Anda di halaman 1dari 46

PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN LUAR BIASA

MODUL 6 PENDIDIKAN ANAK DENGAN AUTISME DAN KESULITAN BELAJAR


SPESIFIK
KEGIATAN BELAJAR 3: PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKESULITAN
BELAJAR SPESIFIK

Nama Penulis:
Suprihatin, Ed.D
Leliana Lianty, M.Pd

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2019
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat …………………………………………………………….. 1
2. Relevansi ………………………………………………………… …………. 1
3. Petunjuk Belajar ……………………………………………....... ………….. 2
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ……………………….. ………….. 2
2. Pokok - Pokok Materi …………………………………………..……………. 2
3. Uraian Materi ……………………………………………...........………….. .. 3
A. Struktur Kurikulum bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik . …………… 3
B. Peta Kompetensi (KI-KD SD, SMP, SMA) ………………… …………… 15
1. Peta Kompetensi SD …………………………………………………… 15
2. Peta Kompetensi SMP …………………………………………………. 17
3. Peta Kompetensi SMA ………………………………………………… 19
C. Modifikasi Kurikulum bagi Anak berkesulitan Belajar Spesifik…………. 20
D. Prinsip-prinsip Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik….. 23
E. Memilih Metode dan Strategi Pembelajaran bagi Anak
Berkesulitan Belajar Spesifik……………………………………………… 25
1. Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Membaca…………… 25
2. Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Menulis…..…………… 36
3. Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Matematika.. ………… 39
F. Memilih Bahan Ajar bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik……………. 41
G. Rekayasa Media Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar
Spesifik ………………………………………………………. …………… .. 42
H. Menyusun Alat Evaluasi Belajar bagi Anak Berkesulitan
Belajar Spesifik Berbasis HOTS ……………………………...……………. 44
C. Penutup
1. Rangkuman ……………………………………………………… …………….. 46
Daftar Pustaka …………………………………………………………. …………………
KEGIATAN BELAJAR 3: PEMBELAJARAN BAGI
ANAK BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Peserta didik berkesulitan belajar spesifik memiliki hambatan dalam bidang akademik,
hal ini terlihat dari prestasi yang rendah di sekolah namun sebenarnya peserta didik
berkesulitan belajar memiliki potensi yang tinggi. Adanya kesenjangan antara faktual dan
aktualnya menjadikan peserta didik teridentifikasi sebagai anak yang tidak mampu dalam
bidang akademik. Ketidakmampuan tersebut terlihat dari kesulitan dalam membaca, menulis
dan berhitung, sehingga guru harus mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh peserta
didik berkesulitan belajar spesifik dengan berbagai cara atau strategi dalam proses
pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan peserta didik tersebut.
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana pembelajaran dan strategi yang digunakan
untuk menangani peserta didik berkesulitan belajar spesifik, melalui Kegiatan Belajar 3 pada
Modul 6 ini kita akan mempelajari pendekatan pembelajaran, dan strategi bagi peserta didik
berkesulitan membaca, berkesulitan menulis dan berkesulitan berhitung.

2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) dalam jabatan merupakan guru yang sudah
mengajar di sekolah luar biasa (SLB) dan mengajar di sekolah penyelenggara inklusif,
melalui PPG ini diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi pedagogik dan
profesional dalam bidang ilmu pendidikan luar biasa, khususnya menguasai strategi, prinsip-
prinsip yang digunakan dalam pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar spesifik.
Setelah mengikuti PPG ini, diharapkan mahasiswa yang merupakan guru dapat lebih
profesional dalam memberikan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan pendekatan
pembelajaran, prinsip-prinsip pembelajaran dan menggunakan strategi yang tepat bagi
peserta didik berkesulitan belajar spesifik.

3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh mahasiswa PPG untuk
materi pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar spesifik. Materi belajar dalam
Kegiatan Belajar 3 ini sebaiknya dibaca dan dipahami secara cermat dan secara sistematis,
sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh terkait peserta didik berkesulitan belajar
spesifik.

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini, diharapkan mahasiswa PPG
dapat menguasai konsep teoritis pendekatan pembelajaran dan strategi pembelajaran bagi
peserta didik berkesulitan belajar yang dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik berkesulitan belajar.

2. Pokok – Pokok Materi


Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini, diharapkan mahasiswa PPG
memiliki pengetahuan, pemahaman dan pengalaman belajar yang tuntas terkait
pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar spesifik yang meliputi:
A. Struktur Kurikulum bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
B. Peta Kompetensi (KI-KD SD, SMP, SMA)
1. Peta Kompetensi SD
2. Peta Kompetensi SMP
3. Peta Kompetensi SMA
C. Modifikasi Kurikulum bagi Anak berkesulitan Belajar Spesifik
D. Prinsip-prinsip Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
E. Memilih Metode dan Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
1. Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Membaca
2. Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Menulis
3. Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Matematika
F. Memilih Bahan Ajar bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
G. Rekayasa Media Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
H. Menyusun Alat Evaluasi Belajar bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik Berbasis
HOTS
3.Uraian Materi
Selamat datang kembali saya ucapkan kepada para mahasiswa sekalian yang masih
penuh semangat dan hebat-hebat. Pada kesempatan ini kita akan belajar tentang bagaimana
membelajarkan anak berkesulitan belajar spesifik yang memang sangat jauh berbeda
dengan anak dengan autisme. Walaupun berbeda, mungkin ada beberapa hal dalam
membelajarkan anak dengan autisme masih bisa digunakan untuk membelajarkan anak
berkesulitan belajar spesifik. Nah, dalam Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini kita akan
belajar tentang bagaimana seharusnya membelajarkan anak berkesulitan belajar spesifik agar
mereka bisa berkembang sesuai dengan potensi maksimal yang mereka miliki. Berikut ini
adalah paparan materi pokok tentang berbagai mcam hal yang bisa anda jadikan rujukan
untuk merancang pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar spesifik.

A. Struktur Kurikulum bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Kurikulum bagi seorang guru merupakan panduan dalam membelajarkan peserta
didiknya agar mampu mencapai kompetensi yang seharusnya. Demikian juga bagi para
peserta didik, kurikulum memandu mereka dalam mematangkan diri mereka sendiri
dengan menghayati kompetensi-kompetensi yang seharusnya mereka miliki sesuai dengan
jenjang pendidikan dan kurikulum yang berlaku. Demikian juga adanya dengan anak
berkebutuhan khusus, dalam setiap jenjang pendidikan yang mereka ikuti, mereka
membutuhkan panduan untuk belajar seperti kurikulum. Namun sayangnya, dalam sistem
pendidikan kita, masih belum ada kurikulum yang dikhususkan untuk anak
berkesulitan belajar spesifik.
Di Indonesia, kurikulum yang berlaku bagi anak berkesulitan belajar spesifik adalah
kurikulum umum yang berlaku bagi mereka yang tidak mengalami kebutuhan khusus. Hal
ini disebabkan karena secara kemampuan intelektual, fisik maupun psikologis, kemampuan
anak berkesulitan belajar adalah sama dengan mereka yang tidak mengalami kebutuhan
khusus. Kebutuhan khusus yang dialami oleh anak berkesulitan belajar spesifik akan
sangat terlihat jelas ketika mereka mengerjakan persoalan akademik. Ketika permasalahan-
permasalahan yang dialami anak berkesulitan belajar sudah dimulai saat mereka memasuki
sekolah dasar tetapi tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka permasalahan ini
akan berlanjut sampai jenjang sekolah berikutnya.
Berikut ini adalah struktur kurikulum untuk peserta didik pada umumnya untuk setiap
jenjang yang bisa digunakan juga untuk anak berkesulitan belajar spesifik. Tetapi, dalam
penggunaannya kurikulum ini harus dimodifikasi disesuaikan dengan keadaan kesulitan
belajar spesifik yang dialami oleh peserta didik berkesulitan belajar spesifik.

Tabel 1. Struktur Kurikulum SD/MI


Mata Pelajaran Kelas dan Alokasi Waktu Per
Minggu

I II III IV V VI

Kelompok A (Umum)

1. Pendidikan Agama dan Budi 4 4 4 4 4 4


Pekerti

2. Pendidikan Pancasila dan 5 5 6 5 5 5


Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7

4. Matematika 5 6 6 6 6 6

5. Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3

6. Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3

Kelompok B (Umum)

7. Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 4 4 4

8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan 4 4 4 4 4 4


Kesehatan

Jumlah jam pelajaran per minggu 30 32 34 36 36 36

Keterangan:
1. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten
lokal
3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri
sendiri
4. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
5. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 35 menit
6. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 40% dari waktu
kegiatan tatap muka pelajaran yang bersangkutan
7. Satuan Pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya dan
faktor lain yang dianggap penting
8. Untuk mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya, satuan pendidikan wajib
menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan untuk setiap
semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap semesternya
9. Khusus untuk Madrasah Ibtidaiyah struktur kurikulum dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan yang diatur oleh Kementerian Agama
10. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib), usaha
kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan lainnya sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing satuan Pendidikan
11. Pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran Tematik-Terpadu kecuali
mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

Berikut ini adalah struktur kurikulum SMP/MTS.

Tabel 2 Struktur Kurikulum SMP/MTS


Mata Pelajaran Alokasi Waktu Per Minggu

VII VIII IX

Kelompok A

1. Pendidikan Agama dan Budi 3 3 3


Pekerti

2. Pendidikan Pancasila dan 3 3 3


Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

7. Bahasa Inggris 4 4 4

Kelompok B

8. Seni Budaya 3 3 3

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan 3 3 3


Kesehatan

10. Prakarya dan/atau Informatika 2 2 2

Jumlah Jam Pelajaran Per Minggu 38 38 38

Keterangan:
b. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat
c. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten
lokal
d. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri
sendiri
e. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
f. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 40 (empat puluh) menit
g. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 50% dari waktu
kegiatan tatap muka pelajaran yang bersangkutan
h. Satuan Pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta faktor lain yang dianggap penting namun
diperhitungkan pemerintah, maksimal 2 (dua) jam/minggu
i. Untuk mata pelajaran Seni Budaya, satuan pendidikan wajib menyelenggarakan
minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan. Peserta didik mengikuti salah satu
aspek yang disediakan untuk setiap semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap
semesternya
j. Untuk mata pelajaran Prakarya dan/atau mata pelajaran Informatika, satuan
pendidikan menyelenggarakan salah satu atau kedua mata pelajaran tersebut. Peserta
didik dapat memilih salah satu mata pelajaran yaitu mata pelajaran Prakarya atau
mata pelajaran Informatika yang disediakan oleh satuan Pendidikan
k. Dalam hal satuan pendidikan memilih mata pelajaran Prakarya, satuan pendidikan
wajib menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan. Peserta
didik mengikuti salah satu aspek yang disediakan untuk setiap semester, aspek yang
diikuti dapat diganti setiap semesternya
l. Khusus untuk Madrasah Tsanawiyah struktur kurikulum dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan yang diatur oleh Kementerian Agama
m. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib), usaha
kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan lainnya sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing satuan Pendidikan

Berikut ini adalah struktur kurikulum yang berlaku di jenjang SMA.

Tabel 3 Struktur Kurikulum Jenjang SMA/MA


Mata Pelajaran Alokasi Waktu Per Minggu

X XI XII

Kelompok A (Umum)

1. Pendidikan Agama dan Budi 3 3 3


Pekerti

2. Pendidikan Pancasila dan 2 2 2


Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia 4 4 4

4. Matematika 4 4 4

5. Sejarah Indonesia 2 2 2

6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Umum)

7. Seni Budaya 2 2 2

8. Pendidikan Jasmani, Olahraga 3 3 3


dan Kesehatan

9. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2

Jumlah jam pelajaran kelompok A 24 24 24


dan B per minggu

Kelompok C (Peminatan)

Mata pelajaran peminatan akademik 9 atau 12 12 atau 16 12 atau 16

Mata pelajaran pilihan 6 atau 9 4 atau 8 4 atau 8

Jumlah jam pelajaran kelompok A, 42 44 44


B, dan C per minggu

Keterangan:

1. Mata pelajaran Kelompok A dan C merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan
dan acuannya dikembangkan oleh pusat.
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten lokal.
3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri
sendiri.
4. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
5. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 45 menit.
6. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 60% dari waktu
kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
7. Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan
faktor lain yang dianggap penting, namun yang diperhitungkan Pemerintah maksimal
2 (dua) jam/minggu.
8. Untuk Mata Pelajaran Seni Budaya dan Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan,
satuan pendidikan wajib menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang
disediakan. Peserta didik mengikuti salah satu aspek yang disediakan untuk setiap
semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap semesternya.
9. Khusus untuk Madrasah Aliyah struktur kurikulum dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan yang diatur oleh Kementerian Agama.
10. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib), usaha
kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan lainnya sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing satuan pendidikan.

1. Mata Pelajaran Umum


Mata pelajaran umum kelompok A merupakan program kurikuler yang bertujuan
mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan peserta didik sebagai dasar penguatan kemampuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Mata pelajaran umum kelompok B merupakan program kurikuler yang bertujuan
mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan peserta didik terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni.
2. Mata Pelajaran Peminatan Akademik
Mata pelajaran peminatan akademik kelompok C merupakan program kurikuler yang
bertujuan mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat dan/atau
kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan.

Tabel 4 Struktur Kurikulum Peminatan Jenjang SMA/MA


Mata Pelajaran Kelas

X XI XII

I. Peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

1. Matematika 3 4 4

2. Biologi 3 4 4

3. Fisika 3 4 4

4. Kimia 3 4 4
II. Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial

1. Geografi 3 4 4

2. Sejarah 3 4 4

3. Sosiologi 3 4 4

4. Ekonomi 3 4 4

III. Peminatan Bahasa dan Budaya

1. Bahasa dan Sastra Indonesia 3 4 4

2. Bahasa dan Sastra Inggris 3 4 4

3. Bahasa dan Sastra Asing Lain (Arab, 3 4 4


Mandarin, Jepang, Korea, Jerman,
Perancis)
4. Antropologi 3 4 4

Mata Pelajaran Pilihan *)

Lintas minat dan/atau Pendalaman minat 6 atau 9 4 atau 8 4 atau 8


dan/atau Informatika

3. Mata Pelajaran Pilihan


Mata Pelajaran Pilihan merupakan mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan
kebutuhan dan perkembangan keilmuan, teknologi, dan seni yang memiliki tingkat
urgensi yang tinggi dan memiliki manfaat jangka panjang bagi bangsa Indonesia.
Kurikulum SMA/MA dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk belajar berdasarkan minat mereka. Peserta didik diperkenankan memilih Mata
Pelajaran Lintas Minat dan/atau Pendalaman
a. Minat dan/atau Mata Pelajaran Informatika. Pemilihan Peminatan dan Pemilihan
Mata Pelajaran Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat
Pemilihan peminatan dilakukan peserta didik saat mendaftar pada SMA/MA
berdasarkan nilai rapor Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs) atau yang sederajat, nilai ujian nasional SMP/MTs atau yang
sederajat, rekomendasi guru bimbingan dan konseling/konselor di SMP/MTs atau
yang sederajat, dan hasil tes penempatan (placement test) ketika mendaftar di
SMA/MA, atau tes bakat dan minat oleh psikolog. Peserta didik masih mungkin
pindah peminatan paling lambat pada awal semester kedua di Kelas X sepanjang
daya tampung peminatan baru masih tersedia, berdasarkan hasil pembelajaran
berjalan pada semester pertama dan rekomendasi guru bimbingan dan konseling,
peserta didik yang pindah peminatan wajib mengikuti dan tuntas matrikulasi mata
pelajaran yang belum dipelajari sebelum pembelajaran pada peminatan baru
dimulai.
Peserta didik dapat memilih minimal 3 mata pelajaran dari 4 mata pelajaran yang
terdapat pada satu peminatan, 1 mata pelajaran yang tidak diambil beban
belajarnya dialihkan ke mata pelajaran lintas minat. Selain mengikuti mata
pelajaran di peminatan yang dipilihnya, setiap peserta didik harus mengikuti mata
pelajaran tertentu untuk lintas minat dan/atau pendalaman minat. Bila peserta
didik mengambil 3 mata pelajaran dari peminatan yang dipilihnya, maka peserta
didik tersebut dapat mengambil mata pelajaran lintas minat sebanyak 9 jam
pelajaran (3 mata pelajaran) di Kelas X atau sebanyak 8 jam pelajaran (2 mata
pelajaran) di Kelas XI dan XII. Sedangkan bila peserta didik mengambil 4 mata
pelajaran dari peminatan yang dipilihnya, maka peserta didik tersebut dapat
mengambil mata pelajaran lintas minat sebanyak 6 jam pelajaran (2 mata
pelajaran) di Kelas X atau sebanyak 4 jam pelajaran (1 mata pelajaran) di Kelas
XI dan XII.
Peserta didik yang mengambil Peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam atau Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, lintas minatnya harus diluar
peminatan yang dipilihnya. Sedangkan peserta didik yang mengambil Peminatan
Bahasa dan Budaya, dapat mengambil mata pelajaran lintas minat: (1) di luar; (2)
di dalam; atau (3) sebagian di dalam dan sebagian di luar, peminatan yang
dipilihnya. Mata pelajaran lintas minat yang dipilih sebaiknya tetap dari Kelas X
sampai dengan XII.
Sebagai contoh, peserta didik Kelas X yang memilih Peminatan Bahasa dan
Budaya, dapat mengambil 3 mata pelajaran yaitu Bahasa dan Sastra Indonesia,
Bahasa dan Sastra Inggris, dan Antropologi. Lintas minatnya dapat mengambil
mata pelajaran: (1) Biologi, Fisika, dan Kimia; (2) Geografi, Sejarah, dan
Ekonomi; (3) Matematika, Sosiologi, dan Bahasa Jerman; atau (4) Bahasa
Mandarin, Bahasa Arab, dan Bahasa Jepang. Alternatif (1), (2), dan (3)
merupakan contoh lintas minat di luar peminatan yang dipilihnya, sedangkan
alternatif (4) merupakan contoh lintas minat di dalam peminatan yang dipilihnya.
Peserta didik dapat menentukan pilihannya masing-masing, sesuai dengan sumber
daya (ketersediaan guru dan fasilitas belajar) yang dimiliki SMA/MA. SMA/MA
yang tidak memiliki Peminatan Bahasa dan Budaya, dapat menyediakan pilihan
mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris,
Antropologi atau salah satu mata pelajaran dalam kelompok Bahasa Asing Lain
sebagai pilihan mata pelajaran lintas minat yang dapat diambil peserta didik dari
Peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atau Kelompok Peminatan
Ilmu Pengetahuan Sosial, sesuai dengan sumber daya (ketersediaan guru dan
fasilitas belajar) yang dimilikinya.
Bagi peserta didik yang menggunakan pilihan untuk menguasai satu mata
pelajaran tertentu misalnya bahasa asing tertentu, dianjurkan untuk memilih mata
pelajaran yang sama sejak Kelas X sampai Kelas XII.
Dianjurkan setiap SMA/MA memiliki ketiga peminatan. Peserta didik di
SMA/MA Kelas XII dapat mengambil mata kuliah pilihan di perguruan tinggi
yang akan diakui sebagai kredit dalam kurikulum perguruan tinggi yang
bersangkutan. Pilihan ini tersedia bagi peserta didik SMA/MA yang memiliki
kerjasama dengan perguruan tinggi terkait.
Pendalaman minat mata pelajaran tertentu dalam peminatan dapat
diselenggarakan oleh satuan pendidikan melalui kerjasama dengan perguruan
tinggi di kelas XII.
a. Mata Pelajaran Informatika
Informatika merupakan salah satu disiplin ilmu yang berfungsi memberikan
kemampuan berpikir manusia dalam mengatasi persoalan-persoalan yang semakin
kompleks agar dapat bersaing di Abad ke-21. Teknologi Informasi dan
Komunikasi sebagai salah satu bagian dari Informatika merupakan kebutuhan
dasar peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuannya pada era digital.
Mata Pelajaran Informatika merupakan mata pelajaran pilihan yang
diselenggarakan berdasarkan ketersediaan guru sesuai dengan kualifikasi akademik
dan kompetensi, serta sarana prasarana pada satuan pendidikan.
Alokasi waktu untuk Mata Pelajaran Informatika di Kelas X sebanyak 3 Jam
Pelajaran; Kelas XI dan XII masing-masing sebanyak 4 Jam Pelajaran.

Demikianlah struktur kurikulum yang berlaku bagi peserta didik pada umumnya di
setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Karena kurikulum untuk peserta didik berkesulitan
belajar spesifik secara khusus memang tidak ada, maka mereka harus menggunakan
kurikulum umum yang berlaku bagi peserta didik pada umumnya. Dalam penggunaan
kurikulum ini, memang harus ada modifikasi secara khusus, terutama materi pembelajaran
yang akan diberikan kepada mereka. Materi dimodifikasi dan disesuaikan dengan kesulitan
belajar yang dialami oleh peserta didik.

B. Peta Kompetensi (KI-KD SD, SMP, SMA)


Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berlaku bagi peserta didik berkesulitan
belajar spesifik adalah sama dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar bagi anak pada
umumnya. Berikut ini adalah kompetensi inti dan kompetensi dasar untuk anak pada
umumnya pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia.

1. Peta Kompetensi SD
Tabel 5 Kompetensi Inti Jenjang SD
Kompetensi Inti Kelas I Kompetensi Inti Kompetensi Inti
Kelas II Kelas III
1. Menerima dan 1. Menerima dan 1. Menerima dan
menjalankan ajaran menjalankan ajaran menjalankan
agama yang dianutnya agama yang ajaran agama yang
dianutnya dianutnya
2. Memiliki perilaku 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
jujur, disiplin, perilaku jujur, perilaku jujur,
tanggung jawab, disiplin, tanggung disiplin, tanggung
santun, peduli, dan jawab, santun, jawab, santun,
percaya diri dalam peduli, dan percaya peduli, dan
berinteraksi dengan diri dalam percaya diri dalam
keluarga, teman, dan berinteraksi dengan berinteraksi
guru keluarga, teman, dengan keluarga,
dan guru teman, guru dan
tatangganya
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan
dengan cara dengan cara faktual dengan
mengamati mengamati cara mengamati
[mendengar, melihat, [mendengar, [mendengar,
membaca] dan melihat, membaca] melihat, membaca]
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di rumah dijumpainya di dijumpainya di
dan di sekolah rumah dan di rumah dan di
sekolah sekolah
5. Menyajikan 4. Menyajikan
pengetahuan pengetahuan
4. Menyajikan faktual dalam faktual dalam
pengetahuan faktual bahasa yang jelas bahasa yang jelas,
dalam bahasa yang dan logis, dalam sistematis dan
jelas dan logis, dalam karya yang estetis, logis, dalam karya
karya yang estetis, dalam gerakan yang estetis, dalam
dalam gerakan yang yang gerakan yang
mencerminkan anak mencerminkan mencerminkan
sehat, dan dalam anak sehat, dan anak sehat, dan
tindakan yang dalam tindakan dalam tindakan
mencerminkan yang yang
perilaku anak beriman mencerminkan mencerminkan
dan berakhlak mulia perilaku anak perilaku anak
beriman dan beriman dan
berakhlak mulia berakhlak mulia
Kompetensi Inti Kelas Kompetensi Inti Kompetensi Inti
IV Kelas V Kelas VI
1. Menerima, 1. Menerima, 1. Menerima,
menjalankan, dan menjalankan, dan menjalankan, dan
menghargai ajaran menghargai ajaran menghargai ajaran
agama yang dianutnya agama yang agama yang
dianutnya dianutnya
2. Menunjukkan 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
perilaku jujur, perilaku jujur, perilaku jujur,
disiplin, tanggung disiplin, tanggung disiplin, tanggung
jawab, santun, peduli, jawab, santun, jawab, santun,
dan percaya diri peduli, dan peduli, dan
dalam berinteraksi percaya diri dalam percaya diri dalam
dengan keluarga, berinteraksi berinteraksi
teman, guru, dan dengan keluarga, dengan keluarga,
tetangganya teman, guru, dan teman, guru, dan
tetangganya serta tetangganya serta
cinta tanah air cinta tanah air
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan pengetahuan
dengan cara faktual dengan faktual dengan
mengamati dan cara mengamati cara mengamati
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah dan rumah, di sekolah rumah, di sekolah
tempat bermain dan tempat dan tempat
bermain bermain
4. Memahami 4. Memahami 4. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan pengetahuan
dengan cara faktual dengan faktual dengan
mengamati dan cara mengamati cara mengamati
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah dan rumah, di sekolah rumah, di sekolah
tempat bermain dan tempat dan tempat
bermain bermain

2. Peta Kompetensi SMP


Tabel 6 Kompetensi Inti Jenjang SMP
Kompetensi Inti Kelas Kompetensi Inti Kompetensi Inti
VII Kelas VIII Kelas IX
1. Menghayati dan 1. Menghayati dan 1. Menghayati dan
menghargai ajaran menghargai ajaran menghargai ajaran
agama yang dianutnya agama yang agama yang
dianutnya dianutnya
2. Menghargai dan 2. Menghargai dan 2. Menghargai dan
menghayati perilaku menghayati menghayati
jujur, disiplin, perilaku jujur, perilaku jujur,
tanggungjawab, disiplin, disiplin,
peduli (toleransi, tanggungjawab, tanggungjawab,
gotong royong), peduli (toleransi, peduli (toleransi,
santun, percaya diri, gotong royong), gotong royong),
dalam berinteraksi santun, percaya santun, percaya
secara efektif dengan diri, dalam diri, dalam
lingkungan sosial dan berinteraksi secara berinteraksi secara
alam dalam jangkauan efektif dengan efektif dengan
pergaulan dan lingkungan sosial lingkungan sosial
keberadaannya dan alam dalam dan alam dalam
jangkauan jangkauan
pergaulan dan pergaulan dan
keberadaannya keberadaannya
3. Memahami 3. Memahami dan 3. Memahami dan
pengetahuan (faktual, menerapkan menerapkan
konseptual, dan pengetahuan pengetahuan
prosedural) (faktual, (faktual,
berdasarkan rasa ingin konseptual, dan konseptual, dan
tahunya tentang ilmu prosedural) prosedural)
pengetahuan, berdasarkan rasa berdasarkan rasa
teknologi, seni, ingin tahunya ingin tahunya
budaya terkait tentang ilmu tentang ilmu
fenomena dan pengetahuan, pengetahuan,
kejadian tampak mata teknologi, seni, teknologi, seni,
budaya terkait budaya terkait
fenomena dan fenomena dan
kejadian tampak kejadian tampak
mata mata
4. Mencoba, mengolah, 4. Mengolah, menyaji, 4. Mengolah,
dan menyaji dalam dan menalar dalam menyaji, dan
ranah konkret ranah konkret menalar dalam
(menggunakan, (menggunakan, ranah konkret
mengurai, merangkai, mengurai, (menggunakan,
memodifikasi dan merangkai, mengurai,
membuat) dan ranah memodifikasi dan merangkai,
abstrak (menulis, membuat) dan memodifikasi dan
membaca, ranah abstrak membuat) dan
menghitung, (menulis, membaca, ranah abstrak
menggambar dan menghitung, (menulis,
mengarang) sesuai menggambar dan membaca,
dengan yang mengarang) sesuai menghitung,
dipelajari di sekolah dengan yang menggambar dan
dan sumber lain yang dipelajari di mengarang) sesuai
sama dalam sudut sekolah dan sumber dengan yang
pandang/teori lain yang sama dipelajari di
dalam sudut sekolah dan
pandang/teori sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori

3. Peta Kompetensi SMA


Tabel 7 Kompetensi Inti Jenjang SMA
Kompetensi Inti Kelas Kompetensi Inti Kelas Kompetensi Inti Kelas
X XI XII
1. Menghayati dan 1. Menghayati dan 1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran mengamalkan ajaran mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya agama yang agama yang
dianutnya dianutnya

2. Menghayati dan 2. Menghayati dan 2. Menghayati dan


mengamalkan mengamalkan mengamalkan
perilaku jujur, perilaku jujur, perilaku jujur,
disiplin, disiplin, disiplin,
tanggungjawab, tanggungjawab, tanggungjawab,
peduli (gotong peduli (gotong peduli (gotong
royong, kerjasama, royong, kerjasama, royong, kerjasama,
toleran, damai), toleran, damai), toleran, damai),
santun, responsif dan santun, responsif santun, responsif dan
pro-aktif dan dan pro-aktif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap menunjukkan sikap menunjukkan sikap
sebagai bagian dari sebagai bagian dari sebagai bagian dari
solusi atas berbagai solusi atas berbagai solusi atas berbagai
permasalahan dalam permasalahan dalam permasalahan dalam
berinteraksi secara berinteraksi secara berinteraksi secara
efektif dengan efektif dengan efektif dengan
lingkungan sosial dan lingkungan sosial lingkungan sosial dan
alam serta dalam dan alam serta alam serta dalam
menempatkan diri dalam menempatkan menempatkan diri
sebagai cerminan diri sebagai sebagai cerminan
bangsa dalam cerminan bangsa bangsa dalam
pergaulan dunia dalam pergaulan pergaulan dunia
dunia

3. Memahami,menerapk 3. Memahami, 3. Memahami,


an, menganalisis menerapkan, dan menerapkan,
pengetahuan faktual, menganalisis menganalisis dan
konseptual, pengetahuan faktual, mengevaluasi
prosedural konseptual, pengetahuan faktual,
berdasarkan rasa prosedural, dan konseptual,
ingintahunya tentang metakognitif prosedural, dan
ilmu pengetahuan, berdasarkan rasa metakognitif
teknologi, seni, ingin tahunya berdasarkan rasa
budaya, dan tentang ilmu ingin tahunya tentang
humaniora dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan,
wawasan teknologi, seni, teknologi, seni,
kemanusiaan, budaya, dan budaya, dan
kebangsaan, humaniora dengan humaniora dengan
kenegaraan, dan wawasan wawasan
peradaban terkait kemanusiaan, kemanusiaan,
penyebab fenomena kebangsaan, kebangsaan,
dan kejadian, serta kenegaraan, dan kenegaraan, dan
menerapkan peradaban terkait peradaban terkait
pengetahuan penyebab fenomena penyebab fenomena
prosedural pada dan kejadian, serta dan kejadian, serta
bidang kajian yang menerapkan menerapkan
spesifik sesuai dengan pengetahuan pengetahuan
bakat dan minatnya prosedural pada prosedural pada
untuk memecahkan bidang kajian yang bidang kajian yang
masalah spesifik sesuai spesifik sesuai
dengan bakat dan dengan bakat dan
minatnya untuk minatnya untuk
memecahkan memecahkan masalah
masalah

4. Mengolah, menalar, 4. Mengolah, menalar, 4. Mengolah, menalar,


dan menyaji dalam dan menyaji dalam menyaji, dan
ranah konkret dan ranah konkret dan mencipta dalam ranah
ranah abstrak terkait ranah abstrak terkait konkret dan ranah
dengan dengan abstrak terkait dengan
pengembangan dari pengembangan dari pengembangan dari
yang dipelajarinya di yang dipelajarinya yang dipelajarinya di
sekolah secara di sekolah secara sekolah secara
mandiri, dan mampu mandiri, bertindak mandiri serta
menggunakan metoda secara efektif dan bertindak secara
sesuai kaidah kreatif, serta mampu efektif dan kreatif,
keilmuan menggunakan dan mampu
metoda sesuai menggunakan metoda
kaidah keilmuan sesuai kaidah
keilmuan

Kompetensi inti yang harus dicapai oleh anak berkesulitan belajar spesifik juga sama
dengan kompetensi inti yang harus dicapai oleh anak pada umumnya. Sebagaimana kita
ketahui, anak berkesulitan belajar spesifik mempunyai kesulitan yang khusus sehingga
mereka memerlukan bantuan untuk mencapai semua kompetensi tersebut.

C. Modifikasi Kurikulum untuk Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Sebagaimana disebutkan di atas bahwa di Indonesia masih belum ada kurikulum
secara khusus yang dibuat untuk anak berkesulitan belajar maka mereka harus
menggunakan kurikulum yang berlaku untuk anak pada umumnya. Karena hal inilah maka
kita akan belajar memodifikasi kurikulum yang ada sehingga bisa sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki oleh anak berkesulitan belajar. Adapun komponen yang bisa
dimodifikasi adalah sebagai berikut.
a. Komponen Tujuan
Tujuan merupakan salah satu komponen kurikulum yang bisa dimodifikasi sehingga
anak berkesulitan belajar bisa belajar sesuai dengan kemampuan mereka. Tujuan adalah
seperangkat kompetensi atau kemampuan dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor yang
akan dicapai oleh siswa setelah siswa menyelesaikan program pendidikan dalam kurun
waktu tertentu. Tujuan pendidikan yang perlu dipahami oleh guru dalam membelajarkan
murid adalah tujuan pembelajaran pada tingkat institusi atau lembaga pendidikan dan
tujuan pembelajaran.
Memodifikasi tujuan berarti merubah tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam
kurikulum umum untuk disesuaikan dengan kondisi anak berkesulitan belajar.
Memodifikasi komponen tujuan bagi anak berkesulitan belajar bisa dilakukan pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotor dengan menambah ataupun mengurangi. Misalnya, jika
pada aspek kognitif, anak mengalami kesulitan maka guru perlu memberikan tambahan
waktu untuk anak menelaah dan memahami apa yang sedang dipelajari. Atau tujuan pada
aspek kognitif dikurangi, sedangkan tujuan pada aspek afektif dan psikomotor agar
ditambah tetapi harus sesuai dengan acuan dalam kurikulum yang berlaku. Demikian juga
dengan aspek yang lain.
b. Komponen Isi atau Materi
Materi adalah isi atau konten yang harus dipelajari oleh siswa supaya bisa mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Materi pembelajaran bisa berupa konsep, teori,
informasi, petunjuk dan lain-lain. Materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa
harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan mendukung pencapaian kompetensi inti
dan kompetensi dasar. Memodifikasi materi atau isi berarti mengubah materi-materi yang
akan diberikan dan menyesuaikannya dengan kemampuan anak berkesulitan belajar.
Modifikasi yang dilakukan bisa berkaitan dengan keluasan, kedalaman, dan kesulitan
materi atau isi. Jika materi yang dimiliki oleh guru berupa informasi yang terlalu luas dan
terlalu dalam, maka guru harus mempersempit dan memperpendeknya dengan menyajikan
inti-intinya saja. Begitu juga dengan materi yang terlalu sulit, guru perlu mencari cara
untuk menyampaikannya sehingga tidak terlalu sulit bagi anak berkesulitan belajar.
c. Komponen Proses atau Metode
Proses adalah kegiatan atau aktivitas yang dijalani oleh siswa dalam upayanya untuk
menguasai materi yang dipelajari untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses
belajar atau kegiatan belajar mengajar merupakan hal yang sama, yaitu serangkaian
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa baik di dalam maupun di luar
kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran. Memodifikasi proses berarti membedakan
kegiatan pembelajaran yang dijalani oleh anak berkesulitan belajar. Metode dan strategi
pembelajaran yang digunakan haruslah metode dan strategi yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkesulitan belajar. Penggunaan metode
atau strategi yang umumbisa digunakan dengan modifikasi yang disesuaikan dengan
keadaan anak berkesulitan belajar.
d. Komponen Penilaian
Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui apakah para siswa telah
berhasil mencapai atau menguasai kompetensi-kompetensi yang dijabarkan dalam tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam melakukan evaluasi terhadap murid
berkesulitan belajar, guru perlu merancang beraneka ragam teknik atau cara yang akan
digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran. Memodifikasi evaluasi adalah
mengubah sistem penilaian hasil belajar dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
siswa berkesulitan belajar. Perubahan bisa dilakukan pada soal-soal ujian, waktu
mengerjakan soal, teknik/cara melakukan evaluasi dan tempat evaluasi dilakukan.

D. Prinsip-prinsip Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Di dalam pembelajaran terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengembangkan strategi. Beberapa pendekatan berkut ini merupakan dasar pemilihan
strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar.

1. Pendekatan Perkembangan
Pendekatan ini menekankan pada kematangan keterampilan-keterampilan dalam
proses berpikir yang berkembang secara berurutan. Setiap individu berkembang ada
tahapannya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kemampuan anak dalam belajar
dipengaruhi oleh kondisi kematangan keterampilan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang
anak dapat berjalan dengan baik dipengaruhi oleh kemampuannya untuk berdiri dan
keterampilan menggerakkan kaki.
Beberapa penerapan dari pendekatan perkembangan ini dalam melihat permasalahan
peserta didik berkesulitan belajar adalah:1) penyebab utama dari kesulitan di sekolah
disebabkan oleh ketidakmatangan dalam berbagai keterampilan, 2) lingkungan
pendidikan seringkali menghambat peserta didik dalam belajar, sekolah harus merancang
pengalaman belajar untuk memperkuat perkembangan alami peserta didik berkesulitan
belajar, 3) konsep kesiapan terkait kondisi kematangan perkembangan dan pengalaman
awal yang dibutuhkan dapat dipelajari yaitu dengan memperkuat kemampuan prasyarat
atau kesiapan yang dibutuhkan untuk mempelajari kemampuan berikutnya.

2. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan pada proses berpikir, belajar, dan memperoleh
pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik. Asumsi dari pendekatan ini bahwa hasil
belajar peserta didik adalah sebuah pemahaman dan kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik saat ini dipengaruhi oleh kemampuan dalam pemrosesan informasi.
Prinsip dasar dari pendekatan ini mempercayai bahwa peserta didik berbeda dalam
kemampuan memahami proses dan menggunakan informasi, maupun faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.
Pendekatan ini mengharuskan guru untuk dapat membangun dan mengembangkan
fungsi-fungsi pemrosesan informasi yang menjadi kelemahan peserta didik berkesulitan
belajar. Selain itu pendekatan ini mengharuskan guru untuk dapat merancang
pembelajaran yang menguntungkan bagi peserta didik dengan memperkuat
kelemahannya.

3. Pendekatan Perilaku
Pendekatan ini menekankan pada bagaimana perilaku belajar dipertajam karena
adanya stimulus yang mengawali (antecedent) dan adanya penguatan (reinforcement)
yang menyertai respon. Asumsi dari pendekatan ini bahwa peserta didik belajar dengan
proses pembiasaan, pengulangan, dan latihan. Berdasarkan pendekatan ini pembelajaran
bagi peserta didik mekankan pada tugas-tugas yang harus dipelajari.
Pendekatan ini mengharuskan guru menentukan keterampilan-keterampilan khusus
yang ingin diajarkan secara jelas dan secara eksplisit mengajarkan setiap langkah atau
keterampilan. Lingkungan belajar harus terstruktur untuk memastikan peserta didik
memahami apa yang akan dipelajari.
Prinsip-prinsip pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar menurut
Samuel Kirk (1993) adalah:
 Menentukan kebutuhan khusus dari peserta didik dengan melakukan proses
asesmen
 Mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek secara berkala
 Melakukan analisa terhadap tugas-tugas yang akan diajarkan
 Memulai pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik
 Menentukan bagaimana akan mengajarkan kemampuan tersebut
 Memilih penghargaan yang sesuai bagi peserta didik
 Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai keberhasilan
 Memberikan waktu kepada peserta didik untuk memperbanyak latihan
 Memberikan umpan balik kepada peserta didik
 Memantau kemajuan siswa secara berkesinambungan.

E. Memilih Metode dan Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar


Spesifik

a. Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Membaca


Membaca merupakan keterampilan dasar dari kurikulum dalam pembelajaran di
sekolah. Pengajaran membaca memiliki tujuan untuk memberi peserta didik keterampilan
untuk membaca dengan lancar dan memahami berbagai teks baik dalam proses
pembelajaran di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Membaca merupakan salah satu
bentuk komunikasi yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
Membaca merupakan sebuah proses memahami simbol-simbol bahasa tulis, dimana
pemahaman akan simbol-simbol bahasa ini dilakukan melalui proses decoding dan
pemahaman (Mercer & Mercer, 1999). Proses decoding merupakan proses konversi dari
bahasa tulis ke dalam bahasa ujar (Sadosli, 2004). Proses inilah yang pertama kali
dilakukan oleh peserta didik ketika membaca. Keterampilan membaca dibagi menjadi dua
bagian, yaitu membaca permulaan (pengenalan kata) dan membaca pemahaman.

a. Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan proses membaca tingkat rendah (Tarigan, 2008),
dimana peserta didik yang membaca ditandai dengan adanya interaksi antara peserta
didik dengan simbol-simbol tulis yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa ujar
oleh peserta didik. Dalam membaca peserta didik belajar untuk:
 Mengidentifikasi huruf dengan menyebutkannya
 Mengucapkan bunyi lazim dari huruf-huruf
 Menggabungkan bunyi dari huruf-huruf menjadi kata-kata yang bermakna.
 Membaca kata-kata yang acak
 Membaca kata, kemudian kaliamt, lalu teks yang lebih panjang.

Keterampilan dalam membaca permulaan terdiri dari kosa kata dasar, analisis bunyi
(kesadaran fonologis), struktur analisis, dan makna kata (Choate, 1995). Untuk
menguasai kosa kata dasar, prasyarat yang dibutuhkan adalah diskriminasi visual, peserta
didik harus mampu membedakan bentuk agar dapat membedakan bentuk-bentuk huruf
dalam proses membaca. Dari keseluruhan keterampilan yang harus dikuasai agar mampu
membaca, masing-masing keterampilan memiliki peran penting. Salah satunya adalah
analisis bunyi (kesadaran fonologis), kesadaran fonologis adalah mengetahui dan
mempraktikkan bahwa bahasa ujaran (lisan) dapat dipecah menjadi unit yang lebih kecil
(kata, suku kata, fonem), yang dapat dimanipulasi dalam sebuah sistem abjad atau
ortografi. Analisis bunyi (kesadaran fonologis) meliputi pembedaan, penghitungan, rima,
aliterasi, penggabungan, dan perubahan suku kata, rima awal, serta fonem.
Bentuk-bentuk kesulitan dalam membaca, diantaranya adalah:
 Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh: mari-kemari, buku-bukuku
 Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh: kompor-kopor, kepada- pada
 Pembalikkan kanan-kiri (inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, angka dengan arah terbalik.
Contoh: buku-duku, palu-lupa
 Pembalikkan atas-bawah (Reversal)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah.
Contoh: m-w, mamas-wawas, 6 - 9
 Penggantian (Subtitusi)
Mengganti huruf atau angka
Contoh: nanas-mamas, meja-mega

Strategi dalam pembelajaran membaca permulaan cukup bervariasi, namun


beberapa strategi berikut yang sesuai dengan karakteristik peserta didik berkesulitan
belajar, yaitu:
 Reading Mastery and Corrective Reading
Adalah program membaca yang sangat terstruktur, sistematis yang menggunakan
model pengajaran langsung dan metode sintesis untuk pengajaran bunyi dan analisis
struktural. Program ini secara langsung mengajarkan peserta didik tentang hubungan
setiap bunyi dan simbol, penggabungan bunyi, dan bagaimana membangun bunyi
menjadi sebuah kata.
Penerapan dalam kelas
PROSEDUR: Reading mastery and Corrective Reading
i. Merancang pembelajaran dengan memaksimalkan jumlah peserta didik yang
dapat terlibat untuk membentuk kelompok-kelompok kecil.
ii. Ajarkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi untuk memahami
informasi dibandingkan meminta mereka untuk menghapal informasi.
iii. Ajarkan peserta didik untuk menggeneralisasi pengetahuan dengan meminta
peserta didik untuk membangun kata baru dari bunyi huruf yang telah dipelajari
iv. Membuat rencana pengajaran yang mencakup tahap pengenalan, diikuti praktik
terbimbing, praktik mandiri, dan mengulas.
v. Pengetahuan dan keterampilan prasyarat diajarkan terlebih dahulu, misalnya:
ajarkan bunyi terlebih dahulu sebelum menjadi kata.
vi. Ajarkan dari yang mudah ke yang sulit
vii. Monitor kinerja peserta didik dan segera mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
muncul
viii. Gunakan penguatan untuk menguatkan kemampuan yang sudah dikuasai oleh
peserta didik.
 Multisensory Structured languange
Strategi ini menggabungkan beberapa pengajaran yang didalam kegiatannya
melibatkan beberapa modalitas, yaitu visual – auditori - taktil – kinestetik atau
dikenal juga dengan strategi VAKT. Dengan strategi ini peserta didik akan
menangkap informasi dengan seluruh indera sehingga informasi tersebut dimaknai
dan dipahami secara utuh oleh seluruh tubuh manusia.
Penerapan di dalam kelas
PROSEDUR:
i. Guru bertanya kepada peserta didik mengenai kata apa yang ingin dipelajari
dengan memberikan berbagai macam kartu gambar.
ii. Guru menulis kata yang diucapkan oleh peserta didik berdasarkan gambar yang
ditunjuk oleh peserta didik dengan tulisan tangan yang besar sekaligus
mengucapkan kata tersebut secara natural.
iii. Peserta didik menelusuri kata dengan jarinya sambil mengucapkan keseluruhan
kata secara perlahan untuk memulai dan mengakhiri ucapan dan tulisan pada saat
yang sama.
iv. Peserta didik melakukan tahap ketiga berulang kali hingga ia merasa yakin.
v. Peserta memvisualisasikan dengan cara menelusur kata di udara dengan jarinya.
vi. Setelah tahap sebelumnya selesai guru memberikan kartu kata yang terbuat dari
bahan bertekstur dan meminta peserta didik untuk menelusuri huruf pada kartu
kata tersebut
vii. Kemudian peserta didik menutup kartu kata tersebut lalu berusaha untuk menulis
kata dari ingatan dan mengucapkan kata tersebut.
viii. Peserta didik membandingkan hasil tulisannya dengan tulisan tangan/kartu kata
yang dibuat oleh guru.
ix. Mengulas kata yang sudah dipahami setiapkali akan mengajarkan kata baru agar
kata lama tetap dikuasai oleh peserta didik.

b. Membaca Pemahaman
Ada lima konsep mengenai membaca, yaitu: 1) membaca sebagai sebuah
tindakan aktif dalam menelusuri makna; 2) membaca merupakan proses membangun
makna dari teks; 3) membaca adalah proses yang berstrategi; 4) membaca adalah
sebuah proses interaksi; 5) membaca sebagai kegiatan belajar bahasa yang merupakan
media bersosialisasi (Bos dan Vaughn, 2009: 243) .
Untuk mampu memahami sebuah bacaan ada keterampilan yang harus dikuasai
oleh peserta didik. Menurut Choate dan Enright (1992:174) membaca pemahaman
dibagi menjadi empat sub keterampilan, yaitu : literal comprehension (pemahaman
literal), intepretative comprehension (pemahaman interpretatif), critical comprehension
(pemahaman kritis), dan words in context (makna kata dalam konteks).
Pemahaman literal meliputi membaca dan memahami baris-baris yang terdapat
dalam teks untuk mengenal rincian-rincian urutan kejadian. Atau memahami makna
yang bersifat eksplisit termasuk di dalamnya mengenal urutan, dan fakta-fakta yang
secara eksplisit terdapat dalam teks.
Membaca interpretatif adalah memahami informasi yang tersembunyi dalam teks,
atau memahami makna yang terkandung di dalamnya. Pemahaman interpretatif meliputi
menemukan ide utama, sebab akibat, menggambarkan kesimpulan, dan meringkas isi
teks.
Berikutnya pemahaman kritis, adalah membaca untuk makna-makna yang bersifat
transplicit. Pemahaman kritis merupakan gabungan dari pemahaman literal dan
intepretatif. Rubin (Samsu, 2011: 23) berpendapat hal yang sama, bahwa pemahaman
kritis merupakan gabungan dari pemahaman sebelumnya yang melibatkan evaluasi,
evaluasi pribadi, dan kebenaran apa yang dibacanya.
Keterampilan terakhir adalah pemahaman makna kata dalam konteks merupakan
kelanjutan dari keterampilan mengenal kata pada tahap membaca pengenalan kata.
Peserta didik akan menyampaikan apa yang dibacanya jika dia dapat mengetahui kata
yang sesuai dengan konteks pada tiap-tiap kalimat.
Keterampilan membaca seseorang tidaklah datang dengan sendirinya, melainkan
melalui proses belajar bagaimana membaca itu dilakukan. Proses belajar membaca perlu
dilakukan karena melalui membaca seseorang mendapatkan pengalaman dan
memperoleh informasi demi keperluan ilmu pengetahuan.
Untuk memperoleh keterampilan membaca pemahaman seseorang harus melalui
proses pembelajaran. Menurut Wardani (Samsu, 2011: 34) proses pembelajaran
merupakan sistem yang sangat kompleks yang sering disebut sebagai kotak hitam yang
sukar dipahami. Sedangkan Santosa (Samsu, 2011:34) mengatakan pembelajaran
merupakan terjemahan dari instructional yakni proses memberi rangsangan kepada
peserta didik supaya belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
merupakan aktivitas memberi rangsangan kepada peserta didik agar mencapai
keterampilan membaca pemahaman.
Menurut McLaughlin (Farida, 2007:116) membaca pemahaman memiliki prinsip-
prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling mempengaruhi membaca
pemahaman, yaitu: 1) pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial; 2)
keseimbangan kerangka kerja kurikulum membantu perkembangan pemahaman; 3) guru
yang profesional mempengaruhi belajar peserta didik; 4) pembaca yang baik memegang
peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses membaca; 5) membaca
hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna; 6) peserta didik menemukan manfaat
membaca yang berasal dari teks pada berbagai tingkat kelas; 7) perkembangan kosakata
dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca; 8) pengikutsertaan adalah
suatu faktor kunci dalam proses pemahaman; 9) strategi dan keterampilan membaca
sudah biasa diajarkan; 10) asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran
membaca pemahaman.
Strategi dalam pembelajaran membaca pemahaman diantaranya adalah:
 Collaborative Strategic Reading
Peserta didik berkesulitan belajar membaca harus berjuang untuk mampu
menguasai keterampilan membaca pemahaman, karena dalam membaca pemahaman
diperlukan perhatian yang cukup panjang terhadap beberapa hal. Oleh sebab itu
diperlukan strategi belajar yang mampu mengarahkan mereka dalam menguasai
keterampilan membaca pemahaman.
Collaborative strategic reading adalah strategi yang melibatkan peserta didik
secara berpasangan atau berkelompok serta mengajarkan peserta didik untuk
mencatat apa yang mereka pelajari melalui pembelajaran (Bos And Vaughn, 2009:
337). Strategi ini membantu peserta didik untuk memperbaiki keterampilan membaca
pemahaman, menambah kosa kata, dan bekerja sama dengan teman sebaya. Strategi
ini merupakan strategi yang dapat diajarkan pada semua level kelas (Bender, 2003:
156).
Menurut Christine (2001:23) collaborative strategic reading merupakan
strategi yang ideal untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. Dalam
menggunakan strategi ini peserta didik ditempatkan dalam kelompok belajar
kolaboratif yang terdiri dari empat sampai enam orang peserta didik. Para peserta
didik bekerjasama untuk mencapai tugas utama dalam membaca pemahaman.
Dalam collaborative strategic reading peserta didik belajar melalui tiga
tahapan yang akan membawa mereka melalui kegiatan sebelum membaca, saat
membaca dan setelah membaca.
Dalam tahapan sebelum membaca kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta
didik yaitu Preview yang meliputi kegiatan brainstrorming yaitu mengaktifkan
pengetahuan mengenai suatu topik dan memprediksi, yang di dalam kegiatan ini
peserta didik diajarkan untuk melihat judul, kata kunci, gambar, dan informasi
lainnya untuk membantu mengidentifikasi apa yang mereka ketahui tentang suatu
topik untuk membuat perkiraan. Tujuan kegiatan ini adalah agar peserta didik
mampu menangkap pesan sebanyak-banyaknya dari bacaan, mengaktifkan
pengetahuan tentang topik, membuat prediksi tentang apa yang mereka baca, serta
mencari tahu ketertarikan mereka dalam topik hari itu.
Tahapan saat proses membaca terdapat dua kegiatan, pertama adalah click
and clunk. Click adalah bagian dari teks yang memberikan makna, sedangkan clunk
adalah bagian dari teks yang sulit dimengerti atau tidak jelas. Strategi ini didesain
untuk membantu peserta didik dalam memantau pemahaman mereka dan untuk
membantu memperbaiki pemahaman peserta didik. Dalam kegiatan ini ada dua
tahap, yaitu: (1) tahap monitor, yaitu memantau bagian atau kata yang sulit
dimengerti, (2) fix up, yaitu memperbaiki kata yang sulit dimengerti oleh peserta
didik. Kegiatan kedua yaitu getting the gist (mendapatkan inti sari cerita). Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk mengajarkan peserta didik untuk mengulangi kembali
dengan menggunakan kata-kata sendiri, untuk memastikan peserta didik memahami
apa yang mereka baca. Peserta didik mempelajari kegiatan ini dengan membaca
setiap bagian kemudian membuat pertanyaan sendiri dengan mengikuti pertanyaan
tentang apa, siapa, dan hal penting apakah yang ada dalam bacaan tersebut.
Tahapan terakhir adalah tahap setelah membaca, di dalam tahapan ini
kegiatannya adalah wrap-up (meringkas). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan memori tentang apa yang peserta didik
pelajari. Kegiatan pada tahap setelah membaca ini dibagi menjadi dua, yaitu: (1) ask
the question, peserta didik membuat pertanyaan dan jawaban tentang ide kunci/ide
pokok dari bacaan dan mendiskusikan apa yang telah mereka dapat dari bacaan
dengan menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, mengapa, dan bagaimana,
kemudian mengulas kembali apa yang mereka dapat dari bacaan, (2) review, peserta
didik mengulas bacaan dengan merangkum apa yang mereka pelajari menggunakan
kalimat sendiri.
Proses dan alur pelaksanaan strategi membaca kolaboratif dapat diilustrasikan
dalam bentuk gambar sebagai berikut

Sebelum Membaca Selama Membaca Setelah Membaca

Preview Click & Clunk Wrap Up


1. Brainstorming 1. Monitor A. Ask the question
Mengaktifkan Menemukan kata yang Dengan rumus 5W/1H
pengetahuan peserta sulit/tidak dipahami. B. Review
didik mengenai suatu Mengulang kembali apa
topik. 2. Fix-up yang telah dibaca
2. Predict memperbaiki/mencari tahu
Membuat perkiraan kata yang sulit.

Get the gist


a. Ask question

- Menanyakan tentang apa (tokoh,


peristiwa, tempat) dari bacaan)
- Apa yang membuat tokoh, tempat,
peristiwa atau sesuatu menjadi
penting?
b. Paraphrase
Menguraikan kembali dengan
bahasa sendiri

Gambar 2.1
Proses atau Alur Pelaksanaan Strategi Membaca Kolaboratif adaptasi dari J.K Klingner
dan S. Vaughn (2009)
 Question-Answer Relationship (QAR) merupakan salah satu strategi yang
digunakan untuk menjelaskan kepada peserta didik bagaimana peserta didik dapat
membaca teks dan menjawab pertanyaan. Question-Answer Relationship (QAR) juga
dapat membantu peserta didik mempertimbangkan informasi baik dalam teks dan
informasi dari latar belakang pengetahuan peserta didik.
Strategi Question-Answer Relationship (QAR) ini dirancang untuk membantu
peserta didik dalam pelabelan jenis pertanyaan yang ditanyakan dan menggunakan
informasi ini untuk membantu membimbing mereka ketika mereka mengembangkan
jawaban.
Selain membantu dalam pelabelan jenis pertanyaan yang ditanyakan, strategi
Question-Answer Relationship (QAR) membantu peserta didik untuk menganalisis,
memahami dan merespon konsep teks. Peserta didik juga harus berpikir kritis untuk
mendapatkan jawaban.
Strategi Question-Answer Relationship (QAR) dirancang untuk mengajar peserta
didik bagaimana menjawab pertanyaan dengan belajar dimana menemukan jawaban.
Jawaban yang baik dalam teks atau dalam pikiran pembaca. Strategi ini biasa disebut
sebagai pertanyaan In The Book dan In My Head.
Question-Answer Relationship (QAR) adalah sebuah strategi yang digunakan
untuk membantu peserta didik memahami isi bacaan dan menjawab soal yang
diajukan dengan mengkategorikan berbagai jenis dan tingkat pertanyaan tersebut
sesuai jawaban pada teks. Strategi Question-Answer Relationship (QAR)
mengajarkan peserta didik untuk menguraikan jenis pertanyaan yang diajukan dan
menemukan jawaban berdasarkan pada teks atau analisa dari pemikiran peserta didik
sendiri.
Kategori Question-Answer Relationship (QAR), strategi Question-Answer
Relationship (QAR) dibagi menjadi empat kategori informasi yang diusulkan dalam
matriks untuk memahami bacaan. Keempat kategori tersebut yaitu: a) Right There, b)
Think and Search, c) On My Own, d) Author and Me. Keempat kategori tersebut
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaan berdasarkan kriteria pertanyaan
yang diajukan.
Right There adalah pertanyaan yang jawabannya literal dapat ditemukan dalam
teks, pada konteks ini pertanyaan yang diajukan masih tergolong pertanyaan dengan
tingkat rendah karena jawabannya masih dicari dalam teks bacaan tanpa berfikir dan
menganalisa kembali jawabannya. Right There adalah kata-kata yang digunakan
untuk membuat pertanyaan dan penggunaan kata untuk jawabannya dalam kalimat
yang sama (jawaban dan pertanyaan menggunakan kata-kata yang sama).
Think and Search yaitu pertanyaan yang secara eksplisit dinyatakan, jawaban
dapat ditemukan di beberapa kalimat yang sering diselingi di sepanjang teks. Peserta
didik harus menarik bagian-bagian yang berbeda dari teks untuk sampai kepada suatu
jawaban. Pada pertanyaan Think and Search, jawaban dikumpulkan dari beberapa
bagian dari teks dan disatukan untuk membuat kesimpulan baru yang sesuai dengan
isi dari teks.
Pertanyaan Think and Search pertanyaan yang jawaban terdapat dalam teks,
tetapi kata yang digunakan untuk membuat pertanyaan dan yang digunakan untuk
jawaban tidak dalam kalimat yang sama (tersirat). Think and Search membutuhkan
pemahaman berfikir dari peserta didik agar dapat menjawab pertanyaan. Pertanyaan
pada Think and Search dapat berupa kesimpulan dalam bacaan, ide pokok dari
paragraf atau dari seluruh bacaan. Think and Search disebut dengan pertanyaan
penafsiran karena peserta didik menafsirkan sendiri jawaban yang ada pada bacaan.
On My Own adalah pertanyaan yang memerlukan peserta didik untuk menarik
dari latar belakang pengetahuan sendiri untuk menjawab pertanyaan. Jawaban dari
pertanyaan On My Own ini tidak ditemukan dalam teks tetapi dalam pemikiran
peserta didik sendiri. Peserta didik harus berpikir secara kritis berdasarkan
pengetahuan setelah membaca teks bacaan untuk dapat menjawab pertanyaan.
Pertanyaan On My Own biasanya berupa pertanyaan yang menceritakan kembali isi
dari bacaan dalam bentuk tulisan.
Author and Me yaitu pertanyaan yang memerlukan peserta didik untuk menarik
kesimpulan yang terdapat dalam sebuah teks, sehingga mampu membangun makna
dari teks.
Penerapan di dalam Kelas
PROSEDUR:
1. Peserta didik di dalam kelas diberikan lembar teks bacaan oleh guru, b)
Melakukan tanya jawab singkat kepada peserta didik mengenai judul, gambar, dan
keterangan lain yang mendeskripsikan bacaan tersebut, c) Peserta didik membaca
nyaring bacaan tersebut secara bergantian, d) Guru meminta peserta didik
menggarisbawahi bagian yang penting dalam bacaan tersebut, e) Guru melakukan
tanya jawab dengan peserta didik tentang isi bacaan tersebut, f) Guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal yang belum dimengerti, g)
Peserta didik dibantu guru mengelompokkan pertanyaan berupa pertanyaan literal,
penafsiran, kritis dan kata dalam konteks dengan lembar strategi Question-Answer
Relationship (QAR), h) Peserta didik dibantu guru menjawab soal yang berhubungan
dengan bacaan dengan lembar strategi Question-Answer Relationship (QAR).

b. Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Menulis


Keterampilan menulis bukan hanya sekedar membentuk coretan menjadi huruf yang
benar. Keterampilan menulis merupakan rangkaian keterampilan yang berurutan dari
membuat coretan menjadi huruf, memasangkan huruf dengan huruf hingga membentuk
bunyi dan kata, kata terus dirangkai menjadi kalimat sederhana sampai kompleks sampai
pada rangkaian kalimat yang bermakna dan membentuk sebuah cerita. Urutan keterampilan
ini mungkin pada bagian tertentu tidak dikuasai anak berkesulitan belajar menulis atau
bahkan seluruh bagian.
Menurut Hall (2009), perkembangan keterampilan menulis bertumpu pada beberapa
hal berikut ini:
a. Mempunyai sesuatu untuk dibicarakan dan kepada siapa pembicaraan itu ditujukan
b. Sebuah model atau bentuk atau pola dalam otak untuk diikuti
c. Kemampuan untuk memproduksi kembali kata-kata yang sudah diketahui
d. Kemampuan untuk menuliskan huruf atau kata dari suara-suara yang sudah
diketahui
e. Kemampuan untuk membentuk huruf-huruf secara benar berdasarkan
penggunaannya dan dalam tulisan tangan
f. Kemampuan untuk membatasi kata
g. Kemampuan untuk merangkai kata-kata dengan pantas untuk membentuk kalimat-
kalimat
h. Kemampuan untuk merangkai kalimat-kalimat secara pantas untuk membentuk
paragraf
i. Kemampuan mengelompokkan kalimat untuk membentuk teks yang kohesif
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa urutan strategi untuk
mengajarkan keterampilan menulis mekanik pada anak (Hall, 2009). Keterampilan menulis
mekanik merupakan keterampilan bagaimana tangan bisa membentuk huruf vokal dan
abstrak dengan menggunakan pensil atau pulpen.
1. Belajar mencorat-coret rapih atau berpola. Belajar mencorat-coret rapih atau berpola
bertujuan untuk mengajarkan murid agar bisa membentuk coretan menjadi huruf yang
baik. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan tanpa paksaan dan harus menyenangkan dan
perlu dilakukan bersama guru dan murid. Guru harus memeriksa bagaimana para murid
memegang pensil dan membentuk huruf-huruf. Jika murid salah atau kurang benar
dalam memegang pensil maka guru harus memperbaiki cara murid memegang pensil.
2. Penekanan pensil saat menggunakannya juga harus benar. Jika murid mengalami
kesulitan dengan penekanan, maka tangan sebelah yang tidak digunakan untuk menulis
sebaiknya diletakkan di atas meja dan memberikan penekanan sedikit agar tekanan pada
kedua tangan menjadi lebih seimbang.
3. Pembentukan huruf-huruf bisa dibantu dengan menggunakan kertas bergaris seperti
dalam buku halus. Dengan menggunakan buku halus yang bergaris tiga, murid
seharusnya diajarkan untuk bisa menempatkan dimana kaki ataupun tangan huruf besar
dan huruf kecil berada ketika digunakan dalam kata dan kalimat. Jika murid mengalami
permasalahan dengan kerapihan tulisan, maka guru perlu terus memotivasinya sehingga
murid mampu menulis dengan sempurna.
Sedangkan untuk aspek menulis komposisi atau mengarang ketika guru meminta
murid menulis sebaiknya guru meminta murid untuk menulis hal-hal yang sudah diketahui
oleh murid. Perlu diberitahukan kepada murid tentang siapa yang akan membaca tulisan
mereka. Guru harus juga memberitahukan pola atau struktur penulisan yang diharapkan.
Pemberitahuan ini dimaksudkan agar murid mempunyai gambaran yang jelas tentang
struktur penulisan yang akan dilakukan.
Menurut Reid (2005), guru bisa membantu murid dalam mengajarkan menulis
komposisi atau menulis kreatif dengan cara seperti berikut ini:
1. Struktur. Guru perlu memberikan kata kunci yang berhubungan dengan apa yang
harus ditulis. Daftar kata yang bisa digunakan untuk menulis sesuai dengan kata
kunci akan lebih baik jika juga diberikan kepada murid. Daftar kata yang dimaksud
haruslah kata-kata yang diketahui dan dipahami oleh murid sehingga murid akan
menggunakannya dengan mudah dalam mengkomposisi tulisan.
2. Sekuel atau urutan yang terdiri dari pendahuluan atau pengantar, bagian utama dan
kesimpulan. Guru perlu memberikan contoh pengantar untuk sebuah tulisan yang
kemudian dibuatkan garis besar tentang apa yang akan ditulis dalam bagian utama
dan dalam urutan yang bagaimana akan menuliskannya dengan cara menyoroti hal
yang penting. Bagian utama merupakan urutan sebuah kejadian yang akan dituliskan
menjadi beberapa paragraf yang bisa juga diisi dengan paragraf khusus tentang
refleksi. Pada paragraf terakhir tentunya akan berisi kesimpulan dari apa yang sudah
dituliskan.
3. Tata Bahasa. Guru bisa menjadi pembaca yang baik bagi hasil karya para muridnya
terutama untuk mengoreksi tata bahasa yang digunakan oleh murid. Jika mungkin,
murid juga perlu diminta untuk membacakan hasil tulisannya secara nyaring untuk
mengidentifikasi jika ada kesalahan tata bahasa pada hasil tulisannya.

c. Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Matematika


Pembelajaran Matematika sangat berhubungan dengan kemampuan berbahasa dalam
membaca dan menulis. Sehingga akan sangat mengherankan jika anak yang mengalami
kesulitan membaca tidak mengalami kesulitan matematika. Jadi bisa dipastikan bahwa
seorang anak yang mengalami kesulitan membaca pasti akan mengalami kesulitan
matematika dalam hal perhitungan dan alasan matematika.
Pada umumnya seseorang yang mengalami kesulitan belajar spesifik akan
mengalami kesulitan dalam mengurutkan sesuatu, terutama jika bahasa terlibat di
dalamnya. Hal ini disebabkan karena matematika memiliki bahasa khusus seperti jumlah,
sama dengan, kurang dari, lebih dari, dibagi, dikali dan lain sebagainya. Karena
kekurangmampuan pemrosesan memori dalam otak, maka individu berkesulitan belajar
seringkali mengalami kesulitan pada materi perkalian yang sifatnya memang
mengurutkan.
Untuk mengurangi ketidakmampuan dalam hal pengurutan, Pollock, Waller & Politt
(2004) menyarankan untuk mengajarkan peserta didik hal-hal seperti urutan nama hari
dalam seminggu, nama bulan, alfabet, urutan waktu, dan lain-lain. Permainan atau
game adalah metode yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran untuk
membantu anak berkesulitan belajar matematika. Berikut ini adalah prinsip-prinsip
dalam penggunaan permainan atau game dalam pembelajaran matematika menurut Hall
(2009):
1. Perbaiki apa yang sudah anda ketahui tentang anak dan pastikan tidak ada
kesalahpahaman
2. Mengajarkan dan mempraktekkan satu fungsi secara sistematis
3. Perkenalkan hubungan timbal balik seperti pengurangan dan penambahan dengan
merujuk kembali ke aturan dasar
4. Gunakan teknik multisensor dan contoh nyata yang konkret sebanyak mungkin
untuk memperkuat cara mengajar anda yang utama
5. Gunakan permainan atau game secara teratur dan sering untuk memperkuat apa
yang telah diajarkan
Media realia harus juga banyak digunakan dalam membelajarkan anak berkesulitan
matematika. Hal ini disebabkan karena kekurangmampuan anak untuk membayangkan
hal-hal yang abstrak akibat dari hambatan yang terjadi dalam memori jangka pendek
mereka. Media realia yang bisa digunakan misalnya adalah kalkulator untuk menghitung
dan sempoa. Kedua benda ini memang dirancang untuk memudahkan manusia
melakukan operasi matematika. Media realia yang lain adalah segala benda yang ada di
sekitar kita seperti batu, kelereng dan lainnya. Benda-benda ini memang tidak dirancang
untuk digunakan dalam operasi matematika, tetapi bisa kita rekayasa untuk belajar
matematika.
Berikut ini juga adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membelajarkan
matematika pada anak yang berkesulitan matematika:
1. Masalah yang digunakan haruslah kontekstual sesuai dengan konteks dalam
kehidupan nyata.
2. Kontribusi siswa dalam memproduksi atau menemukan konsep-konsep perlu
diapresiasi. Contohnya, saat siswa mengerjakan soal dan hasilnya benar
walaupun cara yang digunakan berbeda dengan cara yang diajarkan guru, guru
harus memberikan penghargaan yang tepat kepada murid sehingga murid tetap
mau belajar. Penghargaan yang diberikan adalah kalau jawaban murid benar
walaupun cara dalam mengerjakannya tidak sama dengan guru, murid tetap
mendapatkan nilai yang sama. Kecuali jika murid mencontek maka penilaiannya
tentu akan berbeda.
3. Proses pembelajaran yang direncanakan haruslah bersifat interaktif sehingga
murid memang merasakan bahwa dia sedang belajar. Maksud dari pembelajaran
interaktif adalah dimana guru dan murid saling beraksi dalam pembelajaran.
Guru menerangkan, murid memperhatikan dan menyimak penjelasan guru. Jika
murid tidak paham, berilah mereka kesempatan untuk bertanya. Jika pertanyaan
mereka muncul disaat guru menerangkan, maka guru wajib menanggapi dengan
baik. Guru tidak boleh melarang muridnya bertanya pada saat guru sedang
menerangkan karena mungkin setelah guru menerangkan, murid sudah lupa apa
pertanyaannya.
4. Unit yang sedang dipelajari haruslah berkaitan dengan topik yang dipahami oleh
murid sehingga murid akan mudah belajar.
5. Model diperlukan untuk menyelesaikan masalah misalnya dengan membawa
media realia yang bisa kita temukan di sekitar kita.

F. Memilih Bahan Ajar bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Bahan ajar yang akan digunakan untuk membelajarkan anak berkesulitan belajar
spesifik pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan dengan bahan ajar bagi anak
pada umumnya. Semua bahan ajar yang digunakan oleh anak pada umumnya bisa digunakan
juga oleh anak berkesulitan belajar spesifik. Hanya saja bahan belajar yang akan digunakan
pada anak berkesulitan belajar spesifik tidak boleh mengandung kata yang hanya dimengerti
oleh budaya tertentu.
Kata-kata dalam bahan ajar harusnya merupakan kata-kata yang sifatnya universal, yang
bisa diterima dan digunakan oleh semua budaya. Contoh kata yang sifatnya tidak universal
yaitu ‘pada saat maghrib’ dan ‘pada saat subuh’. Kedua kata ini hanya bisa mudah dipahami
oleh orang yang beragama Islam atau mereka yang tinggal di lingkungan dengan mayoritas
penduduk beragama Islam. Sedangkan bagi orang yang beragama lain, kedua contoh kata
tersebut kemungkinan akan sulit dipahami karena mereka tidak pernah mendengar ataupun
membicarakan kata ‘maghrib’ dan ‘subuh’.
Untuk menghindari kesulitan memahami kedua kata tersebut, maka kedua kata tersebut
harus dicari padanan katanya yang lebih universal seperti ‘pada saat matahari terbenam’
sebagai pengganti kata ‘pada saat maghrib’ dan ‘pada saat matahari terbit’ sebagai pengganti
‘pada saat subuh’. Pada intinya, pemilihan kata dalam bahan ajar yang akan digunakan
untuk membelajarkan anak berkesulitan belajar harus dibaca terlebih dahulu oleh guru dan
guru harus mengubah kata yang kemungkinan akan membuat murid menjadi bingung.
Bahan ajar yang dipilih juga harus disesuaikan dengan level penguasaan kosakata pada
anak. Jika penguasaan kosakata pada anak masih berada pada level kelas 3 sekolah dasar,
maka guru seharusnya mencarikan atau membuat bahan bacaan yang setingkat dengan
kemampuan anak. Jangan memberikan bahan bacaan yang melebihi atau bahkan di bawah
tingkat kemampuan anak. Jika bahan bacaan melebihi tingkat kemampuan anak, maka anak
akan merasa sulit membaca karena kosakata kemungkinan belum pernah diketahuinya
sehingga akan mengurangi motivasi anak untuk membaca. Sedangkan jika bahan bacaan
berada di bawah kemampuan anak, maka anak kemungkinan akan merasa bosan karena
tidak ada hal yang menantang kemajuan belajarnya.

G. Rekayasa Media Pembelajaran bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Setelah kita mempelajari kurikulum dan bagaimana memodifikasinya untuk
kepentingan pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar, maka sekarang kita akan
mempelajari bagaimana merekayasa media pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar.
Karena keadaan alami anak berkesulitan belajar yang berkesulitan dalam kemampuan
memorinya untuk memroses informasi yang ada, maka media pembelajaran yang akan
digunakan sebaiknya memfasilitasi semua modalitas sensori yang dimiliki oleh anak yang
meliputi auditori, kinestetik, taktil dan visual. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas
materi pembelajaran dan dengan modalitas yang mana siswa paling mudah menguasai
penjelasan guru.
Berikut ini adalah contoh bagaimana merekayasa media pembelajaran untuk anak
berkesulitan belajar yang memfasilitasi semua modalitas sensori. Contoh materi yang kita
gunakan adalah contoh materi bacaan dalam pembelajaran bagi anak dengan autisme yang
sudah dimodifikasi sebelumnya yang berjudul ‘Pawai Budaya’ diambil dari Angi St.
Anggari, dkk (2016).

Pawai Budaya
Udin dan kakeknya tinggal di Kampung Babakan. Setiap tahun di kampung
ini selalu ada pawai budaya yang menampilkan keragaman budaya Indonesia. Tahun
ini Udin dan kakeknya pergi ke alun-alun untuk melihat pawai tersebut. Udin dan
kakeknya mendengar suara gendang yang menandakan rombongan pawai semakin
dekat.
Lima belas menit kemudian, Udin dan kakeknya melihat dengan jelas peserta
pawai budaya berbaris menurut asal daerahnya. Di barisan terdepan adalah
rombongan dari Maluku. Barisan kedua adalah rombongan dari Bali. Barisan terakhir
adalah rombongan dari Toraja.
Rombongan pawai dari Maluku terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Rombongan laki-laki mengenakan kemeja putih, jas merah dan topi tinggi dengan
hiasan keemasan. Rombongan perempuan mengenakan baju Cele yang terdiri dari
atasan putih berlengan panjang serta rok lebar merah. Beberapa anggota rombongan
membawa Tifa, alat musik dari Maluku. Jika dimainkan, bunyinya seperti gendang,
namun bentuknya lebih ramping dan panjang.
Rombongan dari Bali membawa alat musik yang bernama ceng-ceng. Alat ini
berbentuk seperti simbal dan terbuat dari logam. Ketika dua keping ceng-ceng
dipertemukan, suaranya sangat nyaring.
Rombongan pawai dari Toraja juga terdiri dari laki-laki dan wanita. Wanita
Toraja memakai pakaian adat yang disebut baju Pokko. Rombongan laki-laki
menggunakan pakaian adat yang disebut Seppa Tallung Buku. Rombongan Toraja
membunyikan alat musik khas mereka yang bernama Pa’pompang. Alat musik ini
berupa suling bambu besar yang bentuknya seperti angklung.
Udin dan kakeknya senang melihat pawai budaya. Mereka selalu menemukan
hal baru yang menarik perhatian.

Bacaan di atas sudah disederhanakan terlebih dahulu dari awalnya yang berisi
informasi yang berlebihan. Isi informasi pada setiap paragraf menjadi lebih teratur dan
berurutan. Tidak ada paragraf yang tumpang tindih atau dalam satu paragraf berisi
informasi yang kurang relevan.
Untuk memenuhi modalitas auditori, sebaiknya bahan bacaan tersebut dibacakan dan
direkam. Rekamannya disertakan dibawah bacaan dan bisa diputar pada saat diinginkan.
Pada saat didengarkan, siswa juga bisa menunjuk kata yang sedang dibaca sehingga
memenuhi kebutuhan kinestetik dan taktilnya. Pada saat inilah (membaca, mendengar,
melihat kata yang ditunjuk) siswa benar-benar belajar menggunakan keseluruhan modalitas
yang dimilikinya. Penggunaan semua modalitas belajar dimaksudkan untuk saling
mendukung sehingga siswa akan lebih mudah belajar.

H. Menyusun Alat Evaluasi Belajar bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik


Berbasis HOTS
Para mahasiswa sekalian pasti sudah paham tentang apa yang disebut sebagai higher
order thinking skills atau HOTS. Kalau masih belum paham, silahkan kembali ke Kegiatan
Belajar 2 pada bagian menyusun alat evaluasi terlebih dahulu. Kalau anda masih beruntung,
bahan ajar pasti masih bisa ditemukan tetapi kalau sedang buntung bahan ajar pasti sudah
lenyap tertindih kenangan. Mari kita lanjutkan.
Alat evaluasi yang berbasis HOTS adalah alat evaluasi yang membutuhkan jawaban
yang mencerminkan keterampilan berpikir yang menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.
Keterampilan berpikir ini tentu saja harus disesuaikan dengan keadaan murid kita yang
dalam hal ini adalah anak berkesulitan belajar. Sebelum menuntut murid kita untuk
merefleksikan jawaban sesuai dengan keterampilan berpikir yang menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta, maka kita harus paham terlebih dahulu bahwa mereka
mengalami kesulitan dalam pemrosesan memori jangka pendek. Sehingga kemungkinan
ketika murid belajar, apa yang sudah dipelajarinya akan hilang dengan segera dan tidak
masuk ke dalam memori jangka panjang mereka. Memori jangka pendek adalah kemampuan
kita untuk mengingat, memahami, mempraktekkan apa yang sedang kita pelajari pada saat
ini dan kegiatan ini kemungkinan hanya tersimpan dalam otak kita untuk sementara waktu.
Sedangkan memori jangka panjang adalah tempat kita menyimpan apa yang sedang kita
lakukan dengan memori jangka pendek kita. Jika kita memahami bahwa anak berkesulitan
belajar memiliki masalah dengan memori jangka pendek mereka, maka alat evaluasi yang
akan buat harus kita sesuaikan dengan keadaan anak.
Dengan memperhatikan keadaan natural anak berkesulitan belajar maka dalam alat
evaluasi yang kita susun sebaiknya kita memberikan:
1. Petunjuk dimana jawaban yang kita inginkan berada.
2. Memberikan waktu yang jelas, misalnya berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mengerjakan satu soal.
3. Kata dan bahasa yang digunakan haruslah sederhana dan mudah dipahami.
4. Petunjuk atau cara menjawab pertanyaan yang kita berikan harus tepat, misalnya
‘jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar’. Petunjuk ini memang lazim
digunakan tetapi petunjuk tersebut juga mengandung arti bahwa semua pertanyaan
harus dijawab dengan jawaban ‘dengan benar’. Jadi kita perlu mengubah petunjuk
misalnya menjadi ‘jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan pengetahuan yang
kamu miliki’.
Alat evaluasi yang kita susun juga perlu diragamkan, dalam artian kita tidak hanya
membuat soal. Tetapi bisa saja kita membuat alat evaluasi lainnya seperti tugas yang bisa
dikerjakan di rumah, tugas unjuk kerja, tugas merangkum dan lain-lain. Jadi, anak
berkesulitan belajar akan memiliki berbagai macam pilihan dalam menunjukkan
kemampuannya dalam melakukan analisis, evaluasi dan mencipta atau merekayasa ulang
pengetahuan yang telah dimilikinya.

C. Penutup
1. Rangkuman
Kurikulum yang berlaku bagi anak berkesulitan belajar di Indonesia adalah kurikulum
umum yang berlaku bagi anak pada umumnya di setiap jenjang Pendidikan. Tetapi
kurikulum ini tidak bisa diberikan begitu saja kepada anak berkesulitan belajar spesifik.
Kurikulum ini harus dimodifikasi baik dari segi tujuan, isi atau materi, proses atau metode
dan evaluasi sehingga bisa digunakan oleh anak berkesulitan belajar spesifik.
Memodifikasi kurikulum berarti mengubah tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan
evaluasi dengan cara mengurangi ataupun menambahkan dengan cara yang disesuaikan
dengan keadaan dan kebutuhan anak.
Dalam merancang pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar spesifik, kita harus
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi masing-masing jenis kesulitan belajar.
Metode dan strategi yang akan kita gunakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
modalitas belajar yang dimiliki anak. Demikian juga dengan bahan ajar, media
pembelajaran dan alat evaluasi yang kita rancang harus disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang kita rancang akan menjadi lebih
interaktif sehingga anak akan mampu menelaah dan memahami materi yang kita berikan
demi mencapai kompetensi yang seharusnya dikuasai.
Daftar pustaka

Angi St. Anggari, dkk (2016) Indahnya Kebersamaan: buku tematik terpadu Kurikulum 2013
Tema 1 Buku siswa SD/MI Kelas IV. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Bender, N. W. & Martha J. L. (2003) Reading Strategies for Elementary Students with Learning
Difficulties. United States of Amerika: Corwin Press, Inc.
Christine. D Bremer, (2001) Collaborative Strategic Reading (CSR): Improving Secondary
Students ReadingComprehension Skills.USA : Allyn and Bacon.
Choate. S. J. & Enright E.B. (1992) Curriculum Based Assessment and Programming. UAS:
Allyn and Bacon.
Choate. S. J. & Enright E.B. (1995) Curriculum Based Assessment and Programming. UAS:
Allyn and Bacon.
Farida Hahim. (2007). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hall, W. (2009) Dyslexia in the Primary Classroom. Exeter: Learning Matter
Kirk, samuel, Gallagher (1993). Educating Exceptional Children. Boston: Houghton Mifflin
Mercer, Cecil D & Mercer, Ann R (1999) . Teaching Student with Learning Problems. Ohio:
Merrill Publishing Company
Pollock, J., Waller, E., & Politt, R. (2004) Day-to-Day Dyslexia in the Classroom 2nd edn.
London: Routledge Falmer
Reid, G. (2005) Dyslexia and Inclusion: Classroom Approaches for Assessment, Teaching and
Learning. London: David Fulton
Sadoski, M. (2004). Conseptual Foundation of Teaching Reading. London: The Guildford
Press.
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58
Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
Samsu Sodamayu. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran membaca. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Tarigan, H.G. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan
Angkasa.
Vaughn, S. & Bos S. C. (2009) Strategies for Teaching Students with Learning and Behavior
Problems (seven edition). USA: Pearson.

Anda mungkin juga menyukai