Jurnal
Jurnal Teknologi Kimia Unimal Teknologi
http://ft.unimal.ac.id/teknik_kimia/jurnal Kimia
Unimal
Abstrak
1. Pendahuluan
Permasalahan umum yang di hadapi industri maju saat ini adalah korosi
logam. Korosi bisa terjadi dimana saja, dapat menimbulkan kerusakan yang
mengakibatkan kerugian baik secara ekonomi ataupun keamanan. Kerugian korosi
mengakibatkan biaya pemeliharaan meningkat, kapasitas produksi menurun,
produksi berhenti total (shutdown), menimbulkan kontaminasi pada produk,
pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan keselamatan kerja, serta
Makalah sudah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia UNIMAL 2016
(17 Oktober 2016)
Agus Rochmat dkk. / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 27–36
kerugian non wujud lainnya. Pada umumnya, korosi yang paling sering terjadi
disebabkan oleh udara dan air (Fontana, 1987).
Untuk meminimalkan akibat degradasi material, salah satu metode proteksi
yang sering digunakan pada industri adalah penggunaan coating (pelapisan),
terutama pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan baik yang
kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah akibat adanya zat asam udara
dan tanah. Coating merupakan salah satu cara untuk memperlambat laju korosi.
Coating ini berfungsi melindungi material logam dari reaksi elektrokimia dengan
lingkungannya terutama untuk daerah lembab yang banyak mengandung uap air
seperti di Indonesia.
Silika yang terdapat di Indonesia berpotensi menjadi material coating sebab
memiliki daya adhesi yang baik, properti pelindung yang baik sehingga
memungkinkan untuk menahn difusi uap air, ion-ion maupun oksigen ke
permukaan logam sehingga dapat melindungi logam dari korosi. Pemanfaatan
silika sebagai bahan pelapis telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
Ambarwati dan Vicky Samsiadi dengan judul .Pelapisan Hidrofobik Kaca dengan
Metode Sol-Gel berbasis waterglass. menyimpulkan bahwa dengan teknik dip
coating tingkat keberhasilan hidrofobik pada kaca mencapai lebih dari 90° bahkan
mencapai 142,5° mendekati superhidrofobik. Namun dibalik semua kelebihannya
silika memiiki kekurangan, yakni rapuh dan tidak stabil.
Polimer alam merupakan material alam yang banyak digunakan sebagai
material coating. Getah merupakan polimer alam yang memiliki sifat fleksibel
dan stabil. Pemanfaatan getah sebagai material coating telah dibuktikan dengan
adanya penelitian oleh Edriana, dkk., yakni pemanfaatan getah pohon damar
sebagai pelapis vernis pada kayu, dimana getah dammar dapat melindungi kayu
dari adanya pelapukan (korosi).
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Umar Syarifudin dan Wahyu
Dianing Tiyas, yang memadukan silika dengan polimer alam getah flamboyan
sebagai material coating. Coating ini merupakan perpaduan antara getah
flamboyant yang fleksibel dan stabil dengan sifat silika yang memiliki daya
adhesi kuat dalam menahan difusi air, ion-ion, maupun oksigen ke permukaan
logam, serta memiliki ketahanan terhadap suhu dan zat-zat kimia yang cukup
stabil sehingga dapat melindungi logam dari korosi.
Sementara itu penelitian lanjutan telah dilakukan Fia Fathiayasa dan Arie
Buchari dalam mencari paduan optimum penambahan silika pada pembuatan
material coating silika dan getah flamboyant. Dari hasil penelitian tersebut
diperoleh kondisi optimum pada konsentrasi silika 30% dengan campuran getah
flamboyant : silica = 40:60.
Dari kedua penelitian tersebut perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk
karakterisasi coating getah flamboyant dan silika. Sehingga di akhir penelitian ini
diharapkan ditemukan karakterisasi dari coating tersebut dalam melindungi baja
dari pengaruh lingkungan.
2. Metodologi
Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, gelas ukur, gelas kimia,
heater, oven, termometer, kaca arloji, spatula, blender, tali penggantung, dan
ampelas grid # 60, 120, 360, 1000. Bahan-bahan yang digunakan adalah water
glass 58%, getah pohon flamboyan, alkohol 96%, aquades, H2SO4 1 M, NaOH 1
M, dan NaCl 1 M.
2.1 Pembuatan Larutan Getah
Getah pohon flamboyan ditimbang sebanyak 60 gram dan dilarutkan
menggunakan blender dengan aquades sampai viskositas mencapai ± 108 centi
Poise.
2.2 Pengenceran Waterglass 30%
Pengenceran dilakukan dengan memanaskan aquades dalam gelas kimia
dan dijaga pada temperature 60°C. Kemudian waterglass konsentrasi 58%
dimasukkan ke dalam gelas kimia disertai dengan pengadukan menggunakan
magnetic stirrer. Setelah itu aquades yang telah dipanaskan dicampurkan ke
dalamnya hingga membentuk larutan waterglass yang homogen dengan
konsentrasi tertentu. Larutan tersebut didinginkan hingga mencapai suhu ruangan.
2.3 Pembuatan Material Coating
Menyiapkan larutan waterglass dan larutan getah. Masukkan waterglass ke
dalam gelas kimia. Lalu mencampurkan larutan getah dengan komposisi atau
perbandingan volume yang telah ditentukan dan mengaduk hingga homogen.
2.4 Persiapan logam
Pada tahap ini logam dibersihkan sebelum dilapisi. Sebelumnya, logam
dipotong dengan ketebalan 6 mm dengan dimensi 2 x 3 cm dengan gergaji mesin.
Kemudian membuat lubang di ujung sampel diujung sampel dengan mesin bor
logam yang berfungsi untuk menggantung sampel dengan tali pada saat proses dip
coating.
Melakukan pengamplasan, kemudian dicuci dengan alkohol 96% selama 15
menit. Sebelum diguna kan logam dikeringkan terlebih dahulu dan dilakukan
penimbangan awal.
2.5 Pelapisan logam
Menyiapkan material coating pada gelas kimia kemudian meenyelupkan
logam kedalamnya. M engangkat spesimen yang telah dilapisi dan melakukan
peluruhan produk korosi dari spesimen. Lalu melakukan pengeringan dan
penimbangan berat akhir dari spesimen. Kemudian melakukan uji fisik (uji
kondisi lingkungan, uji thermal) dan uji SEM/EDX.
3. Hasil dan Pembahasan
Tingkat keasaman atau pH lingkungan merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya korosi (Prasetya, 2011). Penggunaan coating merupakan
salah satu upaya untuk mencegah kontak antara material baja dengan lingkungan
sehingga bisa memperlambat korosi. Penggunaan silika dengan daya adhesif
untuk melindungi dicampurkan polimer alam getah flamboyan dengan sifat
fleksibel dan melekat mampu menperlambat terjadinya korosi.
Pada variasi larutan uji terlihat persen degradasi terbesar yaitu pada larutan
asam sulfat. Massa yang terdegradasi bukan saja massa coating tetapi sudah
mengoksidasi baja sehingga ada massa baja yang hilang, yaitu 882,58%.
Asam sulfat merupakan asam kuat yang pada penelitian ini memiliki pH
1,01. Nilai pH yang rendah meningkatkan laju korosi karena adanya reaksi
reduksi tambahan yang berlangsung pada katoda. Adanya reaksi reduksi tambahan
pada katoda menyebabkan atom logam yang teroksidasi lebih banyak sehingga
Pada kondisi asam, ion H+ memicu terjadinya reaksi reduksi lainnya yang
juga berlangsung, yakni evolusi atau pembentukan hidrogen menurut persamaan
reaksi:
(Rizky,2014)
Adanya dua reaksi di katoda pada kondisi asam menyebabkan lebih banyaknya
baja yang teroksidasi. Hal ini menjelaskan mengapa laju korosi dan persen
degradasi pada kondisi asam lebih besar dari pada kondisi basa dan garam.
Pada kondisi basa, persen degradasi lebih kecil, hal ini karena dalam
larutan basa, material akan sulit terkorosi karena tidak adanya reaksi reduksi
tambahan yang berlangsung pada katoda. Pada larutan basa hanya material
coating yang terdegradasi karena larut dalam NaOH, sementara sampel baja tetap
bersih tidak teroksidasi sehingga laju korosi rendah dan material baja terlindungi.
Sampel yang telah diuji dengan NaOH ditunjukan pada gambar 13 sampel 4,5,
dan 6.
Sementara itu, kondisi pH sample pada larutan garam bersifat netral, sehingga
sedikit coating yang terdegradasi tetapi sudah ada bagian baja yang mengalami
korosi pada bagian yang tidak terlindungi coating. Dari gambar 1 dan 2 terlihat
bahwa persen degradasi dan laju korosi pada larutan garam memiliki nilai yang
paling kecil. Dalam kondisi netral, ion Fe2+ dan OH- membentuk endapan
Fe(OH)2 seperti terlihat pada gambar 4. Hal ini menjelaskan mengapa dalam
larutan garam terbentuk banyak endapan pada permukaan baja.
Inhibisi adalah kemampuan untuk menahan terjadinya suatu reaksi. Dalam
hal ini inhibisi menghambat terjadinya reaksi korosi yang diakibatkan pada
larutan uji. Pada gambar 5, menunjukkan persen inhibisi pada larutan asam sulfat
lebih sedikit dari NaOH dan NaCl, hal ini menjelaskan mengapa pada larutan
asam memiliki laju korosi sangat besar sementara pada larutan basa dan garam
laju korosi tidak begitu besar.
Dari hasil uji asam, basa, dan garam yang didapat, dilakukan analisa SEM-
EDX pada sampel 1, sampel 4, dan sampel 7. Dimana sampel 7 memiliki laju
korosi paling kecil dan sampel 1 memiliki laju korosi paling besar.
Dari perbesaran 1000x pada gambar 12 pada bagian a yang merupakan
hasil uji asam sulfat terlihat celah pada permukaan baja karena teroksidasi. Pada
bagian b yang merupakan hasil uji basa terlihat sisa-sisa coating yang menempel
dan permukaannya tidak terdapat korosi. Sementara pada bagian C terdapat
banyak endapan akibat reaksi Fe dengan larutan elektrolit garam.
Tabel 1. Hasil analisa kandungan unsur dengan EDX padasampel mild steel
Kandungan (%)
No Sampel
C O Si Fe
Prasetya, Hendra, dkk. 2011. Optimasi Proses sand blasting Terhadap Laju
Korosi Baja Aisi 430. Universitas Brawijaya.
Syarifudin, Umar dan Tiyas, Wahyu Dianing. 2014. Pembuatan SiO2-Getah
Flamboyan (Delonix Regia) sebagai MaterialCoating Pencegah Korosi.
Cilegon : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Trethewey, K. R. dan Chamberlain, J. 1991. Korosi untuk Mahasiswa dan
Rekayasawan. Jakarta : PT. Gramedia.