Anda di halaman 1dari 5

Nama : Verra Septiana Wati

NPM : 2040606061

Filsuf 1 ( HERACLITUS 540 M – 480 M) “ Dunia Berasal dari Api “

Biografi HERACLITUS

Heraclitus yang hidup pada sekitar th 500an SM. H2 ada, yang hakikat,ialah gerak dan
perubahan dan paham relatifisme semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus menyatakan
engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir.

Lahir : Ephesos, Selcuk, Turki

Meninggal : Kekaisaran Persia

Nama Lengkap : Heraclitus of Ephesus

Sekolah : Ionian School

Riwayat Hidup HERACLITUS

Herakleitos diketahui berasal dari Efesus di Asia Kecil. Ia hidup di sekitar abad ke-5 SM
(sekitar 540-480 SM). Keterangan Diogenes Laertius juga menyebutkan Herakleitos lahir
sekitar 540 sebelum masehi pada keluarga aristokrat di Efesus, tetapi nantinya meninggalkan
kehidupan politik dan mengabdikasikan hak kekuasaan yang diwariskan padanya ke saudara
lelakinya. Herakleitos hidup sezaman dengan Pythagoras dan Xenophanes, tetapi ia berusia
lebih muda daripada keduanya. Akan tetapi, Herakleitos lebih tua usianya dari Parmenides
sebab ia dikritik oleh filsuf tersebut.

Selain berasal dari keluarga terhormat di Efesus, tidak ada informasi lain yang kredibel
mengenai riwayat hidup Herakleitos mengingat hampir semua sumber mengenai kehidupannya
adalah anekdot yang tidak otentik, diimajinasikan atau dibuat si pengarang anekdot
berdasarkan pemikiran Herakleitos. Tidak ada sumber yang menyebutkan bahwa ia pernah
meninggalkan kota asalnya, yang pada waktu itu merupakan bagian dari kekaisaran Persia.

Jika melihat karya-karya yang ditinggalkannya, tampak bahwa watak Herakleitos sombong dan
tinggi hati. Selain mencela filsuf-filsuf di atas, ia juga memandang rendah rakyat yang bodoh
dan menegaskan bahwa kebanyakan manusia jahat. Selain itu, ia juga mengutuk warga negara
Efesus.

Pemikiran/ pandangan HERACLITUS

Heraclitus (544-484 SM) menyatakan, “You cannot step twice to the river, for the fresh waters
are ever flowing upon you”. Yang artinya kamu tidak akan dapat terjun pada sungai yang sama
untuk ke dua kalinya karena air sungai itu telah mengalir (Warner, 1961:26). Heraclitus
mengemukakan bahwa segala sesuatu itu selalu berubah.Salah satu ucapannya yang terkenal
adalah: “Panta rhei kai uden menci” artinya segala sesuatu mengalir bagaikan arus sungai, dan
tidak ada satu orangpun yang dapat masuk ke sungai yang sama untuk kedua kalinya. Dia
beralasan karena sungai yang pertama telah mengalir berganti dengan air yang berada
dibelakangnya. Demikian juga dengan segala sesuatu yang ada, tidak iasda yang tetap semua
akan berubah. Akhirnya dikatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu itu adalah menjadi, maka
filsafatnya dikatakan filsafat menjadi.

SUMBER/ RUJUKAN

1. Bertens, Kees (1990). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.


2. Tjahjadi, Simon (2004). Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

3. En.wikipedia.org/wiki/Heraclitus
4. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Heraclitus&oldid=5859555
5. www.armhando.com/2012/02/10-tokoh-filosof-dunia-pada-zaman.htm!
6. www.scrib.com/doc/92551605/sejarah-an-filsafat-dan-tokoh

Filsuf 2 ( Parmenides 540 SM - 475 SM) “ Dunia berasal dari satuan terkecil yang ada ”
Biografi PARMENIDES

Parmenides lahir di koloni Yunani di Elea (sekarang Ascea ), yang menurut Herodotus telah
didirikan tidak lama sebelum 535 SM. Dia adalah keturunan dari keluarga kaya dan
terpandang. Dikatakan bahwa dia telah menulis hukum kota.
Tanggal-tanggalnya tidak pasti; menurut doxographer Diogenes Laertius , ia berkembang
sebelum 500 SM, yang akan menempatkan tahun kelahirannya mendekati 540 SM, tetapi
dalam dialog Parmenides Plato menyuruhnya mengunjungi Athena pada usia 65, ketika
Socrates masih muda, c. 450 SM, yang jika benar, menunjukkan tahun kelahiran c. 515 SM.
Parmenides adalah pendiri Sekolah Elea, yang juga termasuk Zeno dari Elea dan Melissus dari
Samos . Murid terpentingnya adalah Zeno, yang menurut Plato 25 tahun lebih muda darinya,
dan dianggap sebagai eromenosnya.

Riwayat Hidup PARMENIDES

Parmenides lahir pada tahun 540 SM dan meninggal pada tahun 470 SM. Ia berasal dari
kota Elea, Italia Selatan. Ia berasal dari keluarga yang kaya dan terhormat di Elea. Parmenides
juga menyusun suatu konstitusi untuk Elea. Ia merupakan murid dari Xenophanes, namun tidak
mengikuti pandangan-pandangan gurunya. Pengaruh Xenophanes terhadap Parmenides
hanyalah di dalam penggunaan puisi di dalam menyampaikan filsafatnya. Selain itu, ia juga
amat dipengaruhi oleh Ameinias, seorang dari mazhab Pythagorean. Menurut kesaksian Plato,
Parmenides pernah mengunjungi Sokrates di Athena bersama Zeno, muridnya. Pada waktu itu,
Sokrates masih muda sedangkan Parmenides telah berusia 65 tahun.

Pemikiran/ Pandangan PARMENIDES

Inti utama dari "Jalan Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu
ada". Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan
sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak
bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. Selain itu, "yang ada" itu juga tidak
tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran
yang tidak mungkin disangkal. Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh pada
kontradiksi. Hal itu dapat dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides.
Pertama, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada. Kedua, orang dapat
mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu bersama-sama ada. Kedua pengandaian
ini mustahil. Pengandaian pertama mustahil, sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan
tidak dapat dibicarakan. "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan. Pengandaian
kedua merupakan pandangan dari Herakleitos. Pengandaian ini juga mustahil, sebab
pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa "yang tidak ada" itu ada, padahal
pengandaian pertama terbukti mustahil. Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak
ada" itu tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.

Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat digunakan contoh berikut ini. Misalnya
saja, seseorang menyatakan "Tuhan itu tidak ada!" Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak
orang itu sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada". Hal ini disebabkan
bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka orang itu sudah terlebih dulu
memikirkan suatu konsep tentang Tuhan. Barulah setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan
orang itu disanggah olehnya sendiri dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada". Dengan
demikian, Tuhan sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam
pikirannya sendiri. Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan bahwa
sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu tidaklah mungkin. Oleh karena "yang ada" itu
selalu dapat dikatakan dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada"
dengan pemikiran atau akal budi.

Setelah berargumentasi mengenai "yang ada" sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan
konsekuensi-konsekuensinya:

 Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak terbagi, sedangkan pluralitas tidak
mungkin. Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".
Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan. Dengan kata lain, "yang
ada" bersifat kekal dan tak terubahkan. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila
"yang ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau "yang tidak ada"
dapat menjadi ada.
 Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada" itu sempurna, seperti sebuah bola yang
jaraknya dari pusat ke permukaan semuanya sama. Menurut Parmenides, "yang ada" itu
bulat sehingga mengisi semua tempat. Keempat, karena "yang ada" mengisi semua tempat,
maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong. Jika ada ruang kosong, artinya menerima
bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang lain. Konsekuensi lainnya adalah gerak
menjadi tidak mungkin sebab bila benda bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda
menduduki tempat yang tadinya kosong.

SUMBER/ RUJUKAN

1. Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal.


25-27.
2. K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 46-50.
3. Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York:
Oxford University Press. P. 645-646.

Anda mungkin juga menyukai