Anda di halaman 1dari 79

NEUROLOGY REVIEW

Neurology Overview

Neuroinfeksi

Jenis Penyakit

MENINGITIS

1. Meningitis Bakteri
Pada meningitis bakteri onset penyakit akut dengan demam febris sampai hiperpirexia (suhu
mencapai 40 derajat). Biasanya disebabkan oleh streptococcus pneumonia namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri lain seperti Neisseria meningitidis, Enteric gram-negative bacilli, Grup B.
Streptococcus, Lysteria monocytogenes, dan Haemophilus influenza (biasa pada anak). Bakteri ini
biasanya bersumber dari infeksi organ-organ di dekat kepala seperti otitis, abses gigi, gingivitis, dan
lain-lain.
2. Meningitis Viral
Pada meningitis virus onset penyakit akut dengan demam febris sampai hiperpireksia. Dapat
disebabkan oleh berbagai macam virus seperti RNA Virus (enteroviruses, arboviruses, measles,
mumps, rabies, HIV) atau DNA Virus (HSV, VZV, CMV, EBV, adenovirus). Sumber utama adalah
virus yang menyerang saluran napas.
3. Meningitis Tuberkulosis
Onset meningitis tuberculosis adlaah sub-akut sampai kronis dengan demam sub-febrile. Sumbernya
dari TB paru, biasanya pasien mengalami nyeri kepala dan demam sejak 2-3 bulan yang lalu. Dari
anamnesis biasanya ditemukan adanya Riwayat TB atau disertai dengan adanya gejala TB.

Diagnosis

1. Anamnesis (onset, demam, penyakit penyerta)


Dengan menggunakan anamnesis biasanya sudah dapat membedakan keempat menyakit di atas
dengan menggaris bawahi onset (bakteri, virus: akut; TB: sub-akut), pola demam, dan penyakit
penyerta.
2. Pemeriksaan Fisik (Rangsang Meningeal)
Kaku Kuduk Pasien berbaring dan dilakukan pergerakan
pasif fleksi kepala, tanda positif bila
didapatkan kekakuan dan tahanan
Kernig Sign Pasien terlentang dan dilakukan fleksi sendi
panggul, kemudian tungkai bawah
diekstensikan tanda positif bila ekstensi sendi

1
NEUROLOGY REVIEW

lutut tidak mencapai sudut 135ͦ disertai


spasme otot paha (biasanya +nyeri)
Brudzinski I Pemeriksaan seperti kaku kuduk dan ditemukan
(Tanda leher) tanda positif bila terjadi fleksi kedua
tungkai/lutut
Brudzinski II Pasien berbaring terlentang, salah satu
(Tanda tungkai kontralateral) tungkainya diangkat dalam sikap lurus di sendi
lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda
positif bila terjadi fleksi reflektorik pada
sendi panggul dan lutut kontralateral.
Brudzinski III Dilakukan penekanan pada kedua pipi (tepat
(Tanda pipi) dibawah os zigomatikum) dan ditemukan tanda
positif bila terjadi fleksi reflektorik pada
ekstremitas superior
Brudzinski IV Dilakukan penekanan pada simfisis pubis dan
(Tanda simfisis pubis) ditemukan tanda positif bila terjadi fleksi
reflektorik pada ekstremitas inferior.

3. Laboratorium (DL, LP)


Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk mengetahui WBC dan LED (laju endap darah).
Sedangkan LP merupakan gold standard
pada meningitis. LP dilakukan pada L3-L4
karena merupakan akhir dari medulla
spinalis karena apabila terkena pada spinal
cord dapat menyebabkan kelumpuhan.
Terdapat beberapa kontraindikasi dalam
melakukan LP yaitu apabila terdapat tanda-
tanda TIK meningkat dan didapatkan papil edema. Peningkatan TIK bukan merupakan
kontraindikasi mutlak namun harus diperhatikan sebelum melakukan. LP digunakan untuk melihat
CSF dan melihat apakah ada infeksi. Hasil CSF juga akan membedakan jenis-jenis infeksi khususnya
pada meningitis.

2
NEUROLOGY REVIEW

Terapi

1. Meningitis bakteri
Antibiotik Ceftriaxone 40-50mg/kgBB/12 jam; Pada orang dewasa 2 gr/12 jam (IV);
atau
Cefotaxim 50mg/kgBB/6 jam; Pada orang dewasa 2 gr/6 jam (IV)
Steroid Dexamethasone 0,15mg/kgBB; atau
Pada orang dewasa 10mg
Diberikan setiap 6 jam selama 2-4 hari secara IV
Diberikan 30 menit sebelum antibiotika

2. Meningitis TB
Pemberian OAT dengan konsultasi bidang paru, diberikan deca untuk mencegah perlengketan
Antibiotik Isoniazid (INH) (PO) 10-20mg/kgBB/hari (anak); 400mg/hari (dewasa);
Rifampisin (PO) 10-20mg/kgBB/hari (anak); 600mg/hari (dewasa);
Etambutol (PO) 25-150mg/kgBB/hari;
PAS (Para-Amino-Salicilyc0-Acid) 200 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3
dosis dapat diberikan sampai 12 g/hari.
Streptomisin (IM) kurang lebih 3 bulan dengan dosis 30-50
mg/KgBB/hari.
Steroid Prednisone (IV/PO) 2-3 mg/KgBB/hari (dosis normal), 20 mg/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1
mg/KgBB/hari selama 1-2 minggu.
Deksametason (IV) (terutama bila ada edema otak) dengan dosis 10 mg
setiap 4-6 jam, bila membaik dapat diturunkan sampai 4 mg setiap 6 jam

3. Meningitis Virus

3
NEUROLOGY REVIEW

Pada banyak kasus, tidak ada pengobatan spesifik. Umumnya membaik dalam 7-10 hari. Antiviral
efektif diberikan pada meningitis yang disebabkan oleh herpesvirus dan influenza.

4. Terapi Simtomatis
Obat lainnya Pemberian antipiretik (parasetamol), H2 blocker
(Ranitidin), penurun TIK (manitol 20%)
pemberian sedatif (clobazam) diberikan sesuai
dengan keperluan dan kondisi pasien
Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi

ENEFALITIS

Ensefalitis memiliki trias berupa demam,


kejang, kesadaran menurun. Untuk
membedakan dengan meningitis, pada ensefalitis
gejala meningen kurng jelas, banyak ditemukan
gangguan neurobehaviour, penurunan kesadaran,
serta kejang, Dalam mendiagnosis ensefalitis ada
kriteria yang kita dapat gunakan, seperti pada tabel
di samping

Diagnosis

1. Anamnesis (onset, demam, penyakit penyerta)


Diagnosis ditegakkan dari hasil anamesis berupa gejala trias ensefalitis, gejala peningkatan TIK dan
adanya gejala infeksi akut atau kronik yang mungkin menyertai misalnya otitis media, sinusistis,
mastoiditis.

2. Pemeriksaan Fisik
Bila terjadi peningkatan TIK , pada funduskopi tampak adanya edem papil.
Adanya defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses, ditandi adanya deficit nervi kraniales
pada pemeriksaan n.cranialis, hemiparesis, reflex tendon meningkat, kaku kuduk, afasia,
hemianopia, nistagmus, ataksia

3. Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat diusulkan dalam ensefalitis dalam kaitannya untuk mencari penyebab, port
d’ entre ataupun menemukan komplikasi dari ensefalitis diantaranya adalah pemeriksaan cairan

4
NEUROLOGY REVIEW

serebrospinal, darah lengkap, feses dan urin, serologik darah (seperti VDRL, TPHA), titer antibodi,
BUN dan kreatinin (untuk mengetahui status hidrasi pasien), liver function test (untuk mengetahui
komplikasi pada organ hepar)

Terapi

Ensefalitis Ampisilin (PO) 3-4 g/6 jam selama 10 hari


supurativa Cloramphenicol (IV) 1g/6jam selama 10 hari
Ensefalitis sifilis Cloramphenicol (IV) 1g/6jam selama 6 minggu
Ensefalitis virus Simptomatis
Analgetik dan antipiretik: asam mefenamat 4 x 500mg (PO)
Antikonvulsi: Phenitoin (IV) 50mg/mL tiap 12 jam
Antivirus
Dewasa: Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 14-21 hari atau
200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
Anak: Asiclovir 10-15 mg/kgBB intra vena 3 x sehari

RABIES

Rabies adalah penyakit infeksi akut sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang
termasuk genus Lyssa-virus, Virus rabies bergerak ke otak melalui saraf perifer. Masa inkubasi dari penyakit
ini tergantung pada seberapa jauh jarak perjalanan virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya
mengambil masa beberapa bulan.

Diagnosis

1. Anamnesis (onset, demam, penyakit penyerta)


Pasien rabies umumnya memiliki riwayat tergigit, tercakar atau kontak dengan anjing, kucing, atau
binatang lainnya yang: positif rabies (melalui hasil pemeriksaan otak hewan tersangka), mati
mendadak dalam 10 hari sejak menggigit, tak dapat diobservasi setelah menggigit, dicurigai rabies.
Rabies memiliki beberapa stadium, gejalanya mengikuti stadium-stadium tsb:
- Stadium prodormal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa
hari.
- Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri, merasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensoris.
- Stadium eksitasi

5
NEUROLOGY REVIEW

Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang sangat khas pada stadium ini adalah
munculnya macam-macam fobia seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring dan otot
pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsangan sensoris misalnya dengan meniupkan udara ke
muka penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis, konvulsan, dan takikardia.
Tindak tanduk penderita tidak rasional kadang maniakal disertai dengan responsif. Gejala eksitasi
terus berlangsung sampai penderita meninggal.
- Stadium paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya, namun kadang
ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi melainkan paresis otot yang terjadi
secara progresif karena gangguan pada medulla spinalis

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengetahui luka gigitan, dapat ditemukan gatal dan parestesia pada luka
bekas gigitan yang sudah sembuh. Pada stadium lanjut dapat ditemukan gejala seperti yang
disebutkan di atas.

3. Laboratorium
Pada rabies hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna, diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Terapi

Isolasi Untuk menghindari rangsangan-rangsangan yang bisa menimbulkan spasme


otot ataupun untuk mencegah penularan.
Fase awal Luka gigitan harus segera dicuci dengan air sabun (detergen) 5-10 menit
Bilas dengan air bersih, dilakukan debridement dan diberikan desinfektan
seperti alkohol 40-70%
Jika terkena selaput lendir seperti mata, hidung atau mulut, maka cucilah
kawasan tersebut dengan air lebih lama;
Pencegahan dilakukan dengan pembersihan luka dan vaksinasi.
Fase lanjut Tidak ada terapi untuk penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala
rabies, penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal
jantung dan gagal nafas.
Serum Serum heterolog (berasal dari serum kuda) Dosis 40 IU/ kgBB disuntikkan
infiltrasi pada luka sebanyak-banyaknya, sisanya disuntikkan secara IM.
Skin test perlu dilakukan terlebih dahulu.

6
NEUROLOGY REVIEW

Bila serum homolog (berasal dari serum manusia) dengan dosis 20 IU/
kgBB, dengan cara yang sama
Vaksin Pemberian VAR (Vaksin Ant Rabies) secara IM pada otot deltoid atau
anterolateral paha VAR 0,5 ml pada hari 0, 7, 21 (regimen
Zagreb/rekomendasi Depkes RI)

CATATAN: Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher ke atas, pada jari tangan dan
genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi
pada sekitar luka dan setengah dosis IM pada tempat yang berlainan dengan suntikan SAR, diberikan pada
hari yang sama dengan dosis pertama SAR.

TETANUS

Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin
adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik persisten disertai
dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang
menyebabkan penutupan rahang (trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas, tetapi
juga otot-otot batang tubuh.

Diagnosis

1. Anamnesis
Kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4
macam yaitu:
- Tetanus lokal
Gejala berupa kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau
proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum
- Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan
oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus
sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi
tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek
- Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan
dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat

7
NEUROLOGY REVIEW

terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang
tetap baik.
- Tetanus neonatorum
Terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan infeksi tali pusat. Gejalanya berupa ketidakmampuan
untuk menyusu, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme

2. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.
a. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap.
b. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus
kranial.
c. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan leher, kekakuan dada
dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang
umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar,
suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
d. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme
dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi
mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan
mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal,
ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada
pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.

3. Laboratorium
Pada tetanus hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna, diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun dapat dilakukan pungsi lumbal sebagai diagnosa banding
meningitis

Terapi

- Manajemen luka
- Pengawasan, ruang isolasi
- Oksigenasi
- Diet cukup kalori dan protein
- Anti Tetanus Serum
- Antibiotika (prokain penisilin atau tetrasiklin, atau eritromisin, atau metronidazol)
- Tetanus toksoid (TT)

8
NEUROLOGY REVIEW

- Tetanus immunoglobulin (TIg)


- Keseimbangan cairan danelektrolit,
- Antipiretika.

Neuroimunologi

Jenis penyakit:

1. Guillain Barre Syndrome (GBS)


Sindrom Guiilain Barre adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang sistem
saraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot, apabila parah dapat mengakibatkan kelumpuhan,
bahkan otot-otot pernapasan.
▪ Anamnesis
Ascended Paralysis (khas), kelemahan mulai dari distal ke atas biasanya didahului dengan
adanya infeksi saluran napas atau saluran pencernaan yang terjadi 1-3 minggu sebelumnya. Pada
anamnesis dapat timbul gangguan napas apabila sudah menyerang otot pernapasan.

▪ Pemeriksaan fisik
- Gangguan motoric lebih menonjol daripada gangguan sensorik
- Kelemahan saraf cranial (III, IV, VI, VII, IX, X)
- Kelemahan anggota gerak yang cenderung simetris dan asendens
- Hiporefleksia atau arefleksia
- Tidak ada klonus atau refleks patologis
▪ Laboratorium (LP)
Pada LP ditemukan disosiasi sito albumin (sel normal namun albumin/protein meningkat
dengan perbedaan yang jauh)

9
NEUROLOGY REVIEW

▪ Pemeriksaan penunjang
EMG (Electromyography), NCV (Nerve Conduction Test)
▪ Terapi
IVIG 0,4 gr/kgBB/hari selama 5 hari atau plasma exchange sebagai lini pertama;
plasma pharesis 5 seri; imunosupresan: steroid 0.5-1 mg/kgBB
Tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan derajat kelemahan dan disabilitas pasien.

2. Myasthenia Gravis (MG)


▪ Gangguan MG terjadi di neuromuscular junction. Hal ini terjadi karena terdapat antibodi di
celah sinaps yang mengganggu ACH reseptor.

▪ Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan pasien apabila pagi masih naik namun sekitar siang/sore hari
ketika sudah banyak beraktivitas baru muncul gejalanya seperti ptosis, hilang suara, dsb

▪ Pemeriksaan fisik
- Pada pemeriksaan neurologis dapat dijumpai ptosis dan diplopia pada pemeriksaan mata,
paresis pada tangan dan kaki, disartria, dan disfagia.

10
NEUROLOGY REVIEW

- Watenberg test
- tensilon test
▪ Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Antibodi Reseptor – Anti Asetilkolin
o Pemeriksaan Antibodi Anti Striated Muscle
o Pemeriksaan Antibodi Anti Muscle Spesific Kinase
o Elektrodiagnostik
o Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
o Single-Fiber Electromyography (SFEMG)
▪ Treatment:
o IVIg
o Plasma exchange (PE)
o Choline esterase inhibitor (khususnya Pyridostigmine oral, dapat dimulai kembali setelah
ekstubasi),
o Imunosupresan seperti steroid yang diberikan bersama IVIg dan PE

Neurotrauma

Cidera Kepala

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya,
dimana kerusakan tersebut bersifat nondegeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa
penurunan tingkat kesadaran.

Diagnosis

1. Anamnesis
- Sifat kecelakaan
- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
- Ada tidaknya benturan kepala langsung
- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa.
- Bila pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia
retrograd.
- Ada atau tidak adanya muntah

11
NEUROLOGY REVIEW

- Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan
bingung / disorientasi (kesadaran berubah)

2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik yang awal tetap ABC
- Status Kesadaran (Pemeriksaan GCS)
- Status Neurologis (anisokor, paresis/paralisis, refleks patologis)
- Trauma di tempat lain
- Pemeriksaan orientasi, amnesia dan fungsi luhur

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah foto rontgen tengkorak (AP/Lateral) dan CT Scan
kepala

**Berdasarkan Klasifikasi GCSnya, cedera kepala dibagi menjadi:

1. CKR (GCS 13-15)


2. CKS (GCS 9-12)
3. CKB (GCS 3-8)

Tatalaksana

- Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal


- Pedoman Umum dan obat-obatan:
o Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang
servikal, kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7
normal.
o Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur :
▪ Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau larutan Ringer
Laktat
▪ Lakukan pemeriksaan hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah,
masa protrombin/masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila
perlu.

12
NEUROLOGY REVIEW

o Mengurangi edema otak: hiperventilasi, cairan hiperosmolar (manitol; 0,51 g/KgBB dalam 10-
3 menit), kortikosteroid, barbiturat, pembatasan cairan pada 24-48 jam pertama, yaitu 1500-
2000 ml/24 jam
o Obat-obat neurprotektor: piritinol, piracetam, citicholine
o Perawatan Luka

Subdural Hematoma dan Epidural Hematoma

Epidural hematoma: terdapat lucid interval,


biasanya disertai dengan fraktur tengkorak,
deficit neurologi terlambat, TIK meningkat.
Bagian yang rupture adalah arteri meningeal
medial di mana menyebabkan perdarahan yang
mancur dengan cepat dan meningkatkan TIK.

Subdural hematoma: Bagian yang rupture


adalah bridging vein sehingga perdarahan keluar
perlahan pelan dalam hitungan hari. Banyak
dijumpai pada pasien orang tua dan anak-anak
(karena vein lebih tipis dan cenderung lebih
mudah untuk rupture).

13
NEUROLOGY REVIEW

Keduanya merupakan CT dari subdural hematoma, terdapat adanya pergeseran midline. Apabila proses
subdural hematoma sudah progresif maka warnanya akan kehitaman seperti gambar sebelah kanan.

Gambar di samping merupakan imaging dari Epidural hematoma


(EDH). Epidural hematoma merupakan perdarahan yang terjadi
di luar dura. Apabila ada kecurigaan hematoma (ada muntah,
sempat tidak sadar) maka sebaiknya minta untuk CT Scan. Sering
terjadi disertai dengan fraktur tengkorak, maka apabila terdapat
fraktur harus diperhatikan sebelum melakukan penjahitan untuk
memastikan tidak ada perdarahan di dalam.

Sekitar 70-80% epidural hematoma (EDH) berlokasi di area


temporoparietal dimana fraktur tengkorak yang terjadi berada di
arteri meningeal atau sinus dura. Frontal dan occipital epidural
hematoma terjadi sekitar 10% dari kasus yang ada.

Indikasi operasi EDH adalah massa hematoma lebih dari 30 ml, pergeseran midline lebih dari 5 mm,
ketebalan EDH lebih dari 15 mm

Cidera Medula Spinalis

Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non trauma yang
akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan vegetatif.

Terdapat gejala kompensi medulla spinalis (motorik, sensorik, vegetative)

Diagnosis

1. Anamnesis
- Keluhan utama: kelemahan pada ekstremitas, tanyakan lama keluhan
- Kaji keluhan kelemahan: lokasi kelemahan, paraplegia/quadriplegia, tibatiba atau perlahan,
semakin parah atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan untuk
mengurangi gejala, serta hasil pengobatan.
- Kaji keluhan tambahan, nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, penjalaran, kapan nyeri
bertambah dan berkurang), adanya kesemutan, sesak, nyeri pada perut, keluhan buang air kecil
(BAK), seperti inkontinensia atau retensi urin), keluhan buang air besar (BAB), seperti konstipasi,
hilangnya sensasi rasa, serta gangguan fungsi seksual.

14
NEUROLOGY REVIEW

- Tanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami gejala yang sama, kegiatan sehari-hari (angkat
benda berat), pola BAK dan BAB sebelum sakit.
- Riwayat penyakit dahulu: riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat
DM, Hipertensi, alergi, Low Back Pain, osteoporosis, osteoartritis, riwayat TB.
- Riwayat penyakit keluarga: riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC.

2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan awal: penilaian kondisi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi darah.
- Inspeksi: edema anggota gerak, atrofi otot, warna dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan
beraktivitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktivitas, serta posisi pasien.
- Palpasi: temperature, edema, spasme
- Pemeriksaan fungsi gerak: fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan
ini umumnya ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot, dan sebagainya.
- Pemeriksaan fungsional: kemampuan pasien dalam beraktivitas, baik posisioning miring kanan-
kiri (setiap 2 jam), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya.
- Kekuatan otot: menggunakan Manual Muscle Testing (MMT)
- ROM (Range of Motion): menggunakan geniometer dan dituliskan dengan metode ISOM
(International Standard of Measurement)
- Pemeriksaan nyeri dengan VAS
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan motorik

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, kultur darah,
elektrolit, Gula darah 2 jam PP, Gula darah puasa, Haemostasis lengkap, Prokalsitonin, Albumin,
Analisis Gas Darah.
b. Radiologi: Foto polos vertebra, CT Scan Vertebra, MRI Vertebra, Pungsi lumbal, Somato Sensory
Evoked Potential (SSEP) dan Motor Evoked Potential (MEP)

Tatalaksana

- Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal, serta dapat diberikan cairan infus 2 jalur untuk
mencegah terjadinya syok
- Pada Immobilisasi dan stabilkan leher menggunakan cervical collar.
- Stabilisasi Medis: pada penderita tetraparesis atau tetraplegia
o Periksa vital signs

15
NEUROLOGY REVIEW

o Pasang NGT
o Pasang kateter urin
o Segera normalkan vital signs. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD
(analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl
Prednisolone, dalam kurun waktu 8 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio
medula spinalis.
- Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)
- Dekompresi dan Stabilisasi Spinal: Bila realignment dengan cara tertutup ini gagal maka
dilakukan open reduction dan stabilisasi dengan approach anterior atau posterior.
- Rehabilitasi: bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi-
fungsi neurologik dan program kursi
roda bagi penderita
paraparesis/paraplegia.
- Medikamentosa: Methilprednisolon,
analgetik bila ada nyeri, antidepresan
untuk pengobatan nyeri kronik,
insomnia, serta sakit kepala.
- Non Medika Mentosa: Fisioterapi
- Tindakan operatif berupa
laminektomi dekompresi tidak
dianjurkan, kecuali pada kasus - kasus
tertentu

Epilepsi

Definisi epilepsi terbagi menjadi definisi konseptual serta definisi operasional


- Definisi Konseptual
Kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik
yang terus menerus , dan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial

- Definisi Operasional
Penyakit otak yang ditandai oleh gejala atau kondisi sebagai berikut :
a. Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih
dari 24 jam
b. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya kemungkinan
bangkitan berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi

16
NEUROLOGY REVIEW

(setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10 tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah
bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual,
auditorik, somatosensitif, dan somatomotorik)
c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi

Diagnosis

1. Anamnesis -> Dilakukan auto dan allo-anamnesis dari saksi mata


a. Gejala dan Tanda sebelum, selama dan pasca bangkitan:
o Sebelum terjadi bangkitan/gejala prodormal:
▪ Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya
perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitif,
dan lain-lain.
o Selama bangkitan/iktal:
▪ Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
▪ Bagaimana pola/bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala, gerakan
tubuh, vokalisasi, otomatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan dan tungkai,
bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-lain.
(Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta untuk menirukan gerakan bangkitan atau
merekam video saat bangkitan)
▪ Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
▪ Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya?
▪ Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain
video game, berkemih, dan lain-lain.
o Pasca bangkitan/post iktal:
▪ Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis.
b. Faktor pencetus : kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan,
kesadaran antar bangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya:
o Jenis obat anti epilepsi (OAE)
o Dosis OAE
o Jadwal minum OAE
o Kepatuhan minum OAE
o Kadar OAE dalam plasma
o Kombinasi terapi OAE.

17
NEUROLOGY REVIEW

e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologik, psikiatrik maupun sistemik yang
mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang deman
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll

2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik umum
o Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
▪ Trauma kepala,
▪ Tanda-tanda infeksi,
▪ Kelainan kongenital
▪ Kecanduan alkohol atau napza,
▪ Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
▪ Tanda-tanda keganasan.

- Pemeriksaan neurologis
o Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan
dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan maka akan tampak
tanda pasca bangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk
lokalisasi, seperti:
▪ Paresis Todd (Kondisi neurologis yang ditandai dengan periode singkat kelumpuhan
setelah kejang)
▪ Gangguan kesadaran pascaiktal
▪ Afasia pascaiktal

3. Kriteria Diagnosis
a. Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih dari
24 jam
b. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya kemungkinan
bangkitan berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi
(setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10 tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah
bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual,
auditorik, somatosensitif, dan somatomotorik)
c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi

18
NEUROLOGY REVIEW

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
- Darah Hematologi Lengkap, Ureum, kreatinin, SGOT/SGOT, Profil lipid, GDP/GD2PP, Faal
hemostasis, Asam urat, Albumin, Elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium), Lumbal
Pungsi, EKG, Kadar Obat Anti Epilepsi dalam darah
b. Radiologi: Rontgen Thoraks, BMD, MRI Otak
- CT Scan diperlukan untuk melihat lesi di otak
c. Elektrodiagnosis: EEG rutin, EEG deprivasi tidur, EEG monitoring
- EEG diperlukan untuk melihat adanya gelombang patologis
d. Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)

Adapun beberapa jenis/tipe dari epilepsi:


1. Bangkitan Umum
a. Tonik Klonik/Grand mal: Diawali dengan hilangnya kesadaran dan sering penderita akan
menangis. Jika berdiri, orang akan terjatuh, tubuh menegang (tonik) dan diikuti sentakan otot
(klonik)
b. Absans: Kejang ini biasanya dimulai pada masa anak-anak (tapi bisa terjadi pada orang dewasa),
seringkali keliru dengan melamun atau pun tidak perhatian. Terkadang dengan kedipan mata atau
juga gerakan mata ke atas. Durasi kurang lebih 10 detik dan berhenti secara tiba-tiba. Penderita akan
segera kembali sadar dan melanjutkan aktifitas yang dilakukan sebelum kejadian, tanpa ingatan
tentang kejang yang terjadi.
c. Tonik: Terjadi mendadak. Kekakuan singkat pada otot seluruh tubuh
d. Atonik: Terjadi mendadak, kehilangan kekuatan otot, menyebabkan penderita lemas dan terjatuh,
Biasanya terjadi cedera dan luka pada kepala
e. Mioklonik: Kejang berlangsung singkat, biasanya sentakan otot secara intens terjadi pada anggota
tubuh atas, pada kejang ini tidak terjadi kehilangan kesadaran.
2. Bangkitan Parsial/Fokal
a. Parsial Sederhana: Kejang singkat ini diistilahkan “aura” atau “warning” dan terjadi sebelum
kejang parsial kompleks atau kejang tonik klonik. Tidak ada penurunan kesadaran, dengan durasi
kurang dari satu menit
b. Parsial Kompleks: Serangan ini dapat sangat bervariasi, bergantung pada area dimulai dan
penyebaran di otak. Banyak kejang parsial kompleks dimulai dengan tatapan kosong, kehilangan
ekspresi atau samar-samar, penampilan bingung. Kesadaran terganggu, setelah kejang penderita
sering bingung dan mungkin tidak mengingat apa-apa.

19
NEUROLOGY REVIEW

c. Kejang Umum Sekunder


3. Tidak terklasifikasi

Tatalaksana

- Medikamentosa (sesuai indikasi, tipe kejang dan sindrom epilepsi) (PO)


o Fenitoin 4-6 mg/kgBB bid
o Carbamazepin XR 15-18 mg/kgBB bid
Untuk kejang tonik-klonik dan kejang fokal. Tidak efektif untuk kejang absens. Dapat
memperburuk kejang myoklonik. Dosis total 600-1200 mg dibagi menjadi 3-4 dosis per hari.
Obat ini merupakan obat pilihan untuk pasien epilepsi pada kehamilan
o Asam valproate 20-60 mg/kgBB od/bid
Efektif untuk kejang fokal, kejang tonik-klonik, dan kejang absens. Dosis 400-2000 mg dibagi
1-2 dosis per hari
o Levetiracetam 20-40 mg/kgBB bid Topiramat 3-9 mg/kgBB bid
o Lamotrigin 100-400 mg bid
Lamotrigine, efektif untuk kejang fokal dan kejang tonik-klonik. Dosis 100-200 mg sebagai
monoterapi atau dengan asam valproat. Dosis 200-400 mg bila digunakan bersama dengan
fenitoin, fenobarbital, atau karbamazepine.
o Oxcarbazepin 300-900 mg bid
o Zonisamid 100-300 mg tid
o Clonazepam 2-8 mg bid
o Clobazam 10-30 mg tid
o Fenobarbital 2-4mg/kgBB bid
o Gabapentin 300-900mg tid
o Pregabalin 150-600mg b/tid
- Non Farmakologis : Fisioterapi, psikoterapi, Behavior Cognitive Therapy
- Intervensi/Operasi: Hipokampektomi, Amigdalohipokampektomi, Temporal lobektomi,
Lesionektomi

Gangguan Gerak (Sindrom/Penyakit Parkinson)

Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer. Pada
Penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan
sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung

20
NEUROLOGY REVIEW

kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat untuk menghentikan progresifitasnya. Progresifitas
penyakit bervariasi dari satu orang ke orang yang lain.

Diagnosis

1. Anamnesis
Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan
perjalanan penyakitnya berlangsung perlahan-lahan,
sehingga sering terlepas dari perhatian. Biasanya hanya
mengeluhkan perasaan kurang sehat atau sedikit
murung atau hanya sedikit gemetar.
Parkinson memiliki trias: tremor, rigiditas,
bradykinesia
Adapun beberapa anamnesis yang mengarahkan pada
penyakit parkinson antara lain:
- Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan
pasti
- Perjalanan gejala semakin memberat
- Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu akan mengenai kedua sisi atau
batang tubuh.
- Jenis gejala yang mungkin timbul
o Merasakan tubuh kaku dan berat
o Gerakan lebih kaku dan lambat
o Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca
o Ayunan lengan berkurang saat berjalan
o Kaki diseret saat berjalan
o Suara bicara pelan dan sulit dimengerti
o Tangan atau kaki gemetar
o Merasa goyah saat berdiri
o Merasakan kurang bergairah
o Berkurang fungsi penghidu / penciuman
o Keluar air liur berlebihan
- Faktor yang memperingan gejala : istirahat, tidur, suasana tenang
- Faktor yag memperberat gejala : kecemasan, kurang istirahat
- Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap pengobatan
- Kita juga dapat menanyakan mengenai riwayat stroke, trauma kepala, infeksi otak, tumor otak,
gangguan keseimbangan atau mengonsumsi obat-obatan tertentu (anti mntah, obat psikosis)

21
NEUROLOGY REVIEW

2. Pemeriksaan Fisik
- Pengamatan saat pasien duduk
o tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai bawah.
o ekspresi wajah seperti topeng / face mask (kedipan mata dan ekspresi wajah menjadi datar),
o postur tubuh membungkuk,
o tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun relatif jarang) misalnya kepala,
rahang bawah, lidah, leher atau kaki
- Pemeriksaan bradikinesia
o Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan seterusnya berulangulang, makin lama
makin berkurang amplitudo dan kecepatannyanya
o Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu tangan) secara berulang-ulang
makin lama makin berkurang amplitudo dan kecepatannyanya
o Tulisan tangan makin mengecil
o Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti membuka kancing baju
o Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan artikulasi mejadi tidak jelas, kadang-
kadang seperti gagap
- Pengamatan saat pasien berjalan
o Kesulitan / tampak ragu-ragu saat mulai berjalan (hesitancy), berjalan dengan kaki diseret
(shuffling), jalan makin lama makin cepat (festination),
o Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak maupun dikeduanya.
o Gaya berjalan pada parkinson: Marche a petit pas (langkah kecil dan pendek)
- Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot : gerakan secara pasief oleh pemeriksa, dengan
melakukan fleksi-ekstensi secara berurutan, maka akan dirasakan tonus otot seperti ‘roda gigi’.
Biasanya dikerjakan di persendian siku dan lengan.
- Pemeriksaan instabilitas postural / tes retropulsi : pasien ditarik dari belakang pada kedua
bahunya untuk melihat apakah pasien tetap mampu mempertahankan posisi tegak.
- Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari Penyakit Parkinson:
o Pemeriksaan refleks patologis : refleks patologis negatif
o Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas : gerakan okulomotor normal
o Pemeriksaan tekanan darah postural
o Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi –adakah inkontinensia
o Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat berjalan
o Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan penyakit.

3. Pemeriksaan Penunjang: CT scan kepala, MRI kepala, Ultrasonografi transkranial

22
NEUROLOGY REVIEW

Tatalaksana

- Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal, serta dapat diberikan cairan infus 2 jalur untuk
mencegah terjadinya syok
- Pada Immobilisasi dan stabilkan leher menggunakan cervical collar.
- Stabilisasi Medis: pada penderita tetraparesis atau tetraplegia
o Periksa vital signs
o Pasang NGT
o Pasang kateter urin
o Segera normalkan vital signs. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD
(analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl
Prednisolone, dalam kurun waktu 8 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio
medula spinalis.

Terapi menggunakan L-Dopa karena dopamine tidak dapat tembus secara langsung ke BBB sehingga
digunakan L-Dopa yang akan dikonversi menjadi dopamine oleh tubuh

Neuropediatri

Beberapa penyakit pada neuropediatri:

1. Kejang pada anak (Kejang demam, ETOF)


2. Cerebral palsy
3. Gangguan pertumbuhan
4. Disfungsi minimal otak (DMO)
5. Domain kognitif: bahasa, memori, atensi, visuospasial, fungsi eksekusi

Neurobehavior/Neurogeriatrik

1. Fungsi kognitif (bahasa, memori, atensi, visuospasial, fungsi eksekusi)


2. Forgetfullness (lupa wajar)
Kondisi lupa yang wajar, ciri-cirinya yaitu apabila pasien diberi petunjuk dia akan mengingatnya atau
apabila diberi opsi jawaban dia bisa mengingat.
3. Mild Cognitive Impairment
Kondisi kelainan namun belum mempengaruhi daily life jadi pasien masih dapat melakukan ADL.
4. Demensia: vaskuler, Alzheimer

23
NEUROLOGY REVIEW

Ada gangguan fungsi kognitif ditambah tidak dapat melakukan ADL

Nyeri dan nyeri kepala

Nyeri: respon sensorik dan emosional


(bersifat subjektif) dinilai dengan VAS atau
NRS

Nyeri neuropati: diabetic, post herpes

Nyeri kepala: nyeri yang dirasakan dengan


lokasi dari atas orbita sampai
leher/tengkuk

Nyeri kepala primer: Migrain, TTH, Cluster


(tidak didapatkan lesi struktural pada
kepala)

Nyeri kepala sekunder: didapatkan adanya


lesi structural

Stroke

24
NEUROLOGY REVIEW

Stroke merupakan deficit neurologi fokal akut. TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan suatu penyakit
yang sama dengan stroke namun sembuh sempurna dalam 24 jam (mengalami perbaikan bukan perburukan
overtime). TIA merupakan faktor risiko dari stroke.

Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik (ICB, SAH) dan stroke non hemoragik/stroke iskemik
(thrombosis, emboli serebral). Stroke iskemik/non-hemoragik stroke dapat dibagi Kembali menjadi 3 yaitu:
RIND (reversible ischemic neurological deficit), stroke in evolution (progressing stroke), dan completed
stroke.

Stroke hemoragik biasanya muncul dengan deficit neurologis fokal yang tiba-tiba yang mungkin disertai
dengan perubahan status mental, sakit kepala, dan muntah. Dapat dibagi menjadi dua yaitu intra cerebral
haemorrhage (ICH) dan subarachnoid haemorrhage (SH). Pada ICH didapatkan adanya peningkatan TIK
dan SH didapatkan biasanya disebabkan karena tekanan darah otak, aneurisma, dan AVM.

Neuro Ophtalmology/Otology

25
NEUROLOGY REVIEW

Neurooptalmologi: penurunan visus, diploplia, strabismus, lapang pandang

Neurotologi: vertigo perifer dan sentral (sensasi rotasi tanpa adanya rotasi yang sebenarnya) diperlukan Tes
Dix Halpike. Vertigo perifer: BPPV, Meniere Syndrome, Labirynitis. Vertigo sentral: Stroke Vertebrobasilar

Neuro-onkologi

1. Tumor serebri
Gejala umum: nyeri kepala, muntah proyektil
Gejala fokal: deficit neurologi
Gejala fokal yang menyesatkan(?)
2. Tumor serebri primer
3. Tumor serebri sekunder
4. Tumor medulla spinalis: primer dan sekunder

26
NEUROLOGY REVIEW

Anamnesis

Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada
empat pokok pikiran (The Foundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Dengan menggunakan anamnesis yang baik 70% diagnosis sudah dapat ditegakkan.

Basic Four/The Fundamental Four

Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu
umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan

1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Meliputi chief complain/keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Sebaiknya tidak lebih dari satu
keluhan dan lainnya dimasukan pada keluhan tambahan
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya dan sudah
berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan
sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap,
imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita), riwayat melahirkan, transfusi
dsb.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga
(diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular, alergi, dsb.
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan pernikahan,
kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat- obatan, aktivitas
seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).

Sacred Seven

1. Lokasi
Perlu ditanyakan lokasi spesifik untuk mengetahui letak pasti dari keluhan pasien seperti ketika
pasien mengalami nyeri kepala, kita harus tau di mana nyeri kepala yang dialami, apakah di wajah,
di bagian depan, dan sebagainya.
2. Onset/Awitan
Onset ditanyakan untuk menentukan apakah keluhan bersifat akut, sub-akut, kronis yang mengalami
eksaserbasi akut, dan sebagainya.
3. Kuantitas keluhan
Nyeri ringan atau berat? Seberapa sering terjadi?

27
NEUROLOGY REVIEW

4. Kualitas keluhan
Nyeri seperti apa? (berdenyut/terikat/tersetrum/tertusuk-tusuk/dsb)
5. Faktor memperberat dan faktor memperingan
6. Kronologis
Dikaitkan dengan bagaimana perjalanan penyakit serta keseharian (misalnya pada MG pasien
mengalami perburukan pada siang/sore hari)
7. Keluhan Penyerta
Keluhan yang menyertai keluhan utama

Anamnesis Khusus Neurologi

Anamnesis pada bagian neurologi harus dapat menegakkan diagnosis klinis, diagnosis topis, dan diagnosis
etiologi. Berikut began untuk menegakan diagnosis topis:

Untuk mengetahui diagnosis harus dilakukan pemeriksaan fisik untuk membedakan apakah lesi ada di SSP
atau SST dan sebagainya, biasanya menggunakan reflex, tonus, topik.

SSP: UMN
SST: LMN
Otak:
Medula Spinalis:
Cortex: Sindrom Lobus
Sub Cortex: trias kapsula interna
Brain stem: sindrom?

Diagnosis etiologi disingkat dengan VITAMINE

28
NEUROLOGY REVIEW

Vaskular
Infeksi
Trauma
Autoimmune
Metabolic
Idiopatic
Neoplasma
Epilepsi

29
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Sensibilitas

Sistem Sensoris

Sistem sensoris adalah suatu sistem yang menerima stimulus baik dari lingkungan eksternal maupun
internal maupun internal dan mengubahnya menjadi impuls saraf untuk pengenalan kondisi tubuh, memicu
gerakan refleks, dan memicu respon lainnya terhadap stimulus. Stimulus akan diterima oleh reseptor (nyeri,
raba, suhu) » ganglion saraf sensorik »
medulla spinalis posterior » traktus
asenden » relay di thalamus » naik ke
korteks persepsi sensorik di lobus parietal
» respon

Pemeriksaan klinis neurologis harus


dilakukan secara sistematis mulai dari GCS
» Meningeal Sign » Cranial Nerve »
Motoric (tenaga, tonus/klonus, refleks,
koordinasi) » sensorik » otonom » fungsi
luhur

Reseptor

Dalam tubuh manusia terdapat berbagai reseptor dan bekerja tergantung dengan stimulus apa yang sedang
didapatkan oleh tubuh (nyeri/raba/suhu). Jenis-jenis reseptor yaitu:

1. Ekstroseptor
▪ Tangoreseptor (alat dari merkel, alat dari meissner dan serabut perasa akar rambut)
▪ Nosiseptor (free nerves
▪ Termoreseptor (alat dari rufini & alat dari krause) ending)

30
NEUROLOGY REVIEW

2. Proprioseptor
▪ Kerucut otot (muscle spindle) pada otot
▪ Alat golgià pada tendon
▪ Alat pacinià peritoneum, pleura, pericard
3. Viseroseptor/interoseptor
▪ Ujung saraf bebas susunan saraf simpatik
➢ Sadar → vesica urinaria, rectum,lambung
➢ Tdk sadar→ paru, usus, limpa, hati, pembuluh darah

Dermatome

Suatu daerah di kulit yang disarafi oleh radiks posterior suatu segmen medulla spinalis. Dapat dipergunakan
untuk menentukan tingginya lesi pada medulla spinalis.

Pemeriksaan Sensibilitas

Tujuan pemeriksaan sensibilitas:

31
NEUROLOGY REVIEW

▪ Menentukan apakah terdapat area yang mengalami gangguan sensibilitas (hilang, menurun,
meningkat, perubahan sensasi)
▪ Menentukan modalitas sensibilitas yang mengalami gangguan
▪ Menentukan derajat gangguan
▪ Menentukan distribusi gangguan
▪ Membandingkan antara bagian kanan kiri, proksimal distal, cranial caudal

Syarat pemeriksaan sensibilitas:

▪ Pasien sadar dan kooperatif (GCS harus 15). Apabila GCS pasien baik namun tidak kooperatif karena
berbagai alasan lebih baik dihentikan dan ditulis tidak dapat dievaluasi kemudian dilanjutkan besok
paginya.
▪ Pasien memiliki atensi dan respon verbal yang baik.
▪ Pasien memiliki kecerdasan yang cukup

Hal yang penting untuk dilakukan:

▪ Menunjukkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan


▪ Mendemonstrasikan stimulus yang akan diberikan
▪ Pasien dijaga untuk menutup mata (tidak melihat bagian yang diperiksa)
▪ Stimulus tidak dilakukan pada pasien yang lelah atau sesak napas
▪ Tidak diperbolehkan memberikan penekanan atau provokasi seperti “apakah terasa?” “apakah
nyeri?”. Lebih baik langsung bertanya “ini bagaimana, bu?”
▪ Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi tubuh dan dibandingkan
▪ Dimulai dengan sisi yang normal terlebih dahulu
▪ Intensitas perangsangan harus diubah-ubah

Hasil pemeriksaan

1. Normal
2. Menurun/hilang
Analgesia, anestesia, hipoalgesia, hipoanestesia
3. Meningkat
Allodynia, hyperalgesia, hiperpatia
4. Berubah
Parestesia, disetesia, alestesia

32
NEUROLOGY REVIEW

Fungsi Sensori (Secara Klinis)

Modalitas Primer

1. Raba halus
▪ Reseptor: ujung saraf bebas, corpusculum Merkel,
Meissner, Paccini, Ruffini.
▪ Dihantarkan melalui serabut A-Beta, A-Gama dan A-
delta. Serabut pembawa sensasi taktil bercabang dua
ketika memasuki Medula Spinalis menjadi
➢ Raba kasar dihantarkan melalui sistem
anterolateral kontralateral
➢ Raba halus, diskriminasi dan lokalisasi taktil
dihantarkan melalui kolumna posterior ipsilateral
(fasikulus Grasilis dan Fasikulus Kuneatus
▪ Relay di thalamus pada VPL
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Menunjukan dan mendemonstrasikan kepada pasien terlebih dahulu kemudian minta
pasien untuk menutup mata selama pemeriksaan
➢ Sentuh kulit dengan kapas/kertas/tisu/bulu /sikat lebut/sentuhan halus
➢ Respon = jawaban “ya” atau “terasa” atau “lebih terasa di sebelah kanan/kiri” atau “tidak
terasa”
➢ Bandingkan kiri kanan
➢ Teliti bandingkan yang sehat dengan dicurigai
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Anestesia
➢ Hipestesia
2. Nyeri dan Suhu
▪ Reseptor
➢ Nyeri: nosiseptor - ujung saraf bebas dan mukosa
➢ Suhu : ujung saraf bebas dermis
o Panas : corpusculum rufini
o Dingin : corpusculum krause
➢ Impuls nyeri dan suhu dihantarkan melalui serabut A-delta dan serabut C
➢ Melalui traktus spinotalamikus lateralis menuju thalamus

33
NEUROLOGY REVIEW

▪ Pemeriksaan Nyeri Superfisial


➢ Teknik pemeriksaan:
o Pemeriksaan menggunakan jarum pentul atau
benda tumpul tajam
o Rangsang pada kulit mulai dari daerah yang
normal dan minta px membuka mata saat
pengenalan, kalo pasien sudah paham baru
suruh tutup mata.
o Respon = tajam/tumpul; sama/beda
➢ Interpretasi pemeriksaan:
o Normal
o Analgesia
o Hipalgesia
o Hiperalgesia
▪ Pemeriksaan Nyeri Dalam
➢ Teknik pemeriksaan:
o Pemijatan pada otot betis, tendon achhiles, menekan antara ibu jari, telunjuk, testis
o Respon → terasa; nyeri/tidak

34
NEUROLOGY REVIEW

▪ Pemeriksaan suhu
➢ Teknik pemeriksaan
o Tabung air hangat (40-45oC) dan tabung air
dingin (5-10oC). Suhu air tidak perlu sepenuhnya
sama hanya yang penting harus memiliki
perbedaan antara tabung panas dan dingin.
o Penting untuk memperkenalkan panas dan
dingin kepada pasien kemudian apabila sudah
paham minta pasien menutup mata
o Mulai pada sisi yang sehat terlebih dahulu
o Jeda + 2 detik bergantian sesuai peta dermatom
o Respon = panas/dingin
➢ Interpretasi pemeriksaan:
o Normal
o Termanestesia
o Termihipestesia
o Termihiperestesia
3. Proprioseptif
▪ Reseptor: muscle spindle
▪ Dihantarkan melalui serabut bermielin
yang berdiameter besar
▪ Serabut pembawa sensasi proprioseptif
memasuki medula spinalis:
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke
bawah dihantarkan menuju ke
Medula melalui fasikulus Gracilis
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke atas
dihantarkan menuju ke Medula
melalui fasikulus Cuneatus
▪ Relay di thalamus pada VPL

35
NEUROLOGY REVIEW

▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Mengenalkan pemeriksaan terhadap pasien dan
mendemonstrasikan
➢ Apabila pasien sudah memahami minta pasien
untuk menutup mata dan minta pasien agar
jarinya rileks
➢ Memegang sisi lateral dari jari. Jari dipegang
pada bagian ujung saja (batasannya kira-kira
sampai kuku) dan kemudian digerakkan naik
atau turun (atau ke segala arah)
➢ Respon pasien berupa naik/turun atau posisi
jari
➢ Dilakukan pada keempat ekstremitas
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Kinanestesia
➢ Kinhipestesia

4. Getar
▪ Reseptor: corpusculum Paccini, corpusculum Merkel, corpusculum Meissner
▪ Dihantarkan melalui serabut bermielin yang berdiameter besar
▪ Serabut pembawa sensasi vibrasi memasuki Medula Spinalis:
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke bawah dihantarkan menuju ke Medula melalui fasikulus
Gracilis
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke atas dihantarkan menuju ke Medula melalui fasikulus
Cuneatus
▪ Relay di thalamus pada VPL
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Menggunakan garpu tala 128/256 Hz dan digetarkan sebelum
disentuhkan pada bagian tubuh pasien
➢ Mengenalkan pemeriksaan terhadap pasien dan
mendemonstrasikan
➢ Apabila pasien sudah paham minta pasien untuk menutup mata
➢ Menggetarkan terlebih dahulu dan ditaruh pada bagian tubuh
yang menonjol/keras (tuberositas tibialis, malleolus, sternum,

36
NEUROLOGY REVIEW

prosesus stylodeus radialis/ulnaris, olecranon dan acromion, ujung jari tangan, pergelangan
tangan, bahu) serta disesuaikan dengan peta dermatome
➢ Respon: getar/tidak
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Palanestesia
➢ Palhipestesia
5. Tekanan
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Benda tumpul / jari tangan
➢ Melakukan penekanan saat mata pasien
tertutup
➢ Penekanan yang cukup
➢ Struktur dalam (otot, tendon, saraf)
➢ Respon = ada tekanan/tidak
➢ Bandingkan kanan kiri, cranial atau caudal
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Barestesia
➢ Barhipestesia

Modalitas Sekunder

Disebut juga sebagai modalitas sensori sekunder atau fungsi sensoris serebral. Stimulus modalitas primer
yang diterima oleh korteks sensoris primer diolah area asosiasi sensorik (area 5 dan area 7) pada lobus
parietal. Syarat pemeriksaan modalitas sekunder yaitu pemeriksaan modalitas sensorik primer dalam batas
normal serta pasien sadar dan kooperatif.

1. Diskriminasi 2 titik
Teknik pemeriksaan:
o Menggunakan jarum pentul atau jangka
o Menusukkan 2 jarum, jarak dapat diperlebar
o Jarak tergantung daerah
Semakin kecil area yang diperiksa, misalnya pada
lidah, maka px akan cenderung lebih sensitif
untuk mengenali 2 titik tersebut dalam jarak yang
dekat. Tapi kalo dilakukan di punggung atau paha,
pasien baru bisa mengenali apabila dilakukan

37
NEUROLOGY REVIEW

dalam jarak yang jauh. Jadi semakin kecil area yang diperiksa, maka sensitifitasnya akan
semakin besar dibandingkan dengan area yang luas. Semakin lebar/luas area yang diperiksa,
maka jarak anatara 2 titik akan semakin lebar.
o Px menjawab 1 atau 2 titik

Interpretasi pemeriksaan: diskriminasi spasial jika pasien hanya bisa membedakan 2 titik dengan
jarak lebih dari nilai normal → gangguan

2. Stereognosis (mengenali benda)


Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila sensasi ekstreseptif dan proprioseptif normal serta pada pasien
tidak ada kelemahan motorik

Teknik pemeriksaan:
o Memperkenalkan kepada pasien benda yang akan digunakan (benda yang digunakan adalah
benda yang umum seperti kunci, uang logam, kancing, cincin atau yang mudah dikenali)

38
NEUROLOGY REVIEW

o Apabila sudah paham minta pasien untuk menutup mata dan memberikan benda ke telapak
tangan pasien
o Minta pasien mengidentifikasi benda yang diberikan
o Respon = mengenali benda/mengenali bentuk dan ukuran dan mengetahui nama benda,
apabila pasien mengenali namun tidak dapat menyebutkan nama benda hal itu juga termasuk
kelainan (aphasia)

Interpretasi pemeriksaan:

o Normal
o Asteriognosia-bisa mengenali saat membuka mata, tidak bisa saat menutup mata → kedua sisi
→ lesi difus
o Agnosia taktil → salah satu sisi → parietal kanan

3. Grafestesia (identifikasi gambar


Teknik pemeriksaan
o Menjelaskan kepada pasien prosedur yang
akan dilakukan
o Setelah pasien paham minta pasien untuk
menutup mata
o Menuliskan angka atau huruf pada telapak
tangan pasien. Angka yang dituliskan harus
cukup besar dan jelas untuk dapat
diidentifikasi.
o Respon = pasien diharapkan mengenali
tulisan angka atau huruf
Interpretasi pemeriksaan
o Normal
o Grafanestesia
4. Atensi sensorik
➢ Bagian tubuh homologi disentuh secara bersamaan secara halus
➢ Diminta menjawab sisi mana yang disentuh
➢ Dapat juga dilakukan dengan benda tajam atau tumpul antara kedua sisi
➢ Lesi lobus parietal tidak dapat mengidentifikasi rabaan pada sisi tubuh kontralateral lesi saat
disentuh bersamaan
5. Barognosis (membedakan berat)
Teknik pemeriksaan:

39
NEUROLOGY REVIEW

o Tunjukkan dan jelaskan kepada pasien prosedur pemeriksaan


o Setelah pasien paham minta pasien untuk menutup mata
o Taruh kedua barang (gunakan dua barang dengan berat yang berbeda secara signifikan yang
dapat dibedakan oleh orang normal) pada telapak tangan pasien
o Minta pasien membedakan benda yang lebih berat dan benda yang lebih ringan dengan mata
tertutup.
Interpretasi pemeriksaan
o Normal
o Abarognosis
6. Topognosis (pemetaan)
Teknik pemeriksaan
o Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien
o Setelah pasien paham minta pasien untuk menutup mata
o Menyentuh area tubuh pasien dengan jari
o Minta pasien untuk memberitahu bagian tubuh mana yang
disentuh oleh pemeriksa secara spesifik seperti pipi
kiri/bawah telinga, tungkai atas, tungkai bawah, dsb
Interpretasi pemeriksaan
o Normal
o Atopognosis

40
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Fungsi Luhur

Lima domain utama dari fungsi luhur yaitu eksekutif, atensi, memori, bahasa, dan visuospasial. Kelima
komponen ini akan terlibat pada proses merencanakan, memulai, melaksanakan, dan mengawasi.

Struktur otak yang paling berperan dalam proses


kognitif yaitu:

Hipokampus (lokasinya di bagian medial dari


lobus temporal)
Lobus temporalis
Singulate (di area corpus callosum bagian lateral
yang merupakan integrasi memori, terutama
emosional)
Korteks prefrontal (berkaitan dengan fungsi
eksekutif, perencanaan, abstraksi,
pertimbangan)
Ganglia basalis
Sistem limbic dalam (termasuk thalamus dan hypothalamus)

Kemampuan Hemisfer Kiri Kemampuan Hemisfer kanan


Komunikasi verbal, linguistic Komunikasi non-verbal, pragmatic
Simbolik, propositional Visual, imajinatif
Praksis Pengenalan wajah
Rincian internal Konfigurasi eksternal
Proses aritmatik, logis analitis Susunan spasial, holistic intuitif
Serial Paralel
Fokus Difus
Perbedaan Persamaan
Bergantung waktu Tidak Bergantung waktu
Segmentasi Spesial, global
Pola piker konvergen Pola piker divergen

Hemisfer kanan biasanya berkembang pada anak kecil dengan usia di bawah 5 tahun sehingga anak tersebut
lebih imajinatif dan visual, baru setelah berusia 5 tahun anak akan mengembangkan hemisfer kiri dan mulai
berpikir secara logika serta belajar membaca, menulis, dan berhitung.

41
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan fungsi kortikal luhur (neurobehaviour) merupakan pemeriksaan status mental yang merupakan
bagian dari pemeriksaan neurologi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan aturan berjenjang (pemeriksaan
dasar kemudian pemeriksaan yang lebih kompleks). Pemeriksaan ini dikorelasikan untuk megetahui
diagnosis topis pasien. Syarat pemeriksaan ini adalah pasien sadar dan fully alert (ARAS dan korteks serebri
harus berfungsi)

Setiap pasien dinilai berdasarkan fungsi non-kognitif (perubahan perilaku) dan fungsi kognitif yang selalu
meliputi 5 modalitas yaitu:

1. Fungsi atensi
2. Fungsi bahasa
3. Fungsi memori
4. Fungsi visuospasial
5. Fungsi eksekutif

Terdapat 9 modalitas yang dievaluasi dengan checklist pada pemeriksaan fungsi luhur yaitu atensi dan
konsentrasi, bahasa, memori, visuospasial, praksis, kalkulasi, mengambil keputusan, reasoning, dan berpiir
abstrak. Sebelum melakukan pemeriksaan fungsi kognitif perlu dilakukan evaluasi awal berupa anamnesis
dan tingkat kesadaran (GCS).

ATENSI (1)

Kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu (spesifik) dan mengabaikan
stimulus lain baik stimulus internal maupun stimulus eksternal yang tidak perlu atau dibutuhkan (B.O +
Limbic + CC). Apabila terdapat gangguan pada atensi maka akan memengaruhi memori, bahasa, dan
eksekutif. Kalua pasien atensi sudah buruk kita tidak dapat lagi melanjutkan ke pemeriksaan berikutnya
(pemeriksaan berjenjang). Beberapa cara untuk memeriksa atensi:

1. Digit span/digit repetition

a. Menyebutkan beberapa angka → minta px mengulang urutan angka yang kita sebutkan
b. Dibaca dengan intonasi normal, setiap digit/ detik
c. Misalnya dengan menggunakan:
o 3-7
o 7-4-9
o 8-5-2-7, dst.
d. Skor:
o Normal (pasien dgn inteligensia rata-rata): 5-7 angka
o Gangguan atensi < 5 angka

42
NEUROLOGY REVIEW

2. Vigilance/”A” Random Letter


a. Meminta pasien untuk mengetuk meja ketika mendengar huruf A dari deret huruf yg akan kita
baca
b. Misalnya huruf yang digunakan:
LTPEAOAICTDALAA
ANIABFSAMRZEOAD
P A K L A U C J T O E A B A A,dst
c. Skor:
o Normal: mampu menyelesaikan tanpa kesalahan
o Ommision error: tidak mengetuk saat disebut
o Comission error: mengetuk saat tidak disebut
o Preservation error: tidak mampu menghentikan ketukan ketika disebut
BAHASA (2)
Bahasa merupakan alat komunikasi utama dan dasar kemmapuan kognitif. Gangguan berbahasa (afasia) ada
dua yakni fokal atau global. Gangguan fokal misalnya Ketika pasien sulit membaca atau berbicara, sedangkan
pada gangguan global pasien tidak mampu pada semua modalitas bahasa. Komponen berbahasa ada: bicara
spontan, pemahaman/pengertian auditif, pengulangan, penamaan, membaca, dan menulis. Pusat berbahasa
didpatkan pada hemisfer kiri (pada 99% kinan dan 70% kidal). Pada pasien kidal afasia tidak seberat pasien
kinan dengan lesi yang sama pada hemisfer kiri. Bahasa juga merupakan dasar untuk kita dapat mempelajari
domain yang lain seperti memori, kalkulasi, dan sebagainya.

- Afasia motoric - broca → terganggunya komponen berbahasa yg ekspresif/sulit menyampaikan


keinginan dan maksudnya. Tetapi pemahamannya masih baik dan dapat memahami yang orang lain
katakan. Biasanya bicaranya hanya sepotong-sepotong

43
NEUROLOGY REVIEW

- Afasia sensorik - wernick → terganggunya komponen reseptif → bisa berbicara namun ngawur/kacau,
pemahaman dari katanya tidak ada (word salad). Tidak mampu membaca dan memahami
- Global → kedua komponen ekspresif dan reseptif terganggu → px mutism (tidak merespon sama
sekali seperti orang dengan vegetative stage/fungsi kortikal mendekati 0)
- Konduksi → pasien berbicara dengan lancer namun tidak dapat menyebut atau mengulang sesuatu
→ terganggunya bagian fasicullus arcuata (sirkuit yg menghubungkan area broca dan wernick).
Pada orang normal apabila diminta mengulang maka dia akan mendengar → masuk ke korteks
auditorik primer → korteks asosiasi → interpretasi (area broca).
- Anomik → tidak dapat menamakan sesuati → misalnya dia tidak dapat menamai sop maka dia akan
mendeskripsikan sesuatu berkuah berisi merah-merah dan empuk2
- Transkortikal sensorik dan motorik itu mirip seperti broca dan wernick, bedanya dia masih bisa
mengulang kata
- Aleksia → sulit membaca
- Agrafia → sulit menulis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk domain bahasa yaitu:


1. Bicara spontan dan kelancaran berbicara
Diperiksa dengan menggunakan pertanyaan-[ertanyaan terbuka secara spontan. Dinilai dengan
fluent (lancer) dan non-fluent (tidak lancer)
2. Pemahaman
Dapat dilakukan dengan tes keping-36 (modifikasi: token test), dinilai apakah pasien dapat mengikuti
instruksi atau tidak
3. Penamaan
Kesulitan untuk menyebutkan nama benda, orang, atau aksi yang ditunjukkan kepada pasien
merupakan salah satu gejala yang banyak dijumpai pada semua tipe sindrom afasia. Kelainan ini
disebut anomia. Dapat dinilai dengan meminta pasien menyebutkan nama dari benda yang kita
tunjukkan
4. Pengulangan
Menilai kemampuan pasien mengulang kata atau kalimat yang disebutkan pemeriksa, pemeriksaan
dimulai dari yang sederhana dan makin lama makin kompleks (kata-kalimat)
5. Membaca
Dinilai dari kemampuan mengerti stimulus tulisan berupa simbol, kata, ejaan, kalimat, dan paragraf
6. Menulis
Menilai mekanisme tulisan, menulis serial alfabet, dikte huruf, kata, menulis kalimat dan tulisan
narasi dari sebuah sumber gambar situasi

44
NEUROLOGY REVIEW

MEMORI (3)

Proses memori yaitu dari korteks sensoris ke sistem limbik yang membentuk pembelajaran baru. Dibagi
menjadi immediate memory, recent memory, dan remote memory. Gangguan memori (amnesia) ada 2 tipe
yaitu anterograde (kesulitan mengingat apa yang baru saja dilakukan) dan retrograde (kesulitan mengingat
yang lebih lama lagi)

VISUOSPASIAL (4)

Evaluasi visuospasial dilakukan dengan menilai kemampuan konstruksional seperti menggambar atau
menirukan bermacam-maca gambar (lingkaran, kubus) dan Menyusun balok. Pada domain ini semua lobus
berperan terutama lobus parietal dan hemisfer kanan. Untuk evaluasi ada gangguan perencanaan dan neglect
unilateral.

Pada visuospasial ini evaluasinya merupakan evaluasi paling komprehensif karena banyak hal yang harus
dievaluasi (pemahaman dan motorik) jadi pemeriksaan ini semakin kompleks yang artinya semakin banyak
modalitas yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan.

45
NEUROLOGY REVIEW

FUNGSI EKSEKUTIF (5)

Merupakan kemampuan kognitif seperti cara berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Lobus yang mengambil bagian yakni lobus frontal. Evaluasi fungsi eksekutif meliputi:

o Informasi (pengetahuan yang tersimpan)


o Kalkulasi (problem solving)
o Abstraksi
o Seri konsep
o Set shifting/shifting of idea

PEMERIKSAAN PENAPISAN FUNGSI LUHUR

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk


melakukan pemeriksaan fungsi luhur diantaranya
ada MMSE, D’Esposito (1998), Clock Drawing
Test, dan Skala Depresi Geriatrik.

46
NEUROLOGY REVIEW

MMSE (MINI MENTAL STATE EXAMINATION)

MMSE merupakan alat skrining yang komprehensif dan integrative yang mencakup 5 domain fungsi kognitif.

47
NEUROLOGY REVIEW

CLOCK DRAWING TEST

MINI COG

48
NEUROLOGY REVIEW

MOCA-INA

Merupakan suatu pengembangan dari MMSE dan berbagai penelitian menunjukkan bahwa MOCA INA ini
lebih unggul karena lebih sensitive untuk mendeteksi perubahan kecil/ringan.

49
NEUROLOGY REVIEW

ADL (Activity of Daily Living)

IADL

50
NEUROLOGY REVIEW

51
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Gerakan Involunter

Gangguan gerak

Timbul apabila terdapat gangguan pada sistem


piramidal, ekstrapiramidal, atau serebelum.
Untuk menghasilkan gerakan yang baik ketiga
sistem ini harus seimbang. Gangguan gerak
merupakan suatu sindroma di mana terdapat
gerak berlebihan atau berkurangnya gerakan
volunteer dan gerakan otomatik.

Gangguan gerak dapat dibagi ke dalam 2 bagian


yaitu gangguan fasilitasi gerak (hypokinesia) dan
gangguan supresi gerakan (hyperkinesia). Pada
hypokinesia gerekana cenderung lebih halus atau lebih berkurang, dapat ditemukan pada pasien Parkinson.

Gerakan Involunter

Merupakan suatu gerakan yang muncul dan tidak


dapat dikendalikan oleh penderita
Terjadi secara spontan dan tidak dapat dikendalikan
Meningkat sat stress dan cemas
Berkurang/hilang saat tidur
Gangguan terjadi pada basal ganglia (nucleus
kaudatus, putamen, globus palidus), substansia nigra,
dan nucleus subtalamik

Lokasi Spesifik Jenis Gangguan Gerak

1. Ganglia Basalis
a) Substansia nigra (bradykinesia, rest tremor)
b) Nukleus subtalamikum (balismus)
c) Nucleus caudatus (chorea)
d) Putamen (dystonia)
2. Non-Ganglia Basalis
a) Serebelum (ataksia, dysmetria, intension tremor)
b) Batang otak (reticular reflex myoclonus)
c) Korteks serebri (cortical reflex myoclonus)
d) Struktur limbic + ganglia basalis (tics)

52
NEUROLOGY REVIEW

Karakteristik Gerakan Involunter

Ritme
Amplitudo
Kecepatan
Stereotipi
Distribusi
Supresibilitas (bisa ditekan)
Hubungan dengan posisi, tidur, aktivitas, faktor
pencetus dan pemberat

Apabila terdapat gangguan gerak perlu untuk melihat


bentuknya apakah ritmis atau aritmis. Bila bentuk gerakannya ritmis itu biasanya tremor karena gerakannya
seperti itu saja dengan amplitude dan frekuensi yang sama (biasanya hanya dilihat apakah bentuk gerakan
konsisten atau tidak karena sulit untuk menentukan frekuensi dan amplitude secara pasti). Bila bentuk
gerakan aritmis maka dapat dibedakan menjadi 2 apakah terus-menerus atau singkat. Terus-menerus
biasanya terjadi pada dystonia, kalua singkat perlu diperhatikan lagi apakan dapat disupresi atau tidak.

Ini beberapa definisi dan gambaran


klinisnya. Pada Balismus biasanya
gambarannya lebih kasar dan menyerang
hanya sendi proksimal, chorea khasnya
dari proksimal hingga distal, sedangkan
atetosis hanya pada sendi distal (jari-jari)

53
NEUROLOGY REVIEW

Hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan

▪ Perluasan dari gerakan/distribusinya


▪ Pola, ritme, keseragaman, multiragam, dan regularitas dari gerakan
▪ Kecepatan dan frekuensi dari setiap gerakan
▪ Amplitude gerakan
▪ Hubungan dengan postur, istirahat, aktivitas volunter, involunter, kelelahan
▪ Hubungan dengan emosional
▪ Ada tidaknya gerakan saat tidur

1. Tremor
▪ Gerakan osilasi ritmik, selang-seling otot agonis dan antagonis, sinusoidal teratur.
▪ Tremor → fisiologis dan patologis
▪ Tremor fisiologis
➢ Getarannya tidak dapat dilihat dg mata, frek. 8-13 Hz
➢ Muncul pada saat kelelahan, ketakutan, emosi, kesadaran, rasa panas, dingin, medikasi
alcohol, penggunaan obat-obatan
▪ Tremor Patologis
➢ Berdasarkan lokasi, frek, amplitude, ritmik, etiologi
➢ Bisa unilateral/ bilateral
➢ Sering pada bagian distal ( jaro-jari dan tangan)
▪ Klasifikasi Tremor
1. Tremor istirahat
➢ Timbul pada bagian tubuh yg ditopang melawan gravitasi dan tidak ada kontraksi otot
volunter.
➢ Amplitudo meningkat selama stress/ gerakan umum (berjalan), dan berkurang dg
gerakan menujuk sasaran (tes telunjuk hidung)
➢ Sering pada Parkinson, tremor esensial, alcohol withdrawal.
➢ Bisa dievaluasi saat pasien duduk, px
diinstruksikan untuk meletakkan tangan di kasur
atau di paha, lihat apakah muncul gejala tremor
pada itu. biasanya akan menghilang pada saat
pasien diminta untuk fokus.
2. Tremor aksi
➢ Akibat kontraksi otot volunteer (saat istirahat
tidak muncul)

54
NEUROLOGY REVIEW

▪ Tremor postural → saat melawan


gaya gravitasi (merentangkan kedua
tangan ke depan)
▪ Tremor kinetic → muncul saat
melakukan gerakan volunter
▪ Tremor Intensi: pada lesi
serebelum (tremor yg muncul saat
ketepatan), seperti saat disuruh
nyentuh hidung
▪ Tremor isometric → muncul saat
melawam tahanan konstan
(mendorong dinding/tangan
pemeriksa)

Pada tremor postural pasien diinstruksikan untuk merentangkan tangan ke depan kemudian pemeriksa
amati apakah terdapat tremor atau tidak. Untuk tremor postural dia akan muncul saat dia melawan gravitasi.
Pada tremor intensi diperiksa dengan cara pasien menunjuk hidung (terjadi gangguan di cerebellar),
normalnya pasien dapat mengikuti arah gerakan dengan cepat tapi kalua pada gangguan cerebellar pasien
biasanya akan kebingungan saat menunjuk hidung, kondisi ini khas pada pasien gangguan cerebellar

2. Khorea
• Gerakan spontan, mendadak, singkat, cepat, tersentak-sentak.
• Ciri: involunter, irregular, tidak bertujuan, non ritmik dari ektremitas
proximal ke distal
• Timbul saat emosi, aktivitas, dan menghilang saat tidur

55
NEUROLOGY REVIEW

3. Atetosis
• Gerakan involunter yang berlangsung lambat,
terus-menerus, disertai tonus meningkat
• Ciri: involunter, irregular, kasar, ritmik,
menggeliat
• Ekstremitas bagian distal, leher, trunk

4. Ballismus
• Gerakan involunter yang tidak bertujuan, seperti
melempar (lebih kasar)
• Gerakan kasar, amplitude tinggi, kuat, mengenai bagian proximal dari ekstremitas
• Ciri: gerakan kontinue, hebat, mengayun, berputar, melilit
• Unilateral / bilateral (hemiballismus)

5. Distonia
• Gerak involunter yang timbul perlahan-lahan menghinggapi bagian proksimal tubuh
• Mengenai leher (tortikolis spasmodic), dan otot bagian proksimal

6. TIC (Habit Spasm)


• Gerakan singkat, berulang, stereotipik, kompulsif
• Mengenai Sebagian kecil otot tubuh misalnya otot wajah

7. Spasmus
▪ Kontraksi tonis involunter dari sekelompok otot, seperti anggota atas, bawah, atau otot leher.
▪ Spasme tonik:
➢ Tetani
➢ Krisis okulogirik

8. Mioklonus
• Kontraksi secara involunter yang mendadak,singkat, kasar, tetapi tidak sampai menimbulkan
gerakan tertentu.
• Beda dengan fasikulasi → pada mioklonus tenaga baik dan tidak atropi.

Pada pemeriksaan gerakan involunter kadang butuh untuk meminta pasien merekam gerakan saat pasien di
rumah untuk dibandingkan Ketika pasien ada di RS (apakah gerakan sama atau tidak), kemudian penting

56
NEUROLOGY REVIEW

ditanyakan apakah hilang saat tidur atau tidak. Selain itu penting untuk membedakan dengan kejang.
Caranya menanyakan kepada keluarga apakah pasien sadar atau tidak (kalua kejang pasien tidak sadar).

57
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Koordinasi

Koordinasi

Merupakan kemampuan seseorang melakukan gerakan kompleks dengan tangkas dan telat. Penderita tanpa
tanda-tanda kelumpuhan namun tidak dapat melakukan gerakan secara tangkas merupakan kondisi ataksia.

Cerebellum

• Major function: coordination of movement


• Help cerebral motor cortex achieves the synthesis and coordination of individual muscle contractions
required for normal voluntary movements
• “rate, range, and force” of movement

Coordination of movement
 Movement: coordination of contraction of agonists,
antagonists, synergysts and muscle fixation
 To begin a movement: agonists contract to execute the
movement; the antagonists relax or modify their tone to
facilitate it; the synergists reinforce the movement; and the
fixating muscles prevent displacements and maintain the
appropriate posture of the limb
 To terminate the movement, the antagonist contract and the
agonist relax.
 N. dentatus → perencanaan gerak
N. fastigialis → descending medial
 Vestibuloserebelum → mengatur gerakan
Spinoserebelum → koordinasi batang tubuh

Gangguan Koordinasi
Serebelum sebagai konduktor
• Kontrol normal dan regulasi kontraksi otot
• Pusat koordinasi gerakan volunter

Gangguan pada serebelum :

• Gangguan koordinasi
• Kaku dan gemetar
• Kesulitan melakukan gerakan tangkas tepat dan gerakan selang seling yang cepat

58
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Koordinasi

1. Uji Jari-Hidung

Normal: pasien dapat melakukan gerakan dengan tangkas dan tepat


Terganggu:
- Tidak mampu melakukan sesuai perintah, gerakan tidak tangkas, tepat, dan halus
- Dismetri: berhenti sejenak sebelum mencapai hidung dan mencapai hdung dengan perlahan,
gerakan berlebihan ketika mencapai hidung
2. Uji Hidung-Jari-Hidung
Pemeriksaan dilakukan dengan penderita menunjuk hidungnya sendiri → jari pemeriksa → hidung
penderita → jari pemeriksa dipindah-pindahkan semakin lama semakin cepat
Normal: dapat melakukan gerakan sesuai perintah, tangkas, dan cepat
Terganggu: gerakan tidak tangkas, tepat, dan halus

59
NEUROLOGY REVIEW

3. Uji Pronasi-Supinasi (Uji Diadokokinesis)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara:
- Posisikan penderita duduk dan tangan dijulurkan ke
depan
- Penderita melakukan gerakan pronasi supinasi
- Gerakan dari lambat hingga cepat
Normal: pergerakan simetris dan tangkas pada kedua tangan
Terganggu: penderita tangan melambat, tidak simetris, dan tidak
tangkas pada kedua tangan

4. Uji Tumit-Lutut
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita menempatkan tumit di atas lutut lalu tumit bergerak
mengikuti krista anterior tibia sampai ibu jari.
Normal: dapat melakukan pergerakan sesuai perintah dengan gerakan tangkas, tepat, dan halus.
Terganggu:
- Gangguan serebelum: penderita mengangkat kaki terlalu tinggi, memfleksikan kaki berlebihan
dan meletakkan tumit di bawah lutut
- Ataksia sensoris: penderita sulit memposisikan tumit di lutut dan sulit mempertahankan posisi
tumit hingga ibu jari

5. Uji Tepuk Lutut


Pemeriksaan dilakukan dengan Menepuk lutut dengan telapak dan punggung
tangan berganti-ganti
Normal: dapat melakukan pergerakan sesuai perintah dengan gerakan
tangkas dan tepat
Terganggu: gerakan menjadi melambat, tidak teratur, gerakan tidak tangkas,
tepat dan halus

60
NEUROLOGY REVIEW

6. Uji Ibu Jari Kaki Telunjuk


Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita diminta menyentuh telunjuk pemeriksa dengan ibu jari
kakinya secara berulang-ulang
Normal: dapat melakukan pergerakan sesuai perintah dengan gerakan tangkas, tepat, dan halus.
Terganggu: gerakan menjadi melambat, tidak teratur, gerakan tidak tangkas, tepat dan halus

7. Asinergi serebelar
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita tidur dengan tangan tersilang, kemudian penderita
diminta duduk tanpa bantuan lengannya
Terganggu: bila saat duduk kedua kaki bergerak ke atas (flexion combinee) → gangguan serebelar

8. Stewart – Holmes (Rebund Fenomena)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita diminta melakukan fleksi di sendi siku. Pemeriksa
menahan lengan bawah dan secara tiba-tiba dilepaskan
Terganggu: bila lengan bawah tidak dapat ditahan (memukul diri sendiri) → gangguan serebelar

9. Gaya Berjalan
Station: Bagaimana sikap, postur, atau cara berdiri penderita
Gait: Gaya berjalan penderita

61
NEUROLOGY REVIEW

Jenis-jenis gaya berjalan:


a. Langkah spastik
Terjadi pada penderita hemiparesis
Sirkumduksi: kaki spastik membuat suatu gerakan setengah lingkaran
Penyakit Little, scissor gait: kedua kaki satu sama lain saling bersilangan

b. Steppage gait
Steppage gait = Foot drop gait = langkah Ayam
High stepping horse = langkah kuda sirkus
Penderita mengangkat lututnya tinggi-tinggi → agar
jari kaki yang menyentuh lantai terangkat
→ kaki seolah-olah dijatuhkan kelantai → jari-jari
dahulu → tumit

c. Waddling gait
Merupakan nama lain dari gaya jalan bebek
→ diderita oleh penderita dengan kelemahan otot gelang panggul

62
NEUROLOGY REVIEW

d. Wide-Based gait
Wide-based gait = gaya jalan mengangkang =
ataksia serebelar
• Berdiri : penderita meletakkan tungkai
kanan berjauhan dengan tungka kirinya,
kedua kaki berjauhan
• Berjalan : tidak bisa berjalan dalam satu
garis lurus (tidak bisa meletakkan satu kaki
didepan kaki lainnya), Jatuh ke arah sisi
hemisfer serebelum yang rusak

e. Gaya jalan pemungut puntung rokok pada tabes dorsalis


Saat berjalan penderita selalu memperhatikan kakinya (mata selalu melirik ke arah kaki)
Mengangkat kakinya tinggi-tinggi dan menjatuhkan ke lantai

f. Marche a petit pas


Marche a petit pas = langkah menggeser
Langkah jalan kecil-kecil → makin lama makin cepat
Sulit mengontrol untuk berhenti hingga menabrak tembok
Penyakit Parkinson

g. Langkah pincang
Dialami oleh penderita yang mengalami nyeri di panggul,
penderita koksitis atau penderita salah satu kaki yang lebih
pendek

63
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Keseimbangan

1. Romberg Test
Pasien diminta untuk berdiri tegak dengan kedua kaki dirapatkan.
Kemudian pasien diamati apakah dapat mempertahankan keseimbangan dengan tetap berdiri tegak
baik dalam kondisi mata terbuka maupun tertutup
Interpretasi: apabila terjadi vestibulopati pasien akan cenderung jatuh ke salah satu sisi yang mengalami
lesi

Fukuda
Stepping Test
Romberg Test

2. Fukuda Stepping Test


Pasien diminta untuk berjalan di tempat selama 1 menit dengan mata tertutup
Interpretasi: pasien dengan vestibulopati akut akan terjadi perubahan langkah ke arah sisi yang
mengalami lesi

3. Tandem Gait Test


Pasien diminta untuk berjalan secara tandem, yaitu melangkah dengan kaki rapat pada satu garis lurus
Interpretasi: pasien cenderung jatuh ke salah satu sisi yang mengalami lesi

Shallow
Knee
Tandem Bend
Gait Test Test

4. Shallow Knee Bend Test


Pasien diminta untuk berdiri, kemudian salah satu tungkainya diangkat dan menekuk tungkai lainnya.
Hal ini dilakukkan pada masing-masing tungkai secara bergantian.

64
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Rangsang Meningeal

Pemeriksaaan ini dilakukan untuk melihat tanda-tanda meningeal, yaitu tanda yang muncul karena
tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang hipersensitif karena adanya:

1. Radang selaput otak (meningitis)


2. Perdarahan subarachnoid

Adapun beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menemukan tanda-tanda meningeal adalah:
Kaku kuduk, Kernig Sign, Lasegue Sign, Brudzinski I, II, III, IV.

Pemeriksaan Kaku Kuduk

- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal


- Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala
pasien
- Kemudian kepala difleksikan sampai dagu
mencapai dada
- Gerakan fleksi penerita secara pasif
- Dikatakan positif jika saat melakukan gerakan terdapat tahanan.

Pemeriksaan Kernig Sign

- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal


- Gerakan secara pasif, fleksi sendi panggul 90°
- Lalu ekstensi sendi lutut sampai 135°
- Dikatakan positif jika terdapat nyeri, tahanan dan tidak bisa
meluruskan lutut (>135°)

Pemeriksaan Lasegue Sign

- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal


- Salah satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan pada persendian panggul mencapai sudut 70°
- Dikatakan positif jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 70°

65
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Brudzinski I (Tanda leher)

- Pemeriksaan bersamaan dengan kaku kuduk


- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal
- Tangan kiri pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien dan tangan kanan pemeriksa di dada pasien
- Kemudian kepala difleksikan sampai dagu mencapai dada
- Dikatakan positif jika terdapat fleksi involunter pada kedua tungkai.

Pemeriksaan Brudzinski II (Tanda Kaki kontralateral)

- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal


- Salah satu tungkai difleksikan pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam
keadaan lurus
- Perhatikan kaki yang sedang dalam posisi lurus (kaki kontralateral)
- Dikatakan positif jika terdapat fleksi involunter pada kaki kontralateral.

Pemeriksaan Brudzinski III (Tanda Pipi)

- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal


- Tangan pemeriksa menekan kedua pipi tepat di bawah os zygoma
- Perhatikan sendi siku dan lengan
- Dikatakan positif jika terdapat fleksi involunter pada sendi siku dan lengan menghentak ke
atas.

Pemeriksaan Brudzinski IV (Tanda Simfisis)

- Pasien diminta tidur terlentang tanpa bantal


- Pemeriksa menekan simfisis pubis pasien
- Perhatikan tungkai bawah
- Dikatakan positif jika terdapat fleksi involunter pada kedua tungkai bawah.

66
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Nervus Kranialis

Pemeriksaan Nervus I (N. Olfaktorius)

- Nervus ini merupakan nervus sensoris yang bertujuan untuk mengetahui indra penciuman pasien
- Persiapan untuk pemeriksaannya:
1. Pastikan jalan nafas lapang tanpa sumbatan
2. Aroma yang di periksa : Teh, kopi, tembakau, daun jeruk
3. Pastikan pasien mengenali aroma yang akan di ujikan

- Cara Pemeriksaan:
1. Beritahu pasien mengenai pemeriksaan
2. Pasien diminta menutup mata
3. Identifikasi aroma yang di dekatkan pada hidung pasien
4. Pemeriksaan dilakukan pada kedua lubang hidung secara bergantian.

- Interpretasi:
1. Normal = aroma terbaui dengan baik
2. Anosmia = daya pembauan hilang
3. Hiposmia = daya pembauan kurang tajam

67
NEUROLOGY REVIEW

4. Hiperosmia = daya pembauan amat peka


5. Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang disium
6. Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan (mencium bau pesing, kakus)

Pemeriksaan Nervus II (N. Optikus)

- Nervus ini merupakan nervus sensoris yang bertujuan untuk mengetahui fungsi penglihatan
- Persiapan untuk pemeriksaannya:
o Pemeriksaan Ketajaman Pengelihatan (Visual Acuity) → Snellen Chart
o Pemeriksaan Lapang Pandang (Visual Field) →Tes Konfrontasi/Perimeter/Kampimeter
o Pemeriksaan Fundus → Funduskopi
o Pengenalan Warna → Test Ishihara
Pemeriksaan
Pemeriksaan Funduskopi
Lapang Pandang

Nervus III (N. Okulomotorius)

- Nervus ini merupakan nervus motorik


- Nervus ini mempersarafi otot-otot:
1. M. Levator Palpebrae
2. M. Rektus superior (engabduksi dan menggerakan bola mata ke atas)
3. M. rektus internus (menggerakan bola mata ke medial)
4. M. Oblikuus inferior (mengadduksi dan menggerakan bola mata ke atas)
5. M. Rektus inferior (disamping mengabuksi, menggerakkan bola mata ke bawah)

Nervus IV (N. Trochlearis)

- Nervus ini merupakan nervus motorik


- Nervus ini mempersarafi otot-otot:
1. M. Oblikuus superior (menggerakan bola mata ke sisi samping bawah)

68
NEUROLOGY REVIEW

Nervus VI (N. Abdusens)

- Nervus ini merupakan nervus motorik


- Nervus ini mempersarafi otot-otot:
1. M. Rektus eksternus (menggerakan bola mata ke samping)

Pemeriksaan Nervus III, IV, dan VI

- Ketiga Nervus ini merupakan nervus yang bertanggung jawab pada pergerakan bola mata pasien.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, ketiga nervus ini diperiksa bersama-sama untuk mengetahui
gerakan bola mata pasienm serta kelopak mata dan pupil.
- Persiapan untuk pemeriksaannya:
o Saat Istirahat → kedudukan bola mata dan observasi celah mata
o Gerakan Bola Mata
o Pemeriksaan Pupil Mata
- Tipe-tipe hasil pemeriksaan
1. Kedudukan Bola Mata
▪ Simetris
▪ Strabismus
▪ Exophtalmus
▪ Endophtalmus
2. Observasi celah kelopak mata
▪ Simetris
▪ Melebar -> Ptosis
▪ Menyempit -> Exophtalmus
3. Gerakan Bola Mata
▪ Gerakan monokular
▪ Atas Perintah
▪ Mengikut Objek Bergerak
▪ Gerak Konjugat reflektorik (doll’s
eye, nistagmus)

- Pemeriksaan Pupil:
1. Memeriksa bentuk, ukuran pupil dan posisi pupil
2. Membandingkan pupil kanan dan kiri
3. Pemeriksaan Refleks Cahaya Pupil

69
NEUROLOGY REVIEW

▪ Refleks cahaya langsung


▪ Refleks cahaya tidak langsung atau konsensuil
▪ Refleks Marcus-Gunn
➢ Juga disebut relative afferent pupillary defect (RAPD) atau cacat aferen pupillary, ini adalah
hasil abnormal dari uji senter-ayun di mana pupil pasien mengerut sedikit (karena itu tampak
melebar) ketika cahaya diayunkan dari mata yang tidak terpengaruh ke mata yang
terpengaruh.

- Interpretasi Pemeriksaan Pupil:

Pemeriksaan Nervus V (N. Trigeminus)

- Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai karena terdiri dari 3 cabang utama yang menyatu pada
ganglion Gasseri. Adapun ketiga cabang tersebut adalah:
1. Nervus oftalmikus (yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus paranasalis dan sebagian
dari selaput lendir hidung)

70
NEUROLOGY REVIEW

2. Nervus maksilaris (yang mensarafi rahang atas serta gigi-geligi,


rahang atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan
selaput lendir hidung
3. Nervus mandibularis (yang mensarafi rahang bawah, gigi-geligi
rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, lidah, sebagian dari meatus
akustikus eksternus, meatus akustikus internu dan selaput otak)
- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang bertujuan
untuk sensibilitas wajah serta otot pengunyah.
- Pemeriksaannya:
o Pemeriksaan Motorik
• Menggigit gigi sekuat-kuatnya
• Membuka mulut selebar-lebarnya
• Menggigit spatel sekuat-kuatnya
o Pemeriksaan Sensorik
• Harus dilakukan dengan pasien yang kooperatif
• Memberitahukan pemeriksaan yang kita lakukan dan apa yang harus dijawab oleh pasien
• Pemeriksaan dilakukan dengan mata tertutup, dan dilakukan pemeriksaan rasa raba, nyeri dan
suhu
o Refleks Trigeminal
• Reflek kornea
➢ Dilakukan dengan menggores sclera ke arah limbus kornea
➢ Respon normal akan terjadi kedipan mata
• Reflek masseter
➢ Dinamai juga dengan refleks mandibula
➢ Dapat ditimbulkan seperti berikut:
• Mulut penderita sedikit terbuka
• Jari telunjuk kiri pemeriksa ditempatkan di atas dagu penderita
• Jari telunjuk kiri kita diketok dengan jari tengah kanan kita (atau dengan palu refleks)
• Respon positif maka akan timbul kontraksi dari M. Masseterdan mulut itu akan menutup
dengan kerasnya (sampai bersuara)
• Reflek menetek
➢ Bila bibir penderita itu disentuh, maka tampak kecenderungan pada penderita untuk
menyedot benda yang menyentuhnya
➢ Refleks ini positif pada bayi, orang dewasa yang memiliki refleks ini adalah penderita dengan
atrofi korteks lobus frontalis

71
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Nervus VII (N. Facialis)

- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang berfungsi sebagai:
1. Pengecapan 2/3 anterior lidah
2. Ekspresi wajah (otot mimik wajah)
3. Sekresi kelenjar lakrimaris
- Pemeriksaannya:
o Pemeriksaan Motorik (untuk melihat penutupan kelopak mata, eevasi asimetri dari sudut bibir,
pendangkalan lipatan nasolabial)
• Mengerutkan dahi dengan cara melihat keatas (M. Frontalis)
• Menutup mata lalu pemeriksa mencoba memaksa membuka (M. Orbicularis oculi)
• Mengunci bibir sambil
menggembukan pipi (M.
Buccinator)
• Tersenyum sambil
memperlihatkan gigi (M.
Orbicularis Oris)
o Pemeriksaan sensoris :
• Pasien diminta untuk
menjulurkan lidah, kemudian dikeringkan dan dioleskan zat manis, asin, asam dan pahit.

Pemeriksaan Nervus VIII (N. Vestibulokoklearis)

- Nervus ini terdiri dari Nervus Vestibularis dan Nervus Cochlearis


- Nervus ini merupakan nervus sensoris yang berfungsi untuk pendengaran dan keseimbangan
- Pemeriksaannya:
o Pemeriksaan daya pendengaran
• Test Rinne
➢ Bertujuan untuk membandingkan hantaran udara dan tulang pada satu telinga pasien
➢ Garpu tala dibunyikan lalu ditempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien
(belakang meatus akustikus eksternus/MAE), setelah pasien tidak mendengar bunyi, segera
pindahkan garpu tala di depan MAE pasien.
➢ Hasil pemeriksaan yang:
• Positif: pasien masih dapat mendengarnya
• Negatif: pasien sudah tidak dapat mendengarnya
➢ Interpretasi test Rinne:

72
NEUROLOGY REVIEW

• Normal: Tes rinne positif


• Tuli konduktif: Tes rinne negatif (getaran dapat didengar tulang lebih lama)
• Tuli Persepsi, terdapat 3 kemungkinan
1. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala
2. Jika posisi II penderita raguragu mendengar atau tidak (Tes Rinne: +)
3. False Rinne (Pseudo-negatif atau pseudo-positif) apabila stimulasi bunyi ditangkap
oleh telinga yang tidak dites. Hal ini terjadi karena telinga yang tidak di tes
pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di tes.

• Test Weber
➢ Bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien
➢ Garpu tala dibunyikan lalu ditempatkan tegak lurus di pertengahan dahi. Penderita diminta
untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Bila kedua
telinga sama-sama mendengar, berarti tidak ada lateralisasi.
➢ Interpretasi test Weber:
• Normal: Bila diantara sisi kanan dan kiri sama kerasnya
• Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi telinga tersebut
• Pada lateralisasi ke ........... (kita misalkan ke kanan) maka terdapat kemungkinan:
1. Tuli konduksi lateralisasi ke telinga sakit
▪ Tuli konduksi sebelah kanan, misalnya ada otitis media di sebelah kanan
▪ Tuli konduksi kedua telinga, tapi gangguan pada telinga kanan lebih hebat
2. Tuli persepsi lateralisasi ke telinga sehat
▪ Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
di sebelah kanan
▪ Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah
kanan
▪ Tuli konduksi kedua telinga, tapi gangguan pada telinga kanan lebih hebat

• Test Swabach
➢ Bertujuan untuk membandingkan daya transpor melalui tulang mastoid antara
pemeriksa (dianggap normal) dengan pasien
➢ Pemeriksa meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada prosesus mastoid
pasien. Pasien akan mendengar suara garpu tala itu makin lama makin melemah dan akhirnya
tidak mendengar lagi. Saat pasien idak mendengar suara garpu tala, segera pindahkan garpu
tala ke prosesus mastoid pemeriksa. Bagi pemeriksa dua kemungkinan dapat terjadi: akan
mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

73
NEUROLOGY REVIEW

➢ Interpretasi test Swabach:


• Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut swabach memendek
• Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaoti
garpu tala diletakkan para prosesus mastoid pemeriksa lebih dahulu lalu di pasien. jika
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut swabach memanjang.
• Pasien dan pemeriksa mendengar swabach sama dengan pemeriksa.
Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Diagnosa
Sama dengan
Positif Tidak ada lateralisasi NORMAL
Pemeriksa
Lateralisasi ke
Negatif Memanjang TULI KONDUKTIF
telinga sakit
Lateralisasi ke TULI
Positif Memendek
telinga sehat SENSORINEURAL

o Pemeriksaan fungsi vestibularis (fungsi ini pula yang diteliti bila terdapat keluhan pusing)
• Observasi sikap berdiri dan sikap badan (sewaktu bergerak)
➢ Dengan test romberg
• Syarat: Pasien bisa berdiri sendiri dengan baik
• Instruksikan pasien agar berdiri dengan kaki yang berhimpit dengan mata terbuka.
Yakinkan pasien bahwa pemeriksa akan menangkap pasien jika akan terjatuh. Lakukan
selama 30 detik
• Instruksikan pasien agar berdiri dengan kaki yang berhimpit dengan mata tertutup.
Yakinkan pasien bahwa pemeriksa akan menangkap pasien jika akan terjatuh. Lakukan
selama 30 detik

74
NEUROLOGY REVIEW

➢ Fakuda Stepping
• Pasien diinstruksikan untuk jalan ditempat selama 1 menit
dengan mata tertutup

➢ Tandem Gait
• Pasien diinstruksikan untuk berjalan pada suatu garis lurus
dengan kaki rapat (ujung jari kaki kiri bertemu dengan
tumit kaki kanan, begitu sebaliknya saat berjalan)
• Observasi nistagmus spontan

• Observasi nistagmus yang dibangkitkan (Dix Hallpike)


➢ Pasien duduk pada kasur tanpa bantal. Posisikan pasien agar saat dibaringkan kepala pasien
tidak pada kasur
➢ Posisikan kepala pasien menghadap ke sisi kanan atau kiri sebesar 45 O. Instruksikan agar
pasien menghadap lurus ke
depan
➢ Baringkan pasien dengan
cepat dengan leher pasien
ekstensi dan topang kepala
pasien. Tahan selama 20-30
detik
➢ Perhatikan gerakan mata
pasien. Ulangi pada sisi
sebelahnya

75
NEUROLOGY REVIEW

➢ Interpretasi:
• Tidak ada nystagmus: normal
• Nystagmus dengan jeda dan fatigable: gangguan vestibular perifer
• Nystagmus tanpa jeda dan non-fatigable: gangguna vestibular sentral
• Head Impulse Test
➢ Pemeriksa duduk dihadapan pasien. Jelaskan
kepada pasien bahwa pemeriksa akan menggerakan
kepala pasien sehingga pasien harus merilekskan
lehernya
➢ Letakkan tangan di kedua sisi kepala pasien.
Instruksikan pasien untuk fokus melihat hidung
pemeriksa
➢ Putar kepala pasien ke kanan sebesar 15 O dengan
cepat, lalu kembalikan lagi ke posisi medial
➢ Perhatikan mata pasien, lalu ulangi dengan
memutar kepala pasien ke kiri
➢ Interpretasi:
• Mata pasien tetap melihat ke hidung pemeriksa saat kepalanya diputar: normal
• Mata pasien tidak melihat hidung pasien (gerakan mata mengikuti arah gerak putaran
kepala) lalu mata kembali melihat hidung pemeriksa saat dikembalikan ke posisi medial
→ gerakan sakadik (+): lesi vestibular perifer
• Mata pasien tidak melihat hidung pasien saat diputarkan ke salah satu sisi dan saat
dikembalikan ke posisi medial → gerakan sakadik (-): lesi vestibular sentral

o Klinik gangguan Nervus VIII


• Gangguan daya pendengaran tanpa gangguan vestibuler → proses patologik prekokhlear di:
➢ Liang telinga
➢ Membran timpani
➢ Sampai dangan kavum timpani
• Gangguan vestibular tanpa gangguan kokhlear → Gangguan alat keseimbangan
• Gangguan vestibular dan kokhlear yang tergabung dalam 1 sindroma/penyakit
penyakit meniere, intoksikasi streptomycin, lesi N.VII akibat trauma,
infeksi: meningitis, arakhnoiditis, penekanan oleh neoplasma, neuritis akustikus
(disfungsi kokhlearis dan vestibularis bukan oleh sebab infeksi: akibat DM, nefritis, hipotiroidea,
miksedema, avitaminosis)

76
NEUROLOGY REVIEW

Tanda dan Gejala Vertigo Sentral Vertigo Perifer


Nistagmus Sering Ventrikelatau rotatoar, Terutama horisontal, kadang roatoar;
dapat berubah sesuai arah gaze; unidireksional dan konjugasi; meningkat
meningkat saat melihat ke sisi lesi saat melihat menjauh dari sisi lesi
Latensi Onset Tidak ada latensi setelah Latensi setelah pergerakan kepala;
pergerakan kepala; persisten dan fatigable dan perlangsungan <60 detik
bertahan >60 detik
Tes Kalori Dapat normal Abnormal pada sisi lesi
Gangguan batang otak Seringkali positif Tidak ada
atau nervi kranialis
Gangguan Tidak ada Seringkali positif
Pendengaran, tinnitus
Mual dan muntah Ringan atau tidak ada Hebat
Vertigo Biasanya ringan Hebat, seirng kali rotational
Jatuh Sering kali jatuh ke sisi lesi Serig kali jatuh ke sisi yang berlawanan
dengan nistagmis
Fiksasi visual atau saat Tidak ada perubahan atau tidak Keluhan vertigo dan nistagmus berkurang
menutup mata ada penambahan gejala

Penyebab Umum Vertigo

Sentral Perier
Stroke atau TIA batang otak, multipel sklerosis, Vestibular neuronitis, benign positional vertigo,
neoplasa, syringobulbia, Arnold Chlari meiere disease, trauma lokal atau post tramatic,
malformation, Migrain basilaris, perdaraha fisiologis (misal: mabuk darat), tumor/massa di
cerebellar fossa posterior, obat/toxin (misal antibiotik)

Nervus IX (N. Glossopharyngeus)

- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang bertujuan untuk pengecapan 1/3
posterior lidah dan sekresi kelenjar parotis

Nervus X (N. Vagus)

- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang bertujuan untuk menelan, fonasi serta
parasimpatis untuk jantung dan viseral abdomen

77
NEUROLOGY REVIEW

Pemeriksaan Nervus IX, X

- Kedua nervus ini diperiksa secara bersama-sama


- Pemeriksaan yang dilakukan untuk kedua nervus ini adalah pemeriksaan:
1. Pemeriksaan orofaring:
▪ Dalam keadaan istirahat
▪ Dalam keadaan berfonasi
▪ Pembangkitan refleks (penentuhan arcus faringes atau uvula dengan spatel dimana akan timbul
refleks batuk atau muntah)
2. Pemeriksaan laring:
▪ Suara serak → Parese N. X unilateral

- Gangguan Klinis Nervus IX dan X


o Disfagia: kesukaran menelan yang berat
➢ Terjadi akiat palatum mole parese → terjadi regurgitasi
➢ Akibat epiglottis tidak bekerja, makanan menuju laring → refleks batuk
➢ Bila terganggu bilateral UMN (paralisis pseudobulbar) → disfagia berat
Hal ini memerlukan adanya pemasangan NGT untuk menyalurkan makanan
o Suara Serak/lemah: kerusakan Nervus X unilateral

Nervus XI (N. Accesorius)

- Nervus ini merupakan nervus motoris yang bertujuan untuk gerakan kepala, leher dan bahu
- Saat pemeriksaan, tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai fungsi dari m. trapezius dan m.
sternokleidomastoideus
- Gangguan klinis yang terjadi:
1. Tortikolis: disfungsi unilateral kedua otot, kepala miring, wajah menoleh ke salah satu sisi, dagu
sedikit terangkat
2. Kelumpuhan LMN bilateral kedua otot sehingga leher/kepala tidak dapat ditegakkan (kepala
menunduk ke bawah)

Nervus XII (N. Hipoglossus)

- Nervus ini merupakan nervus motoris yang bertujuan untuk mengatur persarafan otot-otot
penggerak lidah

78
NEUROLOGY REVIEW

1. M. Stiloglosus
2. M. Hipoglosus
3. M. genioglosus
4. M. longitudinalis inferior dan superior
- Pemeriksaan dilakukan dengan:
1. Pasien diminta menjulurkan lida
2. Terlihat lidah menyimpang ke sisi yang lumpuh (lesi UMN dan LMN)
3. Apabila disertai dengan hemiatropi (lesi LMN)

Lesi supranuklear / UMN Lesi Infranuklear / LMN


Atrofi lidah tidak ada Atrofi otot lidah
Fasciculasi tidak ada Fasciculasi positif

79

Anda mungkin juga menyukai