Anda di halaman 1dari 3

Perbandingan Kebijakan deadles dan Raffles di bidang politik,

sosial, budaya di hindia Belanda

1).Kebijakan Deadless dalam bidang politik


Membatasi pengaruh kekuasaan kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia terhadap aspek-
aspek kehidupan masyarakat
Membagi pulau Jawa menjadi 23 karisidenan
Kedudukan Bupati sebagai penguasa tradisional daerah diubah menjadi pegawai dibawah
pemerintah kolonial
Membagai wilayah Jawa bagian timur menjadi 5 prefektur (setingkat provinsi) yaitu
Surabaya, Sumenep, Rembang, Pasuruan, Gresik.

2).Kebijakan Daendels dalam bidang sosial


Rakyat dipaksa melakukan kerja rodi untuk membangun Jalan Anyer–Panarukan
Perbudakan dibiarkan berkembang
Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan, atau sultan
Membuat jaringan pos distrik menggunakan kuda pos

3).Kebijakan Daendels dalam bidang budaya


Membiarkan budaya
Membuat apapun yang membuat pribumi menjadi lebih patuh
Menerapkan sistem kasta
Kebijakan Raffles dalam bidang politik
Membagi pulau Jawa menjadi 18 keresidenan
Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi
sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat
Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka
peroleh secara turun-temurun
Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan
Kebijakan Raffles dalam bidang budaya Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)
Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya dia melanggar undang-undangnya sendiri
dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli
dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang
sedang kekurangan tenaga kerja, sedangkan di Batavia Raffles menetapkan pajak yang tinggi
bagi pemilik budak Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan
melawan harimau kebijakan raffles

1). Kebijakan Raffles di bidang politik


Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan (berlangsung hingga 1964), yang dibagi lagi
menjadi beberapa distrik.
Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi
sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat. Sistem pemerintahan feodal oleh Raffles
dianggap dapat mematikan usaha-usaha rakyat.
Penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang diperoleh secara turun-temurun. Mereka
kemudian dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di bawah kekuasaan
pemerintah pusat. Politik memecah belah juga menjadi salah satu kebijakan Inggris di
Indonesia.

2).Kebijakan Raffles di bidang sosial


Penghapusan kerja rodi (kerja paksa). Penghapusan perbudakan, meskipun pada praktiknya
Raffles melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis
perbudakan. Peniadaan pynbank, yaitu hukuman kejam dengan melawan harimau.

3).Kebijakan Raffles di bidang budaya


1. Pengelolaan tanah dengan sistem "Landrent".
2. Membatalkan monopoli dagang.
3. Pelestarian budaya dan arkeologi melalui lembaga Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen.
4. Dukungan pada pendidikan, penelitian ilmiah, dan pendirian Raffles Institution di
Singapura.
5. Aturan terhadap perlakuan terhadap budak.
6. Reformasi administratif untuk efisiensi pemerintahan.
7. Pemeliharaan pemerintahan tradisional.
8. Pelestarian lingkungan dan hutan tropis.
Latar belakang berakhirnya kekuasaan Deadless dan Raffles di
Hindia belanda

Herman Willem Daendels adalah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang
memerintah dari tahun 1808 hingga 1811. Daendels dikenal karena reformasi besar-besaran
yang ia lakukan selama masa pemerintahannya. Beberapa tindakan yang diambilnya
termasuk memperbaiki sistem jalan dan transportasi, merombak sistem militer, dan
meningkatkan pemerintahan daerah.
Namun, kebijakan-kebijakan Daendels yang kontroversial dan otoriter juga membuatnya
tidak populer di kalangan rakyat Hindia Belanda. Beberapa tindakan yang diambilnya,
seperti memaksa warga Hindia Belanda untuk bekerja membangun jalan, dan
menghapuskan pajak-pajak yang memberikan keuntungan kepada elit kolonial,
membuatnya banyak dikecam.
Selain itu, kebijakan-kebijakan Daendels yang berseberangan dengan kepentingan Inggris
juga membuatnya kurang disukai oleh pihak Inggris, yang pada saat itu sedang berperang
dengan Prancis, sekutu Belanda.
Pada akhirnya, kekuasaan Daendels di Hindia Belanda berakhir pada tahun 1811 ketika
Inggris menyerbu dan menaklukkan pulau Jawa, yang pada saat itu menjadi basis
kekuasaannya. Setelah kekalahan tersebut, Daendels dipecat dan digantikan oleh Letnan
Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens.
Meskipun berakhirnya kekuasaan Daendels di Hindia Belanda adalah akibat dari invasi
Inggris, namun kebijakan-kebijakannya yang kontroversial dan otoriter juga telah
membuatnya kurang populer di kalangan rakyat dan elite kolonial.
Setelah kekalahan Inggris dalam Perang Napoleon, Hindia Belanda kembali menjadi wilayah
kekuasaan Belanda. Namun, reformasi-reformasi yang dilakukan oleh Daendels tetap
berdampak pada pembentukan Hindia Belanda modern di masa depan, dengan peningkatan
infrastruktur dan pembangunan sistem pemerintahan yang lebih baik.
Selain itu, keberhasilan Daendels dalam mempertahankan Batavia (sekarang Jakarta) dari
serangan Inggris selama tiga bulan juga membuatnya dihormati di kalangan masyarakat
Jawa. Ia dikenal sebagai tokoh yang berani dan tegas, meskipun kebijakan-kebijakannya
dianggap kontroversial.
Secara keseluruhan, meskipun kekuasaannya di Hindia Belanda berakhir dengan kekalahan
dari Inggris, Daendels tetap diingat sebagai tokoh penting dalam sejarah kolonial Belanda,
terutama dalam hal reformasi infrastruktur dan pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai