Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

WADIAH (BARANG TITIPAN)

Oleh :

kelompok 6

NAMA : MUH. KHAIRUL FATIHIN

HISRUL AZIZ

BQ. MILNASARI

KELAS : III A

DOSEN : HASAN ASY’ARI

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI (IAIH)


TAHUN AJARAN 2013/ 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat alloh swt yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat ,sehingga aktipitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan , baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih lebih lagi pada kehidupan akherat kelak , sehingga semua cits-
cita serta harapan yang kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan kepada bapak / ibu dosen seta
teman -teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil,
sehingga makalah ini terselesikan dalam waktu yang telah ditentukan .

Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekuranganya,baik baik dari segi tata bahasa maupun
dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadang kala hanya
menturuti egoisme pribadi, untuk itu beser harapan penulis jika ada kritik dan saran yang
membangun utuk lebih menyempurnakan makalah penulis dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
penulis susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi , teman –teman ,serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi sebagai tambahan reperensi yang telah ada.

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
.........................................................................................................................................

DAFTARISI......................................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN............................................................................................................

A. Definisi pinjaman.............................................................................................
B. Jenis-jenis pinjaman........................................................................................
C. Tujuan penggunaan dana...............................................................................
D. Metode menghitung pelunasan pinjaman

BAB III PENUTUP

Kesimpulan..............................................................................................................

Kritik Dan Saran..............................................................................................…….

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

WADHIAH (TITIPAN)

A. Pengertian Wadhiah
Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu, di dalam kitab
tertulis bahwa:

‫والوديعه هي المال الموضوع عند الغيرليحفظ (ال تصح) الوديعه بمعن االيدع‬

“Wadiah adalah harta yang dititip kepada orang lain agar harta itu dijaga. titipan itu tidak
sah kecuali ada izin untuk mendapatkannya”.

Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, Dan
dalam tradisi Fiqih Islam Al-Wadi’ah dapat di artikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain baik individu maupun badan hukum, yang harus di jaga dan di kembalikan kapan saja
si penitip menghendaki. Madzhab Hambali, Syafi’I dan Maliki ( jumhur ulama ) mendefinisikan
wadhi’ah sebagai berikut : mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara
tertentu. Tokoh – tokoh ekonomi perbankan juga berpendapat bahwa wadhi’ah adalah akad
penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.

‫مع نيته‬,,‫خذه‬,,‫ او استحفظكه وب‬,,‫ او دعتك هذا‬,,‫صح ايداء محترم ب‬

artinya:

Sah mewadi’ahkan barang muhtaram dengan mengucap “barang ini saya titipkan
kepadamu” atau barang ini saya mintakan penjagaanmu” juga sah dengan “ambillah dia”

didalam mewadhi’ahkan suatu barang, dianjurkan untuk mengucap“barang ini saya


titipkan kepadamu” atau barang ini saya mintakan penjagaanmu” juga dengan “ambillah dia
maka sahlah barang itu untuk dititipkan kepada wadhi’.

Maka jikalau wadi’ itu berkata “apa yang engkau titipkan kepada ku “. atau aku menolak
titipan tersebut tanpa ada kelalaian maka barang barang titipan itu adalah sodakoh. dan tidak
diisyaratkan lafaz menerima dari orang yang menerima titipan bahkan cukup dengan menerima
saja. Artinya bahwa didalam memberikan barang titipan seorang mudhi’ dianjurkan atau di
isyaratkan untuk melafazkan bagi orang yang menerima titipan itu supaya kedudukan barang itu
jelas sedangkan bagi wadhi’ cukup dengan menerimanya saja. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa barang yang dititipkan itu akan berganti menjadi sebuah jaminan seperti
yang tertulis di dalam kitab.

‫ا‬oo‫ فان اودع صبي او سفيه عند بالغ شيئا فال يقبله‬,‫ال تصح اال من جائز التصرف عند جائزالتصرف‬
‫فان اودع صبي او سفيه عند بالغ شيء فال يقبله‬

"jikalau anak kecil atau orang yang bodoh meskipun sudah ballig mengajak kepada
sesuatu maka titipan itu tidak diterima. maka jikalau diterima titipan itu bukan dinamakan titipan
melainkan jaminan." Tidak diterima suatu jaminan, jikalau wali dari anak kecil atau anak bodoh
itu menolaknya".

Seorang anak kecil atau yang belum baligh tidak dibenarkan untuk menerima titipan,
walaupun dia mampu menjaga titpan itu dan percaya kepada dirinya, bukan karena barang titipan
itu tapi karena belum balig dan karena alasan syar’i.

‫ومتي طلبها الما لك لزمه الرد بان يخلي بينه وبينها‬,‫فسا فربها‬

artinya:

“Maka orang yang memliliki titipan itu, suatu saat menuntut kepadanya, maka wajib
orang yang diberikan titipan itu mengembalikannya karena membiarkannya”.

Seorang penerima titipan wajib memberikan barang yang dititipkan kepada pemiliknya
jika ia telat mengembalikan barang tersebut, atau ia menitipkannya kepada orang lain tanpa dia
dalam perjalanan atau tidak darurat, atau ia menyampurkan dengan harta miliknya atau
penitipnya juga, apabila dia meminta untuk digunakan supaya dimampaatkan, maka barang
titipan itu tidak ada mamfaatnya atau dia menjaga harta tersebut kepada penjaga yang lain atau
pemilik itu mengatakan “ jagalah harta ini pada tempatnya. maka jikalau di tempatkan di tempat
lain dan menjaganya sebagai jaminannya.
‫فان مات احدهما او جن اواغمي عليه انفسخت ويدالمودع اما نه‬,‫ولكل منهم الفسخ متي شاء‬

"Setiap dari dua permasalahan tersebut, akan terhilang atau terhapus sampai waktu yang
ditentukan, maka jikalau mati salah satunya tersebut, atau sakit maka barang titipan itu batal
sebagai amanat".

B. Hukum Wadhi’ah

‫ وخا ف ان يحون كره له اخدها فان‬,‫ومن عجز عن حفظ الوديعه حرم عليه قبو لها وانقدر ولم يسق با ما نته نفسه‬

‫وثق استحب فان ارادالسفر اوخاف الموت فليردها الي صا حبها‬

“Barang siapa yang tidak mampu menjaga titipan itu maka haram baginya itu untuk
menerima titipan tersebut Apabila dia takut dalam menjaga maka makruh hukumnya menerima
titipan itu, atau jika dia mampu menjaganya, maka dia disunnahkan menjaga titpan tersebut.
jikalau orang yang menerima titipan tersebut bepergian atau takut mati, maka hendaklah
dikembalikan kepada pemiliknya.”

‫ وكره علي غير واثق با ما نته‬,‫وحرم علي عا جز عن حفظ الوادعه اخذها‬

“Haram menerima wadi’ah bagi orang yang tak kuasa menjaganya dan makruh bagi
orang yang tidak yakin akan kepercayaan dirinya.”

seorang wadhi’ harus mampu menjaga titipan itu, jika tidak mampu menjaganya maka
hukumnya haram, atau jika dia mampu menjaganya maka disunnahkan menjaga titipan itu untuk
kebaikan andaikata seorang wadi’ akan bepergian hendaklah untuk dikembalikan.

‫ فان فقد فالي امين فان لم يفعل فما ت ولم يوصي بها اوسافر بها ضمنها‬,‫فان لم يجده وال وكيله سلمها‬

‫واشراف حرزعلي خرا‬,‫ وخوف حرق‬,‫ وسفر‬,‫الان كان لعدركمرض‬

artinya

Maka jikalau dia menemukannya dan tidak ada yang mewakilinya maka hendaklah
menyerahkan barang titipan itu atau hendaklah diamankan. sekiranya dia tidak mampu
melakukan tersebut dan mati, kemudian belum berwasiat kepada orang kepada orang yang
mewakilinya atau dia bepergian maka dialah yang menanggung titipan tersebut. andaikata barang
tersebut selamat dalam penjagaanya maka hendaklah di serahkan kepada hakim pemeliharaanya
itu. kecuali orang yang menjaga titipan itu mati, atau dia meletakkan di suatu tempat yang
kemudian barang tersebut dirampas atau kebakaran dan tidak memungkinkan sesuatu itu
diamankan.

seorang yang menemukan barang titipan maka hendaklah diserahkan atau diamankan.
Wadhi’ yang belum mengembalikan wadhi’ah itu dan tidak berwasiat maka dialah yang
menanggungnya. dianjurkan bagi seorang wadhi’untuk mengembalikan kepada hakim
pemeliharaanya kecuali sakit, dirampas kebakaran yang tidak memungkinkan sesuatu itu
diamankan.

Tidak berkewajiban menanggung jika dititipkannya lagi karena udzur semisal sakit,
bepergian, khawatir koyak atau gedung tempat menyimpan akan roboh. juga wajib menanggung
sebab meletakkan wadi’ah di tempat yang tidak sepatutnya, memindahkan nya ketempat yang
tidak sepatutnya, tidak menyingkirkan hal-hal yang merusakkan nya seperti menjatuhkan pakain
bulu atau tidak memakai waktu dibutuhkannya, menyimpang dari penjagaan yang diperintah
pemilik, menyepelkan dan menunda penyerahnnya kepada pemilik tanpa ada udzur setelah
dimintakannya, memamfaatkannya misalnya memakai atau mengendarai yang bukan untuk
keperluan pemilik.

Dan juga menanggung sebab misalnya mengambil satu dirham dari dalam kantong yang
berisikan dirham-dirham titipan sekalipun mengembalikan dirham lain yang semisalnya; ia wajib
menanggung seluruh dirham dalam kantong jika yang dikembalikan tadi tidak dibedakan dari
yang lain, karena ia sudah mencampurkan dirham sekantong dengan dirham miliknya sendiri
tanpa bisa dibedakan yang makanya dianggap melampaui batas.apabila bisa dibedakan demgam
yang semacam cetakannya atau mengembalikan dirham yang telah dia ambil itu jugga, maka
hanya wajib menanggung satu dirham yang ia ambil itu saja. sebagaimana wakil atau teman
berserikat atau amil qiradh, maka wadi’ bisa dibenarkan dengan bersumpah pada dakwaanya
bahwa telah mengembalikan barang kepada yang menaruh kepercayaan kepadanya dalam hal ini
adalah mudhi = yang menitipkan ; bukan kepada ahli waris mudi
‫ويضمن وديع بايداعيره ولو قا دي‬

“Wadi’ wajib menanggung kerugian wadi’ah sebab menitipkannya kepada orang lain
walaupun kepada qahi’ tanpa seizing pemilik”

‫وبوضع في غير حرز مثلها وبنقلها الي دون حرز مثله‬

“wajib menanggung wadi’ah sebab meletakkannya di tempat yang tidak sepatutnya”

‫ال علي وارثه‬,‫بيمين في دعوي ردها علي مؤتمنه‬,‫ كوكيا وشريك وعامل قراض‬,‫وصدق وديع‬

artinya: wadhi’ bisa dibenarkan dengan bersumpah pada dakwaannya bahwa telah
mengembalikan barang kepada yang menaruh kepercayaan kepadanya bukan kepada ahli waris
mudhi’.

terkadang didalam wadhi’ah tidak terlepas dari masalah yang mengharuskan seseorang
untuk melakukan sumpah demi kejelasan. dan dibenarkan wadhi’ untuk bersumpah. kalau
diketahui kebakaran dilanda secara umum, maka tidak usah disumpah selama tidak
mencurigakan.

C. Rukun dan syarat wadi’ah


adapun rukun dan syarat wadi’ah yang harus dipenuhi adalah
1. Barang yang di titipkan ,
2. Orang yang menitipkan /penitip ‫مضيع‬
3. Orang yang menerima titipan ‫وديع‬
4. Ijab qobul
D. Prinsip wadi’ah dan landasan syari’ah
Wadi’ah dapat di artikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain baik individu
maupun badan hukum yang harus di jaga dan di kembalikan kapan saja si peminjam
menghendakinya.Tujuan dari prinsip tersebut adalah untuk menjaga keselamatan barang dari
kehilangan ,kemusnahan ,kecurian dan sebagainya.Yang dimaksud barang di sini adalah sesuatu
yang berharga seperti uang,dokumen ,surat berharga,dan barang lain yang berharga disisi Islam .
Adapun landasan hukum (Syari’ah) yang menurut Al-qur’an yaitu pada QS.an-Nisaa’ :
58 yang artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat
(titipan ),kepada yang berhak menerimanya….” QS.al-Baqarah;283 yang artinya : “…… Jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain ,hendaklah yang mempercayai itu menunaikan
amanatnya (utangnya)dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya…” Dan landasan
hukum menurut Al-Hadis dari Abu Dawud dan menurut Tirmidzi hadist ini hasan ,sedangkan
Imam Hakim mengkategorikan sahih.yang arti dari hadis tersebut adalah sebagai berikut : “Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW.bersabda,” Sampaikanlah (tunaikanlah )amanat
kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah
mengkhianatimu.”
Ibnu Umar berkata bahwa Rosulullah telah bersabda ,”Tiada kesempurnaan iman bagi
setiap orang yang tidak beramanah,tidak sholat bagi yang tidak suci.” (HR Thabrani) .
Dan berdasarkan ijma para tokoh ulamak Islam sepanjang zaman telah melakukan
ijma(consensus)terhadap legitimasi Wadi’ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini jelas
terlihat ,seperti di kutib Dr.Azzuhaily dalam al-fiqh al –islam wa Adillatuhu dari kitab al-Mugni
wa Syark Kabir li Ibni Qudhamah dan Mubsuth li Imam Sarakhsy
E. Jenis Jenis Whadi’ah
adapun pembagian wadi’ah dalam islam adalah
1. Titipan Wadi’ah yad Amanah
Secara umum Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’) yang
mempunyai barang atau aset kepada pihak penyimpan (mustawda) yang di beri amanah atau
kepercayaan baik individu maupun badan hukum ,tempat barang yang di titipkan harus di jaga
dari kerusakan ,kerugian ,keamanan ,dan keutuhannya ,dan di kembalikan kapan saja penyimpan
menghendaki. Barang atau aset yang di titipkan adalah sesuatu yang berharga dapat berupa
uang , barang ,dokumen ,surat berharga,atau barang berharga lainnya. Dalam konteks ini pada
dasarnya pihak penyimpan sebagai penerima kepercayaan adalah yad amanah yang berarti
bahwa ia tidak di haruskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam penitipan terjadi kehilangan
atau kerusakan pada barang atau aset yang di titipkan ,selama hal ini bukan akibat dari
kesalahan atau kelalaian yang bersangkutan dalam memelihara barang /aset titipan.
Biaya penitipan boleh di bebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas
tanggung jawab pemelihara.Dengan prinsip pihak penyimpan tidak boleh menggunakan
atau ,barang atau aset yang di titipkan tidak boleh di campur adukan dengan barang atau aset lain
,melainkan harus di pisahkan untuk masing-masing barang atau aset penitip.Karena
menggunakan prinsip yad amanah,akad titipan seperti ini bisa di sebut wadi’ah yad amanah.
2. Titipan Wadi’ah yad Dhamanah
Dari prinsip yad al amanah ‘tangan amanah’ kemudian berkebang prinsip yadh-
dhamanh ,tangan penanggung ‘yang berarti bahwa penyimpan bertanggung jawab atas segala
kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang atau aset titipan.
Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodium adalah trustee yang segaligus
peminjam keamanan barang atau aset yang dititipkan .Ini juga berarti bahwa pihak pemyimpan
telah mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunakan barang atau aset yang dititipkan
tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu ,dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan
mengembalikan barang atau aset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan
menghendaki .Hal ini sesuai dengan anjuran dalam islam agar aset selalu diusahakan untuk
tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan saja).
Dengan prinip ini ,penyimpan oleh mencampur aset penitip dengan aset penyimpanan
atau aset penitip yang lain dan kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari
keuntungan .Pihak penyimpan berhak berhak atas keuntungan yang di peroleh dari pemanfaatan
aset titipan dan bertanggung jawab penuh atas resiko kerugian yang mungkin timbul .Selain itu
penyimpanan di perbolehkan juga atas kehendak sendiri ,memberikan bonus terhadap pemilik
aset tanpa akad perjanjian yang mengikat sebelumnya dengan menggunakan prinsip Yad
Dhamamah.
BAB II PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari kitab-kitab yang sudah dibaca, dapat disimpulkan bahwa wadhi’ah adalah harta
yang dititpkan seorang mudhi’ kepada wadhi’ dengan tujuan untuk menjaga barang dari
kemusnahan, perampokan dan lain sebagainya. seorang anak kecil tidak dibenarkan
menerima titipan karena alasan syar’I jika diterima bukan merupakan titipan melainkan
jaminan. jika seorang mudhi’ mau mengambil harta yang dititipkan, maka wajib bagi
penerima titipan mengembalikan harta yang telah dititipkan kepadanya adapun syarat dan
rukun wadhi’ah adalah barang yang dititipkan, wadhi’, mudhi’ dan akad. dibenarkan wadhi’
bersumpah jika ada persoalah tentang barang titipan.
b. Saran dan Kritik
kritik dan saran yang membangun dari dosen kami butuhkan dalam proses perbaikan
makalah kami yang selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

As’ad Ali, “ wadi’ah”, Terjemah Fathul Mu’in, rabu 30 oktober 2013 , hal 430.

Asyaikh muhammad azzuhri al gamrawi, “wadi’ah” , Anwarul Masaalik, rabu 30 oktober 2013,
hal 177.

Syafi’I ,Antonio Muhammad.Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik.Jakarta : Gema Insani.2001

Wiroso. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syari’ah . Jakarta : Grasindo.2005

http://id.wikipedia.org/wiki/Wadiah

Anda mungkin juga menyukai