Anda di halaman 1dari 2

MENJADI ANAK KECIL

Artikel ini muncul dalam pikiran saat saya bermain Assasin Creed Unity bersama anak saya yang pertama
sambil diganggu oleh anak saya yang kedua minta mainkan gamenya yang ada di handphone. Tidak lama
setelah itu saat saya buang air di kamar mandi, saya pikir saya harus menulisnya, sebab ini pasti
memberkati.

Sebelum kita masuk ke pembahasan kita baca ayatnya dulu :

Matius 18:1-5;

1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam
Kerajaan Sorga?” 2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah
mereka 3 lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi
seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 4 Sedangkan barangsiapa
merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. 5 Dan
barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Dalam bacaan di atas kita dapat membaca bahwa jika ingin menjadi yang terkemuka di Kerajaan Sorga,
syaratnya adalah menjadi seperti anak kecil. Sejak lama saya banyak kali mendengar dan membaca
tentang topik ini, dan alhasil rata-rata bacaan dan khotbah berkesimpulan bahwa kita harus melakukan
atau harus ini dan itu yang meniru kelakuan anak kecil seperti sangat mempercayai orangtuanya, mudah
berbaikan meskipun baru saja berkelahi, dsb. Namun, setelah saya mempunyai anak atau mulai hidup
sebagai orangtua, saya merasa sepertinya menjadi anak kecil yang dimaksud malah sebaliknya, tidak ada
keharusan harus menjadi ini dan itu, karena saya sebagai orangtua menyukai kelakuan anak-anak saya
yang masih kecil itu, meskipun kadang-kadang menjengkelkan, tapi justru itu menyenangkan hati saya.

Berangkat dari hati saya sebagai orangtua, saya mulai sedikit memahami kemungkinan bagaimana
maksud Tuhan Yesus ketika kita harus seperti anak kecil ketika berhadapan dengan Bapa kita. Terkadang
kita terkungkung dengan ajaran gereja yang mengharuskan kita melakukan ini dan itu agar dapat
menyenangkan Bapa kita, namun menurut saya, jadi anak kecil itu cuma satu saja yang ada di otaknya,
yaitu saya mau bersenang-senang, saya senang jika orang lain menyenangkan saya, saya juga senang jika
saya bisa menyenangkan orang lain, itu saja tidak ada yang lain. Bagaimana caranya, tidak ada rumus
pasti ketika berurusan dengan anak kecil.

Dari sisi orangtua, saya berbahagia jika saya dapat menyenangkan anak-anak saya. Dan apa yang mereka
lakukan meskipun aneh-aneh, malah kadang menjadi kebanggaan yang saya ceritakan ke orang lain,
padahal kalau dipikir-pikir apa yang dilakukan anak saya itu gak ada bagusnya sama sekali,haha...

Saya sangat tidak suka dengan orang yang sok tahu (karena saya juga sok tahu,hehe..) namun ketika saya
melihat anak saya yang pertama yang agak-agak sok tahu mentang-mentang sering nonton youtube, saya
malah menyukainya seakan-akan melihat diri saya di sana...haha. Saya juga tidak menyukai orang yang
mudah tersinggung dan ngambekan, namun ketika bersama anak saya yang kedua yang sedikit-sedikit
merajuk, saya justru bersukacita dan suka buat dia supaya merajuk...kan sebenarnya aneh. Demikian juga
menurut saya Bapa kita, Dia ingin kita seperti anak kecil yang selalu ingin bersenang-senang dengan
dirinya, karena Dia sangat mengasihi dan bangga dengan kita. Ketika saya melihat perbedaan baik itu
kelebihan dan kekurangan pada anak-anak saya, saya justru melihat ada potensi yang besar dari masing-
masing sifat mereka yang berbeda. Saya juga sering jengkel kepada anak-anak saya karena menghabiskan
kertas F4 padahal saya lagi perlu banyak, pernah saya pikir persediaan kertas saya masih banyak, pas
diperlukan rupanya sudah habis dijadikan kanvas menggambar mereka berdua, dan bak sampah penuh
sampah kertas mereka berdua. Namun, disamping itu saya juga menyukai imaginasi mereka ketika
melihat coretan mereka berdua, terkadang saya berpikir, saya saja tidak pernah bisa membuat gambar
seperti itu, meskipun gambarnya sebenarnya gak bagus-bagus amat, tapi saya suka dan terkadang kagum
melihat cara mereka mengekspresikan imaginasinya ke dalam coretan. Jadi apa intinya, sebenarnya Bapa
di Surga mau kita bersenang-senang bersama dengan dia dengan segala fasilitas yang diberikannya
kepada kita. Dia mau kita bergembira dalam melakukan segala sesuatu dan tidak perlu kuatir akan apa
pun, sebab Dia menyukai apa pun yang kita lakukan meskipun terkadang salah, namun seperti kita
mengarahkan anak-anak kita dengan penuh kasih, Dia juga membimbing kita ke jalan yang benar, Dia
ingin bersenang-senang dengan kita.

Pernah saya berpikir ketika Yakub bergulat dengan Allah di Pniel, kok bisa ya Yakub menang? (Kej 32),
namun ketika saya menjadi orangtua, saya sekarang mengerti perbuatan Allah untuk Yakub. Allah ingin
memberkati Yakub, seperti saya ingin memberkati anak-anak saya, namun saya bersenang-senang
dengan berantem dengan anak saya dan saya pura-pura kalah dan anak saya mendapatkan apa yang
diinginkannya, padahal saya sudah merencanakan untuk memberikannya bagi anak saya. Anak saya
merasa senang karena keinginannya tercapai, saya juga senang karena bisa bermain dan bersenang-
senang dengan dirinya. Pernah saya juga berpikir, mengapa Allah begitu tega dengan Ayub, namun ketika
saya menjadi orangtua, saya sering melihat hal-hal yang tidak baik yang dimiliki anak saya seperti juga hal
yang tidak baik yang dimiliki Ayub, dengan tega saya berusaha melenyapkan hal-hal itu dan hal itu
menjadi penderitaan bagi anak saya, namun saya membimbingnya dan mengganti dengan hal-hal yang
justru lebih baik dan dia menjadi mengerti akan hal-hal yang lama itu kurang baik baginya. Dan saya
senang ketika melakukannya dengan berhasil, apalagi dapat mengubah pemikiran anak saya.

Sekarang dari sisi kita sebagai anak, banyak pengajaran yang mengajar kita bagaimana kita bisa
melakukan kehendak Bapa. Apa pun itu, lakukan saja semampu kita dengan penuh kepercayaan sesuai
dengan pengetahuan yang membentuk iman kita, sebab bukan apa yang kita lakukan yang
menyenangkan Bapa, namun kesungguhan dan ketulusan kita lah yang menyenangkan Bapa kita. Seperti
saya sebagai orangtua, anak pertama saya sudah bisa masak mie dan buat telur dadar, itu menyenangkan
saya, namun saya juga senang kepada anak saya yang kedua meskipun bisanya cuma disuruh ambil air
minum di kulkas, namun melihat perkembangan mereka, itu memberi kesenangan tersendiri bagi saya.
Demikian juga Bapa kita, kesenangan Bapa (menurut saya sih) tidak diukur dari besar kecilnya iman kita,
atau besar kecilnya perbuatan kita untuk kerajaan Allah, namun pertumbuhan dan perkembangan kita
lah yang Dia perhatikan. Bapa senang memberi apa yang kita minta dan butuhkan, bahkan Dia
merencanakan hal-hal yang baik bagi kita meskipun terkadang dengan cara dan kreativitasNya yang
membuat kita terkadang merasa dia meninggalkan kita, yang sebenarnya Dia hanya ingin bermain dan
bersenang-senang dengan kita. Oleh sebab itu, menjadi anak kecil Yesus mengatakan perlu kerendahan
hati, ketika kita tinggi hati, terkadang kita terlalu malu melakukan hal-hal yang justru membuat kita dekat
dengan Bapa meskipun itu terlihat bodoh. Anak kecil terkadang melakukan hal-hal yang terlihat bodoh,
namun justru itu menyenangkan dan mengharukan bagi orangtuanya. Bahkan saat orangtua lagi sibuk,
justru disitu anak-anak minta dipangku, minta diperhatikan, minta dibuatkan susu, dsb. Namun, hal-hal
menjengkelkan itu justru membuat orangtua merindukan mereka apalagi kalau berpisah beberapa hari
bahkan beberapa jam saja.

Jadi, apakah mau jadi seperti anak kecil? Sederhana saja, bersenang-senanglah bersama Bapa kita!

Anda mungkin juga menyukai