Anda di halaman 1dari 4

Tafsir Al-Munir Wahhab Al-Zuhaili

Deskripsi Kitab

 Isi : Jilid 1. (Al-Fatihah-Al-Baqarah) juz 1 & 2

 jilid 2. (Al-Baqarah-Ali 'Imran-An-Nisaa) juz 3 & 4

 jilid 3. (An-Nisaa-Al-Maaidah) juz 5 & 6

 jilid 4. (Al-Maaidah-Al-A'raaf) juz 7 & 8

 jilid 5 (Al-Araaf-At-Taubah) juz 9 &10

 jilid 6. (At-Taubah-Yuusuf) juz 11 & 12

 jilid 7. (Yuusuf-Ar-Ra''An-Nahl) juz 13 & 14

 jilid 8 (Al-Israa-Thaahaa) juz 15 & 16

 jilid 9 (Al-Anbiyaa-An-Nuur) juz 17 & 18

 jilid 10. (Al-Furqaan-Al-Ankabuut) juz 19 & 20

 jili 11. (Al-Ankabuut-Yaasiin) juz 21 & 22

 jilid 12. (Yaasiin-Fushshilat) juz 23 & 24

 jilid 13. (Fushshilat-Qaaf) juz 25 & 26

 jilid 14 (Adz-Dzaariyaat-At-Tahriim) juz 27 & 28

 jilid 15. (Al-Mulk-An-Naas) juz 29-30

1. latar Belakang Penulisan Penulisan Tafsir al-Munir

Kata al-Munir yang merupakan isim fa’il dari kata anara (dari kata nur; cahaya)
yang berarti yang menerangi atau yang menyinari. Sesuai namanya, mungkin
Wahbah Zuhaili bermaksud menamai kitab tafsir ini dengan nama Tafsir alMunir
adalah ia berkeinginan supaya kitab tafsirnya ini, dapat menyinari orang yang
mempelajarinya, dapat menerangi orang yang membacanya, dan dapat
memberikan pencerahan bagi siapa saja yang ingin mendapatkan pencerahan
dalam memahami makna kandungan ayat-ayat al-Quran dalam kitab tafsirnya ini.
Tafsir yang diberi nama al-Tafsīr al-Munīr fī al-Aqidah wa al-Syari‟ah wa al-
Manhaj, yang terdiri dari 18 jilid, 8000 halaman yang diterbitkan oleh Dar al-Fikr
al-Mu‟ashir, Beirut (Libanon). Dicetak untuk pertama kali pada tahun 1991, kitab
ini termasuk kedalam salah satu kitab tafsir kontemporer yang mengkaji berbagai
isu penting yang luas. Wahbah Az-Zuhaili yang mengatakan bahwa tujuan dari
penulisan tafsir ini adalah menyarankan kepada umat Islam agar berpegang teguh
kepada Al-Qur‟an secara ilmiah. Maksudnya menciptakan ikatan ilmiah yang erat
antara seorang muslim dengan kitabullah. Sebab Al-Qur‟an yang mulia merupakan
konstitusi kehidupan umat manusia secara umum dan khusus. Selain itu penulisan
tafsir al-Munir adalah untuk menghubungkan individu muslim dan non muslim
dengan kitabullah. Yang telah terbukti secara qath‟ī tidak ada tandingannya bahwa
ia adalah firman Allah SWT. supaya sepatutnya kita tidak menggunakan ayat-ayat
Al-Qur‟an untuk menguatkan suatu pendapat mazhab atau pandangan.

2. Metode Kitab Tafsir

a. Tahlili, yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara


menjelaskan ayat al-Qur’an dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang
terkandung didalamnya sehingga kegiatan mufasir hanya menjelaskan per ayat, per
surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat lain, asbab an-
Nuzul yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan.

b. Ijmali, yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan car


menjelaskan maksud al-Qur’an secara global tidak terperinci seperti tafsir tahlili,
hanya saja penjelasannya disebutkan secara global (ijmal).

c. Muqarin, yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara


perbandingan (komparatif), dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-
perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan
unsur yang benar diantara yang kurang benar.

d. Maudhu’i, metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara memilih


topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam al-Qur’an yang
berhubungan dengan topik ini, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar
satu sama lain bersifat menjelaskan.

Dari ke empat metode tersebut dapat dirinci bahwa dalam metode tafsir yang
digunakan oleh Wahbah az-Zuhaily dilihat dari berbagai segi,diantaranya adalah:
a. Segi Sumber, yakni penggabungan antara tafsir bi al-Ra’yi, tafsir bi al-Ma’tsur
dan bi al-Iqtiron. b. Segi cara penjelasan, yakni menggunakan Muqorin dan Bayani
c. Segi keluasan penjelasan, yaitu menggunakan metode Ijmali dan alTafsily. d.
Segi sasaran dan tertib ayat, dengan metode tahlili, maudhu’i, dan nuzuli

3. sistematika Tafsir Al-Munir

Adapun kerangka pembahasan atau sistematika pembahasan dalam kitab tafsir ini,
Wahbah Az-Zuhaili dapat menjelaskan sebagai berikut: 1. Mengklasifikasikan Al-
Qur‟an ke dalam satu topik pembahasan dan memberikan judul yang cocok. 2.
Menjelaskan kandungan setiap surah secara global. 3. Menjelaskan aspek
kebahasaan. 4. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat dalam riwayat yang paling
shahih dan mengesampingkan riwayat yang lemah jika ada, serta menerangkan
kisah-kisah para Nabi dan peristiwa-peristiwa besar Islam, seperti perang badan
dan uhud, dari buku-buku sirah yang paling dapat dipercaya. 5. Menjelaskan ayat-
ayat yang ditafsirkan dengan rinci. 6. Mengeluarkan hukum-hukum yang berkaitan
dengan ayat yamh sudah ditafsirkan. 7. Menjelaskan balaghah (retorika) dan i‟rab
(sintaksis) banyak ayat agar hal itu dapat membantu untuk menjelaskan makna
bagi siapapun yang menginginkannya, tetapi dalam hal ini menghindari istilah-
istilah yang menghambat pemahaman Tafsir bagi orang yang tidak ingin memberi
perhatian kepada aspek (balaghah dan i‟rab) tersebut

4. Corak Tafsir Al-Munir

terdapat tujuh ragam corak dalam penafsiran Al-Qur‟an dalam kitab tafsir, yakni
tafsīr al-Sufi, tafsīr al-Fiqh, tafsīr alFalsafi, tafsīr al-Ilmi, dan tafsīr adabi al-
Ijtima‟. Dengan melihat dari penafsiran yang digunakan oleh Wahbah Az-Zuhaili
dalam kitab tafsirnya ini, bisa dikatakan bahwa corak tafsir yang digunakan adalah
corak kesastraan (adabi) dan sosial kemasyarakatan (al-Ijtima‟ī) serta adanya
nuansa yurisprudensial (fiqh). Corak penafsirannya adalah al-adabi al-„ijtima‟ī
(sastra dan sosial kemasyarakatan) serta al-fiqhi (hukum-hukum Islam). Hal ini
dikarenakan, Wahbah Az-Zuhaili mempunyai keilmuan dalam bidang fiqih.
Namun, dalam tafsirnya beliau menyajikan dengan gaya bahasa dan redaksi yang
sangat teliti, penafsirannya juga disesuaikan dengan situasi yang dibutuhkan di
tengahtengah masyarakat. Selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud
oleh Al-Qur‟an tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Kemudian
pada langkah berikutnya penafsiran berusaha menghubungkan nash-nash Al-
Qur‟an yang sedang dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.
Dengan melihat dari penafsiran yang digunakan oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam
kitab tafsirnya ini, bisa dikatakan bahwa corak tafsir yang digunakan adalah corak
kesastraan (adabi) dan sosial kemasyarakatan (al-ijtima‟ī) serta adanya nuansa
yurisprudensial (fiqh). Hal ini terutama ditunjukan dengan adanya penjelasan fiqh
kehidupan (fiqh al-hayat) atau hukumhukum yang terkandung didalamnya. Hal ini
dapat dilihat karena memang Wahbah Az-Zuhaili sendiri sangat terkenal
keahliannya dalam bidang fiqh dengan karya monumentalnya al-fiqh al-islāmī wa
adillatuhu. Sehingga, bisa dikatakan corak penafsiran tafsīr al-munīr adalah
keselarasan antara adabi ijtima‟ī dan nuansa fiqhnya atau penekanan ijtima‟ī nya
lebih ke nuansa fiqh

5. contoh penafsiran Al-Munir


Contoh penafsiran Wahbah az-Zuhaily dalam Ayat Ahkam tentang Ibadah dan
Muamalat. Dalam menafsirkan ayat-ayat Ahkam Wahbah mengambil
langkahlangkah, diantaranya: 1. Menentukan Dilalah an-Nash yang terdapat dalam
ayat tersebut. 2. Menentukan jenis ayat tersebut, apa Mutashabihat atau Muhkamat.
3. Memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam istinbat} ayat ahkam. 4.
Memperhatikan kaidah umum yang berhubungan dengan al-Qur’an.

Tentang tafsirnya ini, Wahbah Az-Zuhailli menyatakan bahwa tafsīr al-munīr ini
bukan hanya sekedar kutipan dan kesimpulan dari beberapa tafsir, melainkan
sebuah tafsir yang ditulis dengan selektifitas yang lebih sahih, bermanfaat, dan
mendekati ruh (inti sari) kandungan ayat Al-Qur‟an, baik dari tafsir klasik maupun
modern dan tafsir bi al-Ma‟tsur ataupun tafsir rasional. Didalamnya juga di
upayakan untuk menghindari perbedaan teori atau pandangan teologi yang tidak
dibutuhkan dan tidak berfaedah.

Anda mungkin juga menyukai