Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pringsewu merupakan rumah sakit milik

pemerintah yang terletak di Kabupaten Pringsewu. Pada tahun 1995

berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 106/SK/I/1995

RSUD Pringsewu ditingkatkan kelasnya menjadi kelas C. Menejemen rumah

sakit terus berusaha untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan serta

kepuasan pelayanan melalui pengembangan organisasi, peningkatan sumber

daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana serta peningkatan pola

pengelolaan keuangan yang sehat yang dapat menjadikan RSUD Pringsewu

sebagai instasi pemerintah yang profesional dan akuntabel.

Dalam upaya mengembangkan organisasi dan meningkatkan kualitas

pelayanannya kepada masyarakat, RSUD Pringsewu memiliki visi yaitu :

“Terwujudnya Pelayanan Prima Di RSUD Pringsewu”. Dan sebagai

pendukung visi yang diraih maka RSUD Pringsewu memiliki misi : “Memberi

Pelayanan Kesehatan Yang Prima Dan Berkualitas” dimana filosofi dari

RSUD Pringsewu adalah : “ Anda Sehat Dan Puas Kami Bahagia”. Sementara

itu tujuan yang ingin dicapai oleh RSUD Pringsewu adalah terselenggaranya

pelayanan rumah sakit yang mudah, ramah, dan menyenangkan pelanggan,

sumber daya manusia yang kompeten, dan terbentuknya tatanan rumah sakit

yang bersih. Jenis pelayanan dan fasilitas penunjang yang diberikan RSUD

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Pringsewu diantaranya UGD,ICU, rawat inap, laboratorium, kamar operasi,

intalasi gizi, fisioterapi, radiologi, unit transfusi darah. RSUD Pringsewu

mempunyai tenaga kesehatan sebanyak 25 dokter,14 dokter spesialis, 27

bidan, dan 149 perawat.

Adapun beberapa upaya yang dilakukan rumah sakit untuk meningkatkan

kualitasnya yaitu dengan melakukan pendidikan dan pelatihan, karyawan

RSUD Pringsewu yang berkesempatan mengembangkan pndidikannya tepat

waktu yaitu program S1 Keperawatan, Profesi Keperawatan, dan DIV

Kebidanan (Profil RSUD Pringsewu, 2016).

B. Hasil Analisis Penelitian

1. Hasil Analisis

a. Univariat

Analisa dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian, baik

variabel independen maupun dependen. Hasil dari variabel ini

ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

1) Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di Poli Penyakit
Dalam RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016

Usia Jumlah Persentase (%)


Dewasa Awal 40 43,0%
Dewasa Madya 53 57,0%
Jumlah 93 100%

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan usia

dewasa awal sebanyak 40 orang (43,0%) sedangkan responden

dengan usia dewasa madya sebanyak 53 orang (57,0%).

2) Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan di Poli
Penyakit Dalam RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)


PNS dan tidak bekerja 22 23,7%
Wiraswasta, buruh, petani 71 76,3%
dan IRT
Jumlah 93 100%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang

memiliki pekerjaan sebagai PNS dan Tidak Bekerja sebanyak 22

orang (23,7%) sedangkan yang memiliki pekerjaan sebagai

Wiraswasta, Buruh, Petani, dan IRT sebanyak 71 orang (76,3%).

3) Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Merokok

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Merokok di
Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016

Status Merokok Jumlah Persentase (%)


Perokok Aktif 14 15,1%
Perokok Pasif 79 84,9%
Jumlah 93 100%

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Distribusi frekuensi responden berdasarkan status merokok

diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar responden

merupakan perokok pasif yaitu sebanyak 79 orang (84,9%)

sedangkan perokok aktif sebanyak 14 orang (15,1%).

4) Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kekambuhan pada

Penderita Asma

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kekambuhan pada
Penderita Asma di Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu
Lampung Tahun 2016

Kekambuhan
Jumlah Persentase (%)
Asma
Tidak Kambuh 30 32,3%
Kambuh 63 67,7%
Jumlah 93 100%

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kekambuhan pada

penderita asma diketahui bahwa dari 93 responden sebagian besar

responden yang mengalami kekambuhan penyakit asma yaitu 63

orang (67,7%) sedangkan yang tidak mengalami kekambuhan

penyakit asma sebanyak 30 orang (32,3%).

b. Analisis Bivariat

Dalam analisis bivariat ini dijabarkan hasil penelitian hubungan antara

variabel independen yaitu usia, pekerjaan dan status merokok dengan

variabel dependen yaitu kekambuhan pada penderita asma di poli

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


penyakit dalam RSUD pringsewu lampung tahun 2016 dengan

menggunakan uji chi-square. Hasil analisis disajikan dalam bentuk

tabel sebagai berikut.

1) Hubungan Antara Usia dengan Kekambuhan pada Penderita

Asma

Tabel 4.5
Hubungan Antara Usia dengan Kekambuhan pada Penderita
Asma di Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu Lampung
Tahun 2016

Kekambuhan pada
Penderita Asma
Total P- OR
Usia Tidak
Kambuh Value 95% CI
Kambuh
N % N % N %
Dewasa 4,756
17 18,3% 21 22,6% 38 40,9%
Awal 1,776 -
0,003
Dewasa 12,739
8 8,6% 47 50,5% 55 59,1%
Madya
Jumlah 25 26,9% 68 73,1% 93 100%

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden dengan usia

dewasa awal yang mengalami kekambuhan asma sebanyak 21

orang (22,6%) sedangkan pada usia dewasa madya dan mengalami

kekambuhan asma sebanyak 47 orang (50,5%).

Berdasarkan hasil Uji Chi-Square yang dilihat pada hasil

Continuity Correction diketahui bahwa p-value yaitu 0,003 lebih

kecil dari 0,05 (p-value < α), sehingga Ha diterima. Hal ini

menunjukan bahwa ada hubungan antara usia dengan kekambuhan

pada penderita asma di Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu

Lampung Tahin 2016.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


2) Hubungan Antara Pekerjaan dengan Kekambuhan pada Penderita

Asma

Tabel 4.6
Hubungan Antara Pekerjaan dengan Kekambuhan pada Penderita
Asma di Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu Lampung
Tahun 2016
Kekambuhan pada
Total P- OR
Pekerjaan Penderita Asma
Value 95% CI
Tidak Kambuh Kambuh
N % N % N %
PNS dan 5,056
13 14,0% 12 12,9% 25 26,9%
Tidak Bekerja
Wiraswasta, 0,002 1,856-
Buruh, Petani 12 12,9% 56 60,2% 68 73,1% 13,772
dan IRT
Jumlah 25 26,9% 68 73,1% 93 100%

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa responden yang memiliki pekerjaan

sebagai PNS dan Tidak Bekerja yang mengalami kekambuhan asma

sebanyak 12 orang (12,9%) sedangkan yang memiliki pekerjaan sebagai

Wiraswasta, Buruh, Petani, dan IRT dan mengalami kekambuhan asma

sebanyak 56 orang (60,2%).

Berdasarkan hasil Uji Chi-Square yang dilihat pada hasil Continuity

Correction diketahui bahwa p-value yaitu 0,002 lebih kecil dari 0,05 (p-

value < α), sehingga Ha diterima. Hal ini menunjukan bahwa ada

hubungan antara pekerjaan dengan kekambuhan pada penderita asma di

Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu Lampung Tahin 2016.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


3) Hubungan Antara Status Merokok dengan Kekambuhan pada

Penderita Asma

Tabel 4.7
Hubungan Antara Status Merokok dengan Kekambuhan pada
Penderita Asma di Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu
Lampung Tahun 2016

Status Merokok Kekambuhan pada Total P-Value OR


Penderita Asma 95% CI
Tidak Kambuh Kambuh
N % N % N %
Perokok Aktif 0 0% 16 17,2% 16 17,2% 1,481
1,268-
Perokok Pasif 25 26,9% 52 55,9% 77 82,8% 0,005
1,729
Jumlah 25 26,9% 68 73,1% 93 100%

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa responden yang menjadi perokok

aktif yang mengalami kekambuhan asma sebanyak 16 orang (17,2%)

sedangkan yang menjadi perokok pasif dan mengalami kekambuhan asma

sebanyak 52 orang (55,9%).

Berdasarkan hasil Uji Chi-Square yang dilihat pada hasil Fisher’s Exact

Test diketahui bahwa p-value yaitu 0,005 lebih kecil dari 0,05 (p-value <

α), sehingga Ha diterima. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara

status merokok dengan kekambuhan pada penderita asma di Poli Penyakit

Dalam RSUD Pringsewu Lampung Tahin 2016.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


C. Pembahasan

Pada tahap ini penulis akan melakukan pembahasan terhadap kesenjangan

yang muncul antara teori dengan kasus yang ada dilapangan, dimana akan

dianalisis sesuai dengan konsep teori yang telah dibahas di BAB II. Hasil

penelitian mengenai hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi

kekambuhan pada penderita asma pada usia dewasa awal dan madya di Poli

Penyakit Dalam RSUD Pringsewu Lampung Tahun 2016 diperoleh hasil

sebagai berikut :

1. Univariat

a. Usia

Berdasarkana hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar usia

penderita asma di Poli Penyakit Dalam RSUD Pringsewu dalam

kategori usia dewasa madya yaitu 53 orang (57,0%).

Hal ini sejalan dengan penelitian Marice Sihombing (2007) dengan

judul penelitian Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Penyakit

Asma Pada Usia > 10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas

2007). Penelitian ini menyatakan bahwa responden berumur 10-39

tahun kejadian penyakit asma kurang dari 3% sedang 40-59 tahun

berkisar 3-5% dan umur lebih 60 tahun sebesar 9%.

Menurut studi yang dilakukan oleh Australian Institute of Health and

Welfare (2007), kejadian asma pada kelompok umur 18 – 34 tahun

adalah 14% sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8.8%. Di Jakarta,

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


sebuah studi pada RSUP Persahabatan menyimpulkan rerata angka

kejadian asma adalah umur 46 tahun. Beberapa studi diketahui bahwa

asma pada masa kanak-kanak tetap dapat bertahan sampai dewasa dan

ada juga asma bisa menghilang selama bertahun-tahun tetapi muncul

kembali sesuai denagn pertambahan umur. Disamping itu terjadi

penurunan fungsi paru-paru dan peradangan jalan napas seiring dengan

meningkatnya usia, selain itu pada usia tua peningkatan kecemasan

diakibatkan oleh faktor biologis, psikologis, dan faktor sosial (Pratama

dkk, 2009).

Kekambuhan penyakit asma paling sering ditemukan pada usia muda

atau usia produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini dengan terjadinya

transisi demografi, menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi

lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis

seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai

penyakit, termasuk penyakit asma.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa asma bronkial lebih sering

terjadi pada pasien dewasa madya yaitu yang berusia 20-55 tahun. Hal

ini dikarenakan adanya perubahan hormonal yang terjadi pada masa

dewasa memberikan kontribusi terhadap perkembangan asma bronkial.

Penelitian yang dilakukan oleh Lange et al tahun 2001 melaporkan

bahwa hormon estrogen dapat meningkatkan produksi kortikosteroid

yang berikatan dengan globulin, sedangkan hormon progesteron

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


berkompetisi dengan hormon kortisol untuk berikatan pada sisi

globulin tersebut. Hormon estrogen maupun progesteron dapat

mempengaruhi level bebas kortisol yang menyebabkan penurunan

jumlah kortisol. Akibat dari penurunan kortisol dapat menimbulkan

penyempitan bronkus yang pada akhirnya menimbulkan serangan

asma bronkial. Hormon estrogen meningkatkan adhesi terhadap sel-sel

endotel di pembuluh darah serta kombinasi antara hormon estrogen

dan progesteron dapat meningkatkan degranulasi eosinofil sehingga

memudahkan terjadinya serangan asma bronkial (Postma DS, 2007).

Berdasarkan hasil analisis penelitian, maka peneliti dapat memberikan

kesimpulan bahwa kekambuhan penyakit asma paling sering

ditemukan pada usia muda atau usia produktif, yaitu 15-50 tahun.

Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi. Hal ini dikarenakann

bahawa adanya perubahan hormonal yang terjadi pada masa dewasa

memberikan kontribusi terhadap perkembangan asma bronkial.

b. Pekerjaan Responden

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan responden

adalah sebagai wiraswasta, buruh, petani, dan IRT yaitu sebanyak 71

orang (76,3%). Hal ini bukan berarti seseorang yang memiliki

pekerjaan lebih berisiko untuk menderita penyakit asma, namun

pekerjaan disini berkaitan dengan rata-rata pekerjaan penderita asma

yang berobat ke RSUD Pringsewu.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Asma akibat kerja adalah asma yang terjadi sebagai hasil dari paparan

terhadap eksposure di tempat kerja. Asma akibat kerja sendiri dapat

dibagi dua kategori yaitu asma akibat kerja dan asma yang diperburuk

oleh lingkungan kerja (Lutzker, et.al, 2010).

Secara garis besar asma akibat kerja dapat dibagi menjadi dua. Yang

pertama adalah tipe yang disebabkan oleh agen spesifik (asmagen) di

dalam tempat kerja. Asma jenis ini membutuhkan waktu berbulan –

bulan sampai bertahun – tahun untuk berkembang menjadi asma

karena harus terbentuk sensitisasi immune terhadap agen. Asma jenis

ini disebut juga immune-senzitising asthma atau work induced juga

disebut asma onset baru. Sekali saja tersensitisasi dengan agen,

serangan atau episode asma dapat menjadi bertambah parah dan

bahkan fatal ketika pekerja kembali terpapar dengan agen. Dengan

paparan dari agen dalam jumlah sedikit saja dapat mencetuskan

episode dan kekambuhan dari asma karena asma jenis ini berdasarkan

sensitisasi alergi (Bradsaw, 2010).

Frekuensi kekambuhan sesak napas sebanyak 3 kali sehari dialami

oleh pasien yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, yang

mengalami kekambuhan sesak napas sebanyak 1 kali sebulan paling

banyak dialami oleh pasien dari berbagai porfesi (ibu rumah tangga,

swasta, PNS, dan Mahasiswa). Hal ini sesuai penelitian terdahulu yang

menyebutkan bahwa beberapa pekerjaan dapat mempengaruhi orang

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


yang memiliki asma yang di sebabkan karena pemicu yang terdapat di

lingkungan tersebut. Dalam hal ini misalnya ibu rumah tangga yang

berpaparan dengan bumbu dapur, debu, dan hal lainnya (Fact sheet,

2014).

Berdasarkan hasil analisis penelitian, maka peneliti dapat berasumsi

bahwa pekerjaan merupakan sumber utama lingkungan yang

berpengaruh dan mungkin menyebabkan perkembangan gejala dari

kekambuhan penyakit asma.

c. Status Merokok

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar

responden perokok pasif yaitu sebanyak 79 orang (84,9%). Hal ini

dikarenakan bahwa penderita asma sangat peka terhadap zat-zat asap

yang mengandung hasil pembakaran yang berupa sulfur dioksida dan

oksida yaitu asap rokok.

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap

rokok, sebelum dan sesudah berhubungan dengan efek yang berbahaya

yang dapat diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa

asma pada usia dini. Asap rokok bisa saja merupakan polusi udara

yang terjadi di dalam rumah selain dari semprotan obat nyamuk yang

dapat memicu serangan asma (Rengganis, 2008)

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Penderita yang tidak merokok bisa mendapat serangan asma karena

berada di dalam ruangan yang penuh asap rokok. Penderita anak-anak

lebih sering mendapat serangan asma bila di rumahnya ada yang

merokok, maka segera hentikan kebiasaan tersebut. Mungkin saat ini

belum kelihatan akibatnya, tetapi dalam jangka panjang hampir pasti

akan menyebabkan penyempitan saluran napas yang sangat sulit

diobati (Sundaru, 2007).

d.

2.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai