka namun juga guru sendiri tidak boleh lalai menjaga kebugaran dan kesehatannya.
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah (Arief, 2002) bahwa tujuan pendidikan Islam dibagun
atas tiga komponen sifat dasar manusia, yaitu: tubuh, ruh dan akal yang masing-masing harus
dijaga. Rasulullah saw bersabda “orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi
Allah ketimbang mukmin yang lemah” (HR. Imam Muslim).
Oleh imam Nawawi menafsirkan hadist di atas sebagai kekuatan iman yang ditopang
oleh kekuatan fisik. Kekuatan fisik merupakan bagian pokok dari tujuan pendidikan, maka
pendidikan harus mempunyai tujuan ke arah keterampilan- keterampilan fisik yang dianggap
perlu bagi tumbuhnya keperkasaan tubuh yang sehat.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi dan Sosial Peserta Didik


Perkembangan emosi yang muncul pada setiap anak pasti berbeda antara anak yang
satu dengan anak yang lainnya. Ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dari berbagai sumber (Setiawan, 1995; Hurlock dalam Susanto, 2011;
Tirtayani, dkk, 2014; Patmonodewo dalam Susanto, 2011), dapat disimpulkan terdapat
sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak, yakni:
5
1. Pengaruh keadaan individu sendiri.
Keadaan diri individu seperti usia, keadaan fisik, inteligensi, peran seks dapat
mempengaruhi perkembangan individu. Hal yang cukup menonjol saat anak mengalami
gangguan atau cacat tubuh, maka akan sangat mempengaruhi perkembangan emosi
peserta didik.
Selain itu, faktor dalam diri yang lain berupa yang mempengaruhi emosi anak,
yaitu peran kematangan dan peran belajar. Pertama Peran kematangan. Perkembangan
kelenjar endoktrin dalam kematangan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan
produksi endoktrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stres.
Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecciil secara segera
setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar ini mulai membesar lagi, dan membesar
dengan pesat sampai anak berusiaa lima tahun pembesarannya melambat pada usia 5-11
tahun pada usia 16 tahun, kelenjar ini mencapai ukuran semula kembali, seperti pada saat
anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan, sampai saat kelenjar
ini membesar. Pengaruhnya penting terhadaap keadaan emosional pada masa anak-anak.
Kedua Peran belajar. Dari segi perkembangan,anak harus siap untuk belajar
sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh, bayi yang baru lahir tidak mampu
mengekspresikan kemarahan kecuali dengan menangis. Dengan adanya pematangan
sistem saraf dan otot, anak-anak mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi.
Pengalaman belajar mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka
gunakan untuk menyatakan kemarahan. Ada lima jenis kegiatan belajar turut menunjang
pola perkembangan emosi anak yaitu:
a. Belajar secara coba dan ralat (trial and error learning), anak belajar secara coba-coba
untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan
terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau
sama sekali tidak memberikan pemuasan
b. Belajar dengan cara meniru (learning by imitation), dngan mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan
metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification), hampir sama
dengan belajar secara meniru perbedaanya terdapat pada dua segi yaitu anak hanya
menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya dan motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi lebih kuat
dibandingkan dengan motivasi untuk menirukan sembarang orang.
d. Belajar melalui pengkondisian (conditioning) berarti belajar dengan cara asosiasi.
Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan,
karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi
secara kritis, dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Pelatihan (training), atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada
aspek reaksi. Dengan pelatihan, anak-anak diransang untuk bereaksi terhadap
ransangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah
agar tidak bereaksi secara emosional terhadap ransangan yang membangkitkan emosi
yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengendalikan lingkungan
apabila memungkinkan.

2. Konflik-konflik dalam proses perkembangan. Dalam menjalani fase perkembangan, tiap


anak harus melalui berbagai macam konflik perkembangan. Jika peserta didik tersebut
tidak mampu menjalani maka akan mempengaruhi perkembangan emosinya. Faktor-
faktor yang menyebabkan perubahan perkembangan emosi anak adalah sebagai berikut:
(1) Kesadaaran kognitifnya yang telah meningkat memungkinkan pemahaman terhadap
lingkungan berbeda dari tahap semula, (2) Imajinasi atau daya khayalnya lebih
berkembang, (3) Berkembangnya wawasan sosial anak.
6

Perlu diketahui bahwa setiap anak usia dini menjalin kelekatan dengan pengasuh
pertamanya yang kemudian perlu diperluas hubungan ini apabila dunia hubungan dengan
lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu dibantu dalam menjalin hubungan dengan
lingkungannya agar mereka secara emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan
kepuasan dalam hidupnya, dan sehat secara mental dan fisik.

3. Faktor lingkungan. Emosi anak akan positif jika lingkungan juga positif dan sebaliknya.
Faktor lingkungan ini terbagi tiga, yakni:
a. Lingkungan Keluarga. Keluarga berfungsi sebagai dalam menanamkan dasar- dasar
pengalaman emosi anak. Dasar-dasar pengelolaan emosi yang dimiliki anak dimulai
dari keluarga. Diantara factor yang banyak berpengaruh yakni status ekonomi
keluarga, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua.
b. Lingkungan tempat tinggal, berupa kepadatan penduduk, angka kejahatan, fasilitas
rekreasi dan bermain anak.
c. Lingkungan sekolah, berupa keharmonisan antara guru dan peserta didik, atau antara
peserta didik dengan teman sebayanya.

Sama halnya dengan perkembangan emosi, perkembangan sosial peserta didik juga
pun dipengaruhi beberapa faktor (Mayar, 2013; Tirtayani, dkk, 2014), yaitu:

1. Faktor individu
Faktor individu ini termasuk kematangan. Bersosialisasi memerlukan kematangan
fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan
menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Faktor yang lainnya berupa kapasitas mental yang terdiri dari emosi dan
intelegensi. Kemampuan berpikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi
perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan
intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika
perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan
perkembangan sosial anak.
Selain itu, factor yang berpengaruh terhadap perkembangan social yakni factor
agama dan moral. Hal ini telah di temukan dalam beberapa hasil penelitian, dalam
penelitian ditemukan bahwa aturan agama dan moral kebanyakan masyarakat
menekankan kewajiban untuk menolong orang lain. Penelitian lain menyatakan bahwa
kadar keagamaan dapat meramalkan perilaku sosial dalam proyek jangka panjang seperti
organisasi. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa pengaruh pada perilaku
sosial bukanlah seberapa kuatnya ketaatan beragam itu sendiri, melainkan bagaimana
kepercayaan atau keyakinan orang yang bersangkutan.
2. Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan
oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap
lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Untuk mencapai
kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang
lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui kesempatan atau pengalaman bergaul
dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya ataupun
orang dewasa lainnya.
7

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan


orang tua terhadap anak dalam mengenal berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-
norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada
anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.proses bimbingan orang tua ini lazim disebut sosialisasi.

Perkembangan sosial di lingkungan keluarga juga dipengaruhi oleh berbagai


faktor yaitu:
a. Status di keluarga
Sosialisasi seorang anak akan dipengaruhi oleh statusnya. Siapakah ia di dalam
keluarga tersebut? Apakah seorang kakak,adik,anak dan lainnya. Hal ini akan
memengaruhi proses sosialisasinya, seperti bagaimana ia harus berperan ketika
menjadi adek, dan ketika menjadi kakak.
b. Keutuhan keluarga
Jika sebuah keluarga yang keutuhannya bagus, jarang terdengar konflik di
dalamnya,maka sosialisasi anak dapat berjalan dengan lancar, karena tidak ada faktor
yang menganggu berjalan proses sosialisasi anak tersebut.
c. Sikap dan kebiasaan orang tua
Sikap dan kebiasaan orang tua akan menurun juga kepada anaknya. Jika orang tua
yang mempunyai sikap ramah dan memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang
sekitar, maka dapat dipastikan sosial anak juga akan bagus.

3. Faktor Dari Luar Rumah


Faktor di luar rumah adalah wadah bagi anak untuk bersosialisasi di luar rumah
anak akan bertemu dengan orang yang lebih banyak, seperti teman sebaya, orang yang
lebih kecil darinya,orang dewasa, sehingga sosialnya akan berjalan sesuai dengan
perannya di lingkungan tersebut.
Faktor dari luar ini meliputi pengaruh dari teman sebaya dan media massa. Ketika
anak bertumbuh dewasa, kelompok social menjadi sumber utama dalam perolehan
informasi termasuk tingkah laku yang diinginkan. Begitu pula dengan media massa,
seperti televisi bukan hanya sekedar hiburan, tetapi juga merupakan agen sosialisasi yang
penting. Meskipin banyak penelitian tentang pengaruh televisi difokuskan pada
pengamatan tentang agresif lebih dari model tingkah laku., namun sekarang ini orang
mulai mengamati pengaruh televisi terhadap perkembangan tingkah laku sosial. Dengan
melihat program televisi, anak-anak juga dapat mempelajari tingkah laku yang tepat
dalam situasi tertentu. Peserta didik mudah sekali belajar melalui media ini
4. Faktor Pengaruh Pengalaman Sosial Anak
Jika seorang anak memiliki pengalaman sosial yang buruk, seperti tidak
diperbolehkan main keluar rumah oleh orang tuanya, maka hal itu, akan berpengaruh bagi
proses sosialisasinya kepada lingkungan sekitarnya yang berbeda di luar rumah. Hal ini
akan menyebabkan anak menjadi tidak tahu dan kurang bersosialisasi dengan lingkungan
di luar rumah. Dalam pembelajaran anak melalui interaksi sosial baik dengan orang
dewasa maupun dengan teman sebaya yang ada dilingkungannya. Salah satu cara anak
belajar adalah dengan cara mengamati, meniru, dan melakukan.
Selain itu, kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi
keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif
yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap
perkembangan social anak yakni pendidikan, semakin tinggi dan semakin baik
pendidikan, maka perkembangan social semakin terarah, semakin santun dan semakin
sesuai harapan normative masyarakat pada umumnya.
8

D. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik


Perkembangan kognitif, secara umum dipengaruhi dua factor utama, yakni hereditas
dan lingkungan. Menurut Ali dan Asrori (2012) pengaruh kedua faktor itu tidak terpisah
secara sendiri sendiri melainkan saling terhubung.
1. Faktor hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan
daya kerja intelektualnya. Secara potensial, anaktelah membawa kemungkinan
kecenderungan intelektualnya pada taraf tertentu. Namun potensi ini tidak bisa
berkembang tanpa adanya peran lingkungan. Misalnya anak tersebut terlahir dari
keluarga yang otaknya cerdas namun anak ini tidak mendapatkan stimulasi atau
pendidikan maka kecerdasannya itu tidak akan nampak.
2. Faktor lingkungan
Terdapat dua faktor lingkungan yang sangat besar peranannya yakni keluarga dan
sekolah. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah
memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak
memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. Begitu pula di
sekolah, peran guru sangat menentukan perkembangan kognitif anak. Semakin banyak
stimulasi yang diberikan maka semakin berkembang pula kognitif dari peserta didik
tersebut.

Dari referensi yang berbeda didapatkan bahwa faktor yang memengaruhi


perkembangan kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor hereditas/keturunan, teori ini yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat
Schopenhauer, berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi- potensi
tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
b. Faktor lingkungan, teori ini empirisme dipelopori oleh john locke. Locke berpendapat
bahwa manusia dilahirkan dalam keaadaan suci seperti kertas putih yang masih bersih
belum ada tulisan atau noda sedikit pun.
c. Faktor kematangan tiap organ (fisik maupun psikis), dapat dikatakan matang jika telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
d. Faktor pembukaan, ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang memengaruhi
perkembangan inteligensi.
e. Faktor minat dan bakat minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi.
f. Faktor kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang
berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahakan
masalah-masalah,juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

E. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spritual Peserta Didik


Dalam kenyataannya perkembangan seseorang itu tidak terjadi begitu saja. Sebagai
contoh dalam hal berbicara, pada mulanya seorang bayi baru bisa mengoceh, lama kelamaan
bisa menyebutkan beberapa kata yang selanjutnya dapat berbicara lancar, disini anak
berkembang bicaranya tidak begitu saja, pasti ada hal-hal yang mendorong dan
mempengaruhinya.
Faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan moral dan spiritual individu
mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Berbagai aspek perkembangan pada
peserta didik dipengaruhi oleh interaksi atau gabungan dari pengaruh internal dan faktor
eksternal. Begitu pula dengan perkembangan moral dan spiritual dari peserta didik.
Meskipun kedua aspek perkembangan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
internal yang hampir sama tetapi kadar atau bentk pengaruhnya berbeda.
9

Peserta didik akan mulai melihat dan memasukkan nilai-nilai yang ada dilingkungan
sekitarnya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, termasuk dari
gurunya. Figur guru sangat penting bagi peserta didik untuk hadir sebagai teladan. Semua
aspek diatas memilki peran yang penting dalam perkembangan moral dan spritual peserta
didik yang kadarnya atau besarnya pengaruh yang bergantung pada usia atau kebiasaan dari
peserta didik (Baharuddin, 2011).
Secara keseluruhan, dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-
nilai hidup tertentu, banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu:

1. Lingkungan keluarga
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan moral
seseorang. Biasanya tingkah laku seseorang berasal dari bawaan ajaran orang tuanya.
Orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa
kecil, kemungkinan besar mereka tidak mampu mengembangkan superegonya sehingga
mereka bisa menjadi orang yang sering melakukan pelanggaran norma.

2. Lingkungan sekolah
Di sekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat
sehingga mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang baik dan boleh dilakukan.
Tentunya dengan bimbingan guru. Anak-anak cenderung menjadikan guru sebagai model
dalam bertingkah laku, oleh karena itu seorang guru harus memiliki moral yang baik.
3. Lingkungan pergaulan
Dalam pengembangan kepribadian, faktor lingkungan pergaulan juga turut
mempengaruhi moral seseorang. Pada masa remaja, biasanya seseorang selalu ingin
mencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada rasa tidak enak apabila menolak ajakan
teman. Bahkan terkadang seorang teman juga bisa dijadikan panutan baginya.
4. Lingkungan masyarakat
Masyarakat sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan
moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu
sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggar- pelanggarnya.
5. Faktor genetis, atau pengaruh sifat-sifat bawaan atau hereditas yang ada pada pada diri
peserta didik. Hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu, dan diwariskan
orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki
individu sejak masa konsepsi (pertumbuhan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari
pihak orang tua melalui gen-gen. Pentingnya faktor keturunan dinyatakan Rasulullah
dalam sebuah hadist “lihatlah kepada siapa anda letakkan nutfah (sperma) anda, karena
sesungguhnya asak (al-I’rq) itu menurun kepada anaknya”. Pengertian hadist tersebut
mengatakan bahwa sifat orang tua baik bapak maupun ibu sangat berpengaruh penting
dalam pewarisan sifat yang dimiliki oleh sang anak. Selanjutnya Rasulullah SAW
bersabda dalam memilih jodoh perhatikan empat hal yaitu kecantikan, kekayaan,
keturunan, dan agama, tapi utamakanlah agamanya karena kecantikan akan pudar,
kekayaan akan habis, dan keturunan hanya membawa popularitas semata, sedangkan
agama akan mempengaruhi seluruh kepribadiannya. Kekuatan agama yang ada pada diri
seseorang akan mempengaruhi seluruh kepribadiannnya. Kekuatan agama yang ada pada
diri seseorang akan dapat mengantarkannya pada ketentraman hidup. Jiwa keagamaan
memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun-
temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup
kognitif, afeksi dan konatif. Tetapi dalam penelitian terhadap janin bahwa makanan dan
perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya.
10

6. Tingkat penalaran, makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap


perkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang. Tingkat penalaran,
dimana perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi
oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget.Makin tinggi tingkat
penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat
moral seeorang.
7. Teknologi
Pengaruh dari kecanggihan teknologi juga memiliki pengaruh kuat terhadap
terwujudnya suatu moral dan spritual. Di era sekarang, peserta didik sebagai generasi
millennial menggunakan teknologi untuk belajar maupun hiburan. Contoh internet
memiliki fasilitas yang menawarkan berbagai informasi yang dapat diakses secara
langsung. Nilai positifnya, ketika peserta didik mencari bahan pelajaran yang mereka
butuhkan mereka dapat mengaksesnya dari internet. Namun internet juga memiliki nilai
negatif seperti tersedianya situs porno yang dapat merusak moral. Apalagi peserta didik
yang berada pada masa remaja, mereka memiliki rasa keingintahuan yang besar dan
sangat rentan terhadap informasi seperti itu.

F. Latihan-latihan

1. Buatlah bagan yang menunjukkan perbandingan teori Nativisme, Empirisme dan


Konvergensi mengenai faktor penentu perkembangan individu serta implikasinya
terhadap pendidikan?
2. Jelaskan hal-hal berikut:
a. Perkembangan Fisik dan Psikomotorik
b. Perkembangan Emosi dan Sosial Peserta Didik
c. Perkembangan Kognitif Peserta Didik
d. Perkembangan Moral dan Spritual Peserta Didik.

3. Jelaskan bagaimana keterkaitan antar berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan


anak?

G. Daftar Pustaka

E. Usman E. dan Juhaya, S.P., (1984), Pengantar Psikologi, Angkasa, Bandung.


M. Ngalim Purwanto., (1993), Psikologi Pendidikan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Sumadi S. Brata, (1990), Psikologi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta.
Sunaryo K. dan Nyoman D., (1996/1997), Landasan-Landasan Pendidikan Sekolah Dasar,
Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Dirjendikti,
Depdiknas.
Suparno, P., (1997), Filsafat Konstrukstivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta.
Yelon L.S. dan Weinstein, W.G., (1977), A Teacher's World Psychology in the Clasroom,
McGraww-Hill International Book Company, Tokyo.
MATERI PEMBELAJARAN KE-6

POKOK BAHASAN : Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Peserta Didik

TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami beberapa hal berikut:


1. Menelaah definisi perkembangan fisik dan psikomotorik
2. Menguraikan karakteristik perkembangan fisik dan psikomotorik
3. Menganalisis implikasi perkembangan fisik dan psikomotorik
peserta didik sebagai generasi milenial dalam pembelajaran
MATERI POKOK:
A. Definisi Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Peserta Didik

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi


tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
proses pematangan. Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks
dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam
kandungan).
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth)
merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu, yang meliputi meliputi
perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-
perubahan dalam cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan
keterampilan motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
Kuhlen dan Thomphson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya
pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk
aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri dari lawan jenis; dan (4)
Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.
Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh
melalui kegiatan yang terkoordinasi antara saraf pusat dan otot. Dimulai dengan gerakan
kasar yang melibatkan bagian besar dari tubuh, seperti duduk, berjalan, berlari, meloncat,
dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi gerakan halus, seperti meraih,
memegang, melempar, dan sebagainya yang keduanya diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari sebagai suatu yang wajar. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kemampuan otomatis,
sehingga perkembangannya kurang diperhatikan. Pencapaian kemampuan tersebut
mengarah pada pembentukan keterampilan.
Keterampilan motorik dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Keterampilan motorik halus,
seperti keterampilan kecekatan jari, menulis, menggambar, menangkap bola dan sebagainya;
(2) Keterampilan motorik kasar, meliputi kegiatan-kegiatan otot seperti berjalan, berlari,
naik dan turun tangga, melompat dan sebagainya. Perkembangan keterampilan motorik
merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan.
Pada perkembangan peserta didik, perkembangan fisik-motorik memegang peran yang
sangat penting sebab proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan mereka
pada masa mendatang. Selain itu mempengaruhi aspek perkembangan yang lainnya,
misalnya perkembangan kognitif, sosial, dan emosi. Bukankah selama ini kita kenal
pribahasa “Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Bagi peserta didik yang
usia remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal secara langsung mampu
mempengaruhi keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan pengaruhnya secara tidak
langsung, berupa berpengaruh terhadap cara pandang atau penyesuaian diri anak tersebut
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
2
B. Karakteristik Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Peserta Didik
Secara umum, terdapat perbedaan antara gambaran perubahan-perubahan fisik
berdasarkan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Pada anak perempuan berupa
pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang),
pertumbuhan payudara, tumbuh bulu halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai
pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi
keriting, menstruasi atau haid, dan tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sementara pada anak laki-laki berupa pertumbuhan tulang-tulang, testis (buah pelir)
membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan
suara, ejakulasi, bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai
tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus di wajah, tumbuh bulu
ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan
tumbuh bulu di dada.
Selain perbedaan pada jenis kelamin, setiap fase perkembangan juga memiliki
karakteristik perkembangan yang berbeda-beda mulai dari bayi sampai dewasa. Berikut ini
karakteristik perkembangan fisik peserta didik berdasarkan rentang usia:
1. Karakteristik perkembangan fisik pada masa kanak-kanak 0-5 tahun
Perkembangan kemampuan fisik pada anak kecil ditandai dengan mulai mampu
melakukan bermacam-macam gerakan dasar yang semakin baik, yaitu gerakan-gerakan
berjalan, berlari, melompat dan meloncat, berjingkrak, melempar, menangkap, yang
berhubungan dengan kekuatan yang lebih besar sebagai akibat pertumbuhan jaringan otot
lebih besar. Selain itu perkembangan juga ditandai dengan pertumbuhan panjang kaki
dan tangan secara proporsional. Perkembagan fisik pada masa anak juga ditandai dengan
koordinasi gerak dan keseimbangan berkembang dengan baik.
2. Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak usia 5-7 tahun
Perkembangan waktu reaksi lebih lambat dibanding masa kanak-kanak,
koordinasi mata berkembang dengan baik, masih belum mengembangkan otot-otot kecil,
kesehatan umum relatif tidak stabil dan mudah sakit, rentan dan daya tahan kurang.
3. Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak Usia 8-9 tahun
Terjadi perbaikan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh bertambah, anak laki laki
cenderung aktifitas yang ada kontak fisik seperti berkelahi dan bergulat, koordinasi mata
dan tangan lebih baik, sistim peredaran darah masih belum kuat, koordinasi otot dan
syaraf masih kurang baik. Dari segi psiologi anak wanita lebih maju satu tahun dari
lelaki.
4. Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak Usia 10-11 tahun
Kekuatan anak laki laki lebih kuat dari wanita, kenaikan tekanan darah dan
metabolisme yang tajam. Wanita mulai mengalami kematangan seksual (12 tahun).
Lelaki hanya 5% yang mencapai kematangan seksual.
5. Karakteristik perkembangan fisik pada masa remaja
Pada masa remaja perkembangan fisik yang paling menonjol terdapat pada
perkembangan, kekuatan, ketahanan, dan organ seksual. Karakteristik perkembangan
fisik pada masa remaja ditandai dengan pertumbuhan berat dan tinggi badan yang cepat,
pertumbuhan tanda-tanda seksual primer (kelenjar-kelenjar dan alat-alat kelamin)
maupun tanda-tanda seksual sekunder (tumbuh payudara, haid, kumis, mimpi basah, dan
lainnya), timbulnya hasrat seksual yang tinggi (masa puberitas).
6. Karakteristik perkembangan fisik pada masa dewasa
Kemampuan fisik pada masa dewasa pada setiap individu menjadi sangat
bervariasi seiring dengan pertumbuhan fisik. Laki-laki cenderung lebih baik kemampuan
fisiknya dan gerakannya lebih terampil. Pertumbuhan ukuran tubuh yang proposional
memberikan kemampuan fisik yang kuat. Pada masa dewasa pertumbuhan mecapai titik
maksimal. Pada masa ini pertumbuhan fisik mulai terhenti sehingga hasil dari
pertumbuhan ini menentukan kemampuan fisik.
3

Sama halnya dengan perkembangan fisik, karakteristik perkembangan psikomotorik


juga mengalami perbedaan tiap tahun atau fase perkembangan. Adapun karakteristik
perkembangan psikomotorik peserta didik dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa anak usia 3 tahun
Tidak dapat berhenti dan berputar secara tiba-tiba atau secara cepat, dapat
melompat 15-24 inchi, dapat menaiki tangga tanpa bantuan, dengan berganti kaki, dapat
berjingkrak.
2. Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa anak usia 4 tahun
Lebih efektif mengontrol gerakan berhenti, memulai, dan berputar, dapat
melompat 24-33 inchi, dapat menuruni tangga, dengan berganti kaki, dengan bantuan,
dapat melakukan jingkrak 4 sampai 6 langkah dengan satu kaki.
3. Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa anak usia 5 tahun
Dapat melakukan gerakan start, berputar, atau berhenti secara efektif, dapat
melompat 28-36 inchi, dapat menuruni tangga tanpa bantuan, berganti kaki, dapat
melakukan jingkrak dengan sangat mudah.
4. Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa anak usia 6-12 tahun
Pada masa anak perkembangan keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi
empat kategori: (a) Keterampilan menolong diri sendiri; Anak dapat makan, mandi,
berpakain sendiri dan lebih mandiri, (b) Keterampilan menolong orang lain;
Keterampilan berkaitan dengan orang lain, seperti membersihkan tempat tidur,
membersihkan debu dan menyapu, (c) Keterampilan sekolah; mengembangkan berbagai
keterampilan yang diperlukan untuk menulis, menggambar, melukis, menari, bernyayi,
dll., (d) Keterampilan bermain; anak belajar keterampilan seperti melemper dan
menangkap bola, naik sepeda, dan berenang.
5. Karakteristik Perkembangan Psikomotorik Pada Remaja
Keterampilan psikomotorik berkembang sejalan dengan pertumbuhan ukuran
tubuh, kemampuan fisik, dan perubahan fisiologi. Pada masa ini, laki-laki mengalami
perkembangan psikomotorik yang lebih pesat dibanding perempuan. Kemampuan
psikomotorik laki laki cenderung terus meningkat dalam hal kekuatan, kelincahan, dan
daya tahan. Secara umum, perkembangan psikomotorik pada perempuan terhenti setelah
mengalami menstruasi. Oleh karena itu, kemampuan psikomotorik laki-laki lebih tinggi
dari pada perempuan.
6. Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa dewasa
Pada usia dewasa keterampilan dalam hal tertentu masih dapat ditingkatkan.
Kuhlen dan Thomphson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu: (a) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (b) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (c) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya
pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk
aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri dari lawan jenis; dan (d)
Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.

Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh


melalui kegiatan yang terkoordinasi antara saraf pusat dan otot. Dimulai dengan gerakan
kasar yang melibatkan bagian besar dari tubuh, seperti duduk, berjalan, berlari, meloncat,
dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi gerakan halus, seperti meraih,
memegang, melempar, dan sebagainya yang keduanya diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari sebagai suatu yang wajar. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kemampuan otomatis,
sehingga perkembangannya kurang diperhatikan. Pencapaian kemampuan tersebut
mengarah pada pembentukan keterampilan.
4

Keterampilan motorik dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Keterampilan motorik
halus, seperti keterampilan kecekatan jari, menulis, menggambar, menangkap bola dan
sebagainya; (2) Keterampilan motorik kasar, meliputi kegiatan-kegiatan otot seperti
berjalan, berlari, naik dan turun tangga, melompat dan sebagainya. Perkembangan
keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi
secara keseluruhan.
Pada perkembangan peserta didik, perkembangan fisik-motorik memegang peran
yang sangat penting sebab proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan
mereka pada masa mendatang. Selain itu mempengaruhi aspek perkembangan yang lainnya,
misalnya perkembangan kognitif, sosial, dan emosi. Bukankah selama ini kita kenal
pribahasa “Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Bagi peserta didik yang
usia remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal secara langsung mampu
mempengaruhi keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan pengaruhnya secara tidak
langsung, berupa berpengaruh terhadap cara pandang atau penyesuaian diri anak tersebut
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Kuhlen dan Thomphson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya
pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk
aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri dari lawan jenis; dan (4)
Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.
Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh
melalui kegiatan yang terkoordinasi antara saraf pusat dan otot. Dimulai dengan gerakan
kasar yang melibatkan bagian besar dari tubuh, seperti duduk, berjalan, berlari, meloncat,
dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi gerakan halus, seperti meraih,
memegang, melempar, dan sebagainya yang keduanya diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari sebagai suatu yang wajar. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kemampuan otomatis,
sehingga perkembangannya kurang diperhatikan. Pencapaian kemampuan tersebut
mengarah pada pembentukan keterampilan.
Keterampilan motorik dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Keterampilan motorik
halus, seperti keterampilan kecekatan jari, menulis, menggambar, menangkap bola dan
sebagainya; (2) Keterampilan motorik kasar, meliputi kegiatan-kegiatan otot seperti
berjalan, berlari, naik dan turun tangga, melompat dan sebagainya. Perkembangan
keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi
secara keseluruhan.
Pada perkembangan peserta didik, perkembangan fisik-motorik memegang peran
yang sangat penting sebab proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan
mereka pada masa mendatang. Selain itu mempengaruhi aspek perkembangan yang lainnya,
misalnya perkembangan kognitif, sosial, dan emosi. Bukankah selama ini kita kenal
pribahasa “Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Bagi peserta didik yang
usia remaja, pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal secara langsung mampu
mempengaruhi keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan pengaruhnya secara tidak
langsung, berupa berpengaruh terhadap cara pandang atau penyesuaian diri anak tersebut
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth)
merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu, yang meliputi meliputi
perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-
perubahan dalam cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan
keterampilan motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
5

Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth)
merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu, yang meliputi meliputi
perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti: pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-
perubahan dalam cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan
keterampilan motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
Puncak dari perkembangan psikomotorik terjadi pada masa ini. Latihan merupakan
hal penentu dalam perkembangan psikomotorik. Melalui latihan yang teratur dan
terprogram, keterampilan yang maksimal akan dapat ditingkatkan dan dipertahankan.
Karakteristik perkembangan psikomotorik ditandai dengan peningkatan keterampilan dalam
bidang tertentu. Semua sistem gerak dan koordinasi dapat berjalan dengan baik.

C. Permasalahan Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Peserta Didik

Perkembangan fisik dan psikomotorik tidak selamanya memenuhi harapan semua


individu, karena dalam prosesnya sering muncul permaslahan yang dihadapi individu
khususnya pada masa remaja yang selalu melihat ke kaca untuk memastikan dirinya sebaik
yang diimpikannya. Perkembangan fisik pada remaja selalu memiliki berbagai permasalahan
pada diri remaja. Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat
menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang
dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya
perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif,
emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik,
namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan
sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan
karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama
yang dialami oleh remaja.
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika
mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja
tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan atau
keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan
fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang
lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang
percaya diri. Pertumbuhan proporsi tubuh pada masa remaja tidak selalu sesuai dengan
harapan remaja. Anak laki-laki dan anak perempuan cenderung menjadi lebih gemuk pada
masa remaja (Hurlock, 1980: 188). Remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua
atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha.
6

Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang
berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, merokok, dan perilaku makan
yang berlebihan atau diet yan berlebihan. Lebih lanjut, ketidakpuasan akan bentuk tubuh
sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia.
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem
yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan
terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah
karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan bereksplorasi. Perubahan hormonal
selama masa remaja membuat doronga seksual meningkat, sehingga remaja mungkin sulit
mengendalikan diri (Hasan, 2006:112). Hal ini juga menjadi sulit ketika remaja tidak percaya
diri dengan penampilannya.

D. Implikasi Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Peserta Didik Dalam Pembelajaran.


Peran guru sangat penting dalam membantu peserta didik untuk mengotimalkan
perkembangan fisik dan psikomotoriknya. Begitu pentingnya peran guru dalam
pembelajaran sehingga muncul kesepakatan bahwa guru adalah pahlawan bangsa. letak
masa depan bangsa berada di tangan guru. Guru juga sebagai penyampai kebenaran dan
pengetahuan yang bersifat ilahiyah. Berdakwah dalam model pendidikan formal. Selain itu,
juga sangat berkontribusi dalam pembentukan karakter peserta didik.
Bahkan dalam beberapa hadis disebutkan “jadilah engkau seorang guru atau pelajar
atau pendengar atau pecinta dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima sehingga
kamu rusak”. Orang yang kelima yang dimaksud yaitu, tidak jadi guru, murid, pendengar,
juga tidak menjadi pecinta ilmu. Dalam Hadist nabi yang lain “ Bukan ummatku barang
siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak kasih pada orang yang lebih
muda, dan tidak menunaikan hak guru-guru”. (H.R. Ahmad). Rasulullah juga bersabda
“Belajarlah ilmu, belajarlah ilmu untuk ilmu dan tunduk dan patuhlah pada orang yang
kamu belajar ilmu dari mereka” (H.R. At- Tabrani)
Jawaban tentang pertanyaan karakter yang seperti apa yang harus dimiliki oleh
seorang guru? Tentunya berbeda-beda tiap orang. Namun ada beberapa karakter yang sudah
menjadi rumusan kompetensi yang harus dimiliki profesi guru. Rumusan kompetensi guru
yang dikembangkan di Indonesia sudah tertuang dalam Undang- undang No. 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.
Dengan memahami karakteristik perkembangan fisik dan psikomotorik peserta didik,
maka guru harus mampu mengkondisikan pembelajaran dengan mempertimbangkan
karakteristik fisik dan psikomotorik peserta didik dengan cara:
1. Guru lebih memahami dan menghargai perbedaan individual anak, khususnya
karakteristik fisik. Misalnya anak yang tinggi dan pendek, gemuk dan kurus, dll semua
harus mendapat tempat yang benar di dalam hati guru dan mendapat perlakuan yang
sama.
2. Orang tua dan peserta didik harus selalu diingatkan tentang pentingnya makanan bergizi
untuk pertumbuhan fisik peserta didik, khususnya makanan empat sehat lima sempurna.
Bukan makanan yang dibeli siap saji.
3. Media pembelajaran yang digunakan harus bervariasi dan yang bisa secara langsung
menstimulasi fisik dan psikomotorik anak, misalnya media empat dimensi
4. Guru harusnya lebih banyak memberikan stimulasi supaya mempercepat kematangan
perkembangan psikomotorik peserta didik, misalnya pemberian layanan pengajaran dan
bimbingan.
7

5. Guru mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri untuk meningkatkan


pertumbuhan. Misalnya untuk tumbuh menjadi lebih dewasa, anak remaja harus aktif
mencari lingkungan dan pengalaman yang sesuai dengan kemampuan naturalnya, dan
guru mengambil posisi kunci untuk menolong mereka menggunakan dan
mengembangkan bakat-bakat mereka.
6. Lingkungan pendidikan harus menyediakan ruang untuk bermain bagi peserta didik.
Dengan bermain, mereka mempelajari segala hal dan yang terpenting mampu melatih
fisik dan psikomotorik mereka. Hal itu juga bisa meminimalisir mereka menggunakan
permainan yang menggunakan handphone yang justru berbahaya bagi perkembangan
fisik dan psikomotorik mereka.

Untuk perkembangan fisik dan psikomotorik ini, penulis tekankan adalah stimulasi
anak menggunakan permainan yang melibatkan gerakan fisik dan psikomotorik. Alasannya
karena bermain merupakan salah satu kebutuhan dan hak dasar anak yang wajib dipenuhi
oleh orang dewasa disekitar anak, termasuk wajib dipenuhi oleh guru. Apabila kesempatan
anak untuk bermain hilang atau berkurang maka akan hilang atau berkurang pulalah
kesempatan anak untuk belajar dengan cara yang alami dan menyenangkan. Permainan yang
sebaiknya digunakan berupa permainan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh
agar otot-otot tumbuh kuat. Anak juga dapat menyalurkan tenaga/energi yang berlebihan
sehingga tidak merasa gelisah. Begitu juga supaya perkembangan motorik halus dan motorik
kasarnya bisa optimal. Sangat berbeda ketika peserta didik hanya main game melalui
handphone, hanya jari-jarinya yang bergerak sehingga fisik dan psikomotoriknya kurang
dapat tumbuh optimal.
Pemahaman terhadap perkembangan fisik dan psikomotorik peserta didik berguna
untuk para pendidik dalam menyusun desain pembelajaran yang tepat sesuai dengan
kebutuhan anak.

E. Tugas
1. Jelaskan definisi perkembangan fisik dan psikomotorik?
2. Jelaskan beberapa karakteristik perkembangan fisik dan psikomotorik?
3. Bagaimanakah implikasi perkembangan fisik dan psikomotorik peserta didik sebagai
generasi milenial dalam pembelajaran?
4. Bagaimana pertumbuhan fisik dapat berpengaruh pada pertumbuhan psikologi?
5. Jelaskan, adakah perbedaan antara pertumbuhan fisik remaja laki-laki dengan remaja
perempuan secara psikologi?

F. Daftar Pustaka

Barnados, Child Development, Barnardos’ Training & Resource Service, dalam


http://www.barnardos.ie, diunduh 30 September 2012
Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian, edisi 1, Jakarta, PT
Rajagrafindo Persada, 2006
Hurlock, Elizabeth B, Developmental Psychology, Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo,
Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1980
Az-Za’balawi, Sayyid Muhammad, Tarbiyyat al-Muhâriq baina alIslâm wa ‘Ilm an-Nafs,
Terj. Abdul Hayyi al-Kattanie, Uqinu Attaqi, dan Mujiburrahman Subadi,
Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press,
2007
MATERI PEMBELAJARAN KE-7

POKOK BAHASAN : Perkembangan Emosi dan Sosial Peserta Didik

TUJUAN : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami beberapa hal berikut:


1. Menelaah definisi perkembangan emosi dan sosial peserta didik
2. Menguraikan karakteristik perkembangan emosi dan sosial dalam
kaitannya dengan aspek fisik dan mental lainnya.
3. Menganalisis implikasi perkembangan emosi dan sosial peserta
didik sebagai generasi milenial dalam pembelajaran

MATERI POKOK:
A. Definisi Perkembangan Emosi dan Sosial Peserta Didik
Sebelum memulai pembelajaran pada kegiatan kali ini, silahkan Anda melakukan
refleksi pada diri sendiri. Jenis emosi positif atau negatif apa yang paling sering Anda alami
satu bulan terakhir? Kondisi/situasi seperti apa sehingga mengalami emosi tersebut? Apakah
emosi itu Anda inginkan atau tidak inginkan? Hal/kegiatan apa yang Anda lakukan untuk
mempertahankan atau menghilangkan emosi itu? Silahkan Anda refleksi terhadap peserta
didik.
1. Jenis emosi apa yang paling sering dialami peserta didik Anda selama satu bulan terakhir?
2. Kondisi/situasi seperti apa sehingga mereka mengalami emosi yang dimaksud?
3. Apakah emosi itu yang mereka alami adalah hal yang diinginkan atau tidak inginkan
terjadi?
4. Hal/kegiatan seperti apa yang Anda lakukan setelah selesai refleksi untuk diri sendiri,
maka lakukan sebagai seorang guru untuk mempertahankan atau menghilangkan emosi
yang mereka alami?
Setelah selesai refleksi untuk diri sendiri, maka silahkan Anda refleksi terhadap
peserta didik. Jenis emosi apa yang paling sering dialami peserta didik Anda selama satu
bulan terakhir? Kondisi atau situasi seperti apa sehingga mereka mengalami emosi yang
dimaksud? Apakah emosi itu yang mereka alami adalah hal yang diinginkan atau tidak
inginkan terjadi? Hal/kegiatan seperti apa yang Anda lakukan sebagai seorang guru untuk
mempertahankan atau menghilangkan emosi yang mereka alami?
Jawaban dari pertanyaan di atas tentunya beragam. Namun memiliki kesamaan
dalam hal perasaan atau emosi yang dirasakan. Misalnya guru ataupun peserta didik akan
gembira jika mendapatkan sesuatu yang menarik, atau akan merasa lucu jika melihat hal-hal
yang menggelikan. Begitu pula akan sama-sama merasa sedih jika mendapatkan perlakuan
yang tidak adil. Kenapa bisa seperti itu? Jawabannya adalah baik guru maupun peserta didik
sama-sama ciptaan Allah Swt yang dibekali hati yang berfungsi menyimpan segala bentuk
perasaan manusia yang pernah dialaminya. Hatilah yang merespon rangsangan fisik yang
diterima oleh manusia dalam bentuk emosi.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri individu. Emosi dapat berupa perasaan
senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994),
emosi didefinisikan sebagai “berbagai perasaan yang kuat”. Perasaan benci, takut, marah,
cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi.
Goleman (1995) menyatakan bahwa “emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-
pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serangkaian kecenderungan untuk
bertindak.
Menurut Soendjoyo (2002), emosi merupakan dasar dari perkembangan kepribadian
dan sosial. Emosi itu penting karena peserta didik memiliki kebutuhan untuk:
1. Mempertahankan diri. Emosi akan mengingatkan peserta didik jika ada kebutuhan
alamiah yang tidak terpenuhi.
1
2

2. Membuat keputusan. Bayi menangis karena lapar dan baru berhenti setelah diberi ASI.
Hal ini terjadi karena bayi bisa merasakan dan menginginkan ASI.
3. Menciptakan batasan. Ketika anak merasakan tidak nyaman dengan perilaku orang lain
emosi akan mengingatkannya. Jika menyakini apa yang dirasakan dan mampu
mengekpresikannya, orang akan tau apa yang kita rasakan.
4. Komunikasi. Emosi menjadikan peserta didik dapat berkomunikasi dengan orang lain.
Ekspresi wajah yang beragam dapat menggambarkan keanekaragaman emosi.
5. Menciptakan kesatuan. Emosi menjadi sumber potensial yang terbesar untuk menyatukan
umat manusia. Adanya emosi yang terbangun antara guru dan peserta didik akan
menciptakan suatu rasa kesatuan dan kebersamaan.

Syamsuddin (2000) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana yang


kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stind up state)”. Berdasarkan definisi
diatas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat
berupa perasaan, ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul
menyertai terjadinya suatu perilaku.
Menurut Papalia (2011) pondasi perkembangan psikososial mencakup emosi dan
pengalaman awal anak bersama dengan orang tua. Anak memiliki kebutuhan untuk
berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan sebagai makhluk sosial ini telah aktif
dikembangkan anak sejak lahir. Pada usia 6 bulan, anak telah mampu mengenal ibu dan
anggota keluarga yang sering berinteraksi dengannya. Pada tahapan ini, anak mulai
membedakan sinyal- sinyal ekspresi sosial dari lingkungannya, seperti mengartikan senyum,
marah, teriakan, kasih sayang dan sebagainya. Sikap anak, utamanya dalam kemampuan
sosial dan emosi ini akan bersesuaian dengan pengalaman yang diperoleh dari interaksi
meraka dengan orang lain. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mengembangkan
kebutuhan dan hubungan sosial yang semakin kompleks dengan lingkungan.
Ada fungsi atau peran yang beragam dari emosi terhadap perkembangan anak adalah
sebagai berikut:
1. Merupakan bentuk komunikasi. Emosi sebagai bentuk komunikasi menjadikan anak
dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya terhadap orang lain.
2. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan
lingkungan sosialnya. Berikut adalah beberapa contohnya :
a. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan
terhadap dirinya. Sebagai contoh, seorang anak mengekpresikan ketidaknyamanannya
dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai dia sebagai anak yang cengeng.
b. Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial
anak melalui reaksi- reaksi yang ditampilkan lingkungannya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Tingkah laku emosi anak
yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya apabila ada
seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi
psikologis lingkungannya saat itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan,
timbul pertengkaran atau malah bubar.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi suatu
kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa
senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan
melakukan perbuatan tersebut berulang – ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan .
e. Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas
motorik dan mental anak.
3
Bentuk-bentuk emosi positif dan emosi negatif, sebagaimana dikemukakan Reynold
(1987), dipaparkan dalam table berikut ini:

Tabel Bentuk-bentuk Emosi Positif dab Emosi Negatif


Emosi Positif Emosi Negatif

- Eagemess (rela) - Impatience (tidak sabaran)


- Humor (lucu) - Uncertainty (kebimbangan)
- Joy (keceriaan) - Anger (rasa marah)
- Pleasure (kesenangan/kenyamanan) - Suspicion (kecurigaan)
- Curiosity (rasa ingin tahu) - Anxiety (rasa cemas)
- Happiness (kebahagiaan) - Guilt (rasa bersalah)
- Delight (kesukaan) - Jealousy (rasa cemburu)
- Love (rasa cinta/ kasih sayang) - Annoyance (rasa jengkel)
- Excitement (ketertarikan) - Fear (rasa takut)
- Depression (depresi)
- Sadness (kesedihan)
- Hate (rasa benci)

Ditinjau dari perspektif psikologi perkembangan, manusia adalah makhluk yang


senantiasa mengalami perubahan atau “change over time”. Sejak dari masa konsepsi hingga
meninggal dunia, manusia secara bertahap mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Dalam proses tersebut, manusia tidak bisa dipisahkan dengan interaksi, baik
dalam lingkungan keluarga, maupun dengan sesama anggota masyarakat.
Hurlock juga mengemukakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menurut Allen dan Marotz
(Musyaroh, 2016) perkembangan sosial adalah area yang mencakup perasaan dan mengacu
pada perilaku dan respon individu terhadap hubungan mereka dengan individu lain. Dapat
juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerja sama. Jadi pekembangan sosial ini fokus pada relasi antara
peserta didik dengan orang lain.
Sama halnya dalam Islam, Allah SWT. menegaskan tujuan penciptaan manusia yang
majemuk adalah untuk saling kenal mengenal. Sebagaimana firman Allah: “Hai manusia,
sesungguhnya kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku supaya saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang mulia diantara kamu di sisini Allah adalah orang yang paling
bertaqwa.
Jadi tolong menolong sangat diwajibkan sesama manusia, seperti firman Allah SWT.
yang berbunyi “ Dan bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah
kamu bertolong-tolongan dalam dosa dan pelanggaran” (Q.S. Al-Maidah (5):2).
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” Q.S Al-Hujurat (49):10).
“...Sesungguhnya kamu adalah ummat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka
sembahlah Aku” Q.S. Al Anbiya (21): 92). Dengan demikian, guru harus menanamkan rasa
kebersamaan dan peserta didik dapat menyesuaikan diri baik sebagai individu maupun
dalam kehidupan sosialnya.
Perkembangan sosial peserta didik adalah tingkatan jalinan interaksi anak dengan
orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas.
Sedangkan perkembangan emosional adalah luapan perasaan ketika anak berinteraksi
dengan orang lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan sosial-emosional
tidak dapat dipisahkan.
4

B. Karakteristik Perkembangan Emosi dan Sosial dalam Kaitannya dengan Aspek Fisik
dan Mental lainnya.

Lewis dan Rosenblam (Stewart, 1985) mengutarakan proses terjadinya emosi atau
mekanisme emosi melalui lima tahapan, sebagai berikut:
1. Elicitors, yaitu adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa.
2. Receptors, yaitu aktivitas dipusat system syaraf.
3. State, yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi.
4. Expression, yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang diamati, seperti pada wajah,
tubuh, suara atau tindakan yang terdorong oleh perubahan fisiologis.
5. Experience, yaitu persepsi dan interpretasi individu pada kondisi emosionalnya.

Lebih lanjut, Syamsuddin (2000) menggambarkan mekanisme emosi dalam rumusan


yang lebih ringkas. Emosi adalah gabungan lima komponen (elicitors, receptors, state,
expression, experience), yang kemudian dibagi dalam tiga variabel berikut :
1. Variabel stimulus; Rangsangan yang menimbulkan emosi disebut sebagai variabel
stimulus.
2. Variabel organismic; Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi saat mengalami emosi
disebut sebagai variabel organik.
3. Variabel respon; Pola sambutan ekspresif atas terjadinya pengalaman emosi disebut
sebagai variabel respons.

Perkembangan sosial emosianal anak memiliki keterkaitan dengan aspek


perkembangan lainnya, baik fisik maupun mental. Keterkaitan tersebut dapat diketahui dari
peningkatan kemampuan yang saling melengkapi.

Tabel Keterkaitan Perkembangan Sosial Emosi dan Perubahan Fisik.


Jenis Emosi Perubahan Fisik
1. Terpesona 1. Reaksi elektris pada kulit
2. Marah 2. Peredaran darah bertambah cepat
3. Terkejut 3. Denyut jantung bertambah cepat
4. Kecewa 4. Bernafas panjang
5. Sakit/marah 5. Pupil mata membesar
6. Takut/tegang 6. Air liur mengering
7. Takut 7. Berdiri bulu roma
8. Tegang 8. Pencernaan terganggu, otot- otot menegang atau bergetar (tremor)

Emosi juga mempengaruhi kegiatan mental seperti konsentrasi, pengingatan,


penalaran. Mungkin anak akan menghasilkan prestasi di bawah kemampuan intelektualnya,
apabila emosinya terganggu, sedangkan secara psikologis efek dari tekanan emosi akan
berpengaruh pada sikap, minat, dan dampak psikologis lainnya. Berdasarkan pada paparan
diatas, penting untuk orang dewasa lain yang ada di sekitar anak usia dini, mengetahui
bahwa kondisi emosi mereka dapat diketahui dari perilaku yang dimunculkan anak.
Pada pembahasan sebelumnya, telah dipelajari mengenai tahapan terjadinya emosi
dan dampaknya pada aspek perkembangan yang lainnya, maka begitu pula dengan
perkembangan sosial. Proses pembentukannya melalui proses yang dimulai sejak bayi.
Pondasi terbentuknya hubungan sosial dimulai ketika bayi baru dilahirkan sampai usia
lansia. Jika tugas psikososial tidak tuntas di fase yang ditentukan maka itulah yang menjadi
sumber masalah gangguan dalam perkembangan sosial.
5

Salah satu tokoh psikologi perkembangan yang merumuskan teori perkembangan


sosial peserta didik adalah Erikson. Erikson berpendapat bahwa sepanjang sejarah hidup
manusia, setiap orang mengalami tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia
lanjut. Perkembangan sepanjang hayat tersebut diperhadapkan dengan delapan tahapan yang
masing-masing mempunyai nilai kekuatan yang membentuk karakter positif atau sebaliknya,
berkembang sisi kelemahan sehingga karakter negatif yang mendominasi pertumbuhan
seseorang. Erikson menyebut setiap tahapan tersebut. sebagai krisis atau konflik yang
mempunyai sifat sosial dan psikologis yang sangat berarti bagi kelangsungan perkembangan
di masa depan. Adapun tahapan perkembangannya sebagai berikut:
UMUR FASE PERKEMBANGAN PERILAKU
PERKEMBANGAN

0-1 Trust vs Mistrust Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa


percaya diri kepada orang lain, sehingga mereka
sangat memerlukan sentuhan dan pelukan.
2-3 Autonomy vs Shame Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa
pemberontakan anak atau masa “nakalnya”. Namun
kenakalannya tidak dapat dicegah begitu saja,
karena tahap ini anak sedang mengembangkan
kemampuan motorik dan mental, sehingga yang
diperlukan justru mendorong dan memberikan
tempat untuk mengembangkan motorik dan mental.
Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-
orang penting disekitarnya, misal orang tua atau
guru.
4-5 Inisiative vs Guilt Mereka banyak bertanya dalam segala hal, sehingga
terkesan cerewet. Mereka juga mengalami
perngembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal
yang berbau fantasi.
6-11 Indusstry vs Inferiority Mereka sudah bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah
dan termotivasi untuk belajar. Namun masih
memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan
menuntut perhatian.
12- Ego-identity vs Tahap ini manusia ingin mencari identitas
18/20 Role on fusion dirinya. Anak yang sudah beranjak menjadi
remaja mulai ingin tampil memegang peran peran
sosial di masyarakat. Namun masih belum bisa
mengatur dan memisahkan tugas dalam peran yang
berbeda.
18/19- Intimacy vs Isolation Memasuki tahap ini manusia sudah mulai siap
30 menjalani hubungan intim dengan orang lain,
membangun bahtera rumah tangga bersama calon
Pilihannya.
31-60 Generation vs Tahap ini ditandai dengan munculnya kepedulian
Stagnation yang tulus terhadap sesama. Tahap ini terjadi saat
seseorang telah memasuki usia dewasa.
60 ke Ego Integrity vs Masa ini dimulai pada usia 60-an, masa dimana
atas putus asa manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.
6

Ada tiga tahap penerimaan sosial. Hurlock (1995) mengemukakan beberapa tahapan
(stage) dalam penerimaan oleh kelompok teman sebaya, adalah sebagai berikut :
1. A Reward-Cost stage
Pada stage ini ditandai oleh adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan
kedekatan. Biasanya pada anak Kelas 2 dan 3, tetapi belum mendalam.
2. A Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilikinya nilai yang sama, sikap terhadap aturan,
dan sanksi yang diberikan. Biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan kelas 5.
3. An Emphatic Stage
Pada tahapan ini dimilikinya pengertian, pembagian minat, self-disclosure,
adanya kedekatan yang mulai mendalam. Biasanya diatas kelas 6.

C. Bimbingan Emosi Pada Anak Dan Remaja

Perkembangan emosi anak dan remaja harus dibimbing dengan baik oleh orang tua
maupun guru, sebab kecerdasan emosional akan mempengaruhi kesuksesan anak dalam
kehidupan berikutnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam bimbingan
perkembangan emosi anak adalah:
1. Ajarkanlah anak bahwa bangga diri adalah sikap yang baik untuk membangun rasa
percaya diri anak tetapi tidak boleh dilakukan secara berlebihan.
2. Ajarkan kepada anak bahwa marah merupakan kekuatan yang harus ada pada diri
manusia, terutama perasaan marah ketika melihat orang lain tidak boleh marah
berlebihan.
3. Ajarkan kepada anak bahwa cinta merupakan emosi yang paling baik dalam diri manusia,
tetapi manusia harus menempatkan cinta secara tepat dan benar.
4. Ajarkanlah anak untuk mengelola rasa bencinya, rasa cemburunya dengan baik.
5. Ajarkan anak untuk menghindari sikap sombong.

D. Upaya Mengembangkan Sikap Sosial Peserta Didik

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan sikap
sosial peserta didik antara lain:
a. Melaksanakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan mengembangkan
sikap kerjasama dan saling menghargai pada diri peserta didik. Pembelajaran kooperatif
akan mendorong peserta didik untuk menghargai kemampuan orang lain dan bersabar
dengan sikap orang lain.
b. Melaksanakan pembelajaran koloboratif. Pembelajaran kolaboratif akan mengembangkan
sikap membantu dan berbagi dalam pembelajaran. Siswa yang lebih pintar bersedia
membantu temannya yang belum memahami materi pelajaran yang sedang dibahas.
Pembelajaran kolaboratif akan menumbuhkan sikap saling menyayangi di antara peserta
didik.
Sikap saling menyayangi merupakan salah sifat orang mukmin sebagaimana sabda
Rasulullah yang artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling rasa cinta
dan kasih sayang mereka, adalah seperti orang satu tubuh yang apabila ada salah satu
anggotanya yang mengeluh sakit, maka anggota-anggotanya tubuh lainnya ikut merasa
sakit,” (HR. Muslim dan Ahmad).
Kebiasaan belajar kooperatif dan kolaboratif akan membuat peserta didik merasa
bersaudara dan tidak saling mengolok-olok. Perbuatan saling mengolok dilarang dalam
ajaran Islam, sebab boleh jadi orang yang diolok-olok lebih baik dari yang mengolok-olok.
7

Hasan (2006) menyatakan sekolah atau guru dapat berusaha untuk membina
hubungan sosial yang lebih stabil dalam jangka waktu yang lebih panjang. Peran utama
pendidik adalah membantu peserta didik dapat menyelesaikan masalah sosial yang
sesungguhnya yang akan dihadapinya di tempat kerja, keluarga, dan lingkungan masyarakat.
Sekolah dapat membekali peserta didik dengan keterampilan sosial dan kemampuan
menyelesaikan masalah sosial. Peserta didik mungkin akan menghadapi masalah hubungan
sosial dengan orang tua, tetangga, teman sebaya. Peran guru membantu peserta didik dapat
mengatasi masalah hubungan sosial ini dengan baik.

E. Implikasi Perkembangan Emosi dan Sosial dalam Pembelajaran


Emosi selalu berhubungan dengan perasaan. Setiap peserta didik memiliki emosi
yang beragam. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh orang dewasa di sekitar
untuk pengembangan emosi peserta didik, yakni.
1. Guru dan orang tua tidak boleh membuat jarak social, tapi harus lebih dekat dengan
peseta didik. Kemampuan mendekati anak dalam keadaan apapun, maksudnya adalah
orang tua atau guru hendaklah dapat melakukan gerak yang cukup dekat bahkan menyatu
dengan lingkungan anak sehingga gerak, dinamika, dan berbagai ekspresi anak berada
dalam wilayah dan jangkauan guru / orang tua.
2. Guru atau orang tua harus terampil dalam mengamati atau mengobservasi berbagai
karakter emosi dan perilaku sosial anak, terutama yang diekspresikan melalui tampilan
fisik, mental, dan psikologis. Apalagi saat ini di era millennial ekspresi emosi jarang bisa
ditemukan pada peserta didik karena mereka terbiasa mengekspresikan emosi mereka
berdasarkan symbol-simbol yang ada di handphone sehingga saat mereka marah di dunia
nyata, maka ekspresi emosi mereka menjadi berlebihan dan kadang kurang tepat.
3. Guru dan orang tua harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam merekam,
mencatat, dan membuat prediksi – prediksi tentang perbuatan apa yang akan menyertai
peserta didik. Bila memungkinkan pencatatan, perekaman, bahkan termasuk
penanganannya tidak mengalami penundaan. Untuk itu, ada baiknya setiap observer,
terutama guru, senantiasa menyimpan kertas kecil dan alat tulis dalam sakunya apabila
sewaktu- waktu harus mencatat ekspresi emosi dan sosial peserta didik. Perlunya
kesegaran dalam menangani anak, didasarkan atas pertimbangan bahwa pada usia taman
kanak- kanak berbagai ekspresinya dominan bersifat spontan.
4. Untuk mendukung kemampuan diatas, sebaiknya guru atau orang tua bersifat objektif,
bertindak sesuai kadar dan tingkatan ekspresi yang ditampilkan anak. Guru atau orang tua
harus mampu menjaga perlakuan yang adil dan bijaksana terhadap semua anak sehingga
tidak menimbulkan masalah perilaku emosi dan sosial yang kompleks pada anak- anak.

Bukan hanya peserta didik, namun gurupun juga harus memiliki keterampilan dalam
mengelola emosi. Menurut Golemen (1995) terdapat cara-cara yang dapat dilakukan untuk
dapat memiliki kecerdasan emosi, yakni belajar mengembangkan kesadaran diri, belajar
mengambil keputusan pribadi, belajar mengelola perasaan, belajar menangani stress, belajar
berempati, belajar berkomunikasi, belajar membuka diri, belajar mengembangkan
pemahaman, belajar menerima diri sendiri, belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi,
belajar mengembangkan ketegasan, mempelajari dinamika kelompok, belajar menyelesaikan
konflik.
Menurut Desmita (2012) sekolah merupakan salah satu konteks yang memberikan
peranan penting dalam pengembangan keterampilan sosial peserta didik. Berikut ini akan di
kemukakan beberapa strategi yang dapat digunakan guru di sekolah dalam upaya membantu
peserta didik dalam membantu peserta didik dalam memperoleh tingkah laku interpersonal
yang efektif yaitu:
8

1. Mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial dan strategi pemecahan masalah sosial.


Guru dapat mengajarkan sejumlah tingkah laku interpersoanl yang efektif melalui
instruksi verbal serta melalui dorongan dan tingkah laku pemodelan. Instruksi demikian
kemungkinan akan menjadi sangat efektif ketika siswa memperoleh kesempatan untuk
mempraktikkan keterampilan-keterampilan baru yang dipelajari (mungkin melalui
bermain peran), dan ketika mereka menerima umpan balik tentang apa yang telah mereka
lakukan.
2. Menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Ketika siswa berpartisipasi dalam
permainan kooperatif, tingkah laku agresif mereka terhadap anak-anak lain cenderung
menurun. Apalagi biasanya generasi millenial, lebih sibuk otak atik pesan di Handphone
ketimbang bertegur sapa dengan teman yang duduk disampingnya. Dalam aktivitas
belajar kooperatif, siswa dapat belajar dan mempraktikkan bagaimana memberi
pertolongan, mencari pertolongan, dan ketermpilan resolusi konflik, serta
mengembangkan pemahaman yang baik tentang keadilan terhadap teman-teman
sekelasnya. Mereka juga bisa mengemukakan isi pikiran dan perasaan, serta memahami
apa yang diucapkan temannya.
3. Memberikan label perilaku yang pantas. Guru dapat meningkatkan kesadaran diri siswa
terhadap efektivitas keterampilan sosial dengan mengidentifikasi dan memberi pujian atas
perilaku yang mencerminkan keterampilan-keterampilan sosial tersebut. Meminta siswa
untuk memikirkan dampak dari perilaku-perilaku yang mereka miliki. Peserta didik
sangat mungkin memiliki tingkah laku prososial ketika mereka diberi pengertian
mengapa tingakah laku tertentu tidak dapat diterima. Artinya, peserta didik lebih
mungkin untuk memperlihatkan tingkah laku interpersonal yang efektif dan menahan
tingkah diri dari tingkah laku interpersonal yang tidak efektif ketika mereka berpikir
tentang konsekuensi dari tingkah laku mereka. Misalnya, guru dapat mengatakn:
“mengapa kamu tidak memikirkan tentang apa yang mungkin kamu lakukan atau
katakan, sehingga dapat membuat kamu merasa lebih baik?”.
4. Mengembangkan program mediasi teman sebaya. Siswa SD dan SMP sama-sama
mengambil manfaat dari training mediasi, dimana mereka belajar bagaimana melakukan
intervensi terhadap perselisihan interpersonal yang terjadi di dalam kelas secara efektif.
Memberikan penjelasan bahwa tingkah laku agresif yang merugikan baik fisik maupun
psikologis orang lain tidak dibenarkan di sekolah. Hal itu juga bisa membantu peserta
didik dalam mengembangkan sikap sosial yang toleran terhadap orang lain,
mengembangkan interaksi yang komunikatif, kolaboratif, adaptif dan fleksibel dalam
menghadapi situasi.

F. Tugas-tugas:

1. Emosi merupakan dasar dari perkembangan kepribadian dan sosial peserta didik.
Bagaimana kaitannya dengan kebutuhan peserta didik?
2. Jelaskan dan uraikan fungsi atau peran dari emosi terhadap perkembangan peserta didik?:
3. Jelaskan mengapa emosi dapat mempengaruhi kegiatan mental peserta didik seperti
konsentrasi, pengingatan, penalaran?

G. Daftar Pustaka

Feist, Jess dan George J. Feist, Theories of Personality, cet. 7, Boston: McGraw Hill, 2006.
Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian, edisi 1, Jakarta, PT
Rajagrafindo Persada, 2006.
https://cendikia.kemenag.go.id/storage/uploads/file_path/file_0902021_6047934408ef7.pdf
9

Hurlock, Elizabeth B, Developmental Psychology: A Life-Span Approach, 5th ed.


Terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga, 1980.
Shaleh, Abdul Rahman, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, cet. 3, Jakarta:
Kencana, 2008.
Taufiq, Muhammad Izzuddin, At-Ta‘cil al-Islami li al-Dirasât an-Nafsiyah, terj. Sari
Nurlita, Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam, Jakarta: Gema Insani Press,
2006.

Anda mungkin juga menyukai