Nama Penulis:
Suprihatin, Ed.D
Leliana Lianty, M.Pd
2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) dalam jabatan merupakan guru yang sudah
mengajar di sekolah luar biasa (SLB) dan mengajar di sekolah penyelenggara inklusif,
melalui PPG ini diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi pedagogik dan
profesional dalam bidang ilmu pendidikan luar biasa, khususnya menguasai strategi, prinsip-
prinsip yang digunakan dalam pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar spesifik.
Setelah mengikuti PPG ini, diharapkan mahasiswa yang merupakan guru dapat lebih
profesional dalam memberikan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan pendekatan
pembelajaran, prinsip-prinsip pembelajaran dan menggunakan strategi yang tepat bagi
peserta didik berkesulitan belajar spesifik.
3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh mahasiswa PPG untuk
materi pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar spesifik. Materi belajar dalam
Kegiatan Belajar 3 ini sebaiknya dibaca dan dipahami secara cermat dan secara sistematis,
sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh terkait peserta didik berkesulitan belajar
spesifik.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini, diharapkan mahasiswa PPG
dapat menguasai konsep teoritis pendekatan pembelajaran dan strategi pembelajaran bagi
peserta didik berkesulitan belajar yang dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik berkesulitan belajar.
I II III IV V VI
Kelompok A (Umum)
3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
Kelompok B (Umum)
Keterangan:
1. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten
lokal
3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri
sendiri
4. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
5. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 35 menit
6. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 40% dari waktu
kegiatan tatap muka pelajaran yang bersangkutan
7. Satuan Pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya dan
faktor lain yang dianggap penting
8. Untuk mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya, satuan pendidikan wajib
menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan untuk setiap
semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap semesternya
9. Khusus untuk Madrasah Ibtidaiyah struktur kurikulum dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan yang diatur oleh Kementerian Agama
10. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib), usaha
kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan lainnya sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing satuan Pendidikan
11. Pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran Tematik-Terpadu kecuali
mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
VII VIII IX
Kelompok A
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5
7. Bahasa Inggris 4 4 4
Kelompok B
8. Seni Budaya 3 3 3
Keterangan:
b. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat
c. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten
lokal
d. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri
sendiri
e. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
f. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 40 (empat puluh) menit
g. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 50% dari waktu
kegiatan tatap muka pelajaran yang bersangkutan
h. Satuan Pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta faktor lain yang dianggap penting namun
diperhitungkan pemerintah, maksimal 2 (dua) jam/minggu
i. Untuk mata pelajaran Seni Budaya, satuan pendidikan wajib menyelenggarakan
minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan. Peserta didik mengikuti salah satu
aspek yang disediakan untuk setiap semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap
semesternya
j. Untuk mata pelajaran Prakarya dan/atau mata pelajaran Informatika, satuan
pendidikan menyelenggarakan salah satu atau kedua mata pelajaran tersebut. Peserta
didik dapat memilih salah satu mata pelajaran yaitu mata pelajaran Prakarya atau
mata pelajaran Informatika yang disediakan oleh satuan Pendidikan
k. Dalam hal satuan pendidikan memilih mata pelajaran Prakarya, satuan pendidikan
wajib menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan. Peserta
didik mengikuti salah satu aspek yang disediakan untuk setiap semester, aspek yang
diikuti dapat diganti setiap semesternya
l. Khusus untuk Madrasah Tsanawiyah struktur kurikulum dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan yang diatur oleh Kementerian Agama
m. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib), usaha
kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan lainnya sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing satuan Pendidikan
X XI XII
Kelompok A (Umum)
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Umum)
7. Seni Budaya 2 2 2
Kelompok C (Peminatan)
Keterangan:
1. Mata pelajaran Kelompok A dan C merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan
dan acuannya dikembangkan oleh pusat.
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten lokal.
3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri
sendiri.
4. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
5. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 45 menit.
6. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 60% dari waktu
kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
7. Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan
faktor lain yang dianggap penting, namun yang diperhitungkan Pemerintah maksimal
2 (dua) jam/minggu.
8. Untuk Mata Pelajaran Seni Budaya dan Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan,
satuan pendidikan wajib menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang
disediakan. Peserta didik mengikuti salah satu aspek yang disediakan untuk setiap
semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap semesternya.
9. Khusus untuk Madrasah Aliyah struktur kurikulum dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan yang diatur oleh Kementerian Agama.
10. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib), usaha
kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan lainnya sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing satuan pendidikan.
X XI XII
1. Matematika 3 4 4
2. Biologi 3 4 4
3. Fisika 3 4 4
4. Kimia 3 4 4
II. Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial
1. Geografi 3 4 4
2. Sejarah 3 4 4
3. Sosiologi 3 4 4
4. Ekonomi 3 4 4
Demikianlah struktur kurikulum yang berlaku bagi peserta didik pada umumnya di
setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Karena kurikulum untuk peserta didik berkesulitan
belajar spesifik secara khusus memang tidak ada, maka mereka harus menggunakan
kurikulum umum yang berlaku bagi peserta didik pada umumnya. Dalam penggunaan
kurikulum ini, memang harus ada modifikasi secara khusus, terutama materi pembelajaran
yang akan diberikan kepada mereka. Materi dimodifikasi dan disesuaikan dengan kesulitan
belajar yang dialami oleh peserta didik.
1. Peta Kompetensi SD
Tabel 5 Kompetensi Inti Jenjang SD
Kompetensi Inti Kelas I Kompetensi Inti Kompetensi Inti
Kelas II Kelas III
1. Menerima dan 1. Menerima dan 1. Menerima dan
menjalankan ajaran menjalankan ajaran menjalankan
agama yang dianutnya agama yang ajaran agama yang
dianutnya dianutnya
2. Memiliki perilaku 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
jujur, disiplin, perilaku jujur, perilaku jujur,
tanggung jawab, disiplin, tanggung disiplin, tanggung
santun, peduli, dan jawab, santun, jawab, santun,
percaya diri dalam peduli, dan percaya peduli, dan
berinteraksi dengan diri dalam percaya diri dalam
keluarga, teman, dan berinteraksi dengan berinteraksi
guru keluarga, teman, dengan keluarga,
dan guru teman, guru dan
tatangganya
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan
dengan cara dengan cara faktual dengan
mengamati mengamati cara mengamati
[mendengar, melihat, [mendengar, [mendengar,
membaca] dan melihat, membaca] melihat, membaca]
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di rumah dijumpainya di dijumpainya di
dan di sekolah rumah dan di rumah dan di
sekolah sekolah
5. Menyajikan 4. Menyajikan
pengetahuan pengetahuan
4. Menyajikan faktual dalam faktual dalam
pengetahuan faktual bahasa yang jelas bahasa yang jelas,
dalam bahasa yang dan logis, dalam sistematis dan
jelas dan logis, dalam karya yang estetis, logis, dalam karya
karya yang estetis, dalam gerakan yang estetis, dalam
dalam gerakan yang yang gerakan yang
mencerminkan anak mencerminkan mencerminkan
sehat, dan dalam anak sehat, dan anak sehat, dan
tindakan yang dalam tindakan dalam tindakan
mencerminkan yang yang
perilaku anak beriman mencerminkan mencerminkan
dan berakhlak mulia perilaku anak perilaku anak
beriman dan beriman dan
berakhlak mulia berakhlak mulia
Kompetensi Inti Kelas Kompetensi Inti Kompetensi Inti
IV Kelas V Kelas VI
1. Menerima, 1. Menerima, 1. Menerima,
menjalankan, dan menjalankan, dan menjalankan, dan
menghargai ajaran menghargai ajaran menghargai ajaran
agama yang dianutnya agama yang agama yang
dianutnya dianutnya
2. Menunjukkan 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
perilaku jujur, perilaku jujur, perilaku jujur,
disiplin, tanggung disiplin, tanggung disiplin, tanggung
jawab, santun, peduli, jawab, santun, jawab, santun,
dan percaya diri peduli, dan peduli, dan
dalam berinteraksi percaya diri dalam percaya diri dalam
dengan keluarga, berinteraksi berinteraksi
teman, guru, dan dengan keluarga, dengan keluarga,
tetangganya teman, guru, dan teman, guru, dan
tetangganya serta tetangganya serta
cinta tanah air cinta tanah air
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan pengetahuan
dengan cara faktual dengan faktual dengan
mengamati dan cara mengamati cara mengamati
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah dan rumah, di sekolah rumah, di sekolah
tempat bermain dan tempat dan tempat
bermain bermain
4. Memahami 4. Memahami 4. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan pengetahuan
dengan cara faktual dengan faktual dengan
mengamati dan cara mengamati cara mengamati
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah dan rumah, di sekolah rumah, di sekolah
tempat bermain dan tempat dan tempat
bermain bermain
Kompetensi inti yang harus dicapai oleh anak berkesulitan belajar spesifik juga sama
dengan kompetensi inti yang harus dicapai oleh anak pada umumnya. Sebagaimana kita
ketahui, anak berkesulitan belajar spesifik mempunyai kesulitan yang khusus sehingga
mereka memerlukan bantuan untuk mencapai semua kompetensi tersebut.
1. Pendekatan Perkembangan
Pendekatan ini menekankan pada kematangan keterampilan-keterampilan dalam
proses berpikir yang berkembang secara berurutan. Setiap individu berkembang ada
tahapannya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kemampuan anak dalam belajar
dipengaruhi oleh kondisi kematangan keterampilan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang
anak dapat berjalan dengan baik dipengaruhi oleh kemampuannya untuk berdiri dan
keterampilan menggerakkan kaki.
Beberapa penerapan dari pendekatan perkembangan ini dalam melihat permasalahan
peserta didik berkesulitan belajar adalah:1) penyebab utama dari kesulitan di sekolah
disebabkan oleh ketidakmatangan dalam berbagai keterampilan, 2) lingkungan
pendidikan seringkali menghambat peserta didik dalam belajar, sekolah harus merancang
pengalaman belajar untuk memperkuat perkembangan alami peserta didik berkesulitan
belajar, 3) konsep kesiapan terkait kondisi kematangan perkembangan dan pengalaman
awal yang dibutuhkan dapat dipelajari yaitu dengan memperkuat kemampuan prasyarat
atau kesiapan yang dibutuhkan untuk mempelajari kemampuan berikutnya.
2. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan pada proses berpikir, belajar, dan memperoleh
pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik. Asumsi dari pendekatan ini bahwa hasil
belajar peserta didik adalah sebuah pemahaman dan kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik saat ini dipengaruhi oleh kemampuan dalam pemrosesan informasi.
Prinsip dasar dari pendekatan ini mempercayai bahwa peserta didik berbeda dalam
kemampuan memahami proses dan menggunakan informasi, maupun faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.
Pendekatan ini mengharuskan guru untuk dapat membangun dan mengembangkan
fungsi-fungsi pemrosesan informasi yang menjadi kelemahan peserta didik berkesulitan
belajar. Selain itu pendekatan ini mengharuskan guru untuk dapat merancang
pembelajaran yang menguntungkan bagi peserta didik dengan memperkuat
kelemahannya.
3. Pendekatan Perilaku
Pendekatan ini menekankan pada bagaimana perilaku belajar dipertajam karena
adanya stimulus yang mengawali (antecedent) dan adanya penguatan (reinforcement)
yang menyertai respon. Asumsi dari pendekatan ini bahwa peserta didik belajar dengan
proses pembiasaan, pengulangan, dan latihan. Berdasarkan pendekatan ini pembelajaran
bagi peserta didik mekankan pada tugas-tugas yang harus dipelajari.
Pendekatan ini mengharuskan guru menentukan keterampilan-keterampilan khusus
yang ingin diajarkan secara jelas dan secara eksplisit mengajarkan setiap langkah atau
keterampilan. Lingkungan belajar harus terstruktur untuk memastikan peserta didik
memahami apa yang akan dipelajari.
Prinsip-prinsip pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar menurut
Samuel Kirk (1993) adalah:
Menentukan kebutuhan khusus dari peserta didik dengan melakukan proses
asesmen
Mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek secara berkala
Melakukan analisa terhadap tugas-tugas yang akan diajarkan
Memulai pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik
Menentukan bagaimana akan mengajarkan kemampuan tersebut
Memilih penghargaan yang sesuai bagi peserta didik
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai keberhasilan
Memberikan waktu kepada peserta didik untuk memperbanyak latihan
Memberikan umpan balik kepada peserta didik
Memantau kemajuan siswa secara berkesinambungan.
a. Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan proses membaca tingkat rendah (Tarigan, 2008),
dimana peserta didik yang membaca ditandai dengan adanya interaksi antara peserta
didik dengan simbol-simbol tulis yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa ujar
oleh peserta didik. Dalam membaca peserta didik belajar untuk:
Mengidentifikasi huruf dengan menyebutkannya
Mengucapkan bunyi lazim dari huruf-huruf
Menggabungkan bunyi dari huruf-huruf menjadi kata-kata yang bermakna.
Membaca kata-kata yang acak
Membaca kata, kemudian kaliamt, lalu teks yang lebih panjang.
Keterampilan dalam membaca permulaan terdiri dari kosa kata dasar, analisis bunyi
(kesadaran fonologis), struktur analisis, dan makna kata (Choate, 1995). Untuk
menguasai kosa kata dasar, prasyarat yang dibutuhkan adalah diskriminasi visual, peserta
didik harus mampu membedakan bentuk agar dapat membedakan bentuk-bentuk huruf
dalam proses membaca. Dari keseluruhan keterampilan yang harus dikuasai agar mampu
membaca, masing-masing keterampilan memiliki peran penting. Salah satunya adalah
analisis bunyi (kesadaran fonologis), kesadaran fonologis adalah mengetahui dan
mempraktikkan bahwa bahasa ujaran (lisan) dapat dipecah menjadi unit yang lebih kecil
(kata, suku kata, fonem), yang dapat dimanipulasi dalam sebuah sistem abjad atau
ortografi. Analisis bunyi (kesadaran fonologis) meliputi pembedaan, penghitungan, rima,
aliterasi, penggabungan, dan perubahan suku kata, rima awal, serta fonem.
Bentuk-bentuk kesulitan dalam membaca, diantaranya adalah:
Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh: mari-kemari, buku-bukuku
Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh: kompor-kopor, kepada- pada
Pembalikkan kanan-kiri (inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, angka dengan arah terbalik.
Contoh: buku-duku, palu-lupa
Pembalikkan atas-bawah (Reversal)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah.
Contoh: m-w, mamas-wawas, 6 - 9
Penggantian (Subtitusi)
Mengganti huruf atau angka
Contoh: nanas-mamas, meja-mega
b. Membaca Pemahaman
Ada lima konsep mengenai membaca, yaitu: 1) membaca sebagai sebuah
tindakan aktif dalam menelusuri makna; 2) membaca merupakan proses membangun
makna dari teks; 3) membaca adalah proses yang berstrategi; 4) membaca adalah
sebuah proses interaksi; 5) membaca sebagai kegiatan belajar bahasa yang merupakan
media bersosialisasi (Bos dan Vaughn, 2009: 243) .
Untuk mampu memahami sebuah bacaan ada keterampilan yang harus dikuasai
oleh peserta didik. Menurut Choate dan Enright (1992:174) membaca pemahaman
dibagi menjadi empat sub keterampilan, yaitu : literal comprehension (pemahaman
literal), intepretative comprehension (pemahaman interpretatif), critical comprehension
(pemahaman kritis), dan words in context (makna kata dalam konteks).
Pemahaman literal meliputi membaca dan memahami baris-baris yang terdapat
dalam teks untuk mengenal rincian-rincian urutan kejadian. Atau memahami makna
yang bersifat eksplisit termasuk di dalamnya mengenal urutan, dan fakta-fakta yang
secara eksplisit terdapat dalam teks.
Membaca interpretatif adalah memahami informasi yang tersembunyi dalam teks,
atau memahami makna yang terkandung di dalamnya. Pemahaman interpretatif meliputi
menemukan ide utama, sebab akibat, menggambarkan kesimpulan, dan meringkas isi
teks.
Berikutnya pemahaman kritis, adalah membaca untuk makna-makna yang bersifat
transplicit. Pemahaman kritis merupakan gabungan dari pemahaman literal dan
intepretatif. Rubin (Samsu, 2011: 23) berpendapat hal yang sama, bahwa pemahaman
kritis merupakan gabungan dari pemahaman sebelumnya yang melibatkan evaluasi,
evaluasi pribadi, dan kebenaran apa yang dibacanya.
Keterampilan terakhir adalah pemahaman makna kata dalam konteks merupakan
kelanjutan dari keterampilan mengenal kata pada tahap membaca pengenalan kata.
Peserta didik akan menyampaikan apa yang dibacanya jika dia dapat mengetahui kata
yang sesuai dengan konteks pada tiap-tiap kalimat.
Keterampilan membaca seseorang tidaklah datang dengan sendirinya, melainkan
melalui proses belajar bagaimana membaca itu dilakukan. Proses belajar membaca perlu
dilakukan karena melalui membaca seseorang mendapatkan pengalaman dan
memperoleh informasi demi keperluan ilmu pengetahuan.
Untuk memperoleh keterampilan membaca pemahaman seseorang harus melalui
proses pembelajaran. Menurut Wardani (Samsu, 2011: 34) proses pembelajaran
merupakan sistem yang sangat kompleks yang sering disebut sebagai kotak hitam yang
sukar dipahami. Sedangkan Santosa (Samsu, 2011:34) mengatakan pembelajaran
merupakan terjemahan dari instructional yakni proses memberi rangsangan kepada
peserta didik supaya belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
merupakan aktivitas memberi rangsangan kepada peserta didik agar mencapai
keterampilan membaca pemahaman.
Menurut McLaughlin (Farida, 2007:116) membaca pemahaman memiliki prinsip-
prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling mempengaruhi membaca
pemahaman, yaitu: 1) pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial; 2)
keseimbangan kerangka kerja kurikulum membantu perkembangan pemahaman; 3) guru
yang profesional mempengaruhi belajar peserta didik; 4) pembaca yang baik memegang
peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses membaca; 5) membaca
hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna; 6) peserta didik menemukan manfaat
membaca yang berasal dari teks pada berbagai tingkat kelas; 7) perkembangan kosakata
dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca; 8) pengikutsertaan adalah
suatu faktor kunci dalam proses pemahaman; 9) strategi dan keterampilan membaca
sudah biasa diajarkan; 10) asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran
membaca pemahaman.
Strategi dalam pembelajaran membaca pemahaman diantaranya adalah:
Collaborative Strategic Reading
Peserta didik berkesulitan belajar membaca harus berjuang untuk mampu
menguasai keterampilan membaca pemahaman, karena dalam membaca pemahaman
diperlukan perhatian yang cukup panjang terhadap beberapa hal. Oleh sebab itu
diperlukan strategi belajar yang mampu mengarahkan mereka dalam menguasai
keterampilan membaca pemahaman.
Collaborative strategic reading adalah strategi yang melibatkan peserta didik
secara berpasangan atau berkelompok serta mengajarkan peserta didik untuk
mencatat apa yang mereka pelajari melalui pembelajaran (Bos And Vaughn, 2009:
337). Strategi ini membantu peserta didik untuk memperbaiki keterampilan membaca
pemahaman, menambah kosa kata, dan bekerja sama dengan teman sebaya. Strategi
ini merupakan strategi yang dapat diajarkan pada semua level kelas (Bender, 2003:
156).
Menurut Christine (2001:23) collaborative strategic reading merupakan
strategi yang ideal untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Dalam
menggunakan strategi ini peserta didik ditempatkan dalam kelompok belajar
kolaboratif yang terdiri dari empat sampai enam orang peserta didik. Para peserta
didik bekerjasama untuk mencapai tugas utama dalam membaca pemahaman.
Dalam collaborative strategic reading peserta didik belajar melalui tiga
tahapan yang akan membawa mereka melalui kegiatan sebelum membaca, saat
membaca dan setelah membaca.
Dalam tahapan sebelum membaca kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta
didik yaitu Preview yang meliputi kegiatan brainstrorming yaitu mengaktifkan
pengetahuan mengenai suatu topik dan memprediksi, yang di dalam kegiatan ini
peserta didik diajarkan untuk melihat judul, kata kunci, gambar, dan informasi
lainnya untuk membantu mengidentifikasi apa yang mereka ketahui tentang suatu
topik untuk membuat perkiraan. Tujuan kegiatan ini adalah agar peserta didik
mampu menangkap pesan sebanyak-banyaknya dari bacaan, mengaktifkan
pengetahuan tentang topik, membuat prediksi tentang apa yang mereka baca, serta
mencari tahu ketertarikan mereka dalam topik hari itu.
Tahapan saat proses membaca terdapat dua kegiatan, pertama adalah click
and clunk. Click adalah bagian dari teks yang memberikan makna, sedangkan clunk
adalah bagian dari teks yang sulit dimengerti atau tidak jelas. Strategi ini didesain
untuk membantu peserta didik dalam memantau pemahaman mereka dan untuk
membantu memperbaiki pemahaman peserta didik. Dalam kegiatan ini ada dua
tahap, yaitu: (1) tahap monitor, yaitu memantau bagian atau kata yang sulit
dimengerti, (2) fix up, yaitu memperbaiki kata yang sulit dimengerti oleh peserta
didik. Kegiatan kedua yaitu getting the gist (mendapatkan inti sari cerita). Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk mengajarkan peserta didik untuk mengulangi kembali
dengan menggunakan kata-kata sendiri, untuk memastikan peserta didik memahami
apa yang mereka baca. Peserta didik mempelajari kegiatan ini dengan membaca
setiap bagian kemudian membuat pertanyaan sendiri dengan mengikuti pertanyaan
tentang apa, siapa, dan hal penting apakah yang ada dalam bacaan tersebut.
Tahapan terakhir adalah tahap setelah membaca, di dalam tahapan ini
kegiatannya adalah wrap-up (meringkas). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan memori tentang apa yang peserta didik
pelajari. Kegiatan pada tahap setelah membaca ini dibagi menjadi dua, yaitu: (1) ask
the question, peserta didik membuat pertanyaan dan jawaban tentang ide kunci/ide
pokok dari bacaan dan mendiskusikan apa yang telah mereka dapat dari bacaan
dengan menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, mengapa, dan bagaimana,
kemudian mengulas kembali apa yang mereka dapat dari bacaan, (2) review, peserta
didik mengulas bacaan dengan merangkum apa yang mereka pelajari menggunakan
kalimat sendiri.
Proses dan alur pelaksanaan strategi membaca kolaboratif dapat diilustrasikan
dalam bentuk gambar sebagai berikut
Gambar 2.1
Proses atau Alur Pelaksanaan Strategi Membaca Kolaboratif adaptasi dari J.K Klingner
dan S. Vaughn (2009)
Question-Answer Relationship (QAR) merupakan salah satu strategi yang
digunakan untuk menjelaskan kepada peserta didik bagaimana peserta didik dapat
membaca teks dan menjawab pertanyaan. Question-Answer Relationship (QAR) juga
dapat membantu peserta didik mempertimbangkan informasi baik dalam teks dan
informasi dari latar belakang pengetahuan peserta didik.
Strategi Question-Answer Relationship (QAR) ini dirancang untuk membantu
peserta didik dalam pelabelan jenis pertanyaan yang ditanyakan dan menggunakan
informasi ini untuk membantu membimbing mereka ketika mereka mengembangkan
jawaban.
Selain membantu dalam pelabelan jenis pertanyaan yang ditanyakan, strategi
Question-Answer Relationship (QAR) membantu peserta didik untuk menganalisis,
memahami dan merespon konsep teks. Peserta didik juga harus berpikir kritis untuk
mendapatkan jawaban.
Strategi Question-Answer Relationship (QAR) dirancang untuk mengajar peserta
didik bagaimana menjawab pertanyaan dengan belajar dimana menemukan jawaban.
Jawaban yang baik dalam teks atau dalam pikiran pembaca. Strategi ini biasa disebut
sebagai pertanyaan In The Book dan In My Head.
Question-Answer Relationship (QAR) adalah sebuah strategi yang digunakan
untuk membantu peserta didik memahami isi bacaan dan menjawab soal yang
diajukan dengan mengkategorikan berbagai jenis dan tingkat pertanyaan tersebut
sesuai jawaban pada teks. Strategi Question-Answer Relationship (QAR)
mengajarkan peserta didik untuk menguraikan jenis pertanyaan yang diajukan dan
menemukan jawaban berdasarkan pada teks atau analisa dari pemikiran peserta didik
sendiri.
Kategori Question-Answer Relationship (QAR), strategi Question-Answer
Relationship (QAR) dibagi menjadi empat kategori informasi yang diusulkan dalam
matriks untuk memahami bacaan. Keempat kategori tersebut yaitu: a) Right There, b)
Think and Search, c) On My Own, d) Author and Me. Keempat kategori tersebut
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaan berdasarkan kriteria pertanyaan
yang diajukan.
Right There adalah pertanyaan yang jawabannya literal dapat ditemukan dalam
teks, pada konteks ini pertanyaan yang diajukan masih tergolong pertanyaan dengan
tingkat rendah karena jawabannya masih dicari dalam teks bacaan tanpa berfikir dan
menganalisa kembali jawabannya. Right There adalah kata-kata yang digunakan
untuk membuat pertanyaan dan penggunaan kata untuk jawabannya dalam kalimat
yang sama (jawaban dan pertanyaan menggunakan kata-kata yang sama).
Think and Search yaitu pertanyaan yang secara eksplisit dinyatakan, jawaban
dapat ditemukan di beberapa kalimat yang sering diselingi di sepanjang teks. Peserta
didik harus menarik bagian-bagian yang berbeda dari teks untuk sampai kepada suatu
jawaban. Pada pertanyaan Think and Search, jawaban dikumpulkan dari beberapa
bagian dari teks dan disatukan untuk membuat kesimpulan baru yang sesuai dengan
isi dari teks.
Pertanyaan Think and Search pertanyaan yang jawaban terdapat dalam teks,
tetapi kata yang digunakan untuk membuat pertanyaan dan yang digunakan untuk
jawaban tidak dalam kalimat yang sama (tersirat). Think and Search membutuhkan
pemahaman berfikir dari peserta didik agar dapat menjawab pertanyaan. Pertanyaan
pada Think and Search dapat berupa kesimpulan dalam bacaan, ide pokok dari
paragraf atau dari seluruh bacaan. Think and Search disebut dengan pertanyaan
penafsiran karena peserta didik menafsirkan sendiri jawaban yang ada pada bacaan.
On My Own adalah pertanyaan yang memerlukan peserta didik untuk menarik
dari latar belakang pengetahuan sendiri untuk menjawab pertanyaan. Jawaban dari
pertanyaan On My Own ini tidak ditemukan dalam teks tetapi dalam pemikiran
peserta didik sendiri. Peserta didik harus berpikir secara kritis berdasarkan
pengetahuan setelah membaca teks bacaan untuk dapat menjawab pertanyaan.
Pertanyaan On My Own biasanya berupa pertanyaan yang menceritakan kembali isi
dari bacaan dalam bentuk tulisan.
Author and Me yaitu pertanyaan yang memerlukan peserta didik untuk menarik
kesimpulan yang terdapat dalam sebuah teks, sehingga mampu membangun makna
dari teks.
Penerapan di dalam Kelas
PROSEDUR:
1. Peserta didik di dalam kelas diberikan lembar teks bacaan oleh guru, b)
Melakukan tanya jawab singkat kepada peserta didik mengenai judul, gambar, dan
keterangan lain yang mendeskripsikan bacaan tersebut, c) Peserta didik membaca
nyaring bacaan tersebut secara bergantian, d) Guru meminta peserta didik
menggarisbawahi bagian yang penting dalam bacaan tersebut, e) Guru melakukan
tanya jawab dengan peserta didik tentang isi bacaan tersebut, f) Guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal yang belum dimengerti, g)
Peserta didik dibantu guru mengelompokkan pertanyaan berupa pertanyaan literal,
penafsiran, kritis dan kata dalam konteks dengan lembar strategi Question-Answer
Relationship (QAR), h) Peserta didik dibantu guru menjawab soal yang berhubungan
dengan bacaan dengan lembar strategi Question-Answer Relationship (QAR).
Pawai Budaya
Udin dan kakeknya tinggal di Kampung Babakan. Setiap tahun di kampung
ini selalu ada pawai budaya yang menampilkan keragaman budaya Indonesia. Tahun
ini Udin dan kakeknya pergi ke alun-alun untuk melihat pawai tersebut. Udin dan
kakeknya mendengar suara gendang yang menandakan rombongan pawai semakin
dekat.
Lima belas menit kemudian, Udin dan kakeknya melihat dengan jelas peserta
pawai budaya berbaris menurut asal daerahnya. Di barisan terdepan adalah
rombongan dari Maluku. Barisan kedua adalah rombongan dari Bali. Barisan terakhir
adalah rombongan dari Toraja.
Rombongan pawai dari Maluku terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Rombongan laki-laki mengenakan kemeja putih, jas merah dan topi tinggi dengan
hiasan keemasan. Rombongan perempuan mengenakan baju Cele yang terdiri dari
atasan putih berlengan panjang serta rok lebar merah. Beberapa anggota rombongan
membawa Tifa, alat musik dari Maluku. Jika dimainkan, bunyinya seperti gendang,
namun bentuknya lebih ramping dan panjang.
Rombongan dari Bali membawa alat musik yang bernama ceng-ceng. Alat ini
berbentuk seperti simbal dan terbuat dari logam. Ketika dua keping ceng-ceng
dipertemukan, suaranya sangat nyaring.
Rombongan pawai dari Toraja juga terdiri dari laki-laki dan wanita. Wanita
Toraja memakai pakaian adat yang disebut baju Pokko. Rombongan laki-laki
menggunakan pakaian adat yang disebut Seppa Tallung Buku. Rombongan Toraja
membunyikan alat musik khas mereka yang bernama Pa’pompang. Alat musik ini
berupa suling bambu besar yang bentuknya seperti angklung.
Udin dan kakeknya senang melihat pawai budaya. Mereka selalu menemukan
hal baru yang menarik perhatian.
Bacaan di atas sudah disederhanakan terlebih dahulu dari awalnya yang berisi
informasi yang berlebihan. Isi informasi pada setiap paragraf menjadi lebih teratur dan
berurutan. Tidak ada paragraf yang tumpang tindih atau dalam satu paragraf berisi
informasi yang kurang relevan.
Untuk memenuhi modalitas auditori, sebaiknya bahan bacaan tersebut dibacakan dan
direkam. Rekamannya disertakan dibawah bacaan dan bisa diputar pada saat diinginkan.
Pada saat didengarkan, siswa juga bisa menunjuk kata yang sedang dibaca sehingga
memenuhi kebutuhan kinestetik dan taktilnya. Pada saat inilah (membaca, mendengar,
melihat kata yang ditunjuk) siswa benar-benar belajar menggunakan keseluruhan modalitas
yang dimilikinya. Penggunaan semua modalitas belajar dimaksudkan untuk saling
mendukung sehingga siswa akan lebih mudah belajar.
C. Penutup
1. Rangkuman
Kurikulum yang berlaku bagi anak berkesulitan belajar di Indonesia adalah kurikulum
umum yang berlaku bagi anak pada umumnya di setiap jenjang Pendidikan. Tetapi
kurikulum ini tidak bisa diberikan begitu saja kepada anak berkesulitan belajar spesifik.
Kurikulum ini harus dimodifikasi baik dari segi tujuan, isi atau materi, proses atau metode
dan evaluasi sehingga bisa digunakan oleh anak berkesulitan belajar spesifik.
Memodifikasi kurikulum berarti mengubah tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan
evaluasi dengan cara mengurangi ataupun menambahkan dengan cara yang disesuaikan
dengan keadaan dan kebutuhan anak.
Dalam merancang pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar spesifik, kita harus
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi masing-masing jenis kesulitan belajar.
Metode dan strategi yang akan kita gunakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
modalitas belajar yang dimiliki anak. Demikian juga dengan bahan ajar, media
pembelajaran dan alat evaluasi yang kita rancang harus disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang kita rancang akan menjadi lebih
interaktif sehingga anak akan mampu menelaah dan memahami materi yang kita berikan
demi mencapai kompetensi yang seharusnya dikuasai.
Daftar pustaka
Angi St. Anggari, dkk (2016) Indahnya Kebersamaan: buku tematik terpadu Kurikulum 2013
Tema 1 Buku siswa SD/MI Kelas IV. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Bender, N. W. & Martha J. L. (2003) Reading Strategies for Elementary Students with Learning
Difficulties. United States of Amerika: Corwin Press, Inc.
Christine. D Bremer, (2001) Collaborative Strategic Reading (CSR): Improving Secondary
Students ReadingComprehension Skills.USA : Allyn and Bacon.
Choate. S. J. & Enright E.B. (1992) Curriculum Based Assessment and Programming. UAS:
Allyn and Bacon.
Choate. S. J. & Enright E.B. (1995) Curriculum Based Assessment and Programming. UAS:
Allyn and Bacon.
Farida Hahim. (2007). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hall, W. (2009) Dyslexia in the Primary Classroom. Exeter: Learning Matter
Kirk, samuel, Gallagher (1993). Educating Exceptional Children. Boston: Houghton Mifflin
Mercer, Cecil D & Mercer, Ann R (1999) . Teaching Student with Learning Problems. Ohio:
Merrill Publishing Company
Pollock, J., Waller, E., & Politt, R. (2004) Day-to-Day Dyslexia in the Classroom 2nd edn.
London: Routledge Falmer
Reid, G. (2005) Dyslexia and Inclusion: Classroom Approaches for Assessment, Teaching and
Learning. London: David Fulton
Sadoski, M. (2004). Conseptual Foundation of Teaching Reading. London: The Guildford
Press.
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58
Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
Samsu Sodamayu. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran membaca. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Tarigan, H.G. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan
Angkasa.
Vaughn, S. & Bos S. C. (2009) Strategies for Teaching Students with Learning and Behavior
Problems (seven edition). USA: Pearson.