Anda di halaman 1dari 3

Nama : Adinda Gladys Hartisya (03)

Oma

Namaku Adinda Gladys Hartisya, panggil saja aku Adys. Orang -orang yang
sayang padaku memanggilku dengan nama itu, katanya manis. Aku lahir di
Kendari tempat Oma tinggal pada 20 Desember 2006. Aku anak pertama dari tiga
bersaudara, dan kebetulan aku anak perempuan satu-satunya.

Aku tinggal bersama Ayah, Mamah, dan Adikku di Makassar setelah 2 tahun di
kendari dan meninggalkan Oma dan Opa yang tetap disana.

Ibuku berasal dari suku Bugis tetapi lahir di Kendari. Parasnya cantik, kata orang
mirip blasteran Arab yang ternyata mirip dengan Oma (Ibu dari Ibu) ku. Dahulu,
Oma bagai primadona di daerahnya. Paras cantik ala Timur Tengah berada di
sekeliling warga lokal membuatnya terlihat lebih mencolok, begitu juga dengan
Ibuku

Aku pertama kali bertemu Oma saat Oma berumur 63 tahun, sudah tua ya?? tapi
saat itu Oma masih dengan paras cantiknya dan tubuh bugarnya. Saat aku kecil
Oma selalu memasakkanku makanan yang enak, jadi yaa sedikit banyak turunan
pintar masak ku turun dari Mamah dan Oma.

“Kurusumanga anak” aku tidak tahu apa arti sebenarnya dari kalimat itu, tapi aku
selalu dengar ucapan itu keluar dari mulut Oma saat aku bersin, saat Oma
memelukku, dan saat aku menguap. Dengan kebiasaan itu, aku merasa disayang
dan diperhatikan. Namun sayangnya, makin kesini makin jarang kami bertemu
dan aku menjadi jarang mendengar kalimat itu.

Karena harus LDR (Long Distance Relationship) dengan Oma Opa, akhirnya
kami membuat plan untuk mengunjungi rumah Oma Opa tiap tahunnya. Saat Hari
Raya datang atau saat libur sekolah, kami sekeluarga pasti datang mengunjungi
rumah Oma untuk sekedar melepas rindu.

Suatu hari, kami mendapat kabar bahwa Oma jatuh sakit. Ada 2 penyakit yang
Oma derita hingga dokter menyarankan untuk Oma istirahat dengan baik dirumah
dan mengkonsumsi obat yang sudah diresepkan. Namun, 2 bulan kemudian tidak
ada perubahan pada kondisi kesehatan Oma.

Akhirnya, Oma dilarikan ke rumah sakit dan mendapat perawatan intensif. Seiring
berjalannya waktu, kondisi Oma semakin membaik. Mungkin karena sering
ditelfon cucunya juga ya?? atau kalau makan selalu disuap Opa??
Setelah 2 minggu di rumah sakit, Oma sudah boleh pulang ke rumah dengan
catatan tidak boleh beraktivitas berat dulu, “YEYY” adalah kata pertama yang aku
dan adikku ucapkan setelah mendengar kabar tersebut.

Selama masa recovery oma dirumah, aku, Mamah, Ayah, dan Adikku selalu
menghubungi Oma dan Opa untuk menanyakan kabar dan kondisinya. “hai Oma
Opa… apa kabar??” “sudah makan belum??” “tadi makan apa??” “Oma badannya
sudah enakan??” “Opa jaga kesehatan juga yaa biar tetap sehat” dan banyak
pertanyaan lain yang kami lontarkan untuk mereka.

Saat libur sekolah tiba, kami sudah berencana untuk mengunjungi Oma dan Opa.
Namun sayangnya kondisi kesehatan Oma drop lagi bahkan lebih parah dari
sebelumnya. Jenis penyakitnya bertambah dan harus mendapat perawatan yang
ekstra walau dirawat dirumah. Mendengar kabar tersebut membuat kita semua
bergegas untuk ke rumah Oma untuk menjenguknya.

Sesampainya disana, aku melihat Oma dengan kondisi yang berbeda dari biasanya
rasanya seperti tidak percay dengan apa yang terjadi. Tapi mau bagaimana lagi?
Mungkin sudah takdir Tuhan.

Selama disana aku dan adikku selalu menemani Oma bercanda, menyuapi makan
dan bermain bersama Oma. Selain agar Oma semangat melawan penyakitnya,
agar Oma juga tahu kalau Oma tidak sendiri. “Ada Adys, Bregas dan Lanang kok
disini Oma” ucapku saat bermain dengan Oma.

Menghabiskan 1 minggu dirumah oma opa rasanya tidak cukup, tapi kami juga
punya kepentingan masing - masing di Makassar. “Adys pamit dulu ya Oma, nanti
balik kesini lagi tapi janji Oma sudah harus sembuh yaa??” ucapku sambil dibalas
senyum hangat Oma.

Berat rasanya, meninggalkan Oma yang belum 100% smbuh dari penyakitnya.
Namun kehidupanku juga harus berlanjut kan??.

“Aku yakin, 1 minggu lagi juga Oma bakal sembuh” ucapku dalam hati saat
menginjakkan kaki keluar dari rumah Oma.

Sepulang dari rumah Oma semua berjalan baik - baik saja, hingga 2 minggu
setelah kami pulang dar rumah Oma, beliau drop kembali dan harus dirawat di
ICU. Selama 2-3 minggu Oma di ICU Mamah bolak - balik mengunjungi Oma.

“Bantu doain oma ya nak, siapa tahu kalau didoakan sama cucu kesayangannya
doanya jadi lebih manjur” sering terdengar kata - kata ini keluar dari mulut
mamah setiap kali akan berangkat ke Kendari.

Hingga 3 bulan setelahnya, kami mendapat kabar bahwa Oma sudah tiada. Rasa
kecewa dengan diri sendiri pasti ada. “Andai saat itu aku memeluk Oma lebih
lama” “andai saat itu aku tidak meninggalkan Oma untuk pergi ke pasar”
“andai…andai…andai..”. Hanya kata - kata itu yang terulang di kepalaku.

Tidak ada yang bisa marah atas takdir kepulangan Oma ini dan tidak ada yang
perlu disesai karena sutau hal. Semua sudah menjadi takdir Tuhan dan kita
manusia tidak bisa mengubahnya.

Anda mungkin juga menyukai