Anda di halaman 1dari 184

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357969848

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Konstruksi)

Book · September 2021

CITATIONS READS

0 1,444

2 authors:

Wayan Mustika Miswar Tumpu


Universitas Haluoleo 125 PUBLICATIONS 328 CITATIONS
14 PUBLICATIONS 81 CITATIONS
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analisis Konsentrasi TSS dan Pengaruhnya pada Kinerja Pelabuhan Menggunakan Data Remote Sensing Optik di Teluk Kendari View project

BOOK CHAPTER View project

All content following this page was uploaded by Miswar Tumpu on 27 March 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMANFAATAN MATERIAL ALTERNATIF
(SEBAGAI BAHAN PENYUSUN
KONSTRUKSI)

Penulis
Siti Nurjanah Ahmad, Isnaeny Maulidiyah Hanafie, Meny Sriwati,
Charles Kamba., Franky Edwin Lapian, Lasty Dinulfy R. K.S.,
Mansyur, Wayan Mustika, Miswar Tumpu, Irianto, Didik
Suryamiharja S Mabui, Ari Kusuma, Yafet, Ida Gubaiha Wasolo,
Alfauzsia Syam.

EDITOR

Sri Gusty, Adri Raidyarto, Masdiana

PENERBIT

TOHAR MEDIA
i
Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan
Penyusun Konstruksi)
Penulis :
Siti Nurjanah Ahmad, Isnaeny Maulidiyah Hanafie, Meny Sriwati, Charles Kamba., Franky
Edwin Lapian, Lasty Dinulfy R. K.S., Mansyur, Wayan Mustika, Miswar Tumpu, Irianto,
Didik Suryamiharja S Mabui, Ari Kusuma, Yafet, Ida Gubaiha Wasolo, Alfauzsia Syam.
ISBN : 978-623-5603-06-3
Editor :
Sri Gusty, Adri Raidyarto, Masdiana
Desain Sampul dan Tata Letak

Ai Siti Khairunisa

Penerbit

CV. Tohar Media

Anggota IKAPI No. 022/SSL/2019

Redaksi :

JL. Rappocini Raya Lr 11 No 13 Makassar

JL. Hamzah dg. Tompo. Perumahan Nayla Regency Blok D No.25 Gowa

Telp. 0852-9999-3635/0852-4353-7215

Email : toharmedia@yahoo.com

Website : https://toharmedia.co.id

Cetakan Pertama September 2021

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik termasuk
memfotocopy, merekam atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin
tertulis dari penerbit.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima
Miliar Rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau
hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana paling lama 5 (lima tahun)
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
melimpahkan Rahmat serta Hidayah‐Nya sehingga Tim penulis
bisa menyusun dan menyelesaikan buku “Pemanfaatan Material
Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Konstruksi) tepat pada
waktunya. Buku ini diharapkan sebagai tambahan referensi bagi
akademisi dan mahasiswa khususnya bidang Teknik Sipil serta
masyarakat pada umumnya.
Buku “Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan
Penyusun Konstruksi) merupakan buku yang dapat digunakan
oleh para mahasiswa (khususnya) agar memahami prinsip yang
mendasar, serta dasar-dasar interpretasi hasil karakterisasi.
Untuk memberikan gambaran penerapan berbagai teknik yang
dikemukakan, pada setiap jenis metode karakterisasi, selain
dikemukakan prinsip dan teknik untuk melakukan karakterisasi,
tim penulis juga mengutip sejumlah hasil penelitian yang
menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Dengan demikian para
mahasiswa akan memiliki pengetahuan tentang aplikasi dari
teknik yang dikemukakan untuk menyelesaikan berbagai
masalah dalam penelitiannya terkait penggunaan material
alternatif
Penulis sadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, maka
kritik dan saran yang bertujuan memperbaiki isi buku ini akan
diterima dengan senang hati. Kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuannya sehingga buku ini dapat diterbitkan,
tim penulis ucapkan banyak-banyak terima kasih.

Makassar, 4 Oktober 2021

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman Depan _i
Halaman Penerbit _ii
Kata Pengantar _iii
Daftar Isi _iv
Bab 1. Komponen Material Konstruksi Perkerasan Jalan _1
1.1. Pendahulu _1
1.2. Jenis Konstruksi Perkerasan _1
1.3. Material Konstruksi erkerasan Jalan _4
1.4. Penutup _10
Bab 2. Komponen Material Konstruksi Bangunan _13
2.1. Pendahuluan _13
2.2. Struktur Bangunan _14
2.3. Komponen Material _16
2.4. Penutup _22
Bab 3. Material Alternatif Ramah Lingkungan _23
3.1. Pendahuluan _23
3.2. Contoh Material Alternatif Ramah Lingkungan _25
3.3. Penutup _33
Bab 4. Agregat Dari Material Lokal _33
4.1. Pendahuluan _33
4.2. Agregat Untuk Konstruksi Jalan _36
4.3. Agregat Untuk Konstruksi Jalan _43
4.4. Penutup _43

iv
Bab 5. Material Buatan _43
5.1. Pendahuluan _47
5.2. Isu Pembangunan Pada Tanah Lunak _48
5.3. Karakteristik Tanah Lunak dan Kapasitas
Dukung _49
5.4. Input Teknologi Perbaikan dan Perkuatan Tanah
Lunak _52
5.5. Material Konstruksi Lokal _53
5.6. Penelitian Terkait _54
5.7. Penutup _56
Bab 6. Pemanfaatan Limbah _59
6.1. Pendahuluan _59
6.2. Pendahuluan _61
6.3. Reduse, Reuse, Recycle _63
6.4. Sustainable Construction _66
6.5. Penutup _67
Bab 7. Material Pengganti Kayu _69
7.1. Pendahuluan _69
7.2. Reduced Beam Section (RBS) _72
7.3. Penutup _77
Bab 8. Material Pengganti Agregat _79
8.1. Pendahuluan _72
8.2. Material Pengganti Agregat _80
8.3. Penutup _90

v
Bab 9. Material Pengganti Dinding _91
9.1. Pndahuluan _91
9.2. Penelitian yang Berkaitan dengan Pengujian
Dinding _93
9.3. Rumah Tinggal _94
9.4. Pengaruh Gempa Terhadap Non
Engineering Building _95
9.5. Dinding Beton Busa _96
9.6. Penutup _100
Bab 10. Material Pengganti Semen _101
10.1. Pendahuluan _101
10.2. MaterialzPengganti Semen _103
10.3. Penutup _107
Bab 11. Matrial Pengganti Aspal _109
11.1. Pendahuluan _109
11.2. Nilai Strategis Aspal Alam Buton _111
11.3. Aspal Buton _112
11.4. Penutup _119
Bab 12. Material Subtitusi Filler _120
12.1. Pendahuluan _120
12.2. Karakteristik Material Filler serta lokasinya _129
12.3. Penutup _130

vi
Bab 13. Limbah Styrofoam Sebagai Campuran Aspal _131
13.1. Pendahuluan _131
13.2. Pekerjaan Jalan _131
13.3. Campuran Aspal Panas _132
13.4. Styrofoam _133
13.5. Limbah Styrofoam pada Campuran Aspal _134
13.6. Penutup _135
Bab 14. Limbah Sabut Kelapa Pada Campuran Aspal _137
14.1. Pendahuluan _137
14.2. Perkerasan Lentur _138
14.3. Limbah Sabut Kelapa _140
14.4. Karakteristik ampas kelapa _141
14.5. Penutup _142
Bab 15. Aspal Buton Sebagai Bahan Tambah Campuran
Beraspal _143
15.1. Pendahuluan _143
15.2. Struktur Perkerasan Jalan _144
15.3. Aspal Buton _145
15.4. Karakteristik Asbuton pada Campuran
Beraspal _146
15.5. Penutup _149
Daftar Pustaka _149

vii
PEMANFAATAN MATERIAL ALTERNATIF
(SEBAGAI BAHAN PENYUSUN
KONSTRUKSI)

viii
Bab 1
KOMPONEN MATERIAL KONSTRUKSI
PERKERASAN JALAN
1.1 Pendahuluan
Jalan merupakan infrastruktur darat yang meliputi elemen jalan,
beserta konstruksi perlengkapannya dan digunakan untuk
kepentingan berlalu lintas. Jalan berada pada permukaan tanah,
di atas tanah, juga yang ada di atas air serta di bawah permukaan
tanah atau air, terkecuali untuk rel kereta api, lintasa lori dan
jalur kabel. Jalan memiliki susunan lapisan yang merupakan
bagian jalan diperkeras dengan suatu lapis konstruksi tertentu,
dan memiliki tebal, kekuatan, kaku dan stabilitas tertentu untuk
dapat menyalurkan beban kendaraan yang lewat di atasnya
dengan aman sampai ke tanah dasar.
Perkerasan jalan terdiri lapis-lapis konstruksi yang ada di antara
lapisan bawah dan roda kendaraan, yang fungsinya untuk
memberikan pelayanan terhadap fasilitas angkutan dan selama
masa pelayanan jalan. Lapis keras tersebut disusun merupakan
perpaduan antara agregat aspal, dan bahan pengisi (filler) dan
untuk bahan pengikat yang dipakai berupa aspal, campuran
beton atau tanah liat dengan mutu dan karakteristik yang baik.
1.2. Jenis konstruksi Perkerasan
Sukirman (1992) menjelaskan bahwa lapis keras dapat dibedakan
berdasarkan material pengikatnya. Ruas Jalan mempunyai
lapisan perkerasan bagian jalan yang diperkeras menggunakan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 1


suatu lapisan konstruksi khusus, memiliki ketebalan, kekuatan,
kekakuan untuk stabilitas yang baik. Untuk dapat menyalurkan
beban lalu lintas dari lapisan atasnya sampai ke tanah dasar.
Beberapa jenis perkerasan jaan yang menggunakan
material/bahan dengan bahan pengikat yang berkualitas adalah:
1. Konstruksi Perkerasan Lentur atau Flexible Pavement
Lapis keras yang memakai aspal sebagai bahan penyusunnya,
memiliki permukaan setengah padat dan cenderung keras.
Unsur pokok material aspal yang paling baik ialah bitumen.
Bitumen terjadi secara alami, jika aspal dalam keadaan cair
dapat dipanaskan terlebih dulu dengan suhu tertentu dan
aspalnya akan menjadi cair.

Gambar 1.1. Struktur Lapis Perkerasan Jalan


(Sumber: Sukirman, 2003)
2. Lapis Perkerasan Kaku atau Rigid Pavement
Perkerasan tersebut memakai bahan ikatan portland semen
(PC) dimana struktur jalan beton atau perkerasan kaku
merupakan struktur dengan lapisan atasnya adalah lantai
beton dan diletakkan diatas tanah dasar atau pondasi yang
berfungsi untuk menanggung sebagian besar beban
kendaraan di atasnya.

2 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Gambar 1.2. Struktur Lapis Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
(Sumber: Sukirman, 2010)
Dalam merencanakan dan membuat perkerasan kaku ada
beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi adalah :
a) Kondisi lapisan Tanah Dasar
Kekuatan dukung tanah untuk perkerasan tersebut
memiliki kapasitas yang disebut CBR lapangan
singkronkan dengan aturan SNI 03-1731-1989 atau
pemadatan laboratorium dengan mengacu pada SNI 03-
1744-1989. Dalam kedua aturan tersebut sudah
mengklasifikasikan ketebalan lapis keras yang lama dan
perkerasan jalan yang baru.
b) Beton Semen
Untuk hasil uji tekan beton dinyatakan dalam nilai kuat
tarik dalam pengujian kelenturan dilaboratorium saat
umur beton mencapai 28 hari.
c) Lalu Lintas
Beban kendaraan ditentukan berdasarkan jumlah sumbu
roda kendaraan sebagaimana bentuk konfigurasi sumbu
pada lajur rencana selama umum perencanaan awal.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 3


d) Bahu
Perkerasan kaku memiliki bagian bahu yang dibuat dari
material lapis pondasi bagian bawah dengan lapisan
penutup aspal atau lapisan beton semen dengan lebar
minimal 1,5 m.
e) Sambungan
Panel pada perkerasan kaku berbentuk sepersegi dengan
maksimal ukuran panjang dan lebarnya 1,25 m serta
minimum sambungan memanjang berjarak antara 3 sampai
4 m dengan jarak sambungan melintang optimum adalah 5
m.
3. Perkerasan Komposit atau Composite Pavement
Lapis perkerasan jalan yang menggabungkan antara struktur
perkerasan kaku dan perkerasan lentur dan memposisikan
letak konstruksi perkerasan lentur di atas lapis keras kaku
atau dapat pula dilakukan sebaliknya.
1.3 Material Konstruksi Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan dibuat dengan struktur susunan lapis
perkerasannya berupa batuan agregat, bitumen/aspal, dan bahan
pengisi rongga (filler). Prosedur pembuatan perkerasan jalan
dibuat sebaik mungkin agar mendapatkan hasil yang bermutu
dengan memakai bahan/material yang baik dan sudah teruji.
Menurut Puspito (2008) fungsi perkerasan jalan adalah
menyediakan permukaan yang rata dan halus bagi pengemudi,
guna memberi perlindungan pada lapisan tanah dari pengaruh
buruk perubahan iklim serta untuk mendistribusikan beban berta
kendaraan dengan benar pada lapisan tanah dibawahnya juga
untuk melindungi tanah dari tekanan. besar. Beberapa elemen
struktural utama dalam pembangunan jalan meliputi pekerjaan
penimbunan, pondasi di bawah timbunan, galian dan perkerasan
jalan. Untuk setiap material konstruksi perkerasan jalan

4 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


memerlukan bahan penyusun berupa agregat, bahan pengisi (filler),
semen dan aspal, dengan karakteristik komponen materialnya
sebagai berikut:
1. Agregat
Agregat merupakan bahan konstruksi perkerasan jalan yang
difungsikan untuk menopang muatan lalu lintas. Mutu dan sifat
yang baik dari agregat sangat dibutuhkan guna melapisi muka
aspal yang langsung menahan beban dan mendistribusikan ke
bawah lapisannya. Karena merupakan bagian penting pada
pekerjaan lapis keras jalan maka agregat harus memiliki
bentukan dan tekstrur yang baik dan merupakan batuan yang
ada dalam tanah yang berasal dari kulit bumi.
Secara umum jenis agregat dapat digolongkan dalam jenis
material:
1. Pasir yang merupakan bahan bangunan unsur butir yang
didapatkan dari proses lapukan alamiah batuan dengan
pemecahan batu pasir.
2. Melalui proses pelapukan alami batuan di hasilkan kerikil
dengan ukuran lebih besar dari pasir dan tertahan pada
saringan No.4 terdiri dari kerikil butiran kecil, kerikil
sungai dan kerikil gunung.
3. Split kerikil/batu pecah yang diperoleh dari alat pemecah
mekanis dari beberapa jenis batu/berangkal. Misalnya:
batu kapur, granite, batuan dari singkapan, dan dari terak
nikel (slag nikel), quartzite atau batu pecah crusher
screenings
Penentuan gradasi agregat sangat diperlukan dalam bahan
perkerasan jalan karena gradasi adalah tatanan butir agregat
sama ukuran komponennya dan diukur dalam presentase
terhadap keseluruhan beratnya dan secara secara umum
susunan agregat dapat dikelompokkan dalam:

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 5


a. Tingkatannya seragam (uniform graded) merupakan agregat
berbentuk butiran dengan ukuran sama atau serupa dan ada
sedikit agregat halus didalamnya.
b. Gradasi padat (dense graded) yaitu agregat yang ukuran
butirannya kasar sampai dengan butiran halus terbagi secara
menyeluruh dan hasil campuran akan mempunyai
konsistensi tinggi, sifat kedap airnya meningkat dan
memiliki berat isi lebih banyak.
c. Susunan/gradasi Senjang (poorly graded) merupakan agregat
dengan ukuran butirannya terdistribusi tidak menerus.
Agregat dengan gradasi senjang atau timpang akan
menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya cukup baik.
2. Aspal/Bitumen
Aspal adalah bahan perekat warna hitam atau coklat tua, bisa
didapat di alam atau dibentuk dari sisa penyulingan minyak
bumi. Inti dari aspal adalah bahan bitumen yang pada suhu
kamar berbentuk padat atau sedikit padat, dan bersifat
termoplastik dan meleleh ketika dipanaskan sampai suhu
tertentu dan membeku lagi ketika suhu turun. Aspal atau
bitumen yang dicampur dengan agregat adalah bahan
pembentuk campuran perkerasan jalan. Berdasarkan sumber
asalnya aspal dibedakan sebagai berikut:
1. Asbuton (aspal batu buton)
Aspal alam di dunia hanya terdapat di 3 negara yaitu
terdapat di dalam bumi Trinidad, Venezuela dan pulau
Buton (Indonesia). Aspal yang berasal dari alam yang ada
di jazirah pulau Buton, dan ada juga yang diperoleh di
danau seperti di negara Trinidad. Aspal yang terbentuk
apabila minyak mentah di dalam perut bumi naik ke muka
bumi lewat celah-celah lapisan bumi. Karena adanya cahaya
matahari yang banyak dan tiupan angin maka minyak

6 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


ringan dan gas akan menguap dan meninggalkan
residu/sisa yang plastis.
2. Petroleum Asphalt atau aspal Minyak
Aspal yang bersumber dari residu destilasi minyak
bumi/residu minyak di sebut jenis asphaltic base crude oil
dan mengandung aspal, paraffin base crude oil yang dari
campuran antara parafin dan aspal (mixed base crude oil).
3. Aspal Modifikasi Polimer
Bahan polimer merupakan kelompok elastomer yang banyak
dipakai untuk memodifikasi aspal. Perubahan aspal dan
elastomer ini sudah berkembang sangat jauh dan telah
dipakai cukup lama di negara Amerika, Eropa, Australia,
Jepang, dan banyak negara lainnya.
Menurut H.C. Hardiyatmo (2013), terdapat beberapa jenis aspal
yakni:
1. Aspal Keras
Aspal keras adalah aspal yang dalam suhu kamar
berbentuk padat dan keras dengan penetrasi dan
kekerasan yang sesuai.
2. Aspal Cair
Ada 3 jenis aspal cair yang sering di pakai dalam
pengerjaan lapis perkerasan yaitu:
a. Aspal cair akan meneluarkan uap secara lambat (Slow
Curing Liquid Asphalt) dan merupakan aspal dari residu
dan mengandung sedikit minyak berat atau campuran
antara aspal keras dengan minyak residu dan mudah
dalam proses pengerjaan (workability).
b. Aspal cair penguapan sedang (Medium Curing Liquid
Asphalt)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 7


Aspal yang dihasilkan dengan cara aspal kerasnya
dicairkan dengan minyak tanah dan umumnya di
pakai untuk pekerjaan prime coat perkerasan jalan.
Contoh : MC-250.
c. Penguapan aspal cair secara cepat disebut Rapid Curing
Liquid Asphalt, dan untuk memperoleh aspal ini
dilakukan dengan cara mencairkan aspal keras dengan
bensin, dikarenakan menguapnya bensin jauh lebih
cepat dari minyak tanah dan dikenal dengan nama
aspal cair dengan penguapan cepat.
3. Aspal Emulsi
Apabila kita mencapurkan minyak dengan air maka
keduanya akan terpisah, untuk itu agar bahan ini
bercampur dalam suspensi harus ada bahan ketiga
berupa sabun yang akan dimasukkan kedalamnya
untuk memperlambat proses pemisahannya. Hasilnya
akan sama jika aspal keras dan air dicampur dengan
memakai bahan emulsi secara perlaham akan terjadi
pemisahan. Contoh bahan pengemulsi : sabun, lempung
koloidal, dan minyak sayur sulfonat.
3. Semen
Portland cement merupakan sisa/terak dari semen dan terdiri
dari kalsum silika yang bersifat hidrolis yang di giling secara
bersama-sama dengan tambahan bahan berupa senyawa
kristal kalsium sulfat serta beberapa bahan tambah lainnya.
Menurut standar SNI 15-2049-2004, Semen portland berasal dari
terak portland semen digiling dan kandungannya terdiri atas
kalsium silika yang bersifat hidrolis berbentuk kristal bersenyawa
dengan kalsium sulfat dan dapat ditambahkan dengan material
lainnya. Penelitian Totomihardjo (2004) menguraikan bahwa
terdapat 5 jenis semen portland dengan sifat khusus yakni:

8 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


a. Tipe I
Merupakan jenis semen berperekat hidrolis yang diperoleh
dengan cara menggiling klinker yaitu kalsium silikat bersama
bahan tambah berbentuk kristal yang bisa digunakan untuk
struktur pengerasan jalan, gedung, jembatan, dan lain-lain.
b. Tipe II
Semen jenis ini dalam pemanfaatannya memerlukan daya
tahan terhadap sulfat dan panas dengan hidrasi sedang.
Portland semen tipe ini dapat dipakai untuk bangunan ditepi
laut, bendungan, dan irigasi, atau beton mutu tinggi.
c. Tipe III
Penggunaannya semen tersebut memerlukan faktor kuat
yang tinggi pada fase awal setelah terjadi pengikatan. Kadar
C3S-nya sangat tinggi dan butirannya sangat halus,
digunakan untuk bangunan dengan kekuatan tekan tinggi.
d. Tipe IV
Semen portland jenis ini dapat diaplikasikan pada bangunan
memerlukan panas dengan hidrasi rendah, sehingga kadar
C3S dan C3A rendah dan dipergunakan untuk proses
pengecoran yang tidak mengakibatkan panas, pelaksanaan
pengecoran dengan penyemprotan (setting time) waktu lama.
e. Tipe V
Semen tipe ini dipakai hanya untuk bangunan dengan
ketahanan tinggi terhadap sulfat misalnya untuk
pembangunan sistem pengolahan limbah pabrik, konstruksi
dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan, dan
pembangkit tenaga nuklir.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 9


4. Air
Air pada campuran beton berfungsi sebagai pengencer dapat
berupa air tawar dengan sumber mata air sungai, danau, telaga
atau air laut maupun air limbah, tetapi memenuhi syarat mutu
yang telah ditentukan ( tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa). Jika memakai air laut umumnya mengandung 3,5 %
larutan garam karena kadar garam air laut akan dapat
menurunkan mutu beton hingga 20 %.
5. Baja tulangan
Khusus pada perkerasan kaku digunakanbesi tulangan atau
besi beton (reinforcing bar) berupa batangan baja yang
membentuk jala/anyaman baja yang dipakai sebagai alat
untuk menekan pada beton bertulang dan struktur beton
bertulang tersebut sehinngga membantu dan memperkuat
konstruksi betonnya. Material baja tulangan memiliki bentuk
permukaan berbeda-beda, misalnya ulir (deform) untuk
tegangan tariknya dan contohnya D32, kemudian baja Polos
(plain) untuk tegangan tariknya, contohnya baja U24.
6. Bahan pengisi atau Filler
Filler atau Bahan pengisi merupakan material pengisi rongga
dalam lapisan aspal. Terdapat beberapa jenis bahan pengisi
yaitu: debu batu (Fly ash), kapur padam, debu dolomite,
portland cement (PC), abu terbang, debu tanur tinggi dan
bahan mineral tidak plastis lainnya. Filler adalah kumpulan
butiran agregat halus dan lolos saringan No.200, yang
berfungsi untuk memenuhi ruang diantara unsur agregat
kasar dan meminimalisir besarnya rongga dan meningkatkan
kepadatan dan stabilitasnya.
1.4 Penutup
Berdasarkan bahan ikatnya beberapa konstruksi perkerasan jalan
menggunakan komposisi konstruksi perkerasan yaitu konstruksi

10 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


lapis keras lentur (Flexible Pavement) menggunakan aspal sebagai
bahan pengikatnya. Konstruksi perkerasan yang kedua adalah
jenis konstruksi perkerasan kaku dengan bahan pengikatnya
adalah portland semen atau PC. Kemudian Lapisan perkerasan
komposit (composite pavement) adalah lapis keras yang
menggabungkan antara jenis perkerasan kaku dan lapis keras
lentur. Bagian perkerasan lentur diletakkan dibagian atas
konstruksi perkerasan kaku atau sebaliknya, dengan
menggunakan material yang berkualitas, kuat dan sudah teruji
di laboratorium sehingga penggunaan materialnya penyusunnya
sesuai kualitas bahan aspal, batuan kasar dan halus, dan material
pengisi (filler) dengan mempertimbangkan beban yang berlebih
yang diharapkan akan menciptakan struktur perkerasan yang
lebih kuat, tahan lama dan sesuai umur rencana jalan.
Faktor terpenting dalam perencanaan perkerasan kaku adalah
kekuatan beton untuk mengetahui daya dukung struktur yang
nantinya akan memikul beban lalu lintas. Ketahanan perkerasan
ini dihasilkan dari tingkat ketebalan antara lapisan
penyusunnya, lapisan dasar dan lapisan permukaan bahan
dengan komponen bahan/material konstruksi perkerasannya.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 11


12 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)
Bab 2
KOMPONEN MATERIAL
KONSTRUKSI BANGUNAN
2.1 Pendahuluan
Dalam laman KBBI (kbbi.kemdikbud.go.id), kata Konstruksi
diartikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan
(jembatan, rumah, dan sebagainya), sedangkan kata Bangunan
berarti sesuatu yang didirikan atau sesuatu yang dibangun
(seperti rumah, gedung, menara). Sehingga dari kata dasar ini,
disimpulkan bahwa Konstruksi Bangunan merupakan susunan
dalam mendirikan sebuah bangunan seperti rumah, gedung,
jembatan dan sebagainya. Susunan konstruksi pada proses
terbentuknya suatu bangunan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

Gambar 2.1. Bagian konstruksi bangunan


(https://slidetodoc.com/, Algazt Arsyad M., S.T., M.Eng)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 13


1) Struktur bawah terdiri dari susunan bagian bangunan yang
berada di bawah permukaan tanah. Fungsinya yaitu
memberikan daya dukung pada struktur bagian atas
(Upper Struktur), contoh: Fondasi.
2) Struktur atas terdiri dari susunan bagian bangunan yang
berada di atas tanah. Struktur atau susunan pada bangunan
bertingkat/tidak bertingkat terdiri dari kolom, balok, pelat,
dinding, tangga, dan atap yang memiliki peranan penting
dalam menunjang struktur bangunan.
2.2 Struktur Bangunan
Komponen struktur bangunan gedung terdiri dari:
1) Fondasi sebagai struktur paling bawah bertugas memikul
beban bangunan di atas nya dan meneruskan beban ke
dasar tanah.

Gambar 2.2. Fondasi sebagai struktur bawah (Wikipedia The


Free Encyclopedia, 2018)
Pemilihan jenis fondasi berdasarkan pada keseluruhan
beban bangunan yang diterima, kondisi tanah berdirinya
bangunan gedung, dan biaya pekerjaan fondasi
dibandingkan biaya struktur di atasnya. Kriteria
pembuatan fondasi sebaiknya ditempatkan pada posisi

14 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


yang stabil dan aman dari resiko kelongsoran ataupun
bencana lain akibat adanya penurunan tanah.
Komponen material pembuatan fondasi secara umum
terbuat dari batu kali, batu bata, beton, komposit baja dan
beton.
2) Badan bangunan rumah/gedung yang terdiri dari
komponen kolom, balok, dan pelat adalah bagian struktur
atas yang terpenting dan berfungsi menyangga beban dan
menerima beban baik beban mati, dan beban hidup yang
selanjutnya menyalurkan beban tersebut ke fondasi untuk
diteruskan ke tanah.

Gambar 2.3. Komponen badan bangunan sebagai struktur atas


(https://www.shutterstock.com/)
Komponen material pembuatan kolom, balok, dan pelat
lantai secara umum menggunakan kayu, beton, dan baja.
3) Atap sebagai kepala suatu bangunan berfungsi melindungi
bangunan dan apa yang ada di dalam bangunan terhadap
pengaruh cuaca. Atap terdiri dari konstruksi kuda-kuda
dengan susunan rangka batang yang berfungsi mendukung
akibat beban pada atap dan memberikan bentuk sesuai
design pada atap.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 15


Gambar 2.4. Struktur atap (https://www.ehinmobiliaria.com/)
Komponen material pembuatan atap secara umum
menggunakan kuda-kuda rangka kayu, rangka baja ringan,
dan atap dak beton.
2.3 Komponen Material
2.3.1 Kayu
Kayu yang merupakan hasil utama hutan dapat dikelola sebagai
bahan material struktur. Material kayu mempunyai berat jenis
yang ringan dibandingkan dengan material lain dan proses
pekerjaannya dapat dikerjakan menggunakan peralatan yang
sederhana. Kayu sebagai bahan alami dapat terurai sempurna
sehingga tidak menghasilkan limbah pada pekerjaan konstruksi.

Gambar 2.5. Konstruksi kayu (wiryanto. blog, 2007)

16 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Penggunaan kayu untuk bangunan konstruksi sebaiknya
memiliki sifat kuat, keras, kaku, tidak mudah patah dan awet.
Keuntungan penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi yaitu
kuat dan ringan, tahan terhadap bahan kimia dan bersifat
isolator, mudah dikerjakan, biaya pelaksanaan relatif murah,
mudah diganti, dan bahan bisa ditemukan dengan cepat. Cacat
kayu atau kerusakan pada kayu akan mengurangi kekuatan
sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Cacat
pada kayu yang sering terjadi yaitu a) retak kayu (cracks) karena
proses penyusutan akibat penurunan kadar air; b) mata kayu
(knots) sering terdapat pada batang kayu yang patah dan
sebaiknya dihindari dalam penggunaan konstruksi; dan c) serat
miring (slope of grain) atau sudut miring serat kayu disebabkan
sumbu batang kayu dengan sumbu pohon pada saat pemotongan
tidak sesuainya.
Sistem konstruksi kayu kini dapat disamakan dengan sistem-
sistem konstruksi baja dengan adanya alat-alat penyambung
modern dan perekat sehingga bebas menggunakan bentuk-
bentuk konstruksi seperti konstruksi beton. Namun salah satu
sifat kayu yang dikemukakan sebagai kerugian terbesar
dibandingkan dengan beton dan baja adalah kayu mudah
terbakar. Jadi pentingnya dalam proses konstruksi kayu, perlu
perencanaan tepat untuk menghindari bencana kebakaran.
2.3.2 Beton
Beton sebagai material elemen pembentuk suatu struktur terdiri
dari kombinasi 2 unsur bahan yaitu campuran beton dan
tulangan baja. Sistem konstruksi bangunan dengan material
beton bertulang seperti pada rumah, gedung, jembatan,
bendungan, dan lainnya didesain dengan prinsip mampu
menerima gaya aksial, dan perilaku pembebanan lainnya seperti
momen akibat lentur, gaya geser, momen puntir, dan kombinasi

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 17


gaya dalam yang bekerja akibat pembebanan. Unsur beton pada
beton bertulang mampu menahan besarnya beban tekan yang
bekerja tapi tidak mampu menahan tegangan tarik, sehingga
rangka tulangan baja sebagai unsur kekuatan dalam menahan
tegangan tarik ditanamkan dalam beton.

Gambar 2.6. Bangunan struktur beton (Berita Satu, 2016)


Beton merupakan campuran bahan antara lain agregat halus,
agregat kasar, semen, dan air. Komposisi campuran bahan ini
sangat penting agar beton basah yang dihasilkan mudah
dikerjakan dan saat mengeras, kuat tekan rencana beton
memenuhi. Berikut komposisi unsur pembentuk beton.
Tabel 2.1. Unsur Beton

Agregat Kasar + Agregat Halus


(60% - 80%)

Semen: 7% - 15% Air

Udara: 1% - 8% (14% - 21%)

Sumber: Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang (Amrinsyah


Nasution, 2009)

18 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


1. Agregat yaitu material granular diklasifikasikan antara
lain:
a. agregat halus seperti pasir merupakan hasil desintgrasi
batu pecah dimana ukuran butir maksimum 5.0 mm
b. agregat kasar seperti kerikil adalah batu pecah dengan
ukuran butir 5-40 mm yang bisa didapatkan dari industri
pemecah batu.
2. Semen sebagai bahan pengikat agregat ketika bercampur
dengan air (pasta) dan bereaksi kimia menghasilkan sifat
perkerasan pasta seiring proses waktu dan panas.
3. Air yang dapat digunakan sebagai campuran beton adalah
air bersih yang dapat dikonsumsi tapi tidak berarti dapat
diminum.
4. Tulangan atau batang baja berbentuk polos (sisi luar rata)
atau ulir (sisi luar bersirip/ulir) menjadi bahan utama dalam
pembuatan beton bertulang yang berfungsi menahan gaya
tarik.
Pada perencanaan beton, proporsi dari bahan pembentuk beton
ini sebaiknya ditentukan dengan porsi yang tepat agar terpenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Kekenyalan (workability) memudahkan membentuk beton
sesuai bentuk pada bekisting/cetakan yang ditentukan
berdasarkan pada jumlah volume pasta, keenceran pasta,
dan ratio campuran agregat halus dan kasar.
2. Kuat tekan rencana beton setelah mengeras.
3. Pemakaian semen secara optimum dan ekonomis.
2.3.3 Baja
Saat ini di hampir diseluruh dunia, baja adalah material utama
yang paling umum digunakan dalam pembangunan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 19


infrastruktur, body pada kapal dan mobil, mesin, perkakas baja
dan senjata. Baja merupakan logam paduan dimana logam besi
(Fe) pada baja unsur dasar yang dicampur dengan elemen lain
seperti karbon (C). Baja sebagai bahan konstruksi bangunan

mampu menghasilkan struktur yang stabil, kokoh (kuat),


memiliki kemampuan layan, awet, ekonomis, dan kemudahan
pelaksanaan.
Gambar 2.7. Konstruksi bangunan baja
(https://www.newsteelconstruction.com/wp/steel-frame-
quickens-hospital-extension/)
Baja memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai bahan
konstruksi. Keunggulan baja antara lain:
1. Ringan dan memiliki kekuatan yang tinggi, sehingga dapat
mengurangi berat sendiri struktur terutama pada
bangunan yang berada di atas kondisi tanah dengan daya
dukung buruk.
2. Keseragaman (homogen) dan keawetan tinggi dengan
prosedur perawatan yang semestinya.
3. Sifatnya Elastis mampu menahan tegangan yang cukup
tinggi hingga akhirnya bersifat plastis. Momen Inersia
mudah dihitung untuk proses analisis struktur.

20 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


4. Daktalitias baja cukup tinggi, sehingga mampu menerima
tegangan tarik hingga mengalami regangan cukup besar
sebelum akhirnya runtuh.
5. Mudah proses pekerjaan menyambungkan setiap elemen
dengan elemen lain dengan menggunakan las atau baut
yang berdampak pada kecepatan pelaksanaan konstruksi.
Sedangkan kelemahan baja antara lain:
1. Konstruksi baja secara periodik dicat untuk melindungi
dari karat terutama baja yang berhubungan langsung
dengan udara atau air.
2. Material baja secara drastis mengalami penurunan
kekuatan akibat bahaya kebakaran dengan temperatur
tinggi dan menjadi konduktor panas yang dapat
menyebarkan nyala api lebih cepat.
Baja yang digunakan dalam struktur diklasifikasikan menjadi
beberapa yaitu :
a) Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah Baja
karbon medium (C = 0,35-0,50%) dengan fy antara 210-250
MP, contoh BJ 37.
b) Baja dengan fy = 290-550 MPa dan Fu antara 415-700 Mpa
merupakan baja paduan rendah mutu tinggi.
c) Baja Paduan rendah, memiliki fy 550-760 MPa.
Sifat-sifat mekanik baja melalui uji tarik diperoleh tegangan leleh
(fy) dan tegangan putusnya (fu) yang diklasifikasi dalam SNI 03-
1729-2002 sebagai berikut.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 21


Tabel 2.2. Klasifikasi Baja

Tegangan
Tegangan Leleh Regangan
Putus
Jenis Baja Minimum Min.
Minimum
Fy (MPa) (%)
Fu (MPa)

BJ 34 340 210 22

BJ 37 370 240 20

BJ 41 410 250 18

BJ 50 500 290 16

BJ 55 550 410 13

Sumber: Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD sesuai SNI


03-1729-2002 (Agus Setiawan, 2008)
2.4 Penutup
Perencanaan suatu struktur bangunan merupakan tahapan
penting terutama saat memilih jenis material yang akan
digunakan. Jenis material secara umum digunakan dalam dunia
konstruksi adalah kayu, beton, dan baja. Pada proses
pelaksanaan konstruksi bangunan melibatkan organisasi,
koordinasi dari semua sumber daya tenaga kerja, peralatan
kosntruksi, material utama dan pendukung, persediaan dan
keperluan umum, dana, teknologi, metode kerja serta
manajemen waktu penyelesaian proyek konstruksi hingga tepak
waktu dalam batas-batas anggaran dengan standar kualitas yang
dispesifikasikan dalam perencanaan struktur diharapkan
menghasilkan bangunan sesuai mutu dan berkualitas.

22 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 3
MATERIAL ALTERNATIF RAMAH
LINGKUNGAN
3.1. Pendahuluan
Pada saat ini kita telah menghadapi keanehan atau anomali
pergantian iklim yang dimana hal ini cukup mengancam
kehidupan mahluk hidup. Maka dari itu kita sebagai pihak
penyebab terjadinya pemanasan global dituntut untuk dapat
mengurangi atau menekan kegiatan yang bisa menimbulkan
emisi karbon yang dapat menyebabkan bertambahya pemanasan
global dengan alat,teknoligi, ataupun sistem yang lebih ramah
lingkungan. Bertolak dari keadaaan ini maka semua industri
telah berusaha untuk mencari solusi yang dapat menggantikan
teknologi yang telah digunakan dengan teknologi alternatif yang
lebih ramah lingkungan,banyak pelaku industri telah
mengembangkan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan
dapat mengurangi terjadinya pemanasan global di antaranya
ialah dengan mengganti teknologi penghasil listrik yang dari
awal menggunakan pembangkit listrik menggunakan batu bar
menjadi pembangkit listrik Tenaga Angin ataupun pembangkit
listrik tenaga air dsb.(“Yuuwono - PENGEMBANGAN POTENSI
BAMBU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN .Pdf,” n.d.)
Pembangunan atau konstruksi merupakan salah satu bidang
yang memberikan dampak terhadap bertambahnya pemanasan
global.Dimana pembangunan atau konstruksi yang terjadi tiap

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 23


tahunnya semakin bertambah dan masih kurangnya kesadaran
akan pentingnya material yang ramah lingkungan untuk
pembangunan atau konstruksi yang digunakan Hal ini dapat di
lihat dimana masih banyak yang menggunakan material
bangunan yang merupakan sumber daya alam yang tak dapat
diperbarui dan menggunan material yang merupakan BPO
(bahan perusak ozon),untuk itu diperlukan adanya kesadaran
pada penggunaan material bangunan yang dapat memberikan
dampak berkelanjutan pada lingkungan. Hal ini kemudian
mengarahkan kita kepada penggunaan material yang ramah
lingkungan.
Material sendiri merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
melakukan pembagunan atau konstruksi di mana saat ini
penggunaan material yang ramah lingkungan sendiri masih
sangat minim atau kurang, padahal hal ini sangat penting demi
kelanjutan pembangunan kedepannya dimana pembangunan
sudah ikut andil dalam penyebab terjadinya pemanasan
global.(“Pengertian Material.Pdf,” n.d.). Material ramah
lingkungan sendiri memiliki arti yang lebih dari sekedar material
yang ramah terhadap lingkungan. Pengertian material ramah
lingkungan umumnya berkaitan dengan material itu sendiri
dimana Material yang ramah lingkungan ialah material yang
pada saat penggunaan dan pembuangannya material itu sendiri
memilik potensi yang kurang atau tidak sama sekali dalam hal
merusak lingkungan dan mengganggu kesehatanDari sisi
produk sendiri material yang ramah lingkungan, bukan hanya
sekedar ramah lingkungan semata tetapi harus melihat dari sisi
lain diantaranya,material merupakan sumber daya
berkelanjutan, proses pembuatan atau produksi,dan proses
distribusi. Serta dapat mendukung efisiensi dalam hal perawatan
bangunan konstruksi.(Syahriyah 2016).

24 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


3.2. Contoh Material Alternatif Ramah Lingkungan
Untuk material alternatif ramah lingkungan sendiri ada banyak
yang dapat di gunakan pada pengerjaan konstruksi dikerjakan
berikut ialah beberapa contoh dari material yang digunakan
A. Interior
1. Kayu
Kayu merupakan material bangungan yang mempunyai
banyak jenis serta sudah lama digunakan dari jaman
dahulu.Sebagai salah satu material yang ramah lingkungan kayu
merupakan material yang nyaman,dan termasuk yang tahan
lama tergantung dari jenis kayunya.Dalam kaitannya dengan
material ramah lingkungan,kayu merupakan material natural
yang dimana kayu sendiri merupakan sumber daya yang dapat
diperbarui melalui penaman ulang dan dapat di kendalikan
produksinya dengan menggunakan sistem tebang pilih. Selain
itu,kayu yang biasa sudah terpakai dapat di daurulang menjadi
bertuk yang baru sehinggan dapat mengurangi pembuangan
material secara sia-sia.meskipun begitu dalam menggunakan
kayu sebgai material alternatif ramah lingkungan ada beberapa
hal yang harus di perhatikan diantaranya:
1. Pemlihan kayu ada baikknya dari daerah sekitar demi
mengurangi pemakain transportasi
2. Kayu yang digunakan tidak boleh dari spesies kayu yang
hampir punah
3. Jika memungkinkan gunakanlah kayu yang bekas pakai.
Dalam hal ini kayu masih kuat dan masih dalam
keaadan yang bagus untuk digunakan.(“Hendrassukma -
2011 - Material Ramah Lingkungan Untuk Interior
Rumah Tin.Pdf,” n.d.)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 25


Meskipun kayu merupakan material ramah lingkungan kayu
juga memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri dalam hal
konstruksi sebagai alternatif material ramah lingkungan di
antara lainnya
Kelabihan:
1. Bahan alami yang dapat diperbaharui
2. Tidak termasuk BPO (bahan perusak ozon)
3. Mudah diperoleh/ didapat
Kekurangan :
1. Tidak bertahan lama
2. Tidak tahan panas/api
3. Susah dibentuk
4. Kuat tekan rendah
5. Susah di bentuk(“MATERIAL RAMAH
LINGKUNGAN” 2017)

Gambar 3.1. Lantai Kayu(“Hendrassukma - 2011 - Material


Ramah Lingkungan Untuk Interior Rumah Tin.Pdf,” n.d.)

26 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


2. Bambu
Bambu merupakan tanaman yang memiliki pertumbuhan
yang sangat cepat, mencapai 60 cm dalam sehari selain itu bambu
juga merupakan sumber daya yang dapat di perbarui dan dapat
di dapatkan hampir di semua wilayah indonesia dikarenakan hal
inilah membuat bambu menjadi salah satu alternatif dalam
mengganti material dan merupakan material yang ramah
lingkungan.meskipun pertumbuhan yang sangat cepat bambu
juga memiliki daya tahan yang cukup kuat terhadap
serangga.Bambu sendiri memliki permukaan dan warna alami

yang menarik sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan


finishig
Gambar 3.2. Lantai Bambu(“Hendrassukma - 2011 - Material
Ramah Lingkungan Untuk Interior Rumah Tin.Pdf,” n.d.)
Berikut beberapa kekurangan bambu dalam hal konstruksi
Kelebihan :
1. Harganya lebih murah
2. Bobotnya yang ringan
3. Bersifat elastis

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 27


4. Ramah lingkungan
5. Setara dengan baja
6. Tampilannya sangat alami
Kekurangan :
1. Bentuknya yang tidak seragam
2. Pengerjaan yang lebih rumit
3. Rentan terhadap Rayap(“Material Ramah Lingkungan”
2017)
3. Linoleum
Linoleum adalah material yang berasal dari campuran linseed
oil dan Bahan pembentuk lainnya yang diantaranya adalah
bubuk kayu,pine resin,dan kulit kayu.Campuaran dari berbagai
bahan-bahan tersebut seterusnya proses sehingga menghasillan
pola dan warna yang di inginkan. Linoleum merupakan material
yang memeliki anti bakteri dan anti alergi. Linoleum juga
merupakan material yang dapat di daur ulang sehinggan
membuat material tersebut semakin ramah lingkungan.selain itu
material linoleum juga memiliki waktu pakai yang lama..

Gambar 3.3. Linoleum untuk Lantai Dapur(“Hendrassukma -


2011 - Material Ramah Lingkungan Untuk Interior Rumah
Tin.Pdf,” n.d.)

28 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan dari Linoleum
Kelebihan :
1. Kemudahan dalam mebersihkan material
2. Dapat di daur ulang
3. Nilai tinggi isolasi termal dan suara, yang disediakan oleh
basis felt.
4. Tejangkaunya harga bahan atau material
Kekurangan :
1. Sangat rentan terhadap.
2. Material tahan hanya jika digunakan untuk desain interior
3. Masih kurangnya industru yang memproduksi.(“Linoleum
Berdasarkan Persaaan: Kelebihan dan Kekurangan” 2021)
B.Eksterior
1.Beton Hijau
Beton hijau merupakan beton yang ramah di kareanakan
beton hijau di buat dengan menggunakan limbah yang bersal
dari sampah rumah tangga maupun industri.Selain itu,beton
hijau juga membutuhakan proses yang lebih sedikit dari pada
beton konveksional lainnya dalam hal produksi.selain itu beton
hijau juga menghasilkan lebih sedikit karbondioksida,biaya
produksi yang lebih murah dan daya tahan yang cukup lama.
Adapun tujuan dari penggunaan beton hijau sendiri ialah
untuk mengurangi pemakain sumber daya alam dan
meningkatkan penggunaan bahan material yang dapat di daur
ulang sehinggan dapat mengurangi penyebab terjadinya
pemanasan global.
Untuk mencapai bahan konstruksi yang lebih bagus lagi ada
baiknya dalam pembuatan beton hijau pemakaian semen di

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 29


gantikan dengan bahan pengikat lainnya yang elbih rama
lingkungan seperti silica fume,fly ash, dan debu kayu. Stratgi
pengantian bahan semen ini merupakan salah satu strategi yang
terbaik demi membuat beton hijau lebih ramah
lingkungan.(“Berbagai Alternatif Beton Ramah Lingkungan
Untuk Bangunan” 2020)

Gambar 3.5. Beton Hijau (“Apa itu beton hijau?(Green Concrete)”


2018)
Adapun beberapa kekurangan dan kelebihan dari beton
hijau dapat dilihat dibawah ini :
Kelebihan
1. Desain pencampuran yang di optimalkan berarti
penangan yang lebih mudah, dan penyelesaian yang lebih
mudah,
2. Berkutannya penyusutan dan creep yang terjadi
3. Menggunakan material yang dapat di daur ulang dan
berasal dari daerah lokal
4. thermal hydration yang dihasilkan lebih rendah

30 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Kekurangan
1. Menyerap air lebih tinggi dari beton trdisional
2. Waktu penggunaan lebih kurang dari pada beton
konveksional lainnya
3. Kekuatan tegang dari beton hijau lebih rendah di banding
dengan beton lainnya
2.Ashcrete
Ashcrete merupakan material yang ramah lingkungan
diciptaqkan untuk menggatikan semen tradisional yang ada
dimana ashcrete sendiri terbuat dari abu terbang, selan itu
ashcrete sendiri mempunyai daya rekat yang kuat dibandingkan
dengan bahan bangunanan yang lain. Dimana Abu terbang
sendiri ialah hasil sisa pembakaran batu bara yang dimana saaat
ini masih terus dikembangkan dan dilakukan inovasi oleh tenaga
ahli.
Penggunaan ashcrete sendiri dapat menjadai material
alternatif yang sangat ramah lingkungan di karenakan ascrete
dapat menggatikan semen tradisional dimana hal ini dapat
mengurangi emisi karbon yang disebababkan oleh semen

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 31


Gambar 3.6. beton menggunakan ashcrete(Bramble 2020)
Kelebihan
1. Dapat meningkatkan kekuatan beton
2. Mengurangi penyusutan
3. Ramah lingkungan
4. Membuat beton tahan terhadap reaktivitas alkali silica
3.Hempcrete
Hempcrete adalah beton yang terbuat dari serat tanaman
hemp. Dalam membuat hempcete serat hemp yang sudah di olah
dicampur dengan kapur sehinggan akan menghasilkan bahan
yang mirip dengan beton,memiliki kekutan yang hampir sama
namun dengan bobot yang jauh lebih ringan, meskipun begitu
hemcrete mampu menahan beban yang berat.
Dikarenakan bobotnya yang ringan maka akan memudahkan
kita dalam proses pemindahan material dan dalam proses
konstruksi atau pembangunan. Hempcrete sendiri dapat
dikatankan ramah lingkungan karena persedian tanaman hemp
sendiri selain merupakan sumber daya yang dapat diperbaiki
tanaman hemp juga memiliki pertumbuhan yang cukup cepat.

32 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Gambar 3.7. Hempcrete (“Material Dari Hempcrete.Pdf,” n.d.)
Berikut merupakan kelebihan dari materila hempcrete
Kelebihan
1. Tahan air dan tahan api
2. Tidak akan membusuk dan anti hama
3. Menggunakan material alami dan ramah lingkungan
(dalam proses pembuatannya tidak mengandung emisi
karbon)
4. Bahan baku relatif murah dan cepat dirpoduksi
5. Kuat / resisten terhadap gempa
Di atas merupakan beberapa contoh material ramah lingkungan
yang bisa digunakan dalam melakukan konstruksi baik itu
bagian interios maupun eksterior,
3.3 Penutup
Penggunaan material ramah lingkugan dalam pembangunan
dan konstruksi ke depanya sudah sangat diperlukan dimana hal
ini demi mengurangi terjadi global warming dimana tiap tahun
penyebab terjadinya global warming semakin bertambah, di
harapkan dengan adanya material yang ramah lingkungan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 33


ini,kita dapat mengurangi penyebab terjadinya global
warming,terutama dari bidang pembanguan itu sendiri yang
dimana tiap tahunnya pembangunan semakin bertambah,
dengan penggunaan material ramah lingkungan yang telah di
perlihatan di atas diharapkan agar masalah dimana
pembangunan merupakan salah satu penyumbang terjadinya
global warming berkurang, dan diharapkan kedepannya masih
banyak lagi inovasi-inovasi lainnya dalam bidang pembangunan
sehingga tercipta lebih banyak material-material yang ramah
lingkungan sehingga kita dapat menuntaskan masalah global
warming itu sendiri demi menjaga kenyaman bumi kita.

34 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 4
AGREGAT DARI MATERIAL LOKAL
4.1 Pendahuluan
Pemanfaatan sumber daya alam (SDA) sebagai bahan konstruksi
diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi pada
suatu daerah maupun secara nasional. Sumber daya alam berupa
batu-batuan, di berbagai wilayah di Indonesia sangatlah banyak,
karena gunung batu maupun sungai ada disetiap kabupaten di
Indonesia. Pemanfataan sumber daya alam berupa batu-batuan
yang optimal dapat mendukung pertumbuhan ekonomi
penciptaan lapangan kerja maupun meningkatkan pendapatan
asli daerah. Dari gunung maupun sungai yang ada setiap
wilayah ini akan menghasilkan batuan baik dalam betuk
bongkahan besar maupun kecil dapat diolah menjadi agregat
untuk bahan konstruksi. Agregat alam terbentuk dari aliran
sungai maupun dari gunung batu yang berbentuk alami dengan
kekerasan yang bervariasi. Variasi bentuk agregat berupa bentk
kubus, bulat dan lonjong tergantung dari asal material. “Agregat
yang terbentuk dari aliran air kebanyakan berbentuk bulat dan
licin sedangkan yang terbentuk dari proses degradasi biasanya
berbentuk persegi dan mempunyai permukaan yang kasar“.
Permintaan akan agregat alam yang berbentuk kubus atau
bersudut, mempunyai permukaan kasar, dan bergradasi baik
yang semakin banyak tidak mungkin seluruhnya dapat dipenuhi
oleh degradasi alami“. “Oleh karena itu, agregat alam juga dapat
dibentuk dengan cara pengolahan“. “Penggunaan alat pemecah
batu (crusher) yang terkontrol dapat membentuk agregat sesuai

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 35


bentuk yang dibutuhkan, terutama untuk pekerjaan konstruksi.
Konstruksi jalan yang terdiri dari lapisan fondasi bawah (LPB),
lapisan fundasi atas (LPA) dan lapisan permukaan material
utamanya adalah agregat. Fungsi agregat pada campuran aspal
adalah sebagai kerangka yang memeberikan stabilitas campuran,
selain itu sebagai komponen utama pada perkerasan jalan
(Kamba and Rachman, 2018). Sebagai komponenen utama,
lapisan perkerasan jalan menggunakan agregat berkisar antara
90%-95% agregat berdasarkan peresentase berat atau 75% sampai
dengan 85% berdasarkan volume (Sukirman, 2013). “Dengan
demikian kualitas struktur perkerasan jalan sangat ditentukan
oleh sifat agrgat dan hasil campuran agregat dengan material
lain. Seperti halnya dengan lapisan permukaan jalan, beton juga
merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar
dengan pasta semen. Kandungan agregat pada campuran beton
berkisar antara 60% sampai dengan 70% dari berat campuran
beton. Fungsi dari agregat dalam campuran beton adalah dapat
menghemat penggunaan semen, menghasilkan kekuatan besar
pada beton, mengurangi susut pada proses pengerasan beton,
dengan gradasi yang baik dapat mengontrol workability dari
beton.
4.2 Agregat untuk Konstruksi Jalan
Pada setiap daerah-daerah, sebenarnya tersedia cukup banyak
material lokal seperti material berbutir berupa campuran
material pasir dan batu (sirtu) dan material batu kapur atau batu
karang namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
perkerasan jalan oleh karena tidak memenuhi persyaratan
spesifikasi atau sering dikenal dengan istilah material lokal
substandar. Hal tersebut mendorong berbagai pihak seperti,
perguruan tinggi, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan untuk
melakukan penelitian atau kajian dalam rangka upaya
pemanfaatan material lokal tersebut untuk perkerasan jalan.

36 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Dalam pekerjaan jalan, istilah material lokal adalah material yang
dapat ditemukan dengan mudah dalam jumlah besar di lokasi
sekitar pekerjaan jalan tersebut yang masih bersifat alamiah.
Material lokal dapat berupa: (1) batuan dasar yang terbuka atau
dekat permukaan yang dapat dihancurkan, dan (2) endapan
pasir dan batu (kerikil) dengan atau tanpa mengandung material
halus. Umumnya material lokal tersebut tidak dapat digunakan
sebagai material lapis fondasi disebabkan karena memiliki salah
satu sifat atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam standar atau spesifikasi, yang
sering dikenal dengan istilah material lokal substandar. Akan
tetapi oleh kerena di beberapa daerah, ketersediaan material
berkualitas sesuai yang ditetapkan dalam standar atau spesifikasi
sangat terbatas sehingga harus mendatangkan material dari
daerah lainnya dan pada akhirnya berdampak pada kebutuhan
biaya yang sangat tinggi maka diperlukan upaya agar material
lokal substandar tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dua pendekatan atau metode yang umum digunakan untuk
pemanfaatan material lokal substandar sebagai material lapis
fondasi, yaitu (1) melakukan desain struktural perkerasan sesuai
kondisi setempat, misalkan ketersediaan material, kondisi lalu
lintas dan cuaca, (2) melakukan perbaikan sifat dan karakteristik
kekuatan material (stabilisasi) agar sesuai standar atau
spesifikasi. Kombinasi dari kedua meteode tersebut juga dapat
diterapkan. Dengan desain struktural yang sesuai dan/atau
stabilisasi, banyak material lokal substandar dapat berfungsi
secara memadai untuk jalan volume rendah. Penggunaan
material lokal substandar tersebut harus mampu menghasilkan
lapisan perkerasan berbiaya rendah untuk jalan-jalan lalu lintas
yang rendah tetapi beban gandar yang tinggi. Dengan desain
struktural yang sesuai, penggunaan material alam lokal dapat
memainkan peran penting dalam hal penghematan biaya, kinerja
perkerasan, manajemen sumber daya dan perlindungan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 37


lingkungan (Rachman, 2020b). Pemanfaatan material lokal untuk
pekerjaan perkerasan jalan melalui suatu pengujian. Pengujian
tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat
pada Spesifikasi Bina Marga 2018 Divisi 6 yang dikeluarkan oleh
Direkorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat.
4.2.1 Agregat dari Slag Nikel
Di beberapa daerah, slag nikel bahkan telah dimanfaatkan
masyarakat sebagai bahan paving block dan batako. Namun
penyerapan volume limbah slag nikel pun sangat rendah yaitu
1% dari volume limbah slag nikel dalam negeri. Satu-satunya
pemanfaatan yang potensial menyerap lebih banyak limbah slag
nikel adalah sebagai bahan lapis perkerasan jalan. Dikarenakan
pengaruhi sifat fisik dan sifat kimia, perlu dilakukan pengujian
laboratorium terlebih dahulu sebelum digunakan. Penelitian
yang dilakukan oleh (Supit, Mangontan and Alpius, 2021)
meneliti slag nikel dari salah satu perusahaan pengelolah nikel
pada Sarowako Kabupaten Luwu Timur sebagai pengganti
agregat pada campuran Stone Matriks Aspal Kasar. Pada
penelitian ini didapatkan karakteristik campuran seperti pada
Tabel 1 memenuhi persyaratan spesifikasi Bina Marga 2018
Revisi 1 Divisi 6. Indeks Kekuatan Sisa setelah dilakukan
perendaman selama 24 jam adalah 95,55%. Kelayakan
penggunaan slag nikel sebagai bahan campuran pada Stone
Matriks Aspal telah memenuhi.

38 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Tabel 4.1. Hasil pengujian Karakteristik Camupran

Kadar Karakteristik Campuran


Aspal
(%) VIM STABILITAS FLOW VMA

6,00 4,98 811,92 2,50 18,47


6,25 4,54 926.27 2,30 18,67
6,50 4,35 1040,63 2,20 19,09
6,75 4,06 937,71 3,60 19,44
7,00 4,03 834,79 3,90 19
4-5 2-4,5 Min 17
Syarat Min 600 (kg)
(%) (mm) (%)
Sumber : (Supit, Mangontan and Alpius, 2021)
Hasil pengujian dari penelitian ini menyatakan limbah nikel
Sarowako Kabupaten Luwu Timur dapat digunakan sebagai
agregat untuk lapisan permukaan khusunya untuk campuran
Stone Matriks Aspal. Pengujian yang telah dilakukan oleh
(Demmalino et al., 2019) mengenai penggunaan slag nikel sebagai
agregat untuk campuran Hot Rolled Sheet pada lapisan
permukaan jalan. Hasil pengujian dengan menggunakan
Marshall Konvensional dan Mershall Immersion slag nikel dari
Saroako Kabupaten Luwu Timur dapat digunakan sebagai
agregat untuk lapisan permukaan jalan khususnya campuran Hot
Rolled Sheet. Penelitian yang dilakukan oleh (Manguma, Kamba
and Alpius, 2020) meneliti slag nikel dari Kabupaten Marowali
Sulawesi Tengah sebagai agregat untuk lapisan permukaan jalan.
Hasil penelitian dengan menguji Indeks Kekuatan Sisa, slag nikel
mempunyai nilai stabilitas dari Marshall Konvensional yang

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 39


cukup tinggi bila digunakan sebagai agregat campuran Hot Rolled
Sheet.
4.2.2 Agregat dari Sungai Lokal
Sungai merupakan penghasil agregat, karena dari sungai
merupakan hasil endapan. Hampir semua provinsi di Indonesia
dialiri oleh sungai-sungai yang cukup besar sehingga potensi
penggunaan sebagai bahan konstruksi sangat menguntungkan
dari sisi biaya. Namun sebagai konstruksi jalan harus memenuhi
persyaratan dari Bina Marga. Beberapa daerah pada Provinsi
Sulawesi Selatan telah diteliti seperti penelitian pemanfaatan
agregat dari sungai Tiakka yang berlokasi pada Kecamatan
Saluputti Kabupaten Tana Toraja (Palimbunga, Rachman and
Alpius, 2020). Setelah pengujian karakteristik agregat dan
karakteristik campuran batu dari sungai tersebut memenuhi
persyaratan untuk digunakan sebagai agregat pada campuran
Laston. Hasil pengujian karakteristik campuran seperti pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil pengujian karakteristik campuran

Kadar Karakteristik Campuran


Aspal (%) Stabilitas VIM Flow VMA VFB
5,00 1444,94 4,91 2,30 15,32 67,96
5,50 1825,09 4,41 2,30 16,05 72,51
6,00 1858,71 3,94 2,40 16,80 76,57
6,50 1906,74 3,58 2,70 17,66 79,72
7,00 2132,47 3,08 2,90 18,39 83,27
Persyarata Min 800 3-5 2-4 Min 14 Min 65
n (kg) (%) (mm) (%) (%)

Sumber : (Palimbunga, Rachman and Alpius, 2020)

40 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Ketahanan campuran setelah pengujian Marshall Konvensional
dimana campuran direndam selama 24 jam pada suhu 60OC juga
didapatkan Indeks Keuatan Sisa sebesar 93,47% dimana
membuktikan campuran tersebut tahan terhadap cuaca dan
perendaman air selama 24 jam. Pengujian batu dari Sungai
Sa’dan Kecamatan Sesean Toraja Utara oleh (Sandabunga, Ali
and Rachman, 2020) juga menunjukkan hasil material tersebut
dapat digunakan sebagai Campuran Stone Matriks Aspal. Hasil
Pengujian karakteristik campuran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 4.3. Hasil pengujian karakteristik campuran
Karakteristik Campuran
Kadar Aspal (%)
VIM Stabilitas Flow VMA
6,00 4,97 914,84 2,90 17,72
6,25 4,72 952,95 2,50 18,08
6,50 4,48 1053,97 2,17 18,46
6,75 4,29 983,45 2,38 18,87
7,00 4,06 926,27 2,70 19,25
Min 2-
Min 4- Min 600 Min 17
Persyaratan 4,5
5 (%) (kg) (%)
(mm)

Sumber : (Sandabunga, Ali and Rachman, 2020)


(Deamayes, Alpius and Kamba, 2021)telah meneliti Batu Sungai
Melli Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara untuk
digunakan sebagai campuran Laston Lapis Aus. Dari hasil
penelitian Batu sungai tersebut dapat digunakan sebagai
Campuran Laston.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 41


4.2.3 Agregat Dari Batu Gunung Lokal
Untuk memenuhi kebutuhan agregat dalam pembangunan jalan
menjadi dilema dari suatu daerah yang jauh dari tempat
pengambilan material agregat yang telah memenuhi syarat.
Semakin jauh tempat pengambilan material biaya operasional
juga semakin bertambah Penelitian agregat batu gunung lokal
pernah dilakukan sebagai solusi untuk memanfaatakan material
lokal. (Rachman, 2020a) meneliti pemanfaatan material batu
gunung Bottomale Kabupaten Toraja Utara sebagai agregat pada
campuran Laston. Hasil penelitian ini mempresentasikan bahwa
material dari wilayah ini dapat digunakan sebagai agregat
campuran Lasto Lapis Aus, Selain itu pengujuan lanjutan dengan
Marshall Immersion menunjukkan bahwa perkerasan tidak
mudah retak, kedap air dan tidak mudah terjadi bleding serta
mempunyai kekuatan tinggi tahan cuaca dan perubahan suhu.
(Debi, Rachman and Alpius, 2021)meneliti material agregat dari
Gunung Patangdo Ka’pa Kabupaten Tana Toraja sebagai agregat
untuk campuran Laston Lapisan Antara, hasil penelitian tersebut
agregat dapat digunakan sebagai material. Dari penelitian ini
agregat hasil olahan yang digunakan sebagai bahan campuran
dapat digunakan. Hasil pengujian karakteristik campuran dapat
dilihat pada Tabel 4.4.

42 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Tabel 4.4. Hasil pengujian karakteristik campuran

Kadar Karakteristik Campuran


Aspal (%) VIM Stabilitas VFB Flow VMA
5 4.76 1253.58 68.04 2,78 14,88
5.5 4.51 1714.62 71.57 2.5 15,85
6 4.07 1916.34 75.56 2.25 16,67
6.5 3.53 1796.27 79,70 2.6 17,39
7 3.16 1580.14 82,68 3.1 18,26
3-5 Min 800 Min 65 2-4 Min 14
Persyaratan
(%) (kg) (%) (mm) (%)

Sumber :(Debi, Rachman and Alpius, 2021)


Penelitian yang dilakukan oleh Ponglabba yang meneliti material
batu gunung dari Gunung Pasapak Kecamatan Bambang
Kabupaten Mamasa sebagai agregat campuran Laston Lapis Aus
merekomendasikan agregat tersebut dapat digunakan sebagai
agregat kasar maupun agregat halus untuk campuran Laston
AC-WC.
4.3 Agergat untuk Konstruksi Beton
Beton merupakan satu dari bahan bangunan paling serba guna
dan paling sering digunakan baik pada infrastruktur kecil seperti
trotoar, saluran drainase, dan lapangan parkir hingga
infrastruktur besar seperti gedung pencakar langit, jalan layang,
dan bendungan. Beton merupakan bahan bangunan yang kuat,
tahan lama, perawatannya mudah, tahan api, mudah
diaplikasikan, dapat dibuat sesuai ukuran dan bentuk yang
diinginkan, dan murah jika dibandingkan dengan bahan
bangunan lain seperti baja. Dalam campuran beton normal
agregat kasar menempati sebanyak 20 - 85% dari agregat

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 43


campuran sedangkan agregat halus menempati sebanyak 15 -
80% dari agregat campuran.
Sifat beton yang sering diamati umumnya adalah kuat tekan,
kuat tarik dan kuat lentur. Sifat-sifat tersebut sangat bergantung
pada beberapa faktor antara lain kualitas bahan dasar pembuat
beton, komposisi campuran, umur dan keadaan cuaca atau faktor
lingkungan. Tetapi pada daerah yang sulit mendapatkan agregat
kasar maupun agregat halus, harga beton menjadi mahal.
Beberapa peneliti telah meneliti material lokal sebagai agregat
untuk campuran beton, sehingga dapat mengurangi biaya pada
suatu daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh (Mantja, Sandy and Gunadi, 2020)
meneliti batu dari Sungai Battang Kelurahan Lebang Kecamatan
Wara Barat Kota Palopo sebagai bahan konstruksi beton. Hasil
penelitian merekomendasikan agregat tersebut dapat dapat
digunakan sebagai bahan konstruksi beton karena memenuhi
persyaratan mulai dari uji kuat tekan, uji kuat tarik dan uji tarik
belah memenuhi persyaratan sebagai agregat untuk konstruksi
beton.
(Tanga, Phengkarsa and Sandy, 2021) melakukan penelitian
terhadap Batu Gunung Salubue Desa Rantepuang Kabupaten
Mamasa Provinsi Sulawesi Barat sebagai agregat untuk beton
mutu tinggi. Hasil penelitian untuk uji kuat tekan untuk 7 hari,
21 hari, dan 28 hari memenuhi persyaratan sebagai agregat
konstruksi beton. Penelitian yang dilakukan oleh (Tiranda,
Parung and Sandy, 2021) yang meneliti slag nikel dari Kecamatan
Pajukukang Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan
sebagai agregat beton mutu tinggi. “Berdasarkan sifat mekanik
beton rata-rata menggunakan limbah slag baja sebagai subtisusi
pada variasi 30% diperoleh hasil terbesar masing-masing 45,27
MPa, 4,91 MPa dan 5,09 MPa untuk nilai kuat tekan, kuat tarik
belah dan kuat lentur beton“.

44 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


(Bunga’, Phengkarsa and Sandy, 2021) meneliti Slag Nikel dari
Sarowako Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan
sebagai beton mutu tinggi. “Dari hasil ini penelitian diperoleh
niIai kuat tekan beton dengan variasi 0%, 10% dan 20% berturut-
turut sebesar 42,360 MPa, 42,347 MPa dan 41,781 MPa, pengujian
kuat tarik belah dengan variasi 0%, 10% dan 20% berturut-turut
sebesar 3,94 MPa, 3.064 MPa dan 2.293 MPa dan pengujian kuat
lentur dengan variasi 0%, 10% dan 20% berturut-turut sebesar
4,242 MPa, 4,068 MPa dan 3,179 Mpa“. “Hubungan kuat tarik
beIah untuk variasi variasi Slag Nikel 0%, 10%, dan 20% berturut-
turut sebesar 9,242%, 7,178%, dan 7 % dari kuat tekan, hubungan
kuat tarik beIah untuk variasi variasi Slag Nikel 0%, 10%, dan
20% berturut-turut sebesar 0,65√f′c, 0,62√f′c, dan 0,57√f′c dari kuat
tekan“. “Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa campuran
beton dengan subtitusi slagnikel dan batu gamping
mengakibatkan penurunan kekuatan seiring bertambahnya
presentase subtitusi slag nikel“
4.4 Penutup
Pada setiap daerah-daerah, sebenarnya tersedia cukup banyak
material lokal seperti material berbutir berupa campuran
material pasir dan batu (sirtu) dan material batu kapur atau batu
karang namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
perkerasan jalan oleh karena tidak memenuhi persyaratan
spesifikasi atau sering dikenal dengan istilah material lokal
substandar. Dengan melakukan pengujian sesuai dengan
Spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah baik untuk bidang
konstruksi jalan maupun konstruksi beton, maka material lokal
dari daerah dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 45


46 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)
Bab 5
MATERIAL BUATAN
5.1 Pendahuluan
Saat ini perkembangan pembangunan infrastruktur, banyak
dilakukan diarahkan didaerah-daerah terpencil, dengan tujuan
untuk membuka keterisolasian. Dengan karakteristik dan
kondisi daerah serta wilayah yang berbeda-beda, pembangunan
infrastruktur di atas tanah lunak, tidak dapat dihindari. Sehingga
perlu adanya teknologi untuk penanganan tanah lunak yang
disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah setempat.
Beberapa alternatif yang sering digunakan pada pelaksanaan
pekerjaan perbaikan tanah untuk landasan struktur bangunan
adalah dengan memanfaatkan cerucuk kayu yang ada disekitar
area pekerjaan atau menggunakan metode pile slab. Kedua
metode tersebut dianggap banyak kelemahannya. Penggunaan
cerucuk kayu tentunya bertentangan dengan lingkungan hidup,
terutama konsep pengembangan penghijauan yang dicanangkan
oleh pemerintah, sedangkan pile slab adalah jenis konstruksi
yang sangat mahal (tidak ekonomis) untuk digunakan.Penelitian
yang akan dibuat ini adalah melakukan studi eksperimental
perbaikan tanah, dengan perkuatan menggunakan kolom
granular yang diisi dengan batu buatan. Konsep ini diharapkan
dapat menjawab kelemahan-kelemahan penggunaan cerucuk
maupun pile slab pada tanah lunak.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 47


Salah satu misalnya Kabupaten di Provinsi Papua, yang sedang
melaksanakan pembangunan infrastruktur adalah Kabupaten
Merauke. Di kabupaten tersebut, sama sekali tidak tersedia
agregat kasar (kerikil) alami. Semua pembangunan infrastruktur
yang ada, harus menggunakan material kerikil yang didatangkan
dari luar pulau. Hal ini mengakibatkan komponen biaya
pekerjaan fisik menjadi sangat mahal. Untuk mengatasi masalah
tersebut, penggunaan kerikil sintetis, menjadi alternatif pilihan
bagi pelaku jasa konstruksi. Selain digunakan sebagai pengganti
agregat kasar pada pekerjaan pembangunan gedung, kerikil
sintetis ini dapat juga digunakan sebagai pengisi (filler) pada
pondasi kolom, untuk perkuatan tanah lunak. Model perkuatan
tanah lunak dengan kolom batu, sudah umum digunakan
dibeberapa tempat. Baik dengan menggunakan selubung (casing)
maupun tanpa selubung. Di daerah yang mengalami kelangkaan
agregat kasar (kerikil), biasanya mempunyai deposit tanah lunak
yang cukup dominan. Ini merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan kerikil sintetik. Konsep ini
diharapkan dapat menjawab kelemahan-kelemahan penggunaan
cerucuk maupun pile slab pada tanah lunak.
5.2 Isu Pembangunan Pada Tanah Lunak
Permasalahan utama di bidang cara sipil lazimnya terikat dengan
tanah bangunan. Tanah mesti bisa menahan beban dari tiap
struktur cara yang ditempatkan di atasnya tanpa kehancuran
geser serta dengan pengurangan yang sanggup diterima (Joseph
E. Bowles, 1992). Terbentuknya pemadatan tanah yang kokoh
bisa kurangi stabilitas struktur bangunan, terlebih lagi bila
berlangsung pengurangan yang tidak menyeluruh antar pondasi
sanggup menyebabkan keruntuhan terlebih lagi kehancuran
struktur bangunan.
Kehancuran struktur metode tidak cuma diakibatkan oleh
struktur bangunan, namun pula terpaut dengan watak tanah
tempat struktur tersebut terletak. Pemicu kehancuran tersebut

48 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


merupakan luasnya penyusutan serta rendahnya energi dukung
tanah, misalnya pada tanah kohesif, paling utama pada tanah
dengan kandungan air yang besar. Oleh sebab itu, berkenaan
dengan energi dukung tanah kohesif, butuh dicermati dengan
seksama perlunya revisi ataupun stabilitas tanah buat menggapai
sifat- sifat tanah yang dibutuhkan buat menghindari terjadinya
bangunan Das (1995). Bagi Mochtar ( 2000), permasalahan utama
tanah sangat lunak merupakan energi dukung yang sangat
rendah serta penyusutan yang relatif besar.
Kehancuran struktur metode tidak cuma diakibatkan oleh
struktur bangunan, namun pula terpaut dengan watak tanah
tempat struktur tersebut terletak. Pemicu kehancuran tersebut
merupakan luasnya penyusutan serta rendahnya energi dukung
tanah, misalnya pada tanah kohesif, paling utama pada tanah
dengan kandungan air yang besar. Oleh sebab itu, berkenaan
dengan energi dukung tanah kohesif, butuh dicermati dengan
seksama perlunya revisi ataupun stabilitas tanah buat menggapai
sifat- sifat tanah yang dibutuhkan buat menghindari terjadinya
bangunan Das (1995). Bagi Mochtar (2000), permasalahan utama
tanah sangat lunak merupakan energi dukung yang sangat
rendah serta penyusutan yang relatif besar.
5.3. Karakteristik Tanah Lunak dan Kapasitas Dukung
Bagi Manual Metode Geoteknik I Departemen Permukiman serta
Prasarana Daerah pada tahun 2002, sebutan" tanah lunak"
mengacu pada tanah yang, bila tidak diidentifikasi serta ditilik
dengan benar, bisa menimbulkan ketidakstabilan jangka panjang
serta permasalahan penyusutan yang tidak bisa ditoleransi;
kekuatan geser Serta kompresibilitas besar. Tanah lunak terdiri
dari 2 (2) tipe bersumber pada bahan sumbernya:
a. Lempung lunak (tanah anorganik) yang dibangun oleh batuan
yang lapuk tercipta lewat transportasi serta proses yang lain.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 49


b. Gambut dibuat dari bahan tumbuhan yang sudah hadapi
bermacam tingkatan pembusukan.
Salah satu tipe tanah lunak, bergantung pada dimensi butirnya,
merupakan tanah liat. Tanah bisa diucap lempung bila dimensi
butir tanah kurang dari 0, 002 milimeter (2 mikron). Walaupun
tanah pula bisa diucap lempung bila partikel mineral yang di
milikinya bisa membagikan watak plastis pada tanah apabila
dicampur dengan air (Grim, 1953). Tanah yang dimensi butirnya
kurang dari 2 mikron, namun partikel mineral yang tercantum di
dalamnya tidak bisa membagikan watak plastis, bisa dikatakan
bukan tanah lempung (non-clay). Jadi, yang diartikan dengan
tanah lempung merupakan tanah dengan dimensi butir kurang
dari 2 mikron (0,002 milimeter) serta memiliki partikel mineral
lempung. (Braja M. Das, 1985).
Kala kandungan air sangat besar, tanah berperan semacam cairan
berair yang mengalir serta tidak bisa mempertahankan wujud
tertentu. Kandungan air terendah di mana tanah berupa cair
diucap batasan likuid (LL), serta prosedur pengujian spesial
sudah dibesarkan buat memastikan kandungan air. Uji terdiri
dari menempatkan segumpal tanah dalam mangkuk serta
membuat alur dengan dimensi standar di dalamnya. Mangkuk
setelah itu diturunkan ke permukaan padat dari ketinggian 10
milimeter. Titik luluh didefinisikan selaku kelembaban tanah di
mana langkah 12,7 milimeter (0,5 inci) terbuat dalam 25 langkah
(Dunn, dkk, 1992)
Konsistensi lempung serta tanah kohesif yang lain umumnya
dinyatakan dalam wujud lunak, lagi, keras ataupun keras.
Dimensi konsistensi kuantitatif yang sangat langsung
merupakan beban per satuan luas di mana contoh tanah tak-
terkekang berupa silinder ataupun prismatik kandas dalam uji
tekan simpel. Nilai ini diucap kokoh tekan tidak terbatas tanah.
Nilai kokoh tekan yang berhubungan dengan nilai konsistensi

50 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


yang berbeda, beserta identifikasi lapangan (Terzaghi, K. serta R.
B. Peck, 1993).
Konsep perhitungan energi dukung beban batasan tanah serta
wujud keruntuhan akibat selip di dalam tanah bisa dilihat pada
model pondasi menerus dengan lebar (B) yang diletakkan pada
permukaan susunan tanah berpasir yang rapat (hard soil) selaku
foto 1. a. Bila beban menyeluruh (q) ditambahkan, penyusutan
pondasi pula bertambah. Kala beban menyeluruh q= qu (qu=
batasan kapasitas beban tanah) sudah tercapai, penyusutan
hendak terjalin, maksudnya pondasi hendak sangat menurun
tanpa akumulasi bonus. beban q semacam yang ditunjukkan
pada Gambar 5.1. a. Ikatan antara beban serta penyusutan
ditunjukkan pada kurva I Gambar 5.1. b. Buat suasana ini, qu
didefinisikan selaku energi dukung beban ultimat tanah.

Gambar 5.1. Daya dukung batas tanah untuk kondisi dangkal.


(a) Model pondasi
(b) Grafik hubungan antara beban dan penurunan
Runtuhnya subclass terjadi dalam beberapa tahap; Pertama,
penurunan tanah di bawah pondasi menyebabkan tanah
mengalami deformasi vertikal dan horizontal ke bawah,

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 51


penurunan terjadi sebanding dengan besarnya beban (selama
beban kerja cukup kecil), tanah perumahan Dalam kondisi
keseimbangan Dari zona elastis, volume tanah di bawah fondasi
di bawah kompresi meningkatkan ketahanan geser tanah,
sehingga daya dukung tanah meningkat; Kedua, terbentuk irisan
tanah pada dasar pondasi, dimana deformasi plastis tanah
dimulai pada tepi tepi pondasi, mengarah pada pembentukan
zona plastis dengan bertambahnya beban dan kemudian arah
pergeseran lateral menjadi lebih jelas. dinamika tanah yang
ditandai dengan retakan lokal dan geser tanah di sekitar tepi
pondasi, seluruh kekuatan geser tanah mengembang untuk
menahan beban di daerah plastis; dan ketiga, deformasi tanah
meningkat dan menyebabkan pembengkakan lapisan tanah atas
sehingga tanah runtuh, bidang keruntuhan memiliki kurva dan
garis yang disebut bidang geser gaya geser linier dan bidang
potong radial.
5.4. Input Teknologi Perbaikan dan Perkuatan Tanah Lunak
Metode perkuatan tanah sebagai alternatif untuk mengatasi
masalah penurunan muka tanah dan daya dukung tanah yang
rendah. Kolom batu adalah metode perbaikan tanah di tanah liat
dan berpasir. Pada tanah lempung, penggunaan kolom batu
dapat meningkatkan dan meningkatkan daya dukung tanah dan
timbul masalah penurunan. Sistem reklamasi tanah yang
dikembangkan menggunakan kolom batuan (Hughes and all
1976; Staal, I and Engelhardt, K 1976) dimana kerikil atau pasir
dimasukkan ke dalam tanah melalui lubang yang telah dibor
sebelumnya pada saat pemadatan. Metode ini telah digunakan
untuk tanah berpasir dan telah dikembangkan di Jerman (Brown,
1977) dengan metode getar dan di Jepang (Murayama, 1958)
dengan mesin perlakuan getaran. Metode lain adalah dengan
menerapkan gaya timbunan ke tanah gembur (J. Chu Lo, S. C. R.
and Lee, I. K., 1993). Konsep dasar kolom batu ini adalah

52 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


menghilangkan atau mengganti 1035 di tanah gembur dengan
batu atau pasir.
5.5. Material Konstruksi Lokal
Secara umum berdasarkan hasil penelitian pasir Kabupaten
Merauke dapat digunakan untuk pembuatan mortar, namun
volume semen yang dibutuhkan per meter kubik cenderung
lebih tinggi dan dengan memperhatikan persyaratan standar
(Pasalli, DA, 2012). Sedangkan menurut Wahyudi, P (2005), hasil
pengujian grout diperoleh kerapatan grout 2,05-2,28, dan
ditambahkan mortar pasir Kabupaten Merauke seperti mortar
biasa. Sedangkan hubungan antara perbandingan volume pasir
semen dengan kuat tekan mortar semen yang menggunakan
pasir Kabupaten Merauke dibandingkan dengan mortar semen
Pasir Sungai Boyong (Jogjakarta) adalah ringan, dapat kita lihat
bahwa kuat tekan kedua mortar tersebut adalah hampir sama.
Selama produksi beton dari pasir dan kerikil dari Gunung
Merapi di Sungai Progo (Jogjakarta), telah terbentuk hubungan
antara kuat tekan, lendutan, koefisien air-semen dan jumlah
semen yang dicampur dengan beton dengan jumlah maksimum
batu total 40mm. diterima (Anshori, A., Suryatni, BN, Ruliyanto,
A., Widodo, CH, Abidin, MR, 2002, dalam Tjokrodimuljo, K.,
2007). Pada tahun 2008, dilakukan pemeriksaan beton pasir dan
kerikil dari Pulau Pecinan di Sungai Batanghari, kawasan Muara
Tebo, Kabupaten Tebo. Dalam penelitian ini koefisien air-semen
adalah 0,4 dan nilai penurunan 6 ± 2, kuat tekan kolom beton
adalah 42.490 MPa dari 42.747 MPa (Suryadi, N., 2008). Menurut
Pasalli, D.A.(2014), Secara umum, material lokal di subregion
mutasi kabupaten makunk memiliki sifat kumulatif yang baik
dan dapat diklasifikasikan menurut bilangan bulat standar,
meskipun beberapa informasi cenderung lebih rendah dari
standar, sehingga agregat tersebut dapat digunakan sebagai
campuran beton non struktural, sedangkan kebutuhan semen

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 53


yang digunakan per meter kubik lebih tinggi dibandingkan
dengan beton konvensional.
5.6. Penelitian Terkait
Berbagai penelitian yang sangat memiliki hubungan yang erat
dengan penggunaan dan pemanfaatan geogrid, diantaranya:
1. Utomo, Pontjo (2004),”Daya Dukung Tanah Ultimit pada Pondasi
Dangkal Di atas Tanah Pasir yang Diperkuat dengan Geogrid”
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan daya dukung
ultimit pondasi persegi dan strip pada pasir yang diperkuat
dengan geogrid melalui pengujian model dalam ruangan.
Parameter yang diperiksa meliputi pengaruh fundamental
lapisan atas geogrid (u), jarak geogrid (z) dan posisi lapisan
bawah geogrid (d) terhadap peningkatan daya dukung. Untuk
model pondasi bujur sangkar dan strip, nilai u/B = 0.250.5 (B =
lebar pondasi) dapat meningkatkan daya dukung menjadi 2,53.5
kali daya dukung lapisan tanah bawah tanpa perkuatan. Nilai z /
B = 0,5 menyebabkan peningkatan daya dukung pondasi persegi
dan strip hingga 3,5 kali dan nilai z / B = 0,25 menyebabkan
peningkatan daya dukung hingga 2,5 kali. Dalam hal pondasi
bujur sangkar dan strip, nilai d / B = 1,5 dapat meningkatkan daya
dukung tanah bawah sebesar 5 sampai 3 kali lipat dari tanah
tanpa perkuatan.
2. Zornberg, Jorge G. (2007),”New Concepts in Geosynthetic-
Reinforced Soil”
Teknik perkuatan tanah yang umum termasuk penggunaan
geosintetik berkelanjutan seperti geogrid dan geotekstil.
Penggunaan geosintetik dalam perkuatan tanah dipengaruhi
oleh banyak faktor, termasuk estetika, keandalan, teknologi
pelaksanaan yang sederhana, kinerja seismik yang baik, dan
kemampuan untuk mengurangi deformasi yang besar tanpa
merusak struktur tanah. Dalam penelitiannya tentang tanah

54 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


bertulang geosintetik tradisional, ia berfokus pada
perkembangan terbaru dalam teknologi perkuatan tanah.
Contohnya termasuk kemajuan dalam desain perkuatan tanah.
3. Ganda, I,. dan Roesyanto (2013), ”Slope Stability Analysis Using
The Strengthening Geogrid.”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kestabilan
lereng pada kondisi awal sebelum perkuatan dengan geogrid
dan sheet pile, analisis kestabilan lereng setelah perkuatan
standar dinding geogrid dan sheet pile, dan sisi perkuatan
alternatif setelah dinding. dari tumpukan lembaran. meningkat.
dengan analisis beban pemerataan stabilitas lereng. Analisis
menggunakan metode elemen hingga, yang kompatibel dengan
versi 8.2 dari program Plaxis 2D. Hasilnya adalah faktor
keamanan pada kondisi awal adalah 0,67. Faktor standar
keamanan batang baja untuk geogrid dan dinding tiang adalah
1,18. Faktor perhitungan keamanan yang paling aman adalah
dengan menambahkan beban kompensasi di luar dinding tiang
4. Thompson, Erica. L and Huppert, H. E (2007), ” Granular
Column Collapses : Further Experimental Results.”
Hasil pengamatan eksperimental adalah runtuhnya kolom pasir
statis menjadi struktur geometrik dua dimensi simetris aksial.
Pengujian dilakukan dengan silinder persegi panjang dan tangki
penyimpanan 30 sampai 60 cm, rasio aspek tumpang tindih
antara 0,5 dan 20. Rasio aspek didefinisikan sebagai hubungan
antara tinggi awal kolom dan batas horizontal. Posisi akhir
partikel pasir dari titik awal yang berbeda pada permukaan luar
kolom pemetaan. Untuk semua kolom simetris aksial, titik
lompatan maksimum ditemukan dari ketinggian pecahan 0,74
hingga 0,03 dari tinggi kolom vertikal awal terlepas dari rasio
aspek. Untuk kolom dua dimensi, jumlah titik yang sesuai adalah
0,65 hingga 0,07. Kolom pasir jenuh runtuh di dalam air dan
menunjukkan pola aliran yang berbeda, membuat kolektor yang

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 55


menuju ke sana tidak dapat digunakan. Dalam hal ini, pangkal
pilar awal dapat mendarat di area terluar dari sedimen akhir. Jika
udara menembus dan rasio aspek lebih besar dari 1, detail
geometris awal relatif tidak signifikan dalam menentukan bentuk
endapan akhir. Berdasarkan hasil ini dan penelitian sebelumnya,
itu berlaku secara universal, bahkan untuk yang asimetris.
5. Nayak, S ; M. R. Babu, Dheerendra ; Shivashankar, R. ; James,
Naveen (2014), “Performance of granular columns in dispersive
soils”.
Tanah liat lithomargic yang ada saat ini, sangat bermasalah, dalam
artian bahwa kekuatan dari tanah tersebut dapat terkurangi
secara drastis dalam kondisi jenuh, yang merupakan perilaku
khas dari jenis dispersif tanah. Kebanyakan terjadi pada lapisan
tanah ini. Makalah ini menyajikan hasil dari serangkaian tes
beban piring laboratorium yang dilakukan dalam tangki sel
satuan untuk menyelidiki perilaku kolom granular pada tanah
lunak (tanah liat lithomargic). Pengujian dilakukan dengan dua
jenis pembebanan yaitu dengan seluruh daerah di tangki sel
satuan dimuat, untuk memperkirakan kekakuan tanah
ditingkatkan; dan dengan hanya area kolom granular yang
dimuat, untuk memperkirakan kapasitas aksial membatasi.
Investigasi dilakukan dengan memvariasikan rasio daerah (atau
spasi), diameter kolom granular, kondisi akhir dan konfigurasi
kolom. Perilaku pembebanan, kekakuan dan analisis perilaku
kolom granular. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa tanah
diperlakukan dengan kolom granular menunjukkan kapasitas
yang tinggi, memikul beban yang lebih besar dan kekakuan dan
penurunan yang signifikan dalam penyelesaian, dibandingkan
dengan tanah yang tidak diberi perkuatan.
5.7. Penutup
Pembangunan struktur bangunan, di atas tanah lunak sudah
menjadi pilihan yang sulit dihindari. Berbagai macam cara telah

56 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


dilakukan untuk penanganan masalah tanah lunak, baik secara
fisis mekanis, maupun dengan penambahan zat kimia tertentu ke
dalam tanah. Tetapi dengan beberapa pertimbangan, teknologi
penanganan tanah lunak tersebut, ada beberapa alternatif yang
tidak bisa digunakan. Salah satu alternatif penanganan tanah
lunak, adalah dengan perkuatan kolom, yang diisi dengan
agregat tertentu. Perkuatan tanah lunak dengan geogrid kolom
granular buatan, menjadi salah satu inovasi teknologi yang
dipilih, khususnya untuk perkuatan tanah di daerah yang sulit
terdapat agregat kasar alami.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 57


58 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)
Bab 6
PEMANFAATAN LIMBAH
6.1 Pendahuluan
Saat ini, industri konstruksi adalah salah satu industri
perekonomian nasional yang berkaitan erat dengan laju
pembangunan, dimana meningkatnya permintaan akan
pengadaan tanah/ lahan, pelaksanaan perbaikan gedung/
bangunan, pelaksanaan konstruksi maupun properti lainnya.
Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa industri
konstruksi adalah industri yang mengalami berkembangan
dengan pesat pada seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Perkembangan industri konstruksi ini bersamaan dengan
tumbuh kembangnya suatu wilayah. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya kebutuhan manusia akan ruang dan tempat untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan aktivitas, seperti tempat
untuk berlindung dan beristirahat, tempat untuk melaksanakan
berbagai macam pekerjaan, hingga wadah untuk berekreasi atau
berlibur. Dalam hal ini pemerintah bekerja sama dengan pihak
swasta berupaya agar kebutuhan tersebut bisa terpenuhi,
sehingga perlu dilaksanakan pekerjaan konstruksi tersebut.
Ferry Firmawan (2012), mengungkap bahwa untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi salah satu sektor yang
penting adalah industri konstruksi, dimana sektor ini memegang
peran dalam berbagai kegiatan pelaksanaan pembangunan
dihampir semua wilayah. Namun sisi lainnya, dampak negatif
yang timbulkan pada industri konstruksi ini adalah

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 59


meningkatnya jumlah limbah akibat proses pelaksanaan
konstruksi sehingga berpengaruh besar terhadap lingkungan, hal
ini disebabkan oleh intensifnya pekerjaan konstruksi baik
pelaksanaan perbaikan, pembongkaran, ataupun pelaksanaan
konstruksi lainnya.

Gambar 6.1. Limbah Konstruksi (wordpress.com)


Di Indonesia sendiri pengelolaan limbah konstruksi ini masih
sangat rendah, hal ini dikarenakan anggapan yang keliru bahwa
limbah konstruksi tersebut hanya menjadi sampah yang tidak
berguna sehingga terabaikan tanpa dilakukan pencegahan atau
mengurangi kapasitas limbah ataupun memanfaatkan dengan
cara lain. Karena pada prinsipnya sebelum limbah konstruksi
dipindahkan ke area pembuangan akhir, terlebih dahulu harus
melewati tahap reduce, reuse, dan recycle (Widhiawati, 2019).
Olehnya, dirasa perlu menyelenggarakan gagasan mengenai
konsep sustainable construction bagi setiap pihak yang terlibat
dalam konstruksi guna mengefisienkan limbah material yang
digunakan, ungkap Wulfram, (2012).

60 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


6.2 Limbah Konstruksi (Construction Waste)
Limbah konstruksi atau disebut juga construction waste diartikan
sebagai suatu material yang tidak dapat dipergunakan kembali
dimana material ini merupakan sisa pemakaian dari pelaksanaan
konstruksi dengan jumlah yang banyak sehingga menghasilkan
pengaruh negatif di lingkungan sekitarnya seperti batu bata,
material atap, beton, pipa instalasi listrik dan lainnya yang
dihasilkan dari pelaksanaan proyek konstruksi, baik proyek
pembangunan maupun proyek pembongkaran (Giusti, 2017).
Berikut daftar penyebab dan sumber terjadinya limbah
konstruksi.
Tabel 6.1 Penyebab dan Sumber Construction Waste

Sumber Penyebab

Dokumen 1. Kekeliruan pada dokumen kontrak


Perjanjian 2. Dokumen perjanjian yang tidak
sesuai diawal kontrak
Desain Rencana 1. Adanya perubahan desain
2. Gambar dan konstruksi tidak sesuai
3. Spesifikasi yang tidak jelas
4. Kurangnya koordinasi dan
komunikasi antara owner dan
pelaksana
Pesanan 1. Spesifikasi pesanan yang tidak sesuai
Material 2. Pesanan harus dalam jumlah yang
banyak
3. Kekeliruan supplier
Transportasi 1. Adanya kerusakan pada saat memuat
material

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 61


2. Metode pengangkutan yang tidak
efisien
3. Kurangnya proteksi selama muatan
material
lanjutan
Metode di 1. Tidak ada sistem penanganan limbah
Lapangan 2. Pengendalian material yang kurang
3. Beberapa pekerjaan ygang tidak
sesuai perencanaan
4. Tidak adanya kontrol kerja
dilapangan
Tempat 1. Lahan yang kurang memadai
Menyimpan 2. Metode penyimpanan tidak sesuai
Material
3. Jarak penyimpanan jauh dari tempat
kerja
Penanganan 1. Tindakan saat pemindahan material
Material dari gudang
2. kurangnya pemahaman pada
penanganan material
Aplikasi 1. Kelalaian yang menyebabkan rugi
Lapangan 2. Alat yang tidak beroperasi
3. Pekerja kurang terampil
4. Pekerjaan yang ditarget
Material Sisa 1. Pemesanan material yang berlebihan
2. Pengemasan material
Faktor Lain 1. Cuaca
2. Vandalisme
Sumber; Glass dan Price (2008)

62 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


6.3 Reduse, Reuse, Recycle
Pada pekerjaan konstruksi tentunya akan menghasilkan buangan
dari sisa material yang dapat mengakibatkan kerugian dari
banyak pihak. Sebab itu diperlukan solusi yang tepat, guna
meminimalkan sisa buangan material konstruksi ini, dimana
tidak semua sisa buangan tersebut dikategorikan sebagai waste.
Terdapat cara yang tepat terkait penanganan sisa material
konstruksi ini, adalah dengan konsep hirarki (Wulfram, 2012).

Gambar 6.2. Ilustrasi Tahapan Penanganan Limbah Konstruksi


(Wulfram, I 2012)
6.3.1 Reduce
Reduce adalah sebuah langkah yang dibuat untuk
meminimalisirkan jumlah limbah konstruksi yang produksi dari
proses pelaksanaan suatu konstruksi. Hal ini merupakan solusi
dalam mengefisienkan limbah yang dihasilkan. Reduce
dilaksanakan dengan cara:

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 63


a. Menyesuaikan dimensi perencanaan desain sesuai dengan
dimensi material pabrikan.
b. Mendesain gudang dan mengatur letak material dalam
gudang penyimpanan material agar tahan terhadap cuaca
dan tidak mengalami kerusakan.
c. Memakai bahan material yang tidak menimbulkan limbah
konstruksi.
d. Membuat daftar dari hasil penghematan pemakaian
material.
Pada pemakaian material yang berisi zat yang membahayakan,
biaya pengolahan limbah konstruksi akan berkurang dengan
menerapkan perencanaan yang optimal. Selain itu, beberapa hal
yang diyakini dapat mengurangi jumlah limbah antara lain :
a. Mengoptimalkan dalam penggunaan bahan material, yaitu
melakukan rancangan pemotongan baja tulangan dengan
panjang rata-rata ±12m untuk berbagai kebutuhan agar
panjang keseluruh dapat digunakan.
b. Kontrktor akan memperoleh keuntungan baik dari aspek
biaya, mutu, dan waktu apabila dalam pelaksanaannya
terlebih dahulu menetapkan metode konstruksi yang tepat.
Sebab beda metode konstruksi pastinya beda pula
kebutuhan sumber daya serta limbah yang dihasilkan.
c. Akurat dalam estimasi bahan material. Akurat dalam
perhitungan volume bahan material sehingga semakin
tinggi penggunaannya maka semakin sedikit jumlah
limbah konstruksi. Sehingga bisa diestimasi jumlah
material yang dibutuhkan kemudian mengkornversi
kedalam biaya.
d. Mengefisienkan pengemasan mengingat jumlah dan jenis
material di lapangan bervariasi. Jenis material dibedakan
menjadi 3 bagian :

64 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


1) Bahan material yang produksi berdasarkan
perhitungan teknis dan perencanaan disebut engineered
materials,
2) Bahan material yang produksi standar industri tertentu
disebut bulks materials,
3) Bahan material yang dirakit bukan pada lokasi proyek
disebut fabricated materials. Dimana ketiga jenis material
ini akan dikemas dan akan menghasilkan berbagai jenis
limbah seperti kardus, kayu, plastik, logam dan lain
sebagainya.
6.3.2 Reuse
Reuse adalah penggunaan kembali bahan material yang dapat
dilakukan dengan cara (a) dekonstruksi, yaitu menggunakan
kembali material dalam bentuk yang sama, (b) menggunakan
kembali limbah material sama dengan fungsi sebelumnya.
Berbagai langkah yang dapat dilakukan agar material konstruksi
dapat digunakan kembali, dengan cara :
a) Mengidentifikasikan material yang masih layak pakai
agar bisa dipergunakan kembali
b) Memisahkan berbagai material yang masih dapat
dipergunakan kembali drngan cara memindahkan dan
menyimpan ke tempat yang aman.
c) Memanfaatkan kembali sisa bahan material yang masih
layak pakai.
6.3.3 Recycle
Recyle, adalah suatu proses mendaur ulang limbah konstruksi
yang diawali dengan membagi material yang masih dapat diolah
yang kemudian dilakukan cara daur ulang. Dengan proses ini,
maka dapat memproduksi lagi bahan material yang baru dan
dapat dijual kembali.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 65


Beberapa langkah dapat dilakukan dalam proses mendaur ulang
adalah:
a) Mengidentifikasikan bahan material yang masih bisa diolah
kembali
b) Membuat rancangan dengan beberapa jenis material yang
masih bisa diolah
c) Menetapkan periode proses daur ulang
d) Menambahkan ketentuan syarat pengalaman bagi kontraktor
dalam upaya pengurangan limbah konstruksi.
6.4 Sustainable Construction
Diperlukan langkah-langkah yang nyata untuk meminimalisir
dampak negatif yang terjadi pada lingkungan berupa konsep
manejemen yang lebih baik sebagai tanggapan atas
bertambahnya jumlah limbah konstruksi yang dihasilkan dari
peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas konstruksi di
dunia. Sehingga lahirlah konsep yang terkait pada penghematan
bahan dan pengurangan limbah, konsep tersebut adalah
suistainable construction (LPJKN, 2007).
Dalam penelitiannya Wulfram I, (2012) mendefinisikan
sustainable construction yaitu pemanfaatan sumberdaya alam
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan tanggap
akan konsep keberlanjutan guna mencegah menurunnya kualitas
suatu lingkungan. Pada dasarnya, proses perencanaan konsep
sustainable construction harus terintegrasi terhadap lingkungan,
ekonomi dan sosial, dimana penerapannya berupa pemeliharaan
dan pengelolaan sumber material dan sampah/sisa material
konstruksi. Pembangunan berkelanjutan sendiri terncantum
dalam UU No. 23 Tahun 1997, dimana dikatakan bahwa untuk
menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan, perlu upaya yang terencana dalam

66 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


memadukanpadankan antara lingkungan hidup dan sumber
daya kedalam proses pembangunan.
Tujuan utama dari pencapaian keberlanjutan suatu
pembangunan adalah diperlukan suatu aplikasi yang berpotensi
dalam pengolahan dari sisa material konstruksi pada suatu
bangunan. Salah satu contoh yaitu proses mendaur ulang sisa
limbah konstruksi sehingga bisa menjadi material yang memiliki
nilai dan manfaat untuk dijadikan material konstruksi yang baru
seperti batu bata, tegel, bongkaran beton, dan dinding yang
diolah sehingga bisa menjadi paving block, agregat halus dan
kasar.

Gambar 6.3. Proses pengolahan limbah bongkahan bata dan


beton (jamesthoengsal.blogspot)
6.5 Penutup
Industri pembangunan konstruksi merupakan salah satu
kontributor terbesar limbah padat di dunia, sehingga memiliki
potensi bagi berbagai pihak mengalami kerugian dalam
pelaksanaan pembangunan konstruksi tersebut. Sehingga dirasa
perlu melakukan suatu konsep penanganan yang tepat agar
beban pekerjaan yang ditanggung oleh pihak terkait bisa

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 67


berkurang. Dengan penerapan konsep suistanable construction,
yaitu reduce, reuse, dan recycle, maka sisa bahan material yang
dihasilkan oleh pelaksanaan konstruksi dapat diolah dan
dipergunakan kembali sehingga tujuan dari pembangunan
keberlanjutan dapat tercapai.

68 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 7
MATERIAL PENGGANTI KAYU
7.1 Pendahuluan
Desain gempa untuk ketahanan momen baja, struktur-struktur
untuk tetap elastis selama terjadi gempa skala kecil hingga
menengah. Pada gempa bumi besar struktur tersebut harus ulet
dan aman dari keruntuhan. Gempa Northridge tahun 1994
retakan-retakan yang telah ditemukan pada koneksi-koneksi
momen rangka tergoncang selama terjadi gempa bumi, beberapa
retakan seringkali dimulai pada flensa las bawah dan tersebar ke
flensa kolom dan jaring balok. Miller melaporkan bahwa satu
jenis retak diamati pada gempa Northridge dimulai pada titik
bagian antar sesi antara las pada lubang dan balok dibawah flens.
Nakashima et al. juga melaporkan bahwa banyak retakan diamati
pada balok-ke-kolom dilas konektor, 1995 Gempa Kobe
diakibatkan oleh pengelasan logam, zona terkena panas, logam
dasar, dan plate diafragma, yang sebagian besar berada di flensa
balok bawah. Retakan pada bahan dasar yang dimulai dari ujung
lubang akses las.
Beberapa eksperimen dan analitis telah dilakukan untuk
meningkatkan kinerja koneksi. Di antara banyak konektor yang
diselidiki dalam literatur, dua kategori koneksi sering digunakan
untuk meningkatkan daktilitas pada beban gempa yang parah.
Penguatan koneksi adalah pelat penutup atau haunch digunakan
untuk memperkuat koneksi.dan lainnya adalah bagian balok
berkurang (RBS) koneksi, juga dikenal sebagai 'dogbone'. Dalam

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 69


koneksi RBS, bagian-bagian dari flens balok dipangkas berupa
coakan, pada balok flens dipangkas untuk memastikan
terjadinya engsel plastik. Kedua jenis koneksi sangat strategi
dalam mekanisme pelenturan di lokasi yang diinginkan pada
balok. Namun, yang pertama adalah padat karya dan mahal,
sementara yang selanjutnya dapat mengakibatkan penurunan
kekakuan elastis dari momen frame.
Engelhardt et al. dua jaringan momen skala penuh diperkuat oleh
rib vertikal. Anderson dan Duan menguji tiga spesimen yang
piring segitiga vertikal (fin) dilas ke flens atas dan bawah flens
balok. Dan hasilnya menunjukkan bahwa spesimen kapasitas
untuk rotasi plastik di kisaran 2,5-3,0% radian. Spesimen yang
memiliki sirip solid yang dilas gagal karena penarikan mundur
sirip atas dari pengelasan muka kolom. Salah satu dari dua
spesimen dengan sirip berlubang yang telah dilas menunjukkan
tekuk lokal parah pada flens balok dan web, dan retak kecil di
ujung sirip yang telah dilas. spesimen lain tiba-tiba gagal karena
retakan pada lasan antara sirip (fin) dan flensa kolom, dan
penetrasi retak mengarah ke dalam kolom dan propagasinya
menuju ke jaringan kolom. Cheng-Chih Chen, dkk mengatakan
fungsi rib tunggal yang diperpanjang adalah sebagai penguat
untuk mencegah rekah rapuh pada alur las balok. Lempeng rib
meringankan konsentrasi tekanan dan mencegah retakan melalui
flens balok pada ujung rib dan membentuk engsel plastik yang
diinginkan di bagian balok jauh dari muka kolom, ini
menunjukkan daktilitas yang dapat diandalkan untuk
mempertahankan deformasi inelastis yang diinginkan, tidak
menunjukkan tanda-tanda patah getas, terjadi 3% radian rotasi
plastic.
Scott L Jones, dkk. Zekioglu dkk menguji tiga koneksi, memiliki
bagian balok berkurang, dan dua plate rib segitiga dilas ke setiap
flensa balok. Kapasitas rotasi balok plastik tinggi dengan
kekuatan Ural flex cukup diperoleh kegagalan akhir, identik

70 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


untuk ketiga spesimen, adalah dengan fraktur pada sesi
tersempit flensa balok. Plate rib vertikal membantu mengurangi
tekanan-tekanan alur lasan antara flensa balok dan flensa kolom,
dan tidak ada kerusakan yang diamati pada plate rib vertikal.
Hasil dari penelitian di atas telah mampu memberikan banyak
masukan. Untuk itu sebuah RBS dengan mengurangi kekakuan
balok bertujuan memperkuat koneksi ditujukan disini untuk
mengurangi kerusakan dan patahan pada lasan antara balok dan
flensa kolom. Hasil analisis dan eksperimen digunakan untuk
mengonfirmasi perilaku dan kinerja koneksi antara kolom dan
balok dengan Reduce Beam section (RBS). Budiharjo dan Santoso
(2007) menggunakan SRPMK untuk menguji kinerja struktur
baja, SRPMK ini dirancang berdasarkan peta seismik Wilayah
Indonesia 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah banyak
persyaratan yang harus dipenuhi pada bangunan berlantai 4, 8
dan 12 lantai, seperti persyaratan daya dukung beban,
kekompakan penampang, perpindahan, dan kolom kuat dan
lemah. Selain itu, meskipun kolom telah mencapai persyaratan
yang ditentukan dan terlalu banyak melayang, kolom masih
memiliki sendi plastis.
Herman Parung, 2013 telah melakukan penelitian dengan variasi
sudut dan panjang bukaan dengan tinggi bukaan 0,6 H yang
diberi pembebanan monotonik. Profil baja solid yang dipabrikasi
menjadi balok kastella adalah IWF 200 100 5.5 8. Hasil
penelitiannya menunjukkan sudut bukaan 600 dan panjang
bukaan e = 3b = 9 cm memberikan hasil yang terbaik dari sudut
dan panjang bukaan untuk bukaan segi enam (hexagonal )
Tonapa, Sandy, H Parung ,2015 menyatakan bahwa model retak
benda uji tanpa beton terjadi lokal bucling dimana untuk kastela
komposit beton crack setelah terjadi faund. Hasil dari penelitian
di atas telah mampu memberikan banyak masukan. Untuk itu
sebuah RBS dengan mengurangi kekakuan balok bertujuan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 71


memperkuat koneksi ditujukan disini untuk mengurangi
kerusakan dan patahan pada lasan antara balok dan flens kolom.
7.2 Reduced Beam Section (RBS)
Reduced Beam Section (RBS) merupakan modifikasi dari beam
section yang mengurangi permukaan sayap pada jarak tertentu
dari cantilever. Proses pemulihan dilakukan sedemikian rupa
sehingga semua proses peleburan dan loop plastik terjadi pada
bagian RBS ini. Selain itu, reduksi luas juga berperan dalam
mereduksi momen pada kolom dan mengendalikan terjadinya
deformasi inelastis pada kolom. Perlu diketahui bahwa desain
RBS ditetapkan dalam SNI 0317292015, atau standar AISC 35810
digunakan sebagai acuan dalam desain RBS. Proses desain RBS
berdasarkan Pasal 5.8 AISC 35810 adalah sebagai berikut:

Gambar 7.1 . Desain RBS pada flans balok


Penentuan geometri RBS (Gambar) dibatasi :
0,5 bf ≤ a ≤ 0,75 bf .................................................................(1)
0,65 d ≤ b ≤ 0,85 d ..................................................................(2)
0,1 bf ≤ c ≤ 0,25 bf............................................................ (3)
dimana:
bf = lebar sayap balok
d = tinggi balok

72 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Hitung modulus plastis pada bagian terkecil RBS :
Ze = Zx – 2ctbf (d – tbf ) ....................................................... (4)
dimana :
Ze = modulus plastis balok pada area penampang minimum
3
dari RBS (mm )
3
Zx = modulus plastis balok tanpa RBS (mm )
tbf = tebal sayap balok (mm)
Perhitungan momen maksimum pada daerah sendi plastis yang
letaknya pada bagian penampang minimum dari RBS :
Mpr = Cpr Ry Fy Ze ......................................................... (5)
dimana: Cpr = faktor untuk menghitung kekuatan ultimate
dari koneksi, termasuk akibat strain hardening , local restraint,
additional reinforcement, bergantung dari keadaan koneksi.
Dalam AISC 358-10 dinyatakan standar dari nilai Cpr :
Fy + Fu
Cpr = ≤ 1,2............................................. (1.6)
2 Fy

Fy = tegangan leleh minimum(N/mm2

Fu = tegangan pada saat strain hardening(N/mm2)


Ry = rasio dari tegangan leleh yang diharapkan dibanding
tegangan leleh minimum diambil sebesar 1,5 untuk
baja A36 atau BJ 37
Hitung gaya geser di pusat RBS (VRBS). Perhitungan gaya geser
dapat memperhitungkan momen aliran di pusat RBS (MRBS)
dan efek geser dari kombinasi gaya gravitasi (w) dan gaya

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 73


gempa. Kombinasi pengisian yang digunakan adalah 1,2D + f1L
+ 0,2S.

Gambar 7.2. Freebody yang digunakan untuk mencari nilai


VRBS
Hitung momen lentur maksimum yang dapat terjadi pada
silinder. Torsi maksimum yang dapat terjadi di depan kolom
dapat dihitung dari diagram momen bebas antara RBS yang
ditunjukkan pada gambar. Menurut diagram benda bebas,
momen dalam silinder adalah sebagai berikut:
Mf = Mpr + VRBSSh ........................................................ (1.7)
dimana :
Mf = momen maksimum yang mungkin terjadi pada muka
kolom (N-mm)
Mpr = momen plastis yang mungkin terjadi (N-mm)
VRBS = gaya geser maksimum dari dua gaya geser di tengah
RBS di tiap ujung balok (N)
Sh = a + b/2 (mm)

74 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Gambar 7.3. Hubungan Momen dan gaya geser RBS
Menghitung momen plastis pada balok berdasarkan
tegangan leleh yang diharapkan :
Mpe = ZbRyFy ................................................................... (1.8)
dimana :
Mpe = momen plastis berdasarkan tegangan leleh yang
diharapkan (N-mm)

Zb = modulus penampang plastis (mm3)


Ry = rasio dari tegangan leleh yang diharapkan
dibanding tegangan leleh minimum
Fy = tegangan leleh minimum (MPa)
Periksa Mf harus kurang daripada Φd Mpe.Jika hasilnya
tidak memenuhi maka nilai c harus ditingkatkan
atau mengurangi nilai dari a dan b.
Mf ≤ Φd Mp
dimana :
Mf = momen maksimum yang mungkin terjadi pada
muka kolom (N-mm)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 75


Φd = faktor reduksi untuk daktilitas maksimum
Mpe = momen plastis berdasarkan tegangan leleh yang
diharapkan (N-mm)
Menghitung gaya geser ultimit dari balok.
2 Mpr
Vu = +Vgrav
L’ .................................................... (1.9)
dimana:
Vu = gaya geser ultimate balok
L’ = jarak antara titik tengah RBS (mm)
Vgrav = gaya geser balok dari 1,2D + 1,6L + 0,2S
Pembatasan terhadap tebal sayap kolom.
Tebal sayap kolom harus memenuhi :
t ≥ (dz + wz)/2 ........................................................... (1.10)
dimana :
t = tebal sayap kolom (mm)
dz = tebal panel zone (mm)
wz = lebar panel zone (mm)
Menghitung perbandingan rasio momen kolom terhadap balok :
Σ M pb ≈ Σ (Mpr + Mv) ...................................................... (1.11)
dimana:
Mpr = Momen plastis yang
mungkin terjadi (N-
mm)
Mv = VRBS (a +b/2 +dc/2)

76 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


VRBS = Gaya geser maksimum dari dua gaya geser di
tengah RBS di tiap ujung balok (N)
dc = tinggi kolom (mm)
7.3 Penutup
Sebuah kajian untuk mendapatkan data rekaman dari suatu
struktur yang mengalami getaran akibat beban siklik sampai
mencapai leleh atau batas plastis, ini tersaji dalam 4 tahapan,
yaitu:
1. Ide awal desain dengan prinsip dasar kolom kuat dan
balok lemah.
2. Benda uji dengan pemodelan balok kolom eksterior
3. Uji eksperimental dilakukan terhadap model struktur dari
material baja yaitu join balok kolom dilakukan dengan
memberi beban siklik.
4. Tanggap struktur dibaca menggunakan sensor percepatan
(accelerometer) dan direkam ke dalam komputer dalam
bentuk data. Pada pengujian ini, dua jenis sensor
percepatan digunakan agar hasilnya dapat dibandingkan.
5. Hasil ekperimen ini akan di validasi dengan metode
numerik abaqus untuk mendapatkan simulasi struktur
terhadap beban siklik.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 77


78 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)
Bab 8
MATERIAL PENGGANTI AGREGAT
8.1 Pendahuluan
Agregat merupakan bahan utama penyusun campuran beton
maupun aspal, dengan persentase berkisar antara 70% hingga
90%. Kebutuhan akan material agregat terus bertambah seiiring
dengan pesatnya laju pembangunan khususnya bidang
pembangunan infrastruktur. Agregat pada umumnya diperoleh
di alam baik berupa agregat kasar maupun agregat halus, akibat
pemanfaatanya yang semakin besar sementara ketersediaan
agregat di alam yang semakin menipis, maka berbagai alternatif
material pengganti agregat terus diteliti dan dikembangkan
dengan senantiasa memperhatikan kelayakan penggunaan
agregat tersebut berdasarkan persyaratan spesifikasi yang
ditentukan untuk masing-masing penggunaanya.
Agregat adalah bahan granular padat seperti pasir, kerikil, atau
serpihan batu yang dikombinasikan dengan air dan semen
portland, komponen utama beton.
Agregat alam adalah agregat yang telah terbentuk secara alami,
sebagai akibat dari aliran air sungai dan degradasi. Agregat yang
terbentuk akibat aliran air sungai berbentuk bulat dan licin,
sedangkan agregat yang terbentuk akibat deteriorasi berbentuk
kubus (sudut) dan memiliki permukaan yang kasar. Degradasi
alami semakin tidak mungkin untuk memenuhi permintaan
agregat alam berbentuk kubus atau sudut dengan permukaan
kasar dan ukuran butir yang seragam. Dengan demikian,

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 79


pengolahan juga dapat digunakan untuk membuat agregat alami
(“Mengenal Agregat - ikons.id,” 2017).
Selain agregat alam, terdapat pula agregat buatan yang
merupakan agregat yang dibuat khusus untuk tujuan tertentu,
seperti misalnya korondum sintetis (Al2O3) dengan densitas
murni 3,9-4,0 kg/dm3 atau silikon karbida dengan berat murni
3,1-3,2 kg/dm3 digunakan sebagai agregat pada material yang
harus tangguh dan tahan lama. Jenis agregat keras tambahan,
seperti batu alam seperti basal, terak tanur tinggi, dan berbagai
jenis logam, dapat digunakan. Perlit, sejenis kaca yang terbentuk
dari batuan beku (vulkanik) dengan berat volume sekitar 0,6-0,2
kg/dm3, vermikulit, dengan berat volume sekitar 0,07-0,09
kg/dm3, dan kaca busa adalah contoh agregat tahan api yang
sangat ringan untuk insulasi panas atau tahan api (“Jenis Agregat
dan Batuan ~ Ilmu Dasar Teknik Sipil,” 2017).
8.2 Material Pengganti Agregat
8.2.1. Material Pengganti Agregat Kasar
Agregat kasar adalah jenis batu pecah dengan ukuran berkisar
dari 4,76 mm sampai dengan 150 mm. Untuk agregat kasar,
dengan syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
 Butiran keras dan tidak berpori membentuk agregat kasar.
Agregat kasar dengan butiran datar hanya dapat digunakan
jika butiran rata kurang dari 20% dari berat agregat.
 Kandungan lumpur dalam agregat kasar tidak boleh melebihi
1%. Jika melebihi, agregat harus dicuci.
 Zat-zat perusak beton seperti senyawa basa harus dihindari
dalam agregat kasar.
 Agregat kasar beton adalah kerikil alam atau batu pecah.
 Agregat kasar harus lulus uji kekerasan Rudeloff seberat 20
ton.

80 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


 Uji gores batang tembaga menunjukkan kandungan
komponen lemah maksimal 5%.
 Modulus kehalusan agregat kasar adalah 6–7,5.
Agregat kasar yang umum adalah digunakan adalah berupa batu
pecah alami yaitu batu alam galian atau batu pecah, kerikil alami
tercipta melalui erosi tepian sungai dan dasar sungai oleh air
yang mengalir (“Pengertian Agregat dan Klasifikasinya | by
Hizrian | Medium,” 2017).
Selain material agregat kasar yang berasal dari alam tersebut,
terdapat material buatan sebagai pengganti agregat kasar antara
lain:
a. Limbah Slag (terak) nikel
Penelitian tentang pemanfaatan material limbah slag nikel untuk
digunakan sebagai bahan pengganti agregat kasar telah banyak
dilakukan antara lain penelitian oleh (Salain et al., 2015), meneliti
tentang properti mekanik beton yang menggunakan limbah slag
nikel sebagai agregat kasar berupa kuat tekan, kuat tarik belah,
dan modulus elastisitas. Slag nikel yang digunakan dalam
penelitian berasal dari limbah slag nikel PT. Antam Pomalaa di
Sulawesi Tenggara. Agregat halus yang digunakan adalah pasir
alam, agregat kasar kontrol adalah kerikil alam, dan pengikat
hidrolik adalah semen portland. Distribusi butir agregat
dirancang untuk memenuhi Standar Indonesia SNI 03-2834-2000,
gradasi kombinasi butir dengan diameter maksimum 40 mm.
Campuran beton mengandung 1,0 bagian semen, 2,0 bagian
agregat halus, 3,0 bagian agregat kasar, dengan faktor air semen
sebesar 0,5. Agregat kasar digunakan untuk membuat dua
campuran: satu dengan terak nikel dan yang lainnya dengan
kerikil alami sebagai kontrol. Hasil pengujian selama 28 hari
menunjukkan bahwa penambahan terak nikel ke dalam
campuran beton dapat meningkatkan kualitas mekaniknya.
Bahkan, dibandingkan dengan beton kontrol, kuat tekan beton

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 81


terak nikel, kuat tarik belah, dan modulus elastisitasnya
semuanya naik. Tekstur kasar dari agregat terak nikel
bergantung pada perkembangan mekanis yang tidak biasa ini,
memberikan ikatan fisik yang lebih kuat antara agregat dan pasta
semen terhidrasi.

Gambar 8.1. Limbah slag nikel PT. Antam Pomalaa, Sulawesi


Tenggara. (Salain et al., 2015).

Gambar 8.2. Proses pemurnian bijih nikel (“PT ANTAM Tbk |


Nickel,” 2020)
Pemanfaatan lain dari limbah slag nikel sebagai bahan pengganti
agregat kasar yaitu untuk campuran aspal AC-BC, salah satu
hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mensubstitusi

82 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


agregat kasar menggunakan slag nikel dalam campuran beton
aspal AC-BC, konsentrasi aspal optimum dapat dikurangi
sekaligus menaikkan stabilitas. Selain itu, slag nikel yang
digunakan sebagai bahan substitusi agregat kasar dalam
campuran beton aspal AC-BC bekerja optimal pada konsentrasi
aspal 6,30 persen dan kadar terak nikel 25% (Arsyad, 2008). Pada
Unit Usaha Pertambangan Nikel Pomalaa, Sulawesi Tenggara,
PT. Aneka Tambang Tbk (ANTM) saat ini telah menggunakan
inovasi daur ulang sampah terak untuk memproduksi bahan
bangunan. Terak merupakan hasil samping produksi feronikel di
Unit Usaha Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara. Pomalaa
Beton dibuat dari limbah slag di UBP Nikel Sulawesi Tenggara
(POTON). Limbah Terak Feronikel Pomalaa digunakan sebagai
bahan dasar jalan, yard base, dan beton di UBP Nikel Sulawesi
Tenggara (“ANTM Jadikan Limbah Slag Produk Material
Konstruksi » Berita energi & Minerba Hari Ini -
RuangEnergi.com,” 2020).

Gambar 8.3. Pemanfaatan dan pengolahan limbah slag nikel PT.


Antam Pomalaa, Sulawesi Tenggara. (ANTAM, 2020)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 83


b. Limbah Slag (terak) baja
Seperti halnya limbah slag nikel, slag baja (steel slag) juga dapat
digunakan sebagai material pengganti agregat kasar.
Penggunaan grade desain campuran beton M20 untuk
mengetahui pengaruh substitusi parsial agregat kasar dan halus
dengan steel slag (SS) pada berbagai parameter kekuatan dan
durabilitas. Rasio steel slag untuk agregat halus dan kasar
ditemukan. Uji slump menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya jumlah penggantian, workability beton berkurang.
Percobaan dilakukan pada uji ketahanan tekan, tarik, lentur, dan
asam menggunakan HCl, H2SO, dan penetrasi klorida cepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian agregat halus
dan kasar dengan steel slag meningkatkan kuat tekan, tarik, dan
lentur. Kehilangan massa kubus asam relatif minimal. Untuk
kedua penggantian tersebut, defleksi balok RCC meningkat
dengan bertambahnya beban. Laju penetrasi ion klorida diukur
dengan menggunakan batasan ASTM C 1202. Penggunaan steel
slag dalam beton ditentukan layak (Subathra Devi and Gnanavel,
2014).

Gambar 8.4. Limbah slag baja (steel slag) (Gunawan and Oetojo,
2011)

84 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Penggunaan steel slag sebagai pengganti agregat kasar dalam
campuran aspal panas (hot mix asphalt) juga telah diteliti oleh
(Ahmedzade and Sengoz, 2009) terhadap kualitas hot mix asphalt
(HMA) menggunakan steel slag sebagai agregat kasar. Untuk
menemukan konsentrasi aspal yang optimal, digunakan empat
campuran aspal yang berbeda dengan dua jenis semen aspal
(AC-5 dan AC-10). Pengujian stabilitas Marshall, modulus
kekakuan tarik tidak langsung, kekakuan mulur, dan kekuatan
tarik tidak langsung dilakukan pada semua campuran.
Sensitivitas listrik spesimen juga diuji ke ASTM D257-91. Steel
slag yang digunakan sebagai agregat kasar meningkatkan
kualitas mekanik campuran aspal. Selain itu, resistivitas volume
menunjukkan bahwa campuran steel slag memiliki konduktivitas
listrik yang lebih baik daripada campuran batu kapur. Sebagai
bahan limbah dari hasil pengolahan bijih besi menjadi besi, steel
slag memiliki komposisi kimia yang diuji di laboratorium,
kandungan kimia steel slag didominasi oleh kandungan silika
(SiO2) sebesar 18,66% dan kandungan kalsium oksida CaO
sebesar 27,36%. Tabel 8.1. di bawah ini menunjukkan kandungan
kimia steel slag yaitu sebagai berikut :
Tabel 8.1. Komposisi kimia steel slag

Sumber : (Gunawan and Oetojo, 2011)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 85


Sebagai bahan pengganti agregat, steel slag harus diuji sifat
karakteristiknya berdasarkan spesifikasi PDT-04-2005-B, dengan
persyaratan spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 8.2. Komposisi kimia steel slag

Sumber : (Gunawan and Oetojo, 2011)


Kementerian PUPR telah menetapkan sejumlah kriteria untuk
memilih steel slag sebagai bahan bangunan pilihan. Steel slag
harus berasal dari limbah yang dihasilkan selama peleburan bijih
besi atau baja, dan harus dalam salah satu dari empat bentuk:
terak tanur tinggi, terak minyak ledakan, terak elektrostatik
precipitator, atau terak bijih besi, seluruhnya bersumber dari
pabrik yang produk steel slag nya telah disertifikasi oleh SNI.
Penimbunan material steel slag juga dibatasi pada daerah yang
memiliki muka air tanah minimal satu meter di dalam tanah atau
tanah dasar. Persyaratan umum steel slag sebagai bahan lapisan
pondasi adalah harus berasal dari limbah yang dihasilkan selama
peleburan bijih besi atau baja, dan tidak ada bahan tambahan
yang ditambahkan ke agregat steel slag diferensiasi berat jenisnya
lebih besar dari 0,2 (“Ini Dia Alasan Slag Baja Jadi Bahan yang
Oke untuk Pembangunan Jalan - Ekonomi Bisnis.com,” 2018).

86 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


8.2.2. Material Pengganti Agregat Halus
Umumnya agregat halus yang dimanfaatkan untuk campuran
beton adalah material alam dari sungai maupun hasil olahan
stone crusher berupa pasir buatan dari batu yang dihancurkan.
Pasir halus dan Pasir kasar termasuk dalam agregat ini. PBI
mendefinisikan agregat halus sebagai berikut :
 Tahan terhadap pengaruh cuaca.
 Kandungan lempung lebih kecil dari 5%, pencucian
dilakukan jika nilainya lebih besar atau jika tidak dilakukan
pencucian, maka kekuatan beton yang dihasilkan di lakukan
degradasi sebesar 5%.
 Kandungan bahan organik tidak terlalu besar.
 MHB pasir halus adalah 2.2–3.2.
 MHB pasir kasar berkisar antara 3,2–4,5.

Gambar 8.5. Agregat halus pasir sungai. (“Inilah Pengertian Dan


Manfaat Pasir Sungai Yang Perlu Anda Ketahui !,” 2017)
Agregat halus harus mempunyai susunan butir yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut pada saat diayak:
 Maksimum 2 % tertahan di atas saringan 4 mm

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 87


 Tertahan di atas saringan 1 mm memiliki berat setidaknya
10%.
 Tertahan di atas saringan 0,025 memiliki bobot 80-95%.
Umumnya agregat halus dari alam adalah berupa pasir alam baik
dari sungai maupun pasir gunung. Ketersediaan yang semakin
berkurang dan kebutuhan yang semakin meningkat menuntut
pencarian alternatif material pengganti agregat halus. Salah satu
material limbah hasil pengolahan batu bara pada pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) adalah bottom ash.
Bottom ash memiliki bentuk yang menyerupai pasir, telah
dilakukan beberapa penelitian tentang pemanfaatan bottom ash
sebagai pengganti agregat halus diantaranya adalah penelitian
yang dilakukan oleh (Sulistio et al., 2015), bottom ash dapat
digunakan sebagai agregat halus pada beton, bottom ash diayak
dan dihaluskan untuk menggantikan pasir dalam beton.
Langkah pertama adalah menguji kualitas fisik dan kimia abu
dasar (bottom ash). Pasir dan bottom ash diperiksa kadar air,
pengayakan, modulus kehalusan, dan berat jenis.
Membandingkan kuat tekan dan kemampuan alir mortar HVFA
yang diberi perlakuan bottom ash dengan mortar HVFA (high
volume fly ash) yang diberi pasir. Pengujian ini dilakukan untuk
menilai dampak penggantian bottom ash pada pasir. Studi ini
menunjukkan bahwa penggantian pasir 100% dengan abu dasar
mengubah kekuatan dan kemampuan alir mortar. Abu dasar
yang diayak kehilangan kekuatan dan daya alir paling banyak,
sedangkan abu dasar yang dihancurkan memperoleh kekuatan
dan daya alir.
Fasilitas termal berbahan bakar batu bara India menghasilkan
131 juta ton abu batu bara, di mana 25 juta ton di antaranya
adalah bottom ash. Memanfaatkan bottom ash juga memberikan
manfaat lingkungan, yang sangat penting dalam konteks
keberlanjutan sumber daya saat ini. Menggunakan produk

88 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


sampingan industri seperti bottom ash sebagai pengganti pasir
sungai dalam beton dapat menguntungkan secara teknis dan
ekonomis. Pengujian laboratorium untuk melihat apakah abu
dasar batubara dapat menggantikan pasir sungai dalam beton
dilaksanakan dengan menggantikan pasir sungai dengan bottom
ash dalam persentase 0, 30, 50, 75, dan 100%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kuat tekan 28 hari tidak berpengaruh
terhadap penggunaan bottom ash. Memasukkan bottom ash ke
dalam beton meningkatkan penyerapan air dan laju awal aksi
kapiler. Namun, tingkat sekunder penyerapan air tetap konstan.
Selama masa pengujian 28 hari, semua komposisi beton
menyerap air antara 4,68 hingga 5,56 persen. Ruang pori pori dan
penyerapan air campuran beton bottom ash menurun seiring
bertambahnya usia. Ketahanan aus dinilai dengan kedalaman
keausan rata-rata. Bottom ash dalam beton campuran kurang
tahan abrasi dibandingkan beton kontrol. Kedalaman keausan
rata-rata menurun seiring bertambahnya usia di semua
kombinasi beton, yang menunjukkan peningkatan ketahanan
abrasi (Singh and Siddique, 2015).

Gambar 8.6. Diagram alir ash handling system. (“Project Ash


Handling di Paiton Bagian 1: Factory Acceptance Test,” 2015)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 89


Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), telah dikeluarkan dari kategori
limbah B3 dan diklasifikasikan sebagai limbah non-B3.
Disahkannya UU No 11 Tahun 2020 dan PP No 22 Tahun 2021
dimana status B3 FABA dan SBE tidak berlaku lagi, memiliki
tujuan utama dalam mendorong Indonesia agar menjadi leader
dalam rantai pasok global dengan menggunakan local content
dalam rangka menyokong kebutuhan industri dalam
meningkatkan margin ekonomi. Produksi batu bara Indonesia
diperkirakan akan meningkat signifikan hingga tahun 2040.
Ridwan Djamaluddin, Dirjen Minerba Kementerian ESDM,
menyatakan produksi batu bara tahun ini akan melampaui 678
juta ton. Nilai ekspor sebesar 403 juta ton, konsumsi 275 juta ton,
dan gasifikasi sebesar 32,6 juta ton. (“Penghapusan Status B3
FABA dan SBE dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dalam Tinjauan Sustainable Trade - Indonesia for Global
Justice,” 2021).
8.3 Penutup
Material pengganti agregat alam berupa limbah khususnya slag
baik slag nikel maupun slag baja dan bottom ash saat ini jumlahnya
melimpah khususnya di wilayah smelter nikel dan baja maupun
pada area pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan
bahan dasar batu bara. Melimpahnya limbah tersebut akan lebih
bermanfaat jika pengelolaannya dapat dilakukan secara optimal
sebagai bahan pengganti agregat, hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan telah menunjukkan kelayakan dari material-
material tersebut untuk digunakan sebagai bahan pengganti
agregat. Apalagi dengan adanya regulasi dari pemerintah
melalui UU No 11 Tahun 2020 dan PP No 22 Tahun 2021 yang
menghapus sebutan B3 pada fly ash dan bottom ash (FABA)
memberikan peluang yang lebih besar dalam pemanfaatan
material-material tersebut sebagai material pengganti agregat.

90 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 9
MATERIAL PENGGANTI
DINDING
9.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada tiga
lempeng besar yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik,
dan Lempeng Eurasia. Ketika ketiga lempeng ini bersatu, negara
kepulauan Republik Indonesia menjadi daerah yang rawan
gempa. Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi gempa
bumi besar yang mempengaruhi berbagai wilayah di Indonesia,
termasuk Aceh pada tahun 2004, Yogyakarta pada tahun 2006,
Padang pada tahun 2009, Pal pada tahun 2019 dan Mamuju pada
tahun 2021. Itu baik direncanakan dan dilaksanakan dengan
buruk, atau kurang desain seismik. Setelah beberapa peristiwa
ini, masyarakat umum menyadari bahaya gempa bumi dan
kebutuhan untuk merancang bangunan seismik besar.
Banyaknya korban jiwa akibat gempa bumi umumnya
disebabkan oleh kegagalan (failure) pada non engineering building
(seperti rumah tinggal) (Boen, 2001). Pada peristiwa gempa
Yogyakarta 27 Mei 2006 misalnya, jumlah korban meninggal
dunia di lima kabupaten/kota mencapai 4.710 jiwa dengan
jumlah kerusakan rumah yang terjadi sebanyak 109.048 unit
(rusak secara general), 99.009 unit (rusak yang tergolong berat

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 91


dan sedang), dan 202.044 unit rumah (rusak yang tergolong
ringan). Kerusakan paling parah umumnya ditemukan pada
rumah tembokan (Raharjo et al., 2007). Selain itu, gempa
Sumatera Barat (7,6 SR) ditanggal 30 September 2009 juga
mengakibatkan kerusakan pada lebih dari 140.000 unit rumah
tinggal, baik pada rumah kayu maupun rumah tembokan
(diperkuat atau tanpa perkuatan beton). (Ismail & Hakam, 2011).
Penelitian yang dilakukan (Antonius, 2007) menyimpulkan
bahwa kerusakan yang terjadi pada rumah tinggal akibat gempa
tersebut disebabkan terutama karena kualitas pengerjaan yang
kurang baik oleh pekerja/tukang sehingga struktur yang
dibangun menjadi tidak kokoh dan tidak cukup kuat ketika
menahan goncangan. Selain itu, penelitian (Boen, 2010)
menyebutkan bahwa kerusakan yang dapat terjadi pada rumah
tinggal juga dapat diakibatkan oleh kualitas bahan yang
digunakan cukup rendah. Kegagalan-kegagalan yang terjadi
akibat gempa tersebut pada dasarnya dapat dikurangi jika rumah
tinggal yang dibuat mengikuti kaidah-kaidah dan konsep desain
rumah yang tergolong sebagai engineered building (tahan gempa).
Gambar 9.1. Menunjukkan kerusakan struktur pada rumah
tinggal yang terjadi akibat gempa di Solok Sumatera Barat pada
tahun 2019

Gambar 9.1. Kerusakan Struktur pada Rumah Tinggal

92 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Indonesia terletak di iklim tropis, dengan sabuk seismik yang
saling silang dan letak geografis yang unggul, oleh karena itu
perlu dirancang bangunan tahan gempa dan memiliki konsep
bangunan hemat energi. Bangunan seismik dapat dibuat dengan
bagian yang lebih ringan. Salah satu inovasinya adalah dinding
beton ringan. Beton berbusa merupakan salah satu bahan
alternatif untuk berbagai komponen struktur pada bangunan
gedung, terutama komponen yang tidak memikul beban, seperti
dinding. Meskipun masih terbatas, beton busa telah digunakan
sebagai bahan untuk beton struktural.
9.2 Penelitian yang Berkaitan dengan Pengujian Dinding
Badenpowell R., Turang E., D. J. Sumajouw M., Windah R. S
(2014) melakukan penelitian untuk mengetahui perpindahan
model struktur portal tanpa menggunakan bahan pengisi,
menggunakan bahan pengisi, dan portal rangka beton bertulang
yang tidak lengkap (tanpa bukaan) akibat beban siklik lateral.
Kemudian dilakukan studi kasus dalam rumah tinggal
sederhana menggunakan dan tanpa menggunakan bahan
pengisi. Selain itu, tingkat kinerja rumah sederhana tanpa
dinding (open frame) dan rumah sederhana berdinding
dianalisis dengan push analysis (metode analitik untuk
mengetahui perilaku keruntuhan suatu struktur akibat gempa).
Teddy Boen (2001) melakukan penelitian yang membahas
tentang non-engineering building di pedesaan dan perkotaan
kemudian mencoba untuk mendapatkan informasi yang berguna
untuk menghubungkan antara kerusakan aktual dengan analisis.
Hasil analisis awal menunjukkan korelasi yang baik dengan
kerusakan aktual yang diamati selama gempa bumi yang lalu.
Dapat diamati bahwa sebagian besar bangunan yang rusak
disebabkan oleh kualitas yang buruk dan jika dibangun dengan
tepat, dapat memenuhi harapan: bahwa pada gempa bumi besar,
bangunan dapat mengalami kerusakan berat tetapi tidak runtuh.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 93


9.3 Rumah Tinggal
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 yang
dimaksud dengan rumah, perumahan, dan permukiman adalah
sebagai berikut:
1. Rumah adalah suatu bangunan yang dapat digunakan
sebagai tempat berlindung dari terik matahari dan hujan atau
tempat tinggal dan juga dapat digunakan sebagai sarana
menghidupi keluarga
2. Perumahan adalah kelompok beberapa rumah yang dapat
berfungsi sebagai suatu lingkungan yang dapat hidup secara
bersama-sama. Selain itu, perumahan yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan yang dapat
digunakan secara bersama-sama.
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan perumahan
diluar dari kawasan lindung yang terdiri atas beberapa
komunitas seperti kawasan perkotaan, pedesaan yang
terintegrasi secara menyeluruh dan menyatu dalam suatu
sistem dan terdiri dari berbagai mata pencaharian.
Silas (1996) mendefinisikan rumah sebagai bagian integral
dari sebuah pemukiman, bukan hanya produk fisik satu kali.
Perumahan bukanlah sebuah istilah, melainkan suatu proses
kerja yang berkesinambungan berkaitan dengan mobilitas sosial
dan ekonomi yang cukup tinggi antara masyarakat dan
penghuninya yang terdapat daalm suatu permukiman. Hidup
pada hakekatnya adalah koeksistensi, sehingga fungsi rumah
dalam kehidupan adalah untuk hidup dalam lingkungan dengan
segala fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk suatu
komunitas yang tersosialisasikan.
Menurut keputusan Menpera N0.4/KPTS/BKP4/1995
tentang klasifikasi bukan tempat tinggal, jenis bangunan tempat
tinggal/tempat tinggal dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

94 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


1. Rumah mewah adalah rumah yang berlantai banyak atau
tidak berlantai, dengan luas bangunan yang relatif besar
(kurang lebih 200 meter persegi).
2. Rumah kelas menengah adalah bangunan bertingkat
rendah dengan luas 70 meter persegi atau lebih dengan luas
54 meter persegi.
3. Rumah sederhana adalah rumah satu lantai dengan luas
bangunan tidak lebih dari 70 meter persegi dan luas 54
meter persegi sampai dengan 200 meter persegi.
4. Rumah minimalis adalah sebuah rumah yang belum
dibangun, menggunakan bahan bangunan minimalis
berkualitas tinggi pada tahap awal, dan dilengkapi dengan
prasarana lingkungan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
9.4 Pengaruh Gempa Terhadap Non Engineering Building
Bencana gempa dapat menyebabkan banyak bangunan
rusak dan juga dapat menyebabkan keruntuhan. Setelah terjadi
gempa, banyak bangunan yang rusak tersebut dirubuhkan atas
saran dari pakar, konsultan maupun pihak pemangku
kepentingan, sementara sebenarnya bangunan tersebut masih
bisa diperbaiki dan dilakukan perkuatan sehingga bangunan
tersebut dapat digunakan kembali. Memberi saran untuk
merubuhkan bangunan yang rusak setelah gempa merupakan
keputusan yang mudah, tetapi tidak didukung oleh data yang
memadai. Sampai saat ini Indonesia belum punya standar dalam
melakukan asesmen kerusakan serta metoda perbaikan dan
perkuatan bangunan yang rusak pasca gempa. Manfaat utama
dari perbaikan dan renovasi bangunan yang rusak setelah gempa
adalah menghemat waktu dan biaya (Febrin dkk, 2011, 2014).
Secara umum, bangunan teknik sipil dapat dikelompokkan
kedalam bangunan non konstruksi dan bangunan teknis.
Bangunan non teknis adalah bangunan sederhana seperti ruang

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 95


rapat yang tidak melakukan perhitungan struktur, sedangkan
bangunan teknis adalah bangunan yang direncanakan dan
diperhitungkan oleh konsultan atau ahli struktur. Karena gempa
Sumatera Barat tahun 2009 dan Gempa Palu tahun 2018 beberapa
tahun lalu, banyak bangunan yang rusak, baik non engineered
building maupun engineered building.

Gambar 9.2. Gempa yang terjadi di Padang dan Palu


9.5 Dinding Beton Busa
Beton busa adalah beton ringan yang terbuat dari semen portland
atau mortar, dengan struktur berongga yang dibentuk oleh
gelembung udara dan berat jenis 400 sampai dengan 1.600 kg/m3.
Beton aerasi memiliki sifat insulasi panas dan suara dan mudah
dibuat (Mydin & Wang, 2012).
Dengan perkembangan teknologi, beton busa ringan
merupakan produk inovatif di bidang konstruksi saat ini,
dibandingkan dengan beton biasa, memiliki keunggulan bobot
yang lebih ringan 1000 600 kg/m3, tahan api, pengawetan panas,
dan isolasi suara (Lim et al., 2013).
1. Properties Beton Busa
Beton busa dibentuk untuk mengurangi kepadatan beton.
Dari segi material, beton busa dapat digolongkan sebagai mortar
(campuran semen, pasir dan air) karena beton busa tidak
menggunakan agregat kasar. Udara terperangkap dalam beton
akibat reaksi kimia yang menyebabkan penurunan densitas.
Selain itu, perbandingan dan perlakuan beton busa
mempengaruhi parameter fisiko-mekanik beton busa. Sifat fisik

96 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


beton busa berhubungan erat dengan berat volume yang berkisar
antara 300 hingga 1800 kg/m3. Saat menentukan berat volume,
kondisi kelembaban harus dipertimbangkan sesuai dengan
persyaratan yang dipersyaratkan. Untuk mencapai kepadatan
beton aerasi yang dibutuhkan, perubahan komposisi beton akan
mempengaruhi struktur rongga. Karena distribusi struktur
lubang/rongga tidak terdistribusi secara merata pada beton, sifat
mekanik terbaik dapat dihasilkan dari hasil pengujian kuat tekan
dan kuat tarik belah.
2. Material Penyusun Beton Busa
Komponen beton busa pada penelitian ini terdiri dari semen
PCC, pasir, foaming agent dan air.
a. Portland Composite Cement (PCC)
Menurut SNI 15-7064-2004 tentang semen PCC bahwa,
semen PCC dibuat dari bahan pengikat hidrolik dengan
cara menggiling klinker semen portland dan gipsum
dengan satu atau lebih bahan anorganik atau dengan
menggabungkan bubuk semen portland dengan bubuk
anorganik lainnya. Bahan anorganik antara lain terak tanur
sembur (blast furnace slag), pozzolana, senyawa silikat,
semen Portland kualitas batugamping dengan kandungan
anorganik total 6% sampai 35 %.
b. Agregat Halus (Pasir)
Batu halus (pasir) adalah bahan batu halus yang tersusun
dari partikel 0,14-5 mm, yang dapat diekstraksi atau
dilarutkan (pasir buatan) dari hasil integrasi batu alam
(pasir alam). Pasir laut adalah gundukan yang dibawa ke
pantai. Menurut peraturan SK SNIT 15199003, gradasi pasir
dibagi menjadi empat kelompok: pasir kasar, pasir agak
kasar, pasir agak halus dan pasir halus, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 9.1.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 97


Tabel 9.1. Gradasi pasir

Persen bahan butiran yang lewat ayakan


Lubang
ayakan Pasir Pasir
Pasir
(mm) agak agak Pasir halus
kasar
kasar halus

10 100 100 100 100


4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 33 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15

c. Foam Agent
Foaming agent adalah salah satu bahan yang digunakan
untuk membuat busa, biasanya berasal dari bahan berbasis
protein terhidrolisis atau resin sabun. Senyawa busa yang
digunakan dalam campuran beton ringan biasanya
diperoleh dari larutan hidrogen peroksida (H2O2). Larutan
H2O2 bereaksi dengan CaO yang terkandung dalam semen
untuk menghasilkan gas. Saat menggunakan hidrogen
peroksida (H2O2), gasnya adalah oksigen (O2). Reaksi kimia
yang terjadi :
CaO + H2O2 Ca(OH)2 + H2 +
O2………………………….(1)
Konsentrat busa adalah larutan surfaktan pekat yang harus
dilarutkan dalam air sebelum dapat digunakan. Surfaktan
adalah zat yang cenderung berkonsentrasi pada antarmuka

98 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


itu dan mengaktifkannya. Terbentuknya gelembung-
gelembung udara dalam campuran semen menciptakan
sejumlah besar pori-pori pada beton (Setiadji & Husin,
2008)
d. Air
Air dibutuhkan untuk membuat beton dan mortar agar
dapat mengalami proses kimia dengan semen untuk
membasahi agregat dan memberikan ikatan yang baik
antara pasta semen dan agregat dalam campuran, sehingga
mudah digunakan atau biasa disebut workability. Selain
itu, air merupakan komponen utama dan agregat yang
digunakan untuk membuat beton dan mortar. Pada
dasarnya, air minum dapat digunakan untuk mencampur
beton atau mortar. Ketika digunakan dalam campuran
beton, air yang mengandung senyawa berbahaya
terkontaminasi dengan garam, minyak, gula atau bahan
kimia lainnya, yang secara signifikan dapat mengurangi
kekuatannya dan mempengaruhi kinerja semen.
Menurut (Brooks, 1993), salah satu metode untuk
memproduksi beton ringan adalah dengan menghasilkan
gas/gelembung dalam campuran mortar untuk membentuk
bahan berpori dengan spasi yang seragam antara 0,1 sampai 1,0
mm, sehingga membuat beton menjadi sangat efisien. Untuk
menghambat panas dan membuatnya lebih kedap suara. Ada
dua metode dasar untuk menghasilkan pori/gelembung dalam
beton:
1. Beton aerasi menimbulkan reaksi kimia berupa gas/udara
ke dalam mortar basah, sehingga banyak gas/gelembung
yang dihasilkan ketika dicampur. Metode yang umum
adalah menambahkan bubuk aluminium (sekitar 0,2%
berat semen) ke dalam campuran.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 99


2. Beton berbusa dibuat dengan menambahkan propelan
(busa cair) ke dalam campuran. Senyawa busa adalah salah
satu bahan yang digunakan untuk membuat busa, biasanya
dari bahan berbasis protein terhidrolisis. Agen berbusa bisa
alami atau buatan. Massa jenis konsentrat busa yang
mengandung bahan alam berupa protein adalah 80 gr/l,
sedangkan massa jenis bahan sintetis adalah 40 gr/l. Peran
agen berbusa ini adalah untuk menstabilkan gelembung
selama proses pencampuran yang cepat.
9.6 Penutup

Teknologi bangunan tahan gempa yang dapat dimanfaatkan


adalah menggunakan campuran beton busa sebagai upaya untuk
menurunkan berat material dinding geser, di mana penggunaan
material campuran beton busa yang dimaksudkan adalah untuk
memanfaatkan sebagai dinding geser.

100 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 10
MATERIAL PENGGANTI SEMEN
10.1 Pendahuluan

Seiring dengan bertambahnya suatu kawasan,


kebutuhan untuk pembangunan prasarana semakin
bertambah,zkhususnyazuntuk pembangunanzinfrastruktur
yang sangatzdirasakan oleh seluruhzlapisan masyarakat. Pada
saatzpembangunan infrastruktur, kadang harus
melewatizbeberapa kondisi yang kurangzmemenuhi syarat
subgrade bangunanzatau kendala yang
menyebabkanzterhambatnya pembangunan yangzakan
dilakukan. Penyebabnyazpun bermacam –zmacam seperti
lokasizproyek pembangunan yangzterletak di daerahzterpencil
atau pedalaman,zkemudian minimnya persediaanzmaterial.
Ketika melaksanakanzpembangunan, diantaranya adalahztidak
tersedianya materialzlokal yang cukupzuntuk dimanfaatkan
sebagaizmaterial pada daerah-daerahztertentu seperti
dizwilayah Papua. Sehinggazuntuk memenuhi
kebutuhanzmaterial untuk konstruksizseperti batu pecahzuntuk
agregat kasarzharus didatangkan darizluar Papua. Halzini
meningkatkan biayazkonstruksi.
Oleh karenazitu, diperlukan terobosanzbaru agar dapatzmasalah
yang terjadizsaat pembangunan seperti terbatasnyazmaterial
yang ada Seperti memanfaatkanzmaterial lokal atauzmaterial
alternatif sebagaizbahan pengganti yangzmemiliki sifat
danzperilaku yang sama denganzbahan pokok tersebut.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 101


Semenzsalah satu materialzbagunan yang selalu
digunakanzdalam proyek pembangunan karenazperannya yang
sangat pentingzdalam pembangunan. Namun,zdibeberapa
daerah semen sulit didapatkanzdan harganya mahal.
Sehinggazperlu memanfaatkan material alternatifzpengganti
semen seperti memanfaatanzmaterial alternatif yang adazdi
daerah sekitarzsebagai bahan penggantizsemen selain
mempermudahzjalannya proyek pembangunanzmemanfaatkan
material alternatifzjuga dapat mendukungzprogram pemerintah
dalam melestarikanzlingkungan karena beberapazpenelitian
memanfaat material limbahzsebagai pengganti materialzutama.
10.1.1 Semenz
Dalam membangunzsebuah rumah atauzbangunanzlainnya,
tentunya akanzsangat membutuhkan salahzsatu material
yangzpaling vital yaituzsemen. Semen adalahzzat yang
digunakanzuntuk merekat batu,zbata, batako, maupunzbahan
bangunan lainnya.zSemen adalah hasilzindustri dari
paduanzbahan baku: batuzkapur/gamping sebagai bahanzutama
dan lempung/tanahzliat atau bahanzpengganti lainnya.
Semenzjuga bisa disebutzsebagai bahan yangzbersifat hidrolis,
yaitu bahanzyang dapat menjadizkeras ketika dicampurzair atau
larutan asam.zBahan dasar semenzterdiri atas 70%-95%
terakzsemen dan 5% gipsumzserta material tambahanzlainnya.

Gambar 10.1 Semen (solusikonstruksi.com)

102 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Semen biasazdigunakan sebagai bahanzbangunan, selain
ituzsemen juga digunakanzsebagai bahan campuranzpembuatan
beton. Kandungan semenzberturut-turut mulai darizyang
terbanyak yaituzkalsium (II) oksida (CaO),zsilika (IV)zoksida
(SiO2),zaluminium (III) oksidaz(Al2O3), besi (III)zoksida
(Fe2O3)dan komponenzminor lainnya, salahzsatunya adalah
kalsiumz(II) sulfat (CaSO4)z(MacLaren, 2003).
Semenzmerupakan salah satuzbahan perekat yangzjika
dicampur denganzair mampu mengikat bahan-bahanzpadat
seperti pasirzdan batu menjadizsuatu kesatuan kompak.zSifat
pengikatanzsemen ditentukan olehzsusunan kimia yang
dikandungnya.z Setelah semenzdicampur dengan
air,zkomponen-komponen tersebut mengalamizhidrasi
menghasilkan bermacam-macam produkzreaksi.
10.2 MaterialzPengganti Semen
Semenzmemiliki peran yangzsangat penting dalamzdunia
konstruksi karenazperannya sebagai bahanzpengikat antara
materialzsatu dengan lainnya.zAda banyak jeniszsemen yang
tersediazdi pasaran untuk kebutuhanzberbeda. Untuk
kebutuhanztertentu, ada jugazjenis semen haruszdipesan secara
khusus.zSemen untuk proyekzperumahan berbeda
denganzsemen untuk proyekzbesar seperti pembuatan
betonzready mix, jembatan penghubungzantar pulau
danzsumur minyak bumi.zNamun, di beberapazdaerah semen
sangatzsulit didapat danzjika ada harganya pun mahalzsehingga
beberapa daerahzharus mendatangkan materialzsemen dari
luarzdaerah. Hal inizmengakibatkan meningkatnya
biayazkonstruksi dan memakanzwaktu karena
waktuzpengiriman material yang tidak sebentar.zOleh karena
itu,zperlu dilakukan penelitianzterkait pemanfaatan
materialzlain sebagai penggantizsemen agar mempermudah
jalannya proyekzyang sedang berlangsung. Beberapa
penelitianzyang telah dilakukan terkaitzmaterial yang

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 103


dapatzdimanfaatkan sebagai bahanzpengganti semen.
Diantaranyazseperti fly ash,zabu sekam padi, seratztebu, Abu
serabutzkelapa dan lainz– lain yangzdinilai berhasil
dalamzmengganti peran semen sebagaizbahan pengikat
materialzagregat.
10.2.1 AbuzTerbang (Fly ash)zSebagai Material
PenggantizSemen
Pada saatzini penggunaan danzpengolahan batu barazsemakin
banyak digunakanzoleh industri penghasilzsumber daya.
Penggunaanzdan pengolahan batuzbara terdapat
beberapazkeuntungan dan kerugian.zKeuntungan yang
didapatzyaitu batu barazsebagai salah satu alternatifzpengganti
sumber dayazseperti minyak danzsalah satu kerugian
yangzdidapat yaitu limbahzyang dihasilkan olehzbatu
barazmenyebabkan polusi udarazdi sekitar pabrik.zHasil limbah
padatzyang dihasilkan dari pengolahanzbatu bara
yangzberhubungan dengan penelitianzini adalah abu
terbangzatau fly ash.zFly ash dapatzmenggantikan semen yang
digunakanzsebagai bahan stabilisasiztanah dan
mengurangizpotensi perubahan volumeztanah. Fly ashzdapat
digunakan untukzmemodifikasi tanah maupun
mempercepatzpembentukan kekuatan tanahzyang kurang
stabilzdan keuntungan penggunaanzFly ash zsebagai bahan
stabilisasi tanah adalahzuntuk memanfaatkan material
hasilzbuangan pabrik dan harganyazlebih murah dibandingkan
denganzstabilisasi kapur maupun semenz(Hardiyatmo,2014).

104 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Gambar 10.2 Fly ash (lawtjunnji.com)
Fly ashzjuga dapat dimanfaatkan sebagaizmaterialpengganti
semen pada pembuatanzbeton. didasari padazsifat material
inizyang memiliki kemiripanzdengan sifatzsemen. Kemiripan
sifatzini dapat ditinjauzdari dua sifat utama,zyaitu sifak
fisikzdan kimiawi. Secara fisik, material fly ash zmemiliki
kemiripanz dengan semenz dalam hal kehalusan butir-
butirnya. Menurutz zACI Committee 226, fly ash
mempunyaizbutiran yang cukupzhalus, yaitu loloszayakan No.
325 (45 mili micron) 5-27z% dengan specific zgravity antara 2,15-
2,6 dan berwarna abu-abuz kehitaman. zSifat kimiaz yang
dimiliki olehzfly ash berupa silicazdan alumina dengan
presentasezmencapai 80%. Adanya kemiripan sifat-sifatzini
menjadikan flyzash sebagai materialzpengganti untukz
mengurangiz jumlahz semen sebagai materialzpenyusun beton.
Kandunganzsilika yang tinggizberperan dalam reaksi hidrasi
sekunder betonzyang dapat meningkatkanzkekuatan beton
jangkazpanjang. Berdasarkan penelitian yangztelah dilakukan
olehzMira Setiawati, UniversitaszMuhammadiyah Palembang,
disimpulkanzbahwa pada awal umurzbeton, penggunaan
flyzash mempengaruhi kekuatanzbeton. Persentase
penggunaanzfly ash 12,5% padazbeton,akan menghasilkan beton
denganzkuat tekan maksimum.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 105


10.2.1 AbuzSekam Sebagai MaterialzPengganti Semen
Abu sekamzpadi merupakan bahanztambah berupa
pozzollanztermasuk bahan tambah mineralzyang digunakan
untuk memperbaiki kinerjazbeton dan mengurangi
komposisizsemen sehingga penggunaanzsemen tidak terlalu
banyak.zAbu sekam padizmudah didapatkan di
seluruhzwilayah di Indonesia karenazpadi sebagai
makananzpokok penduduk Indonesia. Karakteristikzabu sekam
padizyang cukup haluszdengan kandungan silika aktifzyang
tinggi menjadizdasar penggunaan abuzsekam padi
sebagaizbahan pengganti sebagianzsemen dalam
campuranzbeton. Penggantian sebagianzsemen menggunakan
abuzsekam padi merupakan salahzsatu upaya
menjadikanzbeton lebih ramahzlingkungan. Abu sekam
padizmerupakan limbah yangzdiperoleh dari hasilzpembakaran
sekam padi.zAbu sekam padizmerupakan material yangzbersifat
pozzolanic dalam artizkandungan material terbesarnyazadalah
silika dan baikzuntuk digunakan dalamzcampuran pozzolan-
kapur yaituzmengikat kapur bebas yangztimbul pada
waktuzhidrasi semen. Silikonzdapat bereaksi dengan kapur
membentuk kalsium silikazhidrat sehingga menghasilkan
ketahanan dari beton bertambahzbesar karena
kurangnyazkapur.

Gambar 10.3. Abu Sekam Padi (jom.unpak.ac.id)

106 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Dari hasilzpengujian abu sekamzpadi di laboratoriumzmenurut
penelitian yangztelah dilakukan hasilzkandungan senyawa
kimiazyang terdapat didalam abuzsekam padi adalahzSiO2
:z89,64%; Fe2O3 :z0,06%; Al2O3 :z0,73%; CaO :z3,56%. Dilihat
darizkandungan senyawa tersebut,zmaka abu sekamzpadi dapat
digunakanzsebagai pozzollan karenazmengandung SiO2 +zFe2O3
+ Al2O3zlebih dari 70%zsesuai dengan mutu pozzollan
yangzdisyaratkan. (Dian FathurzRahman, 2004). Dari
penelitianzyang sudah dilakukan mengenaizpengaruh
penggunaan abuzsekam padi sebagai materialzpengganti semen
padazcampuran beton SelfzCompacting Concrete (SCC)zuntuk
desain proporsizcampuran beton SelfzCompacting Concrete
denganzpenggunaan variasi abuzsekam padi sebagai
penggantizmaterial semen yangzmaksimal adalah padazvariasi
9% denganznilai kuat tekanzyang dihasilkan sebesar 25,65 MPa
dan porositaszsebesar 0,18%.
10.3 Penutup
Pembangunan infrastrukturzsaat ini bertujuanzmendukung
pembangunan berkelanjutanz(sustainable development)
untukzmencapai kesejahteraan manusia. Keberlanjutan
teknologiztidak lepas darizupaya mengedepankan potensizlokal
untuk kepentinganzkemajuan ilmu danzteknologi serta
pencapaianzkesejahteraan. Potensizlokal yang sangat
berperanzdalam pembangunan adalahzmaterial lokal
yangzdalam hal inizberarti diproduksi dizdalam negeri,
berasalzdari dalam negeri, serta memilikizkandungan material
yangzberasal dari negeri.zPotensi material lokal
selayaknyazterus digali danzditingkatkan agar lebih
berdayazbagi masyarakat luas. Untukzmemperoleh
pembangunan ramahzlingkungan yang
berkelanjutan.zMemanfaatkan material lokal sebagai material
alternatif dapat mempermudah jalannyazproyek pembangunan.
Semenzmemiliki peran yangzsangat penting dalamzdunia

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 107


konstruksi karenazperannya sebagai bahanzpengikat antara
materialzsatu dengan lainnya,znamun peran semenzdapat
digantikan denganzmaterial pengganti semen.zHal ini
dilakukanzsalah satunya untukzmemanfaatkan material
lokalzyang ada tanpazmenurunkan kualitas strkturzbangunan.

108 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 11
MATERIAL PENGGANTI ASPAL MINYAK
11.1 Pendahuluan
Pembangunan fasilitas transportasi jalan raya di Indonesia
sekarang ini masih banyak yang menggunaan aspal. Tipe aspal
yang mendominasi pengunaannya pada aplikasi perkerasan
jalan yakni aspal hasil destilasi minyak bumi. Indonesia memiliki
deposit aspal alam berupa aspal batu yang terdapat di Pulau
Buton Provinsi Sulawesi Tenggara yang kemudian dikenal
dengan nama Aspal Batu Buton (Asbuton) (Affandi F, 2011).
Pemerintah terus mendorong penggunaan Asbuton. Pada tahun
2006, melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
35/PRT/M/2006 tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton
untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan juga telah
meyakinkan bahwa setelah melalui uji coba lapangan dan
laboratorium, pemanfaatan aspal Buton dalam pemeliharaan dan
pembangunan jalan cukup layak secara teknis dan ekonomi,
dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan jalan.
Pada perkerasan jalan campuran beraspal, Asbuton dapat
digunakan sebagai bahan tambah (additive) atau sebagai bahan
subtitusi aspal minyak.Tidak menutup kemungkinan
penggunaan Asbuton berperan ganda yaitu sebagai bahan
tambah sekaligus sebagai bahan subtitusi aspal minyak
(Hermadi M, 2006). Seiring dengan perkembangan teknologi
Asbuton kini dapat diproduksi dalam bentuk Asbuton butir yang
lebih halus dan baik. Penggunaan Asbuton butir dengan aspal
minyak sebagai bahan pengikat menunjukkan bahwa pada kadar

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 109


Asbuton tertentu akan berdampak pada peningkatan stabilitas
dinamis yang berarti makin tahan terhadap deformasi (Hermadi,
2006). Namun dalam pencampuran aspal panas penggunaan
Asbuton butir perlu dibatasi sesuai dengan tipe yang digunakan
(Suaryana, 2008).
Sejumlah pakar perkerasan jalan meneliti tentang pemanfaatan
Asbuton Lawele tipe 20/25 sebagai bahan subsitusi aspal
penetrasi 60/70 (Affandi dkk., 2006, Hermadi dkk., 2006,
Suaryana dkk., 2008). Salah satu bentuk perkerasan jalan yang
sementara digalakkan sebagai lapis aus (wearing course) yaitu
aspal porus (Porous Asphalt). Campuran perkerasan aspal
tersebut termasuk gradasi terbuka (open graded) yang kebanyakan
menggunakan agregat kasar dengan perbandingan 70%-85%
serta agregat halus sebesar 30%-15% (Tjaronge, M.W., dkk., 2013)
agar memperoleh rongga yang besar sehingga dihasilkan nilai
permeabilitas campuran yang tinggi, karena permeabilitas
fungsinya untuk subsurface drain (Ali N., dkk., 2013). Supaya bisa
digunakan di lapangan, oleh karena itu aspal seharusnya
dilakukan proses pemanasan. Kerusakan campuran beraspal
dapat diakibatkan oleh pemanasan, karena proses pemanasan
tersebut dapat memberikan dampak penuaan aspal (asphalt
aging).
Hal yang menyebabkan penuaan campuran aspal yaitu adanya
proses penguapan bagian cair dari aspal dikarenakan proses
pemanasan yang mengakibatkan aspal getas dan kehilangan
daya lekat. Rendahnya fleksibilitas serta daya lekat aspal
mengakibatkan jalan gampang rusak jika menerima beban lalu
lintas berat (Widodo S., dkk., 2012). Penuaan aspal yang sering
terjadi justru saat sebelum masa pelayanan, misalnya saat proses
pencampuran hingga aplikasinya dilapangan. Berikutnya reaksi
penuaan terjadi pada masa layanan dari konstruksi jalan
tersebut. Penuaan aspal diakibatkan dua faktor utama, yakni
penguapan fraksi minyak ringan yang ada dalam aspal serta

110 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


oksidasi (penuaan jangka pendek, short-term ageing), dan oksidasi
yang progresif (penuaan jangka panjang, long-term ageing)
(Yamin A., dkk., 2008). Oleh karena itu, dengan berbagai
kerusakan yang dapat terjadi pada aspal maka penelitian ini
menitikberatkan pada kajian penuaan aspal dengan campuran
aspal porus yang memanfaatkan aspal alam Indonesia (Asbuton)
sebagai bahan subtitusi aspal minyak.
11.2 Nilai Strategis Aspal Alam Buton
Kemajuan konstruksi jalan yang dipergunakan di seluruh dunia
mulanya karena temuan Thomas Telford (1757-1834) dan John
London Mac Adam (1756-1836). Perkerasan pada lapisan aus
yang mempergunakan aspal sebagai bahan pengikat. Semua
negara mengaplikasin metode tersebut sebagai konstruksi jalan.
Kemajuan selanjutnya adalah konstruksi perkerasan jalan
memanfaatkan aspal panas (hot-mix). Tipe perkerasan ini
dinamai perkerasan lentur. Di Indonesia, kedua-duanya telah
diaplikasikan merata pada semua proyek jalan nasional, provinsi
serta kabupaten. Permasalahan yang ditemui Direktorat Jenderal
Bina Marga Indonesia ialah kerusakan dini pada konstruksi-
konstruksi jalan pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
Menghampiri 40 % jaringan jalan di Indonesia terjadi rusak
ringan dan berat. Jaringan jalan nasional di tahun 2002 hingga
330.495 km. Total panjang jalan yang rusak termasuk jalan negara
yaitu 12% (3.224 km), jalan provinsi 34% (12.636 km), dan jalan
kabupaten diangka 47% (113.244 km) (Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 2005).
Kelemahan perkerasan beton dibanding perkerasan aspal yaitu
dana awal dan perbaikan konstruksi yang besar, dibutuhkan
waktu hingga cukup kuat untuk dilewati, kurang cocok untuk
konstruksi badan jalan yang belum stabil dan sementara proses
bongkar pasang utilitas, kurang nyaman (kekasaran,
sambungan) dan silau karena warna perkerasan yang cenderung

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 111


putih (Sjahdanulirwan M, Nono, 2009). Selain permasalahan
kerusakan struktur jalan, permasalahan langkanya aspal juga
kerap menjadi kendala. Penggunaan aspal Indonesia
diperkirakan hingga angka 1.2 juta ton tiap tahun, sementara
ketersediaan di PT. Pertamina 600 ribu ton, jadi kekurangan
hingga 50% yakni sebesar 600 ribu ton (Suaryana N, 2008).
Perkiraan penggunaan aspal Buton Indonesia secara menyeluruh
hingga sekarang termuat dalam surat edaran Direktorat Jenderal
Bina Marga yang mengharuskan semua pekerjaan proyek hot-mix
supaya memanfaatkan Asbuton butir sebagai bahan substitusi
pada campuran hot-mix. Akan tetapi pasca aplikasi, substitusi
tersebut hanya efektif maksimal 8% terhadap campuran. Jadi
sekitar 2.5 % bitumen yang dapat menggantikan aspal minyak.
Aspal Buton adalah aspal alam yang berasal di Indonesia yaitu
dari Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Asbuton atau
Aspal batu Buton secara umum bentuknya butir yang terbentuk
secara alami karena proses geologi. Proses pembentukan
Asbuton berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul di
permukaan menyusup di antara batuan yang porous (Dept. PU,
2006). Diproyeksikan ketersediaan Asbuton sekitar 60.991.554,38
ton atau setara dengan 24.352.833,07 barel minyak. (A. Suryana,
2003 dalam Tjaronge, 2013).
11.3 Aspal Buton
Aspal batu buton atau Asbuton diketahui pada tahun 1924 di
Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton awal
dipergunakannya pada pengaspalan jalan sejak tahun 1926.
Merujuk pada data bahwa Asbuton tersedia deposit sekitar 677
juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak. Asbuton
merupakan deposit aspal alam yang paling besar di dunia.
Asbuton mempunyai bentuk padat dan proses terbentuknya
secara alami sebagai akibat proses geologi. Dalam Buku 1,
Pemanfaatan Asbuton (Pedoman Konstruksi dan Bangunan) No

112 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


: 001 – 01/BM/2006 oleh Departemen Pekerjaan Umum
(Indonesia) mendeskripsikan bahwasanya Asbuton butir
merupakan hasil pengolahan Asbuton yang berbentuk padat
dan di pecah menggunakan alat pemecah batu (crusher) ataupun
alat pemecah lain yang cocok dan menghasilkan ukuran butiran
tertentu. Nilai penetrasi dari aspal alam Buton (Asbuton) sekitar
10. Jauh lebih besar nilai penetrasi aspal minyak dibandingkan
Asbuton. Hal tersebut disebabkan karena tingkat kekakuan
Asbuton lebih tinggi sedangkan aspal minyak lebih daktail. Akan
tetapi berdasarkan Renstra Departemen Pekerjaan Umum 2005-
2009, Asbuton diharapkan tersedia 556.000 ton untuk kebutuhan
pemeliharaan jalan nasional. Selain itu, sekitar 550.000 km jalan
provinsi, kabupaten, dan kota serta jalan lainnya berpotensi
untuk menggunakan Asbuton sebagai lapisan aspal.

Gambar 11.1. Lokasi deposit Asbuton di Pulau Buton Sulawesi


Tenggara
Gambar 11.1. menampilkan deposit Aspal Buton (Asbuton) yang
terletak di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara-Indonesia.
Deposit Asbuton ini tersebar pada beberapa kecamatan di Pulau
Buton diantaranya Enreke sebesar 170 juta ton, Lawele sebesar
210 juta ton, Siantopina dan Ulala sebesar 220 juta ton, Kabungka
sebesar 60 juta ton dan Banabungi. Eksplorasi besar-besaran yang
telah dilakukan oleh Alberta Research Council di daerah Lawele

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 113


(Supriyadi S., Alberta Research Council, 1989 dalam buku 1,
pemanfaatan Asbuton Dirjen Bina Marga, 2006) pada 132 titik
pengeboran diperoleh hasil bahwa ketebalan Asbuton berkisar
antara 9 meter sampai 45 meter atau ketebalan rata-rata sebesar
29.88 meter dengan tebal tanah penutup yang berkisar antara 0
meter sampai 17 meter atau rata-rata tebal tanah penutup sebesar
3.47 meter dengan luas daerah pengaruh Asbuton sebesar
1.527.343,5 m2.
Kurniadji, 1993 dan kelompok peneliti lain telah melakukan
pengujian terhadap Asbuton dan termuat dalam Puslitbang Jalan
dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2006. Tabel
11.1. menampilkan perkiraan deposit Aspal Buton (Asbuton) dari
7 lokasi di pulau Buton serta Tabel 11.2 dan Tabel 11.3 masing-
masing memperlihatkan tipikal sifat-sifat fisik bitumen Aspal
Buton (Asbuton) diantaranya penetrasi, titik lembek dan
viskositas yang dikeluarkan oleh Alberta Research Council,
(1989) dalam Nyoman Suaryana, (2008) dan sifat-sifat fisik
bitumen Asbuton yang dikeluarkan oleh Puslitbang Jalan dan
Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2006.
Tabel 11.1. Perkiraan deposit Asbuton (Kurniadji,1993)

Deposit
No. Lokasi Luas (m²) Tebal (m) Kadar Aspal (%)
(Juta Ton)

1 Batuawu 550.000 76.1 20 – 40 60.69

2 Mempenga 280.000 72 20 – 30 29.232

3 Langunturu 420.000 61 20 – 25 37.149

4 Kabukubuku 570.000 50 20 – 35 41.325

5 Wangkaburu 460.000 62.8 20 – 35 41.888

6 Siantopina 5.000.000 25 Belum 181.25

7 Ulala 1.500.000 21.65 Belum 47.089

114 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Tabel 11.2. Tipikal sifat-sifat fisik bitumen Asbuton (Alberta
Research Council (1989) , Nyoman Suaryana, (2008)

Penetrasi Viskositas (135°C,


Lokasi Titik Lembek (°C)
(dmm, 25°C) poises)

1. Lawele - I2 75 48 4.0

2. Lawele - G7 150 42 2.8

3. Lawele - E – 13 120 45 4.1

4. Lawele - G17 160 40 3.1

5. Kabungka 22 63 5.1

Tabel 11.3. Sifat-sifat fisik bitumen Asbuton (Pusjatan


Kementerian PU, 2006)
Hasil Pengujian

Jenis Pengujian Asbuton padat Asbuton padat dari


dari Kabungka Lawele

Kadar Aspal, % 20 30.08

Penetrasi, 25°C, 100 gr, 5 detik, 0.1 mm 4 36

Titik Lembek, °C 101 59

Daktilitas, 25°C, 5 cm/menit, cm <140 >140

Kelarutan dalam C₂HCl₃, % - 99.6

Titik Nyala, °C - 198

Berat Jenis 1.046 1.037

Penurunan Berat (TFOT), 163°C, 5 jam - 0.31

Penetrasi Setelah TFOT, % asli - 94

Titik Lembek setelah TFOT, °C - 62

Daktilitas setelah TFOT, cm - >140

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 115


Terlihat perbedaan yang sangat menonjol yang terjadi pada sifat-
sifat fisik bitumen Asbuton antara Asbuton padat dari Kabungka
dan Asbuton padat dari Lawele setelah dilakukan beberapa jenis
pengujian yaitu pada pengujian kadar aspal, pengujian penetrasi
pada 25°C, 100 gr, 5 detik, 0.1 mm, pengujian titik lembek,
pengujian daktilitas, pengujian kelarutan dalam C2HCl3 dan
pengujian titik nyala baik sebelum TFOT maupun setelah TFOT.
Tabel 11.4 memperlihatkan perbandingan sifat-sifat kimia
bitumen Aspal Buton (Asbuton) antara Asbuton padat dari
Kabungka dan Asbuton padat dari Lawele yang dikeluarkan oleh
Pusjatan Kementerian PU tahun 2006, dimana parameter yang
paling menonjol adalah parameter maltene dan kandungan
asphaltene pada Asbuton padat dari Kabungka parameter
maltene sebesar 1.5 sedangkan pada Asbuton padat dari Lawele
sebesar 2.06 serta kandungan asphaltene pada Asbuton padat
dari Kabungka dan Asbuton padat dari Lawele masing-masing
sebesar 39.45% dan 46.92%. Tabel 11.5 menunjukkan
perbandingan komposisi kimia mineral Asbuton antara Asbuton
padat dari Kabungka dan Asbuton padat dari Lawele yang
dikeluarkan oleh Pusjatan Kementerian PU tahun 2006, dimana
komposisi kimia mineral yang paling menonjol perbedaannya
antara Asbuton padat dari Kabungka dan Lawele adalah pada
senyawa Al₂O₃ masing-masing sebesar 5.64 dan 17.06. Tabel 11.6
memperlihatkan jenis-jenis pengujian dan persyaratan Asbuton
butir berbagai tipe seperti tipe 5/20, 15/20, 15/25 dan 20/25 yang
dikeluarkan oleh Pusjatan Kementerian PU tahun 2006.

116 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Tabel 11.4. Sifat-sifat kimia bitumen Asbuton (Pusjatan
Kementerian PU, 2006)

Hasil Pengujian

Jenis Pengujian
Asbuton padat Asbuton Padat
dari Kabungka dari Lawele

Nitrogen (N), % 29.04 30.08

Acidafins (A1), % 9.33 6.6

Acidafins (A2), % 12.98 8.43

Parafin (P), % 11.23 8.86

Parameter Maltene 1.5 2.06

Nitrogen/Parafin, N/P 2.41 3.28

kandungan Asphaltene,
% 39.45 46.92

Tabel 11.5. Komposisi kimia mineral Asbuton (Pusjatan


Kementerian PU, 2006)
Hasil Pengujian

Senyawa Asbuton padat dari Asbuton Padat dari


Kabungka Lawele

CaCO₃ 86.66 72.9


MgCO₃ 1.43 1.28
CaS 1.11 1.94

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 117


H₂O 0.36 0.52
SiO₂ 0.99 2.94
Al₂O₃ 5.64 17.06
Al₂O₃ + Fe₂O₃ 1.52 2.31
Residu 0.96 1.05

Tabel 11.6. Jenis pengujian dan persyaratan Asbuton butir


(Pusjatan Kementerian PU, 2006)

Tipe
Sifat-sifat Metode
Asbuton Pengujian
5/20 15/20 15/25 20/25

Kadar
SNI 03-3640-
bitumen 18-22 18-22 23-27 23-27
1990
Asbuton, %

Ukuran
Butir

1. Lolos
SNI 03-1968-
Ayakan No. 100 100 100 100
1990
4 (4.75)

2. Lolos
SNI 03-1968- Min.
Ayakan No. 100 100 100
1990 95
8 (2.36)

3. Lolos
SNI 03-1968- Min. Min. Min. Min.
Ayakan No.
1990 95 95 95 75
16 (1.18)

118 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Kadar Air, SNI 06-2490- Maks. Maks. Maks.
Maks.2
% 1991 2 2 2

Penetrasi
aspal SNI 06-2456-
≤10 10-18 10-18 19-22
Asbuton 1991
pada 25°C

Keterangan :
a. Asbuton butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan
kelas kadar bitumen 20 %.
b. Asbuton butir Tipe 15/20 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan
kelas kadar bitumen 20 %.
c. Asbuton butir Tipe 15/25 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan
kelas kadar bitumen 25 %.
d. Asbuton butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan
kelas kadar bitumen 25 %.
11.4 Penutup
Perlu hati-hati dalam perencanaan campuran beraspal baik
beraspal panas maupun beraspal dingin menggunakan Asbuton
sebagai bahan subtitusi dari bitumen aspal minyak yaitu
memperhitungkan kadar mineral yang terkandung oleh Asbuton
dan akan berpisah dengan bitumen pada suhu pemanasan
tertentu sehingga penggunan BGA pada campuran aspal porus
menjadikan campuran aspal memiliki kekakuan yang lebih
tinggi dibanding dengan campuran aspal kontrol. Kekakuan
yang tinggi mengindikasikan bahwa campuran aspal porus
menggunakan BGA memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan
cocok untuk jalan dengan lalu lintas tinggi. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tayfur “Nilai MQ
yang tinggi mengindikasikan bahwa campuran aspal memiliki

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 119


kekakuan yang tinggi yang tahan memikul beban yang tinggi
dan tahan terhadap deformasi” (Tayfur et al., 2007; Ahmedzade
et al., 2008). Namun campuran aspal yang memiliki kekakuan
yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap campuran aspal.
Campuran beraspal dengan dengan Asbuton butir lebih rapuh
(brittle) dibanding dengan campuran aspal menggunakan aspal
minyak walaupun nilai stablitas campuran aspal tersebut lebih
tinggi (Affandi, 2006; Affandi, 2008).

120 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 12
MATERIAL SUBTITUSI FILLER
12.1 Pendahuluan
Meningkatnya jumlah pemakaian aspal membuat para peneliti
berlomba dalam menemukan riset terbarukan, Filler misalnya
dari tahun ketahun mengalami beberapa modifikasi yang
membuat riset tentang filler semakin fareatif. Pemanfaatan ini
sendiri belum sepenunya terpenuhi oleh pihak PUPR(Marga,
n.d.) sebagai pemilik jalan. Dalam pelaksanaannya material
pengisi Filler, berbagai material yang di modifikasi dalam
melakukan setiap perancangan pencampuran. Pencampuram
material pengisi memerlukan beberapa komposisi dari Filler
dimana material yang digunakan dalam mengisi campuran
harus sesuai dengan semua syarat serta metode dalam
penyimpanannya dimana penyimpanan tempat/lokasi yang
harus terlindung dari sinarmatahari dan kelembaban akibat
hujan.
Dalam pengisiannya dibagi atas dua jenis material pengisi yaitu;
1. Material kimia aktif dan 2. Nahan kimia tidak aktif. Pada
material pengisi kimia aktif diharapkan bentuknya seperti:
portland cement dalam pemakaianya diupayakan
memperggunakan semen bertipe 1, OPC (Ordinary Portland
Cement), mterial kapur yang terhidrasi, serta maerial amonium
sulfat, yang dipergunakan dalam peningkatan lecak atau
workability, dengan pengaturan waktu ikatan atau setting time.
Filler material pengisi kimia yang tidak aktif seperti: material
debu kapur; material abu terbang (fly-ash); serta abu batu;

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 121


utamanya menggunakan gradasi material campuran dalam
perbaikan hasil.
Adapun material pengisi yang tersebut diharuskan memenuhi
persyaratan berlaku yaitu SNI 03-6723-2002. Dalam pengujian
dengan menggunakan sistim ayakan sesuai SNI dan ASTM C136-
2012, material pengisian diharuskan mempunyai kandungan
dengan berbutir halus dan lolos ayakan No.16 serta yang lolos
ayakan 0,075 mm atau saringan No 200 untuk setiap sampel.
Filler sebenarnya merupakan material subtitusi/subtitusi yang
intinya merupakan suatu material tambah atau material untuk
mereduksi pemakaian OPC. Pada pelaksanaannya material-
material tersebut tidak boleh kurang dari 75% sampai 100% dari
beratnya. Serta pada pemakaiannya material yang digunakan
dalam pengisian maksimal 3% dari berat kering material.
Adapun tujuan digunakannya material isian tersebut dilakukan
agar terpenuhinya pencampuran material dengan gradasi
tertentu serta dapat dipergunakan sebagai material isian yang
bersifat non aktif. Walaupun dalam pelaksanaannya,
dipergunakan dalam membantu proses waktu pengikatan, serta
dapat pula berfungsi sebagai material pengisi yang aktif.
12.1.1 Kebaruan Riset Filler
Riset keterbaruan material Filler dewasa ini semakin pesat baik
dari peneliti independen maupun peneliti dari Universitas,
dengan material riset yang beragam serta kombinasi variabel
yang berbeda-beda misalnya:
1. Dalam Riset ini pemakaian laterite sebagai Filler pada
campuran AC-BC terhadap nilai Marshal (Bancin et al., 2021)
dalam riset ini mengemukakan, Filler adalah material isian
pada lapis aspal. Dalam Riset ini laterite yang dipergunakan
sebagai material tambah Filler adalah material yang diambil
dari material yang lolos uji saringan No.200. Material
Alternatif semen yang umumnya dipergunakan dalam

122 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


pencampuran lapis aspal. Kekuatan pencampurannya yaitu
terdapat pada penyusun materialnya yang saling mengisi
satu dengan yang lain. Riset ini menggunakan Filler yang
dipergunakan dengan dua modifikasi yaitu; 2% serta 4%;
pada setiap kadar aspalnya, dimana pemakaiannya dalam
persentase: 4,5%; 5%; 5,5%; 6%; 6,5%. Adapun tujuan dari
pada riset ini ialah mengetahui besar pengaruh pemakaian
laterite pada pencampuran laston AC-BC, terhadap sifat dan
karakteristiknya dengan parameter menggunakan Marshall.
Riset ini mempernggunakan metode pengujian Marshall
sesuai standart SNI serta standart spesifikasi dari Kementrian
Umum Direktorat Jendral Bina Marga.
Dalam pengujian metode Marshall ditinjukkan dengan nilai
stabilitas rata-rata dalam pemakaian Filler laterite dalam
modifikasi 2% sebesar 1325kg dengan nilai kelelehan sebesar
3, 40mm; namun dalam pemakaian Filler laterite yang
modifikasi 4% menunjukkan nilai stabilitas rata-rata yaitu
sebesar 1265kg dengan nilai kelelehan 3, 55mm. Hasil
pengujian Marshall membandingkan antara 2%, laterite
dengan 4%, laterite yang menghasilkan nilai yang baik, baik
dari nilai stabilitas flownya, maupun hasil marshall
quotientnya. Dalam pengujian Marshall pada modifikasi
pencampuran 2%; Filler laterite serta mendapatkan kadar
aspal optimum sebesar 5,2%; dengan nilai stabilitasnya rata-
rata yaitu sebesar 1325 kg. Untuk modifikasi campuran 4%;
Filler laterite mendapatkan hasil kadar optimum sebesar 5,3%;
serta nilai stabilitasnya rata-rata yaitu sebesar 1365 Kg.
Dari pengolahan data didapatkan pernyataan bahwa makin
banyak penggunaaan material filler, maka makin berdampak
pada hasil pencampuran aspal. Dimana nilai stabilitas yang
dihasilkan mencapai spesifikansi yang telah ditetapkan sesuai
Spesifikasi Bina Marga 2018 Divisi 6 Revisi III, dimana nilai
stabilitas minimalnya adalah 800 kg. Dalam pemakaiannya

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 123


abu laterite yang lolos pada uji saringan No 200 sebagai
material filler, digunakan sebagai subtitusi Fly Ash dalam
pencampuran aspal beton AC-BC. Pemakaian jenis aspal
penetrasi 60/70 dalam pemenuhan syarat spesifikasi umum
menurut Dirjen bina marga 2018. Kemudian dibuat pengujian
Marshall maka dihasilkan nilai yang ditunjukkan bahwa:
pemakaian Laterite dalam pencampuran aspal dilakukan
sebagai material/material yang mengisi rongga pada
pencampuran lapis aspal AC-BC. (Evie, Kamaluddin; Nuril
2021)
2. Riset tentang abu batu apung misalnya riset ini dilakukan
oleh (Kumalawati & Mastaram, 2013) pada riset ini
menjelaskan bahwa Kegunaan batu apung diantaranya:
material baku pembuatan logam, material baku bata ringan,
material baku bata tahan api, material baku cat, material baku
plester, material baku industri keramik, material baku amplas
serta masih banyak lainnya. Oleh karena kandungan selica
hingga membuat batu apung bisa digunakan sebagai material
mengganti filler dalam pencampuran aspal. Riset ini dibuat
untuk mengetahui sejauh mana besar pengaruh
digunakannya abu batu apung untuk subtitusi filler pada
pencampuran aspal, ditinjau dari nilai stabilitasnya serta titik
kelelehannya. Metode yang dipergunakan ialah metode
Marshall. Metode Marshall yang dilakukan dalam beberapa
tahapan yang dianggap perlu untuk dilaksanakan misalnya:
pengujian terhadap berat jenis, pengujian rancangan gradasi
material, pengujian rancangan komposisi material, berat jenis
bulk serta material, dengan pengujian terhadap berat jenis
campuran maksimal dan perhitungan nilai dengan
menggunakan parameter Marshall. Dari hasil perhitungan
didapatkan daalam ujian ini ialah semakin tinggi kadar filler
dalam pencampuran aspal, maka semakin tinggi juga nilai
stabilitasnya. Dan sebaliknya jika nilai kelelehan semakin

124 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


turun seiring dengan pertammaterial nilai dari filler dalam
pencampuran aspal. Dari hasil pengujian ini didapatkan, nilai
modifikasi material filler yang dipenuhi sesuai spesifikasi
metode Marshall ialah 1%; dan 2%; dimana pada kedua
modifikasi ini kadar filler dianggap memenuhi semua nilai-
nilai parameter dasar dari metode Marshall.
Dengan nilai stabilitas mengalami peningkatan dengan
bertambahnya nilai kadar dari filler. Dengan nilai stabilitas
tertinggi pula pada jesin modifikasi kadar filler 8%, dari berat
campuran laston, serta nilai terendahnya terdapat pada
modifikasi kadar filler dari berat campuran laston 1%, dengan
nilai kelelehan yang menurun jika bertambahnya nilai kadar
filler. Nilai kelelehan tertinggi terdapat pada modifikasi
kadar filler 1 %, dimana berat campuran laston dan nilai yang
terendah pada modifikasi kadar filler 8%, sari berat campuran
laston. Berdasarkan spesifikasi Departemen PU, tentang
pengujian Marshall, maka didapat nilai kadar filler yang
dipenuhi semua soleh yarat ini dengan nilai parameter
Marshall ialah variari filler 1% dan 2%. Sehingga riset ini
menganggap pengaruh pengunaan abu batu apung sebagai
subtitusi filler pada pencampuran laston ialah semakin tinggi
nilai dari filler, maka semakin tinggi juga nilai stabilitasnya
dimana dampaknya adalah nilai kelelehannya menjadi
rendah(Kumalawati & Mastaram, 2013).
3. Pada Riset dengan material tras, misalnya riset yang
dilakukan dengan material tras dimana material ini
merupakan jenis batuan gunung berapi yang mengalami
perumaterial dengan komposisi unsur kimia dikarenakan
adanya proses pelapukan serta pengaruh kondisi air di dalam
tanah. Material ini mepunyai warna abu-abu hingga cream
kecokelatan. Tras sendiri ialah senyawa pozolan yang bisa
digunakan sebagai material pengikat/lem material penambah
atau sebagai subtitusi dari portland cemen. jika digunakan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 125


sebagai bahan subtitusi sebagian portland cemen, pada
umumnya dikisaran antara 10% hingga 35%, dari persentase
berat semen(Manoppo, 2011). Riset yang dibuat kemudian
disimpulkan sebagai berikut: campuran HRS-WC
dipengaruhi oleh komposisi material dimana besarnya
pemakaian jumlah aspal juga mempengaruhi persentase dari
pemakaian trasnya dimana, Pada proses memodifikasi
material yang bergradasi gabungan pada modifikasi II
dengan kandungan Agragat kasar 10%; Material Sedang 20%;
Material Halus 50%; Pasir 10% dan Tras 10%, yang pada batas
idealnya dimana persentasenya dari material yang lolos
saringan masih pada range batas spesifikasi yang dijinkan.
Namun pengaruh komposisi ini terhadap persentase
pemakaian aspal terutama dalam range perkiraan kadar aspal
terencana, tidak jauh berbeda dengan kadar aspal
pencampuran. Berdasarkan pengujian metode Marshall
didapatkan nilai stabilitasnya sebesar 1623,55 kg; dengan nilai
Flow 3,29 mm; Nilai Marshall Quotient 492,83 kg/mm; Nilai
VMA 16,29%; Nilai VIM 5,87%; Nilai VFB 68,45% dengan
kadar aspal memenuhi dengan kadar 6%.
Hasil jelas menggambarkan nilai ideal utamanya nilai dari
stabilitas serta VIM yang jauhberada diatas batas minimal,
hingga nilai hasil yang didapatkan masih bisa dimaksimalkan
dengan melakukan beberapa modifikasi ulang dari
pemakaian Tras dengan tingkatan persentase yang lebih besar
lagi dengan kadar aspal yang cukup untuk meningkatkan
kinerja dari pencampuran HRS-WC. Modifikasi material yang
terbuat/dipergunakan dari material Tras sendiri dimana
pengaruh kepada volume pemakaian material, persentase
pemakaian material ini sedang serta halus yang dapat
dikurangi 10% hingga 20%. berarti dampaknya menjadi
penghematan dalam produksi pencampuran HRS-WC

126 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


12.1.2 Pemakaian Filler
Pemakaian Filler menurut(Nofrianto et al., 2021). pencampuran
aspal panas dengan aggregat yang terdiri atas dua material dasar
yaitu; aspal keras dengan fungsi sebagai material pengikat serta
material yang berfungsi menjadi tulangan, hingga aspal serta
material/material menjadi suatu kesatuan yang padat serta kuat.
Pencampuran aspal panas juga dipengaruhi oleh sifat aspal serta
sifatial pencampurannya yang padat dari kedua material
pembuatannya. Material merupakan komponen utama dari
lapisan-lapisan pada pekerjaan perkerasan jalan raya. Dengan
daya dukung perkerasan jalan jugs ditentukan oleh karakteristik
materialnya yang akan dipergunakan. Dalam penggunaan
material pilihan perlu dipilih material baik yang cermat serta
akurat tentunya akan memenuhi persyaratan, namun dalam
penentuan keberhasilan suatu pembangunan jalan atau
pemeliharaan jalan. Pada pencampuran aspal, material
mempunyai peran yang penting sebagai tulangan, sedangkan
aspal mempunyai peran sebagai pengikat/lem atau perekat
antara partikel material lainnya. Dalam pemakaianya material
mampu berkontribusi 90% hingga 95% terhadap berat
pencampuran aspal, hingga sifat material juga menjadi salah satu
faktor penentu dari kinerja pencampuran aspal.
Dengan sifat mekanis dalam pencampuran aspal maka
didapatkan; suatu fraksi dari kohesi dan material-material
pembentukannya, fraksi material didapatkan dari pengikatan
antara butir-butir material/interlocking dimana kekuatannya
bergantung pada: (1) jenis gradasi material, (2) tekstur dari
permukaan, (3) bentuk dari butiran serta ukuran material
maksimum yang dipergunakan. Pencampuran aspal panas
dengan material yang terdiri dari material yang kasar maupun
material yang halus dengan material pengisi/filler yang
dicampurkan dengan jumlah aspal tertentu, dengan komposisi
perbandingan tertentu secara proporsional pada keadaan panas

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 127


tertentu (±140°C) dengan menggunakan alat pencampur yang
lazim dikenal dengan sebutan “AMP“ (Asphalt Mixing Plant).
Pencampuran aspal panas ini tentunya dipengaruhi pula
berbagai sifat-sifat aspal serta sifat-sifat pencampurannya yang
baik dilakukan secara padat maupun cair dari material-material.
Filler pada pencampuran aspal yang panas walaupun hanya
memiliki kadar sekitar 1%, hingga 2% hal ini sangat
berpengaruhi pada sifat dari aspal sebagai material pengikatnya.
Dimana material yang halus akan bereaksi kepada sifat-sifat dari
aspal. Material filler yang banyak digunakan yaitu Semen
(Portland Cement), dengan kandungan material kimiawi semisal;
batu kapur (CaO); silika (SiO2); aluminium silikat (Al2O3) serta
pasir besi (Fe2O3). Diketahui pula bahwa semen mempunyai sifat
hidrasi yang berarti semen mudah mengikat air serta
menyerapnya kemudian bereaksi jadi keras atau menjadi batu.
Filler yang lain, yang perlu diuji cobakan secara berkelanjutan
yaitu Fly Ash. Filler ini perlu diriset secara lanjut dikarenakan
material ini sangat berlimpah wasted material dari sisa
pembakaran batu bara yang digunakan pada pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU), Diketahui pula bahwa Fly Ash ini
mempunyai kandungan material kimiawi seperti: silika (SiO 2)
serta aluminium silikat (Al2O3).
Namun kekurangan komposisi lainnya seperti sat kapur. Inilah
yang menjadikan Fly Ash tidak seperti semen pada sifat
hidrasinya. Namun sisi lainnya pemakaian dari Fly Ash
bisamenghemat pemakaian biaya dikarenakan pemakaiannya
menjadi murah dibanding penggunaan dengan pc dari sisi biaya.
Karenanya Fly Ash memungkinkan dalam pemakaian bahan
alternatif filler pada proses pekerjaan perkerasan jalan aspal.
Walaupun demikian adanya filler mempunyai sifat pengaruh
kepada sifat aspal hingga harus dibatasi pemakaiannya. Jadi Fly
Ash dapat dipergunakan maka didapat penghematan biaya
secara efektif dan efisiensi dalam jumlah yang besar. Tentunya

128 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


hal ini menarik untuk penulis dikarenakan material material
serta material beraspal yang diuji coba merupakan pemakaian
filler pada komposisi yang berbeda jenis hingga ditemukan
keunggulannya serta kelemahannya pada setiap material filler.
Perlu diketahui juga, dari peneliti sebelumnya (Neneng Sari,
2020), dalam risetnya yang menggunakan material tersebut tanpa
pemakaian filler membuktikan bahwa kinerja perkerasan
menjadi kurang memuaskan.
12.2 Karakteristik Material Filler serta lokasinya
Karakteristik Filler menurut (Hamzah et al., 2016) merupakan
material pengisi pada lapisan aspal. Filler ini dalam
pencampuran beton aspal ialah material dengan komposisi 100%
lolos saringan No. #100, serta paling sedikit 75% lolos saringan
No. #200. Fungsi sebenarnya filler yaitu bahan yang mengisi
rongga diantara material halus maupun material yang kasar,
yang diperoleh dari hasil pemecahan batu-batuan baik secara
alami maupun secara buatan. Material pengisi dalam hal ini yang
bisa digunakan adalah material Fly Ash, material kapur padam,
material cement portland, material debu dolomite, material abu
terbang, material debu tanur tinggi pembuatan semen serta
material mineral lainnya yang tidak plastis. Dimana material
mengisi diharapkan bisa meningkatkan pengentalan material
bitumen serta pengurangan sifat yang rentan pada suhu tertentu.
Keuntungan lainnya dengan bahan material pengisi yang lainnya
yang banyak menyerap material pada bitumen tentunya akan
menaikkan volumenya. Selain itu material pengisi filler juga
dapat mengurangi volume dalam pori-pori atau rongga-rongga
hingga dapat meningkatkan kepadatan dan dapat menurunkan
kadar permeabilitas campuran beraspal. Sedangkan menurut
(Manoppo, 2011)dalam penggunaanya dilapangan, kontraktor
maupun pihak yang mengerjakan sering diditemui pada masalah
ketidaktersediaan material, material Filler. Pada komposisi
pencampuran material filler, butuh sejumlah material yang

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 129


begitu besar yang berkisar antara 6% hingga 12%. Tentunya
dalam pemenuhan material filler yang berada dipasaran semisal;
fly ash dan cemen yang mempunyai harga relatif mahal. Oleh
karenanya riset ini diujicobakan pemakaian material Tras sebagai
bahan opsi lain dalam subtitusi dalam pengurangan pemakaian
dari fly ash serta cemen, dimana tentunya dari segi ekonomi
terjangkau secara ukuran proyek serta banyaknya / jumlahnya
dibeberapa tempat/lokasi diseluruh Indonesia. Dari hal tersebut
dapat kita ketahui bersama bahwa pemakaian material Filler
sebagai material Subtitusi masih kurang diadaptasikan
dilapangan walaupun banyak peneliti yang telah menelitinya.
12.3 Penutup
Pemakaian Filler saat ini masih menggunakan material semen
yang membuat biaya produksi menjadi mahal, adanya riset
terbarukan tentunya diharapkan bisa membawa perumaterial
dalam pelaksanaan pekerjaan pengaspalan yang nantinya
diharapkan kedepannnya mampu memberikan tammaterial
dalam keilmuan tentang pemakaian material sebagai material
subtitusi filler dengan pemanfaatan material lokal sesuai dengan
arahan Bapak President tentang pemakaian semaksimal
mungkin semua material yang ada di dekat lokasi proyek.

130 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 13
LIMBAH STYROFOAM SEBAGAI CAMPURAN ASPAL
13.1 Pendahuluan
Aspal merupakan pelapis perkerasan konstruksi yang terdapat
pada perkerasan jalan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan
campuran homogen antara agregat dan aspal yang berfungsi
sebagai pengikat pada temperatur tertentu. Aspal adalah zat
semen hitam atau gelap, yang biasanya didapat dari alam
ataupun hasil produksi. Aspal merupakan material yang bersifat
termoplastis apabila temperatur rendah maka aspal akan padat
dan akan mencair pada temperatur suhu yang tinggi.
Penggunaan styrofoam sebagai bahan aditif dalam campuran
aspal sekaligus untuk mengurangi jumlah limbah Styrofoam.
Di era globalisasi sekarang, Meningkatnya limbah Styrofoam
diakibatkan karena penggunaan Styrofoam yang semakin
banyak. Styrofoam yang biasanya kita kenal yaitu gabus yang
berwarna putih, biasanya kita temukan sebagai pengganjaal
barang-barang elektronik. Sifat yang dimiliki oleh Styrofoam
sama dengan sifat yang dimiliki aspal, yaitu termoplastik dimana
apabilah dipanaskan akan mencair dan mengeras Kembali
setelah dingin. (Sulianti et al. 2019)
13.2 Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah suatu struktur perkerasan jalan yang di
dalamnya terdapat agregat dan pengikat yang diletakkan di atas
tanah yang dirancang untuk menahan beban lalu lintas tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 131


untuk menciptakan jalan yang aman dan nyaman serta
memberikan manfaat yang berarti bagi kehidupan masyarakat
luas. dengan jenis kendaraan yang berbeda, pengangkutan
barang melibatkan variasi berat yang berbeda dan harus
didukung oleh permukaan jalan.
Menurut (Syarul 2019) kontruksi perkerasan jalan dibedakan
berdasarkan bahan pengikatnya, yaitu:
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement). Konstruksi
perkerasan lentur adalah perkerasan jalan dengan aspal sebagai
pengikatnya. Lapisan perkerasan akan menupang dan
mendistribusikan beban lalu lintas didasar jalan.
Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah
penggunaan semen portland sebagai pengikat untuk konstruksi
perkerasan kaku dan pengaspalan plat beton bertulang atau
tidak bertulang pada pondasi jalan dengan atau tanpa lapisan
dasar sebagian beban lalu lintas ditopang oleh pelat beton.
Konstruksi composite pavement (perkerasan komposit) adalah
perpaduan antar perkersan kaku dengan perkerasan lentur
dimana perkerasan kaku terdapat di bawa perkerasan lentur.
13.3 Campuran Aspal Panas
Campuran aspal panas adalah gradasi gabungan yang terlebih
dahulu dipanaskan bersama aspal dengan kadar tertentu dengan
suhu yang telah ditentukan, kemudia diaduk hingga homogen
kemudia dihampar dan dipadatkan dengan suhu tertentu agar
bisa mendapatkan perkerasan jalan yang lebih baik. Di Indonesia
aspal kebanyakan digunakan adalah aspal minyak yang
didapatkan dari hasil residu dengan proses penyulingan minyak
bumi. Seluruh agregat akan di selimuti oleh aspal minyak dan
memiliki fungsi yaitu merekatkan antara agregat dan juga
mengisi antar rongga agregat sehingga akan memiliki campuran
yang lebih awet. Tujuan dipanaskannya aspal itu agar lebih

132 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


mudah pencampuran antara aspal dengan agregat agar lebih
mudah dalam memadatkan campuran aspal dilapangan,
sehingga dikenal suhu pencampuran dan suhu
pemadatan.(Affandi 2008) selain itu dibeberapa penelitian
campuran aspal dapat di modifikasi dengan penambahan aditif
atau material pendukung lainya.
Aspal modifikasi merupakan campuran antara zat aditif dengan
aspal minyak yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kinerja
aspal tersebut. Sekarang ini dipasaran aspal minyak cenderung
kehilangan beberapa fisat yang dibutuhkan dalam funsinya
sebagai pengikat gabungan agregat pada perkeerasan. Untuk
menaikkan titik lembek ternyata pemakaian zat aditif yang
dicampur aspal dapat menurunkan penetrasinya, sehingga dapat
menyulitkan dalam pengerjaan karena aspal yang menjadi lebih
kering dan keras. Oleh karena itu penambahan bahan adiftif jenis
polimer pada aspal dengan jumlah yang sedikat dapat
meningkatkan kinerja campuran aspal dan memperpanjang umu
kekuatan atau masa layanan perkersan tersebut.(Utara 2003)
13.4 Styrofoam
Styrofoam atau polystyrene merupakan monometer, sebuah
hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi.
Pada suhu ruangan, polistirene biasanya bersifat padat, dan
mencair pada suhu yang lebih tinggi. Polistirene pertama kali
dibuat pada 1839 oleh Eduard Simmon, seorang Apoteker
Jerman. Styrofoam adalah jenis plastik yang 90-95% polistirena
dan 5-10% gas berupa n-pentana atau n-butana, biasanya sering
dipakai sebagai penghalang getaran dan melindungi barang-
barang elektronik. Styrofoam yang memiliki nama lain polystyrene
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak
keunggulan pada styrofoam, seperti Yaitu memiliki bahan utama
dari polystyrene, yaitu bahan pembuat plastik yang memiliki
kekuatan, dan juga disusun benzene dan erethylene. Memiliki

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 133


karakteristik yang sangat mudah dibentuk, sangat ringan dan
memiliki sifat lentur.(Utara 2003)
13.5 Limbah Styrofoam pada Campuran Aspal
Bahan penyusun yang menggunakan aspal modifikasi atau
material modifikasi sebagai material lain dapat mengurangi
penggunaan aspal dalam campuran. Terdapat banyak material
yang bisa dimanfaatkan sebagai material pencampur aspal,
diantaranya yaitu styrofoam. Styrofoam dengan sifatnya yang
sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah dipandang
efektif dan efisien untuk digunakan sebagai material penyusun
campuran aspal berupa aspal modifikasi. Aktivitas masyarakat
yang semakin meningkat menyebabkan meningkatnya
kebutuhan akan penggunaan Styrofoam yang tentu saja sudah
dapat dipastikan akan menghasilkan limbah Styrofoam yang
banyak pula. Sehingga tidak salah jika digunakan sebagai salah
satu alternative material penyusun aspal meskipun tetap
melewati dan mendapatkan perlakuan khusus serta beberapa
pengujian dan tahap evaluasi untuk mengetahui tingkat
kelayakannya untuk digunakan pada campuran aspal.
Pengujian dan evaluasi itu dilakukan agar dapat
mengidentifikasi kekuatan aspal yang dihasilkan. Karena
mengingat sifat Styrofoam yaitu polimer plastic yang bersifat
termoplastik jika dilakukan pemanasan maka berubah menjadi
lunak dan kembali mengeras dalam kondisi dingin. Limbah
Styrofoam dapat difungsikan sebagai bahan pengikat dengan
cara mencampurnya dengan bensin maka Styrofoam akan lunak
dan dapat merekatkan. Tidak hanya itu tapi limbah Styrofoam
juga tahan asam, basa, dan sifat korosif lainnya seperti garam dan
tidak sulit dilarutkan dalam hydrocarbon aromatic (Adly 2016).
Selain itu, penambahan limbah Styrofoam sebagai solusi
alternatif pada campuran aspal maka dapat menambah atau
meningkatkan kinerja perkerasan jalan, juga dapat

134 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


meminimalisir jumlah limbah Styrofoam yang berdampak pada
kerusakan lingkungan.
Limbah Styrofoam yang tidak ramah lingkungan dan jumlahnya
yang sangat banyak disebabkan karena penggunaannya yang
banyak sebagai bahan pengganjal pada kemasan atau
pengepakan barang-barang elektronik. Biasanya styrofoam
setelah tidak terpakai, maka Styrofoam dibuang begitu saja di
tempat sampah. Penumpukan limbah Styrofoam di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) dapat menyebabkan limbah ini sulit
terurai dan akan timbul masalah yang baru.
13.6 Penutup
Pengembangan Perkersan Jalan yang menggunakan bahan
penyusun alternatif sudah banyak dilakukan. Kebutuhan akan
aspal di dalam negeri sangat tinggi sesuai dengan
berkembangnya proyek-proyek infrastruktur jalan, namun
berbanding terbalik dengan kebutuhan aspal di dalam negeri
yang semakin berkurang sehingga indonesia sangat tergantung
pada aspal luar negeri yang harus di impor. Pemanfaatan limbah
dengan bahan tambah polimer merupakan salah satu cara
memodifikasi aspal dengan menggunakan limbah styrofoam.
Sehingga penggunaan material daur ulang memang sangat
memberikan manfaat, khususnya bagi perkerasan jalan.
Kedepannya Indonesia perlu mempunyai manajemen
pengelolaan sampah atau kategori limbah secara terpadu sejak
hulu ke hilir. Pemisahan sampah atau limbah tersebut akan
memudahkan pengolahannya atau proses daur ulang hingga
nantinya menjadi material alternative penyusun campuran aspal.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 135


136 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)
Bab 14
LIMBAH SABUT KELAPA PADA
CAMPURAN ASPAL
14.1 Pendahuluan
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang memiliki
peran strategis dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya.
Infrastruktur transportasi merupakan salah satu elemen penting
dari pembangunan daerah untuk kemudahan akses ke struktur
yang ada di suatu daerah. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk, volume lalu lintas meningkat, sehingga permintaan
juga. Aspal merupakan bahan padat atau semi padat yang dapat
diartikan sebagai senyawa hidrokarbon berwarna coklat tua atau
hitam tua, seringkali terdiri dari aspal malt keras. Aspal jika
dipanaskan sampai suhu tertentu, aspal akan menjadi lunak
sehingga dapat menyelubungi partikel agregat pada saat
pencampuran, jika suhu mulai turun maka aspal akan mengeras
dan mengikat.(Sukirman, 1992).
Kelapa telah ditanam hampir di seluruh Indonesia, dan kelapa
merupakan salah satu sumber daya alam yang bermanfaat.
Hampir seluruh bagian pohon kelapa dimanfaatkan sebagai
daun, batang, buah dan akar. Tempurung kelapa yang sudah
dikupas disebut tempurung kelapa dan juga merupakan bagian
dari kelapa. Hingga saat ini masyarat Makassar telah
memanfaatkan kelapa untuk membuat kopra, minyak kelapa,
minuman, sebagai bahan untuk membuat tali, mencuci piring,

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 137


dan bahan bakar untuk memasak. Abu kelapa dari hasil
pembakaran kelapa sudah tidak dapat digunakan lagi dan
biasanya dibuang oleh masyarakat serta kelapa tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal.
14.2 Perkerasan Lentur
Perkerasan dapat diartikan sebagai lapis pavement yang berada
di antara alas dan roda kendaraan, dan fungsinya untuk
mengambil pelayanan kepada kendaraan, dan diharapkan tidak
terjadi kerusakan yang berarti selama masa pelayana (Silvia
Sukirman, 2013). Konstruki fleksibel adalah konstruksi yang
bahan pengikatnya adalah aspal. Sifat lantai fleksibel yaitu untuk
membawa beban dan mendistribusikan beban ke tanah dasar.
Faktor terjadinya pengulangan beban yaitu munculnya
deformasi alur (defleksi pada lintasan roda). Pengaruhnya
terhadap penurunan sub-lantai adalah jalan bergelombang (yang
mengikuti tanah dasar). Bahan utama lapisan permukaan lapisan
fleksibel adalah tie rod dan staples. Bahan dasar dapat berupa
Agegat halus, agregat kasar dan lain-lain. Sedangkan untuk
pengikat paving bisa berbeda tergantung jenis pavement yang
digunakan bisa jadi tanah liat (Walker, 1998).
Kerusakan konstruksi jalan biasanya terjadi pada lapisan
permukaan jalan, lapisan keausan, dan lapisan perkerasan atau
lapisan pengikat. Persentase kerusakan pada lapisan permukaan
lebih sering dari pada lapisan tanah dasar atau lapisan tengah.
Bentuk fisik kerusakan yang terjadi pada lapisan permukaan
terdiri dari retak, deformasi, alur roda dan kontruksi berongg
(Ozgan, 2011). Sedangkan di Indonesia, kerusakan akibat
pembangunan jalan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
faktor lingkungan, daya dukung yang berlebihan, dan proses
konstruksi. Kesulitan memprediksi perubahan cuaca dan curah
hujan biasanya menjadi faktor - faktor lingkungan ini
(Hadiwardoyo, 2013).

138 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Komponen fleksibel terdiri dari:
1. Tanah dasar (sub grade)
Sub grade dapat diartikan sebagai lapis dasar yang memiliki
fungsi untuk meletakkan lapisan paving dan menopang
struktur pavement di atasnya. Berdasarkan ketentuan,
lapisan pondasi merupakan lapis tertinggi pada penimbunan
jalan dengan ketebalan 30 cm, yang dikenakan persyaratan
berdasarkan pada fungsinya, terutama dalam hal kepadatan
dan daya dukung (CBR). Tanah pondasi dapat berupa tanah
asli yang dipadatkan jika tanah asalnya baik, atau sebagai
urugan dari tanah impor atau tanah yang distabilisasi, dan
sejenisnya.
2. Lapisan dasar bawah (lapisan pondasi)
Basecoat adalah lapisan antara basecoat dan basecoat. Fungsi
dari lapisan ini adalah untuk mendistribusikan beban roda
ke lapisan belakang.
3. Lapis Pondasi atas ( bace crouse)
Bace crouse yaitu lapisan yang berfungsi sebagai penutup
lantai yang menopang beban dari roda pengangkut dan
mendistribusikan beban di atas lapisan di bawahnya.
Lapisan ini harus memiliki kekuatan dan kekuatan yang
cukup untuk menahan beban yang dihasilkan. Dan
memenuhi ukuran daya dukung dan kepadatan.
4. Pelapisan permukaan
Lapisan permukaan adalah lapisan di bagian atas jalan raya
dan lapisan pertama yang menerima beban dari roda dan
meneruskan beban ke lapisan bawah. Fungsi lain dari
lapisan ini adalah untuk menahan gesekan yang disebabkan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 139


oleh rem kendaraan, atau biasa disebut dengan lapisan
keausan.

Gambar 14. 1 Komponen perkerasan


Sumber : (Sukirman, 1999)
Menurut (Sukirman, 1999) Kerusakan perkerasan dapat
diakibatkan oleh kendaraan lalu lintas, air, cuaca, kondisi
pondasi yang tidak stabil, konstruksi perkerasan jalan, dan
proses pemadatan di atas tanah yang kurang baik.
14.3 Limbah Sabut Kelapa
Salah satu produk alam yang dapat digunakan sebagai bahan
tambahan aspal adalah serat yang berasal dari buah kelapa. Sabut
adalah bagian dari mesocarp (selimut) yang berupa serabut
kelapa kasar. Sabut merupakan limbah, yang hanya tertumpuk
di sekitaran tegakkan tanaman kelapa dan biasanya
ditinggalkan membusuk atau mengering. Paling sering
digunakan untuk kayu bakar. Secara tradisional, masyarakat
mengolah kelapa menjadi tali dan menganyamnya menjadi
kesed. Padahal kelapa masih memiliki nilai ekonomis yang
lumayan. Ketika sabut kelapa dipecah, akan terbentuk sabut
kelapa (coconut fiber) dan santan bubuk (coconut). Namun,
produk utama dari sabut kelapa adalah sabut.

140 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Gambar 14.2 Limbah Kelapa
Ketebalannya bervariasi antara 5-6 cm. Salah satu keistimewaan
sabut kelapa ini adalah menjadi dalam pembuat sampel. Selain
batubara, semen dan abu batu, sabut kelapa bisa
dipergunakankan untuk bahan pengisi (sampel) untuk
campuran aspal. Keunggulan briket kelapa ini adalah ramah
lingkungan dan juga memiliki biaya produksi yang rendah,
sehingga harga jualnya lebih terjangkau.
14.4 Karakteristik ampas kelapa
Susunan kimia sabut kelapa terdiri dari selulosa, lignin, asam
piroligneous, gas, arang, tanin dan kalium. Abu kelapa memiliki
gradasi yang hampir sama dengan abu batu/fly ash, yaitu berupa
butiran halus seperti butiran padat dan berongga serta partikel
yang sangat kecil yang tembus No. 200 (0,075 mm).
Penggunaan abu kelapa dalam campuran aspal menunjukkan
nilai aliran yang tinggi, yang mengakibatkan dukung beban yang
lebih rendah tetapi fleksibilitas yang lebih besar. (Safriani &
Febrianti, 2018). Abu kelapa memiliki densitas yang lebih tinggi
dari aspal, dan menggunakan beban abu kelapa dengan kadar
aspal yang cukup akan terjadi untuk mengisi celah-celah dalam
campuran dengan baik.(Ondriani dkk., 2018)

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 141


Tabel 14.1 Persyaratan Pengisian

Ukuran saringan Persentase (%) Lolos

Nomor 30 (0,59 mm) 100

Nomor 50 (0,279 mm) 95 - 100

100 (0,149 mm) 90-100

Nomor 200 (0,074 65 - 100


mm)

14.5 Penutup
Di Indonesia, dengan iklim tropis dan curah hujan yang tinggi,
seringkali banyak terdapat genangan air di jalan, yang dapat
merusak lapisan aspal jalan dan melemahkan aspal. Melemahnya
daya rekat pada aspal menyebabkan komponen-komponen
penyusun lapisan aspal beton terpisah sehingga menyebabkan
kerusakan pada lapisan aspal beton. Selama ini beton, kapur, abu
batu, fly ash digunakan sebagai agregat yang sering digunakan
dalam campuran aspal. Namun, persediaan bahan pengisi ini
terbatas dan juga relatif mahal. Atas dasar ini hal, perlu dicari
alternatif yang mudah dijangkau untuk dipergunakan sebagai
pengganti bahan pengisi semen, kapur, fly ash, dan abu batu
yang selama ini banyak digunakan sebagai campuran aspal.
Salah satu alternatifnya adalah dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam lokal. Kegunaan tersebut antara lain
penggunaan bahan pengisi abu kelapa.

142 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bab 15
ASPAL BUTON SEBAGAI BAHAN TAMBAH CAMPURAN
BERASPAL
15.1 Pendahuluan
Pemeliharaan pada konstruksi jalan dapat diketahui penggunaan
material untuk memenuhi kebutuhan yang tersedia di dalam
negeri seperti aspal alam yang berpotensi besar di Indonesia,
dikenal asbuton (aspal batu buton) terdapat di provinsi Sulawesi
Tenggara (Affandi, 2008). Asbuton dimanfaatkan sebagai bahan
adiktif dalam meningkatkan kualitas campuran beraspal yang
berperan sebagai bahan perekat atau pelindung pada campuran
dan meningkatkan mutu aspal. Aspal alam haya terdapat di
beberapa negara diantaranya Indonesia, Perancis dan Amerika.
Asbuton mulai digunakan tahun 1970 untuk pembangunan jalan
di Indonesia karena dapat meningkatkan daya tahan
infrastruktur jalanan dengan nilai stabilitas perkerasan lebih
tinggi apabila dibanding menggunakan aspal minyak (Nuryanto,
2007). Sampai saat ini aspal minyak di impor dari beberapa
negara dengan jumlah yang lumayan banyak guna memenuhi
600.000-ton per tahunnya atau 50% kebutuhan nasional.
Berdasarkan pengalaman dari tahun sebelumnya pada awal
tahun 1990-an, pengembangan produksi asbuton berjalan
kembali dan menghasilkan beberapa jenis asbuton butir mulai
dari ukuran yang lebih kecil dari ukuran konvensional,
diantaranya ialah asbuton halus, mikro dengan ukuran butir
maksimum nya 4,75 mm, 600 µm (James; 1996), dan aspal
Granular dengan ukuran butir maksimumnya 2,36 mm

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 143


(Departemen Pekerjaan Umum (3); 2005), yang dikirim dalam
kemasan plastik yang tahan air, sehingga pengaruh air bisa
dihindari. Dengan ukuran butir yang lebih kecil, diharapkan
butiran asbuton akan lebih tersebar secara merata dalam
campuran beraspal serta bahan peremaja akan lebih mudah
masuk dan melunakkan bitumen asbuton dan mampu
mengembangkan kinerja dari campuran beraspal tersebut.
Begitu juga halnya dengan pengiriman dalam kantong plastik
tahan air sehingga diharapkan bahan peremaja akan bekerja lebih
efektif. Jenis yang kedua dari produk ini adalah asbuton hasil
ekstraksi yang diproses melalui pemisahan antara bitumen dan
mineralnya sekitar 60% bitumen dan 40% mineral.
15.2 Struktur Perkerasan Jalan
Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang memakai aspal
menjadi bahan pengikat dan berbutir sebagai lapisan
dibawahnya. Pada umumnya kelenturan dimiliki terhadap
lapisan perkerasan atau flexibilitas sehingga memberikan
kenyamanan kendaraan dalam melintas dan menerima beban
lalu lintas secara langsung mulai dari ringan hingga berat
misalnya, di jalan seperti pada perkotaan dan sistem publik
terletak di bawah permukaan jalan atau permukaan jalan
konstruksi progresif.
Konstruksi perkerasan jalan pasa umumnya terdapat 3 jenis
yaitu (Lentur & Pavement, n.d.):
1. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)
Perkerasan lentur dibuat dari material batuan dengan berbagai
komposisis yang berbeda-beda menghasilkan kualitas batuan
sesuai persyaratan dan direkatkan dengan bitumen bahan
pengikat. Pada umumnya perkerasan lentur memiliki daktilitas
yang cukup tinggi dibandingkan dengan lapisan kaku, sehingga
baik pada perkerasan jalan dengan beban laluntas yang
menyebabkan lendutan yang relatif besar.

144 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


2. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)
Perkerasan kaku adalah jenis perkerasan yang terbuat dari kerikil
(berbutir) dicampur pasir menjadi satu ditambah bahan pengikat
semen portland (PC) yang sesuai dengan peryaratan. Pada
perkerasan tersebut terdapat pelat beton semen yang berpapasan
langsungdi atas tanah dasar yang disiapkan atau diatas dasar
agregat grade A / B.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)
Perkerasan lantai komposit adalah perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur, biasanya terdapat di
atas perkerasan kaku.
15.3 Aspal Buton
Asbuton ( Aspal batu Buton) yang mengendap di pulau Buton
dapat dibedakan dari sifatnya yang berbeda-beda, tergantung
dari mana diperoleh. Terdapat dua wilayah penambangan
asbuton yang banyak digunakan terutama daerah kabungka dan
lawele. Kedua asbuton tersebut memiliki sifat yang berbeda,
termasuk kandungan bitumennya pada wilayah lawele sekitar
25-35% yang kaya akan silika, sedangkan kabungka 12-20% kaya
akan karbonat. Pada aspal minyak berbeda karena diperoleh
dengan cara penyulingan. Kemudian bitumen yang diperoleh
dari asbuton dengan cara ekstraksi sehingga kandungan fraksi-
fraksi kecil masih terkandungan di dalam medium. Olwh karena
itu, sifat aspal minyak bumi sedikit berbeda dengan asbuton.
Aspal dan mineral merupakan unsur utama dalam asbuton.
Penggunaan aspal pada konstruksi jalan, salah satu sifat aspal
yang dapat digunakan adalah kemampuan perekat aspal,
sehingga dapat untuk merekatkan backing struktur jalan seperti
batu dan pasir sedemikian rupa, campuran yang padat dan kuat

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 145


untuk menerima beban lalu lintas yang lewat dan tidak mudah
rusak.
Jenis asbuton yang di produksi dari tahun belakang ini baik
secara febrikasi maupun secara manual, sebagai berikut:
a. Asbuton butir merupakan hasil pengolahan berbentuk padat
dan dipecahkan oleh alat untuk menghasilkan partikel.
Aspal padat dari Buton sampai Kabungka dengan nilai
penetrasi bitumen lebih besar dari 0.1mm (misalnya aspal
Buton). untuk Lawele, tetapi bisa juga merupakan kombinasi
dari dua aspal tersebut.
b. Asbuton hasil ekstraksiuntuk menghasilkan murni dan
mineral sebagai bahan pengisi, proses ekstraksi dilakukan
sampai tercapai kadar aspal tertentu dan campuran dapat
digunakan sebagai bahan aditif dan dimodifikasi.
c. Kandungan mineral asbuton terdapat unsur utama dalam
aspal buton, yaitu bitumen dan mineral yang sangat
terpengaruh pada pembuatan campuran aspal.
15.4 Karakteristik Asbuton pada Campuran Beraspal
Campuran beraspal merupakan kombinasi agregat dan aspal
yang ditentukan dengan dipanaskan terlebih dahulu sampai
mendapatkan masing- masing suhu tertentu sehingga dapat
dihampar dan mendapakan perkerasan yang nerkualitas.
Secara umum campuran beraspal menggunakan aspal minyak
bumi yang merupakan hasil residu melalui proses penyulingan.
Agregat sebagai tulangan dan aspal berperan sebagai pengikat
yang akan melapisi semua partikel sekaligus mengisi rongga
agar lebih kuat. Pemanasan aspal dapat mempermudah
pelapisan aspal pada agregat serta pemadatan di lapangan, suhu
pencampuran diketahui tergantung pada kualitas aspal yang
digunakan seperti sedangkan untuk pemadatan antara 250 ± 30
cst dan viskositas aspal antara 170 ± 20 cst. Persyaratan lain pada

146 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


aspal adalah bahwa daya rekat pada agregat tidak boleh kurang
dari 95%. Untuk mengetahu karakteistik campuan beraspal
dapat menggunakan metoda marshall, stabilitas, flow, VIM, VMA
dan VFB. Agar campuran beraspal bekerja secara efektif, batas
toleransi penyerapan air agregat ±3% (Departemen Pekerjaan
Umum (3);2005).
Agregat diperoleh dan digunakan menurut butir agregat dan
tergantung kekuatan terhadap gradasi, bentuk butir, permukaan
yang bertekstur, kebersihan, kekerasan pada material. Selama
agregat memiliki berat jenis yang sama, tetapi terdapat beberapa
butir yang berbeda maka pada gradasi perlu disesuaikan tidak
boleh lebih dari 0,2%. (Asphalt Institute; MS No 2; 1993). Jenis
aspal pada campuran yang digunakan dalah asbuton granular
dengan ukuran partikel maksimum 2,36 mm sesuai dengan nilai
penetrasi pada kandungan bitumen, terlihat pada Tabel 1.
Persyaratan mutu agregat gabungan, mineral asbuton serta
bahan pengisi, ditunjukkan pada Tabel 2. (Puslitbang Jalan dan
Jembatan; 2007). Pada asbuton terdapat mineral yang dapat lepas
dari aspal dan agregat yang terjadi terhadap campuran beraspal
panas tampa asbuton.
Tabel 15.1. Sifat-sifat asbuton butir yang disyaratkan pada
spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan.

Sifat -sifat asbuton butir Tipe Tipe Tipe


5/20 15/ 20 15/25

Kadar bitumen asbuton 18-22 18-22 23-27

Ukuran butir asbuton

- Lolos saringan no 8 (2,36) % 100 100 100

- Lolos saringan no 8 (1,18) % Min 95 Min Min


95 95

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 147


Kadar aspal % Maks 2 Maks Maks
2 2

Penetrasi aspal asbuton pada 25 ℃, <10 10-18 10-18


100 g, 5 dtk; 0,1mm

Tabel 15.2. Gradasi agregat gabungan asbuton campuran


beraspal panas

Ukuran % Berat Lolos


ayakan

(mm) AC-WC Asb AC-BC Asb AC-Base Asb

37,5

25 100 90-100

19 100 90-100 Maks 90

12,5 90-100 Maks 90

9,5 Maks 90

4,75

2,36 28-58 23-49 19-45

1,18

0,60

0,075 4-10 4-8 3-7

Daerah Larangan

148 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


4,75 - - 39,5

2,36 39,1 34,6 26,8-30,8

1,18 25,6-31,6 22,3-28,3 18,1-24,1

0,6 19,1-23,1 16,7-20,7 13,6-17,6

0,3 15,5 13,7 11,4

15.5 Penutup
Kebutuhan aspal di Indonesia semakin lama semakin meningkat
untuk pembangunan jalan baru dan perbaikan jalan. Kerusakan
perkerasan beraspal yang disebabkan oleh suhu tinggi dengan
beban berat berupa deformasi permanen, ketahan terhadap
pelapukan dan retak lelah. Untuk mengatasinya adalah dengan
menambahkan asbuton ke dalam campuran beraspal. Asbuton
selama ini terdapat di Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara
dan diproduksi dengan butir lebih kecil dan hasus dikemas
dalam kemasan yang kedap air untuk campuran beraspal panas
atau dingin, produksi aspal sampai sekarang masih melakukan
impor dari berbagai negara demi memenuhi kebutuhan dalam
suatu pembangunan dan pemeliharaan tahunan.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 149


150 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)
DAFTAR PUSTAKA
A. Ben Fraj, M. Kismi, P. Mounanga, Valorization of coarse rigid
polyurethane foam waste in lightweight aggregate
concrete, Constr. Build. Mater. 24 (6) (2010) 1069–1077.
A. Benazzouk, O. Douzane, K. Mezreb, M. Quéneudec, Physico-
mechanical properties of aerated cement composites
containing shredded rubber waste, Cem. Concr. Compos.
28 (7) (2006) 650–657.
A. Hajimohammadi, T. Ngo, P. Mendis, Enhancing the strength
of pre-made foams for foam concrete applications, Cem.
Concr. Compos. 87 (2018) 164–171.
A. Kan, R. Demirbog˘a, A novel material for lightweight concrete
production, Cem. Concr. Compos. 31 (7) (2009) 489–495.
A. Shams, A. Stark, F. Hoogen, J. Hegger, H. Schneider,
Innovative sandwich structures made of high
performance concrete and foamed polyurethane, Compos.
Struct. 121 (2015) 271–279.
A.M. Neville, Properties of Concrete, 5 ed., Longman, London,
1995.
AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials), 1998a, Standard Spesification
for Transportation Materials and Methods of Sampling
and Testing Part I : Spesifications. 19th edition,
Washington D.C.
AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials), 1998b, Standard Spesification
for Transportation Materials and Methods of Sampling
and Testing Part II : Tests. 19th edition, Washington D.C.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 151


AASHTO T 245-97 (ASTM D 1559-76). Resistance Plastic of
Bituminous Mixtures Using Marshall Apparatus.
American Society for Testing and Materials.
Abrar Mahyuddin, M. W. Tjaronge, Nur Ali, M. Isran Ramli
(2017). Experimental Analysis on Stability and Indirect
Tensile Strength in Asphalt Emulsion Mixture Containing
Buton Granular Asphalt. International Journal of Applied
Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 12,
Number 12 (2017).
Abtahi, Sayyed Mahdi, et.al. 2011. Production of Polypropylene-
reinforced Asphalt Concrete Mixtures Based on Dry
Procedure and Superpave Gyratory Compactor. Iranian
Polymer Journal.
Abtahi, Sayyed Mahdi, et.al. 2011. Production of Polypropylene-
reinforced Asphalt Concrete Mixtures Based on Dry
Procedure and Superpave Gyratory Compactor. Iranian
Polymer Journal.
ACI 523. 1R-1992, Guide for cast-in-place low density concrete.
Am Concr Inst 1992.
Adly, Emil. 2016. “Styrofoam Sebagai Pengganti Aspal Penetrasi
60 / 70 Dengan Kadar 0 %,.” Centre.Civil and Electrical
Engineering Journal 11(1): 41–49.
Affandi F. (2006). Hasil pemurnian Asbuton Lawele sebagai
bahan pada campuran aspal untuk perkerasan
jalan.Jurnal jalan – jembatan, Vol. 23 No. 3, hal. 6 – 28.
Affandi F. (2008). Karakteristik bitumen Asbuton butir pada
campuran beraspal panas. Jurnal jalan – jembatan, Vol. 25
No. 3, hal. 350 – 368.
Affandi F. (2008). Pengaruh Asbuton Semi Ekstraksi Pada
Campuran Stone Mastic Asphalt. Bandung : Puslitbang
Jalan dan Jembatan.

152 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Affandi, Furqon. 2008. “Characteristics of Bitumen Asbuton
Granules For Hot Asphalt Mixtures.” Jurnal Jalan-
Jembatan 25(3): 350–68.
Aforla, Bright, et.al. 2015. Assessment of Suitability of Plastic
Waste in Bituminous Pavement Construction. Civil and
Environmental Research.
Ahmadania, Esmaeil, et.al. 2011. Using Waste Plastic Bottles as
Additive for Stone Mastic Asphalt. Materials and Design,
Elsevier. 32: 4844-4849.
Ahmadinia, Esmaeil, et.al. 2011. Using Waste Plastic Bottles as
Additive for Stone Mastic Asphalt. Materials and Design,
Elsevier. 32: 4844-4849.
Aldridge D. Foamed concrete. Concrete 2000;34(4):20–2.
Al-Hdabi A., Nageim H. A., Ruddock F., & Seton L. Laboratory
Studies to Investigate The Properties of Novel Cold-Rolled
Asphalt Containing Cement and Waste Bottom Ash. Road
Materials and Pavement Design, Volume 15, Issue 1.
Ali N, dkk, 2013, Study Penggunaan Serat Ijuk Sebagai Bahan
Tambah Pada Aspal Porus Liquid Asbuton, Konferensi
NasionalTeknik Sipil VII, UNS Surakarta.
Ali N., Samang L., Tjaronge, M.W., & Ramli M.I. (2012).
Experimental study on effects of flood puddle to
durability of asphaltic concrete containing Refined
Butonic Asphalt. Journal of The Eastern Asia Society for
Transportation Studies, 9: 1364-1375.
American Institute of steel construction 2010 Specification for
steel building (Aisc 360-10) aisc,Inc chicago,IL.
American Society of Civil Enggineers. 2010 Minimum desain load
for buildings and others Structures (ASCE 7-10)Reston VA

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 153


Amiruddin, A. Arwin, Adisasmita, Sakti A., dan Renta, Iskandar.
2012. Kajian Eksperimental Campuran HRS-WC dengan
Aspal Minyak dan Penambahan Aditif Lateks sebagai
Bahan Pengikat. Konferensi Nasional Teknik Sipil
(Konteks 6).
Anas Ali, M., 2010, Modul Kursus Singkat Perkerasan Beton
Semen, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia
Propinsi Riau.
Anderson, D. L., and Priestley, M. J. N. (1992). “In-plane shear
strength of masonry walls.” Proc., 6th Canadian Masonry
Symp., University of Saskatchewan, Saskatoon, SK,
Canada, 223–234.
Angelone, Silvia, et.al. 2015. Green Pavements: Reuse of Plastic
Waste in Asphalt Mixtures. Research Gate.
Anonim. 2013. Fenomena Sampah Plastik di Indonesia, (Online),
(http://inswa.or.id/?p=1026, diakses pada 12 Juli 2016).
Arianti, Nasrul & Balaka, Rudi. 2015. Analisis Pengaruh
Penggunaan Polypthylene Terepthalate (PET) terhadap
Karakteristik Marshall sebagai Bahan Tambah pada
Campuran LASTON AC-BC. Dinamika Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin.
ASTM (2000) Standard method of static load test for shear
resistance of framed walls for buildings. ASTM E 564-00.
American Society of Testing and Materials, West
Conshohocken, PA.
Badan Standarisasi Nasional, BSN (2002). Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2015.
Badan Standarisasi Nasional, BSN (2015). Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk 1729-2002 di Wilayah 2 Peta Gempa
Indonesia. Tugas Akhir Strata 1 no 11011536/SIP/2007.
Universitas Kristen Petra, Surabaya.

154 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Bancin, E. D. L., Lubis, K., & Mahda, N. (2021). PENGARUH
PEMAKAIAN TANAH MERAH SEBAGAI FILLER
PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC TERHADAP NILAI
MARSHALL. JOURNAL OF CIVIL ENGINEERING
BUILDING AND TRANSPORTATION, 5(1), 17–25.
https://doi.org/10.31289/jcebt.v5i1.5072
Bowels, J.E., (1992). Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah,
Erlangga, Jakarta
Bowels, J.E., (1992). Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah,
Erlangga, Jakarta
Bramble, Furniture. 2020. “7 MATERIAL RAMAH
LINGKUNGAN UNTUK BAHAN KONSTRUKSI.”
BLOG. Bramble Journal (blog). August 1, 2020.
https://www.bramblefurniture.com/journal/material-
rumah-ramah-lingkungan/.
Brown, R. E. (1977). Vibroflotation Compaction of Cohesionless
Soils. Journal of the Geotechnical Engineering Division.
ASCE. Vol. 103. No GTI2.
Brown, R. E. (1977). Vibroflotation Compaction of Cohesionless
Soils. Journal of the Geotechnical Engineering Division.
ASCE. Vol. 103. No GTI2.
C M Uang, Q S Yu And C S Gilton, 2000, Effects Of Loading
History On Cyclic Performance Of Steel Rbs Moment
Connections, 12 WCEE 2000 halaman 1294. Texas A&M
University, College station, USA..
Cheng-Chih Chen , Jen-Ming Lee, Ming-Chih Lin,2003,
Behaviour Of Steel Moment Connections With A Single
Flange Rib, Journal Engineering Stuctrure 25, rentang
halaman 1419-1428. National Chiao University, Hsincu,
Taiwan

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 155


Cheol-Ho Lee and Jae-Hoon Ki, 2004 Seismic Design Of Reduced
Beam Section (Rbs) Steel Moment Connections With
Bolted Web Attachment, College of Engineerin,
Cheol-Ho Lee; Sang-Woo Jeon; Jin-Ho Kim; Jae-Hoon Kim; Chia-
Ming Uang, 2004, Seismic Performance Of Reduced Beam
Section Steel Moment Connections: Effects Of Panel Zone
Strength And Beam Web Connection Method, Earthquake
Engineering Vancouver, Canada
Chu, J., Lo, S.C.R. & Lee, I.K. (1993).Instability of Granular Soils
Understrain Path Testing. Journal of Geotechnical
Engineering. Vol. 119
Chu, J., Lo, S.C.R. & Lee, I.K. (1993).Instability of Granular Soils
Understrain Path Testing. Journal of Geotechnical
Engineering. Vol. 119
Darmawan, Loa Wikarya. (1978). Konstruksi Baja 1. Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Daryanto, Y., dkk (1995). Studi Daya Dukung Tanah dengan
Cerucuk Bambu di pantai Utara kota
Semarang,Universitas Katolik Sugiyapranata Semarang
Daryanto, Y., dkk (1995). Studi Daya Dukung Tanah dengan
Cerucuk Bambu di pantai Utara kota
Semarang,Universitas Katolik Sugiyapranata Semarang
Das, B. M. (1985 &1995). Mekanika Tanah(Prinsip-prinsip
Rekayasa Geoteknik), Terjemahan oleh : Noor Endah
Mochtar dan Indrasurya B. Mochtar, Erlangga, Jakarta
Das, B. M. (1985 &1995). Mekanika Tanah(Prinsip-prinsip
Rekayasa Geoteknik), Terjemahan oleh : Noor Endah
Mochtar dan Indrasurya B. Mochtar, Erlangga, Jakarta
Dunn, dkk, (1992). Dasar-dasar Analisis Geoteknik, IKIP
Semarang Press, Semarang.

156 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Dunn, dkk, (1992). Dasar-dasar Analisis Geoteknik, IKIP
Semarang Press, Semarang.
Ferry Firmawan (2012) Karakteristik Dan Komposisi Limbah
(Construction Waste) Pada Pembangunan Proyek
Konstruksi. Available at :
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsulta
nagung/article/view/63/57. (Accessed: 04 October 2021).
Grim, R.E., (1953). Applied Clay Mineralogi, McGraw Hill Book
Comp., New York
Grim, R.E., (1953). Applied Clay Mineralogi, McGraw Hill Book
Comp., New York
Hadi, A. (1990). Peningkatan Kuat Dukung Tanah Dengan
Pondasi Cerucuk, digilib.itb.ac.id
Hadi, A. (1990). Peningkatan Kuat Dukung Tanah Dengan
Pondasi Cerucuk, digilib.itb.ac.id
Hamzah, R. A., Kaseke, O. H., & Manoppo, M. M. (2016).
PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN
PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA
CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS
ASPAL BETON – LAPIS AUS GRADASI SENJANG. 6.
Hardiyatmo, Hary Christady. (2014). Analisis dan Perancangan
Fondasi I. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. (2015). Analisis dan Perancangan
Fondasi II. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hary Christady Hardiyatmo (2013), Perancangan Perkerasan
Jalan dan Penyelidikan Tanah.Edisi-3, Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Hary Christady Hardiyatmo (2013), Stabilisasi Tanah Untuk
Perkerasan Jalan, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 157


Herman fithra (2018), Hubungan Antara Konsistensi
Perancangan, Pelaksanaan Dan Pengendalian Mutu Aspal
Beton Terhadap Penurunan Kinerja Jalan, Unimal Press,
Banda Aceh.
Herman Parung, dkk, 2013, Behaviour Of Castellated Steel Beam.
Hughes, J. M. O., Withers, N. J., and Greenwood, D. A. (1976). A
Field Trial of Reinforcing Effect of Stone Column in Soil.
Proc., Ground Treatment by Deep Compaction, Institution
of Civil Engineers, London
Hughes, J. M. O., Withers, N. J., and Greenwood, D. A. (1976). A
Field Trial of Reinforcing Effect of Stone Column in Soil.
Proc., Ground Treatment by Deep Compaction, Institution
of Civil Engineers, London
J.M. Ricles, Lehigh University, U.S.A. X. Zhang, Lehigh
University, U.S.A. J.W. Fisher, Lehigh University, U.S.A
L.W. Lu, Lehigh University, U.S.A , 2004, Seismic
Performance Of Deep Column-To-Beam Welded Reduced
Beam Section Moment Connections, Connections in Steel
Structures V, Amsterdam.
James Thoengsal (2018) Karakteristik dan Potensi Waste Material
Konstruksi. Available at :
http://jamesthoengsal.blogspot.com/p/blog-page_13.html.
(Accessed: 04 October 2021).
Juliet, R, (2006), Timbunan Badan Jalan diatas Tanah lunak
daerah Aie Pacah Kota Padang. Universitas Andalas
Padang.
Juliet, R, (2006), Timbunan Badan Jalan diatas Tanah lunak
daerah Aie Pacah Kota Padang. Universitas Andalas
Padang.
Kosashi.D (2007), PerancanganPerkerasan dan Bahan (Bahan
Kuliah), Peberbit ITB Press, Bandung.

158 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Kumalawati, A., & Mastaram, Y. (2013). ANALISIS PENGARUH
PEMAKAIAN ABU BATU APUNG SEBAGAI
PENGGANTI FILLER UNTUK CAMPURAN ASPAL.
Jurnal Teknik Sipil, 2, 10.
Manoppo, M. R. E. (2011). PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI
FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS -
WC. 1(2), 6.
Marga, B. (n.d.). SPESIFIKASI UMUM 2018. 1013.
Mehrdad Memari, Hussam Mahmoud, 2014, Performance Of
Steel Moment Resisting Frame With Rbs Connection
Under Fire Loading, Journal Engineering Stuctrure,
Volume 75, rentang halaman 126-138, Colorado State
University, Fort Collins, CO, USA
Mochtar, I. B. (2000). Teknologi Perbaikan Tanah dan Alternatif
Perencanaan pada Tanah Bermasalah (Problematic
Soils),Jurnal Teknik Sipil, FTSP ITS, Surabaya
Mochtar, I. B. (2000). Teknologi Perbaikan Tanah dan Alternatif
Perencanaan pada Tanah Bermasalah (Problematic
Soils),Jurnal Teknik Sipil, FTSP ITS, Surabaya
Murayama, S (1958). Method to Install Sand Piles by Vibrating
Casing Pipes, Japanese Patent No. 266080
Murayama, S (1958). Method to Install Sand Piles by Vibrating
Casing Pipes, Japanese Patent No. 266080
Nasution, Amriansyah. (2009). Analisis dan Desain Struktur
Beton Bertulang. Penerbit ITB, Bandung.
Nayak, S ; M. R. Babu, Dheerendra ; Shivashankar,R. ; James,
Naveen (2014).Performance of Granular Columns in
Dispersive Soils. Geotechnical Eng. 167 Vol.1

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 159


Nayak, S ; M. R. Babu, Dheerendra ; Shivashankar,R. ; James,
Naveen (2014).Performance of Granular Columns in
Dispersive Soils. Geotechnical Eng. 167 Vol.1
Nofrianto, H., Wahab, W., Syofian, N., & Wardi, S. (2021).
KAJIAN BAHAN PENGISI (FILLER) PADA
CAMPURAN PANAS ASPAL MATERIAL (AC-BC)
DENGAN PENGUJIAN MARSHALL. 11.
Omer W. Blodgett, Design Of Welded Structure, Open-Web
Expanded Beams and Girder, Section 4.7 - (1- 24).
Pasalli, D.A. (2012).Sifat-sifat Mortar dari Pasir Merauke di
Kabupaten Merauke Papua. Jurnal Ilmiah Mustek Anim
Ha Vol.1 No.1. 2012., ISSN 2089-6697
Pasalli, D.A. (2012).Sifat-sifat Mortar dari Pasir Merauke di
Kabupaten Merauke Papua. Jurnal Ilmiah Mustek Anim
Ha Vol.1 No.1. 2012., ISSN 2089-6697
Pasalli, D.A. (2014).Karakteristik Beton Non Struktur Dari Bahan
Lokal di Distrik Muting Merauke Perbatasan RI-PNG,
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.3 No.2. 2014., ISSN
2089-6697
Pasalli, D.A. (2014).Karakteristik Beton Non Struktur Dari Bahan
Lokal di Distrik Muting Merauke Perbatasan RI-PNG,
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.3 No.2. 2014., ISSN
2089-6697
Poerbo, Hartono. (2001). Struktur dan Konstruksi Bangunan
Tinggi Jilid I SistemStruktur dan Estetika. Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Poerbo, Hartono. (2001). Struktur dan Konstruksi Bangunan
Tinggi Jilid II Detail Struktur dan Konstruksi. Penerbit
Djambatan, Jakarta.

160 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Saeid Zahedi Vahid, S.A Osman, A. R.Khalim, Monotonic and
cyclic loading simulation of Structural steelwork beam to
column bolted connection with castellated beam,2013,
Journal of Engineering Science of Technology vol 8 No 4
416- 427.
Schueller, Wolfgang. (1989) Struktur Bangunan Bertingkat
Tinggi. PT Eresco Bandung, Bandung.
Scott L Jones, Gary T Fry And Michael D Engelhardt,2002,
Reduced Beam Section Welded Steel Moment Frames,
WCEE 2000, Texas A&M University, College station, USA
Setiawan, Agus. (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan
Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002).Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Silvia Sukirman, (2010). Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova
Bandung
SNI 15-2049-1994, Campuran beton semen dalam perkerasan
kaku, Jakarta.
Staal, I and Engelhardt, K (1976). Discussion, Ground Treatment
by Deep Compaction, Institution of Civil Eng., England
Staal, I and Engelhardt, K (1976). Discussion, Ground Treatment
by Deep Compaction, Institution of Civil Eng., England
Stefford, John dkk. (1986). Teknologi Kerja Kayu. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Sulianti, Ika et al. 2019. “Karakteristik Marshall Pada Campuran
Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) Dengan
Penambahan Styrofoam.” Forum Mekanika 8(2): 51–62.
Suryadi, N., (2008). Pemamfaatan Pasir Pulau Pecinan Dan
Kerikil Sungai Batanghari Wilayah Muara Tebo
Kabupaten Tebo Untuk Pembuatan Beton
Normal.repository ugm.ac.id

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 161


Suryadi, N., (2008). Pemamfaatan Pasir Pulau Pecinan Dan
Kerikil Sungai Batanghari Wilayah Muara Tebo
Kabupaten Tebo Untuk Pembuatan Beton
Normal.repository ugm.ac.id
Suryolelono, K.B., (2000).Analisis Stabilitas Lereng Timbunan
dengan Perkuatan Geosintetik, Media Teknik, No. 1,
Tahun XXI, Edisi Februari
Suryolelono, K.B., (2000).Analisis Stabilitas Lereng Timbunan
dengan Perkuatan Geosintetik, Media Teknik, No. 1,
Tahun XXI, Edisi Februari
Syahriyah, Dewi Rachmaniatus. 2016. “Penerapan Aspek Green
Material pada Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan di
Indonesia,” 8.
Syarul. 2019. “STUDI PENGGUNAAN RETONA UNTUK
PERENCANAAN POROUS ASPHALT.”
Terzaghi, K & R.B.Peck. (1993).Mekanika Tanah dalam Praktek
Rekayasa, Erlangga, Jakarta.
Terzaghi, K & R.B.Peck. (1993).Mekanika Tanah dalam Praktek
Rekayasa, Erlangga, Jakarta.
Thompson, Erica. L and Huppert, H. E (2007). Granular Column
Collapses : Further Experimental Results, Cambridge
University Press, J.Fluid Mech.(2007), Vol 575
Thompson, Erica. L and Huppert, H. E (2007). Granular Column
Collapses : Further Experimental Results, Cambridge
University Press, J.Fluid Mech.(2007), Vol 575
Tim Puslitbang Prasarana Transportasi (2002).Panduan
Geoteknik I : Proses Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar
Tanah Lunak., No.: Pt T-8-2002-B Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.

162 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Tim Puslitbang Prasarana Transportasi (2002).Panduan
Geoteknik I : Proses Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar
Tanah Lunak., No.: Pt T-8-2002-B Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Tjokrodimuljo, K., (2007). Teknologi Beton, Edisi Pertama, Biro
Penerbit, Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas
Gadjah Mada.
Tjokrodimuljo, K., (2007). Teknologi Beton, Edisi Pertama, Biro
Penerbit, Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas
Gadjah Mada.
Tonapa, Sandy and Parung H, Behavior of castellated beam –
columns subjected to monotonik and cyclic loadings,2015,
pp 147-152
Totomihardjo (2004), Bahan dan struktur Jalan Raya, Biro
Penerbit, KMTS-FT UGM, Yogyakarta
Utara, Universitas Sumatera. 2003. “Universitas Sumatera Utara
4.” : 4–16.
Utomo, Pontjo (2004).Daya Dukung Tanah Ultimit pada Pondasi
Dangkal di atas Tanah Pasir yang Diperkuat dengan
Geogrid,Civil Engineering Dimension, Vol.6. No.1 ISSN
1410-9530.
Utomo, Pontjo (2004).Daya Dukung Tanah Ultimit pada Pondasi
Dangkal di atas Tanah Pasir yang Diperkuat dengan
Geogrid,Civil Engineering Dimension, Vol.6. No.1 ISSN
1410-9530.
Wahyudi, P., (2005). Pengaruh Perbandingan Semen Dan Pasir
Terhadap Sifat-Sifat Mortar Dengan Pasir Agak
Halus,repository ugm.ac.id

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 163


Wahyudi, P., (2005). Pengaruh Perbandingan Semen Dan Pasir
Terhadap Sifat-Sifat Mortar Dengan Pasir Agak
Halus,repository ugm.ac.id
Wulfram I. Ervianto, Biemo W. Soemardi, Muhamad Abduh, dan
Surjamanto (2012) Kajian Reuse Material Bangunan
Dalam Konsep Sustainable Construction Di Indonesia.
Available At :
https://media.neliti.com/media/publications/141418-id-
kajian-reuse-material-bangunan-dalam-kon.pdf.
(Accessed: 04 October 2021).
Yap, Felix. (1993). Konstruksi Kayu. Penerbit Binacipta.
Yatnanta Padma Devia, Saifoe El Unas, W. Nariswari (2010)
Identifikasi Sisa Material Konstruksi Dalam Upaya
Memenuhi Bangunan Berkelanjutan (Construction Waste
Identification For Complying Sustainable Building).
Available At :
https://rekayasasipil.ub.ac.id/index.php/rs/article/view/1
73/171. (Accessed: 04 October 2021).
Yousef Ashrafi, Behzad Rafezy and W. Paul Howson, 2009,
Evaluation of the Performance of Reduced Beam Section
(RBS) Connections in Steel Moment Frames Subjected to
Cyclic Loading, Vol II WCE 2009, July 1 - 3, London,U.K.
Zornberg, Jorge G (2007). New Consepts in Geosynthetic-
Reinforced Soil,The University of Texas at
Austin.Anastasia Mega Hadut (2018) Kajian Pengelolaan
Sisa Material Konstruksi Terhadap Kontraktor Di
Yogyakarta Dan Kupang. Available
at:https://knpts.ftsl.itb.ac.id/wp-
content/uploads/2019/04/9.-kajian-pengelolaan-sisa-
material-konstruksi.pdf. (accessed: 04 october 2021).

164 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Zornberg, Jorge G (2007). New Consepts in Geosynthetic-
Reinforced Soil,The University of Texas at Austin
——— (2003) Standard test methods for cyclic (reversed) load test
for shear resistance of framed walls for buildings. ASTM
E 2126-02a. American Society of Testing and Materials,
West Conshohocken, PA.
“Apa itu beton hijau?(Green Concrete).” 2018. Web. ruang sipil
(blog). August 2018. https://www.ruang-
sipil.com/2018/08/apa-itu-beton-hijau-green-
concrete.html.
“Berbagai Alternatif Beton Ramah Lingkungan Untuk
Bangunan.” 2020. BLOG. Rumah.com (blog). July 9, 2020.
https://www.rumah.com/berita-
properti/2020/9/192143/berbagai-alternatif-beton-ramah-
lingkungan-untuk-bangunan.
“Hendrassukma - 2011 - Material Ramah Lingkungan Untuk
Interior Rumah Tin.Pdf.” n.d.
“Linoleum Berdasarkan Persaaan: Kelebihan dan Kekurangan.”
2021. Web. HomeRenovates (blog). 2021.
https://homerenovates.com/id/records/11807.
“Material Dari Hempcrete.Pdf.” n.d.
“MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN.” 2017. BLOG. BRITISH
INVASION (blog). December 26, 2017.
http://ssatriopuji.blogspot.com/2017/12/material-ramah-
lingkungan_26.html.
“Pengertian Material.Pdf.” n.d.
“Yuuwono - PENGEMBANGAN POTENSI BAMBU SEBAGAI
BAHAN BANGUNAN .Pdf.” n.d.
.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 165


Biodata Penulis:
Dr. Ir. Siti Nurjanah Ahmad.,ST.,MT
Lahir di Bau-Bau pada tanggal 06 Juni tahun
1969. Menyelesaikan kuliah strata satu
(Sarjana Teknik) pada tahun 1996 dari
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Muslim Indonesia Makassar.
Pada tahun 2002 meyelesaikan Program
Magister Program Studi Sistem dan Teknik
Transportasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Pada Tahun 2013 menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Insinyur di PPI Pusat Jakarta. Pada tahun
2014 mengikuti Program Doktor Teknik Sipil dan lulus pada
tahun 2019 dari Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Makassar. Sejak April Tahun 2006 diangkat menjadi Dosen PNS
Universitas Halu Oleo Kendari dan ditempatkan di Fakultas
Teknik Jurusan Teknik Sipil sampai sekarang.
Beberapa Buku referensi dan buku ajar yang telah dihasilkan
antara lain: Pengantar Sistem Transportasi, Pengantar
Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi, Transportasi
Perkotaan, Aspek Hukum Kontrak Konstruksi, dan beberapa
Book Chapter antara lain: Mitigasi Bencana Banjir (Analisis
Pencegahan dan Penanganannya), Modernisasi Transportasi
Massal di Indonesia, Sampah sebagai Sumber Energi Alternatif,
Manajemen Sumber Daya Manusia dan Antologi Dosen Merdeka.

166 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Isnaeny Maulidiyah Hanafie, S.T., M.T.,
lahir di Kota Makassar 08 Desember 1986.
Menyelesaikan pendidikan Magister S2
pada Program Studi Teknik Sipil di
Universitas Hasanuddin Makassar tahun
2015. Pengalaman sebagai Engineer di
bidang konstruksi pada beberapa
perusahaan hingga tahun 2018, dan sejak
2019 hingga saat ini bekerja sebagai Dosen pada Prodi D4 Jasa
Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung
Pandang. Hingga saat ini selain menjadi Dosen, penulis menjabat
sebagai salah satu Kepala Laboratorium Konstruksi Jurusan
Teknik Sipil.
Dr. Meny Sriwati, ST., MT, lahir pada
Kota Ujung Pandang pada tanggal 02 Mei
1985. Menyelesaikan kuliah Diploma III
pada Politeknik Negeri Ujung Pandang
2006 dan mendapat gelar Sarjana Teknik
pada S1 Stitek Dharma Yadi Makassar
pada 2008. Kemudian melanjutkan
Program Magister pada Universitas
Hasanuddin pada 2009 dan menyandang
gelar Magister Teknik pada tahun 2011. Lulus pada tahun 2018
dari Universitas Hasanuddin Program Doktoral Teknik Sipil.
Pada tahun 2010 bergabung menjadi Dosen Stitek Dharma Yadi
Makassar. Tahun 2018-2022 diamanahkan tanggung jawab
sebagai Ketua Prodi Teknik Sipil kemudian di amanahkan
sebagai Staff Ahli PT.Mitratama Indo Perkasa pada tahun 2020
sampai sekarang.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 167


Charles Kamba., ST., MT, lahir di Kota
Ujung Pandang pada tanggal 05 April
1979. Menyelesaikan Starata 1 pada
Universitas Kristen Indonesia Paulus
Program Studi Teknik Sipil dan mendapat
gelar Sarjana Teknik pada tahun 2004.
Melanjutkan Program Magister pada
Universitas Hasanuddin dan menyandang gelar Magister
Teknik pada tahun 2014. Dosen Prodi Teknik Sipil Universitas
Kristen Indonesia Paulus dengan Mata Kuliah Perancangan
Perkerasan Jalan, Perancangan Geometrik Jalan. Publikasi
Ilmiah yang telah diterbitkan diantaranya “Marshall
Characteristics Test On Hot Rolled Sheet Base Combine Using Nickel
Slag For Half Gap Graded“

Dr. Ir. Franky Edwin Paskalis Lapian, ST.,


M.Si., MT. lahir di Jayapura pada tanggal
31 Maret 1975. Menempuh pendidikan S-1
Teknik Sipil, di Universitas Sebelas Maret
Surakarta, selesai tahun 2000. Gelar S-2
(M.Si), Administrasi Publik diperoleh pada
tahun 2010 di Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi (STIA) Jakarta. Gelar S-2
(MT), Teknik Sipil di Universitas Hasanuddin bidang konsentrasi
Transportasi diperoleh pada Tahun 2015. Pada tahun 2019,
mengikuti studi profesi Insinyur (Ir) di Universitas Hasanuddin
Makassar. Tahun 2017 – sekarang, sementara melanjutkan studi
S-3 ilmu teknik sipil di Universitas Hasanuddin, bidang
konsentrasi Eco Material. Saat ini, dipercaya sebagai Kepala
Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) III Tanah Merah
pada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Merauke Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

168 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Lasty Dinulfy Risfawany, ST., MT. lahir di
Ujungpandang pada tanggal 16 April 1978.
Menyelesaikan kuliah dan mendapat gelar
Sarjana Teknik Arsitektur pada 07 Juni 2004.
Ia merupakan alumni Jurusan Teknik
Fakultas Arsitektur Universitas
Hasanuddin Makassar. Tahun 2010
mengikuti Program Magister Teknik
Arsitektur dan lulus pada tahun 2014 dari
Universitas Hasanuddin Makassar. Pada tahun 2019 diangkat
menjadi Dosen Universitas Kristen Indonesia Paulus dan
ditempatkan di Fakultas Teknik pada program studi Teknik Sipil.
Mansyur, ST., MT., lahir di Bone pada
tanggal 15 Mei 1983. Pada Tahun 2006,
menyelesaikan Studi S-1 Teknik Sipil di
Universitas Haluoleo. Gelar S-2 (MT)
Teknik Sipil diperoleh pada tahun 2013 di
Universitas Hasanuddin, pada bidang
konsentrasi Struktur Material. Pada tahun
2019 sampai sekarang, sementara
melanjutkan studi S-3 ilmu teknik sipil di
Universitas Hasanuddin. Pada tahun 2014 bergabung menjadi
Dosen Tetap di Universitas Sembilanbelas November Kolaka.
Aktivitas publikasi ilmiah baik nasional maupun internasional
dimulai sejak tahun 2017.
Alfauzsia Syam, ST. Lahir di Enrekang pada
tanggal 16 November 1998. Menyelesaikan
kuliah di Univesitas Fajar Makassar dan
mendapat gelar Sarjana Teknik pada tahun
2021. Aktif menulis buku dimulai sejak tahun
2021 dan buku yang ditulis dengan judul
naskah “Aspal Buton Sebagai Bahan Tambah pada Campuran
Beraspal.

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 169


Wayan Mustika, ST., MT, lahir di
Gianyar-Bali pada tanggal 25 Oktober
1978. Menyelesaikan kuliah pada
Program D3 Teknik Sipil Universitas
Halu-Oleo pada tahun 2000 dengan gelar
ahli madya teknik sipil (A.Md.),
melanjutkan ke jenjang S1 Teknik Sipil
pada Universitas Sulawesi Tenggara
(Unsultra) dan memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada tahun 2010. Selanjutnya Program Magister
dengan gelar Magister Teknik diperoleh pada Universitas
Udayana di Bali pada tahun 2015. Sejak tahun 2003 bekerja pada
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Halu-Oleo dengan status
sebagai Laboran. Kemudian setelah menyelesaikan Program
Magister beralih dari tenaga kependidikan (Laboran) menjadi
tenaga pendidik (Dosen) pada Fakultas Teknik Universitas Halu-
Oleo. Mata kuliah yang diampu diantaranya adalah mata kuliah
Teknologi Bahan dan Konstruksi, Mekanika Tanah, Teknik
Pondasi dan lain-lain. Beberapa penelitian dalam bidang
teknologi bahan yang pernah dilakukan antara lain :
Pemanfaatan Slag Nikel sebagai Bahan Campuran Beton,
The effect of clamshells partial substitution of coarse aggregates
on the mechanical properties of shellfish concrete (Berang) ,
Properties of concrete paving blocks made with nickel slags,
The mechanical properties of fly-ash-stabilized sands.

170 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Dr. Ir. Miswar Tumpu, ST., MT., CST lahir
di Ujung Pandang pada tanggal 23 Februari
1995. Menempuh pendidikan S-1 Teknik
Sipil, di Universitas Hasanuddin Makassar,
selesai tahun 2016. Gelar S-2 (MT) Teknik
Sipil diperoleh pada tahun 2018 di
Universitas Hasanuddin, pada bidang
konsentrasi Struktur Material. Pada tahun
2019, mengikuti studi profesi Insinyur (Ir) di
Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 2020 mengukuti
pelatihan sebagai Construction Safety Trainer (CST) melalui Balai
Jasa Konstruksi Wilayah VI Provinsi Sulawesi Selatan. Tahun
2021 telah menyelesaikan studi S-3 ilmu teknik sipil dalam
bidang Eco Material dan Rekayasa Gempa Struktur di
Universitas Hasanuddin. Pada tahun 2019 bergabung menjadi
Dosen di Universitas Fajar. Aktivitas publikasi ilmiah baik
nasional maupun internasional terindeks scopus dimulai sejak
tahun 2018.
Dr.Ir.Didik Suryamiharja S.Mabui,ST.,
MT., IPM lahir di Kota Serui Kepulauan
Yapen pada tanggal 08 Juli 1980.
Menyelesaikan kuliah pada Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS) dan
mendapat gelar Sarjana Teknik Sipil pada
tahun 2004. Kemudian melanjutkan
Program Magister pada Institut Teknologi
Sepuluh November (ITS) dan menyandang gelar Magister
Teknik pada tahun 2010. Lulus pada tahun 2020 dari Universitas
Hasanuddin Program Doktoral Teknik Sipil. Pada tahun 2010
bergabung menjadi Dosen Universitas Yapis Papua. Tahun 2021
diamanahkan tanggungjawab sebagai Wakil Rektor III di
Universitas Yapis Papua (Uniyap). Program Program Studi
Teknik Sipil di Lingkungan Fakultas Teknik dan Sistem

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 171


Informasi Universitas Yapis Papua hingga sekarang. Aktifitas
menulis buku dimulai sejak tahun 2020.
Ari Kusuma, ST., MT, lahir di Kota Ujung
Pandang pada tahun 1977. Menyelesaikan
kuliah pada Universitas Kristen Indonesia
Paulus dan mendapat gelar Sarjana Teknik
pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan
Program Magister pada UKIP dan
menyandang gelar Magister Teknik pada
tahun 2011. Lulus pada tahun 2013 dari
Universitas Kristen Indonesia Paulus. Pada tahun 2012
bergabung menjadi Dosen Universitas Kristen Indonesia Paulus
Pada Fakultas Teknik Aktifitas menulis buku dimulai sejak tahun
2021 dan telah tercatat 5 buku yang ditulis diantaranya berjudul
Modernisasi Teknologi Moda Transportasi Udara, Mitigasi
Bencana Banjir, Pengelolaan Potensi Desa, dan
Implementasi dan Implikasi Pembangunan berkelanjutan,
Yafet, ST. Lahir di kaleok pada tanggal 15
Desembar 1998. Menyelesaikan kuliah di
Univesitas Fajar Makassar dan mendapat
gelar Sarjana Teknik pada tahun 2021. Aktif
menulis buku dimulai sejak tahun 2021 dan
buku yang ditulis berjudul “Limbah
Styrofoam Sebagai Campuran Aspal”

172 Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi)


Dr. Ir. Irianto, ST., MT lahir di Cabbenge
Sopeng pada tanggal 20 Juni 1979.
Menempuh pendidikan S-1 Teknik
Pertambangan, di Universitas Sains dan
Teknologi Jayapura, selesai tahun 2002. Gelar
S-2 (MT) Teknik Sipil diperoleh pada tahun
2012 di Universitas Hasanuddin, pada
bidang konsentrasi Perencanaan
Infrastruktur. Pada tahun 2020, mengikuti studi profesi Insinyur
(Ir) di Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 2021,
menyelesaikan studi S-3 ilmu teknik sipil di Universitas
Hasanuddin. Merupakan salah satu Dosen di Universitas Yapis
Papua.
Ida Gubaiha Wasolo, ST lahir di sepa pada
tanggal 27 Juni 1998. Ia lulus dari Universitas
Fajar dan memperoleh gelar sarjana teknik pada
tahun 2021. Ia aktif menulis buku sejak tahun
2021 dan telah menulis buku judul naskah
"Sampah Sabut Sabut Dalam Campuran Aspal"

Pemanfaatan Material Alternatif (Sebagai Bahan Penyusun Kosntruksi) 173


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai