Anda di halaman 1dari 24

PEMBENTUK INTENSI PERILAKU KORUPTIF

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Anti Korupsi

Dosen: Dr. Drs. Engkus, SE, M. Si

Disusun oleh: Kelompok 2

Kelas: AP/G/V

Su’fatul Ulum Mutatun Afia 1168010268

Susan Julianti 1168010272

Wulan Damayanti 1168010297

ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018

1
PEMBENTUK INTENSI PERILAKU KORUPTIF
Sufatul Ulum Mutatun Afia1, Susan Julianti2, Wulan Damayanti3
Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung,
Jln. A.H. Nasution 105 Bandung 40614
E-mail: sufatulafia@gmail.com, susanjulianti250@gmail.com,
wulandamayanti1998@gmail.com

FORMING CORRUPT BEHAVIOR INTENTION

ABSTRACT

Increasing corruption cases that occurred in Indonesia, increasingly


showing concern for this nation. Because the perpetrators of corruption in
Indonesia have been carried out by people who have authority in their positions.
And forming corrupt behavioral intentions based on planned behavior theory
(intention of behavior), intention (intention) is the most important component in
shaping behavior, and more important than attitude. Own intention is the result
obtained from a combination of three components, namely: attitude toward the
behavior, subjective norm, and perceived behavior control. And in building
positive intentions (intentions) can be done by being aware of themselves, the
intention of anti-corruption behavior, and Student-Centered Learning.

Key word: Koruption; Intention; Behavior

2
ABSTRAK

Peningkatan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, semakin


memperlihatkan keprihatinan bangsa ini. Karena pelaku dari tindak pidana
korupsi di Indonesia telah banyak dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
wewenang dalam jabatannya. Dan pembentuk intensi perilaku koruptif
berdasarkan teori perilaku yang direncanakan (theory of planned behavior), niat
(intensi) merupakan komponen yang paling penting dalam membentuk perilaku,
dan lebih penting daripada sikap. Niat sendiri merupakan hasil yang diperoleh dari
gabungan tiga komponen, yaitu: attitude toward the behavior, subjective norm,
dan perceived behavior control. Dan dalam membangun intensi (niat) yang positif
dapat dilakukan dengan menyadari diri, intensi perilaku anti korupsi, dan
Pembelajaran Berpusat Siswa (Student-Centered Learning).

Kata Kunci: Korupsi; Intensi; Perilaku.

3
A. PENDAHULUAN

Korupsi sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam


masyarakat Indonesia dapat dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi
budaya. Korupsi mengakibatkan sebagian besar rakyat Indonesia menderita dan
hidup dalam kemiskinan, penanggulangan korupsi menjadi PR bersama
mengingat korupsi berkembang begitu pesat bagaikan jamur hingga merambah ke
instansi terbawah sekalipun. Korupsi membawa banyak sekali pengaruh negatif
yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, antara lain dampaknya
terhadap demokrasi, terhadap perekonomian negara, dan tentu saja terhadap
kesejahteraan umum negeri ini. Banyak sekali contoh-contoh kasus tindak pidana
korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi di Indonesia dipahami sebagai perilaku
pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan
penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Dan apa
yang membentuk intensi perilaku koruptif tersebut akan dibahas dalam makalah
kami.

B. KERANGKA KONSEPTUAL
Pembentuk intensi perilaku

Definisi Korupsi

Pembentuk intensi Theory of Planned


perilaku korupsi Behavior
korupsi

Mewujudkan intensi
positif yang kuat

Tipologi Korupsi

4
Intensi Perilaku Koruptif

Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa intensi adalah hal yang
berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau
berperilaku tertentu. Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu
usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Intensi menurut Corsini (2002) adalah
keputusan bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk melakukan suatu
tindakan, baik itu secara sadar atau tidak sadar. Menurut Sudarsono (1993)
menyatakan intensi adalah niat, tujuan, keinginan untuk melakukan sesuatu,
mempunyai tujuan. Ajzen (2005), menyatakan bahwa intensi adalah indikasi
seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa
besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan perilaku.4
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala: salah pakai dan salah urus dari kekuasaan,
demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. 5

C. METODE

Sebagaimana yang disampaikan Sugiyono, (2014 : 1) bahwa metode


penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasar pada pendapat tersebut, maka metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif,
sebagaimana Sugiyono (2014 :11), mengatakan bahwa :

“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui


nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan
variabel lainnya.”
4
http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com/2016/04/definisi-intensi.html
5
Kartono, kartini. 1999. Patologi Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal: 80

5
Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik bahwa (1)
penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu fenomena apa adanya
dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan obyektivitas, dan
dilakukan secara cermat. (2) tidak adanya perlakuan yang diberikan atau
dikendalikan, dan (3) tidak adanya uji hipotesis.

Dari kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode


penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan,
menginterpretasikan sesuatu fenomena, seperti kondisi, situasi, atau keadaan yang
ada dengan menggunakan prosedur ilmiah utnuk menjawab masalah secara nyata
dan aktual.

Dengan demikian, peneliti beranggapan bahwa penelitian ini


menggunakan metode studi literatur, karena peneliti mengutip berdasarkan
sumber-sumber dari buku dan artikel.

1. Sumber Data.

Sumber data dalam proses penelitian diperlukan untuk mendukung


lancarnya suatu proses penelitian. Dalam penelitian ini, menggunakan dua sumber
data, yaitu sebagai berikut: (a) Data Primer.Menurut Sugiyono, (2011 : 255) data
primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh penelitian secara
langsung dari sumber data. (b) Data Sekunder. Menurut Sugiyono, (2011 : 225)
data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua).

2. Instrumen Penelitian.

Menurut Sugiyono (2014:119), instrumen penelitian adalah suatu alat yang


digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Dalam
penelitian kualitatif, dalam Sugiono, (2013 : 398) yang menjadi instrumen atau
alat penelitian adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus “divalidasi”.
Validasi terhadap peneliti, meliputi; pemahaman metode penelitian kualitatif,
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk
memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logiknya.

6
3. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam


penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Sebagaimana yang dikemukakan Sugiyono (2013 : 401), tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang digunakan ialah sebagai berikut :

a. Observasi.

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2014: 166) mengemukakan pengertian


observasi sebagai berikut :

“Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang


tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara yang
terpenting dalam proses pengamatan dan ingatan”.

Sedangkan observasi menurut James A. Black dan Dean (2009:


286), dalam arti yang lebih sempit adalah mengamati (watching) dan
mendengar (listening) perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa
melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang
memugkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tingkat
penafsiran analisis. Berdasar pada pendapat tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa observasi ialah teknik pengumpulan data melalui proses
pengamatan, ingatan, dan mendengarkan perilaku orang atau fenomena yang
menjadi objek penelitian dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan
berdasarkan jenisnya menurut Sugiyono (2014 : 166) teknik pengumpulan
data dengan observasi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: (1)Observasi
Berperanserta (Participant Observation).

b. Wawancara (Interview).

7
Menurut Sugiyono (2014 : 157), wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil. Dalam pelaksanaannya terdapat dua jenis wawancara yaitu:

1) Wawancara Terstruktur (Structured interview)

Menurut Sugiyono (2014 :157) wawancara terstruktur digunakan sebagai


teknik pengumpulan data, apabila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dengan wawancara
terstruktur, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara sebanyak 61 pertanyaan. Selain itu juga, peneliti menggunakan alat
bantu seperti tape recorder, gambar, browsur, dan material lain yang dapat
membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.

2) Wawancara tidak Terstruktur.

Menurut Sugiyono (2014 : 160) wawancara tidak terstruktur adalah


wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun seacara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya,
maka dari itu, peneliti melakukan wawancara dengan mengembangkan jawaban
dari hasil wawancara terstruktur yang perlu dikembangkan, sehingga
menghasilkan temuan-temuan penelitian.

Pelaksanaan wawancara baik secara terstruktur maupun tidak struktur,


dilakukan sebanyak tiga tahap dalam waktu yang terpisah, dengan karakteristik
informan yang berbeda satu sama lain .

c. Studi Dokumentasi.

Studi dokumentasi, yang di kemukakan Sugiyono (2013 : 422) yaitu


sebagai berikut :

“Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen


bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,

8
sejarah kehidupan (life history), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa
dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

d. Informan Penelitian.

Informan penelitian yaitu individu, orang, maupun sekelompok


orang yang benar-benar mengetahui suatu permasalahan tertentu yang dapat
diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa
pernyataan, keterangan, atau data-data yang dapat membantu dalam
berlangsungnya penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah


dirumuskan. Sebagaimana Sugiyono (2013 : 428), menyatakan bahwa analisis
data adalah :

“Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh


dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya.sehingga
dapat mudah dipahami, dilakukan dengan mengorganisasikan data,
menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.

Sedangkan menurut Ulber Silalahi (2012 : 332), analisis data adalah


proses penyederhanaan data dan penyajian data dengan mengelompokkan dalam
suatu bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahap Reduksi Data.

Reduksi data menurut Sugiyono (2013 : 431), berarti merangkum,


memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Sedangkan menurut Ulber Silalahi

9
(2012 : 339), reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.

Berdasar pada pengertian diatas maka, tahap reduksi yang peneliti lakukan
ialah peneliti merangkum, memilih data-data hasil observasi dan wawancara yang
pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang penting, data yang tidak perlu di
buang dan tidak dilanjutkan analisisnya.

Sehingga hasil reduksi lebih jelas melihat gambaran mengenai kualitas


pelayanan perpustakaan berbasis RFId untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan selanjutnya, dengan memberikan kode-kode pada aspek-aspek yang di
pandang hal yang baru, asing, belum memiliki pola, sehingga hal-hal tersebut
yang dijadikan perhatian peneliti dalam mereduksi data.

b. Tahap Penyajian Data.

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,


hubungan antar kategori, Flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan
Huberman (Sugiyono, 2013: 434) menyatakan “the most frequent form of display
data for qualitatives research data in the past has been narrative text”. Yang
artinya paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Conclusion Drawing/Verification.

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013 : 438), penarikan


kesimpulan dan verifikasi merupakan langkah ketiga yang didasarkan pada
reduksi dan penyajian data, untuk mengungkapkan makna dari setiap bagian data
yang telah diperoleh atau terkumpul, dan kemudian menghubungkan antara
makna dan data yang satu dengan yang lainnya.6

6
Engkus, dkk. Kualitas Pelayanan Perpustakaan Berbasis Radio Frequency Identification

10
D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Definisi Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau corruptus yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut para
ahli bahasa, corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, suatu kata dari Bahasa
Latin yang lebih tua. Kata tersebut kemudian menurunkan istilah corruption,
corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptie/korruptie (Belanda) dan
korupsi (Indonesia).7

Menurut Asyumardi Mazar, pengertian korupsi adalah berbagai tindakan


gelap dan tidak sah (illicit or illegal activities) untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau kelompok.

Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan


jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala: salah pakai dan salah urus dari kekuasaan,
demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. 8

Delict korupsi, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP


adalah: kejahatan atau kesalahan, ataupun perbuatan –perbuatan yang bisa dikenai
tindak dan sanksi hukum.

Pengertian korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap
orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada
7
https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/
8
Kartono, kartini. 1999. Patologi Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal: 80

11
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.

Korupsi merupakan benalu sosial yang merusak sendi-sendi struktur


pemerintahan, dan menjadi hambatan paling utama bagi pembangunan. Ada orang
mengatakan, korupsi merupakan “seni hidup”, dan menjadi salah satu aspek
kebudayaan kita.

Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat, yang
memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai
akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang
berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat
dihormati. Mereka ini juga menduduki status sosial yang tinggi.

Dalam praktek, korupsi sukar sekali bahkan hampir-hampir tidak mungkin


diberantas. Sebab, amat sulit memberikan pembuktian-pembuktiannya, lagi pula
sulit mengejarnya dengan dasar-dasar hukum. Namun ekses perbuatan korupsi
sangat merugikan negara dan bangsa. Hingga saat ini korupsi merupakan bahaya
latent, dan ditanggapi secara serius baik oleh pemerintah sendiri, maupun oleh
bagian-bagian dari masyarakat.

2. Pembentuk Intensi Perilaku Korupsi

Setiap manusia harus selalu berusaha untuk mencapai kesesuaian antara


sikap dan perilakunya, khususnya yang mengarah pada pembentukan perilaku
yang berdasarkan pertimbangan moral. Pada umumnya siapa pun akan puas bila
dapat mewujudkan perilakunya sesuai dengan sikapnya terhadap sesuatu. Orang
yang senang menggambar atau bersikap positif terhadap aktivitas menggambar
akan puas saat bisa mewujudkan kesenangannya itu dengan membuat lukisan
indah. Sebaliknya, orang yang tidak menyetujui sesuatu, misalnya tindakan
korupsi atau bersikap negatif terhadap korupsi, belum tentu dia bisa mewujudkan
perilaku sesuai dengan sikapnya. Belum tentu dia benar-benar tidak melakukan
tindakan korupsi.

12
Ketidakberhasilan mewujudkan perilaku sesuai dengan sikap, dapat
menimbulkan ketidakpuasan, tetapi juga mungkin tidak. Salah satu faktor
penentunya adalah norma subjektif orang yang bersangkutan. Apabila dia
memegang erat norma mengenai korupsi, kegagalannya untuk tidak melakukan
tindakan korupsi akan menimbulkan ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri.
Namun apabila dia tidak memegang erat norma mengenai korupsi, mungkin ada
nilai-nilai lain yang lebih kuat, misalnya nilai ekonomi, maka dia tidak akan
mengalami kekecewaan terhadap dirinya sendiri.

2.1. Teori Perilaku yang Direncanakan (Theory of Planned


Behavior)

Menurut theory of planned behavior (teori perilaku yang direncanakan)


yang dikemukakan oleh Izek Ajzen, dinyatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditampilkan karena alasan tertentu, yaitu bahwa orang tersebut berpikir tentang
konsekuensi tindakannya dan mengambil keputusan secara hati-hati untuk
mencapai hasil tertentu dan menghindari hal-hal yang lainnya.

Berdasarkan teori tersebut, niat (intensi) merupakan komponen yang


paling penting dalam membentuk perilaku, dan lebih penting daripada sikap. Niat
sendiri merupakan hasil yang diperoleh dari gabungan tiga komponen, yaitu:

1) Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward the behavior)

Sesuai dengan teori tersebut, hal ini dapat diterapkan untuk menjelaskan
bagaimana terbentuknya perilaku yang direncanakan. Meski demikian teori ini
tidak dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku-perilaku lain yang bersifat
spontan. Berdasarkan gambaran tentang keterkaitan antara perilaku dengan
beberapa komponennya seperti dikemukakan di atas, maka menjadi lebih jelas
alasan sikap dan perilaku seseorang tidak selalu dapat seiring.

Sikap seseorang terhadap perilaku tertentu, merupakan konsekuensi yang


dihasilkan dari dua faktor, yaitu keyakinan mengenai konsekuensi perilaku

13
tertentu dan penilaian terhadap akibat yang mungkin timbul. Tiap-tiap faktor
ini dapat bervariasi antar indvidu dalam menentukan sikap terhadap perilaku
tertentu. Contoh dua orang yang sama-sama meyakini bahwa penyelundupan
BBM ke luar negeri dapat meningkatkan penghasilan. Yang satu menilai
bahwa hal ini beresiko tinggi merugikan negara dan dapat membuahkan
tuduhan subversif, sementara orang yang lainnya menilai bahwa hal itu sebagai
peluang emas yang tidak terlalu mengandung resiko.

2) Norma subjektif (sujective norm)

Norma subjektif menurut Izek Ajzen adalah keyakinan seseorang mengenai


apa yang harus dilakukannya menurut pikiran orang lain, beserta kekuatan
motivasinya untuk memenuhi harapan tersebut. Untuk melakukan sesuatu yang
penting, biasanya seseorang akan mempertimbangkan lebih dulu apa harapan
orang lain (orang-orang terdekat dan masyarakat) tehadap dirinya. Namun
harapan-harapan orang lain terhadap diri seseorang tidak sama pengaruhnya,
ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung diabaikan. Harapan
dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi orang yang
bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, akan lebih mendorong
kemungkinan seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan tersebut.

3) Persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control).

Persepsi kontrol perilaku atau dapat disebut dengan kontrol perilaku adalah
persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku
tertentu (Ajzen, 2005).

Untuk menjelaskan mengenai persepsi kontrol perilaku ini, Ajzen


membedakannya dengan locus of control atau pusat kendali yang dikemukakan
oleh Rotter (1975; 1990). Pusat kendali berkaitan dengan keyakinan individu
yang relatif stabil dalam segala situasi. Persepsi kontrol perilaku dapat berubah
tergantung situasi dan jenis perilaku yang akan dilakukan. Pusat kendali
berkaitan dengan keyakinan individu tentang keberhasilannya melakukan

14
segala sesuatu, apakah tergantung pada usahanya sendiri atau faktor lain di luar
dirinya (Rotter, 1975).9

Jadi, perceived behavioral control yaitu acuan kesulitan dan kemudahan


untuk memunculkan suatu perilaku. Ini berkaitan dengan sumber dan
kesempatan untuk mewujudkan perilaku tersebut. Misalnya lingkungan
disekeliling individu yang korup atau kesempatan korupsi yang besar/mudah
akan meningkatkan intensi individu untuk melakukan perilaku korupsi.

3. Mewujudkan Intensi Positif yang Kuat

Di atas telah dijelaskan bahwa ada tiga komponen yang berkombinasi


menentukan niat (intensi) seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu, yaitu
sikap terhadap tingkah laku, norma subjektif dan keyakinan mampu
mengendalikan perilaku. Selanjutnya adalah seberapa besar kekuatan niatlah yang
menentukan terwujudnya perilaku. Apakah seseorang dapat mewujudkan perilaku
tertentu, seperti melepaskan diri dari kebiasaan korupsi, kecanduan obat-obatan
terlarang, kebiasaan berbohong dan lain-lain, dan membentuk perilaku yang lebih
positif, terutama dapat dilihat dari kekuatan niatnya. Untuk mewujudkan niat yang
kuat, langkah awal yang perlu dilakukan adalah:

1. Menyadari Diri.

Bagaimanapun, sikap awal kita terhadap perilaku tertentu, apakah senang


(setuju) atau tidak senang (tidak setuju), niat kita untuk membangun perilaku
tertentu yang positif dapat diperkokoh dengan menyadari norma-norma agama
yang pada dasarnya paling hakiki dalam melandasi perilaku kita sebagai orang
yang bermartabat di hadapan Sang Pencipta. Untuk memperkuat niat harus
diusahakan memperbesar keyakinan bahwa kita mampu mengendalikan perilaku

9
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-perilaku-terencana-atau-theory-of-
planned-behavior/4897

15
kita agar sesuai dengan tujuan. Ini dapat dicapai melalui cara selalu berpikir
positif terhadap diri kita sendiri setelah kita berusaha mengenali diri kita sendiri.10

2. Intensi Perilaku Anti-Korupsi.

Pada dasarnya korupsi merupakan perilaku yang dimunculkan oleh


individu secara sadar dan disengaja. Secara psikologis terdapat beberapa
komponen yang menyebabkan perilaku tersebut muncul. Setiap perilaku yang
dilakukan secara sadar berasal dari potensi perilaku (perilaku yang belum
terwujud secara nyata), yang diistilahkan dengan intensi. Potensi intensi perilaku
tersebut adalah sikap, yang terdiri dari tiga faktor yaitu kognisi, afeksi dan
psikomotor, di mana ketiganya bersinergi membentuk suatu perilaku tertentu.
Dengan demikian, perilaku korupsi/anti-korupsi yang dimunculkan oleh individu
didasari oleh adanya intensi perilaku korupsi/anti-korupsi yang didalamnya terjadi
sinergi tiga faktor kognisi, afeksi dan psikomotorik. Metode mata kuliah anti-
korupsi hendaknya memberikan sinergi yang seimbang antara ketiga komponen
tersebut, sehingga benar-benar dapat berfungsi untuk memperkuat potensi
perilaku anti-korupsi peserta didik. Pada dasarnya potensi anti-korupsi ada pada
diri setiap individu peserta didik, dan adalah tugas Guru untuk memperkuatnya.

3. Pembelajaran Berpusat Siswa (Student-Centered Learning).


SCL merupakan orientasi baru pendidikan yang dianggap lebih tepat dalam
membentuk kompetensi utuh siswa. Konsep SCL yang dimaksud, yakni:
a. Pembelajaran merupakan proses aktif peserta didik yang mengembangkan
potensi dirinya.
b. Pengalaman aktif peserta didik harus bersumber/relevan realitas sosial,
masalah-masalah yang berkaitan profesi, berkaitan masalah-masalah sosial
seperti pelayanan umum, dan lain-lain.

10
https://rukantokas.wordpress.com/2010/08/14/mewujudkan-perilaku-sesuai-dengan-
sikap/

16
c. Di dalam proses pengalaman ini peserta didik memperoleh inspirasi dan
termotivasi utk bebas berprakarsa, kreatif dan mandiri.
d. Pengalaman proses pembelajaran merupakan aktifitas mengingat,
menyimpan dan memproduksi informasi, gagasan-gagasan yang
memperkaya kemampuan dan karakter peserta didik.11

4. Tipologi Korupsi
Korupsi sudah mewabah dan terjadi di mana-mana, korupsi bukan hanya
soal penjabat publik yang menyalahgunakan jabatannya, tetapi juga soal orang,
setiap orang menyalahgunakan kedudukannya, dengan de,ikian akan memperoleh
uang dengan mudah, yang memang bertujuan untuk memperkaya dirinya sendiri
dan kroni-kroninya.

Korupsi dapat terjadi bila peluang dan keinginan dalam waktu yang
bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari sebelah mana saja. Misalnya, suap yang
ditawarkan pada seorang penjabat atau seorang penjabat meminta (atau bahkan
memeras) uang pelicin. Orang yang menawarkan suap melakukannya karena ia
menginginkan sesuatu yang bukan haknya, dan ia menyuap penjabat bersangkutan
supaya penjabat itu mau mengabaikan peraturan, atau karena ia yakinpenjabat
bersangkutan tidak akan mau memberikan kepadanya apa yang sebenarnya yang
menjadi aknya tanpa imbalan uang.

Korupsi terjadi di setiap lapisan masyarakat, tidak saja penjabat yang


duduk di pemerintahan, tatpi setiap kelas dalam masyarakat tidak lepas dari apa
yang dinamakan dengan korupsi. Klasifikasi KKN yang terjdi di dalam
masyarakat, secara garis besar dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Kelas bawah
KKN yang dilakukan secara kecil-kecilan, namun berdampak luas
karena menyangkut ujung tombak dari pelaksanaan birokrasi. KKN pada
tingkat ini dilakukan, pada dasarnya adalah untuk sekadar bertahan hidup,
baik bagi lembaga ujung tombak birokrasi itu sendiri maupun kehidupan

11
Harto, Kasinyo. Pendidikan Anti Korupsi. 2014. Vol. 20, No. 1.

17
awaknya. Hal ini dilakukan pda umumnya dengan mempersulit pelayanan
yang seharusnya dapat dipermudah. Berbagai penyebab dari meluasnya
KKN semacam ini, yang utama dan strategis adalah karena kecilnya gaji
dan krangnya sarana untuk dapat melakukan fungsinya secara wajar,
namun kemudian berubah menjadi semacam kenikmatan yang
kecederungannya harus dipertahankan oleh yang bersangkutan.
2. Kelas menengah
KKN yang dilakukan oleh pegawai negeri dan awak birokrasi
lainnya, dengan menggunakan kekuasaan atau kewenangan yang ada
padanya, karena kedudukannya yang strategis, walaupun tidak memegang
kunci kebijakan. KKN pada tingkat ini, tidak lagi sekadar bertahan hidup,
namun sudah untuk mempertahankan posisi dan menambah kekayaan. Hal
ini sudah berkaitan erat dengan dengan upaya link dengan penentu
kebijakan pemosisian sumber daya manusia pada tiap lembaga. Hal ini
terjadi mulai dari tahapan rekruitmen sampai dengan keputusan penetuan
jabatan (posisi, jenisnya, lamanya dan sebagainya).
3. Kelas atas
KKN yang dilakukan oleh para penentu kebijaksanaan, yang dalam
pelaksanaanya bekerja sama dengan para konglomerat atau para pelaku
bisnis multinasional, dengan cara-cara yang sukar untuk di-deteksi,
karena hasil-hasil KKN semacam ini, biasanya telah mengakomondasi
hukum dan perundang-undangan, di samping pergerakan finansial sebagai
hasil keuntungan KKN semacam ini, telah memanfaatkan rekening bank
internasional sebagai sarana mobilitas dana hasil KKN .

Dari klasifikasi di atas, dapat di pahami bahwa masalah KKN di


Indonesia, merupakan problem yang terjadi pada semua tingkat lapisan
masyarakat. Pada tingkat yang lebih bawah menjadi masalah besar karena
kuantitas pelaku yang besar, sedangkan pada tingkat yang lebih atas menjadi
masalah besar karena kuantitas pelibatan dana yang besar.

18
Bentuk-bentuk korupsi yang paling umum dikenal sebagaimana dikutip
oleh Jeremy Pope dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of
Offical Corruption, Asian Journal of Public Administration, Vol. 10 No. 1 Tahun
1998, yakni sebagai berikut.

1. Berkhianat, subversi, transaksi luar negeri ilegal, penyeludupan.


2. Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah,
menipu dan mencuri.
3. Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan
menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi,
menggelapkan pajak, serta menyalagunakan dana.
4. Menyalahgunakan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan,
memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan
memperdaya, memeras.
6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksianpalsu,
menahan secara tidak sah, menjebak.
7. Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti
benalu.
8. Penyuapan dan menyogokan, memeras, mengutip pungutan, dan meminta
komisi.
9. Menjegal pemilihan umum, memalsu kartu suara, membagi-bagi wilayah
pemilihan umum agar bisa unggul.
10. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan
pribadi, membuat laporan palsu
11. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat
izin pemerintah,
12. Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan
pinjaman uang.
13. Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan.
14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.

19
15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin, dan hiburan, perjalanan yang
tidak pada tempatnya
16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
17. Perkoncoan, menutupi kejahatan.
18. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan
pos.
19. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak
istimewa jabatan.

Choesnon sebagaimana dikutip oleh Artidjo Alkostar (2013) membedakan


macam-macam atau jenis perbuatan korupsi sebagai berikut :

1. Korupsi jenis halus


Korupsi jenis ini lazim di sebut uang siluman, uang jasa gelap,
komisi gelap, macam-macam pungutan liar, dan sebagainya. Tindak
kejahatan seperti ini boleh dikatakan tak tergolong oleh sanksi hukum
positif.
2. Korupsi jenis kasar
Korupsi jenis ini kadang-kadang masih dapat di jerat oleh hukum
kalau kebetulan kepergok alias terungkap basah, beberapa contoh
umpamanya menggelapkan uang negara yang di percayakan kepada
seorang bendaharawan, mempribadikan milik negara, mempribadikan
benda-benda milik ahli waris (yang notabene tak berdosa) dari oknum-
oknum yang terjerat oleh hukum karena politik dan lain-lainnya. Korupsi
kasar semacam inipun sering juga masih bisa luput darijeratan hukum
karena rupa-rupa faktor “ada main” (hubungan tahu sama tahu yag saling
menguntungkan) dan sebagainya.
3. Korupsi yang sifatnya admnistratif manipulatif
Korupsi semacam ini agak lebih sukar untuk diteliti, kalaupun
memang ada dilakukan penelitian oleh yang berwenang. Umpamanya
adalah ongkos-ongkos perjalanan dinas yang sebenarnya sebagian atau
seluruhnya tidak pernah dijalani, ongkos pemeliharaan kendaraan milik

20
negara yang cepat rusak karena terlalu sering dipakai untuk keperluan
pribadi, ongkos perbaikan pembangunan pemerintah dengan biaya yang
sengaja dilebih-lebihkan, (over begroot), ongkos pemugaran rumah
pribadi, dan sebagainya.

Alatas sebagaimana dikutip Chaerrudin (2013) mengembangkan tujuh


tipologi korupsi sebagai berikut :

1. Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara


seorang donor yang resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan
pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau
orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi.
3. Korupsi Investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan
investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan dimasa datang.
4. Korupsi Nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus
baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek
bagi keluarga dekat.
5. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat
mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam
(insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
dirahasiakan.
6. Korupsi Suportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi
intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan.
7. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka
mempertahankan diri dan pemerasan.

Berdasarkan tujuan orang yang mendorong orang melakukan korupsi,


pada pokoknya korupsi dapat dibagi menjadi dua, yakni sebagai berikut.

1. Korupsi politis.

Korupsi popitis merupakan penyelewangan kekuasaan yang lebih


mengarah ke permainan-permainan politis yang kotor, nepotisme,

21
klientelisme, penyalahgunaan pemungutan suara, dan sebagainya. Arnold
A.Rogow dan Harold D.Lasswell menyebut para penjabat yang melakukan
korupsi politik sebagai game politician (politisi pendapatan). Latar
belakang psikologis yang mendorong korupsi politis adalah keinginan-
keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, keinginan untuk
dituankan, dan dianggap sebagai pemimpin oleh sebanyak mungkin orang.
Maka deprivasi (perasaan kehilangan atau kekurangan) yang dialami oleh
penjabat-penjabat itu berkaitan dengan nilai-nilai perbedaan (different
values), yaitu perasaan bahwa dirinya berbeda dari orang lain, merasa diri
sendiri lebih pintar atau lebih besar dari orang-orang lain, sehingga pantas
untuk memperoleh pengakuan, penghormatan, dan kekuasaan yang besar
atas orang-orang tersebut.

2. Korupsi material.
Korupsi material kebanyakan berbentuk manipulasi, penyuapan,
penggelapan, dan sebagaina. Korupsi material lebih didorong oleh
keinginan untuk memperoleh kenyamanan hidup, kekayaan, dan
kemudahan dalam segala aspek. Jadi deprvasi yang dialami oleh penjabat-
penjabat yang melakukan korupsi material terutama menyangkut nilai-
nilai kesejahteraan (welfare values), sehingga korupsi yang dilakukannya
kebanyakan ditunjukan untuk memperoleh keuntungan material yang
sebanyak-banyaknya.12

12
Hafidz, Arsyad Jawade. 2013. Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum
Administrasi negara). Jakarta Timur. Sinar Grafika.hlm:21-26

22
E. SIMPULAN

Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan


jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala: salah pakai dan salah urus dari kekuasaan,
demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Berdasarkan theory of planned behavior, niat (intensi) merupakan


komponen yang paling penting dalam membentuk perilaku, dan lebih penting
daripada sikap. Niat sendiri merupakan hasil yang diperoleh dari gabungan tiga
komponen, yaitu: attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived
behavior control.

Untuk mewujudkan niat atau intensi positif yang kuat, langkah awal yang
perlu dilakukan adalah menyadari diri, intensi perilaku anti korupsi, dan
Pembelajaran Berpusat Siswa (Student-Centered Learning).

23
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Hafidz, Arsyad Jawade. (2013). Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum
Administrasi negara). Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Harto, Kasinyo. (2014). Pendidikan Anti Korupsi, Intizar, Vol. 20, No. 1
Kartono, kartini. (1999). Patologi Sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Internet:

Rukanto. Mewujudkan Perilaku Sesuai dengan Sikap. Diakses dari


https://rukantokas.wordpress.com/2010/08/14/mewujudkan-perilaku-
sesuai-dengan-sikap/ Pada tanggal 26 September 2018 pukul 22.18
Pratama, Hari Yoga. Apa yang dimaksud dengan Teori Perilaku Terencana atau
Theory of Planned Behavior. Diakses dari https://www.dictio.id/t/apa-
yang-dimaksud-dengan-teori-perilaku-terencana-atau-theory-of-planned-
behavior/4897 Pada tanggal 26 September 2018 pukul 22.35
Zakky. Pengertian Korupsi secara Umum, Menurut Para Ahli dan Undang-
Undang. Diakses dari https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/
pada tanggal 26 September 2018 pukul 22.30

24

Anda mungkin juga menyukai