Anda di halaman 1dari 4

Teori Kekayaan Media

Premis utama teori kekayaan media adalah bahwa kinerja seseorang dalam situasi komunikasi
cenderung merupakan fungsi dari kesesuaian antara karakteristik media komunikasi dan
karakteristik tugas yang akan dilakukan (Daft & Lengel, 1984, 1986). Dengan kata lain, orang yang
menggunakan saluran komunikasi yang paling pas untuk tugas mereka akan lebih efektif daripada
orang yang menggunakan saluran komunikasi yang salah. Misalnya, Anda tidak boleh melamar atau
memecat karyawan menggunakan pesan teks, dan Anda harus mengirim undangan formal terukir
untuk mengundang calon mertua Anda ke pernikahan Anda. Proses komunikasi melibatkan berbagi
makna dan informasi dengan orang lain. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih
media komunikasi, seperti berbicara, surat, memo, dan telepon. Media komunikasi dapat memiliki
berbagai tingkat "kekayaan", yang mengacu pada kapasitas pembawa informasi potensial mereka
(Daft & Lengel, 1984). Kekayaan media juga dapat merujuk pada kapasitas media untuk mengirimkan
banyak isyarat dan umpan balik yang cepat kepada penerima komunikasi (Russ, Daft, & Lengel,
1990).

Bodensteiner (1970) menciptakan hirarki media komunikasi yang mengurutkan empat klasifikasi
media yang berbeda. Daft dan Lengel (1984) mengadaptasi hierarki ini dan menciptakan rangkaian
kekayaan media untuk empat saluran media dengan empat karakteristik media: (1) umpan balik, (2)
saluran, (3) sumber, dan (4) bahasa.

Kontinum mereka menilai media dari tertinggi ke terendah dalam hal tingkat kekayaan: tatap muka
(sebagian besar kehadiran sosial), telepon, tulisan pribadi, tulisan formal, dan numerik formal
(kehadiran sosial paling sedikit). Reformulasi kontinum selanjutnya (Lengel & Daft, 1988) menilai
media dari tertinggi ke terendah dalam hal kekayaan sebagai kehadiran fisik (tatap muka), media
interaktif (telepon, media elektronik), media statis pribadi (memo, surat , laporan komputer yang
disesuaikan secara pribadi), dan media statis antarpribadi (selebaran, buletin, laporan komputer
umum). Komunikasi tatap muka digambarkan sebagai media komunikasi yang paling kaya karena
memiliki kapasitas untuk kehadiran sosial, pengalaman langsung, berbagai isyarat informasi, umpan
balik langsung, dan fokus pribadi. Komunikasi telepon kurang kaya karena kurang memiliki umpan
balik langsung, lebih sedikit isyarat (tidak ada bahasa tubuh, anggukan kepala, kontak mata, dan
sebagainya). Media tertulis pribadi (seperti memo, catatan, dan laporan) kurang kaya daripada
telepon karena isyarat yang terbatas dan umpan balik yang lambat. Media tertulis impersonal
(seperti selebaran, buletin, dan laporan) adalah yang paling tidak kaya (paling ramping) karena fokus
impersonal, isyarat informasi terbatas, dan tidak ada umpan balik.

Menurut teori, ambiguitas adalah konsep kunci untuk menentukan media komunikasi terbaik yang
digunakan untuk setiap jenis tugas (Daft & Lengel, 1986; Daft & Macintosh, 1981; Weick, 1979).
Pesan yang lebih ambigu memerlukan penggunaan media komunikasi yang lebih kaya agar efektif.
Pesan bersifat ambigu, atau samar-samar, ketika dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Makna dan
pemahaman dalam situasi ini harus diciptakan, dinegosiasikan, dan dibagikan di antara orang-orang.
Media komunikasi yang lebih kaya, seperti komunikasi tatap muka, cenderung lebih efektif untuk
pesan yang ambigu. Komunikasi tatap muka memungkinkan untuk diskusi ide, umpan balik langsung,
dan menggunakan kata-kata dan bahasa tubuh untuk menyampaikan makna.

Namun, pesan tidak ambigu, atau tegas, ketika hanya satu interpretasi yang mungkin dan ketika
sudah ada konsensus tentang makna dan interpretasi pesan tersebut. Pesan yang kurang ambigu
hanya membutuhkan penggunaan media komunikasi yang ramping (atau kurang kaya) agar efektif.
Media komunikasi ramping termasuk memo, surat, email, dan pesan teks.

Penelitian telah menunjukkan bahwa manajer yang lebih terampil menggunakan media komunikasi
yang tepat untuk tugas tertentu cenderung lebih efektif daripada manajer yang kurang terampil
(Lengel & Daft, 1988; Russ et al., 1990). Pesan komunikasi juga melibatkan tingkat ketidakpastian.
Pemilihan media komunikasi yang tepat tergantung pada tingkat ketidakpastian dan ambiguitas
pesan. Ketidakpastian biasanya mengacu pada tidak adanya informasi dalam pesan (Shannon &
Weaver, 1949). Manajer yang lebih efektif cenderung menggunakan media tatap muka untuk
komunikasi yang sangat samar dan tidak pasti, tetapi menggunakan media tertulis untuk komunikasi
yang jelas, objektif, tegas, dan lebih pasti (Daft, Lengel, & Trevino, 1987; Russ et al. ., 1990).

Carlson dan Zmud (1999) meneliti bagaimana persepsi pengguna media dapat berubah dari waktu
ke waktu dengan terus menggunakan media. Dalam sebuah pendekatan yang mereka sebut sebagai
"ekspansi saluran", mereka berfokus pada empat pengalaman pengguna yang sangat relevan untuk
membentuk persepsi media pengguna—yaitu, pengalaman dengan saluran, topik pesan, konteks
organisasi, dan rekan komunikasi.

Penelitian yang lebih baru telah meningkatkan deskripsi kemampuan media yang kaya komunikasi.
Misalnya, Lan dan Sie (2010) telah mengeksplorasi empat persepsi pengguna tentang komponen
kekayaan media: ketepatan waktu konten, kekayaan konten, akurasi konten, dan kemampuan
beradaptasi konten. Ketepatan waktu konten berarti bahwa media peka terhadap waktu dan
memungkinkan umpan balik segera. Kekayaan konten berarti media tersebut mencakup berbagai
jenis media (seperti teks, grafik, dan video). Keakuratan konten berarti bahwa pesan dapat
diungkapkan secara eksplisit atau mudah dipahami. Kemampuan beradaptasi konten berarti bahwa
pesan dapat diadaptasi ke format atau mode lain.

Beberapa penelitian pemilihan media telah beralih dari konstruksi agregat seperti kekayaan media
dan kehadiran sosial yang mendukung karakteristik media tertentu, seperti sinkronisitas, kapasitas
saluran, dan kemampuan pemrosesan ulang (Mohan et al., 2009). Sinkronisitas mengacu pada
apakah komunikasi terjadi secara real time atau dengan penundaan. Kapasitas saluran berarti bahwa
media dapat mengirimkan berbagai isyarat yang tinggi. Reprocessability berarti bahwa pesan dapat
diperiksa ulang dalam situasi saat ini. Penelitian lain telah melihat perbedaan di antara pengguna
media sehubungan dengan ruang dan waktu, menggunakan, misalnya, matriks 2 × 2 dari waktu yang
sama dan berbeda serta lokasi yang sama dan berbeda (Robert & Dennis, 2005).

Kritik dan Kritik terhadap Teori

Teori kekayaan media umumnya telah didukung ketika tes dilakukan pada apa yang disebut media
tradisional, seperti tatap muka, telepon, surat, dan memo (Daft et al., 1987; Lengel & Daft, 1988;
Russ et al., 1987; Lengel & Daft, 1988; Russ et al. ., 1990). Namun, teori tersebut belum berdiri
dengan baik ketika diuji pada media yang lebih baru, seperti e-mail, voice-mail, dan pesan teks
(misalnya, Suh, 1999). Berlawanan dengan teori tersebut, Rice (1983) menemukan bahwa
penggunaan media komunikasi memiliki hubungan yang lemah dengan kehadiran sosial di media
baru.
Teori tersebut telah dikritik karena berfokus secara eksklusif pada pilihan individu (seperti
manajerial) dan tidak memperhitungkan faktor situasional dan sosial yang dapat memengaruhi
adopsi dan penggunaan media komunikasi. Luas, atau massa kritis, penggunaan media dapat
memfasilitasi adopsi dan penggunaan teknologi komunikasi (Markus, 1987). Para peneliti telah
mengeksplorasi bagaimana sikap dan perilaku terhadap penggunaan media sebagian dibangun
secara sosial (Fulk, 1983; Fulk, Steinfeld, Schmitz, & Power, 1987; Schmitz & Fulk, 1991). Selain itu,
tekanan sosial, seperti sponsor, sosialisasi, kontrol sosial, dan norma sosial, dapat menghasilkan
adopsi publik dan penggunaan teknologi komunikasi (Markus, 1994). Namun, bahkan penelitian
tentang pengaruh sosial belum konsisten (Davis, Bagozzi, & Warshaw, 1989; Rice, 1983).

Kritikus lain berkomentar bahwa teori tersebut mengasumsikan bahwa orang adalah penerima pasif
dari informasi apa pun yang dikirimkan kepada mereka. Mengikuti karya Habermas (1979, 1984,
1987), para peneliti telah mengeksplorasi pandangan bahwa orang adalah penilai yang cerdas, aktif
terhadap kebenaran, kelengkapan, ketulusan, dan kontekstualitas dari pesan yang dikirimkan
kepada mereka (Ngwenyama & Lee, 1997), sehingga ada pengaruh sosial dan budaya pada
pemilihan dan penggunaan media.

Kock (2005, 2009) berpendapat untuk pendekatan kealamian media. Pendekatan kealamian media
mengikuti bahwa semakin media komunikasi kurang seperti komunikasi tatap muka, maka semakin
banyak upaya kognitif, ambiguitas, dan gairah fisiologis yang ada saat menggunakan media tersebut.

Robert dan Dennis (2005) menemukan paradoks yang bertentangan dengan gagasan utama teori
tersebut. Mereka berargumen bahwa penggunaan media komunikasi yang kaya (high in social
presence) dapat meningkatkan motivasi pengguna, tetapi dapat menghambat kemampuan
pengguna untuk memproses informasi yang diterima; penggunaan media komunikasi yang ramping
(low in social presence) dapat menurunkan motivasi pengguna, namun dapat memfasilitasi
kemampuan pengguna untuk mengolah informasi yang diterima dalam komunikasi.

Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

1. Mengkaji pengaruh kekayaan media dan gaya mengajar instruktur dan pedagogi pada
pembelajaran online.

2. Menjelajahi hubungan antara kekayaan media dan minat serta keterlibatan audiens sehubungan
dengan pembelajaran berbasis media.

Implikasi Teori untuk Manajer

Teori kekayaan media mengkaji efektivitas penggunaan berbagai media komunikasi pada hasil
organisasi yang diinginkan. Anda dan karyawan Anda dapat menggunakan berbagai media
komunikasi—tatap muka, telepon, email, dan teks—untuk menyelesaikan tugas yang diperlukan.
Media yang Anda pilih dapat berdampak signifikan pada sikap dan perilaku Anda sendiri dan
karyawan Anda. Media komunikasi yang akan memungkinkan Anda untuk bekerja paling efektif
dapat ditentukan oleh berbagai faktor, seperti biaya, kenyamanan, faktor sosial, faktor situasional,
demografi karyawan, budaya, dan bahkan citra yang ingin Anda tampilkan untuk Anda. organisasi.
Jangan anggap remeh penggunaan media Anda. Tetapkan rencana komunikasi yang efektif untuk
organisasi Anda, atasi masalah seperti apakah standardisasi bermanfaat atau tidak untuk
perusahaan Anda. Bekerjalah dengan karyawan Anda untuk memilih media yang paling
memungkinkan mereka menyelesaikan tugas pekerjaan dengan sukses. Diskusikan metode dan opsi
komunikasi dengan karyawan Anda dan biarkan mereka berpendapat dalam membantu memilih alat
yang dapat menghasilkan sikap dan perilaku paling efektif untuk Anda, kelompok kerja, dan
organisasi Anda. Bekerja sama dengan karyawan Anda untuk menetapkan kebijakan komunikasi
tentang perilaku seperti menggunakan media sosial, menjelajahi web, dan mengirim SMS saat
bekerja.

Anda mungkin juga menyukai