FIX Overview Neuro
FIX Overview Neuro
Neurology Overview
Neuroinfeksi
Jenis Penyakit
MENINGITIS
1. Meningitis Bakteri
Pada meningitis bakteri onset penyakit akut dengan demam febris sampai hiperpirexia (suhu
mencapai 40 derajat). Biasanya disebabkan oleh streptococcus pneumonia namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri lain seperti Neisseria meningitidis, Enteric gram-negative bacilli, Grup B.
Streptococcus, Lysteria monocytogenes, dan Haemophilus influenza (biasa pada anak). Bakteri ini
biasanya bersumber dari infeksi organ-organ di dekat kepala seperti otitis, abses gigi, gingivitis, dan
lain-lain.
2. Meningitis Viral
Pada meningitis virus onset penyakit akut dengan demam febris sampai hiperpireksia. Dapat
disebabkan oleh berbagai macam virus seperti RNA Virus (enteroviruses, arboviruses, measles,
mumps, rabies, HIV) atau DNA Virus (HSV, VZV, CMV, EBV, adenovirus). Sumber utama adalah
virus yang menyerang saluran napas.
3. Meningitis Tuberkulosis
Onset meningitis tuberculosis adlaah sub-akut sampai kronis dengan demam sub-febrile. Sumbernya
dari TB paru, biasanya pasien mengalami nyeri kepala dan demam sejak 2-3 bulan yang lalu. Dari
anamnesis biasanya ditemukan adanya Riwayat TB atau disertai dengan adanya gejala TB.
Diagnosis
1
NEUROLOGY REVIEW
2
NEUROLOGY REVIEW
Terapi
1. Meningitis bakteri
Antibiotik Ceftriaxone 40-50mg/kgBB/12 jam; Pada orang dewasa 2 gr/12 jam (IV);
atau
Cefotaxim 50mg/kgBB/6 jam; Pada orang dewasa 2 gr/6 jam (IV)
Steroid Dexamethasone 0,15mg/kgBB; atau
Pada orang dewasa 10mg
Diberikan setiap 6 jam selama 2-4 hari secara IV
Diberikan 30 menit sebelum antibiotika
2. Meningitis TB
Pemberian OAT dengan konsultasi bidang paru, diberikan deca untuk mencegah perlengketan
Antibiotik Isoniazid (INH) (PO) 10-20mg/kgBB/hari (anak); 400mg/hari (dewasa);
Rifampisin (PO) 10-20mg/kgBB/hari (anak); 600mg/hari (dewasa);
Etambutol (PO) 25-150mg/kgBB/hari;
PAS (Para-Amino-Salicilyc0-Acid) 200 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3
dosis dapat diberikan sampai 12 g/hari.
Streptomisin (IM) kurang lebih 3 bulan dengan dosis 30-50
mg/KgBB/hari.
Steroid Prednisone (IV/PO) 2-3 mg/KgBB/hari (dosis normal), 20 mg/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1
mg/KgBB/hari selama 1-2 minggu.
Deksametason (IV) (terutama bila ada edema otak) dengan dosis 10 mg
setiap 4-6 jam, bila membaik dapat diturunkan sampai 4 mg setiap 6 jam
3. Meningitis Virus
3
NEUROLOGY REVIEW
Pada banyak kasus, tidak ada pengobatan spesifik. Umumnya membaik dalam 7-10 hari. Antiviral
efektif diberikan pada meningitis yang disebabkan oleh herpesvirus dan influenza.
4. Terapi Simtomatis
Obat lainnya Pemberian antipiretik (parasetamol), H2 blocker
(Ranitidin), penurun TIK (manitol 20%)
pemberian sedatif (clobazam) diberikan sesuai
dengan keperluan dan kondisi pasien
Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
ENEFALITIS
Diagnosis
2. Pemeriksaan Fisik
Bila terjadi peningkatan TIK , pada funduskopi tampak adanya edem papil.
Adanya defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses, ditandi adanya deficit nervi kraniales
pada pemeriksaan n.cranialis, hemiparesis, reflex tendon meningkat, kaku kuduk, afasia,
hemianopia, nistagmus, ataksia
3. Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat diusulkan dalam ensefalitis dalam kaitannya untuk mencari penyebab, port
d’ entre ataupun menemukan komplikasi dari ensefalitis diantaranya adalah pemeriksaan cairan
4
NEUROLOGY REVIEW
serebrospinal, darah lengkap, feses dan urin, serologik darah (seperti VDRL, TPHA), titer antibodi,
BUN dan kreatinin (untuk mengetahui status hidrasi pasien), liver function test (untuk mengetahui
komplikasi pada organ hepar)
Terapi
RABIES
Rabies adalah penyakit infeksi akut sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang
termasuk genus Lyssa-virus, Virus rabies bergerak ke otak melalui saraf perifer. Masa inkubasi dari penyakit
ini tergantung pada seberapa jauh jarak perjalanan virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya
mengambil masa beberapa bulan.
Diagnosis
5
NEUROLOGY REVIEW
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang sangat khas pada stadium ini adalah
munculnya macam-macam fobia seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring dan otot
pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsangan sensoris misalnya dengan meniupkan udara ke
muka penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis, konvulsan, dan takikardia.
Tindak tanduk penderita tidak rasional kadang maniakal disertai dengan responsif. Gejala eksitasi
terus berlangsung sampai penderita meninggal.
- Stadium paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya, namun kadang
ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi melainkan paresis otot yang terjadi
secara progresif karena gangguan pada medulla spinalis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengetahui luka gigitan, dapat ditemukan gatal dan parestesia pada luka
bekas gigitan yang sudah sembuh. Pada stadium lanjut dapat ditemukan gejala seperti yang
disebutkan di atas.
3. Laboratorium
Pada rabies hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna, diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Terapi
6
NEUROLOGY REVIEW
Bila serum homolog (berasal dari serum manusia) dengan dosis 20 IU/
kgBB, dengan cara yang sama
Vaksin Pemberian VAR (Vaksin Ant Rabies) secara IM pada otot deltoid atau
anterolateral paha VAR 0,5 ml pada hari 0, 7, 21 (regimen
Zagreb/rekomendasi Depkes RI)
CATATAN: Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher ke atas, pada jari tangan dan
genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi
pada sekitar luka dan setengah dosis IM pada tempat yang berlainan dengan suntikan SAR, diberikan pada
hari yang sama dengan dosis pertama SAR.
TETANUS
Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin
adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik persisten disertai
dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang
menyebabkan penutupan rahang (trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas, tetapi
juga otot-otot batang tubuh.
Diagnosis
1. Anamnesis
Kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4
macam yaitu:
- Tetanus lokal
Gejala berupa kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau
proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum
- Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan
oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus
sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi
tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek
- Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan
dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat
7
NEUROLOGY REVIEW
terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang
tetap baik.
- Tetanus neonatorum
Terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan infeksi tali pusat. Gejalanya berupa ketidakmampuan
untuk menyusu, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme
2. Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.
a. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap.
b. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus
kranial.
c. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan leher, kekakuan dada
dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang
umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar,
suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
d. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme
dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi
mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan
mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal,
ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada
pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.
3. Laboratorium
Pada tetanus hasil pemeriksaan laboratorium kurang bermakna, diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun dapat dilakukan pungsi lumbal sebagai diagnosa banding
meningitis
Terapi
- Manajemen luka
- Pengawasan, ruang isolasi
- Oksigenasi
- Diet cukup kalori dan protein
- Anti Tetanus Serum
- Antibiotika (prokain penisilin atau tetrasiklin, atau eritromisin, atau metronidazol)
- Tetanus toksoid (TT)
8
NEUROLOGY REVIEW
Neuroimunologi
Jenis penyakit:
▪ Pemeriksaan fisik
- Gangguan motoric lebih menonjol daripada gangguan sensorik
- Kelemahan saraf cranial (III, IV, VI, VII, IX, X)
- Kelemahan anggota gerak yang cenderung simetris dan asendens
- Hiporefleksia atau arefleksia
- Tidak ada klonus atau refleks patologis
▪ Laboratorium (LP)
Pada LP ditemukan disosiasi sito albumin (sel normal namun albumin/protein meningkat
dengan perbedaan yang jauh)
9
NEUROLOGY REVIEW
▪ Pemeriksaan penunjang
EMG (Electromyography), NCV (Nerve Conduction Test)
▪ Terapi
IVIG 0,4 gr/kgBB/hari selama 5 hari atau plasma exchange sebagai lini pertama;
plasma pharesis 5 seri; imunosupresan: steroid 0.5-1 mg/kgBB
Tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan derajat kelemahan dan disabilitas pasien.
▪ Anamnesis
Pada anamnesis ditemukan pasien apabila pagi masih naik namun sekitar siang/sore hari
ketika sudah banyak beraktivitas baru muncul gejalanya seperti ptosis, hilang suara, dsb
▪ Pemeriksaan fisik
- Pada pemeriksaan neurologis dapat dijumpai ptosis dan diplopia pada pemeriksaan mata,
paresis pada tangan dan kaki, disartria, dan disfagia.
10
NEUROLOGY REVIEW
- Watenberg test
- tensilon test
▪ Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Antibodi Reseptor – Anti Asetilkolin
o Pemeriksaan Antibodi Anti Striated Muscle
o Pemeriksaan Antibodi Anti Muscle Spesific Kinase
o Elektrodiagnostik
o Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
o Single-Fiber Electromyography (SFEMG)
▪ Treatment:
o IVIg
o Plasma exchange (PE)
o Choline esterase inhibitor (khususnya Pyridostigmine oral, dapat dimulai kembali setelah
ekstubasi),
o Imunosupresan seperti steroid yang diberikan bersama IVIg dan PE
Neurotrauma
Cidera Kepala
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya,
dimana kerusakan tersebut bersifat nondegeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa
penurunan tingkat kesadaran.
Diagnosis
1. Anamnesis
- Sifat kecelakaan
- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
- Ada tidaknya benturan kepala langsung
- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa.
- Bila pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia
retrograd.
- Ada atau tidak adanya muntah
11
NEUROLOGY REVIEW
- Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan
bingung / disorientasi (kesadaran berubah)
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik yang awal tetap ABC
- Status Kesadaran (Pemeriksaan GCS)
- Status Neurologis (anisokor, paresis/paralisis, refleks patologis)
- Trauma di tempat lain
- Pemeriksaan orientasi, amnesia dan fungsi luhur
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah foto rontgen tengkorak (AP/Lateral) dan CT Scan
kepala
Tatalaksana
12
NEUROLOGY REVIEW
o Mengurangi edema otak: hiperventilasi, cairan hiperosmolar (manitol; 0,51 g/KgBB dalam 10-
3 menit), kortikosteroid, barbiturat, pembatasan cairan pada 24-48 jam pertama, yaitu 1500-
2000 ml/24 jam
o Obat-obat neurprotektor: piritinol, piracetam, citicholine
o Perawatan Luka
13
NEUROLOGY REVIEW
Keduanya merupakan CT dari subdural hematoma, terdapat adanya pergeseran midline. Apabila proses
subdural hematoma sudah progresif maka warnanya akan kehitaman seperti gambar sebelah kanan.
Indikasi operasi EDH adalah massa hematoma lebih dari 30 ml, pergeseran midline lebih dari 5 mm,
ketebalan EDH lebih dari 15 mm
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non trauma yang
akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan vegetatif.
Diagnosis
1. Anamnesis
- Keluhan utama: kelemahan pada ekstremitas, tanyakan lama keluhan
- Kaji keluhan kelemahan: lokasi kelemahan, paraplegia/quadriplegia, tibatiba atau perlahan,
semakin parah atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan untuk
mengurangi gejala, serta hasil pengobatan.
- Kaji keluhan tambahan, nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, penjalaran, kapan nyeri
bertambah dan berkurang), adanya kesemutan, sesak, nyeri pada perut, keluhan buang air kecil
(BAK), seperti inkontinensia atau retensi urin), keluhan buang air besar (BAB), seperti konstipasi,
hilangnya sensasi rasa, serta gangguan fungsi seksual.
14
NEUROLOGY REVIEW
- Tanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami gejala yang sama, kegiatan sehari-hari (angkat
benda berat), pola BAK dan BAB sebelum sakit.
- Riwayat penyakit dahulu: riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat
DM, Hipertensi, alergi, Low Back Pain, osteoporosis, osteoartritis, riwayat TB.
- Riwayat penyakit keluarga: riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC.
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan awal: penilaian kondisi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi darah.
- Inspeksi: edema anggota gerak, atrofi otot, warna dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan
beraktivitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktivitas, serta posisi pasien.
- Palpasi: temperature, edema, spasme
- Pemeriksaan fungsi gerak: fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan
ini umumnya ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot, dan sebagainya.
- Pemeriksaan fungsional: kemampuan pasien dalam beraktivitas, baik posisioning miring kanan-
kiri (setiap 2 jam), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya.
- Kekuatan otot: menggunakan Manual Muscle Testing (MMT)
- ROM (Range of Motion): menggunakan geniometer dan dituliskan dengan metode ISOM
(International Standard of Measurement)
- Pemeriksaan nyeri dengan VAS
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan motorik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, kultur darah,
elektrolit, Gula darah 2 jam PP, Gula darah puasa, Haemostasis lengkap, Prokalsitonin, Albumin,
Analisis Gas Darah.
b. Radiologi: Foto polos vertebra, CT Scan Vertebra, MRI Vertebra, Pungsi lumbal, Somato Sensory
Evoked Potential (SSEP) dan Motor Evoked Potential (MEP)
Tatalaksana
- Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal, serta dapat diberikan cairan infus 2 jalur untuk
mencegah terjadinya syok
- Pada Immobilisasi dan stabilkan leher menggunakan cervical collar.
- Stabilisasi Medis: pada penderita tetraparesis atau tetraplegia
o Periksa vital signs
15
NEUROLOGY REVIEW
o Pasang NGT
o Pasang kateter urin
o Segera normalkan vital signs. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD
(analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl
Prednisolone, dalam kurun waktu 8 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio
medula spinalis.
- Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)
- Dekompresi dan Stabilisasi Spinal: Bila realignment dengan cara tertutup ini gagal maka
dilakukan open reduction dan stabilisasi dengan approach anterior atau posterior.
- Rehabilitasi: bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi-
fungsi neurologik dan program kursi
roda bagi penderita
paraparesis/paraplegia.
- Medikamentosa: Methilprednisolon,
analgetik bila ada nyeri, antidepresan
untuk pengobatan nyeri kronik,
insomnia, serta sakit kepala.
- Non Medika Mentosa: Fisioterapi
- Tindakan operatif berupa
laminektomi dekompresi tidak
dianjurkan, kecuali pada kasus - kasus
tertentu
Epilepsi
- Definisi Operasional
Penyakit otak yang ditandai oleh gejala atau kondisi sebagai berikut :
a. Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih
dari 24 jam
b. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya kemungkinan
bangkitan berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi
16
NEUROLOGY REVIEW
(setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10 tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah
bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual,
auditorik, somatosensitif, dan somatomotorik)
c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi
Diagnosis
17
NEUROLOGY REVIEW
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologik, psikiatrik maupun sistemik yang
mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang deman
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik umum
o Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
▪ Trauma kepala,
▪ Tanda-tanda infeksi,
▪ Kelainan kongenital
▪ Kecanduan alkohol atau napza,
▪ Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
▪ Tanda-tanda keganasan.
- Pemeriksaan neurologis
o Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan
dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan maka akan tampak
tanda pasca bangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk
lokalisasi, seperti:
▪ Paresis Todd (Kondisi neurologis yang ditandai dengan periode singkat kelumpuhan
setelah kejang)
▪ Gangguan kesadaran pascaiktal
▪ Afasia pascaiktal
3. Kriteria Diagnosis
a. Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih dari
24 jam
b. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya kemungkinan
bangkitan berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi
(setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10 tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah
bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual,
auditorik, somatosensitif, dan somatomotorik)
c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi
18
NEUROLOGY REVIEW
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
- Darah Hematologi Lengkap, Ureum, kreatinin, SGOT/SGOT, Profil lipid, GDP/GD2PP, Faal
hemostasis, Asam urat, Albumin, Elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium), Lumbal
Pungsi, EKG, Kadar Obat Anti Epilepsi dalam darah
b. Radiologi: Rontgen Thoraks, BMD, MRI Otak
- CT Scan diperlukan untuk melihat lesi di otak
c. Elektrodiagnosis: EEG rutin, EEG deprivasi tidur, EEG monitoring
- EEG diperlukan untuk melihat adanya gelombang patologis
d. Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
19
NEUROLOGY REVIEW
Tatalaksana
Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer. Pada
Penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan
sebagai akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung
20
NEUROLOGY REVIEW
kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat untuk menghentikan progresifitasnya. Progresifitas
penyakit bervariasi dari satu orang ke orang yang lain.
Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan
perjalanan penyakitnya berlangsung perlahan-lahan,
sehingga sering terlepas dari perhatian. Biasanya hanya
mengeluhkan perasaan kurang sehat atau sedikit
murung atau hanya sedikit gemetar.
Parkinson memiliki trias: tremor, rigiditas,
bradykinesia
Adapun beberapa anamnesis yang mengarahkan pada
penyakit parkinson antara lain:
- Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan
pasti
- Perjalanan gejala semakin memberat
- Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu akan mengenai kedua sisi atau
batang tubuh.
- Jenis gejala yang mungkin timbul
o Merasakan tubuh kaku dan berat
o Gerakan lebih kaku dan lambat
o Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca
o Ayunan lengan berkurang saat berjalan
o Kaki diseret saat berjalan
o Suara bicara pelan dan sulit dimengerti
o Tangan atau kaki gemetar
o Merasa goyah saat berdiri
o Merasakan kurang bergairah
o Berkurang fungsi penghidu / penciuman
o Keluar air liur berlebihan
- Faktor yang memperingan gejala : istirahat, tidur, suasana tenang
- Faktor yag memperberat gejala : kecemasan, kurang istirahat
- Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap pengobatan
- Kita juga dapat menanyakan mengenai riwayat stroke, trauma kepala, infeksi otak, tumor otak,
gangguan keseimbangan atau mengonsumsi obat-obatan tertentu (anti mntah, obat psikosis)
21
NEUROLOGY REVIEW
2. Pemeriksaan Fisik
- Pengamatan saat pasien duduk
o tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai bawah.
o ekspresi wajah seperti topeng / face mask (kedipan mata dan ekspresi wajah menjadi datar),
o postur tubuh membungkuk,
o tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun relatif jarang) misalnya kepala,
rahang bawah, lidah, leher atau kaki
- Pemeriksaan bradikinesia
o Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan seterusnya berulangulang, makin lama
makin berkurang amplitudo dan kecepatannyanya
o Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu tangan) secara berulang-ulang
makin lama makin berkurang amplitudo dan kecepatannyanya
o Tulisan tangan makin mengecil
o Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti membuka kancing baju
o Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan artikulasi mejadi tidak jelas, kadang-
kadang seperti gagap
- Pengamatan saat pasien berjalan
o Kesulitan / tampak ragu-ragu saat mulai berjalan (hesitancy), berjalan dengan kaki diseret
(shuffling), jalan makin lama makin cepat (festination),
o Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak maupun dikeduanya.
o Gaya berjalan pada parkinson: Marche a petit pas (langkah kecil dan pendek)
- Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot : gerakan secara pasief oleh pemeriksa, dengan
melakukan fleksi-ekstensi secara berurutan, maka akan dirasakan tonus otot seperti ‘roda gigi’.
Biasanya dikerjakan di persendian siku dan lengan.
- Pemeriksaan instabilitas postural / tes retropulsi : pasien ditarik dari belakang pada kedua
bahunya untuk melihat apakah pasien tetap mampu mempertahankan posisi tegak.
- Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari Penyakit Parkinson:
o Pemeriksaan refleks patologis : refleks patologis negatif
o Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas : gerakan okulomotor normal
o Pemeriksaan tekanan darah postural
o Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi –adakah inkontinensia
o Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat berjalan
o Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan penyakit.
22
NEUROLOGY REVIEW
Tatalaksana
- Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal, serta dapat diberikan cairan infus 2 jalur untuk
mencegah terjadinya syok
- Pada Immobilisasi dan stabilkan leher menggunakan cervical collar.
- Stabilisasi Medis: pada penderita tetraparesis atau tetraplegia
o Periksa vital signs
o Pasang NGT
o Pasang kateter urin
o Segera normalkan vital signs. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD
(analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl
Prednisolone, dalam kurun waktu 8 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio
medula spinalis.
Terapi menggunakan L-Dopa karena dopamine tidak dapat tembus secara langsung ke BBB sehingga
digunakan L-Dopa yang akan dikonversi menjadi dopamine oleh tubuh
Neuropediatri
Neurobehavior/Neurogeriatrik
23
NEUROLOGY REVIEW
Stroke
24
NEUROLOGY REVIEW
Stroke merupakan deficit neurologi fokal akut. TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan suatu penyakit
yang sama dengan stroke namun sembuh sempurna dalam 24 jam (mengalami perbaikan bukan perburukan
overtime). TIA merupakan faktor risiko dari stroke.
Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik (ICB, SAH) dan stroke non hemoragik/stroke iskemik
(thrombosis, emboli serebral). Stroke iskemik/non-hemoragik stroke dapat dibagi Kembali menjadi 3 yaitu:
RIND (reversible ischemic neurological deficit), stroke in evolution (progressing stroke), dan completed
stroke.
Stroke hemoragik biasanya muncul dengan deficit neurologis fokal yang tiba-tiba yang mungkin disertai
dengan perubahan status mental, sakit kepala, dan muntah. Dapat dibagi menjadi dua yaitu intra cerebral
haemorrhage (ICH) dan subarachnoid haemorrhage (SH). Pada ICH didapatkan adanya peningkatan TIK
dan SH didapatkan biasanya disebabkan karena tekanan darah otak, aneurisma, dan AVM.
Neuro Ophtalmology/Otology
25
NEUROLOGY REVIEW
Neurotologi: vertigo perifer dan sentral (sensasi rotasi tanpa adanya rotasi yang sebenarnya) diperlukan Tes
Dix Halpike. Vertigo perifer: BPPV, Meniere Syndrome, Labirynitis. Vertigo sentral: Stroke Vertebrobasilar
Neuro-onkologi
1. Tumor serebri
Gejala umum: nyeri kepala, muntah proyektil
Gejala fokal: deficit neurologi
Gejala fokal yang menyesatkan(?)
2. Tumor serebri primer
3. Tumor serebri sekunder
4. Tumor medulla spinalis: primer dan sekunder
26
NEUROLOGY REVIEW
Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada
empat pokok pikiran (The Foundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Dengan menggunakan anamnesis yang baik 70% diagnosis sudah dapat ditegakkan.
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu
umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan
Sacred Seven
1. Lokasi
Perlu ditanyakan lokasi spesifik untuk mengetahui letak pasti dari keluhan pasien seperti ketika
pasien mengalami nyeri kepala, kita harus tau di mana nyeri kepala yang dialami, apakah di wajah,
di bagian depan, dan sebagainya.
2. Onset/Awitan
Onset ditanyakan untuk menentukan apakah keluhan bersifat akut, sub-akut, kronis yang mengalami
eksaserbasi akut, dan sebagainya.
3. Kuantitas keluhan
Nyeri ringan atau berat? Seberapa sering terjadi?
27
NEUROLOGY REVIEW
4. Kualitas keluhan
Nyeri seperti apa? (berdenyut/terikat/tersetrum/tertusuk-tusuk/dsb)
5. Faktor memperberat dan faktor memperingan
6. Kronologis
Dikaitkan dengan bagaimana perjalanan penyakit serta keseharian (misalnya pada MG pasien
mengalami perburukan pada siang/sore hari)
7. Keluhan Penyerta
Keluhan yang menyertai keluhan utama
Anamnesis pada bagian neurologi harus dapat menegakkan diagnosis klinis, diagnosis topis, dan diagnosis
etiologi. Berikut began untuk menegakan diagnosis topis:
Untuk mengetahui diagnosis harus dilakukan pemeriksaan fisik untuk membedakan apakah lesi ada di SSP
atau SST dan sebagainya, biasanya menggunakan reflex, tonus, topik.
SSP: UMN
SST: LMN
Otak:
Medula Spinalis:
Cortex: Sindrom Lobus
Sub Cortex: trias kapsula interna
Brain stem: sindrom?
28
NEUROLOGY REVIEW
Vaskular
Infeksi
Trauma
Autoimmune
Metabolic
Idiopatic
Neoplasma
Epilepsi
29
NEUROLOGY REVIEW
Pemeriksaan Sensibilitas
Sistem Sensoris
Sistem sensoris adalah suatu sistem yang menerima stimulus baik dari lingkungan eksternal maupun
internal maupun internal dan mengubahnya menjadi impuls saraf untuk pengenalan kondisi tubuh, memicu
gerakan refleks, dan memicu respon lainnya terhadap stimulus. Stimulus akan diterima oleh reseptor (nyeri,
raba, suhu) » ganglion saraf sensorik »
medulla spinalis posterior » traktus
asenden » relay di thalamus » naik ke
korteks persepsi sensorik di lobus parietal
» respon
Reseptor
Dalam tubuh manusia terdapat berbagai reseptor dan bekerja tergantung dengan stimulus apa yang sedang
didapatkan oleh tubuh (nyeri/raba/suhu). Jenis-jenis reseptor yaitu:
1. Ekstroseptor
▪ Tangoreseptor (alat dari merkel, alat dari meissner dan serabut perasa akar rambut)
▪ Nosiseptor (free nerves
▪ Termoreseptor (alat dari rufini & alat dari krause) ending)
30
NEUROLOGY REVIEW
2. Proprioseptor
▪ Kerucut otot (muscle spindle) pada otot
▪ Alat golgià pada tendon
▪ Alat pacinià peritoneum, pleura, pericard
3. Viseroseptor/interoseptor
▪ Ujung saraf bebas susunan saraf simpatik
➢ Sadar → vesica urinaria, rectum,lambung
➢ Tdk sadar→ paru, usus, limpa, hati, pembuluh darah
Dermatome
Suatu daerah di kulit yang disarafi oleh radiks posterior suatu segmen medulla spinalis. Dapat dipergunakan
untuk menentukan tingginya lesi pada medulla spinalis.
Pemeriksaan Sensibilitas
31
NEUROLOGY REVIEW
▪ Menentukan apakah terdapat area yang mengalami gangguan sensibilitas (hilang, menurun,
meningkat, perubahan sensasi)
▪ Menentukan modalitas sensibilitas yang mengalami gangguan
▪ Menentukan derajat gangguan
▪ Menentukan distribusi gangguan
▪ Membandingkan antara bagian kanan kiri, proksimal distal, cranial caudal
▪ Pasien sadar dan kooperatif (GCS harus 15). Apabila GCS pasien baik namun tidak kooperatif karena
berbagai alasan lebih baik dihentikan dan ditulis tidak dapat dievaluasi kemudian dilanjutkan besok
paginya.
▪ Pasien memiliki atensi dan respon verbal yang baik.
▪ Pasien memiliki kecerdasan yang cukup
Hasil pemeriksaan
1. Normal
2. Menurun/hilang
Analgesia, anestesia, hipoalgesia, hipoanestesia
3. Meningkat
Allodynia, hyperalgesia, hiperpatia
4. Berubah
Parestesia, disetesia, alestesia
32
NEUROLOGY REVIEW
Modalitas Primer
1. Raba halus
▪ Reseptor: ujung saraf bebas, corpusculum Merkel,
Meissner, Paccini, Ruffini.
▪ Dihantarkan melalui serabut A-Beta, A-Gama dan A-
delta. Serabut pembawa sensasi taktil bercabang dua
ketika memasuki Medula Spinalis menjadi
➢ Raba kasar dihantarkan melalui sistem
anterolateral kontralateral
➢ Raba halus, diskriminasi dan lokalisasi taktil
dihantarkan melalui kolumna posterior ipsilateral
(fasikulus Grasilis dan Fasikulus Kuneatus
▪ Relay di thalamus pada VPL
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Menunjukan dan mendemonstrasikan kepada pasien terlebih dahulu kemudian minta
pasien untuk menutup mata selama pemeriksaan
➢ Sentuh kulit dengan kapas/kertas/tisu/bulu /sikat lebut/sentuhan halus
➢ Respon = jawaban “ya” atau “terasa” atau “lebih terasa di sebelah kanan/kiri” atau “tidak
terasa”
➢ Bandingkan kiri kanan
➢ Teliti bandingkan yang sehat dengan dicurigai
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Anestesia
➢ Hipestesia
2. Nyeri dan Suhu
▪ Reseptor
➢ Nyeri: nosiseptor - ujung saraf bebas dan mukosa
➢ Suhu : ujung saraf bebas dermis
o Panas : corpusculum rufini
o Dingin : corpusculum krause
➢ Impuls nyeri dan suhu dihantarkan melalui serabut A-delta dan serabut C
➢ Melalui traktus spinotalamikus lateralis menuju thalamus
33
NEUROLOGY REVIEW
34
NEUROLOGY REVIEW
▪ Pemeriksaan suhu
➢ Teknik pemeriksaan
o Tabung air hangat (40-45oC) dan tabung air
dingin (5-10oC). Suhu air tidak perlu sepenuhnya
sama hanya yang penting harus memiliki
perbedaan antara tabung panas dan dingin.
o Penting untuk memperkenalkan panas dan
dingin kepada pasien kemudian apabila sudah
paham minta pasien menutup mata
o Mulai pada sisi yang sehat terlebih dahulu
o Jeda + 2 detik bergantian sesuai peta dermatom
o Respon = panas/dingin
➢ Interpretasi pemeriksaan:
o Normal
o Termanestesia
o Termihipestesia
o Termihiperestesia
3. Proprioseptif
▪ Reseptor: muscle spindle
▪ Dihantarkan melalui serabut bermielin
yang berdiameter besar
▪ Serabut pembawa sensasi proprioseptif
memasuki medula spinalis:
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke
bawah dihantarkan menuju ke
Medula melalui fasikulus Gracilis
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke atas
dihantarkan menuju ke Medula
melalui fasikulus Cuneatus
▪ Relay di thalamus pada VPL
35
NEUROLOGY REVIEW
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Mengenalkan pemeriksaan terhadap pasien dan
mendemonstrasikan
➢ Apabila pasien sudah memahami minta pasien
untuk menutup mata dan minta pasien agar
jarinya rileks
➢ Memegang sisi lateral dari jari. Jari dipegang
pada bagian ujung saja (batasannya kira-kira
sampai kuku) dan kemudian digerakkan naik
atau turun (atau ke segala arah)
➢ Respon pasien berupa naik/turun atau posisi
jari
➢ Dilakukan pada keempat ekstremitas
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Kinanestesia
➢ Kinhipestesia
4. Getar
▪ Reseptor: corpusculum Paccini, corpusculum Merkel, corpusculum Meissner
▪ Dihantarkan melalui serabut bermielin yang berdiameter besar
▪ Serabut pembawa sensasi vibrasi memasuki Medula Spinalis:
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke bawah dihantarkan menuju ke Medula melalui fasikulus
Gracilis
➢ Yang berasal dari segmen T8 ke atas dihantarkan menuju ke Medula melalui fasikulus
Cuneatus
▪ Relay di thalamus pada VPL
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Menggunakan garpu tala 128/256 Hz dan digetarkan sebelum
disentuhkan pada bagian tubuh pasien
➢ Mengenalkan pemeriksaan terhadap pasien dan
mendemonstrasikan
➢ Apabila pasien sudah paham minta pasien untuk menutup mata
➢ Menggetarkan terlebih dahulu dan ditaruh pada bagian tubuh
yang menonjol/keras (tuberositas tibialis, malleolus, sternum,
36
NEUROLOGY REVIEW
prosesus stylodeus radialis/ulnaris, olecranon dan acromion, ujung jari tangan, pergelangan
tangan, bahu) serta disesuaikan dengan peta dermatome
➢ Respon: getar/tidak
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Palanestesia
➢ Palhipestesia
5. Tekanan
▪ Teknik pemeriksaan:
➢ Benda tumpul / jari tangan
➢ Melakukan penekanan saat mata pasien
tertutup
➢ Penekanan yang cukup
➢ Struktur dalam (otot, tendon, saraf)
➢ Respon = ada tekanan/tidak
➢ Bandingkan kanan kiri, cranial atau caudal
▪ Interpretasi pemeriksaan:
➢ Normal
➢ Barestesia
➢ Barhipestesia
Modalitas Sekunder
Disebut juga sebagai modalitas sensori sekunder atau fungsi sensoris serebral. Stimulus modalitas primer
yang diterima oleh korteks sensoris primer diolah area asosiasi sensorik (area 5 dan area 7) pada lobus
parietal. Syarat pemeriksaan modalitas sekunder yaitu pemeriksaan modalitas sensorik primer dalam batas
normal serta pasien sadar dan kooperatif.
1. Diskriminasi 2 titik
Teknik pemeriksaan:
o Menggunakan jarum pentul atau jangka
o Menusukkan 2 jarum, jarak dapat diperlebar
o Jarak tergantung daerah
Semakin kecil area yang diperiksa, misalnya pada
lidah, maka px akan cenderung lebih sensitif
untuk mengenali 2 titik tersebut dalam jarak yang
dekat. Tapi kalo dilakukan di punggung atau paha,
pasien baru bisa mengenali apabila dilakukan
37
NEUROLOGY REVIEW
dalam jarak yang jauh. Jadi semakin kecil area yang diperiksa, maka sensitifitasnya akan
semakin besar dibandingkan dengan area yang luas. Semakin lebar/luas area yang diperiksa,
maka jarak anatara 2 titik akan semakin lebar.
o Px menjawab 1 atau 2 titik
Interpretasi pemeriksaan: diskriminasi spasial jika pasien hanya bisa membedakan 2 titik dengan
jarak lebih dari nilai normal → gangguan
Teknik pemeriksaan:
o Memperkenalkan kepada pasien benda yang akan digunakan (benda yang digunakan adalah
benda yang umum seperti kunci, uang logam, kancing, cincin atau yang mudah dikenali)
38
NEUROLOGY REVIEW
o Apabila sudah paham minta pasien untuk menutup mata dan memberikan benda ke telapak
tangan pasien
o Minta pasien mengidentifikasi benda yang diberikan
o Respon = mengenali benda/mengenali bentuk dan ukuran dan mengetahui nama benda,
apabila pasien mengenali namun tidak dapat menyebutkan nama benda hal itu juga termasuk
kelainan (aphasia)
Interpretasi pemeriksaan:
o Normal
o Asteriognosia-bisa mengenali saat membuka mata, tidak bisa saat menutup mata → kedua sisi
→ lesi difus
o Agnosia taktil → salah satu sisi → parietal kanan
39
NEUROLOGY REVIEW
40
NEUROLOGY REVIEW
Lima domain utama dari fungsi luhur yaitu eksekutif, atensi, memori, bahasa, dan visuospasial. Kelima
komponen ini akan terlibat pada proses merencanakan, memulai, melaksanakan, dan mengawasi.
Hemisfer kanan biasanya berkembang pada anak kecil dengan usia di bawah 5 tahun sehingga anak tersebut
lebih imajinatif dan visual, baru setelah berusia 5 tahun anak akan mengembangkan hemisfer kiri dan mulai
berpikir secara logika serta belajar membaca, menulis, dan berhitung.
41
NEUROLOGY REVIEW
Pemeriksaan fungsi kortikal luhur (neurobehaviour) merupakan pemeriksaan status mental yang merupakan
bagian dari pemeriksaan neurologi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan aturan berjenjang (pemeriksaan
dasar kemudian pemeriksaan yang lebih kompleks). Pemeriksaan ini dikorelasikan untuk megetahui
diagnosis topis pasien. Syarat pemeriksaan ini adalah pasien sadar dan fully alert (ARAS dan korteks serebri
harus berfungsi)
Setiap pasien dinilai berdasarkan fungsi non-kognitif (perubahan perilaku) dan fungsi kognitif yang selalu
meliputi 5 modalitas yaitu:
1. Fungsi atensi
2. Fungsi bahasa
3. Fungsi memori
4. Fungsi visuospasial
5. Fungsi eksekutif
Terdapat 9 modalitas yang dievaluasi dengan checklist pada pemeriksaan fungsi luhur yaitu atensi dan
konsentrasi, bahasa, memori, visuospasial, praksis, kalkulasi, mengambil keputusan, reasoning, dan berpiir
abstrak. Sebelum melakukan pemeriksaan fungsi kognitif perlu dilakukan evaluasi awal berupa anamnesis
dan tingkat kesadaran (GCS).
ATENSI (1)
Kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu (spesifik) dan mengabaikan
stimulus lain baik stimulus internal maupun stimulus eksternal yang tidak perlu atau dibutuhkan (B.O +
Limbic + CC). Apabila terdapat gangguan pada atensi maka akan memengaruhi memori, bahasa, dan
eksekutif. Kalua pasien atensi sudah buruk kita tidak dapat lagi melanjutkan ke pemeriksaan berikutnya
(pemeriksaan berjenjang). Beberapa cara untuk memeriksa atensi:
a. Menyebutkan beberapa angka → minta px mengulang urutan angka yang kita sebutkan
b. Dibaca dengan intonasi normal, setiap digit/ detik
c. Misalnya dengan menggunakan:
o 3-7
o 7-4-9
o 8-5-2-7, dst.
d. Skor:
o Normal (pasien dgn inteligensia rata-rata): 5-7 angka
o Gangguan atensi < 5 angka
42
NEUROLOGY REVIEW
43
NEUROLOGY REVIEW
- Afasia sensorik - wernick → terganggunya komponen reseptif → bisa berbicara namun ngawur/kacau,
pemahaman dari katanya tidak ada (word salad). Tidak mampu membaca dan memahami
- Global → kedua komponen ekspresif dan reseptif terganggu → px mutism (tidak merespon sama
sekali seperti orang dengan vegetative stage/fungsi kortikal mendekati 0)
- Konduksi → pasien berbicara dengan lancer namun tidak dapat menyebut atau mengulang sesuatu
→ terganggunya bagian fasicullus arcuata (sirkuit yg menghubungkan area broca dan wernick).
Pada orang normal apabila diminta mengulang maka dia akan mendengar → masuk ke korteks
auditorik primer → korteks asosiasi → interpretasi (area broca).
- Anomik → tidak dapat menamakan sesuati → misalnya dia tidak dapat menamai sop maka dia akan
mendeskripsikan sesuatu berkuah berisi merah-merah dan empuk2
- Transkortikal sensorik dan motorik itu mirip seperti broca dan wernick, bedanya dia masih bisa
mengulang kata
- Aleksia → sulit membaca
- Agrafia → sulit menulis
44
NEUROLOGY REVIEW
MEMORI (3)
Proses memori yaitu dari korteks sensoris ke sistem limbik yang membentuk pembelajaran baru. Dibagi
menjadi immediate memory, recent memory, dan remote memory. Gangguan memori (amnesia) ada 2 tipe
yaitu anterograde (kesulitan mengingat apa yang baru saja dilakukan) dan retrograde (kesulitan mengingat
yang lebih lama lagi)
VISUOSPASIAL (4)
Evaluasi visuospasial dilakukan dengan menilai kemampuan konstruksional seperti menggambar atau
menirukan bermacam-maca gambar (lingkaran, kubus) dan Menyusun balok. Pada domain ini semua lobus
berperan terutama lobus parietal dan hemisfer kanan. Untuk evaluasi ada gangguan perencanaan dan neglect
unilateral.
Pada visuospasial ini evaluasinya merupakan evaluasi paling komprehensif karena banyak hal yang harus
dievaluasi (pemahaman dan motorik) jadi pemeriksaan ini semakin kompleks yang artinya semakin banyak
modalitas yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan.
45
NEUROLOGY REVIEW
Merupakan kemampuan kognitif seperti cara berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Lobus yang mengambil bagian yakni lobus frontal. Evaluasi fungsi eksekutif meliputi:
46
NEUROLOGY REVIEW
MMSE merupakan alat skrining yang komprehensif dan integrative yang mencakup 5 domain fungsi kognitif.
47
NEUROLOGY REVIEW
MINI COG
48
NEUROLOGY REVIEW
MOCA-INA
Merupakan suatu pengembangan dari MMSE dan berbagai penelitian menunjukkan bahwa MOCA INA ini
lebih unggul karena lebih sensitive untuk mendeteksi perubahan kecil/ringan.
49
NEUROLOGY REVIEW
IADL
50
NEUROLOGY REVIEW
51
NEUROLOGY REVIEW
Gangguan gerak
Gerakan Involunter
1. Ganglia Basalis
a) Substansia nigra (bradykinesia, rest tremor)
b) Nukleus subtalamikum (balismus)
c) Nucleus caudatus (chorea)
d) Putamen (dystonia)
2. Non-Ganglia Basalis
a) Serebelum (ataksia, dysmetria, intension tremor)
b) Batang otak (reticular reflex myoclonus)
c) Korteks serebri (cortical reflex myoclonus)
d) Struktur limbic + ganglia basalis (tics)
52
NEUROLOGY REVIEW
Ritme
Amplitudo
Kecepatan
Stereotipi
Distribusi
Supresibilitas (bisa ditekan)
Hubungan dengan posisi, tidur, aktivitas, faktor
pencetus dan pemberat
53
NEUROLOGY REVIEW
1. Tremor
▪ Gerakan osilasi ritmik, selang-seling otot agonis dan antagonis, sinusoidal teratur.
▪ Tremor → fisiologis dan patologis
▪ Tremor fisiologis
➢ Getarannya tidak dapat dilihat dg mata, frek. 8-13 Hz
➢ Muncul pada saat kelelahan, ketakutan, emosi, kesadaran, rasa panas, dingin, medikasi
alcohol, penggunaan obat-obatan
▪ Tremor Patologis
➢ Berdasarkan lokasi, frek, amplitude, ritmik, etiologi
➢ Bisa unilateral/ bilateral
➢ Sering pada bagian distal ( jaro-jari dan tangan)
▪ Klasifikasi Tremor
1. Tremor istirahat
➢ Timbul pada bagian tubuh yg ditopang melawan gravitasi dan tidak ada kontraksi otot
volunter.
➢ Amplitudo meningkat selama stress/ gerakan umum (berjalan), dan berkurang dg
gerakan menujuk sasaran (tes telunjuk hidung)
➢ Sering pada Parkinson, tremor esensial, alcohol withdrawal.
➢ Bisa dievaluasi saat pasien duduk, px
diinstruksikan untuk meletakkan tangan di kasur
atau di paha, lihat apakah muncul gejala tremor
pada itu. biasanya akan menghilang pada saat
pasien diminta untuk fokus.
2. Tremor aksi
➢ Akibat kontraksi otot volunteer (saat istirahat
tidak muncul)
54
NEUROLOGY REVIEW
Pada tremor postural pasien diinstruksikan untuk merentangkan tangan ke depan kemudian pemeriksa
amati apakah terdapat tremor atau tidak. Untuk tremor postural dia akan muncul saat dia melawan gravitasi.
Pada tremor intensi diperiksa dengan cara pasien menunjuk hidung (terjadi gangguan di cerebellar),
normalnya pasien dapat mengikuti arah gerakan dengan cepat tapi kalua pada gangguan cerebellar pasien
biasanya akan kebingungan saat menunjuk hidung, kondisi ini khas pada pasien gangguan cerebellar
2. Khorea
• Gerakan spontan, mendadak, singkat, cepat, tersentak-sentak.
• Ciri: involunter, irregular, tidak bertujuan, non ritmik dari ektremitas
proximal ke distal
• Timbul saat emosi, aktivitas, dan menghilang saat tidur
55
NEUROLOGY REVIEW
3. Atetosis
• Gerakan involunter yang berlangsung lambat,
terus-menerus, disertai tonus meningkat
• Ciri: involunter, irregular, kasar, ritmik,
menggeliat
• Ekstremitas bagian distal, leher, trunk
4. Ballismus
• Gerakan involunter yang tidak bertujuan, seperti
melempar (lebih kasar)
• Gerakan kasar, amplitude tinggi, kuat, mengenai bagian proximal dari ekstremitas
• Ciri: gerakan kontinue, hebat, mengayun, berputar, melilit
• Unilateral / bilateral (hemiballismus)
5. Distonia
• Gerak involunter yang timbul perlahan-lahan menghinggapi bagian proksimal tubuh
• Mengenai leher (tortikolis spasmodic), dan otot bagian proksimal
7. Spasmus
▪ Kontraksi tonis involunter dari sekelompok otot, seperti anggota atas, bawah, atau otot leher.
▪ Spasme tonik:
➢ Tetani
➢ Krisis okulogirik
8. Mioklonus
• Kontraksi secara involunter yang mendadak,singkat, kasar, tetapi tidak sampai menimbulkan
gerakan tertentu.
• Beda dengan fasikulasi → pada mioklonus tenaga baik dan tidak atropi.
Pada pemeriksaan gerakan involunter kadang butuh untuk meminta pasien merekam gerakan saat pasien di
rumah untuk dibandingkan Ketika pasien ada di RS (apakah gerakan sama atau tidak), kemudian penting
56
NEUROLOGY REVIEW
ditanyakan apakah hilang saat tidur atau tidak. Selain itu penting untuk membedakan dengan kejang.
Caranya menanyakan kepada keluarga apakah pasien sadar atau tidak (kalua kejang pasien tidak sadar).
57
NEUROLOGY REVIEW
Pemeriksaan Koordinasi
Koordinasi
Merupakan kemampuan seseorang melakukan gerakan kompleks dengan tangkas dan telat. Penderita tanpa
tanda-tanda kelumpuhan namun tidak dapat melakukan gerakan secara tangkas merupakan kondisi ataksia.
Cerebellum
Coordination of movement
Movement: coordination of contraction of agonists,
antagonists, synergysts and muscle fixation
To begin a movement: agonists contract to execute the
movement; the antagonists relax or modify their tone to
facilitate it; the synergists reinforce the movement; and the
fixating muscles prevent displacements and maintain the
appropriate posture of the limb
To terminate the movement, the antagonist contract and the
agonist relax.
N. dentatus → perencanaan gerak
N. fastigialis → descending medial
Vestibuloserebelum → mengatur gerakan
Spinoserebelum → koordinasi batang tubuh
Gangguan Koordinasi
Serebelum sebagai konduktor
• Kontrol normal dan regulasi kontraksi otot
• Pusat koordinasi gerakan volunter
• Gangguan koordinasi
• Kaku dan gemetar
• Kesulitan melakukan gerakan tangkas tepat dan gerakan selang seling yang cepat
58
NEUROLOGY REVIEW
Pemeriksaan Koordinasi
1. Uji Jari-Hidung
59
NEUROLOGY REVIEW
4. Uji Tumit-Lutut
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita menempatkan tumit di atas lutut lalu tumit bergerak
mengikuti krista anterior tibia sampai ibu jari.
Normal: dapat melakukan pergerakan sesuai perintah dengan gerakan tangkas, tepat, dan halus.
Terganggu:
- Gangguan serebelum: penderita mengangkat kaki terlalu tinggi, memfleksikan kaki berlebihan
dan meletakkan tumit di bawah lutut
- Ataksia sensoris: penderita sulit memposisikan tumit di lutut dan sulit mempertahankan posisi
tumit hingga ibu jari
60
NEUROLOGY REVIEW
7. Asinergi serebelar
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita tidur dengan tangan tersilang, kemudian penderita
diminta duduk tanpa bantuan lengannya
Terganggu: bila saat duduk kedua kaki bergerak ke atas (flexion combinee) → gangguan serebelar
9. Gaya Berjalan
Station: Bagaimana sikap, postur, atau cara berdiri penderita
Gait: Gaya berjalan penderita
61
NEUROLOGY REVIEW
b. Steppage gait
Steppage gait = Foot drop gait = langkah Ayam
High stepping horse = langkah kuda sirkus
Penderita mengangkat lututnya tinggi-tinggi → agar
jari kaki yang menyentuh lantai terangkat
→ kaki seolah-olah dijatuhkan kelantai → jari-jari
dahulu → tumit
c. Waddling gait
Merupakan nama lain dari gaya jalan bebek
→ diderita oleh penderita dengan kelemahan otot gelang panggul
62
NEUROLOGY REVIEW
d. Wide-Based gait
Wide-based gait = gaya jalan mengangkang =
ataksia serebelar
• Berdiri : penderita meletakkan tungkai
kanan berjauhan dengan tungka kirinya,
kedua kaki berjauhan
• Berjalan : tidak bisa berjalan dalam satu
garis lurus (tidak bisa meletakkan satu kaki
didepan kaki lainnya), Jatuh ke arah sisi
hemisfer serebelum yang rusak
g. Langkah pincang
Dialami oleh penderita yang mengalami nyeri di panggul,
penderita koksitis atau penderita salah satu kaki yang lebih
pendek
63
NEUROLOGY REVIEW
Pemeriksaan Keseimbangan
1. Romberg Test
Pasien diminta untuk berdiri tegak dengan kedua kaki dirapatkan.
Kemudian pasien diamati apakah dapat mempertahankan keseimbangan dengan tetap berdiri tegak
baik dalam kondisi mata terbuka maupun tertutup
Interpretasi: apabila terjadi vestibulopati pasien akan cenderung jatuh ke salah satu sisi yang mengalami
lesi
Fukuda
Stepping Test
Romberg Test
Shallow
Knee
Tandem Bend
Gait Test Test
64
NEUROLOGY REVIEW
Pemeriksaaan ini dilakukan untuk melihat tanda-tanda meningeal, yaitu tanda yang muncul karena
tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang hipersensitif karena adanya:
Adapun beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menemukan tanda-tanda meningeal adalah:
Kaku kuduk, Kernig Sign, Lasegue Sign, Brudzinski I, II, III, IV.
65
NEUROLOGY REVIEW
66
NEUROLOGY REVIEW
- Nervus ini merupakan nervus sensoris yang bertujuan untuk mengetahui indra penciuman pasien
- Persiapan untuk pemeriksaannya:
1. Pastikan jalan nafas lapang tanpa sumbatan
2. Aroma yang di periksa : Teh, kopi, tembakau, daun jeruk
3. Pastikan pasien mengenali aroma yang akan di ujikan
- Cara Pemeriksaan:
1. Beritahu pasien mengenai pemeriksaan
2. Pasien diminta menutup mata
3. Identifikasi aroma yang di dekatkan pada hidung pasien
4. Pemeriksaan dilakukan pada kedua lubang hidung secara bergantian.
- Interpretasi:
1. Normal = aroma terbaui dengan baik
2. Anosmia = daya pembauan hilang
3. Hiposmia = daya pembauan kurang tajam
67
NEUROLOGY REVIEW
- Nervus ini merupakan nervus sensoris yang bertujuan untuk mengetahui fungsi penglihatan
- Persiapan untuk pemeriksaannya:
o Pemeriksaan Ketajaman Pengelihatan (Visual Acuity) → Snellen Chart
o Pemeriksaan Lapang Pandang (Visual Field) →Tes Konfrontasi/Perimeter/Kampimeter
o Pemeriksaan Fundus → Funduskopi
o Pengenalan Warna → Test Ishihara
Pemeriksaan
Pemeriksaan Funduskopi
Lapang Pandang
68
NEUROLOGY REVIEW
- Ketiga Nervus ini merupakan nervus yang bertanggung jawab pada pergerakan bola mata pasien.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, ketiga nervus ini diperiksa bersama-sama untuk mengetahui
gerakan bola mata pasienm serta kelopak mata dan pupil.
- Persiapan untuk pemeriksaannya:
o Saat Istirahat → kedudukan bola mata dan observasi celah mata
o Gerakan Bola Mata
o Pemeriksaan Pupil Mata
- Tipe-tipe hasil pemeriksaan
1. Kedudukan Bola Mata
▪ Simetris
▪ Strabismus
▪ Exophtalmus
▪ Endophtalmus
2. Observasi celah kelopak mata
▪ Simetris
▪ Melebar -> Ptosis
▪ Menyempit -> Exophtalmus
3. Gerakan Bola Mata
▪ Gerakan monokular
▪ Atas Perintah
▪ Mengikut Objek Bergerak
▪ Gerak Konjugat reflektorik (doll’s
eye, nistagmus)
- Pemeriksaan Pupil:
1. Memeriksa bentuk, ukuran pupil dan posisi pupil
2. Membandingkan pupil kanan dan kiri
3. Pemeriksaan Refleks Cahaya Pupil
69
NEUROLOGY REVIEW
- Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai karena terdiri dari 3 cabang utama yang menyatu pada
ganglion Gasseri. Adapun ketiga cabang tersebut adalah:
1. Nervus oftalmikus (yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus paranasalis dan sebagian
dari selaput lendir hidung)
70
NEUROLOGY REVIEW
71
NEUROLOGY REVIEW
- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang berfungsi sebagai:
1. Pengecapan 2/3 anterior lidah
2. Ekspresi wajah (otot mimik wajah)
3. Sekresi kelenjar lakrimaris
- Pemeriksaannya:
o Pemeriksaan Motorik (untuk melihat penutupan kelopak mata, eevasi asimetri dari sudut bibir,
pendangkalan lipatan nasolabial)
• Mengerutkan dahi dengan cara melihat keatas (M. Frontalis)
• Menutup mata lalu pemeriksa mencoba memaksa membuka (M. Orbicularis oculi)
• Mengunci bibir sambil
menggembukan pipi (M.
Buccinator)
• Tersenyum sambil
memperlihatkan gigi (M.
Orbicularis Oris)
o Pemeriksaan sensoris :
• Pasien diminta untuk
menjulurkan lidah, kemudian dikeringkan dan dioleskan zat manis, asin, asam dan pahit.
72
NEUROLOGY REVIEW
• Test Weber
➢ Bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien
➢ Garpu tala dibunyikan lalu ditempatkan tegak lurus di pertengahan dahi. Penderita diminta
untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Bila kedua
telinga sama-sama mendengar, berarti tidak ada lateralisasi.
➢ Interpretasi test Weber:
• Normal: Bila diantara sisi kanan dan kiri sama kerasnya
• Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi telinga tersebut
• Pada lateralisasi ke ........... (kita misalkan ke kanan) maka terdapat kemungkinan:
1. Tuli konduksi lateralisasi ke telinga sakit
▪ Tuli konduksi sebelah kanan, misalnya ada otitis media di sebelah kanan
▪ Tuli konduksi kedua telinga, tapi gangguan pada telinga kanan lebih hebat
2. Tuli persepsi lateralisasi ke telinga sehat
▪ Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
di sebelah kanan
▪ Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah
kanan
▪ Tuli konduksi kedua telinga, tapi gangguan pada telinga kanan lebih hebat
• Test Swabach
➢ Bertujuan untuk membandingkan daya transpor melalui tulang mastoid antara
pemeriksa (dianggap normal) dengan pasien
➢ Pemeriksa meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada prosesus mastoid
pasien. Pasien akan mendengar suara garpu tala itu makin lama makin melemah dan akhirnya
tidak mendengar lagi. Saat pasien idak mendengar suara garpu tala, segera pindahkan garpu
tala ke prosesus mastoid pemeriksa. Bagi pemeriksa dua kemungkinan dapat terjadi: akan
mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
73
NEUROLOGY REVIEW
o Pemeriksaan fungsi vestibularis (fungsi ini pula yang diteliti bila terdapat keluhan pusing)
• Observasi sikap berdiri dan sikap badan (sewaktu bergerak)
➢ Dengan test romberg
• Syarat: Pasien bisa berdiri sendiri dengan baik
• Instruksikan pasien agar berdiri dengan kaki yang berhimpit dengan mata terbuka.
Yakinkan pasien bahwa pemeriksa akan menangkap pasien jika akan terjatuh. Lakukan
selama 30 detik
• Instruksikan pasien agar berdiri dengan kaki yang berhimpit dengan mata tertutup.
Yakinkan pasien bahwa pemeriksa akan menangkap pasien jika akan terjatuh. Lakukan
selama 30 detik
74
NEUROLOGY REVIEW
➢ Fakuda Stepping
• Pasien diinstruksikan untuk jalan ditempat selama 1 menit
dengan mata tertutup
➢ Tandem Gait
• Pasien diinstruksikan untuk berjalan pada suatu garis lurus
dengan kaki rapat (ujung jari kaki kiri bertemu dengan
tumit kaki kanan, begitu sebaliknya saat berjalan)
• Observasi nistagmus spontan
75
NEUROLOGY REVIEW
➢ Interpretasi:
• Tidak ada nystagmus: normal
• Nystagmus dengan jeda dan fatigable: gangguan vestibular perifer
• Nystagmus tanpa jeda dan non-fatigable: gangguna vestibular sentral
• Head Impulse Test
➢ Pemeriksa duduk dihadapan pasien. Jelaskan
kepada pasien bahwa pemeriksa akan menggerakan
kepala pasien sehingga pasien harus merilekskan
lehernya
➢ Letakkan tangan di kedua sisi kepala pasien.
Instruksikan pasien untuk fokus melihat hidung
pemeriksa
➢ Putar kepala pasien ke kanan sebesar 15 O dengan
cepat, lalu kembalikan lagi ke posisi medial
➢ Perhatikan mata pasien, lalu ulangi dengan
memutar kepala pasien ke kiri
➢ Interpretasi:
• Mata pasien tetap melihat ke hidung pemeriksa saat kepalanya diputar: normal
• Mata pasien tidak melihat hidung pasien (gerakan mata mengikuti arah gerak putaran
kepala) lalu mata kembali melihat hidung pemeriksa saat dikembalikan ke posisi medial
→ gerakan sakadik (+): lesi vestibular perifer
• Mata pasien tidak melihat hidung pasien saat diputarkan ke salah satu sisi dan saat
dikembalikan ke posisi medial → gerakan sakadik (-): lesi vestibular sentral
76
NEUROLOGY REVIEW
Sentral Perier
Stroke atau TIA batang otak, multipel sklerosis, Vestibular neuronitis, benign positional vertigo,
neoplasa, syringobulbia, Arnold Chlari meiere disease, trauma lokal atau post tramatic,
malformation, Migrain basilaris, perdaraha fisiologis (misal: mabuk darat), tumor/massa di
cerebellar fossa posterior, obat/toxin (misal antibiotik)
- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang bertujuan untuk pengecapan 1/3
posterior lidah dan sekresi kelenjar parotis
- Nervus ini merupakan nervus sensoris dan motoris yang bertujuan untuk menelan, fonasi serta
parasimpatis untuk jantung dan viseral abdomen
77
NEUROLOGY REVIEW
- Nervus ini merupakan nervus motoris yang bertujuan untuk gerakan kepala, leher dan bahu
- Saat pemeriksaan, tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai fungsi dari m. trapezius dan m.
sternokleidomastoideus
- Gangguan klinis yang terjadi:
1. Tortikolis: disfungsi unilateral kedua otot, kepala miring, wajah menoleh ke salah satu sisi, dagu
sedikit terangkat
2. Kelumpuhan LMN bilateral kedua otot sehingga leher/kepala tidak dapat ditegakkan (kepala
menunduk ke bawah)
- Nervus ini merupakan nervus motoris yang bertujuan untuk mengatur persarafan otot-otot
penggerak lidah
78
NEUROLOGY REVIEW
1. M. Stiloglosus
2. M. Hipoglosus
3. M. genioglosus
4. M. longitudinalis inferior dan superior
- Pemeriksaan dilakukan dengan:
1. Pasien diminta menjulurkan lida
2. Terlihat lidah menyimpang ke sisi yang lumpuh (lesi UMN dan LMN)
3. Apabila disertai dengan hemiatropi (lesi LMN)
79