Anda di halaman 1dari 49

ANALISIS SIFAT FISIK, KIMIA BISKUIT TEPUNG SORGUM DAN

TERIGU DENGAN RASIO BERBEDA

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
INDAH PUJI ASTUTI
NIM 160543613060

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BOGA
MARET 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Biskuit menurut SNI 2973-2011 adalah produk makanan kering yang dibuat
dengan cara memanggang adonan yang menngandung bahan dasar terigu, lemak dan
bahan pengembang atau tanpa menggunakan penambahan bahan makanan yang
diizinkan. Biskuit dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Biskuit keras, yaitu merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras
berbentuk pipih, apabila biskuit tersebut dipatahkan maka penampang potongannya
bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi dan dapat berkadar lemak rendah.
2. Crackers, merupakan jenis biskuit yang dalam proses pembuatannya
diperlukan proses fermentasi ataupun tanpa fermentasi, apabila dipatahkan maka
penampangnya tampak berlapis-lapis.
3. Cookies, biskuit jenis ini dibuat dari adonan lunak, yang mempunyai kadar
lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan maka penampang potongannya
bertekstur kurang padat.
Biskuit seiring berjalannya waktu dan telah berkembangnya inovasi dalam
bidang kuliner, bahan utama biskuit berupa terigu banyak digantikan oleh bahan
pengganti, salah satu bahan pengganti terigu yang belum banyak dimanfaatkan
adalah sorgum.
Sorgum belum banyak digunakan sebagai penganti tepung terutama terigu,
maka dalam penelitian ini akan membuat variasi olahan biskuit dengan menggunakan
terigu sebagai bahan yang akan disubtutitusi dengan tepung sorgum. Tepung sorgum
memiliki keunggulan pada kadar serat kasar, lemak, abu, dan pati yang lebih tinggi
dibandingkan dengan terigu (Suarni,2001). Hasil Penelitian Rahmawati, dkk (2021)
menyatakan bahwa kadar air, protein dan karbohidrat menurun dengan bertambahnya
kandungan tepung sorgum dalam cookies, sedangkan kadar abu meningkat seiring
dengan jumlah kadar tepung sorgum. Perlu dilakukan penelitian pembuatan cookies
dengan kandungan 100 % tepung sorgum untuk mengetahui sifat kimianya.

1
Tepung sorgum diketahui mempunyai komponen fungsional yang berbeda dari
tepung serealia lain (Elkhalifa et al., 2005). Ketika tepung sorgum diaplikasikan pada
produk cake dan cookies, maka kualitas organoleptik yang diperoleh akan berbeda
dengan cake dan cookies komersial. Keunggulan kandungan tersebut menjadikan
sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi terigu dalam produk olahan,
salah satunya yaitu dalam pembuatan biskuit.
Proses pembuatan tepung sorgum memakan waktu cukup lama sehingga dipilih
tepung sorgum instans yang diperoleh dari toko komersial, karena harga yang
terjangkau dan juga praktis. Pada penelitian pendahuluan dalam membuat produk
biskuit sebelumnya menambahan garam, vanili, dan bubuk coklat yang mengacu pada
resep dasar welly 2003 yang menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang padat, dan
cenderung asin jadi peneliti menghilangkan bahan tersebut dalam pembuatan biskuit.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini merupakan
pengembangan pembuatan biskuit dengan memanfaatkan sorgum sebagai bahan
dengan judul perbandingan rasio tepung sorgum dan terigu dalam pembuatan biskuit
coklat menggunakan rasio (80:20%), (70:30%), (60:40%). Pemilihan rasio ini karena
menunjukan hasil terbaik setelah melakukan uji coba dan hasil yang mendekati
keinginan dari peneliti. Oleh karena itu, penulis mengusung judul penelitian
pengembangan berupa “Analisis Sifat Fisik, Kimia Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu dengan Rasio Berbeda”
B. Tujuan Peneliti
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui hasil uji kimia pada biskuit tepung sorgum dan terigu dengan
perbedaan rasio (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
a. Mengetahui kadar protein pada biskuit tepung sorgum dan terigu pada
rasio yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
b. Mengetahui kadar air pada biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio
yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
c. Mengetahui kadar serat kasar pada biskuit tepung sorgum dan terigu
pada rasio yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).

2
d. Mengetahui kadar tanin pada biskuit tepung sorgum dan terigu pada
rasio yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
2. Mengetahui hasil uji fisik pada biskuit tepung sorgum dan terigu dengan
perbedaan rasio (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
a. Menganalisis daya kembang pada biskuit tepung sorgum dan terigu
pada rasio yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
b. Menganalisis daya patah pada biskuit tepung sorgum dan terigu pada
rasio yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
c. Menganalisis warna pada biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio
yang berbeda (80%:20%), (70%:30%), (60%:40%).
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan bermanfaat untukbeberapa pihak seperti:
1. Bagi Peneliti
a. Mendapatkan informasi kandungan gizi biskuit tepung sorgum dan
terigu berdasarkan uji kimia.
b. Menambah wawasan dan keterampilan pada olahan tepung sorgum
dan terigu.
2. Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
peneliti dan sebagai sumber pustaka selanjutnya, khususnya bagi jurusan
Teknologi Industri Program Studi S1 Pendidikan Tata Boga.

3. Bagi Masyarakat
a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang tepung sorgum
sebagai alternatif dalam pembuatan biskuit.
b. Produk inovasi baru yang dapat diterapkan dalam wirausaha
D. Definisi Operasional

3
Definisi operasional bertujuan untuk menghindari terjadi kesalah pahaman
terhadap pemakaian istilah yang mengacu pada pengertian maupun teknis.
Berdasarkan hal tersebut maka disusun penjelasan istilah sebagai berikut :
1. Biskuit Tepung Sorgum, dan Terigu
Biskuit dibuat dengan menggunakan rasio perbandingan tepung sorgum,
terigu serta bahan tambahan lainnya yaitu, margarin, gula halus, telur, dan
baking soda.
2. Tepung sorgum
Tepung sorgum yang digunakan adalah tepung sorgum yang sudah jadi
dalam kemasan dan didapatkan di took bahan organik.
3. Terigu
Terigu yang digunakan adalahterigu protein rendah dengan merk tertentu
yang didapatkan di toko atau pasar.
4. Lemak
Lemak yang digunakan adalah jenis margarin yang didapat di toko atau
pasar.
5. Gula.
Gula yang digunakan yaitu gula halus yang didapatkan di toko atau pasar.
6. Telur
Telur yang digunakan yaitu jenis telur ayam ras yang didapatkan di
toko atau pasar.
7. Bahan tambahan
Bahan tambahan yang digunakan yaitu baking soda yang didapatkan
ditoko atau pasar.

8. Uji Kimia
Uji kimia pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar air,
serat kasar, protein ,tanin , dan karbohidrat pada biskuit tepung sorgum,
dan terigu.
9. Uji Fisik

4
Sifat fisik (physical property) merupakan sifat yang mengukur dan
mengamati tanpa mengubah susunan dan identitas atau susunan. Sifat
fisik yang digunakan pada biskuit tepung sorgum dan terigu yaitu
meliputi daya kembang, daya patah, dan warna.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Biskuit
Biskuit menurut Wijaya (2010) biskuit adalah produk yang diperoleh dengan
memanggang adonan dari terigu dengan penambahan bahan makanan lain atau tanpa
penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Biskuit merupakan salah satu
produk yang menggunakan proses memanggang sehigga mempunyai tekstur yang
keras atau renyah dalam bahasa inggris dapat disebut crackers (Merriam-
websters,2015). Awalnya biscuit terbuat dari terigu dan sedikit air, air yang sedikit
dapat berkurang secara berlanjut dengan melalui proses pemanggangan dan dibuat
sedikit lemak (Wheatfoods, 2015). Bahan pembuatan biscuit dapat dibagi menjadi
dua yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut tekstur. Bahan pengikat terdiri dari
tepung, air, garam, sedangkan bahan pelembut tekstur yaitu gula, mentega, dan
baking powder sebagai bahan pengembang (Manley,200:233). Selain bahan pengikat
dan bahan pelembut tekstur juga perlu ditambah dengan bahan tambahan bertujuan
untuk untuk menambah kualitas biscuit. Bahan yang ditambahkan dapat berfungsi
yang dapat mempengaruhi sifat atau bentuk kualitasnya meningkat (Permenkes,
2012)

Sifat kimia dari biskuit yang dihasilkan dapat dilihat dari beberapa parameter
yang diuji, diantaranya yaitu kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar abu
yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Terjadinya perubahan sifat fisik
kimia pada biskuit dapat terjadi akibat adanya pengaruh beberapa faktor, diantaranya
yaitu komposisi bahan, suhu, dan waktu pemanggangan. Selama proses
pemanggangan banyak air yang ter-evaporasi dari adonan biskuit sehingga akan
menghasilkan biskuit dengan kadar air 1-4%. Jika kandungan kadar air biskuit terlalu
rendah menyebabkan biskuit menjadi gosong dan warna biskuit yang gelap,
sedangkan jika kadar airnya terlalu tinggi akan menghasilkan biskuit dengan struktur
yang tidak terlalu renyah dan dapat memicu cepatnya terjadi perubahan flavor selama

6
penyimpanan (Manley,2001). Standar mutu biskuit secara keseluruhan telah diatur
dalam SNI 2973-2011 yang dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2. Syarat Mutu Biskuit SNI 2973-2011

No. KriteriaUji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2 Kadar air (b/b) % Maks.5
3. Serat Kasar % Maks.0,5
4 Protein (Nx6.25) % Min.5
(b/b)
5 Asam lemak bebas
(Sebagian asamoleat) % Maks.1,0
(b/b)
6 Cemaran logam
6.1 Timbal (pb) mg/kg Maks.0,5
6.2 Cadmium(cd) mg/kg Maks.0,2
6.3 Timah(Sn) mg/kg Maks.40
6.4 Merkuri(Hg) mg/kg Maks.0,05
6.5 Arsen (As) mg/kg Maks.0,5
7 Angka lempeng Koloni/g 1x10
Total
7.1 Kaliform APM/g 20
7.2 Eschericiacoli APM ˂3
7.3 Salmonelladp. - Negatif/25g
7.4 Staphylococcus Koloni/g Maks. 1x10²
Aureus
7.5 Bacilluscereus Koloni/g Maks. 1x10²
7.6 Kapang dan khamir Koloni/g Maks. 2x10²
Sumber: SNI2973-2011
A. Sorgum
Sorgum merupakan bahan pangan yang masih tergolong satu famili dengan
gandum dan padi. Sorgum memiliki kandungan gizi berupa karbohidrat 74,6%,
protein 11,3%, lemak 3,3% dan serat kasar 6,3% (USDA,2009). Sorgum dengan
nama latin Sorghum bicolor L. Moenchadalah tanaman sejenis padi, jagung, tebu,
gandum sebab masih menjadi satu lingkup dalam famili Graminae. Bentuk dari
tanaman sorgum tersendiri adalah silinder, pola beruas-ruas (internodes) dengan

7
pola yang berseling, berbuku-buku (nodes) dan memiliki variasi pada diameter dan
tinggi batang. Daun sorgum di tingkat epidermis mengandung lapisan lilis, yang
berfungsi sebagai alat bertahan hidup di daerah kering (FAO, 2002). Gambar 2.1
akan memperlihatkan bentuk dari sorgum.

Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Sorgum (Riskita, 2022)


Sorgum juga dapat dikatakan sebagai bagian dari komoditi non beras yang
diharapkan dapat menjadi pangan baru, dengan demikian dapat mengurangi
kebutuhan beras dan terigu (Saputro et al., 2017). Biji sorgum dapat diolah menjadi
tepung sorgum. Dari segi proses pembuatan biji sorgum menjadi tepung sorgum
selayaknya dalam prose pembuatan tepung beras, dimana prosesnya diawali dengan
tahapan penirisan, penggilangan, pengayakan, dan pengeringan. Maka dari itu tidak
heran jika, tepung sorgum berpeluang sebagai substitusi dalam pembuatan produk
makanan berbasis terigu (Maran, 2012).
Biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah dari kandungan
tanaman serealia lainnya yaitu kalori (kal) 332 kal, karbohidrat 73,0 gr, protein 11,0
gr, lemak3,3 gr, serat 10,34%, Ca 28 mg, dan Vitamin B1 0,38 mg
(PUSTLITBANGTAN, 2010). Kandungan antioksidan Sorgum tergolong sangat
tinggi yaitu berupa antosianin mencapai 4000 mg/g. Antosianin termasuk dalam
golongan flavonoid (Haryani et al, 2017). Sorgum dapat menjadi bahan pangan
alternatif pengganti karbohidrat. Kandungan karbohidrat mencapai (74.63 gr/100gr
bahan) lebih tinggi dari pada gandum (71.97 gr/100 gr bahan) dan peringkat ketiga
setelah padi (79.15 gr/100gr bahan), dan jagung (76.85 gr/100 gr bahan) (USDA,
2011). Sorgum memiliki kandungan serat pangan (dietary fiber) dengan jumlah

8
yang cukup tinggi sehingga sangat dibutuhkan tubuh (Suarni dan Firmansyah,
2013). Namun, sorgum memiliki kelemahan kandungan tanin yang tinggi dan
asamfitat. Senyawa ini merugikan manusia karena mengganggu sistem pencernaan
manusia (Towo, dkk. 2006).
Selayaknya terigu, tepung sorgum dengan segala kandungannya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penganti tepung dalam segala macam adonan kue pada
khususnya. Penggunaan sorgum sebagai bahan dasar substitusi terigu menghasilkan
mutu produk yang tidak berbeda jauh dengan produk olahan yang berbahan dasar
terigu. Hal tersebut dikarenakan sorgum masih merupakan satu family dengan
gandum sehingga karakteristik produk yang dihasilkan tidak berbeda jauh.
B. Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Sorgum, dan Terigu .
Bahan dalam pembuatan biskuit harus mempunyai kandungan gizi dan kualitas
bahan yang baik agar peranan healty food dapat terealisasikan. Pada formulasi
penambahan setiap bahan harus tepat agar biskuit yang dihasilkan memilki
karakteristik sesuai.
1. Tepung sorgum
Menurut Suarni (2000) tepung sorgum memiliki kandungan gizi yang
relatif sama dengan beras, terigu dan jagung yaitu pada kandungan protein,
lemak, dan karbohidrat yang cukup memadai. Perbandingan kandungan gizi
terigu dan tepung sorgum dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kandungan Gizi Tepung Sorgum dan Terigu dalam 100g
Bahan Pangan
Kandungan
Terigu Sorgum
nutrisi
Lemak (g) 1,0 3,3
Serat Kasar (%) 2,7 6,3
Karbohidrat (g) 76,3 74,6
Protein (g) 10,3 11,3
Kalori (kal) 364,0 339,0
Sumber:USDA (2009)

Sorgum dianjurkan diolah menjadi produk setengah jadi karena


memiliki daya simpan yang lama mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat

9
gizi dan lebih cepat diolah salah satunya biskuit (Suarni, 2004). Pada tahap
pembuatan tepung sorgum langkah pertama yaitu penyosohan sorgum yang
gunanya membersihkan kulit ari pada sorgum agar sorgum yang diperoleh biji
utuh dan bersih. Selanjutnya tahap perendaman biji sorgum selama ± 12 jam
dengan perbandingan 1:3 (sorgum : air). Tahapan selanjutnya penirisan dan
penjemuran, lalu biji sorgum di blender dan diayak dengan ukuran ayakan 80
mesh. Lalu tepung sorgum dikeringkan menggunakan cabinet dryer selama 24
jam. Alur pembuatan tepung sorgum dapat dilihat pada secara jelas pada gambar
2. berikut: Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Sorgum dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut:

Sorgum: Air 1:3

Biji sorgum Rendam 12 jam Hg Dijemur


disosoh Ditiriskan

Diayak dengan ayakan 80 Diblender


mesh

Dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 60° D Tepung


selama 24 jam Sorgum

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses PembuatanTepungSorgum (Suarni, 2009


termodifikasi)

2. Terigu
Terigu mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam
menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Kadar
protein ini menentukan elastisitas dan tekstur sehingga penggunaannya
disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi adonan yang akan dibuat. Klasifikasi
pertama adalah terigu protein tinggi, yang mengandung kadar protein 11-13%

10
atau bahkan lebih. Bila terkena bahan cai rmaka glutennya akan mengembang
dan saling mengikat dengan kuat membentuk adonan yang sifatnya liat.
Kedua adalah protein sedang yang mengandung kadar protein antara 8-
10% digunakan pada adonan lembut namun masih bisa mengembang seperti
cake. terigu jenis ini sangat fleksibel penggunaannya. Ketiga adalah protein
rendah yang mengandung kadar protein sebesar 6-8%, diperlukan untuk
membuat adonan yang bersifat renyah sangat cocok untuk membuat kue
kering (cookies).Terigu ini biasanya disebut dengan soft wheat atau terigu
lunak. Kandungan proteinnya yang rendah membantu selama proses
pencampuran karena lebih mudah menyatu dengan bahan-bahan lain
(Handayani, 2014).
Tabel 2.4.Komposisi Kimia Terigu
Komponen Kadar (%)
Pati 65-70
Protein 8-13
Lemak 0,8-1,5
Abu 0-0,6
Air 13-15,5
Sumber : Marsono dan Astanu (2002)

Terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari hasil penggilingan biji


gandum. Keistimewaan terigu jika dibandingkan dengan serealia lainnya
adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan sehingga tidak mudah
hancur pada proses pemasakan. Gluten merupakan protein tidak larut air yang
hanya terdapat pada terigu. Gluten mempunyai peranan penting sehubungan
dengan fungsi terigu sebagai bahan dasar pembuatan roti. Gluten memberikan
sifatliat/elastis dan licin pada adonan roti (Muchtadi dkk,2013).
3. Margarin
Margarin merupakan emulsi yang terdiri atas lemak nabati, air dan
garam dengan perbandingan (80:12:2). Sifat fisik margarin pada suhu kamar
adalah berbentuk padat, berwarna kuning, dan bersifat plastis. Margarin amat
handal dalam memberi cita rasa gurih pada masakan, juga sebagai sumber
energi yang melarutkan vitamin A, D, E, dan K. Margarin berfungsi sebagai

11
medium penghantar panas yang baik, dan mempermudah pembuatan roti
denga memperbaiki remah, membuat roti mudah dipotong, juga menahan
kandungan air dan memperlunak kulit roti (Anonim, 2012).
4. Gula Halus
Gula merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan
biskuit. Jumlah gula yang digunakan biasanya berpengaruh terhadap tekstur
dan penampilan biskuit. Fungsi gula dalam pembuatan biskuit selain sebagai
pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tekstur dan memberikan
warna pada permukaan biskuit. Peningkatan kadar gula didalam adonan
biskuit akan mengakibatkan biskuit menjadi semakin keras.Dengan adanya
gula, maka waktu proses pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak
hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat
mempercepat proses pembentukan warna (Subagjo,2007).
5. Telur
Telur merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan kue kering.
Telur berfungsi sebagai pengembang dan pemberi warna pada kue.Sebaiknya
telur yang digunakan adalah telur yang sama besar baik dari bentuk, berat,
maupun ukuran sehingga volume putih dan kuning telur seimbang
(Nuraini,2009). Pada waktu dikocok telur dengan gula akan mengikat udara
sehingga adonan mengembang sempurna dan memberikan rasa lembab (moist)
pada waktu digigit. Pada saat pemanggangan udara yang terperangkap tersebut
akan memuai dan membuat rongga-rongga pada Kue tergantung dari seberapa
banyak udara yang terperangkap selama proses pengocokan telur (Claudia,
2015).
Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna telur juga berfungsi
sebagai pengembang karena menangkap udara selama pengocokan sedangkan
putih telur bersifat sebagai pengempuk (Farida dkk,2008)

C. Proses Pembuatan Biskuit.


Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran

12
(mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking).
1. Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan
pengadukan bahan-bahan. Metode dasar pencampuran adonan
adalah metode krim (creaming method) dan metode all in.Tahap
pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan
yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi
yang halus (Mutiara, 2012).
2. Pencetakan adonan dalam pembuatan biskuit yaitu adonan dibulat-
bulat lalu kemudian dicetak pada loyang yang sudah dialasi kertas
roti.
3. Pemanggangan biskuit waktu pemanggangan dipengaruhi oleh
ukuran pada biskuit. Semakin besar ukuran pada biskuit maka
diperlukan suhu yang tinggi. Suhu pemanggangan 150ºC lama
pemanggangan ±35 menit .

D. Uji Fisik dan Kimia TepungSorgum dan Terigu Pada Pembuatan Biskuit
1. Uji Fisik
Uji fisik adalah pengujian suatu produk makanan untuk menilai tingkat
kualitas produk yang dilakukan dengan objektif.
a. Daya Patah
Dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur tingkat kerenyahan
pada biskuit. Prinsip pengukuran daya patah yaitu jika semakin kecil
nilainya maka tingkat kerenyahanya semakin besar. Pada alat
penetrometer diletakan biskuit kemudian diberi pemberat sehingga
biskuit patah dan menunjukan angka kemudian dibaca dan dicatat
skala pada alat.
b. Daya Kembang
Menurut pemaparan Koswara, (2009) daya kembang adalah
pengukuran pada diameter cookies yang dilakukan sebelum dan
sesudah pemanggangan menggunakan jangka sorong. Daya kembang

13
merupakan pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami
pati dalam air. Ketika granula pati dipanaskan didalam air, granula pati
akan mulai mengembang atau swelling. Menurut Swinkels, (1985)
mengatakan bahwa granula pati akan terus mengembang sehingga
viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimum yang dapat
dicapai oleh granula pati. Dayakembangdipengaruhi oleh protein,
kadaramlopektin, dan kadar lemak. Protein akan mengalami denaturasi
sehingga crackers sulit mengembang dan mengeras. Menurut Vista,
(2014) granula pati tanpa protein akan mudah pecah dan jumlah air
yang masuk dalam granula pati mejadi meningkat.
c. Warna
Menurut Halawa (2018), peran utama dalam segi penampilan
makanan dikendalikan dari hasil penciptaan warna di makanan
tersebut. Warna adalah sifat sensori pertama yang dapat dilihat
langsung sehingga menjadi daya tarik bagi para konsumen untuk
mencicipi dan membeli produk tersebut (Musita, 2019). Warna akan
menjadi faktor utama yang dilihat oleh panelis sebab indra
penghilatan akan menilai apakah panelis tertarik terhadap makanan
tersebut ataukah tidak. Warna makanan yang menarik dan tampak
alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Maka dalam uji organeleptik
sebagai uji fisik di aspek warna akan mengandalkan indra penglihatan
yaitu mata sebagai bahan penilaian utama.
2. Uji Kimia
Sifat kimia adalah sifat yang membawa susunan kimia pada suatu
produk. Uji kimia dalam penelitian ini meliputi kadar protein, kadar air,
kadar serat kasar, tekstur dan daya patah.Uji kimia adalah uji dimana
kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan kandungan kimia yang
terdapat dalam suatu produk (Clarissa, dalam (Halawa, 2018)
a. Kadar Protein
Protein merupakan zat pada makanan yang penting untuk tubuh

14
yang berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh selain itu juga
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein terdiri dari rantai
panjang asam amino , terikat satu sama lain dalam ikatan peptida.
Dalam asam amino terdapat unsur karbon, hydrogen, oksigen, dan
nitrogen (Almatsier, 2009).
Protein adalah suatu molekul besar yang mudah mengalami
perubahan bentuk fisik maupun biologis. Ada banyak faktor yang
dapat mempengaruhi perubahan pada sifat alami protein yaitu: panas,
asam, pelarut organic, basa, logam berat, pH, garam, maupun sinar
radio aktif. Perubahan fisik dapat diamati secara langsung yaitu
terjadinya penyendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan. Ada
pula protein yang tidak larut dalam dan larut dalam air, akan tetapi
semua protein tidak dapat larut dalam peralut lemak misalnya etileter
(Primasoni, 2010).
Protein pada terigu dapat ditentukan dari jenis gandum yang
digunakan (Al saleh dan Brenan, 2012). Formula bahan baku atau
formula dasar dapat mempengaruhi kadar protein, sedangkan proses
pemanggangan tidak memberi pengaruh pada protein produk
(Maulida, 2005). Menurut BSN (2009) kadar protein pada terigu
minimal 7,00%.
b. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang penting pada
bahan makanan (Damayanti, dkk,2014). Kadar air sangat
mempengaruhi daya simpan pada produk makanan semakin sedikit
kadar air yang terdapat pada biskuit maka semakin lama daya
simpannya (Yuyun, dan Gunarsa, 2011).
c. Kadar serat kasar
Serat kasar merupakan suatu bagian yang terdapat pada pangan
yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan kimia, digunakan untuk
menentukan kadar serat kasar yaitu: asam sulfat (H2SO41,25%) dan

15
natrium hidroksida (NaOH 1,25%), sedangkan serat pangan adalah
suatu bagian yang terdapat pada pangan yang tidak dapat dihidrolisis
oleh enzimpencerna (Sudargodkk, 2014).
Serat mempunyai fungsi yang tidak bias digantikan oleh zat
lainya dalam memicu terjadinya kondisi fisiologis dan metabolis yang
dapat memberikan perlindungan terhadap kesehatan saluran
pencernaan, terutama pada usus halus dan kolon (Rusilanti &
Kusharto, 2007).
d. Kadar Tanin
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa enolik Di dalam tanaman, letak tanin terpisah dari protein dan
enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan
memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini
menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan
hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar tanaman yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tanaman karena rasanya yang
sepat (Endarini, 2016).

16
BAB III
METODE PENELETIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian biskuit dengan perbandingan antara tepung sorgum, dan terigu
menggunakan jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode
penelitian untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu dalam kondisi yang
terkendalikan Sugiyono (2011:72). Pada penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL. Hanifah (2011:34) menyatakan bahwa rancangan acak lengkap
merupakan penempatan perlakuan dalam suatu percobaan yang dilakukan secara acak
lengkap, dimana perlakuan-perlakuan (baik yang sama maupun tidak sama)
ditempatkan ke dalamnya secara acak.
Penelitian ini dilakukan dengan satu tahap yaitu pembuatan biskuit dengan
konsentrasi yang berbeda terdiri dari faktor rasio tepung sorgum dan terigu dengan
perlakuan (80:20%), (70:30%), (60:40%). Masing-masing level/tingkat perlakuan
dilakukan dua kali pengulangan
Penelitian ini mencakup uji kadar air, protein, dan serat kasar. Rancangan
tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Pengulangan Perlakuan
K1 K2 K3
S1 K1S1 K2S1 K3S1
S2 K1S2 K2S2 K3S2
Keterangan :
S1 = Pengulangan 1
S2 = Pengulangan 2
K1 = Biskuit tepung sorgum dan terigu dengan rasio (80:20%)
K2 = Biskuit tepung sorgum dan terigu dengan rasio (70:30%)
K3 = Biskuit tepung sorgum dan terigu dengan rasio (60:40%)

17
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2022 dilaksanakan di Laboratorium
Pastry Gedung H4 Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik Universitas Negeri
Malang serta uji kimia dan fisik dilaksanakan di Laboratorium Analisis Kimia
Universitas Muhammadiyah Malang.
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
Bahan yang digunakan dalam penggunaan biskuit adalah tepung
sorgum, terigu, gula halus, telur, margarin. Dasar pembuatan biskuit
menggunakan formula dari Welly (2013) terkait biskuit coklat tepung
pisang batu dan terigu. Formula biskuit coklat dapat dilihat pada tabel 3.2
berikut:
Tabel 3.2 Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit
Bahan Gram
Tepung pisang 127,5
batu
Terigu 22,5
Gula halus 100
Telur 45
Margarin 85
vanili 0,4
Baking soda 2
Garam 2
Coklat bubuk 20
Sumber :Welly (2003)
b. Bahan Analisis kimia Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
Bahan yang digunakan pada analisis kimia biskuit tepung sorgum
dan terigudapatdilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3 bahan analisis kimia biskuit tepung sorgum dan terigu
No Janis Metode Nama bahan kimia
Analisi
s
1 Protein Metodekjeldahl Labukjeldahl,K2SO4,CuSO4,selenium,H2SO4,
pekat, Aquades,NaOH, HCl, H3BO3

18
2 Kadar oven Silikagel,kapuraktif, asamsulfat,
air alumuniumoksida, kliumsulfatatau barium
oksida
3 Serat Crude fiber H2SO4, NaOH, Etanol, Aquades
kasar
4 Tanin Folin dan 50 ml HCI 1%, 75 ml akuades dengan 0,5 ml
Ciocalteu reagen Folin Phenol, 1 ml larutan sodium
(Ariyono, karbonat 35% dengan pengencer 10 ml
2015) akuades Asam tanat

2. Alat
a. Alat Pembuatan Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
Alat yang digunakan dalam proses pembuatan biskuit tepung
sorgum dan terigu dapat dilihat pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Alat Pembuatan Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
No Nama Alat Jumlah
1 Timbangan 1
2 Bowl 5
3 Spatula 1
4 Garpu 1
5 Loyang 1
6 Oven 1
7 Whisker 1

b. Alat Analisis Kimia Biskuit Tepung sorgum dan Terigu


Alat yang digunakan untuk analisis kimia biskuit tepung sorgum
dan terigu dapat dilihat pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Alat Analisis Kimia Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
No. Jenis Analisis Alat
1. Protein Timbangan analitik, pipet ukur, karethisap, labu
kjeldahl, leariasam, set destilasi,
Erlenmeyer,buret, statif, klem, pipet tetes,
labutakar, mortal,martil, spatula
2. Kadar air NeracaAnalitik, cawan alumunium,
oven¸desikator
3. Serat kasar Neraca analitik digital, spatula, Erlenmeyer,
corong, desikator, pendingin tegak, hot plate,
kertas saring, bola hisap, cawan penguap, pipet
takar, neraca kasar, neraca analitik, botol

19
semprot, penangas air, gelas piala
4 Kadar tanin Timbangan analitik (Ohaus), alat maserasi, waterbath
listrik (Memmert), blender, mikropipet, pipet
volume, tabung reaksi, Spektrofotometri UV-Vis,
beaker glas dan alat-alat gelas laboratorium.

D. Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian pembuatan biskuit dengan rasio tepung sorgum dan terigu
sebelumnya dilakukan beberapa percobaan sebagai penelitian pendahuluan. Tujuan
dilakukan penelitian pendahuluan untuk memperoleh rasio terbaik dari tepung sorgum
dan terigu dan dilanjutkan sebagai penelitian utama. Penelitian ini akan menganalisis
kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat kasar. Berikut diagram prosedur penelitian
biskuit dengan rasio tepung sorgum dan terigu dapat dilihat pada gambar 3

Terigu Tepung sorgum

TT:TS TT:TS TT:TS TT:TS


PenelitianPendahuluan TT:TS
TT:TS (50:50%)
(100%) (90:10%) (80:20%)
(60:40%)
% (70:30%)

Aplikasi Pembuatan Biskuit

Pengamatan Organoleptik
Penelitian Utama

TT:TS TT:TS
(80:20%) TT:TS
% (70:30%) (60:40%)

Analisis Kimia : Kadar Protein, Kadar air, Kadar


Serat kasar, kadar tanin

Uji ANOVA

Uji DMRT

20
Keterangan:
TT : Terigu
TS : Tepung Sorgum
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Biskuit Dengan Rasio tepung sorgum
dan terigu
E. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui formulasi biskuit tepung
sorgum dan terigu dengan aroma, rasa , dan tekstur yang diinginkan. Dalam
penelitian ini menggunakan formula modifikasi resep biskuit hasil penelitian Welly
(2013). Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formula dasar biskuit tepung
sorgum dan terigu. Untuk uji coba kedua dilakukan guna menentukan rasio tepung
sorgum dan terigu menggunakan 6 rasio yaitu (100%), (90:10%), (80:20%),
(70:30%), (60:40%), (50%:50%) berikut merupakan tabel hasil uji coba pada
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
Nomor Formula (%) Hasil
sampel

Sampel 1 Rasio Tepung -Rasa sorgum kuat cenderung langu


Sorgum : Terigu -Aroma sorgum kuat
(100) -Tekstur kurang renyah, bergerindil
-Warna coklat terang
Sampel 2 Rasio Tepung - Rasa sorgum kuat
Sorgum : Terigu - Aroma sorgum kuat
(90:10) - Tekstur lebih keras, bergerindil
- Warna coklat terang
Sampel 3 Rasio Tepung - Rasa sorgum agak kuat
Sorgum : Terigu - Aroma sorgum agak kuat
(80:20) - Warna coklat
- Tekstur lebih keras
Sampel 4 Rasio Tepung - Rasa sorgum sedikit kuat
Sorgum : Terigu - Aroma sorgum sedikit kuat
(70:30) - Warna coklat terang
- Tekstur renyah
Sampel 5 Rasio Tepung - Rasa sorgum tidak kuat

21
Sorgum : Terigu - Rasa sorgum tidak kuat
(60:40) - Warna coklat terang
- Tekstur renyah
Sampel 6 Rasio Tepung - Rasa sorgum sedikit kuat
Sorgum : Terigu - Aroma sorgum sedikit kuat
(50:50) - Tekstur renyah
- Warna coklat terang

1. Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan untuk menganalisis kadar protein, lemak, serat
kasar pada biskuit tepung sorgum dan terigu. Pada penelitian ini menggunakan
formula modifikasi resep Welly (2013). Penggunaan rasio tepung sorgum dan
terigu yaitu,(80:20%), (70:30%), (60:40%). Bahan yang digunakan pada
penelitian biskuit dapat dilihat pada tabel 3.7
Tabel 3.7 Formula biskuit tepung sorgum dan terigu
No Bahan Formula Formula Rasio Perbandingan Berat
Dasar Tepung Sogum dengan Terigu (Gram)
(Gram) 80%:20% 70%:30% 60:40%
1 Tepung sorgum 127,5 120 105 90
2 Terigu 22,5 30 45 60
3 Gula halus 100 100 100 100
4 Telur 45 45 45 45
5 margarin 85 85 85 85
6 Baking soda 2 2 2 2

a. Prosedur Pengolahan Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu


Tahap proses pembuatan biskut coklat tepung sorgum dan tepung
terigu meliputi penimbangan bahan, pencampuran bahan, pencetakan dan
pemanggangan .
1) Persiapan bahan
Tahap persiapan bahan pembuatan biskuit yaitu penimbangan tepung
sorgum, terigu, gula halus, margarin, telur. Rasio tepung sorgum dan
terigu terdiri dari 3 formula (80:20%), (70:30%), (60:40%)

2) Pencampuran adonan

22
Pencampuran bahan adonan pada proses pembuatan biskuit terdiri dari
gula halus, margarine, telur sampai homogen. Kemudian penambahan
tepung sorgum dan terigu aduk sampai homogen.
3) Pencetakan
Setelah semua bahan tercampur dengan rata proses selanjutnya yaitu
pencetakan adonan pada loyang dengan cara adonan timbang dengan
berat 10g lalu dicetak menggunakan garpu
4) Pemanggangan
Setelah adonan dicetak sesuai ukuran selanjutnya dilakukan
pemanggangan pada suhu 150ºC selama ± 40 menit sampai adonan
matang.
5) Pendinginan
Biskuit selanjutnya didinginkan pada suhu ruang selama ±20 menit
Diagram alur pembuatan tepung sorgum dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut

Penimbangansemuabahan

Gula halus 100g, telur Pengadukan bahan


45g , margarin 85g
Tepung sorgum dan Pencampuran bahan
terigu dengan
perbandingan
(80:20%), (70:30%), Pencetakan
(60:40%)
Pemanggangan 150°C ± 35 menit

Pendingan ± 20
Analisis kimia:
menit
Kadar protein
Kadar lemak
Biskuit coklat Kadar serat kasar
Kadar tanin

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Biskuit (Welly, 2003 termodifikasi)


F. Pengumpulan Data

23
Pengumpulan data pada produk biskuit tepung sorgum dan terigu dilakukan
dengan menggunakan analisis kimia. Analisis kimia meliputi kadar protein, kadar air,
kadar serat kasar, kadar tanin.
1. Uji Kimia
Analisis kimia dalam penelitian ini menggunakan kadar protein, kadar air,
kadar serat kasar, kadar tanin. Data penelitian diperoleh dari laboratorium
Analisis Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Metode yang digunakan
pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.8
Tabel 3.8 bahan analisis kimia biskuit tepung sorgum dan terigu
No Janis Metode Nama bahan kimia
Analisis
1 Kadar air oven Silikagel,kapuraktif, asamsulfat,
alumuniumoksida, kliumsulfatatau barium
oksida
2 Serat kasar Crude fiber H2SO4, NaOH, Etanol, Aquades
3 Protein Metode Labukjeldahl,K2SO4,CuSO4,selenium,H2SO4,
kjeldahl pekat, Aquades,NaOH, HCl, H3BO3

4 Tanin Folin dan 50 ml HCI 1%, 75 ml akuades dengan 0,5 ml


Ciocalteu reagen Folin Phenol, 1 ml larutan sodium
(Ariyono, karbonat 35% dengan pengencer 10 ml
2015) akuades Asam tanat

2. Uji Fisik
Analisis sifat fisik pada biskuit coklat dilakukan di Laboratorium
Universitas Muhammadiyah Malang dan yang dianalisis ialah daya kembang,
daya patah, warna pada biskuit tepung sorgum dan terigu. Metode yang akan
digunakan untuk menganalisis sifat fisik dapat dilihat dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.9 bahan analisis sifat fisik biskuit tepung sorgum dan terigu

24
No Janis Analisis Metode
1 Daya patah Tensile trength (Tanjung dan Kusnadi, 2015)
2 Daya kembang Jangkasorong (Koswara, 2009)
3 Warna Oven(Mayasari, 2015)

G. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah kadar protein, kadar lemak,
kadar serat, kadar tannin. Data analisis menggunakan ANOVA (Analysis of
Variance), apabila dari hasil Fhitung>Ftabel (terdapat perbedaan nyata) maka
dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) DMRT dilakukan
bertujuan untuk melihat taraf perbedaan dari tiga kelompok sample biskuit tepung
sorgum dan terigu.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

25
A. Hasil Analisis Sifat Kimia Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
1. Hasil Analisis Kadar Protein Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
Hasil kandungan kadar protein pada biskuit dengan rasio tepung
sorgum dan terigu yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dapat
dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kandungan Kadar Protein Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Kandungan Rerata
protein
(%)
80%:20% 1 8,313 8,407
2 8,502
70%:30% 1 8,960 8,953
2 8,947
60%:40% 1 9,346 9,253
2 9,161

Pada Tabel 4.1 menunjukan bahwa hasil analisis kadar protein biskuit
dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh rerata kadar
protein dengan rasio 80%:20% sebesar 8,407, rasio 70%:30% sebesar 8,953,
rasio 60%:40% sebesar 9,253 .
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisis ANOVA Kandungan Kadar Protein Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 735888 2 367944 31.486 .010
Groups
Within 35057.5 3 11685.8
Groups
Total 770945.5 5

26
Pada Tabel 4.2 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi 5%
(0,05) pada kandungan kadar protein biskuit tepung sorgum dan terigu
memiliki signifikasi 0,010. Yang dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan
terigu dikarenakan nilai p (0,010) > 0.05, sehingga tidak perlu dilanjutkan
dengan dilakukan ujji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
2. Hasil Analisis Kadar Air Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu
Hasil kandungan kadar air pada biskuit dengan rasio tepung sorgum dan
terigu yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dapat dilihat pada
Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Kandungan Kadar Air Pada Biskuit Tepung Sorgum
dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Kandungan Air Rerata
(%)
80%:20% 1 0,994 0,996
2 0,998
70%:30% 1 1,096 1,096
2 1,097
60%:40% 1 1,190 1,144
2 1,098

Pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa hasil analisis kadar air biskuit dengan
rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh rerata kadar air
dengan rasio 80%:20% sebesar 0,996 rasio 70%:30% sebesar 1,096, rasio
60%:40% sebesar 1,144 .
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisis ANOVA Kandungan Kadar Air Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 22840.333 2 11420.167 8.079 .062

27
Groups
Within 4240.500 3 1413.500
Groups
Total 27080.833 5

Pada Tabel 4.4 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi 5%
(0,05) pada kandungan kadar air biskuit tepung sorgum dan terigu memiliki
signifikasi 0,062. Yang dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,062) > 0.05, sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
3. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu
Hasil kandungan kadar serat kasar pada biskuit dengan rasio tepung
sorgumdan terigu yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dapat
dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Kandungan Kadar Serat Kasar Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Kandungan Serat Rerata
Kasar
(%)
80%:20% 1 1,892 1,870
2 1,847
70%:30% 1 1,988 1,991
2 1,994
60%:40% 1 2,140 2,120
2 2,099

Pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa hasil analisis kadar serat kasar biskuit
dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh rerata kadar
serat kasar dengan rasio 80%:20% sebesar 1,870 rasio 70%:30% sebesar
1,991, rasio 60%:40% sebesar 2,120 .
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.6.

28
Tabel 4.6 Hasil Analisis ANOVA Kandungan Kadar Serat Kasar Biskuit
Tepung Sorgum dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 62516.333 2 31258.167 50.120 .005
Groups
Within 1871.000 3 623.667
Groups
Total 64387.333 5

Pada Tabel 4.6 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi 5%
(0,05) pada kandungan kadar serat kasar biskuit tepung sorgum dan terigu
memiliki signifikasi 0,005. Yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,005) < 0.05, sehingga perlu dilanjutkan dengan
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil Uji DMRT Kandungan Serat Kasar Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Subset for alpha
=0,05
Serat kasar N 1 2 3
80:20 2 1869.50
70:30 2 1991.00
60:40 2 2119.50
Sig. 1000 1000 1000

Hasil Uji DMRT pada Tabel 4.7 menunjukan bahwa kandungan serat
kasar biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio 80%:20% berbeda nyata
dengan rasio 70%:30%, kandungan pada rasio 70%:30% berbeda nyata
dengan rasio 60%:40%, dan kandungan pada rasio 60%:40% berbeda nyata
dengan 80%:20% .
4. Hasil Analisis Kadar Tanin Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu

29
Hasil kandungan kadar Tanin pada biskuit dengan rasio tepung sorgum
dan terigu yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dapat
dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Analisis Kandungan Tanin Pada Biskuit Tepung Sorgum
dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Kandungan Serat Rerata
Kasar
(mg/kg)
80%:20% 1 24,838 24,794
2 24,751
70%:30% 1 26,827 26,7735
2 26,720
60%:40% 1 28,250 28,3916
2 28,533

Pada Tabel 4.8 menunjukan bahwa hasil analisis kadar tanin biskuit dengan
rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh rerata tanin dengan
rasio 80%:20% sebesar 24,794 rasio 70%:30% sebesar 26, 7735, rasio
60%:40% sebesar 28,3916 .
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Hasil Analisis ANOVA Kandungan Tanin Biskuit Tepung Sorgum
dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 12981849.33 2 6490924.667 392.965 .000
Groups
Within 19553.500 3 16517.833
Groups
Total 13031402.83 5

Pada Tabel 4.9 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi 5%
(0,05) pada kandungan kadar tanin biskuit tepung sorgum dan terigu memiliki
signifikasi 0,000. Yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu

30
dikarenakan nilai p (0,000) < 0.05, sehingga perlu dilanjutkan dengan
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.8
Tabel 4.10 Hasil Uji DMRT Kandungan Tanin Pada Biskuit Tepung Sorgum
dan Terigu.
Subset for alpha
=0,05
Serat kasar N 1 2 3
80:20 2 24794.50
70:30 2 26773.50
60:40 2 28391.50
Sig. 1.000 1.000 1.000

Hasil Uji DMRT pada Tabel 4.10 menunjukan bahwa kandungan tanin
biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio 80%:20% berbeda nyata dengan
rasio 70%:30%, kandungan pada rasio 70%:30% berbeda nyata dengan rasio
60%:40%, dan kandungan pada rasio 60%:40% berbeda nyata dengan
80%:20% .

B. Hasil Analisis Sifat Fisik Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu


1. Hasil Analisis Daya Patah Pada Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.
Hasil analisis daya patah biskuit tepung sorgum dan terigu dengan rasio
yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%;40% yang diukur
menggunakan tensile 25 strength.

Tabel 4.11 Hasil Analisis Daya Patah Pada Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Kandungan daya Rerata
patah
(kgf/cm2)
80%:20% 1 0,020 0,02083333
2 0,021

31
70%:30% 1 0,024 0,02328431
2 0,023
60%:40% 1 0,026 0,02573529
2 0,025

Pada Tabel 4.11 menunjukan bahwa hasil analisis daya patah biskuit
dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh rerata daya
patah dengan rasio 80%:20% sebesar 0,02083333 rasio 70%:30% sebesar
0,02328431 , rasio 60%:40% sebesar 0,02573529.
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.12
Tabel 4.12 Hasil Analisis ANOVA Daya Patah Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between .000 2 .000 25.333 .013
Groups
Within .000 3 .000
Groups
Total .000 5

Pada Tabel 4.12 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi 5%
(0,05) pada kadar daya patah biskuit tepung sorgum dan terigu memiliki
signifikasi 0,005. Yang dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,013) < 0.05, sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan
uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)

2. Hasil Analisis Daya Kembang Pada Biskuit Tepung Sorgum dan


Terigu.
Hasil analisis daya kembang biskuit tepung sorgum dan terigu dengan
rasio yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%;40% yang diukur
menggunakan jangka sorong (Koswara,2009).

32
Tabel 4.13 Hasil Analisis Daya Kembang Pada Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Kandungan daya Rerata
kembang
(kgf/cm2)
80%:20% 1 391,295 394,5858
2 397,877
70%:30% 1 371,654 370,5082
2 369,362
60%:40% 1 360,870 357,6823
2 354,495

Pada Tabel 4.13 menunjukan bahwa hasil analisis daya kembang biskuit
dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh rerata daya
kembang dengan rasio 80%:20% sebesar 394,5858 rasio 70%:30% sebesar
370,5082, rasio 60%:40% sebesar 357,6823.
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.14

Tabel 4.14 Hasil Analisis ANOVA Daya Kembang Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 1404074564 2 702037282.2 47.213 .005
Groups
Within 44608306.50 3 14869435.50
Groups
Total 14486871 5

Pada Tabel 4.14 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi
5% (0,05) pada kadar daya kembang biskuit tepung sorgum dan terigu
memiliki signifikasi 0,005. Yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,005) < 0.05, sehingga perlu dilanjutkan dengan
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.15

33
Tabel 4.15 Hasil Uji DMRT Daya Kembang Pada Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu.
Subset for alpha
=0,05
Daya N 1 2 3
Kembang
80:20 2 357682.50
70:30 2 370508.00
60:40 2 394586.00
Sig. 1.000 1.000 1.000

Hasil Uji DMRT pada Tabel 4.15 menunjukan bahwa daya kembang biskuit
tepung sorgum dan terigu pada rasio 80%:20% berbeda nyata dengan rasio
70%:30%, kandungan pada rasio 70%:30% berbeda nyata dengan rasio
60%:40%, dan kandungan pada rasio 60%:40% berbeda nyata dengan
80%:20% .
3. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (L) Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Hasil analisis warna tingkat kecerahan (L) biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%;40% yang
diukur menggunakan oven (Mayasari,2015).
Tabel 4.16 Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (L) Pada Biskuit
Tepung Sorgum dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Tingkat Rerata
Kecerahan (L)
80%:20% 1 36,38 36,445
2 36,51
70%:30% 1 33,02 33,15
2 33,28
60%:40% 1 31,58 31,5
2 31,42

Pada Tabel 4.16 menunjukan bahwa hasil analisis warna tingkat


kecerahan (L) biskuit dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda,

34
diperoleh rerata warna tingkat kecerahan (L) dengan rasio 80%:20% sebesar
36,445 rasio 70%:30% sebesar 33,15, rasio 60%:40% sebesar 31,5.
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.17

Tabel 4.17 Hasil Analisis ANOVA Warna Tingkat Kecerahan (L) Biskuit
Tepung Sorgum dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 25.355 2 12.678 690.873 .000
Groups
Within .055 3 .018
Groups
Total 25.410 5

Pada Tabel 4.17 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi
5% (0,05) pada warna tingkat kecerahan (L) biskuit tepung sorgum dan terigu
memiliki signifikasi 0,000. Yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,000) < 0.05, sehingga perlu dilanjutkan dengan
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil Uji DMRT Tingkat Kecerahan (L) Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu
Subset for alpha
=0,05
Warna (L) N 1 2 3
80:20 2 31.5000
70:30 2 33.1500

35
60:40 2 36.4450
Sig. 1.000 1.000 1.000

Hasil Uji DMRT pada Tabel 4.18 menunjukan bahwa warna tingkat
kecerahan (L) biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio 80%:20% berbeda
nyata dengan rasio 70%:30%, kandungan pada rasio 70%:30% berbeda nyata
dengan rasio 60%:40%, dan kandungan pada rasio 60%:40% berbeda nyata
dengan 80%:20% .
4. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (a) Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Hasil analisis warna tingkat kecerehan (a) biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%;40% yang
diukur menggunakan oven (Mayasari, 2015).
Tabel 4.19 Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (a) Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Tingkat Rerata
Kecerahan (a)
80%:20% 1 13,09 13,165
2 13,24
70%:30% 1 14,68 14,6
2 14,52
60%:40% 1 15,11 15,2
2 15,29

Pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa hasil analisis warna tingkat kecerahan
(a) biskuit dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda, diperoleh
rerata warna tingkat kecerahan (a) dengan rasio 80%:20% sebesar 13,165
rasio 70%:30% sebesar 14.6, rasio 60%:40% sebesar 15,2.
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.20

Tabel 4.20 Hasil Analisis ANOVA Warna Tingkat Kecerahan (a) Biskuit
Tepung Sorgum dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.

36
Squares Squares
Between 4.374 2 2.187 162.993 .001
Groups
Within .040 3 .013
Groups
Total 4.414 5

Pada Tabel 4.20 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi
5% (0,05) pada warna tingkat kecerahan (a) biskuit tepung sorgum dan terigu
memiliki signifikasi 0,001. Yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,001) < 0.05, sehingga perlu dilanjutkan dengan
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Hasil Uji DMRT Tingkat Kecerahan (a) Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu
Subset for alpha
=0,05
Warna (a) N 1 2 3
80:20 2 13.1650
70:30 2 14.6000
60:40 2 15.2000
Sig. 1.000 1.000 1.000

Hasil Uji DMRT pada Tabel 4.21 menunjukan bahwa warna tingkat
kecerahan (a) biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio 80%:20% berbeda
nyata dengan rasio 70%:30%, kandungan pada rasio 70%:30% berbeda nyata
dengan rasio 60%:40%, dan kandungan pada rasio 60%:40% berbeda nyata
dengan 80%:20% .
5. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (b) Pada Biskuit Tepung
Sorgum dan Terigu.

37
Hasil analisis warna tingkat kecerahan (b) biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda yaitu 80%:20%, 70%:30%, 60%;40% yang
diukur menggunakan oven (Mayasari, 2015).

Tabel 4.22 Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (b) Pada Biskuit
Tepung Sorgum dan Terigu.
Perlakuan Rasio Pengulangan Tingkat Rerata
Kecerahan (a)
80%:20% 1 24,66 24,595
2 24,53
70%:30% 1 23,49 23,5
2 23,51
60%:40% 1 20,66 20,675
2 20,69

Pada Tabel 4.22 menunjukan bahwa hasil analisis warna tingkat


kecerahan (b) biskuit dengan rasio tepung sorgum dan terigu yang berbeda,
diperoleh rerat warna tingkat kecerahan (b) dengan rasio 80%:20% sebesar
24,595 rasio 70%:30% sebesar 23,5, rasio 60%:40% sebesar 20,675.
Data yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis uji ANOVA.
Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.23
Tabel 4.23 Hasil Analisis ANOVA Warna Tingkat Kecerahan (b) Biskuit
Tepung Sorgum dan Terigu.
Skor Sum of df Mean F Sig.
Squares Squares
Between 16.364 2 8.182 2697.368 .000
Groups
Within .009 3 .003
Groups
Total 16.373 5

Pada Tabel 4.23 hasil uji ANOVA menunjukkan hasil yang signifikasi
5% (0,05) pada warna tingkat kecerahan (b) biskuit tepung sorgum dan terigu
memiliki signifikasi 0,000. Yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata pada masing- masing sampel biskuit tepung sorgum dan terigu
dikarenakan nilai p (0,000) < 0.05, sehingga perlu dilanjutkan dengan

38
dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.24.

Tabel 4.24 Hasil Uji DMRT Tingkat Kecerahan (b) Biskuit Tepung Sorgum dan
Terigu
Subset for alpha
=0,05
Warna (b) N 1 2 3
80:20 2 20.6750
70:30 2 23.5000
60:40 2 24.5950
Sig. 1.000 1.000 1.000

Hasil Uji DMRT pada Tabel 4.24 menunjukan bahwa warna tingkat
kecerahan (b) biskuit tepung sorgum dan terigu pada rasio 80%:20% berbeda
nyata dengan rasio 70%:30%, kandungan pada rasio 70%:30% berbeda nyata
dengan rasio 60%:40%, dan kandungan pada rasio 60%:40% berbeda nyata
dengan 80%:20% .

BAB V

PEMBAHASAN

A.Kandungan Kadar Protein Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.

39
Berdasarkan hasil analisis kadar protein pada biscuit tepung sorgum
dan terigu dengan rasio yang berbeda dengan menggunakan uji One way
Anova menghasilkan perbedaan yang signifikan sebesar 0,010 (p>0,05) dapat
disimpulkan bahwa tidak miliki perbedaan sehingga tidak dilanjutkan dengan
uji DMRT (Duncan’s Multiple Range test) . Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan hasil rerata kadar protein biscuit tepung sorgum dan terigu
dengan rasio 60%:40% menghasilkan rerata tertinggi dengan jumlah nilai
terbesar 9,25% , sedangkan rerata terendah pada rasio 80%:20% dengan
jumlah 8,4%. Dalam penelitian ini didapatkan hasil semakin tinggi substitusi
tepung sorgum, semakin rendah kadar protein yang diperoleh. Hasil penelitian
Lufiria (2022) dalam pembuatan kue kering tepung terigu dengan
penambahan tepung sorgum dimana kadar protein tertinggi adalah pada
penambahan tepung sorgum terkecil.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar protein pada biscuit
tepung sorgum dan terigu yaitu suhu pamanggangan pada proses pembuatan
biscuit sorgum dan terigu semakin lama waktu pemanggangan maka semakin
tinggi kerusakan protein padan bahan pangan. Zulfikar (2008) menjelaskan
denaturasi protein adalah proses dimana protein mengalami perusakan
struktur. Faktor yang menyebabkan kerusakan adalah pemanasan, suasa asam
atau basa yang ekstrim, kation logam berat, dan penambahan garam jenuh.
Suhu yang dibutuhkan protein untuk terdenaturasi berkisar antara 60-90ºC
dengan waktu selama satu jam (Winarno, 2004). Sundari dkk (2015)
menjelaskan proses pemasakan dapat mengakibatkan penurunan komposisi
kimia dan zat gizi bahan pangan seperti kadar air, kadar protein, dan kadar
lemak.

B. Kandungan Kadar Air Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.


Berdasarkan hasil analisis kadar air pada biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda dengan menggunakan uji One way Anova
menghasilkan perbedaan yang signifikan sebesar 0,062 (p>0,05) dapat

40
disimpulkan bahwa tidak miliki perbedaan sehingga tidak dilanjutkan dengan
uji DMRT (Duncan’s Multiple Range test) . Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan hasil rerata kadar protein biscuit tepung sorgum dan terigu
dengan rasio 60%:40% menghasilkan rerata tertinggi dengan jumlah nilai
terbesar 0,99% , sedangkan rerata terendah pada rasio 80%:20% dengan
jumlah 1,14%. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan semakin tinggi
substitusi tepung sorgum, semakin rendah kadar air yang diperoleh. Hal ini
sejalan dengan penelitian Rahmawati dan Anggray (2021) dalam pembuatan
cookies tepung terigu dengan substitusi tepung sorgum dimana kadar air
tertinggi ada pada substitusi tepung sorgum terkecil.
Waktu dan suhu dapat mempengaruhi kadar air suatu bahan. Semakin
tinggi suhu yang digunakan untuk pengeringan bahan maka semakin cepat
terjadi penguapan, sehingga kadungan air bahan semakin rendah (Sari, 2016).
Waktu pengeringan berpengaruh terhadap kadar air suatu bahan. Lamanya
waktu pengeringan menyebabkan jumlah air yang teruapkan lebih banyak
sehingga kadar air dalam tepung berkurang (Ndukwu dkk, 2017). Salah satu
hal yang mempengruhi mutu pangan adalah kadar air. Kadar air menjadi
penentu dalam daya tahan bahan pangan karena mempengaruhi sifat fisik,
kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis (Winarno, 2004).
C.Kandungan Kadar Serat Kasar Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.
Berdasarkan hasil analisis kadar air pada biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda dengan menggunakan uji One way Anova
menghasilkan perbedaan yang signifikan sebesar 0,005 (p<0,05) dapat
disimpulkan bahwa miliki perbedaan sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
DMRT (Duncan’s Multiple Range test) . Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan hasil rerata kadar protein biscuit tepung sorgum dan terigu
dengan rasio 60%:40% menghasilkan rerata tertinggi dengan jumlah nilai
terbesar 2,12% , sedangkan rerata terendah pada rasio 80%:20% dengan
jumlah 1,87%. Nilai kadar serat kasar menurun seriring dengan meningkatnya
kadar tepung sorgum, hal ini sejalan dengan penelitian Gunawan dkk (2021)

41
dalam pembuatan muffin dengan kombinasi tepung sorgum dan tepung
kacang merah diperoleh hasil kadar serat kasar semakin menurun seiring
dengan meningkatnya kadar tepung sorgum. Berdasarkan teori USDA (2015)
menyatakan kadar serat kasar sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan beras.
Sorgum memiliki 6,7 gram serat kasar tiap 100 gram bahan pangan,
sedangkan beras memiliki 2,8 gram serat kasar tiap 100 gram.
Serat pangan sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan
karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan
tersebut. Namun serat juga dapat mempengaruhi efisiensi penyerapan
berbagai zat gizi yang berasal dari makanan dengan kandungan zat gizi yang
terbatas. Oleh karena itu kandungan serat dalam makanan harus dikurangi
sampai batas 5 gram tiap 100 gram bahan (CAC, 1991). Berdasarkan ketiga
perlakuan tersebut kadar serat kasar bubur bayi instan substitusi tepung
sorgum telah memenuhi syarat dari BSN-SNI 01.7111.1- 2005 yakni tidak
lebih dari 5%.
D.Kandungan Kadar Tanin Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.
Berdasarkan hasil analisis kadar air pada biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda dengan menggunakan uji One way Anova
menghasilkan perbedaan yang signifikan sebesar 0,000 (p<0,05) dapat
disimpulkan bahwa miliki perbedaan sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
DMRT (Duncan’s Multiple Range test) . Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan hasil rerata kadar tanin biscuit tepung sorgum dan terigu dengan
rasio 60%:40% menghasilkan rerata tertinggi dengan jumlah nilai terbesar
28,3916% , sedangkan rerata terendah pada rasio 80%:20% dengan jumlah
24,794%. Pada hasil penelitian menghasilkan kadar tanin yang menurun,
tanin merupakan senyawa yang mudah larut dalam air sehingga selama proses
perendaman akan mengalami penurunan kadar tanin. Penurunan kadar tanin
diduga karena adanya proses perendaman pada sorgum. Menurut hasil
penelitian Kurniadi dkk. (2013) menunjukkan bahwa kadar tanin mengalami
penurunan dengan peningkatan konsentrasi starter dan lama fermentasi.

42
Penurunan kadar tanin selama fermentasi juga dilaporkan oleh Rahman dan
Osman (2011), yang menyatakan selama fermentasi tepung sorghum
menggunakan 5% starter selama 24 jam mengalami penurunan kandungan
tanin secara nyata dari 0,65 – 0,28; 0,32 – 0,14 dan 1,5 – 0,71 (%) berturut –
turut pada varietas Safra, Fetarita dan Ahmer. Hal yang sama terjadi pada
penelitian Osman (2004) yang menyebutkan kadar tanin menurun sebesar 31
– 35% selama proses fermentasi 24 jam. Beberapa metode sederhana selain
proses fermentasi seperti pencucian, perendaman, pemasakan, dan
penambahan enzim, juga dapat berpengaruh pada penurunan kandungan tanin,
fenol dan fitat dalam sorghum (Schons dkk.,2012).
E. Sifat Fisik Daya Patah Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.
Berdasarkan hasil analisis kadar air pada biskuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio yang berbeda dengan menggunakan uji One way Anova
menghasilkan perbedaan yang signifikan sebesar 0,013 (p>0,05) dapat
disimpulkan bahwa miliki tidak perbedaan sehingga tidak dapat dilanjutkan
dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range test). Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan hasil rerata daya kembang biscuit tepung sorgum dan
terigu dengan rasio 60%:40% menghasilkan rerata tertinggi dengan jumlah
nilai terbesar0,02573%, sedangkan rerata terendah pada rasio 80%:20%
dengan jumlah 0.02083%. Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa
Tepung sorgum sosoh yang digunakan dalam pembuatan biskuit tidak
memiliki kandungan gluten, sehingga kandungan protein dalam adonan lebih
sedikit yang mengakibatkan adonan kurang mengembang. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Yustina dan Farid 6 (2012) yang mengatakan bahwa produk
dari substitusi bahan tepung non-gluten akan menghasilkan tekstur yang padat
(tidak berongga) dan tidak terlalu mengembang. Adonan tidak mengembang
dengan baik, sehingga sesaat setelah proses pemanggangan akan dihasilkan
produk yang keras.
F. Sifat fisik daya kembang Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu.

43
Berdasarkan hasil analisis daya kembang pada biskuit tepung sorgum
dan terigu dengan rasio yang berbeda dengan menggunakan uji One way
Anova menghasilkan perbedaan yang signifikan sebesar 0,005 (p<0,05)
dapat disimpulkan bahwa miliki perbedaan sehingga dapat dilanjutkan dengan
uji DMRT (Duncan’s Multiple Range test). Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan hasil rerata daya kembang biscuit tepung sorgum dan terigu
dengan rasio 80%:20% menghasilkan rerata tertinggi dengan jumlah nilai
terbesar 394,5858% , sedangkan rerata terendah pada rasio 60%:40% dengan
jumlah 357,6823%. Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa terjadi
penguapan pada saat proses pengovenan, hal ini menunjukan bahwa
kemampuan tepung sorgum dalam mengikat air dengan tepung terigu.
Menurut Yustina, dkk (2021 . Hal ini terjadi karena pada saat proses
pengovenan, terbentuk gas CO2 yang berasal dari bahan pengembang,
sehingga terbentuk banyak rongga dan kue bersifat porus. Pada titik tertentu
sebagian gas keluar dari rongga-rongga dan menyebabkan volume muffin
turun atau menyusut kembali.
G.Warna Biskuit Tepung Sorgum dan Terigu

44
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar llmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
AOAC,2005.OfficialMethodsofAnalysisoftheAssociationofOfficialAnalyticalCh
emist,18thedition,AOACInternationalGaithersburg.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2006. Keputusan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Persyaratan
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam
Produk Pangan No. H. K. 00. 05. 1. 4547. Jakarta: BPOM RI.
Claudia, R. T., Estiasih., D.W. Ningtyas, d, E. Widyastuti. 2015.
PengembanganBiskuit dari Tepung Ubi jalar Oranye.Jurnal Pangan
dan Agroinduistri,4(3),1589-1595.
Elkhalifa AEO, Schiffler B, Bernhardt R. 2005. Effect of fermentation on the
functional properties of sorghum flour. Food Chemistry 92: 1-5.
Evilianita dan M.Agustina.2010.Pengaruh Penyosohan White Sorghum
(SorghumbicolorL.Moenchssp.bicolor)Terhadap Sifat Fisikokimia
Tepung Sorgum Serta Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Cookies
Sorgum. Skripsi. Surabaya:Universitas Katolik Widya Mandala

45
Surabaya

FAO. 2002. Sweet Sorghum in China. Agriculture and Consumer


Protection.Food Agricultural Organization of United Nations
Department.
Faridah,A. 2008. Patiserijilid1-3. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Subagjo,A.2007.Manajemen Pengolahan Roti dan Kue.Yogyakarta:Graha I


lmu.
Handayani, Susiasih dan R. Adie Wibowo. 2014. Kue Kering Terfavorit.
Jakarta:KawanPustaka.
Herlina, N., & Ginting, M. H. S. 2002. Lemak dan Minyak.Medan.

Kusnan dar, F.2011.Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta. Dian Rakyat.

Manley, D.J.R. 2001.Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes For The Food Industry.
Englan: Wood head Publishing Limited, Abington.

Monika, M. 2014. Aspek Teknis dan Finansial Pembuatan Dodol Coklat. (Skripsi).
Bandar Lampung:Universitas Lampung.
Muchtadi,R.T.dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bogor.
Penerbit Alfabeta.
Mutiara,E.2012.Pengembangan Formula Biskuit Daun Katuk Untuk
Meningkatkan ASI. Jurnal Fakultas Teknik. Medan: Universitas
Negeri Medan
Napitupulu,A. 2006. Kajian Pemanfaatan Tepung Sorgum Dalam Pembuatan
Biskuit Marie. Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian.Institut
Pertanian Bogor.

Nuraini, Sabrina dan S.A. Latif. 2008. Performa ayam dan kualitas telur dengan
penggunaan ransum mengandung onggok fermentasi dengan
Neurosporacrassa. Jurnal Media Peternakan Vol 31(3): 195-202

46
Nurmala, T. S.W. 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta:
RinekaCipt
Rahmawati, Yuniarti Dewi, and Anggray Duvita Wahyani. "Sifat kimia cookies
dengan substitusi tepung sorgum." Jurnal Teknologi Agro-Industri 8.1
(2021): 42-54.
Rusilanti, &Kusharto, C. M. 2007.Sehat DenganMakananBerserat.Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Saksono,H.2012.Pasar Biskuit Diproyeksi Tumbuh 8% Didorong Konsumsi
.http://www.indonesiafinancetoday.com.Diunduh 25 Juli 2022.
SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-2973-2011 Tentang Biskuit. 2011. Dewan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Suarni. 2000. Pembuatan Mi Tepung Sorgum sebagai Bahan Subtitutor
TeriguAlternate. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna.
Kerja Sama Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
UNPAD, UPT BPT Tepat Guna,LIPI, PERTETA Cabang Bandung.
Hml. 122-127.
Suarni dan M. Zakir.2001. Sifat Fisikokimia Tepung Sorgum sebagai Substitusi
Terigu. Jurnal Penelitian Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. 20(2):58–62.
Suarni dan S. Singgih. 2002. Karakteristik Sifat Fisik dan Komposisi Kimia
beberapa Varietas/Galur Biji Sorgum. J. Stigma 10 (2): 127–130.
Suarni dan Patong, R. 2002. Tepung Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu.
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 21 (1):43-47.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai
bahan pangan untuk menunjang agroindustri. hlm. 541–546.
Prosiding Loka Karya Nasional BPTP Lampung. Bandar
Lampung:Univ.Lampung.
Suarni dan Firmansyah, I. U. 2007. Struktur, Komposisi Nutrisi dan Teknologi
Pengolahan Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Sudarmadji. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta :

47
Kanisius.
Suprapti, L. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius.
USDA.2009. Coriander Seeds Nutrition Facts (USDA national nutrient
data).www.nutrition-and-you.com.[12 Maret 2018].
Welly,E.2013.Pengaruh Proporsi Tepung Sukun Terhadap Sifat Fisik, Kimia
dan Organoleptik Biskuit. Bandar Lampung : Skripsi Universitas
Lampung
Wijaya, H. 2010. Kajian Teknis Standar Nasional Indonesia Biskuit SNI 01-
2973-1992.Balai Besar Industri Argo,Kementrian Perindustrian.

48

Anda mungkin juga menyukai