Anda di halaman 1dari 24

PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN LUAR BIASA

MODUL 6 PENDIDIKAN ANAK DENGAN AUTISME DAN KESULITAN BELAJAR


SPESIFIK
KEGIATAN BELAJAR 4: PEMBELAJARAN PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS
BAGI ANAK DENGAN AUTISME DAN KESULITAN BELAJAR

Nama Penulis:
Suprihatin, Ed.D
Leliana Lianty, M.Pd

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


2019
DAFTAR ISI

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat …………………………………………………………… 1
2. Relevansi ………………………………………………………..…………… 1
3. Petunjuk Belajar ……………………………………………….……………. 2
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran ………………………………………………………… 2
2. Pokok - Pokok Materi ……..……………………………………… …………… 2
3. Uraian Materi
A. Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak dengan Autisme
1. Konsep pengembangan Interaksi dan Komunikasi Anak
dengan Autisme ………………………………………………………… 3
2. Metode dan Teknik Pengembangan Interaksi dan Komunikasi
bagi Anak dengan Autisme ………………………………..…………… 4
3. Merancang Program Pengembangan Interaksi dan Komunikasi
bagi Anak dengan Autisme …………………………………..………… 13
4. Pembelajaran dan Penilaian Kegiatan Pengembangan Interaksi
dan Komunikasi bagi Anak dengan Autisme ………………..…………. 14
B. Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak Berkesulitan Belajar
1. Konsep Pengembangan Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus
bagi Anak Berkesulitan Belajar …………………………………………. 17
2. Metode dan Teknik Pengembangan Pembelajaran Program
Kebutuhan Khusus bagi Anak Berkesulitan Belajar …………………… 18
3. Merancang Program Pengembangan Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus
bagi Anak Berkesulitan Belajar …………………………………………… 22
4. Penilaian Kegiatan Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus
bagi Anak Berkesulitan Belajar ………………………………………… 22
C. Penutup
1. Rangkuman …………………………………………………………. …………… 23
Daftar Pustaka ……………………………………………………………… …………… 28
KEGIATAN BELAJAR 4: PEMBELAJARAN PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS
BAGI ANAK DENGAN AUTISME DAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Autisme dan kesulitan belajar spesifik merupakan dua jenis hambatan yang sangat
berbeda. Autisme yang dialami individu mengakibatkan ketidakmampuan individu
tersebut melakukan interaksi dan komunikasi sosial secara sempurna. Ketidakmampuan
dalam berinteraksi dan berkomunikasi menyebabkan individu autis terlihat seperti orang
aneh, sehingga mereka membutuhkan pembelajaran program kebutuhan khusus untuk
belajar bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain secara tepat.
Sedangkan kesulitan belajar spesifik tidak mengakibatkan individu yang
mengalaminya terlihat aneh, mereka adalah individu yang biasa-biasa saja. Hambatan
yang mereka alami akan terlihat dengan jelas pada saat mereka sedang mengikuti
pembelajaran yang berhubungan dengan membaca, berhitung dan menulis. Pada dasarnya
mereka juga membutuhkan pembelajaran program kebutuhan khusus untuk mengejar
ketertinggalan sebagai akibat dari ketidakmampuan mereka dalam hal membaca, menulis
dan berhitung.
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana pembelajaran program kebutuhan khusus
bagi anak dengan autisme dan atau yang mengalami kesulitan belajar, melalui Kegiatan
Belajar 4 pada Modul 6 ini kita akan mempelajari konsep pembelajaran program
kebutuhan khusus bagi mereka.

2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan merupakan guru yang sudah
mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), melalui PPG ini diharapkan mahasiswa mampu
meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional dalam bidang ilmu pendidikan luar
biasa, khususnya kajian tentang autisme dan kesulitan belajar spesifik. Setelah mengikuti
PPG ini, diharapkan mahasiswa yang merupakan guru di SLB dapat lebih profesional
dalam memberikan pembelajaran program kebutuhan khusus bagi peserta didik autis dan
atau peserta didik berkesulitan belajar di kelas dengan memperhatikan karakteristik yang
paling membutuhkan perubahan pada peserta didik autis dan peserta didik berkesulitan
belajar.
3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh mahasiswa PPG untuk
materi program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme dan atau kesulitan belajar
spesifik. Sebaiknya materi belajar dalam Kegiatan Belajar 4 ini dibaca dan dipahami
secara cermat dan berurutan, sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh terkait
bagaimana seharusnya merancang pembelajaran program kebutuhan khusus bagi peserta
didik autis dan peserta didik berkesulitan belajar.

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 4 pada Modul 6 ini, diharapkan mahasiswa PPG
dapat menguasai konsep teoritis tentang program kebutuhan khusus bagi peserta didik autis
dan atau berkesulitan belajar yang dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik autis dan atau berkesulitan
belajar.

2. Pokok – Pokok Materi


Pokok-pokok materi yang akan kita pelajari pada Kegiatan Belajar 4 ini meliputi:
A. Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak dengan Autisme
1. Konsep pengembangan interaksi dan komunikasi anak dengan autisme
2. Metode dan teknik pengembangan interaksi dan komunikasi bagi anak dengan
autisme
3. Merancang program pengembangan interaksi dan komunikasi bagi anak dengan
autisme
4. Pembelajaran dan penilaian kegiatan pengembangan interaksi dan komunikasi bagi
anak dengan autisme
B. Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak Berkesulitan Belajar
1. Konsep pengembangan program kebutuhan khusus bagi anak berkesulitan belajar
2. Metode dan teknik pengembangan program kebutuhan khusus bagi anak berkesulitan
belajar
3. Merancang pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak berkesulitan belajar
4. Penilaian kegiatan pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak berkesulitan
belajar

3. Uraian Materi
A. Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak dengan Autisme

1. Konsep Program Kebutuhan Khusus bagi Anak dengan Autisme


Program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme merupakan pembelajaran
yang bersifat mengganti kerugian yang dialami oleh anak karena hambatan yang
dimilikinya. Atau dengan kata lain program kebutuhan khusus adalah upaya
memfasilitasi anak untuk mendapatkan berbagai keterampilan sebagai akibat dari
kelainan yang dimilikinya. Keterampilan-keterampilan ini harus didapatkan oleh
anak agar mereka mampu berfungsi dengan baik sebagai anggota masyarakat
secara luas.
Tujuan program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme antara lain adalah
untuk:
1. Membantu anak untuk mendapatkan kembali keterampilan yang hilang
akibat dari kelainan yang dimilikinya
2. Mengejar ketertinggalan perkembangan berbagai keterampilan sebagai
akibat dari kelainan yang dimilikinya
3. Memperkuat sisa keterampilan yang masih dimilikinya
4. Mengajarkan keterampilan baru sesuai dengan kebutuhannya

Dalam mengajarkan program kebutuhan khusus, para guru harus memahami


prinsip-prinsip pembelajaran program kebutuhan khusus yang antara lain adalah:
1. Memulai pembelajaran program kebutuhan khusus pada hal yang sangat
dibutuhkan oleh anak
2. Dimulai dari hal yang sangat sederhana
3. Instruksi yang digunakan harus tegas dan jelas
4. Harus ada penguatan dan generalisasi
5. Ada evaluasi yang jelas di setiap akhir pembelajaran
Ruang lingkup program kebutuhan khusus yang akan diberikan kepada peserta
didik autis meliputi interaksi dan komunikasi. Sebagaimana sudah kita pelajari
pada KB 1 Modul 6 ini, anak dengan autisme memiliki ketidakmampuan yang
menjadi ciri utama mereka dalam hal interaksi dan komunikasi. Ketidakmampuan
dalam dua hal tersebut dimiliki oleh masing-masing anak dengan autisme dengan
derajat yang berbeda-beda. Ada anak yang mampu berbicara tetapi tidak
berkomunikasi ataupun berinteraksi, ada juga anak yang tidak mampu berbicara
tetapi masih ada keinginan untuk melakukan komunikasi dan berinteraksi. Hal-hal
kecil seperti inilah yang akan menjadi target dalam pembelajaran kompensatoris
bagi anak dengan autisme.

2. Metode dan Teknik Pembelajaran Interaksi dan Komunikasi bagi Anak


Autis
Mengajarkan interaksi dan komunikasi pada anak dengan autisme bisa
dilakukan bersamaan ataupun dipisah. Dilakukan bersamaan karena kedua
keterampilan besar ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga
agak sulit untuk menemukan keterampilan yang mana yang menjadi pendorong
keterampilan yang lain. Keterampilan berkomunikasi bisa dilakukan terpisah
untuk membentuk dasar keterampilan yang harus dimiliki oleh anak sebelum
keterampilan ini digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang
lain. Berikut ini adalah metode dan teknik pembelajaran yang bisa dan biasa
digunakan dalam membelajarakan keterampilan interaksi dan komunikasi pada
anak dengan autisme.

Metode dan Teknik pembelajaran keterampilan berkomunikasi


Sebelum kita mengajarkan keterampilan berkomunikasi pada anak dengan
autisme, kita harus pahami terlebih dahulu bahwa berkomunikasi bukanlah
berbicara. Bicara hanyalah salah satu cara seseorang untuk melakukan komunikasi
dengan orang lain. Jika seorang anak dengan autisme tidak mampu berbicara
maka kita harus fasilitasi mereka dengan keterampilan berkomunikasi yang lain.
Ada dua macam metode dan teknik yang biasa digunakan untuk mengajarkan
keterampilan berkomunikasi yaitu, yang pertama, tanpa bantuan yang meliputi
penggunaan gestur atau bahasa tubuh dan isyarat manual. Penggunaan kedua cara
ini bisa diajarkan kepada anak dengan autisme terutama penggunaan isyarat
umum yang berlaku di lingkungan sekitar seperti melambaikan tangan, meminta
dan menunjuk. Isyarat sederhana ini perlu diajarkan kepada anak dengan autisme
sampai mereka benar-benar paham makna dan penggunaannya sehingga mereka
mampu menggunakan keterampilan tersebut dengan benar. Sedangkan untuk
penggunaan bahasa isyarat bisa juga diajarkan kepada anak dengan autisme yang
tentu saja harus dengan persetujuan orang tua. Guru yang mengajarkan juga harus
mahir dalam penggunaan bahasa isyarat sehingga kemampuan berkomunikasi
murid akan berkembang menjadi lebih baik.
Yang kedua adalah dengan bantuan yang bisa berupa obyek asli, foto, garis-
garis simbol atau simbol alfabet. Kedua metode dan teknik ini memiliki
kelemahan yang sama yaitu hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan
orang yang memahami penggunaan kedua metode tersebut. Berikut ini adalah
dua metode dalam mengajarkan keterampilan berkomunikasi pada anak dengan
autisme yang menggunakan bantuan dan mudah dalam pelaksanaannya.
1. PECS (Picture Exchange Communication System)
PECS merupakan sistem berkomunikasi dengan menukarkan gambar atau
foto antara orang yang menyampaikan pesan dan orang yang menerima pesan.
Pesan yang disampaikan adalah gambar ataupun tulisan yang tersurat dalam
gambar atau foto yang digunakan. Prasyarat dalam memulai penggunaan PECS
untuk berkomunikasi adalah hal apa saja yang biasa dilakukan anak untuk
menunjukkan keinginannya dan hal yang disukai anak. Kedua hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kemungkinan ketercapaian penguasaan
keterampilan penggunaan PECS dalam berkomunikasi.
Sebelum memulai menggunakan PECS, guru dan orang tua disarankan
untuk bekerja sama membuat buku PECS bagi anak. Buku PECS ini berisi
kartu bergambar kegiatan yang biasa dilakukan oleh anak atau foto benda-
benda yang biasa digunakan oleh anak. Setiap gambar diberi perekat yang kuat
sehingga bisa dipakai berulangkali. Kartu bergambar ataupun foto-foto ini
ditempelkan pada buku atau map yang kuat agar bisa dibawa-bawa oleh anak
tetapi masih tetap kuat menempel pada buku. Pada saat ingin berkomunikasi
anak bisa menggunakannya. Menurut Bondy & Frost (1994), ada enam fase
dalam mengajarkan anak untuk menggunakan PECS dalam berkomunikasi:
Fase 1: untuk memulai berkomunikasi
Pada fase ini, seorang fasilitator dan penerima pesan dibutuhkan untuk
bekerja dengan anak. Anak diberi benda yang sedang diinginkannya dan saat
anak meraih benda tersebut, fasilitator secara fisik mengarahkan anak untuk
mengambil gambar benda yang diinginkannya. Fasilitator membantu anak
mengambil gambar benda yang dimaksud dan memberikannya kepada
penerima pesan yang sedang memegang benda yang diinginkan oleh anak
untuk ditukar dengan benda yang dimaksud. Kegiatan fase 1 ini bisa dilakukan
dengan duduk di kursi saling berhadapan antara anak dengan penerima pesan
atau guru, sedangkan fasilitator bisa duduk di belakang atau di samping anak.
Fase 2: untuk mengajarkan jarak dan ketekunan
Anak diajarkan untuk bergerak pada jarak yang agak jauh untuk
menukarkan gambar dengan benda yang diinginkan. Mereka diajarkan untuk
menemukan gambar dalam buku atau papan PECS mereka yang diletakan agak
jauh dan setelah ditemukan mereka diarahkan untuk menuju ke mitra
komunikasi untuk menyelesaikan penukaran gambar dengan benda yang
diinginkan. Kegiatan fase 2 ini hendaknya dilakukan secara berdiri dengan
posisi yang sama seperti fase 1 sehingga anak bisa bergerak bebas.
Fase 3: untuk membedakan antara yang diinginkan dengan yang tidak
diinginkan
Pada fase ini guru memasangkan gambar benda yang diinginkan dengan
gambar benda yang tidak diinginkan pada buku komunikasi. Anak bertukar
menggunakan salah satu gambar dan menerima barang yang diminta. Ketika
gambar barang yang diinginkan ditukar, maka anak akan menerima barang
yang diinginkan dan mendapat penguatan sosial dari penerima pesan. Ketika
gambar barang yang tidak diinginkan ditukar, maka anak akan menerima
barang yang dimaksud dan langkah-langkah koreksi kesalahan harus
dimunculkan. Penerima pesan bisa bertanya „Apa yang kamu inginkan?‟ atau
fasilitator bisa mengarahkan anak secara fisik kepada benda yang diinginkan.
Begitu anak semakin mampu membedakan antara benda yang diinginkannya
dengan yang tidak diinginkannya, guru secara bertahap harus menambahkan
benda yang baru dalam daftar yang harus diajarkannya.
Fase 4: memulai menggunakan struktur kalimat
Ikon „saya ingin …..‟ atau „saya mau …..‟ untuk frasa pengantar harus
disediakan sebagai pembuka atau awal kalimat untuk dikombinasikan dengan
sebuah gambar benda yang akan diminta. Pada sisi akhir ikon ini diberi perekat
untuk menempelkan gambar atau pesan yang akan dikomunikasikan. Dengan
ikon ini anak diusahakan belajar membuat kalimat dengan menambahkan pesan
yang akan dikomunikasikan dan menukarkan keseluruhan gambar untuk
berkomunikasi. Setelah murid memberikan keseluruhan ikon yang digabung
dengan gambar atau pesan yang diinginkan kepada penerima pesan maka
selanjutnya penerima pesan menerimanya, menghadapkan ikon yang diterima
pada anak, membacakannya dan memberikan benda yang diinginkan oleh anak.
Fase 5: untuk menjawab pertanyaan langsung
Anak diajarkan untuk menjawab pertanyaan „apa yang kamu inginkan?‟
atau „apa yang kamu mau?‟. Penggunaan kata tambahan bisa diajarkan pada
saat ini untuk mempertegas makna pesan. Contoh: „saya mau makan‟ maka jika
ditambahkan satu kata akan menjadi „saya mau makan mangga‟.
Fase 6: memulai membangun komentar
Anak belajar berkomunikasi lebih dari sekedar menyampaikan kebutuhan
dan keinginannya. Selama fase ini, pertukaran gambar bukan lagi untuk
meminta tetapi pertukaran yang bertujuan untuk berkomentar dan menyediakan
informasi. Proses ini diajarkan dengan menggunakan frasa pengantar „saya
tahu…..‟ dan „saya dengar…..‟. Kedua frasa ini diperkenalkan satu persatu dan
disimpan dalam buku PECS.

2. Gawai
Gawai atau gadget atau telepon genggam adalah salah satu alat yang bisa
kita gunakan untuk mengajarkan berkomunikasi bagi anak dengan autisme.
Syarat utama penggunaan gawai untuk berkomunikasi adalah anak sudah harus
paham alfabet dan bagaimana menggunakannya. Anak kita ajarkan mengetik
pesan yang mereka inginkan untuk dikirimkan kepada penerima pesan melalui
sms manual atau aplikasi pengirim pesan seperti whattsapp, wechat, line dan
lain-lain. Syarat kedua adalah anak harus bisa berbicara saat menggunakan
fasilitas pengiriman pesan suara melalui berbagai aplikasi seperti yang tersebut
sebelumnya.
Kita juga bisa mencari berbagai aplikasi berkomunikasi yang memang
dirancang untuk membantu mereka yang mengalami hambatan berkomunikasi
melalui gawai pintar pada bagian play store. Tetapi pada umumnya aplikasi ini
menggunakan Bahasa Inggris sehingga agak sulit mengajarkan penggunaannya
pada anak dengan autisme di Indonesia yang berbahasa Indonesia. Pada bagian
pencarian di play store kita tuliskan „communication apps for nonverbal‟ maka
akan keluar berbagai macam aplikasi dari yang menggunakan kartu bergambar
sampai menggunakan suara seperti LetMeTalk, SymboTalk, JABTalk, Card
Talk dan lain-lain. Kita tinggal unduh saja salah satunya dan pelajari terlebih
dahulu cara menggunakan aplikasi tersebut sehingga kita bisa ajarkan
penggunaannya kepada murid. Tetapi harus diingat, pemilihan aplikasi yang
akan kita gunakan harus disesuaikan dengan sisa kemampuan berkomunikasi
yang dimiliki anak dan atas persetujuan orang tua.

Metode dan teknik pembelajaran keterampilan berinteraksi


Tujuan akhir dari pembelajaran berkomunikasi bagi anak dengan autisme
adalah agar mereka bisa melakukan interaksi sosial secara wajar dengan orang
lain terutama dengan orang yang dikenalnya. Interaksi adalah kegiatan saling
mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain baik secara individu
maupun berkelompok. Interaksi yang paling sederhana bagi anak dengan
autisme adalah bermain dengan teman sebayanya baik di dalam maupun di luar
kelas. Karena ketidakmampuannya untuk melakukan interaksi dengan baik
maka anak dengan autisme cenderung untuk menyendiri. Sebagai guru kita
harus berusaha mengajarkan keterampilan berinteraksi secara wajar kepada
murid kita yang mengalami autisme. Berikut ini adalah beberapa strategi yang
bisa digunakan untuk mengajarkan keterampilan berinteraksi bagi anak dengan
autisme.

1. Social story
Social story adalah cerita-cerita sosial yang sengaja dibuat untuk
mengarahkan anak dengan autisme supaya melakukan interaksi. Cerita sosial
ini dibuat langkah demi langkah dalam melakukan sesuatu sampai tujuan akhir
tercapai dan harus disesuaikan dengan tujuan melakukan interaksi. Misalnya
kalau tujuan akhir adalah mendapatkan makanan, maka langkah terakhir adalah
anak mendapatkan makanan. Cerita dibuat bisa menggunakan gambar, kata
atau kalimat yang disesuaikan dengan kemampuan modalitas murid dan
sebaiknya dibuat dalam satu bagian kertas, jangan bolak-balik agar tidak
membingungkan anak. Setelah cerita dibuat, guru baru bisa mengajarkan cara
penggunaannya kepada murid dengan menunjukkan langkah-langkah yang
harus dilakukan oleh murid. Berikut ini adalah contoh cerita sosial untuk
berbelanja di warung.

Berbelanja di warung

1. Kadang-kadang saya harus pergi ke warung untuk belanja

2. Saya harus membawa uang di dompet


3. Saya keluar rumah dan menutup pintu rumah

4. Saya berjalan menuju warung

5. Membeli sabun mandi dan membayar

6. Saya mendapatkan sabun yang saya beli

7. Pulang kembali ke rumah

*Keterangan: semua gambar diambil dari Google gambar

Ketika guru berusaha membuat social story atau cerita sosial, guru harus
benar-benar memperhatikan kemampuan murid. Apakah murid perlu
menggunakan gambar atau tidak dalam social story mereka? Apakah tulisan
saja sudah cukup untuk murid? Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan murid
memahami makna atau petunjuk yang terkandung dalam cerita sosial yang
sudah kita buat.
2. Buddy system
Buddy system merupakan sebuah prosedur dimana dua individu bekerjasama
sebagai satu tim sehingga mereka bisa saling memonitor dan membantu satu
sama lain. Dalam prosedur ini, biasanya guru menunjuk salah satu murid untuk
bekerjasama dengan anak autis dengan menjadi temannya secara khusus
sehingga anak dengan autisme akan belajar berinteraksi. Murid yang ditunjuk
sebaiknya adalah mereka yang populer diantara teman sekelasnya sehingga
akan diterima dengan baik oleh semuanya. Hal ini juga dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya bullying atau perundungan dari teman yang lain karena
biasanya yang populer ini disegani oleh semuanya. Sebelum murid yang
ditunjuk ini dipasangkan dengan anak autis, sebaiknya mereka dilatih terlebih
dahulu bagaimana caranya untuk bekerjasama. Materi pelatihan sebaiknya
disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan anak misalnya tentang
bagaimana sebaiknya mengajak bermain anak autis, bagaimana berbicara
dengan anak autis dan lain-lain. Untuk memberikan semangat, guru sebaiknya
juga memberikan reward atau hadiah bagi mereka yang mau bekerjasama
dengan anak autis.

3. Merancang Program Pembelajaran Interaksi dan Komunikasi bagi Anak


dengan Autisme
Merancang program pembelajaran interaksi dan komunikasi bagi anak dengan
autisme tidak berbeda dari merancang program pembelajaran yang lain. Kegiatan
merancang program pembelajaran kompensatoris ini dimulai dengan melakukan
asesmen terhadap individu untuk mengetahui bagaimana kemampuan berinteraksi
dan berkomunikasi mereka pada saat ini. Setelah kita mendapatkan hasil yang kita
butuhkan dari proses asesmen, maka kita bisa memulai merancang program
pembelajaran kompensatoris.
Dalam merancang program pembelajaran kompensatoris, hasil asesmen tentang
anak, kita jadikan dasar dalam menentukan tujuan pembelajaran, metode apa yang
akan kita gunakan dan bagaimana penilaian yang akan kita lakukan terhadap anak.
Kita juga bisa menentukan tempat yang akan kita gunakan untuk melaksanakan
pembelajaran, apakah di dalam atau di luar kelas. Selama pembelajaran tersebut,
apakah kita membutuhkan bantuan dari orang lain atau tidak. Kalau kita tuliskan
dalam tabel, maka hasil akhir program pembelajaran kompensatoris yang kita
rancang akan terlihat seperti berikut ini.

Tabel 1. Contoh program pembelajaran khusus


Kemampuan saat Apa: target Bagaimana/kapan Pencapaian Keterangan
ini /dimana/siapa Y T S Tgl
Sering bermain Mengajarkan - Dengan cerita
sendiri tapi kalau cara bergabung sosial
melihat temannya dengan - Saat sedang
mengelompok, kelompok istirahat
Rara sering - Dibantu
memperhatikannya guru/orang
tua/embak

Contoh program kebutuhan khusus seperti tersebut di atas merupakan inti dari
program pembelajaran yang harus dibuat. Ketika para mahasiswa sekalian
merancang program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme, struktur yang
digunakan harus mengikuti struktur program pembelajaran individual yang
berlaku dan sesuai dengan kurikulum.

4. Penilaian Kegiatan Pembelajaran Interaksi dan Komunikasi bagi Anak


dengan Autisme
Penilaian merupakan kegiatan akhir dari proses pembelajaran yang telah kita
rancang dan berikan kepada peserta didik kita. Penilaian adalah proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik. Di dalam proses penilaian kita juga mengukur atau memberikan
angka terhadap hal yang sedang kita amati berdasarkan aturan-aturan yang sudah
kita buat sebelumnya. Dalam pembelajaran interaksi dan komunikasi bagi anak
dengan autisme, yang kita ukur adalah kondisi kemampuan interaksi dan
komunikasi anak dengan autisme setelah kita berikan perlakuan tertentu dalam
pembelajaran. Contoh perlakuan yang kita berikan adalah anak diajarkan untuk
memulai menyapa atau anak diajarkan untuk menjawab pertanyaan sederhana.
Menurut Sunanto, Takeuchi & Nakata (2005), frekuensi, rate, persentase,
durasi, latensi, magnitude, dan trial adalah jenis ukuran yang sering digunakan
untuk mengetahui perubahan perilaku yang kita ajarkan. Agar diingat bahwa
secara umum perilaku adalah sesuatu yang dikatakan atau dilakukan oleh
seseorang. Jadi, dalam proses penilaian dalam pembelajaran interaksi dan
komunikasi bagi anak dengan autisme yang kita lakukan adalah mengukur
kualitas dan kuantitas sesuatu yang dikatakan atau dilakukan dengan
menggunakan salah satu jenis ukuran tersebut di awal paragraf ini. Dan perlu
diingat lagi bahwa pemilihan jenis ukuran sangat tergantung pada tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing
jenis ukuran.
1. Frekuensi menunjukkan jumlah atau berapa banyak anak dengan autisme
melakukan atau mengatakan sesuatu dalam jangka waktu tertentu dan
biasanya jangka waktunya adalah sama. Contohnya Rara mengucapkan
kata-kata buruk sebanyak 6 kali saat mengikuti pelajaran yang tidak
disukai. 6 kali inilah yang disebut sebagai frekuensi selama mengikuti
pelajaran yang tidak disukai. Contoh ini merupakan perilaku tidak baik
yang seharusnya kita usahakan untuk dikurangi atau dihilangkan. Jika kita
menggunakan contoh ini dalam pembelajaran komunikasi maka tujuan
pembelajaran yang akan kita buat haruslah dibuat dengan benar.
2. Rate merupakan angka yang menunjukkan banyaknya anak dengan
autisme melakukan atau mengatakan sesuatu dalam suatu periode waktu
tertentu dan biasanya jangka waktunya berbeda. Rate hampir sama dengan
frekuensi, yang berbeda adalah cara menyajikan data. Rate biasanya
ditampilkan dalam bentuk banyaknya respon atau kejadian setiap menit
atau jam seperti 6X/jam. Sedangkan data frekuensi biasanya disajikan
dalam bentuk banyaknya respon atau kejadian dalam total waktu tertentu.
3. Persentase menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa
dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa
tersebut kemudian dikalikan dengan 100%. Contoh: Saat mengajar
berinteraksi pada anak dengan autisme, guru mengharapkan anak bisa
memulai interaksi dengan 10 orang teman sekelasnya selama satu kali
pelaksanaan pembelajaran. tapi kenyataannya anak hanya mampu
melakukan 3 kali interaksi yang diminta. Maka jika dihitung akan menjadi
3 dibagi 10 hasilnya dikalikan 100%.
4. Durasi menunjukkan lama pendeknya waktu anak dengan autisme
melakukan atau mengatakan sesuatu. Contohnya yaitu berapa lama anak
dengan autisme bertahan berinteraksi dengan orang lain.
5. Latensi menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh anak
dengan autisme untuk melakukan atau mengatakan sesuatu setelah diminta
oleh guru. Contohnya saat guru bertanya „coba tunjuk dimana bukumu!‟
berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh Rara untuk menunjuk setelah
guru mengatakan perintah.
6. Magnitude menunjukkan kualitas respon yang diberikan oleh anak
dengan autisme terhadap perintah yang diberikan oleh guru.
7. Trial menunjukkan banyaknya kegiatan untuk mencapai suatu kriteria yang
telah ditentukan. Misalnya dalam satu kali pertemuan guru sudah mencoba
perintah yang sama sebanyak lima kali. Berdasarkan contoh ini berarti guru
sudah melakukan lima kali trial.
Jenis-jenis ukuran yang ada di atas, bisa digunakan secara individual atau
gabungan antara beberapa jenis ukuran. Guru sebaiknya memilih jenis ukuran
yang sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan sehingga benar-benar
menggambarkan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi anak dengan
autisme.
B. Program Kebutuhan Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar
1. Konsep Program Kebutuhan Khusus bagi Anak Berkesulitan Belajar
Pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak berkesulitan belajar
bertujuan untuk memfasilitasi anak yang memiliki hambatan pada aspek tertentu.
Pada anak berkesulitan belajar pembelajaran khusus diberikan untuk membantu
anak agar mampu mengikuti proses belajar. Hambatan yang dihadapi pada anak
berkesulitan belajar bukan karena anak memiliki tingkat intelegensi yang rendah
dan bukan pula karena fungsi sensorinya yang terganggu. Anak berkesulitan
belajar tidaklah sama dengan anak hambatan intelektual.
Pembelajaran program kebutuhan khusus adalah cara sederhana untuk
mengakomodasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh anak. Setiap anak
berkesulitan belajar memiliki kekuatan dan kelemahan yang harus diakomodasi.
Program layanan untuk mengakomodasi kekuatan dan kelemahan anak
berkesulitan belajar dibagi menjadi dua, yaitu layanan akademik dan layanan
perilaku.
Layanan akademik, bagi anak berkesulitan belajar dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya melalui pembelajaran remedial yang bertujuan untuk
pembentukan pemahaman materi ajar melalui pengulangan dan latihan terus
menerus. Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan kooperatif dan
kolaboratif. Dalam layanan akademik penekanan dalam penguasaan dan
pemahaman konsep bagi anak kesulitan belajar lebih utama.
Layanan perilaku, layanan ini dikembangkan selaras dengan layanan
akademik dengan penekanan pada pembentukan perilaku belajar yang kondusif
untuk menunjang kemampuan dalam bidang akademik. Beberapa teknik
diterapkan untuk membantu membentuk perilaku anak berkesulitan belajar,
diantaranya: modifikasi perilaku, penerapan jadwal visual, penerapan kontrak
belajar, dan pengelolaan kelas.

2. Metode dan Teknik Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak


Berkesulitan Belajar
a. Layanan Akademik
Metode yang di terapkan dalam pembelajaran program kebutuhan khusus bagi
anak berkesulitan belajar dalam bidang akademik adalah remedial. Ada pun
karakteristik pengajaran remedial sebagai berikut:
1) Bersifat khusus, dimana kekhususan ini terdapat pada beberapa aspek yaitu:
(a) dilakukan setelah mengetahui kesulitan belajar spesifiknya melalui proses
asesmen yang kemudian diberikan layanan khusus dengan jenis, sifat dan latar
belakangnya; (b) tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kesulitan belajar
yang dihadapi oleh anak; (c) pemilihan strategi dalam pembelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan anak; (d) dilaksanakan secara multidisipliner;
(e) menggunakan alat dan sumber belajar yang bervariasi untuk
mengembangkan multisensori anak; (f) evaluasi belajar disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan anak kesulitan belajar.
2) Memiliki sasaran yang juga khusus, yaitu anak berkesulitan belajar
3) Pengajaran remedial berfungsi secara khusus, fungsinya yaitu: (a) fungsi
korektif, pengajaran remedial meninjau kembali dan melakukan perbaikan
terhadap keterampilan atau kemampuan yang belum tercapai oleh anak
kesulitan belajar sehingga dapat memperbaiki prestasi belajar anak ; (b)
fungsi pemahaman, dimana dengan fungsi ini memungkinkan guru memahami
kesulitan yag dihadapi oleh anak dan anak dapat memahami kesulitan yang
dihadapinya; (c) fungsi pengayaan, dengan pengajaran ini memungkinkan
anak dapat memperkaya dan memperdalam proses belajarnya; (d) fungsi
penyesuaian, dimana dengan fungsi ini memungkinkan melakukan
penyesuaian yang dibutuhkan oleh anak; (e) fungsi akseleratif, dengan fungsi
ini memungkinkan proses belajar anak dapat dipercepat dengan desain
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak; (f) fungsi terapeutik,
dengan fungsi ini dapat memperbaiki akar dari kesulitan yang dihadapi oleh
anak berkesulitan belajar.
4) Bersifat kasuistik dan bersifat individual, karena penyebab serta bentuk
kesulitan belajar anak berbeda-beda.

Pendekatan di dalam pengajaran remedial:


1) Pendekatan kuratif, yaitu: pengulangan, pengayaan, penguatan, dan
percepatan
2) Pendekatan preventif, yaitu: kelompok belajar homogen, layanan
individual, pengajaran kelas khusus.
3) Pendekatan perkembangan.

Metode dalam pengajaran remedial:


1) Metode pemberian tugas
2) Metode diskusi
3) Metode tanya jawab
4) Metode pengajaran individual
5) Metode tutor sebaya

Pelaksanaan dalam pengajaran remedial:


1) Penelaahan kasus
2) Pemilihan alternative intervensi
3) Pemberian layanan khusus
4) Evaluasi hasil belajar
5) Asesmen kembali
b. Layanan Perilaku
Teknik yang digunakan dalam layanan perilaku bervariasi, diantaranya adalah:
1) Modifikasi perilaku
Dalam teknik ini perilaku positif dikembangkan melalui pemberian
penguatan (reinforcement) dalam bentuk reward and reinforcement
negative.
2) Penerapan jadwal visual terstruktur
Teknik ini dibuat untuk membantu peserta didik mengikuti jadwal
pelajaran. Melalui gambaran visual peserta didik diharapkan mampu
memiliki visual image tentang apa yang akan dipelajari. Guru dapat
memvisualkan jadwal kegiatan dalam bentuk foto atau gambar yang jelas.
Didalam jadwal visual terdapat peraturan yang telah disepakati bersama.
Jadwal visual ini dapat dikolaborasikan dengan teknik penerapan kontrak
belajar.
3) Penerapan kontrak belajar

Dalam teknik ini peserta didik bersama dengan guru membuat


kesepakatan dalam proses belajar. Kesepakatan yang dibuat di dasari pada
peraturan yang harus dipatuhi dan reward apa yang akan didapatkan
apabila mengikuti proses belajar dengan baik dan dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan.
4) Pengelolaan kelas

Dalam teknik ini guru dapat membantu peserta didik dalam proses
belajarnya dengan cara melakukan beberapa cara seperti: (a) sebelum
belajar pastikan menegosiasikan kontrak dan aturan bersama peserta didik;
(b) menciptakan lingkungan belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik agar nyaman dan kondusif; (c) perhatikan tanda-tanda perilaku yang
muncul dari peserta didik; (d) apabila guru akan memberikan peringatan
kepada peserta didik lakukanlah dengan mendekati peserta didik,
melakukan kontak mata, dan sampaikan ungkapan dengan Bahasa yang
singkat, sederhana, dan jelas; (e) berikan kesempatan yang sama pada
setiap peserta didik untuk bertanya dan menjawab untuk menghindari
diskriminasi.
5) Self-Talk
Teknik Self-Talk memiliki banyak nama lain, seperti inner speech, self-
instructing (memberi instruksi pada diri sendiri), self-verbalizing
(verbalisasi diri). Semua nama lain tersebut memiliki makna yang sama
yaitu “berbicara dengan diri sendiri”. Teknik ini adalah suatu kemampuan
mengembangkan pemikiran yang lebih terstruktur dan mengarahkan
sesuatu ke arah yang lebih positif. Pada peserta didik berkesulitan belajar
self-talk diajarkan dengan mengajarkan kata-kata positif tentang suatu hal
agar mendorong dirinya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Teknik ini juga diajarkan untuk mengurangi kecemasan yang muncul pada
dirinya pada situasi yang kurang menyenangkan terjadi.

3. Merancang Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak


Berkesulitan Belajar
Merancang pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak berkesulitan
belajar dilakukan dengan membuat PPI (Program Pendidikan Individual) yang
didasari dari hasil asesmen, yang berisi tentang kebutuhan dan hambatan yang
dihadapi oleh anak, dukungan atau bantuan layanan program kebutuhan khusus
yang akan diajarkan, perencanaan pengembangan program yang
mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam menyusun PPI yaitu:
a. Kemampuan anak berkesulitan belajar
b. Waktu yang tersedia untuk proses pembelajaran program kebutuhan khusus
c. Ketersediaan sumber belajar
d. Sarana dan prasarana
e. Pengaturan pemberian layanan

4. Penilaian Kegiatan Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak


Berkesulitan Belajar
Penilaian kegiatan pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak
berkesulitan belajar tidak berbeda dari penilaian pembelajaran yang lainnya.
Penilaian kegiatan ini bisa dilakukan dengan menggunakan semua metode yang
bisa dan biasa digunakan bagi anak pada umumnya.
C. Penutup
1. Rangkuman
Pembelajaran program kebutuhan khusus merupakan pembelajaran yang memfasilitasi
anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan dan atau mengembalikan keterampilan
yang hilang sebagai akibat dari kelainan yang dimilikinya. Pembelajaran program
kebutuhan khusus bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus (anak dengan
autisme dan anak berkesulitan belajar) agar berfungsi sebagaimana mestinya dalam
kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya. Ruang lingkup pembelajaran program
kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme meliputi interaksi dan komunikasi.
Sedangkan ruang lingkup pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak
berkesulitan belajar adalah layanan akademik dan layanan perilaku.
Metode pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme adalah
PECS, gawai, social story dan buddy program. Sedangkan untuk anak berkesulitan
belajar, metode pembelajaran dalam layanan akademik meliputi pemberian tugas, diskusi,
tanya jawab, pengajaran remidial dan tutor sebaya. Dalam layanan perilaku meliputi
modifikasi perilaku, penerapan jadwal visual terstruktur, kontrak belajar, pengelolaan
kelas dan self talk.
Merancang pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme dan
atau anak berkesulitan belajar sebaiknya dimulai dengan asesmen. Hasil asesmen yang
kita dapatkan akan dijadikan sebagai dasar dalam menentukan target atau tujuan, metode,
personil yang akan terlibat, tempat dan penilaian keberhasilan pembelajaran. Untuk anak
dengan autisme, penilaian keberhasilan pembelajaran bisa kita gunakan berbagai jenis
ukuran antara lain frekuensi, magnitude, latensi, rate, persentase, durasi dan trial.
Sedangkan penilaian untuk anak berkesulitan belajar secara umum sama dengan penilaian
yang digunakan untuk anak pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bondy, A., & Frost, L. (1994). The Picture Exchange Communication System. Focus on
Autistic Behavior, 9(3), 1-20
Sunanto, J., Takeuchi K., & Nakata, H. (2005). Pengantar penelitian dengan subyek
tunggal. Tsukuba: CRICED University of Tsukuba

Anda mungkin juga menyukai