Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : A.n Ahmad.......…...........................................

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 838663271………………………………...............

Kode/Nama Mata Kuliah : DGK4104/Perspektif Pendidikan SD.............

Kode/Nama UPBJJ : 87/Jayapura ................................……………......

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Bahan ajar merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang sangat diperlukan
untuk pemerolehan pemahaman siswa dalam belajar supaya tujuan pembelajaran
dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Uraikanlah komponen-komponen bahan ajar
di sekolah dasar!
Handout
Struktur bahan aja handout sangat sederhana sekali yaitu utamanya hanya terdapat 2
komponen, judul dan informasi pendukung.
Buku
Buku memiliki 4 komponen penyusun struktur bahan ajarnya. Komponen tersebut adalah
judul, kompetensi dasar atau materi pokok, latihan, dan penilaian.
Modul
Struktur bahan ajar modul lebih kompleks lagi yang terdiri dari 7 komponen penyusun
yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung,
latihan, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.

2. Perhatikan cuplikan surat kabar berikut ini:


Miris, dunia pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya kembali tercoreng dengan
buruknya fasilitas ruang kelas di SDN 1 Cipakat Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat. Selain mengalami kerusakan di bagian dinding, atap ruang
kelas 4, 5 dan 6 yang berbahan bilik itu nampak rusak dan bolong serta terlihat lapuk
bekas genangan air hujan yang bertahan di atas atap saat turun hujan. Kepala
sekolah SDN 1 Cipakat Hasan, S.Pd. Mengatakan sejak tahun 2016 pihaknya sudah
mengajukan rehab ruang kelas, baik kepada Pemkab Tasikmalaya maupun kepada
pemerintah pusat emlalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Usulan tersebut
dilakukan setiap tahun… (Sumber: https://news.koropak.co.id/10026/atap-ruang-
kelas-sekolah-dasar-di-tasikmalaya-ini-nyaris-ambruk) pada tanggal 15 Oktober
2019.Berdasarkan cuplikan surat kabar di atas, Analisislah potret sarana dan
prasarana dalam pembelajaran di sekolah dasar!
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 42 menetapkan bahwa sarana dan prasarana yang harus ada pada setiap
satuan pendidikan, termasuk SD meliputi :
1.Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai dan
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
2.Sedangkan prasarana meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan/kepala sekolah, ruang
guru, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Kenyataan menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana di SD sangat bervariasi,


dari yang paling lengkap dan ideal sampai yang paling minimal. Banyak SD yang memiliki
sarana dan prasarana belajar seadanya, bahkan ada yang sangat mengkhawatirkan, sehingga
menimbulkan keluhan dari masyarakat karena keterbatasan sarana dan prasarana ini
membuat kualitas pelayanan pendidikan yang diberikan rendah.
Pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan sangat tergantung dari kemampuan dan
kreativitas guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terdapat
sarana dan prasaranayang tidak dimanfaatkan secara maksimal, disamping ada sarana
dan prasarana yang terbatas yang dapat dimanfaatkan secara optimal.

3. Sekolah dasar merupakan saranan pendidikan yang mampu menjadi dasar pondasi
pembentukkan kepribadian dan perkembangan anak dari berbagai aspek. Salah satu
perkembangan kognitif siswa SD yang dikemukakan oleh Piaget merekomendasikan
pembelajaran di SD yang kontekstual. Buatlah desain pembelajaran kontekstual pada
pembaharuan pembelajaran di sekolah dasar!
Pembelajaran secara kontekstual merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
berhubungan dengan fenomena kehidupan sosial masyarakat, fenomena dunia pengalaman
dan pengetahuan murid dan kelas sebagai fenomena sosial.
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungann antara pengatahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Dalam pembelajran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan
kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan
dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam
program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan authentic assessmennya.

4. Salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di sekolah dasar yaitu mata pelajaran
matematika. Dimana dalam mata pelajaran matematikapun guru harus mampu
mengembangkan dan mengukur ranah kognitif, afektif dan psikomor siswa sekolah
dasar dalam pembelajaran matematika tersebut. Rancanglah evaluasi program
pembelajaran matematika dalam mengukur ranah kognitif, afektif dan psikomor
siswa sekolah dasar!
a.Ranah Kognitif
Hasil belajar pada ranah kognitif terdiri dari beberapa tingkatan anatara lain :
1)Pengetahuan
a)Siswa dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk bangun ruang.
b)Siswa dapat mengetahui ciri-ciri dari jaring-jaring kubus dan balok.
2)Pemahaman
a)Siswa dapat menjelaskan sifat-sifat bangun ruang.
b)Siswa dapat menyebutkan bagian-bagian dari bangun ruang.
c)Siswa dapat membedakan jaring-jaring kubus dan balok.
3)Penerapan
a) Siswa dapat menentukan nama dari bangunruang berdasarkan ciri-cirinya.
b)Siswa dapat menggambar dan menunjukkan jaring-jaring kubus dan balok.
c)Siswa dapat menjelaskan sifat-sifat bangun ruang.
b.Ranah Afektif
Hasil belajar hendak dicapai pada ranah afektif antara lain:
1)Menerima, siswa mendengarkan dan memperhatikan dalam pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.
2)Kemauan menanggapi/menjawab, siswa aktif bertanya dan siswa mampu menjawab
pertanyaan.
3)Menilai, siswa dapat memberikan pendapat dalam berdiskusi dalam kelompok.
4)Organisasi, siswa dapat bekerjasama dalam belajar kelompok.
5)Karakterisasi, siswa menyampaikan hasil pendapat dalam diskusi
kelompok maupun kelas.
c.Ranah Psikomotor
Dalam peneliti ini akan diukur ranah psikomotor meliputi:
1)Keterampilan motorik, siswa mampu mengikuti petunjuk guru dalam pembuatan alat
peraga.
2)Memanipulasi benda-benda, siswa terampil membuat alat peraga bangun ruang dengan
menggambar dan membuat jaring-jaring kubus dan balok.
3)Koordinasi neuromuscular, yaitu siswa mampu memperagakan pembuatan alat peraga
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Siswa menunjukkan hasil yang baik (teliti dan rapi)
dalam pembuatan alat peraga.

5. Guru SD merupakan praktisi pendidikan yang sangat menentukan mutu dan


kualitas pembelajaran di sekolah dasar. Coba saudara evaluasi kompetensi guru SD
di Indonesia saat ini!
Kompetensi Guru
Patut disepakati, persoalan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa
dijawab dengan cara mengubah kurikulum. Atau, bahkan mengganti menteri atau dirjen.
Kualitas pendidikan hanya bisa dijawab oleh kualitas guru. Guru yang profesional, guru
yang berkualitas adalah jaminannya. Tanpa perbaikan kualitas guru maka kualitas
pendidikan akan tetap "jauh panggang dari api", akan tidak memadai.
Bayangkan saja, dari 3,9 juta guru yang ada saat ini, masih terdapat 25% guru yang belum
memenuhi syarat kualifikasi akademik, dan 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Di
sisi lain, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus memiliki standar kompetensi
yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Kita masih ingat, penerapan sekolah lima hari yang menimbulkan polemik. Bahkan
penerapan Kurikulum 2013 yang "terpaksa" dibatalkan akibat guru yang belum paham
betul. Banyak guru yang bingung sehingga pembelajaran tidak berjalan optimal. Maka
upaya meningkatkan kompetensi guru sebagai pelaksana kurikulum di kelas sangatlah
penting. Karena sebaik apapun kurikulum yang ada, tidak akan bisa berjalan dengan baik
tanpa didukung guru yang berkualitas.
Persoalan guru memang tidak sederhana. Walau jangan pula dinyatakan terlalu kompleks.
Membahas kompetensi guru, prinsip dasarnya adalah memetakan faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya kompetensi guru. Dalam konteks ini, setidaknya dapat diduga ada
empat penyebab rendahnya kompetensi guru.
Pertama, ketidaksesuaian disiplin ilmu dengan bidang ajar. Masih banyak guru di sekolah
yang mengajar mata pelajaran yang bukan bidang studi yang dipelajarinya. Hal ini terjadi
karena persoalan kurangnya guru pada bidang studi tertentu.
Kedua, kualifikasi guru yang belum setara sarjana. Konsekuensinya, standar keilmuan yang
dimiliki guru menjadi tidak memadai untuk mengajarkan bidang studi yang menjadi
tugasnya. Bahkan tidak sedikit guru yang sarjana, namun tidak berlatar belakang sarjana
pendidikan sehingga "bermasalah" dalam aspek pedagogik.
Ketiga, program peningkatan keprofesian berkelanjutan (PKB) guru yang rendah. Masih
banyak guru yang "tidak mau" mengembangkan diri untuk menambah pengetahuan dan
kompetensinya dalam mengajar. Guru tidak mau menulis, tidak membuat publikasi ilmiah,
atau tidak inovatif dalam kegiatan belajar. Guru merasa hanya cukup mengajar.
Keempat, rekrutmen guru yang tidak efektif. Karena masih banyak calon guru yang
direkrut tidak melalui mekanisme yang profesional, tidak mengikuti sistem rekrutmen yang
dipersyaratkan. Kondisi ini makin menjadikan kompetensi guru semakin rendah.

Mutu Pendidikan

Fakta di tahun 2016, kualitas pendidikan di Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 69
negara. Hal ini menjadi cermin konkret akan kualitas dan kuantitas guru di Indonesia. Maka
harus ada langkah serius untuk membenahi kualitas guru. Karena nyatanya, tidak sedikit
guru yang hari ini tetap saja menjalankan proses belajar-mengajar dengan pola "top-down".
Guru seolah berada "di atas" dan siswa berada "di bawah", guru bertindak sebagai subjek
dan siswa sebagai objek belajar.
Guru merasa berkuasa untuk "membentuk" siswanya. Ibaratnya, guru menjadi "teko" dan
siswa sebagai "gelas" sehingga siswa berstatus hanya menerima apapun yang dituangkan
guru. Siswa tidak diajarkan untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya. Siswa hanya bisa
disuruh tanpa diajarkan untuk mengenal dirinya lalu mampu bertahan hidup.
Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai "ahli" pada mata pelajaran
tertentu. Siswa lebih membutuhkan "pengalaman" dalam belajar, bukan "pengetahuan".
Karena itu, kompetensi guru menjadi syarat utama tercapainya kualitas belajar yang baik.
Guru yang kompeten akan "meniadakan" problematika belajar akibat kurikulum.
Kompetensi guru harus berpijak pada kemampuan dalam mengajarkan materi pelajaran
secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan gairah siswa dalam
belajar.

Maka, hari ini sangat dibutuhkan guru-guru yang mampu mengubah kurikulum menjadi
unit pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral
interaksi guru dan siswa harus menyenangkan. Guru tidak butuh kurikulum yang
mematikan kreativitas. Seharusnya, guru menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas.
Guru bukan orang yang tahu segalanya. Guru bukan pendidik yang berbasis kunci jawaban.
Tapi, guru penuntun siswa agar tahu bidang pelajaran yang paling disukainya.
Tujuan besar perubahan kurikulum tentu akan sia-sia apabila mindset guru tidak berubah.
Guru adalah kreator dan tidak perlu text book terhadap kurikulum. Guru tidak boleh
nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Sekali lagi, mutu pendidikan hanya bisa terjadi
bila guru mengajar dengan hati, bukan hanya logika.
Jadi, mutu pendidikan ada di tangan guru. Kurikulum memang penting, tapi tidak urgen
bagi kualitas pendidikan. Menteri sehebat apapun tidak terlalu penting bagi mutu
pendidikan. Kasihan dunia pendidikan kita. Sudah terlalu banyak diskusi tentang teori-teori
untuk memajukan pendidikan. Terlalu banyak berdebat tentang pelaksanaan kurikulum.
Tapi sayang, kita terlalu sedikit bertindak untuk membenahi kompetensi dan mentalitas
guru dalam mendidik.
Ketahuilah, guru akan sulit menerima perubahan jika kompetensinya rendah. Pendidikan
akan semakin rumit ke depan bila kualitas guru kita memang lemah. Maka kompetensi guru
harus segera ditingkatkan, itulah titik penting mutu pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai