Anda di halaman 1dari 52

1

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PRAKTIK GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP


MANAJEMEN LABA DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR
OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2015 – 2018.

Diajukan dalam rangka Penyelesaian Studi Strata 1


untuk mencapai Gelar Sarjana

Oleh :
ELI ERNAWATI
16810030

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2020
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan dunia bisnis ini menuntut setiap perusahaan agar dapat
menciptakan keunggulan yang kompetitif dalam usahanya. Tujuan utama
perusahaan adalah memaksimalkan laba dan untuk meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan. Tingginya kinerja keuangan perusahaan dapat
memberikan kepuasan sendiri kepada pemilik perusahaan dan pemegang
saham. Keberhasilan atau kemakmuran bagi pemegang saham akan meningkat
apabila harga saham dari perusahaan tersebut juga semakin meningkat dan
kinerja keuangan yang dimiliki juga semakin baik. PSAK No.1 (IAI, 2009)
menyatakan hahwa tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan
informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam
rangka membuat keputusan – keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber –
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Penyampaian informasi
melalui laporan keuangan tersebut sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
pihak – pihak eksternal maupun internal yang kurang memiliki wewenang
untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung
perusahaan (Boediono, 2005).
Dalam hal ini laporan keuangan dapat diartikan sebagai media
komunikasi antar pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan dan
diharapkan dapat memberikan informasi yang benar sebagai pertimbangan
untuk mengambil keputusan. Contoh kasus yang dilansir (KONTAN.CO.ID),
yang terjadi pada PT Astra International Tbk (ASII) mengumumkan kinerja
pada kuartal 1-2018 tercatat sebesar Rp 4,98 triliun, turun 1,92% dibanding
periode yang sama tahun lalu. Mengutip laporan keuangan perusahaan,
pendapatan bersih ASII tercatat sebesar Rp 55,82 triliun, naik 14,43%
dibandingkan pendapatan bersih kuartal 1-2017 sebesar Rp 48,78 triliun.
3

Dalam siara pers, Presiden Direktur ASII, Prijono Sugiarto mengungkapkan,


kenaikan pendapatan bersih perusahaan lebih banyak didapatkan dari sektor
bisnis alat berat, pertambangan, kontruksi dan energi. Sementara beberapa
segmen bisnis lain juga mengalami penuruanan kinerja, terutama segmen
agribisnis dan otomotif yang terkena dampak utamanya, yaitu mengalami
penurunan kinerja.
Perusahaan otomotif merupakan kelompok perusahaan go public yang
menarik untuk dijadikan obyek penelitian ini karena seiring dengan
perkembangan jaman semakin tinggi pula tingkat gaya hidup dan kebutuhan
manusia yang semakin kompleks salah satunya seperti kebutuhan akan alat
transportasi, semakin tingginya kebutuhan manusia akan alat trasportasi
semakin tinggi pula permintaan masyarakat akan alat transportasi. Industri
otomotif ini mempunyai prospek yang sangat menguntungkan dan saat ini
industri otomotif juga sedang menghadapi persaingan yang cukup tinggi serta
selalu mengikuti perkembangan teknologi yang cepat. (kompas.com
24/11/2019). Dilansir dari (https://katadata.co.id/berita/2019/12/050, Menurut
Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) potensi pasar
yang besar untuk saat ini berada di Negeri Kangguru, dikarenakan banyak dari
perusahaan otomotif yang tutup pada tahun 2017. Para pelaku industri
otomotif dalam negeri untuk saat ini membidik peningkatan ekspor mobil ke
Australia. Pendapat Sekertaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara di Jakarta,
Rabu (4/12), bahwa industri otomotif dalam negeri harus berinovasi untuk
mencari pasar salah satunya harus mempunyai agreement (perjanjian) dengan
Australia pasarnya 1,4 juta per tahun.
Seperti yang sudah diketahui, Pemerintah Indonesia dan Australia
telah bersepakat kerja sama dagang melalui Indonesia Australia
Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Setelah
berunding selama sembilan tahun akhirnya kesepakatan ini dapat disepakati
dengan baik. Otomotif menjadi salah satu komoditas yang mendapat
keistimeawaan bea masuk kesana, dengan letak yang strategis dapat menjadi
mendukung proses pengiriman barang. Walaupun susah memiliki banyak
4

peluang namun Indonesia masih mempunyai beberapa kendala, diantaranya


adalah perbedaan jenis produk yang diproduksi di dalam negeri, dengan jenis
kendaraan yang diminati oleh konsumen yang berada disana. Produk yang
diminati oleh masyarakat Australia ialah produk yang mempunyai tipe SUV
(Spot Utility Vehicle), sedangkan produsen dalam negeri lebih banyak
memproduksi kendaraan berpenumpang atau MPV (Multi Purpose Vehicle).
Reorintasi tipe produksi menjadi hal penting bagi produsen domestik ditengah
keinginan pemerintah Indonesia mnjadikan manufaktur dalam negeri sebagai
basis produksi kendaraan yang beronrientasi pada ekspor. Berdasarkan data
Gaikindo, ekspor mobil utuh (Completly Build Up/CBU) pada bulan Januari –
Oktober 2019 tumbuh dari 29% menjadi 275.364 dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan, ekspor mobil terurau
atau completely knock down (CKD) naik 583% menjadi 397.885 unit.
Produsen otomotif besar di dunia, seperti Ford dan Nissan belum lama
ini memutuskan untuk bertindak lebih efisien dengan memangkas jumlah
karyawan di seluruh dunia.Pada Mei 2019, Ford mengumumkan akan
memutus hubungan kerja terhadap 7.000 karyawan sebagai upaya
restrukturisasi. Ford juga diketahui telah menutup 6 dari 24 pabrik yang ada di
Eropa.Kemudian, produsen mobil raksasa asal Jepang, Nissan, belum lama ini
memutuskan memangkas 12.500 karyawannya yang tersebar di seluruh dunia.
Tindakan ini diambil untuk menopang kinerja keuangan perusahaan di tengah
penjualan yang melemah.Sementara itu dari dalam negeri ketatnya persaingan
ditandai dengan masuknya pemain baru dari China, seperti Wuling, yang
menawarkan harga lebih rendah terus mengikis marjin produsen otomotif.
Belum lagi, munculnya angkutan online seperti Go-Jek dan Grab turut
mengurangi kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap kendaraan
pribadi.Dengan kondisi tersebut, wajar saja jika kinerja keuangan paruh
pertama perusahaan otomotif dan komponennya mengalami penurunan.
Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik, perusahaan
tersebut akan digunakan untuk berinvestasi. Berinvestasi saham atas
perusahaan tersebut memiliki tujuan tersendiri, yaitu untuk memaksimalkan
5

kekayaan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Kekayaan pemegang


saham dapat diukur dengan melihat harga saham dan lembar saham yang
beredar. Harga saham dapat meningkat apabila kinerja keuangan suatu
perusahaan mengalami peningkatan yang baik. Harga saham merupakan
cerminan kepercayaan bagi investor. Harga saham akan bergerak searah
dengan kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja Keuangan suatu perusahaan
baik maka harga saham perusahaan akan meningkat begitu sebaliknya jika
kinerja keuangan tidak baik maka harga saham perusahaan juga akan
menurun. Oleh sebab itu, para pemilik perusahaan atau pemegang saham pasti
akan meminta pihak manajemen untuk memperbaiki kinerja mereka agar
kinerja keuangan perusahaan meningkat sehingga tujuan perusahaan dapat
tercapai. Namun, dari pihak manajemen sering kali memiliki tujuan dan
kepentingan yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan
mengabaikan pemegang saham. Perbedaan kepentingan tersebut dapat
mengakibatkan munculnya suatu konflik yang disebut dengan agency conflict.
Konflik keagenan akan mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang
akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, dan menyebabkan nilai
keuangan suatu perusahaan berkurang dimasa yang akan datang (Herawati,
2008). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu perlindungan terhadap
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Almilia dan
Sifa, 2006).
Good corporate governance sebagai salah satu cara untuk memberikan
perlindungan terhadap kepentingan bagi para pemegang saham (shareholder)
atau pemilik perusahaan. Good corporate governance pada dasarnya
merupakan seperangkat peraturan hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholder) terutama hubungan antara pemegang saham,
dewan komisaris, dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good
corporate governance memerlukan komitmen dari seluruh jajaran organisasi
dan dimulai dengan penetapan kebijakan dasar serta tata tertib yang harus
dianut oleh top manajamen dan penerapan kode etik yang harus dipatuhi oleh
semua pihak yang ada didalamnya (Murwaningsari, 2009).
6

Good corporate governance oleh The Indonesia Institute For


Corporate Governance didefinisikan sebagai proses dan struktur yang
diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder yang lain. Good corporate governance memiliki lima
prinsip, yaitu transparansi (transparency), akuntabilotas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibilty), independensi (independency), dan
kewajaran dan kesetaraan (fairness).Penerapan good corporate governance
bukan lagi sebuah kewajiban bagi perusahaan, namun sudah menjadi suatu
kebutuhan bagi setiap perusahaan. Good corporate governance juga
merupakan salah satu kunci sukses bagi perusahaan untuk tumbuh dan
memberikan manfaat jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan
bisnis terutama bagi perusahaan yang mampu berkembang menjadi terbuka.
Selain sebagai alat untuk mencapai tujuan sebuah perusahaan terkait dengan
peningkatan kinerja yang nantinya akan berpengaruh pada harga saham
perusahaan itu sendiri, penerapan good corporate governance juga diharapkan
dapat mengurangi kemungkinan adanya tindak kecurangan yang telah
dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab.
Hubungan keagenan ini biasa terjadi di suatu perusahaan, yaitu
pemisahan kepemilikan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelola
perusahaan (agent). Dengan adanya pemisahan kepemilikan antara
pengelolaan dan pemilik perusahaan mengakibatkan pemilik perusahaan
membebankan tanggung jawab kepada pengelola untuk melaporkan kinerja
perusahaan dalam bentuk laporan keuangan, dimana laporan keuangan
tersebut menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh manajemen atas sumber
daya yang telah dipercayakan kepadanya. Salah satu informasi dalam laporan
keuangan yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kepentingan adalah
informasi tentang laba. Karena informasi mengenai laba sering digunakan
sebagai dasar untuk pembuatan keputusan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan, misalnya digunakan sebagai dasar pemberian bonus kepada
7

manajer, menghitung penghasilan kena pajak dan terutama sebagai kriteria


penilaian kinerja manajemen perusahaan Hidayati dan Zulaikha (2003).
Para pengguna informasi laba yang menggunakan laba sebagai kriteria
dalam penilaian kinerja manajemen seringkali mempertimbangkan prosedur
yang digunakan dalam menghasilkan informasi tersebut, sehingga mendorong
manajer untuk melakukan manajemen laba (Beattie et al., 1994). Manajemen
laba (earnings management) merupakan manipulasi terhadap laba yang
dilakukan pihak manajemen untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu.
Manipulasi dilakukan agar laba yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diharapkan. Kecenderungan agent melakukan pengelolaan terhadap laba
(earning management), yaitu intervensi manajemen (agent) dalam proses
penyusunan laporan keuangan sehingga dapat menaikkan atau menurunkan
laba sebagai usaha usaha dari agent untuk memaksimalkan kepentingan (Scott,
2006). Tindakan manajemen laba juga dapat terjadi karena adanya asimetri
informasi (information asymetry) yang tinggi antara manajemen dengan pihak
lain yang tidak mempunyai sumber, dorongan atau akses yang memadai
terhadap informasi untuk memonitor tindakan agent (Richardson, 2000).
Indonesia yang dulunya berbasis commodity supercycle, kini beralih ke
industri manufaktur. Padahal industri manufaktur ini memiliki daya saing
yang tinggi sehingga sangat sensitif terhadap perubahan perekonomian yang
ada di Indonesia maupun dunia. Pelemahan nilai mata uang rupiah terjadi di
perekonomian di Indonesia, sangat mempengaruhi industri manufaktur.
Industri hulu yang belum kompetitif untuk menyediakan bahan baku yang
dibutuhkan oleh industri hilir. Akibatnya, industri hilir masih mengimpor
bahan baku sebanyak 80 % dari total bahan baku yang dibutuhkan. Besarnya
bahan baku impor menyebabkan biaya yang sangat tinggi bagi perusahaan
(Wenny Febriyanti, 2016).
Perusahaan yang terkena dampak secara langsung dari pelemahan
rupiah adalah industri manufaktur pada bidang otomotif. Nilai rupiah yang
melemah membuat terjadinya ketimpangan pada barang – barang ekspor dan
perusahaan yang berorientasi pada bahan baku impor. Bagi pelaku bisnis yang
8

berbasis impor dengan berorientasi pada pasar domestik, melemahnya nilai


tukar berdampak terhadap meningkatnya biaya produksi. Perusahaan otomotif
membeli bahan baku melalui impor menggunakan mata uang dollar Amerika
Serikat (AS) dan menjualnya dengan menggunakan mata uang rupiah. Secara
otomatis ketika rupiah terus meningkat, biaya yang dikeluarkan untuk
membeli bahan baku juga akan meningkat. Jika hal ini terus berlangsung mau
tidak mau manajemen laba harus mencari cara untuk mendapatkan laba yang
sesuai dengan target yang telah ditetapkan (Wenny Febriyanti, 2016).
Praktik manajemen laba oleh manajer yang berawal dari konflik
kepentingan dan adanya asimetri informasi ini dapat diminimumkan melalui
suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment)
berbagai kepentingan tersebut ( Midiastuty dan Machfoedz, 2003). Untuk
mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan antara principal dan agent
dapat dilakukan melalui pengelolaan perusahaan yang penelitiannya hasil
yang diperoleh adalah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Mengacu pada hasil – hasil penelitian empiris yang
dilakukan, meskipun masih terdapat ketidakkonsistenan hasil untuk variabel
mekanisme good corporate governance yang ditandai dengan adanya
komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial tetapi bukti empiris tersebut dapat menunjukkan
betapa pentingnya penerapan good corporate governace dalam mencapai
tujuan perusahaan dan sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga dapat
memberikan keuntungan untuk berbagai pihak-pihak yang berkepentingan
secara menyeluruh.
Untuk mengontrol pengendalian interen tertinggi yang bertanggung
jawab untuk memonitor tindakan dari manajemen ini tugas bagi komisaris
independen, komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal
dari pihak terafiliasi atau berhubungan dengan pemegang saham pengendali,
anggota Dewan Direksi serta Dewan Komisaris lainnya. Komisaris
independen dalam hal ini mempunyai tugas melakukan pengawasan atas
kebijakan dan tindakan direksi serta memberikan nasihat jika diperlukan
9

(KNKG, 2006). Dewan komisaris independen merupakan salah satu


karakterisik dewan yang berhubungan mengenai informasi manajemen laba.
Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan
dapat dieroleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005).
Berdasarakan uraian diatas, mengingat tentang pentingnya adanya corporate
governance yang baik dengan penyajian data laporan keuangan yang
sebenarnya sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Oleh
karena itu penulis ingin melakukan penelitian dengan Analisis Praktik Good
Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Perusahaan Manufaktur
Sektor Otomotif yang Terdaftar di BEI Tahun 2015 – 2018.

B. Indentifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah ditulis, kami memberikan identifikasi
masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut Dewan
komisaris independen merupakan salah satu karakterisik dewan yang
berhubungan mengenai informasi manajemen laba. Melalui perannya dalam
menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat diperoleh suatu
laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Berdasarkan uraian diatas,
mengingat tentang pentingnya adanya corporate governance yang baik
dengan penyajian data laporan keuangan yang sebenarnya sehingga dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu penulis sepakat
melakukan penelitian dengan Analisis Praktik Good Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba di Perusahaan Manufaktur Sektor Otomotif yang
Terdaftar di BEI Tahun 2015 – 2018.

C. Rumusan Masalah
Rumusan maslah yang diajukan oleh penulis terkait latar belakang
yang diungkapkan sebelumnya, adalah apakah mekanisme corporate
governance yang terdiri dari dewan komisaris, komite audit, kepemilikan
institusional, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik
manajemen laba ?
10

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan
untuk menganalisa pengaruh mekanisme corporate governance yang terdii
dari dewan komisaris, komite audit, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan daam bidang manajemen, serta
dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau pertimbangan dalam
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis/Empiris
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
langsung maupun tidak langsung pada pihak – pihak yang berkepentingan,
seperti yang dijabarkan, antara lain:
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan mengenai corporate governance dan
manajemen laba terhadap kinerja suatu perusahaan, serta sarana bagi
peneliti untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
yang diperoleh peneliti selama di bangku sekolah.
b. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang
berharga dan dapat menjadi salah satu baha evaluasi mengenai
corporate governance dan manajemen laba terhadap kinerja suatu
perusahaan.
c. Bagi Pihak Lain
11

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan


dan referensi bagi penelitian berikutnya yang tertarik untuk meneliti
kajian yang sama diwaktu yang akan datang.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
1. HALAMAN JUDUL
2. HALAMAN PENYELESAIAN BIMBINGAN
3. HALAMAN PENGESAHAN
4. MOTTO DAN PERSEMBAHAN
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
6. ABSTRAK
7. KATA PENGANTAR
8. DAFTAR ISI
9. DAFTAR LAMPIRAN
10. BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian
e. Sistematika Skripsi
11. BAB II KAJIAN TEORI
a. Kajian Pustaka
b. Landasan Teori
c. Kerangka Berpikir
d. Hipotesis Peneltian
12. BAB III METODE PENELITIAN
a. Desain Penelitian
b. Populasi dan Sampel
c. Definisi Operasional
d. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
e. Validitas dan Reabilitas
f. Teknik Analisis Data
12

13. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


a. Diskripsi Umum Objek Penelitian
b. Hasil Penelitian dan Analisis Data
c. Pembahasan
14. BAB V PENUTUP
a. Simpulan
b. Saran
15. DAFTAR PUASTAKA
16. LAMPIRAN
13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN PUSTAKA
1. Hubungan Kepemilikan Institusional dan Manajemen Laba
Susiana dan Herawaty (2007) dalam penelitian Syarifah dan Astri
(2016) menyatakan kepemilikan institusional merupakan presentase saham
perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan
lain baik yang berada didalam maupun diluar negeri serta saham yang
dimiliki pemerintah dalam maupun luar negeri. Kepemilikan Institusional
memeliki arti penting dalam memonitor manajemen karena danya
kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal.
McConell dan Servaes (1990), Nesbitt (1994), Smith (1996), Del
Guercio dan Hawkins (1999), dan Hartzell dan Starks (2003) dalam
Cornertt et al., (2006) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa
tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak
investor insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Cornet et al.,
(2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak
investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan
perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi
perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri.
2. Hubungan Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba
Kepemilikan Manajerial sering dianggap manjadi salah satu faktor
yang angat berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh
seorang manajer. Jika kepemilikan perusahaan dipegang manajer, maka
manajer akan melakukan demi kepentingan pemegang saham karena
manajer juga mempunyai kepentingan didalamnya. Faisal (2004) dalam
Yoga (2011), bahwa besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial
dalam perusahaan tersebut dapat mengindikasi adanya kesamaan
14

(congruance) kepentingan diantara manajemen dengan pemegang saham.


Dari penelitian Yusuf (2017) menyatakan secara parsial kepemilikan
manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
3. Hubungan Komisaris Independen dan Manajemen laba
Komisaris merupakan mekanisme pengendalian interen tertinggi
yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen. Dewan
komisaris menerima wewenang untuk mengontrol pengendalian interen
dari pemegang saham perusahaan. Pendelegasian wewenang ini terjadi
karena pemegang saham tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk
memastikan apakah manajemen telah bertindak sesuai dengan kepentingan
pemegang saham (Beasley dan Salterio, 2001 dalam penelitian Syarifah,
2016).
Hasil penelitian Dechow, Patricia, Sloan dan Sweeney (1996),
Klein (2002), Peasnell, Pope dan Young (2001), Chtourou et al. (2001),
Pratana dan Mas’ud (2003), dan Xie, Biao, Wallace dan Peter (2003)
memberikan simpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota
dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director
dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga, jika anggota
dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini
juga akan berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan
discretionary accruals (Cornett et al., 2006). Dalam penelitian ini rumusan
hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
Jensen (1993) dan Lipton dan Lorsch (1992) dalam Beiner, Drobetz,
Schmid dan Zimmermann (2003) merupakan yang pertama menyimpulkan
bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme
corporate governance.Hal ini diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale
(2000) dalam Beiner et al. (2003) yang menegaskan bahwa dewan
komisaris merupakan mekanisme governance yang penting.Mereka juga
menyarankan bahwa dewan komisaris yang ukurannya besar kurang
efektif daripada dewan yang ukurannya kecil.
Penelitian yang dilakukan Yermack (1996), Beaslley (1996) dan
15

Jensen (1993) juga menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang


berukuran kecil akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan
dibandingkan dewan komisaris berukuran besar. Ukuran dewan komisaris
yang besar dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena
sulit dalam komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan.
4. Hubungan Komite Audit dengan Manajemen Laba
Komite Audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris yang ditugaskan untuk pengawasan pengelolaan perusahaan.
Keberadaan komite audit sangat penting untuk pengelolaan perusahaan,
tidak hanya itu komite audit juga dianggap sebagai penghubung pemegang
saham dengan dewan komisaris dengan pihak manajemen untuk
menagngani masalah pengendalian. Keberadaan komite audit diharapkan
dapat meningkatkan kualitas laba melalui pengawasan terhadap proses
pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit eksternal. Marihot dan
Setiawan (2007) untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan
yang dilakukan oleh manajer ini dapat diawasi dengan adanya komite
audit. Keleluasaan manajer dalam memanipulasi laporan keuangan
sehingga adanya manajemen laba dapat dihambat dan ditekan oleh komite
audit.
B. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi muncul karena adanya pemisahan kepemilikan
perusahaan antara pemilik dan manajemen. Teori agensi merupakan suatu
model kontraktual antara dua orang (pihak) atau lebih, di mana salah satu
pihak disebut manajemen atau agen (agent) dan pihak yang lain disebut
pemilik atau prinsipal (principal). Principal memberikan suatu amanah
kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab agent maupun
principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama (Mursalim,
2005 dalam Ujiyantho, 2006).
Agen dan prinsipal diasumsikan dimotivasi oleh kepentingannya
16

sendiri dan sering kepentingan antara keduanya berbenturan (Suartana,


2010).Jensen dan Meckling (1976) dalam Waryanto (2010) mengatakan
terdapat konflik kepentingan (agency conflict) dalam hubungan
keagenan.Konflik kepentinganini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan
dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingannya terhadap
perusahaan (Ibrahim, 2007 dalam Waryanto, 2010). Sebagai agen, manajer
bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para
pemilik, namun di sisi lain manajer juga menginginkan untuk selalu
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.Dengan demikian,
terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaandi mana
masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan
tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002 dalam Waryanto, 2008).
Eisenhardt (1989) dalam Waryanto (2010) menggunakan tiga
asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi, yaitu:
(1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest),
(2)manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari
risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut,
manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan
sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
Teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri
informasi(information asymmetric). Manajer sebagai pengelola perusahaan
lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh
karena itu, sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal
mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang
disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau
asimetri informasi (Hendriksen dan Van Breda, 2000 dalam Waryanto,
2010).
Akibat adanya asimetri informasi ini, dapat menimbulkan dua
17

permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk


memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen.
Jensen dan Meckling(1976) dalam Arifin (2005), menyatakan
permasalahan tersebut adalah : (a)Moral Hazard, yaitu permasalahan yang
muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam kontrak kerja. (b) Adverse selection, yaitu suatu keadaan di
mana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang
diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah
diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
Penelitian Richardson (1998) dalam Ujiyantho dan Pramuka
(2007) menunjukkan adanya hubungan positif antara asimetri informasi
dengan manajemen laba. Dalam hal ini berarti apabila manajer memiliki
informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pemilik, maka
kecenderungan manajer untuk berbuat curang dengan praktik manajemen
laba demi kepentingan pribadi akan semakin tinggi.
2. Manajemen Laba
a. Definisi dan Konsep Manajemen Laba
Manajemen laba menurut Sulistyanto (2008) adalah upaya
manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi
informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk
mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi
perusahaan. Guna dan Herawaty (2010) berpendapat bahwa
manajemen laba merupakan setiap tindakan manajemen yang dapat
mempengaruhi angka laba yang dilaporkan. Sedangkan Fisher dan
Rosenzweig (1995) dalam Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa
manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan
(menurunkan) laba periode berjalandari sebuah perusahaan yang
dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan
ekonomi perusahaan jangka panjang.
Manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan
keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan transaksi untuk
18

mengubah laporan keuangan sebagai dasar untuk mempengaruhi hasil


kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang
dilaporkan. Manajemen laba dapat terjadi karena manajer diberi
keleluasaan untuk memilih metode akuntansi yang akan digunakan
dalam mencatat dan mengungkapkan informasi keuangan privat yang
dimiliki (Tarjo dan Sulistyowati, 2005 dalam Herni dan Susanto,
2008).
Manajemen laba merupakan fenomena yang sukar dihindari
karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual
dalam penyusunan laporan keuangan. Manajemen laba timbul sebagai
dampak dari penggunaan akuntansi sebagai salah satu alat komunikasi
antara pihak-pihak yang berkepentingan dan kelemahan inheren yang
ada pada akuntansi yang menyebabkan adanya judgement (Setiawati,
2002 dalam Guna dan Herawaty, 2010).
Upaya manajer untuk memaksimalkan nilai perusahaan akan
mengarah pada upaya memaksimalkan kesejahteraan pribadi. Atas
dasar itulah mengapa manajemen laba dinilai sebagai cermin perilaku
oportunis seorang manajer dengan mempercantik laporan keuangannya
(fashioning accounting reports), yaitu melaporkan laba atau kinerja
sesuai dengan kepentingan yang dicapainya. Perspektif ini sejalan
dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan
dan pengelolaan perusahaan akan mendorong setiap pihak berusaha
memaksimalkan kesejahteraan masing-masing (Sulistyanto, 2008).
Kesimpulanyang dapat diambil dari beberapa definisi yang telah
dipaparkan adalah bahwa manajemen laba merupakan tindakan
seorang manajer atau agen untuk menaikkan atau menurunkan laba
periode berjalan dari sebuah perusahaan.
b. Motivasi Manajemen Laba
Ada berbagai tujuan yang ingin dicapai mengapa manajemen
laba dilakukan oleh manajemen, namun secara umum Skousen dan
Stice (2004) dalam Muyassaroh (2006) mengelompokkan ada empat
19

alasan. Alasan tersebut benar-benar mencerminkan kekuatan yang


seringkali bisa dikatakan sebagai pendorong para manajer untuk
memanipulasi laba yang dilaporkan. Berikut adalah motivasi
manajemen melakukan manajemen laba:
1) Memenuhi Target Internal
Target laba internal merupakan alat penting dalam
memotivasi para manajer untuk meningkatkan usaha penjualan,
pengendalian biaya, dan penggunaan sumberdaya yang lebih
efisien. Tetapi, seperti alat pengukuran kinerja yang lain, adalah
suatu fakta kehidupan bahwa pihak yang dievaluasi kinerjanya
akan cenderung melupakan faktor ekonomi yang mendasari
pengukuran ini dan mengalihkan perhatiannya kepada angka yang
akan diukur.
Penelitian akademis juga membenarkan bahwa perhitungan
bonus
internal berdasarkan laba turut mendorong munculnya manajemen
laba. Misalnya, seorang manajer yang menjadi subjek rencana
bonus atas dasar laba cenderung untuk menaikkan laba jika mereka
sudah berada dalamn posisi mendekati batasan bonus dan akan
menurunkan laba jika laba yang akan dilaporkan berada di atas
batas bonus maksimal. Kecenderungan ini pada dasarnya berarti
bahwa para manajer memiliki tendensi untuk menunda pengakuan
laba di periode yang baik untuk berjaga-jaga apabila hasil operasi
periode berikutnya tidak begitu memuaskan.
2) Memenuhi Harapan Eksternal
Berbagai stakeholders eksternal memiliki kepentingan
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Para pegawai dan
pelanggan menginginkan perusahaan tetap berjalan dengan baik
sehingga dapat bertahan dalam jangka panjang dan melaksanakan
kewajiban pensiun dan garansinya. Para pemasok menginginkan
jaminan atas pembayaran dan perusahaan akan tetap menjadi
20

pembeli yang dapat diandalkan selama bertahun-tahun ke depan.


Bagi pihak yang berkepentingan, adanya tanda dari
kelemahan keuangan, seperti pelaporan rugi, benar-benar
merupakan suatu berita buruk terutama bagi analis keuangan.
Pihak analis akan merekomendasikan untuk menjual atau membeli
saham perusahaan berdasarkan hasil estimasi atas laba perusahaan.
Riset yang mendalam telah menunjukkan bahwa pelaporan laba
yang lebih kecil dibandingkan laba yang diestimasi oleh analis
akan menyebabkan turunnya harga saham. Oleh karena itu,
perusahaan memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba
guna menjamin agar angka yang dilaporkan paling sedikit sama
dengan laba yang diperkirakan oleh para analis. Kemampuan
perusahaan yang luar biasa untuk secara konsisten memenuhi
target laba seperti yang diperkirakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan tidak mungkin terjadi jika perusahaan tidak
melakukan paling tidak satu jenis manajemen laba.
3) Meratakan Laba (Income Smoothing)
Beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa manajer melakukan perataan laba. Heyworth (1953)
menyatakan bahwa motivasiyang mendorong dilakukannya
perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan perusahaan
dengan kreditur, investor, dan karyawan serta meratakan siklus
bisnis melalui proses psikologis.
Beidelman (1973) menyatakan bahwa ada dua alasan yang
digunakan manajemen untuk melakukan income smoothing. Alasan
pertama didasarkan pada asumsi bahwa pola laba periodik yang
stabil dapat mendukung tingkat deviden yang lebih tinggi
dibandingkan pola yang berfluktuasi. Dengan anggapan tersebut
perataan laba diharapkan memberikan pengaruh yang
menguntungkan bagi nilai saham perusahaan karena risiko
perusahaan dapat dikurangi. Alasan kedua berkaitan dengan upaya
21

meratakan kemampuan untuk mengantisipasi pola fluktuasi laba


periodik dan kemungkinan mengurangi korelasi return yang
diharapkan dari perusahaan (firm’s expected return) dengan return
portofolio pasar (return on market portofolio).
4) Window Dressing Laporan Keuangan untuk Penjualan Saham
Perdana (IPO) atau Memperoleh Pinjaman
Bagi perusahaan yang sedang memasuki masa di mana
pelaporan laba harus dalam kondisi yang baik, asumsi-asumsi
akuntansi dapat diperluas, bahkan seringkali sampai pada titik yang
paling jauh dari aturan yang ada. Termasuk dalam masa itu adalah
saat perubahan membuat permohonan pinjaman atau saat sebelum
memulai penjualan saham perdana untuk umum.
3. Good Corporate Governance
a. Definisi dan Konsep Good Corporate Governance
Istilah corporate governance diperkenalkan oleh Komite
Cadbury (Cardbury commottee) tahun 1992 dalam laporannya yang
dikenal dengan Cadbury Report . Laporan ini dipandang sebagai titik
balik (turning point) yang dapat menentykan praktik Corporate
Governance sebagai aturan yang bisa merumuskan hubungan antara
para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan
pihak – pihak yang berkepntingan lainnya baik internal maupun
eksternal sehubungan dengan hak – hak dan tanggung jawab mereka
(Emirzon, 2006).
Sejalan dengan Codbury, Form for Corporate governance in
Indonesia atau FCGI (2001) mendefinisikan corporate governance
sebagai susunan aturan yang dapat menentukan hubungan antara
pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan
stakeholder internal dan eksternal sesuai dengan hak dan tanggung
jawabnya. Sedangkan Sulistyo (2008) menyatakan, good governance
diartikan sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan agar perusahaan dapat menciptakan nilai tambah untuk
22

stakeholdernya. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu
hal pemegang saham yang harus dipenuhi oleh perusahaan dan
kewajiban yang hars dilakukan perusahaan. Pemegang saham
mempunyai hak untuk memperoleh semua informasi secara akurat dan
tepat waktu. Sedangkan perusahaan mempunyai kewajiban untuk
mengungkapkan semua informasi mengenai kinerja perusahaan secara
akurat, tepat waktu, dan transparan.
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 menyatakan dalam
rangka meningkatkan kinerja bank, melindungi stakeholder, dan untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan
yang berlaku serta nilai – nilai etika yang berlaku pada industri
perbankan, maka diperlukan pelaksanaan good corporate governance.
Semakin kompleksnya risiko yang dihadapi oleh bank, maka semakin
meningkat pula kebutuhan praktik good corporate governance oleh
perbankan. Pelaksanaan good corporate governance merupakan salah
satu upaya yang dapat memperkuat kondisi internal perbankan
nasional dengan Arsitektur Perbankan Inonesia (API).
Good Corporate Governance menurut Peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006adalah suatu tata kelola bank yang
menerapkan prinsip – prinsip keterbukaan (transparancy) dan
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency) dan kewajaran (fairness). Jika konsep
corporate governance dapat diterapkan dengan baik diharapkan
pertumbuhan ekonomi dapatv terus meningkat siring dengan
transaparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya
juga menguntungkan banyak pihak. Selain itu, dapat membantu
menciptakan lingkungan yang kondusif demi terciptanya pertumbuhan
yang efisien dan suistainable disektor korporat (Nasution dan
Setiawan, 2007). Mengacu beberapa definisi good corporate
governance diatas dapat disimpulkan bahwa good corporate
governance adalah aturan pengelolaan perusahaan yang mengatur
23

hubungan antara berbagi pihak yang berkepentingan (stakeholder)


yang berkaitan dengan hak – ha dan kewajiban mereka demi
tercapainya tujuan perusahaan dan meningkatkan kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku secara umum dengan menerapkan prinsip
keterbukaan (transparancy) dan akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency)
dan kewajaran (fairness).
b. Tujuan Good Corporate Governance
Tujuan good corporate governance adalah menciptkan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
yang bersangkutan. Pihak – phak tersebut adalah pihak internal yang
meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang
investor, kreditur, pemerintah, masyarakat, dan pihak – pihak lain yang
berkepntingan (stakeholder). OECD dalam Hanifah (2010)
mengeukakan tujuan dari GCG yaitu:
1) Untuk mengurangi kesenjangan (gap) antara pihak – pihak yang
memiliki kepentingan dalam suatu perusahaan (pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham lainnya).
2) Meningkatkan kepercayaan bagi para investor dalam melakukan
investasi.
3) Mengurangi biaya modal (cost of capital).
4) Menyakinkan kepada semua pihak atas komitmen legal dalam
pengelolaan perusahaan.
5) Penciptaan nilai bagi perusahaan termasuk hubungan antara para
stakeholder (kreditur, karyawan perusahaan, bondholders, dan
pemerintah) untuk menciptakan nilai tambah bagi pihak pemegang
kepentingan.
c. Prinsip – prinsip Good Corporate Governance
Praktik Good Corporate Governanceberbeda disetiap negara
dan perusahaan akrena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum,
struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini
24

menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip – prinsip


Corporate Governance, namun pada dasarnya mempunyai kesamaan
(Arifin, 2005).
Dalam pedoman tersebut KNKG memaparkan asas – asas GCG
sebagai berikut :
1) Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dengan cara
yang mudah diakses dan bisa dipahami oleh stakeholder.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang –
undangan tetapi juga hal yang penting untuk pengamblan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan stakeholder
lainnya.
2) Akuntabilitas )Accontability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus
dikelola secara bennar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan sengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas meruapakan persyaratan
yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Pertanggungjawaban (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang –
undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usahan
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate governance citizen.
4) Independensi (Independency)
Untuk melancarakan pelaksanaan asas GCG, perusahaan
harus dikelola secara independen sehingga maing – masing
25

organisasi perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat


diintervensi oleh pihak lain.

5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)


Dalam melaksanakan kegitannya harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholder
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Good Corporate Governance dapat tercipta jika prinsip –
prinsip tersebut dapat dipenuhi oleh suatu perusahaan. Hal tersebut
tidak lepas dari kerjasama yang baik dari berbagai pihak, baik dari
dalam maupun dari luar perusahaan. Perusahaan yang menerapkan
prinsip good corporate governance secara konsisten akan meningkat
kualitas laporan keuangan dan menurun tingkat manajemen labanya.
d. Mekanisme Good Corporate Governance
Salah satu cara yang efisien dalam rangka mengurangi
terjadinya konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan
perusahaan, diperlukan adanya keberadaan peraturan dan mekanisme
pengendalian yang secra efektif mengarahkan opersional perusahaan
serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak – pihak yang
mempunyai kepentingan yang berbeda. Mekanisme (pengendalian)
internal dalam perusahaan antar lain : struktur kepemilikan dan
pengendalian yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam hal
komposisi dewan (World Bank, 1999 dalam Boediono, 2005).
Menurut teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for
corporate control ), saat diketahui bahwa manajemen melakukan
tindakan yang menguntungkan diri sendiri, sehingga kinerja
perusahaan akan menurun yang dicermikan oleh menurunnya nilai
saham perusahaan (Hanifah, 2010).
26

Berikut penjelasan mengenai dewan komisaris independen,


komite audit independen, dan kepemilikan manajerial :
1) Komisaris Independen
Salah satnya yang paling efisien dalam rangka untuk
mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan
pencapaian tujuan perusahaan. Mekanisme (pengendalian) internal
dalam perusahaan antara lain struktur kepemilikan dan
pengendalian yang dilakukan oleh dwan komisaris dalam hal ini
komposisi dewan (World Bank, 1999 dalam Boediono, 2005).
Dewan komisaris independen adalah anggota dewan
komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepenguruan,
kepemilikan saham dan atau tidak pemegang saham pengendali
atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
bertindak independen. Jumlah anggota dewan komisaris
independen paling sedikit 50 (PBI No. 8/4/PBI/2006) juga
menyebutkan bahwa jumlah komisaris independen harus dapat
menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif
sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan salah satu dari
komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi
atau keuangan. Keberadaan komisaris independen yang
dimaksudkan untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan
kerja yang lebih objektif dan menempatkan pemegang saham
minoritas dan stakeholders lainnya.
Karakter dewan komisaris suatu mekenisme yang
menentukan tindakan komposisi dewan dapat menjadi suatu
mekanisme yang dapat menentukan tindakan manajemen laba.
Melalui peranan dewan dalam melakukan pengawasan terhadap
opersional perusahaan oleh manajemen, komposisi dewan
komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil
dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau
27

mungkin terhindar dari kecurangan dalam laporan kuangan. Dapat


dikatakan bahwa komposisi dewan komisaris yangterdiri dari
anggota yang bersal dari luar perusahaan mempunyai
kecenderungan mempengaruhi manajemen laba (Boediono, 2005).
2) Komite Audit
Komite audit merupakan salah satu komponen GG yang
berperan penting dalam sistem pelaporan keuangan yaitu dengan
mengawasi partisipasi manajemen dan auditor independen dalam
proses pelaporan keuangan. Keberdaan komite audit merupakan
perangkat yang prnting dalam penerapan tata kelola perusahaan
yang baik. Namun, keberadaan komite audit saja belum cukup
utnuk menghindarkan perusahaan dari kasus – kasus keuangan
terutama kasus manajemen laba. Komite audit ternyata juga
membutuhkan idpendensi dan efektifitasnya dalam mengawasi
proses pelaporan keuangan (Pamudji dan Trihartati, 2010).
Komite audit mmenurut PBI No. 8/4/pbi/2006 adalah pihak
yang mendukung efektivitas pelasanaan tugas dan tanggung jawab
dewan komisaris. Sedangkan komite audit independen menurut
Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP adalah anggota
komite audit yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan/ atau hubungan keluarga
dengan dewan komisaros, direksi dan/ atau pemegang saham
pengendali atau hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen. Peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006 menyebutkan bahwa anggota komite
audit paling sedikit terdiri dari seorang komisaris independen,
seorang pihak independen yang memiliki kahlian di bidang hukum
menjadi anggota komite audit paling sedikit 51% dari jumlah
anggota komite audit.
Tugas komite audit KNKG (2006) adalah membantu dewan
komisaris untuk memastikan bahwa:
28

(1) Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip


akuntansi yang berlaku umum,
(2) Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan
baik,
(3) Pelaksanaan audit internal maupun eksernal dilaksanakan
sesuai dengan standar audit yang berlaku,
(4) Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
3) Kepemilikan Manajerial
Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat
penting karena berkaitan dengan pengendalian opersional
perusahaan. Dari sudut pandang teori akuntasni, manajemen laba
angat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang
berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda,
seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang
saham dan manajr yang tidak sebagai emegang saham. Hal ini
sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria :
(a) perusahaan dipimpin oleh manajer dan pemilik dan manajer
(owner manager); (b) perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan
non pemilik (non owner manager). Dua hal tersebut akan
mempengaruhi manajemen laba, sebab itu kepemilikan seorang
manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan
keputusan terhadap metode akuntasni yang diterapkan pada
persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen
cenderung mempengaruhi tindakan laba (Boediono, 2005).
Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai pemegang
saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan perusahaan. Permaslahan dalam keagenan
diasumsikan akan dapat diminimalkan apabila seorang manajer
juga sekaligus merangkap sebagai seorang pemilik perusahaan.
Kepemilikan manajerial dapat mengurangi dorongan untuk
melakukan manipulasi, jadi laba yang telah dilaporkan
29

merefleksikan keadaan yang sebenarnya dari perusahaan yang


berseangkutan. Secara teoritis ketiika kepemilikan manajemen
rendah, kemungkinanan terjadinya perilaku oportunistik manajer
meningkat (Hanifah, 2010).
Jensen dan Meckling (1976) dalam Widiatuti (2008)
menyatakan kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan
dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan
antara pemegang saham luar dengan manajemen. Pemegang saham
luar dan manajemen mempunyai kepentingan yang sama anatara
lain mendapat keuntungan dari perusahaan. Hal ini menyebankan
manajemen tidak melakukan manajemen laba yang akan
merugikan dirinya sendiri.
4) Kepemilikan Institusional
Susiana dan Herawaty (2007:8) dalam penelitian Syarifah
(2016) menyatakan kepemilikan institusional merupakan
persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain
baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri, serta saham
yang dimiliki pemerintah dalam maupun luar negeri. Kepemilikan
institusional itu sendiri memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional
akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal.
4. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai efektivitas corporate governance yang
ditandai dengan pelaksanaan mekanismenya dalam melindungi investor
atau prinsipal di Indonesia telah banyak dilakukan, diantaranya:
Midiastuty dan Machfoedz (2003), Astuti (2004), Boediono (2005),
Siregar dan Utama (2006), Nasution dan Setiawan (2007), Ujiyantho dan
Pramuka (2007), Iqbal (2007), Sefiana (2009), Saleh dan Ismail (2009),
Sutini (2010), Pamudji dan Trihartati (2010), Guna dan Herawaty (2010),
serta Farida, Yuli, dan Eliada (2010). Hasil yang diungkapkan pun
berbeda-beda.
30

Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) menguji hubungan


antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran
dewan direksi dengan manajemen laba yang proksi dengan discretionery.
Dari hasil pengujiannya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional mempunyai hubungan yang negatif dengan
manajemen laba. Sedangkan, ukuran dewan direksi mempunyai hubungan
yang positif dengan manajemen laba. Jadi, dari penelitian dapat
disimpulkan bahwa mekanismen kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dan ukuran dewan direksi mampu mengurangi konflik
kepentingan yang ditimbulkan dari hubungan keagenan antara manajemen
dengan pemegang saham (shareholder).
Syarifah Rabi’ah Andawiyah dan Astri Furqani (2016) menguji
serta mendapatkab bukti secara empiris beberapa faktor yang
memengaruhi manajemen laba pada suatu perusahaan. Hasil pengujian
dari variabel yang digunakan dapat disimpulkan pengaruh variabel Return
on Asset (ROA), kepemilikan institusional, persentase saham publik,
dewan komisaris, komite audit dan leverage secara parsial terhadap
manajemen laba ROA, dewan komisaris dan leverage mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan
kepemilikan institusional, persentase saham publik, dan komite audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Yusuf Mangkusuryo dan A. Waluyo Jati (2017) memperoleh hasil
bahwa mekanisme corporate governance yang ditandai dengan
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komisaris
independen bersama – sama mempunyai pengaruh terhadap manajemen
laba. Sedangkan, komite audit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap manajemen laba.
Wenny Febriyanti, Negina Kencono Putri, dan Eko Suyono (2016)
memperoleh hasil bahwa komite audit tidak beroengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Hal ini menandakan ketika tindakan rapat komite audit
banyak maka manajemen belum tenu tidak akan melakukan manajemen
31

laba dan sebaliknya apabila rapat komite audit sedikit maka menajemen
belum tentu melakukan manajemen laba. Selanjtnya, komisaris
independen tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap manajemen, dan
kompensasi eksekutif tidak berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Hal ini berarti bahwa kompensasi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap manajemen laba.
Rimi Gusliana Mais dan Deasy Rosmaniar (2015),“Based on the
result of this study concluded that variabel corporate governance
managerial ownership, the proportion of board of directors, the external
auditors as well as the size of the companies sumultaneosly and partially
no effect on the practice of eraning management, this is due the
appliceation of corporate governance conducted by the sample cimpaies
do just because for re gulatory compliance alone. In addition, the
implementation of corporate governance is still a new thing in indonesia
and the effect of the application of corporate governance that can only be
felt in the long term”
“Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa variabel
Corporate Governance tentang kepemilikan manajerial, proporsi dewan
direksi, auditor eksternal, serta ukuran perusahaan secara simultan dan
secara parsial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, hal ini
disebabkan penerapan tata kelola perusahaan yang dilakukan oleh
perusahaan dilakukan hanya karena kepatuhan terhadap peraturan saja.
Selain itu, penerapan tata kelola perusahaan masih merupakan hal baru di
Indonesia dan efek penerapan tata kelola perusahaan yang hanya dapat
dirasakan dalam jangka panjang.

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu


No Judul Variabel Hipotesis Metode Hasil Penelitian
Penelitian
1. Faktor – Return On H1: Terurn On Jenis penelitian (1)Return on
Faktor yang Aset (ROA), Aset ini adalah Aset, (2) Dewan
Mempengaruh Kepemilikan Berpengaruh peneliotian Komisaris dan (3)
32

i Manajemen Institusional, terhadap kuantitatif. Leverage


Laba pada Perrsentase manajemen Teknik berpengaruh
Perusahaan Saham Publik, laba pengambilan signifikan
Sub Sektor Dewan H2: sampling yg terhadap
Otomotif dan Komisaris, Kepemilikan digunakan manajemen laba,
Komponen Komite Audit, Institusional adalah sedangkan
yang Terdaftar Leverage Berpengaruh purposive (4)kepemilikan
di BEI (2010- terhadap sampling. institusional, (5)
2015) manajemen persentase saham
Syarifah laba publik, (6) komite
Rabia’ah H3: Persentase audit tida
Andawiyah Saham berpengaruh
dan Astri Berpengaruh signifikan dan (7)
Furqani (2016) terhadap dari hasil
manajemen penelitian pd
laba tabel F
H4: Dewan menunjukkan
Komisaris nilai signifikansi
Berpengaruh lebih kecil dari
terhadap 0,05, hal ini
manajemen berarti variabel X
laba ROA,
H5: Komite kepemilikan
Audit terhadap instusional,persen
manajemen tase saham
laba publik,dewan
H6: Leverage komisaris,komite
Berpengaruh audit dan
terhadap leverage secara
manajemen bersama –sama
laba berpengaruh
H7: Terurn On signifikan
Aset, terhadap
kepemilikan manajemen laba.
institusional,
persentase
saham publik,
dewan
komisaris,
komite audit,
dan leverage
Berpengaruh
secara simultan
terhadap
33

manajemen
laba
2. Pengaruh Kepemilikian H1: Jenis penelitian Kepemilikan
Mekanisme Manajerial, Kepemilikan ini adalah manajerial secara
Good Kepemilikian manajerial peneliotian parsial
Corporate Instutusional, berpengaruh kuantitatif. berpengaruh
Governance Dewan signifikan Teknik positif terhadap
Terhadap Komisaris, terhadap pengambilan manajemen laba,
Manajemen Komite Audit manajemen sampling yg Kepemilikan
Laba Independen, laba digunakan institusional tidak
H2: adalah berpengaruh
Yusuf Kepemilikan purposive secara parsial
Mangkusuryo institusional sampling. terhadap
dan A. Waluyo berpengaruh discretonary
Jati (2017) signifikan accruals yg
terhadap nerupakan proksi
manajemen dr earning
laba management,
H3: Dewan Dewan Komisaris
Komisaris tidak berpengarh
berpengaruh secara parsial
signifikan terhadap
terhadap manajemen laba,
manajemen komite audit
laba Independen tidak
H4: komite berpengaruh
audit secara parsial
Independen terhadap
berpengaruh manajemen laba
signifikan
terhadap
manajemen
laba
3. Hubungan Komite audit, Apakah ada Penelitian ini Komite audit
Tata Kelola komisaris pengaruh tata menggunakan tidak berpengaruh
Baik dan independen, kelola baik teknik analisis negatif terhadap
Manajemen kompensasi dengan praktik regresi manajemen laba,
Laba : eksekutif manajemen berganda komisaris
Pendektan laba independen tidak
Quality berpengaruh
Accrual positif terhadap
manajemen laba,
Wenny kompensasi
Febriyanti, eksekutif tidak
34

Negina berpengaruh
Kencono, Eko postif terhadap
Suyono (2016) manajemen laba.
4. Mekanisme Corporate Bagaimana Corporate
Corporate Governanace analisis Governance
Governance, dan Corporate secara parsial
Manajemen Manajemen Governance, berpengaruh
Laba untuk Laba, dan Manajemen terhadap kinerja
Menilai variabl Laba untuk keuangan
Kinerja terikatnya Menilai Kinerja perusahaan, dan
Kauangan kinerja Kauangan pada Manajemen Laba
pada keuangan Perusahaan berpengaruh
Perusahaan manufaktur secara parsial
manufaktur sektor berpengaruh
sektor Makanan terhadap kinerja
Makanan Minuman yang keuangan
Minuman yang Terdaftar di perusahaan,
Terdaftar di BEI Tahun Corporate
BEI Tahun 2013-2015 governance dan
2013-2015 manajemen laba
secara simultan
Diah Ayu menunjukkan
Taslimatu bahwa corporate
Diniyah dan manajemen
(2017) laba pada
perusahaan
manufaktur
sektor makanan
dan minuman yg
terdaftar di BEI
2013-2015
berdasarkan nilai
adjusted R square
kinerja keuangan
perusahaan dapat
dijelaskan oleh
kedua variabel
indpenden yaitu
corporate
governance dan
manejemen laba
sebesar 64,6%
dan 35,4 %
dijelaskan oleh
35

faktor lain.
5. Analisis Kepemilikan Kepemilikan
Hubungan manajerial, manajerial dan
Mekanisme kepemilikan kepemilikan
Corporate institusional, institusonal
Governance ukuran dewan berpengaruh
indikasi direksi negatif terhadap
Manajemen manajemen laba.
Laba (2003) Ukuran dewan
direksi
berpengaruh
positif terhadap
manajemen laba
6. Pengaruh Kepemilikan H1 = Dewan Penelitian ini 1. Dewan
Mekanisme manajerial, komisaris dapat komisaris
Good kepemilikan independen, diklasifikasika independen,
Corporate institusional, komite audit n dalam komite audit
Governance ukuran dewan independen, penelitian independen, dan
(GCG) direksi dan kuantitatif. kepemilikan
Terhadap kepemilikan Proses manajerial secara
Manajemen manajerial penelitian ini simultan
Laba pada berpengaruh berupa berpengaruh
Perusahaan secara simultan pengumpulan terhadap
Perbankan terhadap dan manajemen laba.
yang terdaftar manajemen penyusunan 2. Dewan
di BEI Tahun laba. data, serta komisaris
2009-2011 H2 = Dewan analisis dan independen
komisaris penafsiran data berpengaruh
independen tersebu negatif terhadap
berpengaruh manajemen
negatif laba.
terhadap 3. Komite audit
manajemen independen tidak
laba. berpengaruh
H3 = Komite terhadap
audit manajemen laba.
independen 4. Kepemilikan
berpengaruh manajerial tidak
negatif berpengaruh
terhadap terhadap
manajemen manajemen laba.
laba.
H4 =
Kepemilikan
36

manajerial
berpengaruh
negatif
terhadap
manajemen
laba
7. PENGARUH proporsi H1 Penelitian ini Variabel proporsi
CORPORATE dewan : Proporsi merupakan dewan komisaris
GOVERNAN komisaris dewan penelitian independen
CE independen, komisaris empiris untuk secara statistik
TERHADAP ukuran dewan independen dalam bentuk berpengaruh
MANAJEME komisaris, berpengaruh hypothesis signifikan
N LABA .keberadaan terhadap testing terhadap
(Studi pada komite audit, manajemen (pengujian manajemen laba
Perusahaan kualitas LabaH 2 : hipotesis). dengan arah
Manufaktur auditor, Ukuran dewan Metode yang negatif.Jumlah
yang Listed di kepemilikan komisaris digunakan dewan komisaris
BEI) 2011 institusional, berpengaruh adalah secara statistik
.kepemilikan terhadap kausalitas yaitu berpengaruh
manajerial, manajemen menguji signifikan
dan laba.H 3 pengaruh terhadap
manajemen : Keberadaan variabel- manajemen laba
laba komite audit variabel bebas dengan arah
berpengaruh atau negatif.Berdasark
terhadap independen an pengujian
manajemen terhadap hipotesis,
laba. H 4 : variabel terikat variabel
Kualitas atau keberadaan
auditor dependen. komite secara
berpengaruh statistik
terhadap tidak berpengaruh
manajemen signifikan
laba.H 5 : terhadap
Kepemilikan manajemen lab
institusional
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba.H 6 :
Kepemilikan
manajerial
berpengaruh
terhadap
manajemen
37

laba
8. Effect Of Managerial Based on the
Corporate ownership, result of this
Governance proportion of study concluded
Of Earnings commissioners that variabel
Management ,external audit, corporate
In Banking size of the governance
Companies company managerial
Listed In ownership, the
Indonesia proportion of
Stock board of
Exchange directors, the
2010-2012 external auditors
as well as the size
of the companies
sumultaneosly
and partially no
effect on the
practice of
eraning
management, this
is due the
appliceation of
corporate
governance
conducted by the
sample cimpaies
do just because
for re gulatory
compliance
alone. In
addition, the
implementation
of corporate
governance is
still a new thing
in indonesia and
the effect of the
application of
corporate
governance that
can only be felt in
the long term.
38

5. Kerangka Berpikir
Standar Manajemen memberikan kesempatan dalam memilih
metode atau kebijakan akuntansi yang digunakan oleh masing – masing
perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan dikarenakan peraturan
perundangan atau standar akuntansi yang berbeda penerapannya atau
diperkirakan akan menghasilkan penyajian kejadian atau transaksi yang
sesuai dalam laporan keuangan. Kesemapatn dalam metode atau kebijakan
ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda – beda
disetiap perusahaan. Perusahaan yang memilih metode penyusutan garis
lurus akan berbeda hasil laba yang dilaporkan dengan perusahaan yang
menggunakan metode angka tahun atau saldo menurun (Boediono, 2005).
Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih manajemen untuk
tjuan tertentu disebut manajemen laba atau earnings management (Halim,
dkk., 2005 dalam Setiawati, 2010).
Manajemen laba menurut Sulistyanto (2008) secara definitif adalah
upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi
inforasi – informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk
mengelabui pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi
perusahaan. Intervensi yang dilakukan oleh manajer dapat dilakukan
dengan tiga cara. Cara yang dipilih dan digunakan manajer tergantung
pada tujuan yang ingin dicapai. Apabila manajer mengingninkan kinerja
perusahaan terlihat labih baik daripada kinerja sebenarnya maka manajer
akan menaikkan informasi labanya lebih tinggi dibanding laba
sesungguhnya. Sementara apabila seorang manajer menginginkan kinerja
perusahaan rendah maka manajer akan mengatur labanya lebih rendah
dibanding kinerja yang sebenarnya. Agar kinerjanya kelihatan lebih
merata selama beberapa periode, manajer akan mengatur informasi
sedemikian rupa sehinga laba tidak dapat bergerak secara fluktuatif selama
periode – periode itu.
39

Jensen dan Meckling (1976) dalam Ujiyanho (2006) menyebutkan


bahwa manajemen laba muncul sebagai dampak masalah keagenan yang
timbul karena terjadi adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemilik
dan manajemen perusahaan atau yang disebut dengan agency conflict.
Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik, namun disisi lain manajer juga
mempunyai kepentingan memaksimumkan kesehjahteraan mereka.
Sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi
kepentingan terbaik prinsipal.
Midiastuty dan Machfoedz (2003), Ujiyantho dan Pramuka (2007),
dan Iqbal (2007) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal tersebut berarti bahwa
di Indonesia kepemilikan manajerial mempu menjadi mekanisme good
corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan
kepentingan antar manajer dengan pemilik atau pemegang saham
(shareholder). Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen
maka akan semakin rendah praktik manajemen laba.
Melalui mekanisme good corporate governance yang ditandai dengan
dewan komisaris independen, komite audit independen, dan kepemilikan
manajerial diharapkan pelaksanaan good corporate governance pada
perusahaan dapat berjalan efektif sehingga memperkecil kemungkinan
manajer melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas secara grafis
dapat di gambarkan dalam kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

Komisaris Independen

Komite Audit

Manajemen Laba
40

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


6. Pengembangan Hipotesis
a. Hubungan Komisaris Independen dengan Manajemen Laba
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung
jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan. Selain itu, ukuran dewan komisaris juga mempunyai fungsi
service untuk memberikan konsultasi dan nasehat kepada manajemen.
Syarifah dan Astri (2016) dari hasil penelitiannya menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan antara dewan komisaris dan
manajemen laba, yang berarti dengan adanya dewan komisaris mampu
mengurangi tindakan manajemen laba.
Yusuf dan Waluyo (2017) menyatakan bahwa komisaris
independen tidak berepengaruh secara parsial terhadap manajemen
laba.
= Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen
laba.
b. Hubungan Keberadaan Komite Audit dengan Manajemen Laba
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris untuk menjalankan tugasnya yaitu pengawasan pengelolaan
terhadap perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan dalam perusahaan. Selain itu, komite audit dianggap juga
41

sebagai pengguhubung antara pemegang saham dan dewan komisaris


dengan pihak manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.
Dengan keberadaan komite audit diharapkan dapat meningkatkan
kualitas laba melalui pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan
dan pelaksanaan audit eksternal. Yusuf dan Waluyo (2017) penelitian
yang dilakukan menghasilkan tidak berpengaruh secara parsial
terhadap manajemen laba.
= Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen
laba.
c. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba
Kepemilikan institusional merupakan salah satu cara untuk
memonitori kinerja manajer dalam mengelola perusahaan, sehingga
dengan adanya kepemilikan oleh institusi lain diharapkan bisa
mengurangi perilaku manajemen laba telah dilakukan oleh manajer.
Investor institusonal adalah pihak yang dapat memonitor agen dengan
saham kepemilikannya, sehingga motivasi manajer untuk mengatur
laba menjadi berkurang. Syarifah dan Astri (2016) menemukan tidak
adanya pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional
dengan manajemen laba. Yusuf dan Waluyo (2017) menyatakan
bahwa tidak adanya pengaruh secara parsial antara kepemilikan
institusional terhadap manajemen laba.
= Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen
laba.
d. Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Manajemen Laba
Kepemilikan manajerial dianggap sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi manajemen laba yang dilakukan oleh manajer.
Jika manajer mamapunyai kepemilikan pada perusahaan, maka
manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham
karena manajer juga mempunyai kepentingan didalamnya. Yusuf dan
Waluyo (2017) menemukan bahwa kepemilikan manajerial secara
parsial mempunyai pengaruh positif terhadap manajemen laba.
42

= Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap manajemen


laba.

BAB III
METODE PENELITIAN
43

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian empiris untuk dalam bentuk
hypothesis testing (pengujian hipotesis). Metode yang digunakan adalah
kausalitas yaitu menguji pengaruh variabel – variabel bebas atau independen
terhadap variabel terikat atau dependen. Variabel independen terdiri dari
mekanisme corporate governance yang terdiri dari kepemilikian manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris, dan komite audit. Sedangkan
variabel dependen dalam penelitian ini adalah praktik manajemen laba.

B. Populasi dan Sampel


Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang
mempunyai karakteristik tertentu. Sedangkan sampel merupakan sebagian dari
elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002;115). Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode judgement sampling dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu dengan cara menunjukkan langsung pada suatu populasi
berdasarkan karakteristik atau ciri yang dimiliki sampel, dengan tujuan agar
diperoleh sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Adapun kriteria pemilihan sampel adalah :
1. Perusahaan manufaktur sektor otomotif yang terdaftar di BEI periode 2015
– 2018.
2. Perusahaan manufaktur sektor otomotif yang memplubikasikan laporan
keuangan tahunan untuk periode 31 Desembel 2015 – 2018.
3. Memiliki data GCG yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, komisaris independen, dan komite audit.

Tabel 3.1 Kriteria Penentuan Sampel Penelitian


Kriteria Tahun Pengamatan Jumlah Sampel
44

2015 - 2018
Perusahaan manufaktur 15 15
sektor otomotif yang
terdaftar di BEI periode
2015 – 2018.

Perusahaan manufaktur (4) (4)


sektor otomotif yang
tidak memplubikasikan
laporan keuangan
tahunan untuk periode
31 Desembel 2015 –
2018.

Memiliki data GCG (0) (0)


yang terdiri dari
kepemilikan manajerial,
kepemilikan
institusional, komisaris
independen, dan komite
audit
Jumlah sampel 11 11
perusahaan sub sektor
otomotif
Sumber : Datasekunder diolah, 2018
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
tahun 2015 – 2018 adalah 15 perusahaan otomotif. Berdasarakan kriteris
pemilihan sampel yang telah dilakukan, maka terdapat 11 perusahaan otomotif..
Adapun perusahaan – perusahaan yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian
ini adalah sebagi berikut :
Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian
45

No Nama Perusahaan Otomotif Kode


1 Astra Internasional ASII
2 Astra Otoparts AUTO
3 Indomobil Sukses Internasional IMAS
4 Gajah Tunggal GJTL
5 Multisrada Arah Sarana LPIN
6 Goodyear Indonesia GDYR
7 Indospring INDS
8 Multi Prima Sejahtera MASA
9 Nipress NIPS
10 Prima Alloy Steel Universal PRAS
11 Selamat Sempurna SMSM

C. Definisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Dependen (Manajemen Laba)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba.
Menurut Scott daam Antonia (2008), manajemen laba merupakan tindakan
manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan
pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode akuntasi.
Penelitian ini menggunakan discretionary accruals sebagai proksi
manajemen laba yang dihitung menggunakan model Modified Jones
Model.Dalam penelitian ini model yang digunakan untuk menghitung
proksi manajemen laba adalah menggunakan model discretionary accruals
(DTA). Sebelum mengukur DTA terlebih dahulu harus mengukur total
akrual. Total akrual diklasifikasikan menjadi komponen discretonary dan
non discretionary (Midiastuty, 2003 dalam Yusuf danWaluyo, 2017)
dengan tahapan:
a. Mengukur total accrual dengan menggunakan model Jones yang
dimodifikasi.
46

Total accrual (TAC) = laba bersih setelah pajak (net income) – arus kas
operasi (cash flow from operating).
b. Menghitung nilai accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi
OLS (Ordinary Least Square ) :
= [] + [] + ( )
Ket :
= total accruals perusahaan i pada periode t
= total aset untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun t-1
= perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
= perubahan piutang i dari tahun t-1 ke tahun t
= aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan tahun t
c. Menghitung non discretionary accruals model (NDA) adalah :
NDAt = ()+ [] + ( )
Ket :
NDAt = nondiscretionary accruals pada tahun t
= fiftted coeficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total
accruals
d. Menghitung discretionary accruals
DACt = ) – NDAt
Ket :
DACt = discretionsry accruals perusahaan i pada periode t.
2. Variabel Independen
a. Komisaris Independen (KI) dapat diukur menggunakan skala rasio
melelui persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan,
(Istnanta 2008, Herwaty 2010 dalam penelitian Yusuf dan
Waluyo,2017. Berikut rumus pengukuran variabel tersebut :
KI =
b. Komite Audit (KA) menurut peraturan tersebut keanggotaan yang
bersifat independen dan tidak memiliki hubungan dengan perusahaan
(dewan komisaris, direksi, dan pemilik saham) kecuali dewan
47

komisaris independen, sehingga perhitungan variabel KA dengan


menggunakan skala rasi ditentukan dengan rumus sebagai berikut
(Yusuf dan Waluyo, 2017) :
KA =
c. Kepemilikan Institusional (KI) dapat diukur dari jumlah persentase hak
suara yang dimilki institusi. Indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kepemilikan institusional adalah dari perentase jumlah
saham yang dimiliki oleh institusi terhadap seluruh modal saham yang
beredar, berikut rumus pengukuran variabel tersebut :
KI = x 100%
d. Kepemilikan Manajerial (KM) merupakan saham yang dimiliki oleh
manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak
cabang. Perusahaan yang bersangkutan beserta afiliasinya, (Susiana
dan Herawaty, 2007 dalam penelitian Yusuf dan Waluyo, 2017 ).
Pengukuran variabel KM menggunakan skala rasio, berikut rumus
yang digunakan :
KM = x 100%

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa
laporan keuangan tahunan (annual report) yang mencangkup laporan
keuangan yang digunakan untuk mendeteksi manajemen laba dan data
corporate governance untuk mengetahui pelaksanaan mekanisme good
corporate governance. Data diperoleh melalui Bursa Efek Indonesia (BEI)
untuk mendapatkan data laporan keuangan perusahaan periode 2015 – 2018
yang dapat diakses melalui website www.idx.co.id.Sampel penelitian ini
dipilih menggunakan purposive sampling .

E. Teknik Analisis Data


1. Statistik Deskriptif
48

Statistik Deskriptif digunakan untuk mengetahui bagaimana gambaran


umum mengenai data penelitian. Statistik deskriptif dalam penelitian ini
pada dasarkan merupakan proses pengolahan data penelitian dalam bentuk
tabulasi yang dapat menyajikan ringkasan, pengukuran serta penyusunan
data dalam bentuk tabel numerik dan grafik sehingga mudah untuk
dipahami (Yoga, 2011). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum.
2. Uji Asumsi Klasik
Asumsi klasik ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan sudah memenuhi asumsi – asumsi dasar. Hal ini penting
dilakukan untuk menghindari estimasi yang bias. Pengujian yang dapat
dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji Normalitas, Uji
Heterokedastisitas, Uji Multikolinearitas, dan Uji Autokorelasi (Yusuf dan
Waluyo, 2017).
a. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah model yang memiliki
distribusi data normal. Uji normalitas merupakan uji yang
tujuannya adalah menguji apakah dalam model regresi variabel
independen dan dependen keduanya mempunyai distribusi data
yang normal atau tidak. Untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu menggunakan analisis
garfik dan uji statistik. Uji normalitas penelitian ini
menggunakan uji statistik non-parametrik kolmogorov-Smirnov
(K-S) (Hikmah, 2013). Suatu regresi yang memiliki distribusi
data residual normal apabila hasil dari uji K-S memiliki tingkat
signifkan lebih besar dari 0,05 (>0,05).
b. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas ini bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen). Model regresi dapat dikatakan baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
49

Jika variabel independen yang saling berkorelasi, maka


variabel – variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal
sendiri merupakan variabel independen yang mempunyai nilai
korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol
(Hikmah, 2013)
Cara untuk mendeteksi multikolinieritas pada suatu
model regresi adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF
(Variance Inflation Factor). Jika nilai tolerance >0,10 dan VIF
< 10, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
multikolieritas pada penelitian tersebut, namun sebaliknya jika
tolerance <0,10 dan VIF > 10, maka terjadi gangguan
multikolonieritas pada penelitian tersebut.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas ini digunakan untuk mengetahui
apakh model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari
nilai residual antar pengamat bersifat tetap, maka akan terjadi
komoskedastisitas dan jika berbeda maka akan terjadi
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Hikmah, 2013).
Untuk melakukan uji heteriskedastisitas dapat
dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot, uji park, uji
gletser, dan uji white. Pada penelitian ini, metode yang
digunakan untuk mengetahui ada tau tidaknya
heteroskedastisitas pada penelitian ini dapat diuji dengan
melihat melihat grafik scatterlot antara nilai prediksi variabel
dependen (ZPRED) dengan nilai residualnya (SRESID). Dasar
pengambilan keputusan sebagai berikut (Hikmah, 2013 dan
Ghozali, 2011) :
50

1) Jika ada pola seperti titik – titik yang membentuk pola


tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan terjadinya
heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar
diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan penggangguan pada periode t-1
(sebeleumnya). Autokorelasi timbul karena adanya residual
(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Cara yang digunakan untuk mengetahui adat
atau tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunalan Run
Test.Model regresi dianggap baik adalah model regresi yang
tidak terjadi autokorelasi , dimana dapat ditunjukkan dengan
tingkat signifikan lebih dari 5%.
3. Analisis Regresi Berganda
Metode analisis data yang dipakai adalah model statistik regresi linear
berganda. Data yang didapat dari penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan regreesion analysis dengan bantuan SPSS, dimana dalam
persamaan regresinya adalah sebagai berikut :
Y=a++ + + +e
Keterangan :
Y = Manajemen laba
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
= Dewan komisaris
= Komite audit
= Kepemilikan institusional
51

= Kepemilikan manajerial
e = Error
Analisis regresi berganda, untuk menilai variabilitas luas
pengungkapan risiko dalam penelitian metode yang digunakan adalah
analisis regresi berganda (multiple regression nalysis). Analisis regresi
berganda ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen
tingkat risiko perusahaan, ukuran perusahaan, dan jenis industri terhadap
variabel dependen pengungkapan risiko perusahaan (Yusuf dan Waluyo,
2017).
a. Pengujian Hipotesis, untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
variabel – variabel dependen dapat menggunakan Koefisien
Determinasi (). Nilai Koefisien Determinasi () adalah antara nol dan
satu. Nilai yang kecil menandakan kemampuan variabel – variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Jika
koefisien determinasi sama dengan nol, maka variabel independen
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika besarnya koefisien
determinasi mendekati angka 1, maka variabel independen
berpengaruh sempurna terhadap variabel dependen. Dengan
menggunakan model ini, maka kesalahan pengganggu diusahakan
minimum sehingga mendekati 1, sehingga perkiraan regresi akan lebih
mendekati keadaan yang sebenarnya.
b. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)
Uji Statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai
pengaruh secara bersama – sama (simultan) terhadap variabel
dependen ( Yusuf dan Waluyo, 2017). Apabila nilai profitabilitas
signifkan <0,05, maka variabel independen secara bersama – sama
mempengaruhi variabel dependen.
c. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik T)
Uji statistik t ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual untuk menjelaskan variasi
52

variabel dependen (Yusuf, 2017). Apabila nilai profitabilitas signifikan


< 0,05, maka suatu variabel independen merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai