Anda di halaman 1dari 32

A.

Pewarnaan, Perkembangbiakan, dan Pertumbuhan Bakteri


Bakteri mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas. Bakteri
merupakan mikroorganisme yang berukuran mikroskopik. Selain mikroskopik,
bakteri juga hamper tidak berwarna atau transparan dan kontras dengan air. Sehingga
melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit. Untuk mengatasi
hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri. Teknik
pewarnaan sel bakteri merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-
penelitian mikrobiologi. Hal tersebut guna untuk mempermudah proses indentifikasi
bakteri.
Di dalam bidang ilmu mikrobiologi, untuk dapat menelaah bakteri khususnya
dalam skala laboratorium, maka terlebih dahulu kita harus dapat menumbuhkan
bakteri dalam suatu biakan yang mana di dalamnya hanya terdapat bakteri yang
dibutuhkan tanpa adanya kontaminasi dari mikroba lain. Biakan yang semacam ini
disebut dengan istilah biakan murni. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti
jenis-jenis nutrisi yang disyaratkan bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang
menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhan bakteri tersebut.

Teknik isolasi mikroorganisme adalah suatu usaha untuk menumbuhkan


mikroba diluar dari lingkungan alamiahnya. Pemisahan mikroorganisme dari
lingkungan ini bertujuan untuk memperoleh biakan bakteri yang sudah tidak
bercampur lagi dengan bakteri lainnya dan disebut biakan murni. Prinsip dari isolasi
mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal
dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan
menumbuhkannya dalam media padat, sel-sel mikroba akan membentuk koloni sel
yang tetap pada tempatnya.
1. Pewarnaan Bakteri
Pewarnaan bakteri merupakan salah satu cara identifikasi bakteri.
Pewarnaan bakteri dilakukan untuk mempelajari morfologi, struktur, dan sifat-
sifat bakteri. Zat warna pada pewarnaan bakteri akan bergabung secara kimiawi
dengan protoplasma bakteri. Pewarnaan yang sering digunakan adalah gram.
Pewarnaan dibagi menjadi dua, yaitu pewarnaan basa (Terdiri dari kation yang
diwarnai dengan anion yang tidak berwarna, contohnya metilen biru) dan
pewarnaan asam (Terdiri dari anion yang diwarnai dengan kation yang tidak
berwarna, contohnya Na +¿¿). Berdasarkan klasifikasinya, pewarnaan pada bakteri
dibedakan menjadi empat, yaitu pewarnaan negatif, pewarnaan diferensial,
pewarnaan sederhana, pewarnaan spesial.
1.1. Pewarnaan Negatif
Pewarnaan negative merupakan pewarnaan yang tidak mewarnai
bakteri maupun koloninya, namun mewarnai latar belakang dari bakteri.
Pewarnaan jenis ini menggunakan zat warna higrosin atau tinta India yang
berwarna hitam. Spesies bakteri yang dapat dilakukan pewarna negative
adalah Treponema, Leptospira, dan Borrelia. Pewarnaan ini merupakan
pewarnaan yang tidak langsung karena hanya mewarnai latar belakang dari
bakteri tersebut, sedangkan bakterinya sendiri tidak mengambil zat-zat warna.
Pada proses pewarnaanya, umumnya tidak dilakukan fiksasi sehingga praktis
bakteri tidak mengalami perubahan atau tidak mengerut. Pewarnaan jenis ini
memiliki prosedeur sebagai berikut:
1. Siapkan preparat tanpa pewarnaan dari bakteri yang merupakan campuran
dari bakteri basil dan bakteri kokus yang berpasangan,
2. Langkah pertama adalah pewarnaan dengan kristal ungu. Pewarnaan ini
mewarnai semua bakteri dalam preparat menjadi ungu,
3. Selanjutnya Iodine ditambahkan, Iodine membentuk kompleks dengan
kristal ungu yang sebagian terperangkap di dalam lapisan peptidoglikan,
4. Kemudian preparate dibilas dengan etil-alkohol atau aseton. Dalam sel
bakteri gram negatif, alkohol atau aseton menghancurkan membran luar
(polisakarida) dan membilas keluar kristal ungu dan Iodine kompleks
sehingga sel-sel ini menjadi tidak berwarna lagi. Dalam sel bakteri gram
positif, kompleksi Iodin dan kristal ungu tidak dapat dibilas keluar dari
lapisan peptidoglikan yang tebal sehingga sel bakteri gram positif tetap
berwarna ungu,
5. Selanjutnya pewarnaan dengan senyawa safranin, pewarnaan ini tidak
mengubah pewarnaan pada sel bakteri gram positif yang mengandung
warna kristal ungu. Namun pada sel bakteri gram negatif, pewarnaan
dengan senyawa safranin memberikan pengaruh terhadap warna sel bakteri
gram negatif,
6. Berdasarkan gambar di atas, bakteri yang berbentuk kokus dan berwarna
ungu adalah bakteri gram positif, sedangkan bakteri yang berbentuk basil
dan berwarna merah muda adalah bakteri gram negative.
1.2. Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna
tunggal. Pewarna tunggal yang biasanya digunakan dalam pewarna sederhana
yaitu Methylene Blue, Basic Fuchsin, dan Crystal Violet. Semua pewarna
tersebut dapat bekerja dengan baik pada bakteri karena bersifat basa dan
alkalin (komponen kromofiknya bermuatan positif), sedangkan sitoplasma
bakteri bersifat basofilik (suka terhadap basa) sehingga terjadilah gaya tarik
antara komponen kromofor pada pewarna dengan sel bakteri. Kondisi tersebut
menyebabkan bakteri dapat menyerap pewarna dengan baik. Pada pewarnaan
jenis ini ditambahkan zat warna pada sediaan bakteri di gelas preparat yang
telah difiksasi. Pewarnaan jenis ini memiliki prosedur sebagai berikut:
1. Siapkan preparat tanpa pewarnaan dari bakteri,
2. Langkah pertama adalah preparat yang berisi bakteri difiksasi selama tiga
kali di atas bunsen. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah untuk mencegah
mengkerutnya globula-globula protein sel, mempertinggi sifat reaktif
gugusan-gugusan karboksilat, amino primer dan sulfihidril, merubah
afinitas pewarna bakteri, mencegah terjadinya otolisis sel, dapat
membunuh bakteri secara cepat dengan tidak menyebabkan perubahan-
perubahan bentuk atau strukturnya, melekatkan bakteri di atas preparate,
serta membuat sel-sel lebih kuat atau keras,
3. Selanjutnya proses pewarnaan, teteskan Methylene Blue sampai
menggenang dan tunggu hingga 2 menit,
4. Selanjutnya miringkan preparat. Pemiringan preparat bertujuan untuk
membuang sisa pewarna lalu dibilas dengan aquades
5. Setelah dibilas, keringkan preparat menggunakan tissue dengan hati-hati
6. Selanjutnya, bakteri dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.
1.3. Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan jenis ini membutuhkan lebih dari satu jenis zat warna dan
digunakan untuk membedakan dua kelompok fisiologi bakteri.
1.3.1. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial karena


dapat membedakan bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif.
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mengikat pewarna bakteri
utama dengan kuat sehingga tidak dapat dilunturkan dan tidak dapat
diwarnai lagi oleh pewarna bakteri lawan. Bakteri gram negatif
merupakan bakteri yang kemampuan mengikat pewarna bakteri utama
tidak kuat sehingga dapat dilunturkan oleh alkohol, dan dapat diwarnai
oleh pewarna lainnya. Selain itu, bakteri juga ada yang bersifat gram
variabel. Bakteri-bakteri gram variabel mempunyai sifat intermediet
antara gram positif dan gram negatif sehingga kadang-kadang bersifat
gram positif dan kadang-kadang bersifat gram negatif. Pewarnaan jenis
ini memiliki prosedur sebagai berikut:

1. Langkah pertama dari prosedur pewarnaan gram, sel-sel bakteri


dari biakan bakteri ditransfer ke preparat dan dibiarkan kering,
2. Selanjutnya praparat difiksasi selama tiga kali di atas bunsen. Hal
tersebut dilakukan agar sel bakteri menempel pada preparat. Perlu
diperhatikan bahwa dalam proses fiksasi, preparat dipastikan dalam
kondisi hangat dan tidak boleh terlalu panas,
3. Setelah difiksasi, sel-sel bakteri kemudian diwarnai dengan crystal
violet selama 30 sampai 40 detik. Setelah diwarnai, kemudian
preparat dibilas dengan air untuk menghilangkan kelebihan warna.
Pada tahap ini, semua sel bakteri tampak ungu di bawah
mikroskop,
4. Berikutnya larutan Iodin ditambahkan dan didiamkan selama 1
menit di preparat Iodin menyatu dengan crystal violet untuk
membentuk pewarnaan iodium kompleks sehingga mengurangi
kelarutannya dalam sel bakteri. Pada tahap ini sel bakteri tetap
tampak berwarna ungu,
5. Selanjutnya, sel-sel bakteri dihilangkan warnanya dengan dibilas
oleh etanol atau aseton. Tahap ini dinamakan tahap diferensial.
Pembilasan dengan etanol atau aseton mengakibatkan bakteri gram
positif mempertahankan crystal violet sedangkan bakteri gram
negatif tidak. Etanol atau aseton harus diteteskan dengan posisi
preparat miring. Kemudian preparat dibilas dengan air untuk
menghilangkan kelebihan etanol atau aseton, Bila dilihat dibawah
mikroskop sel bakteri gram positif tampak berwarna ungu
sedangkan sel bakteri gram negatif tidak berwarna,
6. Setelah dibilas, selanjutnya preparat diberi warna oleh senyawa
safranin dan didiamkan selama 20 sampai 30 detik. Kemudian
preparat dibilas dengan air dan dikeringkan dengan kertas saring.
Ketika dilihat secara mikroskopis bakteri gram positif berwarna
ungu dan bakteri gram negatif berwarna merah muda.

Pada umumnya, pewarnaan gram berkorelasi dengan struktur


dinding sel bakteri. Sel bakteri gram positif memiliki lapisan
peptidoglikan yang tebal sehingga mampu menahan warna primer
yaitu warna ungu. Pada saat penambahan alkohol terjadi denaturasi
protein pada lapisan peptidoglikan. Ketika sel bakteri gram positif
diberi pewarna safranin maka safranin yang berwarna merah muda
tidak dapat masuk ke dalam sel bakteri gram positif yang sudah jenuh
dengan warna ungu. Sebaliknya, sel bakteri gram negatif memiliki
lapisan peptidoglikan sangat tipis dan memiliki pori-pori besar. Sel
bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid yang tinggi sehingga
pada umumnya lipid larut dalam alkohol. Ketika sel bakteri gram
negatif diberi pewarna safranin maka bakteri gram negatif akan tampak
berwarna merah muda.

1.3.2. Pewarnaan Tahan Asam


Pewarnaan jenis ini umumnya mengidentifikasi Mycobacterium
termasuk Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium laprae.

1.3.2.1. Pewarnaan Ziehl Neelsen

Pewarnaan jenis ini memiliki prosedur sebagai berikut:


1. Sediaan bakteri yang telah direkatkan di atas preparat,
diwarnai dengan larutan karbol fuksin. Kemudian setelah
diwarnai, preparat diletakan di atas gelas dan dipanaskan di
atas api kecil hingga keluar asap. Kemudian dibiarkan
selama 5 menit di suhu ruang,
2. Selanjutnya, preparat dibilas dengan air kemudian diwarnai
dengan larutan biru methilen selama 1 sampai 2 menit.
Kemudian preparate dibilas dengan air dan dikeringkan.
Bakteri yang tahan terhadap asam akan berwarna merah
sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan berwarna
biru.
1.3.2.2. Pewarnaan Kinyoun-Gabbett atau Tan Thiam Hok

Pewarnaan jenis ini memiliki prosedur sebagai berikut:


3. Sediaan bakteri yang telah direkatkan di atas preparat,
diwarnai dengan larutan Kinyoun selama 3 menit. Setelah
itu, preparate dibilas dengan air,
4. Selanjutnya, preparat dibilas dengan larutan Gabbet selama
satu menit. Kemudian preparate dibilas dengan air dan
dikeringkan. Bakteri yang tahan terhadap asam akan
berwarna merah sedangkan bakteri yang tidak tahan asam
akan berwarna biru.
1.4. Pewarnaan Spesial
Pewarnaan jenis ini berfungsi untuk mewarnai bagian-bagian bakteri yang
sulit diwarnai dengan pewarnaan biasa.
1.4.1. Pewarnaan Endospora
Pewarnaan endospora dilakukan dengan pewarnaan Schaeffer-Fulton.
Pewarnaan jenis ini memiliki prosedur sebagai berikut:

1. Sediaan bakteri yang telah direkatkan di atas preparat dipanaskan


dan diwarnai dengan hijau malasit (malachite green),
2. Pemanasan dilakukan untuk membuka pori-pori dinding endospora
agar zat warna masuk,
3. Preparat dibilas dengan air selama 30 detik atau sampai tidak ada
zat warna lain yang mengalir,
4. Preparat kemudian diwarnai dengan safranin untuk mewarnai
bagian sel selain endospor,
5. Hasil pewarnaan dengan metode Scaeffer-Fulton: Endospora
tampak berwarna hijau, sementara anggota tubuh bakteri lainnya
berwarna merah muda.
6. Hasil pewarnaan dengan metode Klein: Endospora tampak
berwarna merah, sementara badan bakteri berwarna biru

1.4.2. Pewarnaan Flagel


Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan
bakteri dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit
protein yang disebut flagellin. Berdasarkan letaknya, flagel pada
bakteri dibedakan atas:
1. Monotrich: Bakteri yang mempunyai satu flagel di salah satu
ujungnya. Contohnya, Vibrio cholera
2. Lopotrich: Bakteri yang mempunyai lebih dari satu flagel di salah
satu ujungnya. Contohnya, Rhodospirillum rubrum
3. Ampitrich: bakteri yang mempunyai satu atau lebih flagel di kedua
ujungnya. Contohnya, Pseudomonas aeruginosa
4. Peritrich: Bakteri yang mempunyai flagel di seluruh permukaan
tubuhnya. Contohnya, Salmonella typhosa
5. Atrich: Bakteri yang tidak mempunya flagel. Contohnya,
Escherichia coli

Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat


dilihat dengan cara melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang
cukup. Pada pewarnaan flagel, metode pewarnaan yang umum
digunakan adalah metode pewarnaan gray.
1.4.3. Pewarnaan Simpai

Beberapa jenis bakteri mempunyai suatu lapisan lender di luar sel yang
disebut sebagai simpai atau kapsul. Kapsul tersebut berfungsi sebagai
cadangan makanan, sebagai pelindung terhadap fagositosis, serta
sebagai pelindung terhadap dehidrasi. Pewarnaan jenis ini sulit
dilakukan karena simpai mudah larut dalam air dan dapat rusak pada
saat proses pewarnaan dan pencucian. Jenis-jenis pewarnaan simpai
adalah sebagai berikut:
1. Burri-Gins: Kombinasi pewarnaan negatif dan sederhana
menggunakan karbol fuksin. Pada hasil proses pewarnaan, simpai
tidak berwarna dan terlihat sebagai bulatan terang dengan latar
belakang gelap sedangkan badan bakteri berwarna merah.
2. Muir: Pada hasil pewarnaan terlihat simpai berwarna biru dan
badan kuman berwarna merah.
3. Hiss: Pada hasil pewarnaan terlihat simpai berwarna ungu muda
dan badan bakteri berwarna ungu tua.

2. Perkembangbiakan Bakteri
2.1. Reproduksi Seksual
Reproduksi secara seksual yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan
bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau
rekombinasi DNA. Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga cara
yaitu:

2.1.1. Konjugasi
Konjugasi merupakan pemindahan materi genetic berupa plasmid
secara langsung melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti
jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Secara garis besar
konsep dari konjugasi adalah satu bakteri memberikan DNA dan satu
bakteri menerima DNA. Reproduksi jenis ini memiliki prosedur
sebagai berikut:

1. Bakteri donor menghasilkan fili (pilus). Fili berfungsi sebagai


jembatan bagi kedua bakteri,
2. Fili bakteri donor akan melekat pada tubuh bakteri resipien,
3. Bakteri resipien akan menerima DNA dari bakteri donor. Bakteri
donor hanya mentransfer DNA saja. Setelah terjadi penggabungan
dan menerima DNA, fili yang menjembatani proses transfer DNA
akan segera hilang ketika proses konjugasi telah selesai,
4. Setelah DNA sampai di bakteri resipien, DNA tersebut akan
menyatu dan terjadi rekombinasi DNA sehingga dihasilkanlah new
donor atau bakteri baru.

2.1.2. Transduksi
Transduksi adalah peristiwa dimana bakteri memperoleh DNA dari
bakteriofage yang menginfeksinya. Bakteriofage adalah virus yang
menyerang bakteri. Reproduksi jenis ini memiliki prosedur sebagai
berikut:

1. Virus menginfeksi bakteri donor. Setelah menginfeksi bakteri


donor, kemudian virus menginfeksi bakteri resipien. Saat virus
ingin menginfeksi bakteri resipien, virus sudah membawa materi
genetik bakteri donor,
2. Terjadilah rekombinasi DNA dan terciptalah bakteri hasil
transduksi.
2.1.3. Transformasi
Transformasi merupakan peristiwa dimana bakteri memperoleh DNA
dari lingkungan sekitarnya. Kondisi tersebut didukung karena pada
permukaan bakteri terdapat protein yang dapat mengenali DNA dari
jenis bakteri yang sekerabat. Reproduksi jenis ini memiliki prosedur
sebagai berikut:
1. Sel bakteri lisis sehingga DNA dari bakteri keluar ke lingkungan
sekitar.
2. DNA yang berada di lingkungan sekitar kemudian menempel dan
di transfer masuk ke dalam sel bakteri lainnya yang mempunyai
kekerabatan dengan bakteri yang lisis. Kemudian DNA akan
bergabung ke DNA inang dan akan mengalami perubahan struktur
DNA inang. Kondisi tersebut mengakibatkan perubahan sifat
bakteri.
2.2. Reproduksi Aseksual
Reproduksi secara aseksual merupakan reproduksi bakteri tanpa disertai adanya
perkawinan. Pada reproduksi jenis ini, anakan akan sama persis dengan induk
karena hanya mewarisi 1 DNA.
2.2.1. Pembelahan Biner
Pembelahan biner (binary fussion) dimana dari satu sel bakteri dapat
dihasilkan dua sel anakan yang sama besar. Reproduksi aseksual
melalui pembelahan biner umumnya dilakukan secara amitosis.
Amitosis adalah reproduksi sel dimana sel membelah diri secara
langsung tanpa melalui tahap-tahap pembelahan sel. Reproduksi jenis
ini memiliki prosedur sebagai berikut:
1. Terjadi reeplikasi DNA bakteri,
2. Sitokinesis awal, dimana pada tahap ini terjadi pembelahan
sitoplasma yang ditandai dengan pemanjangan sel bakteri.
Selanjutnya sel bakteri mengalami invaginasi yang ditandai dengan
pelekukan pada membran sel bakteri,
3. Dinding sel anakan bakteri sudah terlihat jelas tetapi belum terpisah
walaupun DNA bakteri sudah terpisah. Pada tahap ini ditandai
dengan terbentuknya septum,
4. Sitokinesis akhir, dimana kedua sel anakan bakteri sudah terpisah.
2.2.2. Pembentukan Tunas
Pertunasan adalah pembelahan yang menghasilkan dua sel yang tidak
sama besar, dimana sel yang besar disebut induk dan sel yang kecil
disebut anak. Reproduksi dengan pembentukan tunas diawali dengan
pembentukan tunas yang tumbuh menjadi cabang. Bakteri akan
membentuk tunas, tunas akan melepaskan diri dan membentuk bakteri
baru.
2.2.3. Pembentukan Filamen
Pertumbuhan filamentus adalah pembelahan sel filamen. Pada
pembentukan filamen, sel mengeluarkan serabut panjang filamen yang
tidak bercabang. Bahan kromosom kemudian masuk ke dalam filamen.
Kemudian filamen yang berisi kromosom terputus menjadi beberapa
bagian, diamana setiap bagiannya akan membentuk bakteri baru.
Reproduksi ini dijumpai dalam keadaan abnormal.

3. Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat
suatu organisme. Manusia dapat disebut tumbuh apabila bertambah tinggi, besar
atau berat. Sedangkan pada organisme bersel satu, pertumbuhan didefinisikan
sebagai pertumbuhan koloni yakni jumlah koloni yang bertambah, ukuran koloni
yang semakin besar, masssa mikroba dalam koloni semakin banyak. Faktor
lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Segala perubahan
lingkungan dapat mempengaruhi morfologi dan fisiologi bakteri. Faktor
lingkungan tersebut di antaranya:
1. Temperatur atau suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan
pertumbuhan mikroorganisme. Setiap bakteri memiliki temperatur optimal
dimana mereka dapat tumbuh sangat cepat dan memiliki rentang temperatur
dimana mereka dapat tumbuh sangat lambat. Suhu untuk pertumbuhan terdiri
atas suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Suhu minimum
yaitu suhu terendah tetapi mikroba masih dapat hidup. Berdasarkan rentang
temperatur dimana dapat terjadi pertumbuhan, bakteri dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
1. Psikrofilik, mikroba yang dapat hidup pada suhu dingin -5 ° C sampai 30 °
C dan dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum 10° C-20° C.
2. Mesofilik, mikroba dapat hidup maksimal pada suhu 10 ° C-45° C, dan suhu
optimum pada 20° C-40° C.
3. Termofilik mikroba yang tumbuh dengan baik pada suhu 25 ° C-80° C,
tumbuh optimum pada 50° C-60° C.

Suhu optimal merupakan suhu yang biasanya menggambarkan lingkungan


normal mikroorganisme. Bakteri patogen pada manusia akan tumbuh baik
pada temperatur 37° C.

2. pH
pH mempengaruhi pertumbuhan bakteri-bakteri patogen. Pada umumnya
bakteri patogen pH optimalnya 7,2 – 7,6.
3. Kelembaban
Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. bakteri dapat tumbuh
pada media yang basah dan udara lembab. Nilai kadar air bebas didalam
larutan untuk bakteri pada umumnya antara 0,90 sampai 0, 999.
4. Tekanan osmosis
Tekanan osmosis sangat mempengaruhi bakteri. Jika konsentrasi larutan di
luar sel lebih tinggi dari konsentrasi larutan di dalam sel (hipertonik), sel akan
mengalami plasmolisis (keluarnya cairan dari sel bakteri melalui membran
sitoplasma). Jika konsentrasi larutan di luar sel lebih rendah dari konsentrasi
larutan di dalam sel (hipotonik), sel membengkak serta mengakibatkan
rusaknya sel. Oleh karena itu, dalam mempertahankan hidupnya sel bakteri
harus berada pada tingkat tekanan osmosis yang sesuai walaupun sel bakteri
memiliki daya adaptasi, perbedaan tekanan osmosis dengan lingkungannya
tidak boleh terlalu besar. Berdasarkan tekanan osmosis yang dibutuhkan,
bakteri dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Mikroba Osmofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula
tinggi.
2. Mikroba Halofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam
halogen yang tinggi.
3. Mikroba Halodurik adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak
mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya
dapat mencapai 30 %.

5. Nutrisi
Nutrisi diperlukan oleh bakteri sebagai sumber energi dan pertumbuhan
selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah Karbon (C), Nitrogen (N), Hidrogen
(H), Oksigen (O), Sulfur (S), Fosfor (P), zat besi dan sejumlah kecil logam
lainnya. Kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan sumber Karbon dan energi yang diperlukan, bakteri digolongkan
menjadi tiga yaitu:
1. Khemoheterotrof: Golongan bakteri yang memerlukan bahan-bahan
organik seperti protein, karbohidrat dan lipid.
2. Khemoautotrof: Golongan bakteri yang sebagian sumber karbonnya
berasal dariCO 2.
3. Fototrof : Golongan bakteri yang memerlukan sumber karbon yang seluruhnya
dari CO 2.

Berdasarkan sumber Nitrogen, Sulfur dan Fosfor, untuk menyusun bagian-


bagian sel, misalnya untuk mensintesis protein diperlukan Nitrogen dan Sulfur
sedangkan untuk mensintesis DNA dan RNA diperlukan Nitrogen dan Fosfor.

B. Flora Normal Bakteri


Flora normal adalah Kumpulan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada
tubuh manusia normal dan sehat. Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh
manusia adalah dari jenis bakteri. Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk
dan sifat kehadirannya dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous)


Mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian tubuh
tertentu dan pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganisme akan selalu tetap,
baik jenis ataupun jumlahnya. Flora normal/tetap yang terdapat pada tubuh
merupakan organisme mutualisme. Flora normal akan mendapatkan makanan dari
sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia dan tubuh memperoleh
vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal. Mikroorganisme ini, umumnya
dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari lingkungannya. Contohnya,
Streptococcus viridans, Streptococcus faecalis, Pityrosporum ovale, Candida
albicans.
2. Mikroorganisme sementara (transient flora)
Mikroorganisme non-patogen atau potensial patogen yang berada di kulit dan
selaput lendir/mukosa selama kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu.
Keberadaan mikroorganisme ini ada secara tiba-tiba (tidak tetap), keberadaannya
dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

1. Distribusi Bakteri pada Manusia


1.1. Flora Normal pada Kulit

Mikroorganisme utama pada kulit adalah Difteroid aerobic dan anaerobic


(contohnya Corynebacterium, Propionibacterium), Staphylococcus aerobic dan
anaerobic non-hemolitikus (Staphylococcus epidermidis, S. aureus dan golongan
Peptostreptococcus), basil gram positif aerobic, bakteri pembentuk spora yang
banyak terdapat di udara, air, dan tanah; Streptococcus alfa hemoliticus
(S.viridians) dan Enterococcus; dan basil coliform gram negative serta
Acitenobacter. Jumlah mikroorganisme pada permukaan kulit mungkin bisa
berkurang dengan cara menggosok-gosoknya dengan sabun, namun flora secara
cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan keringat.

1.2. Flora Normal pada Mulut dan Saluran Pernapasan atas


Pada hidung terdapat flora normal utama yaitu Corinebacteria, Stphylococcus (S.
epidermidids, S. aureus) dan Streptococcus. Saat lahir, selaput lendir/mukosa pada
mulut dan faring akan terkontaminasi oleh flora. Kemudian setelah 4-12 jam
setelah lahir, flora seperti Streptococcus viridians menjadi flora tetap. Ketika gigi
mulai tumbuh, akan muncul Spirochaeta anaerob, spesies prevotella (terutama P.
melaninogenica), spesies fusobacterium, spesies rothia dan spesies
capnocytophaga muncul secara bersamaan dengan vibrio anaerob dan lactobasili.
Spesies Actinomyces secara normal terdapat pada jaringan tonsil dan gingival
orang dewasa, begitu pula dengan beberapa protozoa. Faring dan trakea, pada
daerah ini terdapat flora normal yang sama. Organisme normal pada saluran nafas
bagian atas, terutama pada faring adalah Streptococcus non hemoliticus dan alfa
hemoliticus serta Neisseria.

1.3. Flora Normal pada Saluran Pencernaan


Saat lahir, kondisi usus steril namun organisme akan segera masuk bersamaan
dengan makanan yang dimakan oleh bayi. Saat menyusui, usus akan mengandung
flora seperti Streptococcus asam laktat dan Lactobacillus dalam jumlah besar.
Pada orang dewasa, esophagus terdiri atas mikroorganisme yang masuk bersama
dengan saliva dan makanan. pH asam yang dihasilkan oleh lambung akan
melindungi terhadap infeksi bakteri usus seperti cholera. Pada usus halus bagian
atas, Lactobasillus dan Enterococcus mendominasi dan pada usu halus bagian
bawah yang mendominasi adalah flora tinja. Flora normal saluran pencernaan
berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen empedu, absorpsi zat
makanan, dan merupakan mikroorganisme antagonis bagi mikroorganisme
patogen.
1.4. Flora Normal pada Uretra
Uretra anterior baik pada wanita ataupun pria mengandung sedikit
mikroorganisme yang berjenis sama seperti pada kulit dan perineum.
Mikroorganisme ini terdapat pada air kemih normal dengan jumlah 102-104/ml.
Di orifisium uretra wanita dan pria yang tidak disirkumsisi sering dijumpai
Mycobacterium smegmatis. Dijumpai pula difteroid, Streptococcus non-hemolitik
dan Staphylococcus epidermidis. Khususnya pada wanita terdapat bakteria
Doderlein, dan Lactobacillus anaerob.
1.5. Flora Normal pada Vagina

Saat lahir, Lactobacillus aerob muncul di dalam vagina dan menetap selama pH
tetap asam. Apabila pH menjadi netral akan terdapat flora campuran yaitu coccus
dan basil. Saat pubertas, Lactobasillus aerob dan anaerob ditemukan kembali
dalam jumlah yang besar dan akan mempertahankan keasaman pH melalui
pembentukan dari karbohidrat khususnya glikogen. Keuntungan pembentukan
asam ini, yaitu untuk mencegah bakteri yang bersifat patogen dalam vagina.
Setelah menopause, Lactobacillus akan berkurang jumlahnya dan flora campuran
coccus dan basil akan muncul kembali.
1.6. Flora Normal pada Mata

Mikroorganisme di permukaan bola mata yang tidak menyebabkan infeksi disebut


dengan flora normal. Mikroorganisme yang paling utama pada bola mata adalah
difteroid (Corynebacterium xerosis), S. epidermidis, dan Streptococcus non
hemolitik. Flora normal ini dikendalikan oleh lisozim yang terdapat pada air mata.

C. Mekanisme Infeksi Bakteri


Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen, dan
bersifat sangat dinamis. Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara
agent atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai penjamu atau host, dan faktor
lingkungan yang mendukung.
1. Konsep Segitiga Epidemiologi

Pada model ini, seseorang berada Pada model ini, kemampuan agent
pada kondisi sehat dimana host, meningkat sehingga agent mendapat
agent, dan environment berada pada
kondisi seimbang. kemudahan untuk menimbulkan
penyakit.

Pada model ini, adanya peningkatan Pada model ini, pergeseran lingkungan
kepekaan host terhadap suatu memberatkan agent sehingga terjadi
penyakit sehingga terjadi perubahan pergeseran kualitas lingkungan.
komposisi penduduk menurut umur Perubahan kualitas lingkungan
dan jenis kelamin,serta mempermudah atau menguntungkan
meningkatnya jumlah penduduk usia penyebaran agent. Contohnya,
rentan. terjadinya banjir menyebabkan air
kotor yang mengandung bakteri
berkontak langsung dengan masyarakat
dan lebih mudah menginfeksi tubuh
masyarakat.

Pada model ini, ketidakseimbangan


disebabkan oleh bergesernya
lingkungan yang memberatkan host.
Pergeseran atau perubahan kualitas
lingkungan dapat merugikan atau
menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh. Contohnya, pencemaran
udara yang menyebabkan saluran
pernafasan menyempit dan mudah
terkena infeksi.

2. Penyebaran Penyakit Infeksi


2.1. Transmisi langsung
Penularan langsung oleh bakteri ke host tanpa melalui media atau vektor.
Contohnya melalui sentuhan, gigitan, adanya droplet yang masuk saat bersin,
batuk, dan berbicara; serta pada saat transfusi darah dimana darah yang di
tranfusikan sudah terkontaminasi oleh bakteri.
2.2. Transmisi tidak langsung
Penularan tidak langsung oleh bakteri ke host melalui media atau vektor.
Contohnya alat makan yang tidak di cuci terlebih dulu sebelum digunakan,
alat operasi yang tidak disterillisasi sebelum melakukan tindak operasi, serta
serangga yang membawa bakteri secara mekanis (kaki serangga melekat pada
kotoran yang mengandung bakteri lalu hinggap di makanan) dan biologis
(bakteri sudah berkembang di tubuh serangga selanjutnya bakteri berpindah ke
host melalui gigitan serangga.
2.3. Rantai Penularan Infeksi

Prosedur rantai penularan infeksi sebagai berikut:


1. Pertama, harus ada agent penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan
jamur; serta tempat agent tersebut hidup,
2. Selanjutnya agent meninggalkan inangnya. Setelah agent menemukan
tempat untuk tumbuh dan berkembang biak, mereka harus menemukan
jalan ke luar jika mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan
penyakit,
3. Selanjutnya, agent menularkan dari satu tempat ke tempat lainnya, baik
secara transmisi langsung maupun transmisi tidak langsung,
4. Sebelum infeksi agent harus memasuki tubuh. Kulit adalah bagian rentang
terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit merupakan tempat masuk
agent. Agent dapat masuk melalui rute yang sama untuk keluarnya agent,
5. Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agent
infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen.Semakin virulen suatu mikroorganisme semakin
besar kemungkinan kerentanan seseorang terinfeksi.
2.4. Vektor Penyakit Bakteri
2.4.1. Vektor Penyakit Sampar/Pes

Penyakit pes atau yang juga dikenal dengan istilah Plague, Pasteurella
pestis, sampar, atau yang sering kita kenal dengan istilah black death
merupakan infeksi bakteri serius yang umumnya ditularkan melalui
gigitan kutu. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang
dibawa oleh kutu Xenopsylla cheopsis. Hewan-hewan pengerat yang
paling umum terinfeksi oleh penyakit ini adalah tikus, tupai, kelinci,
dan anjing. Penyebaran Manusia dapat tertular penyakit ini melalui
gigitan kutu yang terinfeksi, kontak langsung dengan cairan yang
terkontaminasi bakteri, serta menghirup udara yang terkontaminasi
bakteri. Penyakit pes disebabkan berpindahnya pinjal dari tikus satu ke
tikus lainnya dan manusia. Penyakit pes juga disebut dengan black
death karena wabah ini dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu bubonic,
pneumonic, dan septicemic.
1. Bubonic
Jenis penyakit pes yang paling umum adalah bubonic plague.
Kondisi ini biasanya terjadi ketika tergigit oleh kutu atau tikus
yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis. Pada kasus yang sangat
jarang terjadi, mungkin dapat tertular penyakit ini dari penderita
lain. Bubonic plague menyerang sistem limfatik, yaitu salah satu
bagian sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya
peradangan pada kelenjar getah bening. Apabila tidak diobati, pes
jenis ini dapat berpindah ke darah (menyebabkan Septicemic
plague) atau paru-paru (mengakibatkan Pneumonic plague). Gejala
yang dirasakan penderita ketika terdapak penyakit ini, yaitu:
 Pada kasus bubonic, gejala-gejala akan muncul 2-5 hari
setelah penderita terinfeksi bakteri,
 Demam dan menggigil, merasa tidak enak badan, sakit
kepala, nyeri otot, kejang,
 Pembengkakan kelenjar getah bening yang biasanya
ditemukan di pangkal paha. Namun, juga dapat terjadi pada
ketiak atau leher, paling sering pada area yang terinfeksi,
 Rasa nyeri dapat muncul sebelum pembengkakan
2. Pneumonic
Apabila bakteri pes berhasil menyebar atau pertama kali masuk ke
dalam paru-paru, kondisi tersebut dinamakan dengan penyakit
Pneumonic plague. Penularan bakteri biasanya terjadi ketika
seseorang menghirup partikel udara yang telah terkontaminasi
bakteri. Pneumonic plague adalah satu-satunya jenis pes yang
dapat ditularkan antar-manusia. Namun, kondisi ini biasanya juga
bisa saja terjadi setelah sebelumnya mengalami pes jenis bubonic
atau pneumonic. Gejala yang dirasakan penderita ketika terdampak
penyakit ini, yaitu:
 Gejala pada pes jenis pneumonic akan tampak 1-4 hari
setelah terinfeksi bakteri,
 Batuk parah,
 Kesulitan bernapas dan sakit pada dada saat bernapas
dalam-dalam,
 Demam,
 Dahak yang berbusa dan berdarah.

3. Septicemic
Saat bakteri masuk ke dalam aliran darah dan berkembang biak,
kondisi ini dinamakan dengan Septicemic plague. Orang yang
mengalami jenis pes ini akan mengalami perubahan warna kulit di
bagian jari tangan, kaki, dan hidung. Sama seperti bubonic, pes
jenis septicemic juga dapat terjadi akibat gigitan kutu atau tikus
yang terinfeksi. Gejala yang dirasakan penderita ketika terdampak
penyakit ini, yaitu:
 Jenis pes ini adalah yang paling berbahaya. Bahkan, kondisi
ini dapat menyebabkan kematian sebelum gejala-gejala
muncul
 Sakit perut, perdarahan akibat masalah pembekuan darah,
 Diare, demam, mual, muntah,
 Jika pasien tidak ditangani dengan antibiotic yang tepat,
bakteri dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Satu-satunya jenis pes yang dapat ditularkan antara manusia


satu dengan lainnya adalah Pneumonic plague. Penularan terjadi ketika
seseorang bernapas dan menghirup partikel udara dari seseorang yang
terinfeksi. Namun, kasus penularan antar manusia sangat jarang terjadi.
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus,
maka tikus tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian, jika
kutu lain menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan
terinfeksi. Jika kutu-kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam
tubuh kutu akan masuk ke dalam tubuh manusia mengikuti aliran getah
bening dan menyebar melalui sirkulasi darah. Pada kelenjar getah
bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang berupa bengkak,
kemerahan, dan nanah. Bakteri ini kemudian menyebar melalui aliran
darah ke organ-organ lain seperti limpa, paru-paru, hati, ginjal, dan otak.
Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat menyebabkan radang
(pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui
batuk atau bersin. Bakteri yang keluar ketika batuk, dapat bertahan di
udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat
menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan
tupai. Pengobatan dilakukan dengan cara terapi. Umumnya diperlukan
perawatan inap untuk memulai terapi. Terapi utama adalah dengan
pemberian antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic bergantung pada gejala
klinis penderita. Untuk gejala berat seperti tipe pneumonic dan
septicemic, streptomisin adalah pilihan utama.

2.4.2. Vektor Penyakit Tularemia

Tularemia adalah penyakit menular langka yang dapat menyerang


kulit, mata, kelenjar getah bening, paru-paru, dan organ internal
lainnya. Tularemia atau sering dikenal dengan demam kelinci atau
demam rusa terbang disebabkan oleh bakteri Pasteurella tularensis.
Bakteri ini biasa hinggap pada hewan liar berdarah panas, terutama
kelinci, tikus, muskrat, berang-berang, dan kutu. Tularemia menyebar
pada manusia melalui beberapa rute, termasuk gigitan serangga dan
kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Meskipun sangat
menular dan berpotensi fatal, tularemia biasanya dapat diobati secara
efektif dengan antibiotic tertentu jika mampu didiagnosis awal.

Tularemia tidak terjadi secara alami pada manusia dan tidak diketahui
dapat menyebar dari manusia ke manusia. Namun, kasus tularemia
terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah pedesaan karena di
pedesaan banyak sekali mamalia seperti burung, kelinci, serangga yang
terinfeksi Pasteurella tularensis. Bakteri memasuki tubuh melalui
gigitan serangga, luka pada kulit, atau karena menelan atau menghirup
bakteri tersebut. Gejala yang ditimbulkan oleh penderita berbeda beda
tergantung jenis tularemia. Penderita yang terkena penyakit ini
biasanya timbul gejala direntang hari ke-1-14, rata-rata 2-5 hari
tergantung virulensi dan ukuran inoculum. Di bawah ini jenis-jenis
tularemia dan gejala yang ditimbulkan pada penderita:
1. Ulceroglandular tularemia
Penyakit jenis ini merupakan penyakit paling umum terjadi. Tanda
dan gejalanya sebagai berikut:
 Sebuah ulkus kulit yang terbentuk di lokasi infeksi
biasanya akibat gigitan serangga atau hewan,
 Pembengkakan kelenjar getah bening,
 Demam,
 Menggigil,
 Sakit kepala,
 Kelelahan.
2. Glandular tularemia
Orang yang terkena penyakit ini memiliki tanda-tanda dan gejala
yang sama dengan Ulceroglandular tularemia. Namun, penderita
yang terkena penyakit ini tidak menimbulkan gejala ulkus kulit.
3. Oculoglandular tularemia
Jenis penyakit ini mempengaruhi mata dan dapat menyebabkan:
 Sakit mata,
 Mata kemerahan,
 Pembengkakan mata dan mengeluarkan cairan
 Sebuah ulkus dibagian dalam kelopak mata.
4. Orofaringeal tularemia
Tularemia ini biasanya disebabkan akibat memakan daging hewan
liar yang kurang matang atau meminum air yang terkontaminasi.
Orofaringeal tularemia biasanya mempengaruhi saluran
pencernaan. Tanda dan gejala yang biasanya dirasakan penderita,
yaitu:
 Demam,
 Sakit tenggorokan,
 Ulkus pada mulut,
 Muntah,
 Diare.
5. Pneumonia tularemia
Jenis tularemia ini lebih umum terjadi pada orang tua dan tularemia
typoidal. Tanda dan gejala yang biasanya dirasakan penderita,
yaitu:
 Batuk,
 Nyeri dada,
 Kesulitan bernapas
6. Typhoidal tularemia
Penyakit jenis ini jarang diderita namun tergolong dalam penyakit
serius. Tanda dan gejala yang biasanya dirasakan penderita, yaitu:
 Demam tinggi,
 Kelelahan ekstrem,
 Muntah dan diare,
 Pembesaran limpa,
 Pembesaran hati
 Pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai