Disusun Oleh:
Kelompok
Kelompok
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................
.................................................................................................................................ii
Daftar isi..................................................................................................................
.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................
...............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
...............................................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................
...............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Proses Inovasi Pendidikan........................................................................
...............................................................................................................................3
B. Model Proses Inovasi Pendidikan.........................................................................
...............................................................................................................................4
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan...........................
...............................................................................................................................6
D. Strategi Inovasi Pendidikan...................................................................................
...............................................................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin hari kita semakin merasakan derasnya arus globalisasi di
berbagai bidang kehidupan tak terkecuali bidang pendidikan.Dalam
menghadapi arus tersebut tentunya pendidikan sendiri harus mampu
menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman yang semakin rumit. Seringkali
strategi, model, cara, bahan, dll yang menyangkut proses pendidikan dipandang
sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.Untuk itulah para pelaku yang
berkecimpung di dunia pendidikan harus mampu membuat sesuatu yang
mampu pula menjawab tuntutan zaman. Hal tersebut dapat dilakukan melalui
proses inovasi.
Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat
dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan
seperti yang dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga
asing. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi
dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan
dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang
4
menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak
punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberpa
dekade terakhir ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong,
Sekolah Persiapan Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil, Sistem
Pengajaran Modul, Sistem Belajar jarak jauh dan lain-lain. Namun inovasi
yang diciptakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing
seperti British Council. USAID dan lain-lain banyak yang tidak bertahan lama
dan hilang, tenggelam begitu saja. Model inovasi yang demikian hanya
berjalan dengan baik pada waktu berstatus sebagai proyek. Tidak sedikit model
inovasi seperti itu, pada saat diperkenalkan atau bahkan selama pelaksanaannya
banyak mendapat penolakan (resistance) bukan hanya dari pelaksana inovasi
itu sendiri (di sekolah), tapi juga para pemerhati dan administrator di Kanwil
dan Kandep.
Ada inovasi yang juga dilakukan oleh guru-guru,hal ini jarang dilakukan
di Indonesia selama ini karena sitem pendidikan yang sentralistis.Kalaupun ada
yang mampu melakukan hal tersebut,hasil yang didapat kurang sesuai dengan
situasi dan tuntutan zaman.Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
mengenai proses inovasi pendidikan yang membuat para guru cenderung
kesulitan inovasi pendidikan.Kemudian untuk memahami proses inovasi
pendidikan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatika seperti tahapan proses
inovasi pendidikan,model proses inovasi pendidikan,dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.Yang mana antara satu dengan yang lainnya merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan proses inovasi pendidikan?
2. Apa saja model proses inovasi pendidikan?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan ?
4. Bagaimana strategi inovasi pendidikan ?
5
C.Tujuan
1. Agar pembaca mengetahui mengenai apa yang dimaksud dengan proses
inovasi pendidikan
2. Agar pembaca dapat mengetahui mengenai berbagai macam model proses
inovasi pendidikan
3. Agar pembaca mengetahui berbagai factor yang dapat mempengaruhi
proses inovasi pendidikan.
4. Agar pembaca mengetahui strategi inovasi pendidikan
BAB II
KAJIAN TEORI
6
mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan
setiap saat tentu terjadi perubahan. berapa lama waktu yang dipergunakan
selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi satu
dengan yang lain tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap
inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu
terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan
berakhir. Proses dan tahapan perubahan itu ada kaitannya dengan masalah
pengembangan (development), penyebaran (diffusion), diseminasi
(dissemination), perencanaan (planning), adopsi (adoption), penerapan
(implementation), dan evaluasi (evaluation).
7
c. Rogers (1962):
1) Menyadari
2) Menaruh perhatian
3) Menilai
4) Mencoba
5) Menerima (Adoption)
d. Robertson (1971): persepsi tentang masalah, menyadari, memahami,
menyikapi, mengesahkan, mencoba, menerima dan disonasi
e. Rogers & Shoemakers (1971): pengetahuan, persuasi, keputusan,
menerima menolak, konfirmasi
f. Klonglan & Coward (1970): Menyadari, Informasi, Evaluasi, Menolak,
Simbolik, Menerima, Simbolik, Mencoba Percobaan, Ditolak,
Percobaan Diterima
2. Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi pada Organisasi, antara
lain:
a. Milo (1971):
1) Konseptualisasi
2) Tentatif adopsi
3) Penerimaan Sumber
4) Implementasi
5) Institusionalisasi
b. Shepard (1967):
1) Penemuan ide
2) Adopsi
3) Implementasi
c. Hage & Aiken (1970):
1) Evaluasi
2) Inisiasi
3) Implementasi
4) Routinisasi
d. Wilson (1966):
8
1) Konsepsi perubahan
2) Pengusulan perubahan
3) Adopsi dan Implementasi
e. Rogers (1983):
Tahap- Tahap Proses Inovasi Kegiatan pokok pada tiap tahap proses
inovasi
1) Inisiasi (permulaan)
Kegiatan pengumpulan informasi, konseptualisasi, dan
perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan untuk
membuat keputusan menerima inovasi
2) Agenda setting
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan guna
menentukan kebutuhan inovasi, dan diadakan studi lingkungan
untuk menentukan nilai potensial inovasi bagi organisasi
3) Penyesuaian
Diadakan penyesuain antara masalah organisasi dengan inovasi
yang akan digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat desain
penerapan inovasi yang sudah sesuai dengan masalah yang
dihadapi Keputusan untuk menerima inovasi
9
adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya perubahan pendidikan
atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari tiga hal yang
sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu: (a) kegiatan
belajar mengajar, (b) faktor internal dan eksternal, dan (c) system pendidikan
(pengelolaan dan pengawasan).
1. Faktor Kegiatan Belajar Mengajar
Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan
belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Guru
sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam
bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola
kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional dan tujuan institusional yang telah dirumuskan. Tetapi dalam
pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai
faktor yang menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan
belajar mengajar adalah kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif,
dan kurang perhatian. Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas
guru dalam mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain
dikemukakan bahawa:
a. Keberhasilan tugas guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar
sangat ditentukan oleh hubungan interpersonal antara guru dengan
siswa. Dengan demikian maka keberhasilan pelaksanaan tugas
tersebut, juga sangat ditentukan oleh pribadi guru dan siswa. Dengan
kemampuan guru yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar
yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula
sebaliknya dengan kondisi kelas yang sama diajar oleh guru yang
berbeda belum tentu dapat menghasilkan prestasi belajar yang sama,
meskipun para guru tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan
sebagai guru yang profesional.
10
b. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi.
Pada waktu guru mengajar dia tidak mendapatkan balikan dari teman
sejawatnya. Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi
dari kegiatan kelompok. Apa yang dilakukan guru di kelas tanpa
diketahui oleh guru yang lain. Dengan demikian maka sukar untuk
mendapatkan kritik untuk pengembangan profesinya. Ia menganggap
bahwa yang dilakukan sudah merupakan cara yang terbaik.
c. Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut, maka sanagat minimal
bantuan teman sejawat untuk memeberikan bantuan saran atau kritik
guna peningkatan kemampuan profesionalnya. Apa yang dilakukan
guru di kelas seolah-olah sudah merupakan hak mutlak
tanggungjawabnya, orang lain tidak boleh ikut campur tangan. Padahal
apa yang dilakukan mungkin masih banyak kekurangannya.
d. Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana pengelolaan kegiatan
belajar mengajar yang efektif. Dan memang untuk membuat criteria
keefektifan proses belajar mengajar sukar ditentukan karena sangat
banyak variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar
siswa. Usaha untuk membuat kriteria tersebut sudah dilakukan
misalnya dengan digunakannya APKG (Alat Penilai Komptensi Guru).
e. Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar, guru
menghadapi sejumlah siswa yang berbeda satu dengan yang lain baik
mengenai kondisi fisik, mental intelektual, sifat, minat, dan latar
belakang sosial ekonominya. Guru tidak mungkin dapat melayani
siswa dengan memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang
lain, dalam jam-jam pelajaran yang sudah diatur dengan jadual dan
dalam waktu yang sangat terbatas.
f. Berdasarkan data adanya perbedaan individual siswa, tentunya lebih
tepat. Jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan
cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru guru dituntut
untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan
ketentuan yang telah dirumuskan. Jadi anak yang berbeda harus
11
diarahkan menjadi sama. Jika guru tidak dapat mengatasi masalah ini
dapat menimbulkan anggapan diragukan kualitas profesionalnya.
g. Guru juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya keseimbangan antara
kemampuan dan wewenangnya mengatur beban tugas yang harus
dilakukan, serta tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa adanya insentif
yang menunjang kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya, mungkin dengan cara belajar sendiri atau
mengikuti kuliah di perguruan tinggi, tetapi tugas yang harus dilakukan
masih terasa berat, jumlah muridnya dalam satu kelas 50 orang, masih
ditambah tugas administratif, ditambah lagi harus melakukan kegiatan
untuk menambah penghasilan karena gaji pas-pasan, dan masih banyak
lagi faktor yang lain. Jadi program pertumbuhan jabatan atau
peningkatan profesi guru mengalami hambatan.
h. Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar
mengalami kesulitab untuk menentukan pilihan mana yang diutamakan
karena adanya berbagai macam tuntutan. Dari satu segi meminta agar
guru mengutamakan keterampilan proses belajar, tetapi dari sudut lain
dia dituntut harus menyelesaikan sajian materi kurikulum yang harus
diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, karena
menjadi bahan ujian negara/nasional. Demikian pula dari satu segi
guru dituntut menekankan perubahan tingkat laku afektif, tetapi dalam
evaluasi hasil belajar yang dipakai untuk menentukan kelulusan siswa
hanya mengutamakan aspek kognitif. Apa yang harus dipilih guru?
Melayani semua tuntutan? Dari data tersebut menunjukkan bagaimana
uniknya kegiatan belajar mengajar, yang memungkinkan timbulnya
peluang untuk munculnya pendapat bahwa profesional guru diragukan
bahkan ada yang mengatakan bahwa jabatan guru itu ”semi
profesional” , karena jika profesional yang penuh tentu akan memberi
peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai kemampuan
profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki
12
anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi
oleh kelompok profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional,
ditentukan bersama antar sesama anggota profesi.
13
Ada juga para ahli yang di luar organisasi sekolah tetapi ikut terlibat
dalam kegiatan sekolah seperti para pengawas, inspektur, penilik sekolah,
konsultan, dan mungkin juga pengusaha yang membantu pengadaan
fasilitas sekolah. Demikian pula para panatar guru, staf pengembangan dan
penelitian pendidikan, para guru besar, dosen, dan organisasi persatuan
guru, juga merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
pelaksanaan sistem pendidikan atau inovasi pendidikan. Namun apakah
mereka termasuk faktor internal atau eksternal agak sukar dibedakan,
karena guru sebagai faktor internal tetapi juga menjadi anggota organisasi
persatuan guru, yang dapat dipandang sebagai faktor eksternal. Yang
penting untuk diketahui bahwa seorang yang akan merencanakan inovasi
pendidikan, ahrus memperhatikan berbagai faktor tersebut, apakah itu
internal atau eksternal.
3. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan
yang dibuat oleh pemerintah. Penanggung jawab sistem pendidikan di
Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional yang mengatur seluruh
sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan. Dalam kaitan
dengan adanya berbagai macam aturan dari pemerintah tersebut maka
timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk
mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya dalam rangka
menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Demikian pula sejauh
mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya guna menghadpi tantangan kemajuan jaman.
Dampak dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan
professional serta keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam
melaksanakan tugas bagi guru, dapat menyebabkan timbulnya siklus
otoritas yang negatif. Guru memiliki keterbatasan kewenangan dan
kemampuan profesional, menyebabkan tidak mampu untuk mengambil
kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk menghadapi tantanagan
kemajuan jaman. Rasa ketidakmampuan menimbulkan frustasi dan
14
bersikap apatis terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Sikap
apatis dan rasa frustasi mengurangi rasa tanggung jawab dan rasa ikut
terlibat (komitmen) dalam pelaksanaan tugas. Dampak dari sikap apatis,
kurang semangat berpartisaipsi dan kurang rasa tanggung jawab dalam
pelaksanaan tugas, menyebabkan tmapak dari luar sebagai guru yang
kurang mampu atau tidak profesional. Dengan adanya tanda-tanda bahwa
guru kurang mampu melaksanakan tugas maka mengurangi keprcayaan
atasan terhadap guru.
Dengan adanya ras kurang percaya menyebabkan timbulnya
kecurigaan atau tidak jelasan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki
oleh guru. Karena atasan mengaanggap tidak memperoleh kejelasan
tentang tanggung jawab pengguanaan wewenang serta kemampuan
profesional yang dimiliki guru, maka dibatasi pemberian wewenang dan
kesempatan mengembangkan kemampuannya.
15
mencapai tujuan inovasi pendidikan. Pola strategi yang biasanya digunakan
adalah:
1. Desain
2. Kesadaran dan perhatian
3. Evaluasi
4. Percobaan
1. Startegi Fasilitatif
Strategi Fasilitatif digunakan untuk memperbaharui bidang
pendidikan. Adanya kurikulum baru dengan pendekatan keterampilan
proses misalnya, memerlukan perubahan atau pembaharuan kegiatan
belajar mengajar. Jika untuk keperluan tersebut digunkan pendekatan
fasilitatif, program pembaharuan yang dilaksanakan menyediakan berbagai
macam fasilitas dan sarana yang diperlukan.
2. Strategi Pendidikan
Pendidikan juga dipakai sebagai strategi untuk mencapai tujuan
perubahan social. Dengan menggunakan strategi pendidikan, perubahan
social dilakukan dengan cara menyampaikan fakta dengan maksud
penggunaan fakta atau informasi untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan. Agar penggunaan strategi pendidikan dapat berlangsung secara
efektif, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu sebagai
berikut:
a. Strategi pendidikan dapat digunakan secara tepat dalam kondisi dan
situasi:
1) Apabila perubahan social yang diinginkan, tidak harus terjadi dalam
waktu yang singkat (tidak ingin segera cepat berubah)
2) Apabila sasaran perubahan (guru) belum memiliki keterampilan
atau pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan
program perubahan social
16
3) Apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan yang kuat oleh
guru terhadap perubahan yang diharapkan
4) Apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya mendasar dari pola
tingkah laku yang sudah ada ke tingkah laku yang baru
b. Strategi pendidikan untuk melaksanakan program perubahan akan
efektif jika:
1) Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai
untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya, sesuai dengan
tujuan perubahan social yang akan dicapai
2) Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak, misalnya dengan
donator dan berbagai penunjang yang lain
3) Digunakan untuk menjaga agar guru tidak menolak perubahan atau
kembali ke keadaan sebelumnya
4) Digunakan untuk menanamkan pengertian tentnag hubungan antara
gejala dan masalah, menyadarkan adanya masalah dan
memantapkan bahwa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan
dengan adanya perubahan
c. Strategi Pendidikan akan kurang efektif, jika:
1) Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan
pendidikan
2) Digunakan tanpa dilengkapi dengan strategi lain.
d. Masalah yang dianggap kurang penting atau jika cara pemecahan
masalah kurang efektif
e. Pelaksana program perubahan tidak memliki alat kontrol secara
langsung terhadap sasaran perubahan
f. Perubahan sosial sangat bermanfaat, tetapi mengandung resiko yang
dapat menimbulkan perpecahan
g. Perubahan tidak dapat dicobakan, sukar dimengerti, dan tidak dapt
diamati manfaatnya secara langsung
h. Dimanfaatkan untuk melawan penolakan terhadap perubahan pada saat
awal diperkenalkannya perubahan sosial yang diharapkan
17
3. Strategi Bujukan
Program perubahan sosial dengan menggunakan strategi bujukan,
artinya tujuan perubahan social dicapai dengan cara membujuk (merayu)
agar sasaran perubahan (guru) mau mengikuti perubahan sosial yang
direncanakan. Sasaran perubahan diajak untuk mengikuti perubahan
dengan cara memberikan alasan, mendorong, atau mengajak untuk
mengikuti contoh yang diberikan. Strategi bujukan digunakan apabila:
a. Guru (sasaran perubahan) tidak berpartisipasi dalam proses perubhana
social
b. Guru berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak perubahan
sosial.
c. Guru diajak untuk mengalokasikan sumber penunjang perubahan dari
kegiatan atau program ke kegiatan atau program yang lain
4. Strategi Paksaan
Pelaksaan program perubahan sosial dengan menggunakan strategi
paksaan, artinya dengan cara memaksa guru (sasaran perubahan) untuk
mencapai tujuan perubahan. Kekuatan paksaan artinya sejauh mana
pelaksanaan perubahan dapat memaksa guru bergantung pada tingkat
ketergantungan guru dengan pelaksanaan perubahan. Kekuatan paksaan
juga dipengaruhi berbagai faktor, antara lain ketatnya pengawasan yang
dilakukan pelaksanaan perubahan terhadap guru. Penggunaan strategi
paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Partisipasi guru terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak
mau meningkatkan partisipasinya.
b. Guru tidak merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya
perubahan social
c. Guru tidak memiliki sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan
dan pelaksanaan perubahan juga tidak mampu mengadakannya
d. Perubahan social yang diharapkan harus terwujud dalam waktu yang
singkat. Artinya, tujuan perubahan harus segera tercapai
18
e. Menghadapi usaha penolakan terhadap perubahan sosial atau untuk
cepat mengadakan perubahan sosial sebelum usaha penolakan
terhdapnya bergerak
f. Guru sukar untuk menerima perubahan sosial, artinya sukar
dipengaruhi
g. Menjamin keamanan percobaan perubahan sosial yang telah
direncanakan.
5. Strategi empiris rasional
Strategi ini adalah bahwa manusia mampu memakai akalnya dan
akan bertindak dengan cara-cara yang rasional. Strategi ini ini didasarkan
suatu pandangan yang optimistik, yang dapat ditemukan di seluruh dunia.
Ada beberapa strategi empiris-rasional yang merupakan dasar seperti:
a. Riset dasar dan persebaran pengetahuan melalui pendidikan umum.
b. Pemilihan dan penempatan personil.
c. Sistem analisis dan konsultant.
d. Riset terapan dan sistem-sistem mata rantai untuk difusi hasil-hasil riset
e. Pemikiran kaum utopis sebagai suatu strategi pembaharuan.
6. Strategi normatif-redukatif
Yang menjadi pusat terpenting adalah persoalan mengenai
bagaimana klien memahami permasalahannya. Masalah pembaharuan
bukan perkara mengisi informasi teknis yang memadai tetapi merupakan
perkara pengubahan sikap, skill, nilai-nilai, dan hubungan-hubungan
manusia, bukan perubahan sikap saja tetapi prubahan produk-produk juga
perlu. Asumsi tentang motivasi ini berbeda dengan asumsi-asumsi yang
mendasari strategi empiris-rasional. Strategi ini disarkan atas asumsi
bahwa motivsi manusia berbeda dengan dengan strategi empiris rasional,
rasionalitas dan intelegensi manusia tidak dikesampingkan. Pola-pola
praktek dan perbuatan didukung oleh norma sosial budaya dari komitmen
setiap individu terhada norma-norma.
Intelegensi merupakan sosial ketimbang individu secara sempit.
Orang yang dibimbing dalam perbuatan-perbuatan mereka secra sosial
19
melalui pemberian dana dan mengomunikasikan maksud-maksud norma-
norma dalam institusi-institusi. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa
agen pengubah mesti belejar bekerja secara bersekongkol untuk
memecahkan masalah-masalah yang di hadapi klein tersebut. Unsur-unsur
yang berada di bawah sadar (nonconscious) mesti dibawa ke dalam
kesadaran dengan menggunakan metode-metode serta konsep-konsep ilmu
behaviorar. Kedua kelompok strategi ini meliputi:
a. Pengembangan kemampuan memecahkan problema dari suatu sistem.
b. Pelaksanaan serta pemeliharaa pertumbuhan dala diri orang-orang
yang menjalankan sistem itu untuk diubah.
20
Ada perbedaan antara strategi politik administrasi dengan strategi-strategi
lainnya. Perbedaaan-perbedaan ideologi dan nilai-nilai di antara interest
groups telah diperlihakan melalui kekuasaan yang terbuka. Perubahan-
perubahan yang nyata terlihat bagi suatu redistribusi kekuasaan, dan posisi
subjektif dari setiap titik pandangan tidak di sembunyikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan
oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai
menerapkan (implementasi) inovasi pendidikan. Terdapat banyak banyak
model proses inovasi pendidikan menurut para ahli apabila dijabarkan satu
persatu yang semuanya berorientasi pada individual. Tahapan proses inovasi
dibagi menjadi dua yaitu: (1) tahap permulaan meliputi langkah pengetahuan
dan kesadaran,langkah pembentukan sikap terhadap inovasi,langkah
pengambilan keputusan. (2)Tahap implementasi meliputi langkah awal
implementasi,langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi. Faktor –faktor
yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan yaitu factor kegiatan belajar
mengajar, faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem
pendidikan dan system pendidikan itu sendiri. Strategi Inovasi pendidikan
21
seperti Startegi Fasilitatif, stategi pendidikan, stategi bujukan dan lain
sebagainya.
B. Saran
Sebagai calon guru semestinya kita juga memahami mengenai berbagai
macam model proses inovasi pendidikan,tahapannya beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sebab tujuan awal adanya sebuah inovasi pendidikan adalah
agar tujuan dari pendidikan itu sendiri tercapai. Seringkali pula kita di
hadapkan pada situasi supaya mampu menciptakan inovasi pendidikan,untuk
itulah dibutuhkannya pengetahuan mengenai proses inovasi pendidikan supaya
kita mampu membuat suatu inovasi pendidikan yang sesuai dengan situasi
yang kita hadapi dan inovai tersebut mampu mencapai tujuan pendidikan. Pada
hakikatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan inovasi adalah
individu, dengan demikian maka pemahaman tentang proses inovasi
pendidikan yang berorientasi pada individu tetap merupakan dasar untuk
memahami proses inovasi pendidikan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Sa’ud, Udin S dan Ayi Suherman. (2016). Inovasi Pendidikan. Bandung: UPI
Press.
23
24