Anda di halaman 1dari 3

Nama : Erma Safitri

Nim : 2043000027

Kelas : Akuntansi A Malam

Mata Kuliah : Auditing

Dosen : Ratih Anggraini Siregar, SE, M, Ak

Kasus Penggelembungan Laporan Keuangan


TPS Food (AISA) Merupakan Human Fraud

JAKARTA – Perkara dugaan pemalsuan laporan keuangan dengan terdakwa mantan Direksi PT
Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) Joko Mogoginta, dan Budhi Istanto jadi anomali di tengah
ketatnya regulasi soal pasar modal. Ahli hukum bisnis Abdul Harris Muhammad Rum menilai,
tindakan dua terdakwa tersebut merupakan tindak kecurangan pribadi alias human fraud.

Ia menilai, saat ini regulasi dan pengawasan serta penegakan hukum pasar modal sudah cukup
ketat. Ditambah ada sejumlah profesi penunjang seperti auditor independen, hingga konsultan
hukum pasar modal.

“Dalam UU pasar modal sudah ditentukan tindakan-tindakan kecurangan termasuk sanksi


pidananya, pejabat emiten harusnya tak ada yang berani melakukan kecurangan. Ditambah
sejumlah profesi penunjang pasar modal yang bertugas berdasarkan etika profesi,” ujarnya saat
dihubungi, Kamis 18 Februari 2021.

Pria yang menjabat Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) ini
menilai perkara yang dilakukan terdakwa Joko dan Budhi merupakan human fraud. Alasannya,
kedua terdakwa memberikan informasi yang tidak benar, bahkan sampai melakukan rekayasa
laporan keuangan.

Ia menambahkan, inti dari pasar modal adalah keterbukaan, oleh sebab itu ada
kewajiban disclosure dari emiten. Audit yang baik pun hanya bisa dilakukan dengan informasi
yang benar sehingga hasil audit merefleksikan hal yang benar.

“Namun yang namanya orang curang, tetap ada peluang, entah laporan dicurangi, dibohongi,
ditambah atau dikurangi yang melakukan pemeriksaan pasti akan mengetahui,” tambahnya.
Dalam proses persidangan diketahui, Joko dan Budhi melakukan rekayasa laporan keuangan
dengan meningkatkan piutang enam perusahaan distributor guna mengesankan peningkatan
penjualan AISA. Sehingga, secara fundamental kinerja perseroan dapat terlihat baik.

Selain merekayasa piutang tersebut, dari hasil persidangan diketahui bahwa enam perusahaan
tersebut merupakan milik Joko pribadi. Namun dicatat sebagai entitas pihak ketiga dalam
laporan keuangan pada periode 2016 dan 2017.

Rekayasa fundamental perusahaan yang dilakukan Joko dan Budhi turut melambungkan harga
saham perseroan yang mulai merangkak pada pertengahan 2016, dan memuncak pada
pertengahan 2017 dengan harga Rp2.360 per lembar. Melonjaknya harga saham ini pula yang
turut mendorong makin banyaknya investor ritel membeli saham AISA, termasuk Deny Alfianto.

Ia mengaku tertarik membeli saham AISA setelah mempelajari fundamental perusahaan melalui
keterbukaan informasi. Ketertarikannya pada saham ini semakin menjadi setelah diketahui
bahwa harga saham AISA sangat murah dari harga wajarnya.

“Saya beli saham Tiga Pilar bertahap mulai pada 2018. Saya masuk karena melihat PBV (price
to book value) dari laporan keuangan 2017 senilai Rp1.300 - 1.400 per saham. Sementara di
pasar harganya sekitar Rp300 per saham, artinya ada diskon,” ungkapnya dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 17 Februari 2021

Melihat peluang tersebut, Deny pun menanamkan duit dari usaha peternakan ayam untuk
membeli 14.000 lot saham atau sekitar 1,4 juta lembar saham AISA secara bertahap. Total dana
yang ia investasikan sekitar Rp335 juta.

“Sebelum investasi, saya baca laporan keuangan AISA dua tahun terakhir karena saya termasuk
investor jangka panjang, bukan trader, dan saya yakin dengan bisnis AISA pada waktu itu,”
ucapnya.

Tak lama berselang, saham tiga Pilar dibekukan bursa pada Juli 2018 berkat rentetan masalah
yang dihadapinya. Mulai dari gagal bayar bunga obligasi dan suku ijarah, perkara kepailitan
sampai terungkapnya perkara rekayasa laporan keuangan yang dilakukan para mantan bosnya
itu.

Adapun suspensi baru dibuka oleh bursa dua tahun setelahnya, tepatnya September 2020 lalu
setelah adanya pergantian kepengurusan perseroan. Sepanjang dua tahun disuspensi, uang dari
hasil bisnis ayam Deny ‘nyangkut’ di saham AISA. Begitu pun dengan sekitar 1.100 anggota
Forsa lainnya yang kurang lebih memiliki 9%, dananya terendap di saham AISA.

Deny yang juga merupakan Ketua Forum Investor Aisa (Forsa) menyatakan, banyak investor
ritel yang mengalami kerugian akibat rentetan masalah yang merundung perseroan. Saat suspensi
dibuka, ia memilih melego seluruh kepemilikan saham di AISA, meskipun ada pula investor ritel
lain yang masih bertahan mengempit saham AISA.
“Saya memang sudah cut loss, namun ada banyak yang masih bertahan karena merasa optimistis
dengan manajemen baru. Karena sebenarnya masalah ini memang human fraud dan bisnis
mereka sebenarnya bagus,” tutup Deny.

Sumber :
https://jogjaaja.com/read/kasus-penggelembungan-laporan-keuangan-tps-food-aisa-merupakan-
human-fraud
REDAKSI - Kamis, 18 Februari 2021 16:51 WIB

Anda mungkin juga menyukai