Materi 4 H2
Materi 4 H2
1. Kekerasan seksual terjadi karena korban mengenakan pakaian yang tidak pantas
2. Terjadi saat mabuk
3. Pemerkosaan adalah satu-satunya kekerasan seksual
4. Tindakan kekerasan seksual pasti melibatkan kekerasan fisik
5. Pelaku kekerasan seksual perlu dimaklumi karena mengalami gangguan psikologis
Kekerasan seksual paling sering terjadi di Amerika Serikat, yakni setiap 68 detik ada salah satu
warganya yang dilecehkan. Sementara itu, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KemenPPPA) sepanjang tahun 2020 di Indonesia ada 962 kasus kekerasan
seksual terhadap perempuan (kasus tertinggi) dengan usia paling rentan antara 12—34 tahun.
Meskipun mayoritas korban adalah perempuan, tetapi kekerasan seksual juga terjadi pada laki-
laki. Perbandingan keduanya ialah 1 : 33.
Situasi sosial di Indonesia sering kali justru menyudutkan korban kekerasan seksual sebagai pihak
yang bersalah. Masyarakat beralasan bahwa serangan seksual dipicu oleh tindakan korban dan
hasil dari pilihan yang dibuat oleh pelaku karena sikap korban sendiri. Terlebih jika pelaku adalah
tokoh masyarakat, maka korban dianggap hanya mengada-ada.
Dua kondisi yang menyebabkan korban tidak melawan saat penyerangan terjadi ialah imobilitas
tonik dan keadaan seperti katatonik. Situasi hukum juga kerap tidak mendukung karena sulitnya
membuktikan penyerangan/kekerasan seksual yang dialami korban.
Salah satu tempat yang rawan terjadinya kekerasan seksual adalah kampus sehingga keluarlah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30/2021 tentang
Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Kekerasan seksual perlu dicegah dan ditangani secara intensif, khususnya dalam hal ini di
lingkungan perguruan tinggi. Sebab kekerasan seksual menimbulkan efek jangka panjang seperti
94% korban mengalami PTSD, 30% baru mampu melapor 9 bulan pasca kejadian, dan bahkan
33% di antaranya berpikir bunuh diri.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menolong korban kekerasan seksual ialah dengan
merahasiakan identitas korban, serta memberikan bantuan hukum dan layanan kesehatan dalam
rangka memulihkan kondisi psikologis korban.