TUGAS 3
3. Sekolah dasar merupakan saranan pendidikan yang mampu menjadi dasar pondasi
pembentukkan kepribadian dan perkembangan anak dari berbagai aspek. Salah satu
perkembangan kognitif siswa SD yang dikemukakan oleh Piaget merekomendasikan
pembelajaran di SD yang kontekstual. Buatlah desain pembelajaran kontekstual pada
pembaharuan pembelajaran di sekolah dasar!
Pembelajaran secara kontekstual merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
berhubungan dengan fenomena kehidupan sosial masyarakat, fenomena dunia pengalaman
dan pengetahuan murid dan kelas sebagai fenomena sosial.
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungann antara pengatahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Dalam pembelajran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan
kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan
dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam
program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessmennya.
4. Salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di sekolah dasar yaitu mata pelajaran
matematika. Dimana dalam mata pelajaran matematikapun guru harus mampu
mengembangkan dan mengukur ranah kognitif, afektif dan psikomor siswa sekolah
dasar dalam pembelajaran matematika tersebut. Rancanglah evaluasi program
pembelajaran matematika dalam mengukur ranah kognitif, afektif dan psikomor
siswa sekolah dasar!
a.Ranah Kognitif
Hasil belajar pada ranah kognitif terdiri dari beberapa tingkatan anatara lain :
1)Pengetahuan
a)Siswa dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk bangun ruang.
b)Siswa dapat mengetahui ciri-ciri dari jaring-jaring kubus dan balok.
2)Pemahaman
a)Siswa dapat menjelaskan sifat-sifat bangun ruang.
b)Siswa dapat menyebutkan bagian-bagian dari bangun ruang.
c)Siswa dapat membedakan jaring-jaring kubus dan balok.
3)Penerapan
a) Siswa dapat menentukan nama dari bangunruang berdasarkan ciri-cirinya.
b)Siswa dapat menggambar dan menunjukkan jaring-jaring kubus dan balok.
c)Siswa dapat menjelaskan sifat-sifat bangun ruang.
b.Ranah Afektif
Hasil belajar hendak dicapai pada ranah afektif antara lain:
1)Menerima, siswa mendengarkan dan memperhatikan dalam pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.
2)Kemauan menanggapi/menjawab, siswa aktif bertanya dan siswa mampu menjawab
pertanyaan.
3)Menilai, siswa dapat memberikan pendapat dalam berdiskusi dalam kelompok.
4)Organisasi, siswa dapat bekerjasama dalam belajar kelompok.
5)Karakterisasi, siswa menyampaikan hasil pendapat dalam diskusi
kelompok maupun kelas.
c.Ranah Psikomotor
Dalam peneliti ini akan diukur ranah psikomotor meliputi:
1)Keterampilan motorik, siswa mampu mengikuti petunjuk guru dalam pembuatan alat
peraga.
2)Memanipulasi benda-benda, siswa terampil membuat alat peraga bangun ruang dengan
menggambar dan membuat jaring-jaring kubus dan balok.
3)Koordinasi neuromuscular, yaitu siswa mampu memperagakan pembuatan alat peraga
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Siswa menunjukkan hasil yang baik (teliti dan rapi)
dalam pembuatan alat peraga.
Mutu Pendidikan
Fakta di tahun 2016, kualitas pendidikan di Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 69
negara. Hal ini menjadi cermin konkret akan kualitas dan kuantitas guru di Indonesia. Maka
harus ada langkah serius untuk membenahi kualitas guru. Karena nyatanya, tidak sedikit
guru yang hari ini tetap saja menjalankan proses belajar-mengajar dengan pola "top-down".
Guru seolah berada "di atas" dan siswa berada "di bawah", guru bertindak sebagai subjek
dan siswa sebagai objek belajar.
Guru merasa berkuasa untuk "membentuk" siswanya. Ibaratnya, guru menjadi "teko" dan
siswa sebagai "gelas" sehingga siswa berstatus hanya menerima apapun yang dituangkan
guru. Siswa tidak diajarkan untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya. Siswa hanya bisa
disuruh tanpa diajarkan untuk mengenal dirinya lalu mampu bertahan hidup.
Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai "ahli" pada mata pelajaran
tertentu. Siswa lebih membutuhkan "pengalaman" dalam belajar, bukan "pengetahuan".
Karena itu, kompetensi guru menjadi syarat utama tercapainya kualitas belajar yang baik.
Guru yang kompeten akan "meniadakan" problematika belajar akibat kurikulum.
Kompetensi guru harus berpijak pada kemampuan dalam mengajarkan materi pelajaran
secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan gairah siswa dalam
belajar.
Maka, hari ini sangat dibutuhkan guru-guru yang mampu mengubah kurikulum menjadi
unit pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral
interaksi guru dan siswa harus menyenangkan. Guru tidak butuh kurikulum yang
mematikan kreativitas. Seharusnya, guru menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas.
Guru bukan orang yang tahu segalanya. Guru bukan pendidik yang berbasis kunci jawaban.
Tapi, guru penuntun siswa agar tahu bidang pelajaran yang paling disukainya.
Tujuan besar perubahan kurikulum tentu akan sia-sia apabila mindset guru tidak berubah.
Guru adalah kreator dan tidak perlu text book terhadap kurikulum. Guru tidak boleh
nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Sekali lagi, mutu pendidikan hanya bisa terjadi
bila guru mengajar dengan hati, bukan hanya logika.
Jadi, mutu pendidikan ada di tangan guru. Kurikulum memang penting, tapi tidak urgen
bagi kualitas pendidikan. Menteri sehebat apapun tidak terlalu penting bagi mutu
pendidikan. Kasihan dunia pendidikan kita. Sudah terlalu banyak diskusi tentang teori-teori
untuk memajukan pendidikan. Terlalu banyak berdebat tentang pelaksanaan kurikulum.
Tapi sayang, kita terlalu sedikit bertindak untuk membenahi kompetensi dan mentalitas
guru dalam mendidik.
Ketahuilah, guru akan sulit menerima perubahan jika kompetensinya rendah. Pendidikan
akan semakin rumit ke depan bila kualitas guru kita memang lemah. Maka kompetensi guru
harus segera ditingkatkan, itulah titik penting mutu pendidikan Indonesia.