Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TEKNIK BERCERITA DONGENG

DOSEN PENGAMPUH:

HAMZIA MARIE, S.Pd,.M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

ASHARI S. HAMADI

MAGFIRLI K. SUPU

MAGFIRA

NURUL INDAH CHAIRUNISA

ZAKINA

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebiasaan mendongeng atau bercerita secara lisan sudah menjadi tradisi yang cukup
lama dalam masyarakat Indonesia, diantaranya yang terkenal adalah bercerita menjelang tidur
yang biasanya dilakukan oleh seorang Ibu kepada anaknya atau seorang nenek terhadap
cucunya, dongeng bukan hanya sekedar sarana hiburan melainkan secara tidak langsung cerita
atau dongeng berfungsi sebagai media pendidikan dan transpormasi nilai – nilai dan melalui
dongeng seseorang atau seorang anak tidak hanya mendapat hiburan melainkan mereka dapat
merangsang pantasi dan intelektualnya dan juga menerima pesan moral, ajaran budi pekerti,
bahkan tuntunan hidup sengaja disampaikan oleh pendongeng dalam sebuah kebersamaan yang
suasananya menyenangkan dan terkesan tidak menggurui.

Tetapi seiring dengan bergulirnya waktu menjelang datangnya abat ke 21, kehidupan
ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi, sehingga tradisi
mendongeng di dalam keluarga dan masyarakat perlahan mulai tergusur, digantikan oleh
peranan media hiburan modern yang lebih menari, praktis dan canggih. Media seperti radio,
tape rekorder, televise dan lain sebagainya menjama orang sampai ke kamar – kamar tidur
mereka.

Apresiasi anak terhadap media tersebut benar – benar demikian tingginya sehingga ia
benar – benar menjadi sarana atau media hiburan, pendidikan dan transpormasi nilai
kehidupan, hanya sayangnya suguhan materi yang diberikan media modern tersebut tidak
selalu positif, dan tidak terlalu cocok dengan budaya, nilai - nilai etika dan moral serta
pendidkan yang ada pada masyarakat.

Berdasarkan keadaan diatas, maka perlu adanya upaya dan usaha dari komponen anak
bangsa untuk menggali dan mengapresiasikan kembali tradisi mendongeng kepada
masyaarakat yang tampaknya sangat mendesak untuk dilakukan dan dilaksanakan di tengah –
tengah masyarakat. Kalau tidak dalam tempo yang singkat kita akan melihat kenyataan bahwa
anak Indonesia akan tercabut dari akar budaya bangsanya. Karena salah satu media hiburan,
pendidikan yang efektif yakni mendongeng lenyap begitu saja dari bumi pertiwi yang kita
cintai ini, sehingga sentuhan dan nuansa hiburan, pendidikan dan pranspotmasi yang dapat
membentangi anak – anak dari arus budaya asing itu pun ikut hilang ditelan kemajuan zaman.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Bercerita atau Mendongeng

Langka pertama bagi seorang pencerita sebelum memilki kemampuan dan


keterampilan menjadi pencerita terlebih dahulu memahami dan mengerti tentang bercerita.
Dalam kamus bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadaminta menuliskan bahwa bercerita atau
mendongeng adalah kejadian yang aneh – aneh atau cerita yang tidak benar benar terjadi.
Sedangkan Prof. Dr. James Danadjaya menyebutkan bahwa bercerita atau mendongeng adalah
suatu peristiwa pendek yang kolektif, kesastraan lisan atau cerita prosa rakyat yang dianggap
tidak benar – benar terjadi. Selanjutnya Usman Effendi didalam bukunya yang berjudul “ 200
tanya jawab tentang sastra Indomesia “ menuliskan bahwa bercerita atau mendongeng adalah
cerita yang semata – mata besifat khayal , biasanya cerita bermain pada masa yang sangat lama
/ silam dan masih hidup sebagai kebudayaan rakyat.

Dari ketiga kutipan diatas kita sudah dapat memetik pengertian dan pemahaman yang
jelas tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah bercerita atau mendongeng ini.
Bererita atau mendongeng secara sederhana maksudnya adalah beecerita atau menceritakan
dongeng.

B. Manfaat bercerita atau Mendongeng

Jika kita perhatikan bercerita atau mendongeng adalah suatu hal yang biasa terjadi
sekeliling kita, dan kadang kala kita menganggab reme tentang suatu cerita hal ini disebabkan
kita tidak mengetahui makna dari cerita atau dongeng yang sengaja diceritakan atau
didongengkan oleh seseorang kepada orang lain. Adapun manfaat cerita atau dongeng adalah
pencerita secara tidak langsung dapat menjadikan suatu cerita sebagai media pendidikan dan
tranpormasi nilai - nilai, melalui dongeng orang atau yang mendengarkan dongeng atau cerita
tidak hanya mendapatkan hiburan tetapi pendengar cerita dapat merangsang fantasi dan
intelektualnya, tetapi pendengar cerita dapat menerima pesan moral, ajaran budi pekerti,
bahkan tuntunan hidup yang sengaja disampaikan oleh pencerita atau pendongeng kepada yang
mendengarkan cerita atau dongeng tanpa merasa digurui.

C. Hilangnya Tradisi Mendongeng

Bersamaan dengan bergulirnya waktu seiring dengan datangnya abad ke 21, kehidupan
ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi, sehingga tradisi
mendongeng di dalam keluarga dan masyarakat perlahan mulai tergusur, digantikan oleh
peranan media hiburan modern yang lebih menari, praktis dan canggih. Media seperti radio,
tape rekorder, televise dan lain sebagainya menjama orang sampai ke kamar – kamar tidur
mereka.

Apresiasi anak terhadap media tersebut benar – benar demikian tingginya sehingga ia
benar – benar menjadi sarana atau media hiburan, pendidikan dan transpormasi nilai
kehidupan, hanya sayangnya suguhan materi yang diberikan media modern tersebut tidak
selalu positif, dan tidak terlalu cocok dengan budaya, nilai - nilai etika dan moral serta
pendidkan yang ada pada masyarakat.

D. Cara Bercerita

Setelah mengetahui tentang bercerita atau mendongeng, maka kita perlu juga mengetahui
bagaimana bercerita atau mendongeng yang baik sehingga yang mendengaarkan cerita
tersebut tidak menjadi bosan, seorang pencerita atau pendongeng dapat melakukan dengan dua
hal :

1. Bercerita atau mendongeng tanpa alat peraga

Yakni bercerita atau mendongeng dengan hanya menggunakan kata – kata saya seperti
yang dilakukan oleh nenek atau ibu kepada cucu atau anaknya sambil mengelus rambut
cucu atau anaknya.

2. Bercerita atau mendongeng dengan menggunakan alat peraga


Yakni bercerita dengan menggunakan alat sebagai media yang dipergunakan sebagai
alat memimpin, menunjuk jalan, merangsang dan mengajak imajinasi dan fantasi anak
– anak, mengenai alat peraga ini sebenarnya sangat variatif tergantung dari kereasi serta
insiatif si pencerita atau pendongeng.

E. Modal Dalam Bercerita

Seorang daklamator dapat memukau penonton dan menarik minat serta perhatian
penonton ketika ia membaca sajak atau puisi, kata – kata dan suku kata mengalir dalam setiap
baris kalimat yang ia ucapkan dengan jelas dan penuh ekpresi, suaranya terkadang melingking
tinggi keras, menggetarkan dan terkadang sebaliknya ia mengeluarkan suara yang lembut
mendayu – dayu bahkan bisa pula berubah menjadi merintih dan meratap terasa perih menusuk
kalbu orang – orang mendengarnya.

Sama halnya saat kita tanpa sadar kita seperti disihir, emosi dan perasaan kita hanyut
saat mendengar sebuah lagu atau melihat seorang penyanyi yang tengah melantunkan sebuah
lagu, dimana ia dituntut untuk mampu mengepresikan suara yang dimilikinya sesuai dengan
isi lagu yang sedang ia nyanyikan. Disamping itu ia mempergunakan seluruh potensi tubuhnya
untuk menunjang penampilannya.

Hal ini sebenarnya berlaku pula bagi seorang yang akan tampil bercerita atau
mendongeng. Artinya kekuatan penampilan seorang pendongeng atau pencerita saat ia
bercerita akan sangat tergantung atau tertumpuan mendayagunakan potensi anggota tubuhnya,
suara, ekpresi, imajinasi, maupun konsentrasi serta naluri yang dimilikinya. Dengan sendirinya
seorang pendongeng harus menyadari bahwa kesemuanya itu merupakan modal utama yang
sangat penting dalam menunjang keberhasilan dirinya manakala ia bercerita atau mendongeng
sehingga cerita menjadi hidup menarik dan menyenangkan anak – anak.

Selanjutnya bila diringkas modal seorang pendongeng adalah dirinya sendiri, terdiri
darinya sendiri, terdiri dari jasmani dan rohani. Untuk yang bersifat jasmani secara kasat mata
dapat kita ketahui seperti anggota tubuh ( terdri dari tangan, kaki, kepala, dan yang lainnya
), sedangkan yang bersifat rohani seperti nalar, wawasan, imajinasi, fantasi, naluri, dan lain
sebagainya. Semua itu harus diolah untuk dapat mendekati sempurna maupun paripurna
melalui latihan olah tubuh, olah suara, olah rasa, dan olah lainnya.
F. Persiapan Sebelum Bercerita

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan atau dikerjakan oleh seorang pencerita atau
pendongeng adalah membuat persiapan yang memadai sebelum mendongeng atau bercerita,
persiapan itu adalah :

1. Mampu memilih materi cerita dan mengenal dengan baik audience sekaligus :

a. Mengetahui bagian yang mengesankan atau yang membosankan dari


cerita tersebut
b. Daapat memilih kata yang tepat sehingga dapat menimbulkan rasa
ingin tahu yang berkesinambungan
c. Pandai menggambarkan peristiwa dan suasana ( Setting ) cerita latar
belakangnya
d. Memperhatikan jumlah audience pendengarnya dan kemampuan
menerima materi serta memelihara komunikasi timbale balik secara
memadai, sekaligus memelihara suasana perasaan emosi.

2. Mempersiapkan alat peraga sesuai dengan kebutuhan materi cerita dan proses
visualisasinya

3. Membuat kerangka cerita ( ringkasan ) sekaligus menyusunnya menjadi urut – urutan


pendengarnya. Disamping itu perlu juga melakukan latihan uji coba penampilan
sebelum tanpil yang sebenarnya.

4. Persiapan busana yang serasi, nyaman, leluasa untuk bergerak dan berekpresi

5. Rencanakan juga materi acara pendekatan kepada audience berikut kopinsasi


hadiyahnya, agar tidak ada jarak antara pencerita dengan audience.

G. Pedoman Ketika Bercerita

1. Lakukanlah kegiatan pendahuluan yang sifatnya menggali pusat minat audience dengan
rencana yang telah dipersiapkan sebelumnya.
2. Tampil dengan wajar maksudnya relax tidak tegang baik rohani maupun jasmani
sehingga mampu beradaptasi dengan situasi, kondisi, yang ada serta
bisa berkonsentrasi secara baik, meyakinkan dan penuh percaya diri.

3. Berusaha agar dapat memulai dan mengakhiri cerita dengan baik serta mampu
menyesuaikan alat peraga dengan materi cerita.

4. Jalan cerita disampaikan dengan runtut sesuai dengan urutan adegan yang telah disusun
sebelumnya dan penggambaran ( Visualisasi ) adegan dilakukan dengan penuh
penghayatan sambil terus melakukan penyesuaian terhadap improvisasi, imajinasi, dan
fentasi, agar bisa berintegrasi ( menyatu ) dengan cerita yang dibawakan.

5. Mendayagunakan seluruh kemampuan atau potensi yang dimiliki dirinya.

6. Tidak lengah mengamati reaksi, emosi, dan terus menjaga suasana yang menyenangkan
serta tidak menimbulkan rasa takut para audience.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kebiasaan mendongeng atau bercerita secara lisan sudah menjadi tradisi yang
cukup lama dalam masyarakat Indonesia, diantaranya yang terkenal adalah bercerita
menjelang tidur yang biasanya dilakukan oleh seorang Ibu kepada anaknya atau seorang
nenek terhadap cucunya, dongeng bukan hanya sekedar sarana hiburan melainkan
secara tidak langsung cerita atau dongeng berfungsi sebagai media pendidikan dan
transpormasi nilai – nilai dan melalui dongeng seseorang atau seorang anak tidak hanya
mendapat hiburan melainkan mereka dapat merangsang pantasi dan intelektualnya dan
juga menerima pesan moral, ajaran budi pekerti, bahkan tuntunan hidup sengaja
disampaikan oleh pendongeng dalam sebuah kebersamaan yang suasananya
menyenangkan dan terkesan tidak menggurui.

Anda mungkin juga menyukai