Anda di halaman 1dari 2

Bacaan I: Yeh 2:8-3,4

Mat 18:1-5.10.12-14

Percaya dan berbuah

Dulu waktu kita kecil, mungkin ada kesenangan ketika ikut dengan orang tua. Apalagi kalau pergi jauh,
pasti banyak yang meminta ikut. Padahal tidak tahu apa yang akan kita lakukan di sana. Kita biasanya pasti
selalu ikut. Kalau di kampung kami, itu populer kedai kopi. Bapak selalu pergi ke kedai kopi di malam hari.
Pada masa itu, saya sangat senang kalau ikut bapak ke kedai, meskipun tidak ada teman anak-anak di sana.
Kalau ibu pasti senang kalau saya ikut bapak ke kedai, kenapa karna pasti cepat pulang. Kalau saya tidak
ikut ke kede biasanya pulang jam 11.30, tapi kalau saya ikut, pulang menjadi jam 09.30 paling lama. Saya
rasa banyak juga anak-anak yang selalu ingin ikut dengan orang tuanya. Sehingga bagi saya wajar bahwa
banyak anak kecil menangis ketika bangun tidur kalau tidak melihat orang tuanya.

Saya bertanya kenapa demikian? Menurut saya itu karena anak-anak sangat percaya kepada orang tua.
Ketika mereka masih kecil mereka sangat percaya kepada orang tuannya sehingga tidak mau lepas. Kemana
bapak mamak, ke situ aku. Meskipun mereka dilotak, dicubit, dimarahi, mereka akan tetap mau dekat
dengan kita. Kalaupun mereka marah, marahnya hanya sebentar. Mereka masih sangat membutuhkan kita.
Akan tetapi ketika anak sudah mulai dewasa, sudah mulai merasa bisa sendiri, mereka akan sulit untuk
diajak. Bahkan mereka sudah mulai untuk menentukan keputusannya sendiri. Mereka mulai melawan karena
mereka sudah mulai percaya bahwa dirinya sendiri mampu untuk menentukan hidupnya. Oleh sebab itu
tidak jarang juga anak-anak muda bentrok dengan orang tua, karena perbedaan pendapat. Orang tua ingin
yang terbaik bagi anak, anak ingin yang terenak baginya.

Hari ini kita mendengarkan perkataan Yesus kepada para rasul; “Barang siapa melayani aku, ia
harus mengikuti aku, dan di mana aku berada, di situ pun pelayanku akan berada.”
Perkataan ini keras, sekaligus membahagiakan, karena melalui perkataan itu kita mengetahui bagaimana
kehendak Yesus atas diri kita masing-masing. Kita sebagai pengikut Kristus, juga berarti menjadi pelayan
kristus. Karena kita pelayan dan pengikut, maka kemana Yesus ke situ kita, apa yang dilakukan Yesus itu
jugalah yang kita lakukan sesuai dengan situasi kita saat ini.

Kita semua adalah anak-anak Allah, oleh sebab itu mari mejadi anak-anak yang selalu ingin ikut orang
tuanya, selalu ingin ikut Allah. Mengapa ingin ikut Allah, karena kita percaya. Kita percaya bahwa Allah
adalah penjamin satu-satunya. Kita percaya bahwa Allah akan memberi yang terbaik bagi kita. Oleh sebab
itu jangan langsung menjadi tidak beriman ketika mendapat cobaan, kesulitan atau penderitaan. Memang
wajar ada rasa kesal, tapi ingat anak-anak saja tidak lama kesal pada orang tuannya. Setelah dimarahi orang
tua, biasanya apa yang dilakukan orang tua, orang tua akan menganju. Maka tunggu Allah juga pasti
manganju kita dengan caranya. Tapi tidaklah mungkin allah menganju kita kalau kita sudah lebih dahulu
pergi. Tidak mungkin allah menganju kita kalau kita sudah lebih dahulu tidak percaya lagi.

Kita kadang seperti anak yang mau dewasa, sudah lebih percaya pada diri sendiri, bahkan tak jarang
mengatur Allah. Allah yang kita atur, karena kita merasa bahwa pikiran kita adalah apa yang Allah pikirkan.
Kita semua terkadang memposisikan Allah sebagai orang kuno. Ah gak kayak gitu lagi zamannya? Udah
beda zaman ini. Mungkin itulah isi hati kita. Atau gak apa-apanya itu. Itu mungkin sering kita dengar dari
anak-anak, tapi kita sendiri berlaku gitu kepada Allah.

Perlu kita ingat menjadi orang beriman tidaklah mudah. Hari ini kita memperingati st. Laurensius
Martir. Di usia mudanya dia dipercaya sebagai seorang pengelola harta benda gereja. Sampai mati sebagai
martir ia tetap setia pada imannya dan menjaga harta gereja, yaitu orang-orang miskin. Berkat darah
kemartiran dan pengorbanannya iman umat semakin besar dan bertambah teguh. Ia telah menghidupi
“Jikalau gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika mati,
ia akan menghasilkan banyak buah”. Kalau demikian kita pun harus mati? Pada zaman
kini kita tidak harus menjadi martir lagi, dengan pergi ke tempat ISIS bilang dalam nama kristus.
Kemartiran yang kita lakukan adalah dengan menunjukkan diri sebagai orang percaya. Orang percaya
kepada Allah bukan orang yang mudah termakan omongan, orang yang mudah bergosip, orang yang mudah
merasa iri, orang yang mudah tersinggung, tapi orang yang mau membantu, mau terlibat aktif di komunitas
Gereja, mau berbagi kepada sesama, mau datang misa pagi. Itulah beberapa cara kita menjadi martir,
menjadi biji gandum yang berbuah banyak bukan yang hanya berbatang tapi tidak menghasilkan buah.
Semoga kita menjadi orang percaya dan berbuah.

Anda mungkin juga menyukai