Anda di halaman 1dari 152

G1. Apakah Kita Siap Menjadi Orangtua?

Apa yang Ayah Bunda rasakan saat dulu baru saja menikah? Bahagia? Excited? Ingin segera
mendapat momongan? Kita membayangkan anak-anak yang lucu dan menjadi penyejuk hati,
berprestasi, berperilaku mulia, membanggakan, dan menjadi hadiah dari Tuhan karena kita
merawatnya dengan baik.
Sekarang, mari simak data berikut ini :

4 dari 100 pelajar dan mahasiswa Indonesia mengkonsumsi narkoba


95 dari 100 anak kelas 4, 5 dan 6 SD telah mengakses pornografi
93 dari 100 remaja pernah berciuman bibir
600.000 kasus anak-anak Indonesia hamil di luar nikah usia 10 - 11 tahun
2,2 juta kasus remaja Indonesia usia 15 - 19 tahun hamil di luar nikah
5 dari 100 remaja tertular penyakit menular seksual
3061 remaja terinfeksi HIV setiap 3 bulan
Kasus incest terjadi di 25 Propinsi pada 2014

[Rangkuman data dari BNN dan Puslitkes UI (2011), KPAI (Oktober 2013), Kemenkes (Oktober 2013), Divisi Anak dan Remaja YKBH
(2014), Content Analysis berita online YKBH, (2014)]

Bagaimana perasaan Ayah Bunda setelah mengetahui data-data diatas? Mengapa dunia anakanak itu bias begitu mengerikan sekali? Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana hal tersebut
bisa kita cegah terjadi pada anak kita?
Anak-anak dalam data tersebut merupakan anak-anak yang berada dalam kondisi mental yang
disebut BLAST (Boring/ bosan Lonely/kesepian Afraid &Angry/ takut & marah Stress
Tired/ Capek). Kemungkinan besar mereka merupakan korban kesalahan pengasuhan. Mudahmudahan anak-anak kita jauh dari kondisi tersebut.
Kita memang tidak pernah sekolah untuk menjadi orangtua dan mengasuh anak kita. Meskipun
demikian, tentu kita tidak ingin menciptakan anak-anak seperti itu. Kita menginginkan anak-anak
yang berperilaku Baik, Empati, Smart, dan Tangguh (BEST).
Zaman sudah berubah. Anak-anak kita adalah generasi Z dan Z yang bermain, belajar, bahkan
bernafas dengan teknologi. Sedangkan teknologi berkembang begitu cepatnya. Oleh karena itu,
sepakatkah kita bahwa untuk menjadi orangtua terbaik bagi anak-anak kita, kita sangat perlu
mengikuti percepatan itu pula? Terus update dan bersahabat dengan percepatan teknologi agar
kita bisa menyelami kehidupan anak-anak kita.
Jika untuk menjadi seorang profesional yang bisa berhenti bekerja kapanpun saja kita tekun
menuntut ilmu dan membekali diri, apalagi untuk sebuah pekerjaan yang tak pernah ada
pensiunnya? Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar dan kembali menjadi murid. Kita
sangat perlu berubah dan terus menambah ilmu.

Terus tingkatkan kapasitas diri menjadi orangtua terbaik untuk generasi terbaik. Semoga dengan
suasana jiwa yang positif dan berkumpul dengan orang-orang yang sama-sama mau belajar, kelak
akan mempengaruhi jiwa anak-anak kita agar selalu dalam kebaikan. Mau kah menjadi bagian dari
energi kebaikan ini?

G2. Prinsip Dasar Pengasuhan: Siapa Anak Kita? (1/8)


Sepasang pengantin baru mendapat kado luar biasa dari Tuhan. Setelah 2 bulan menikah, sang
istri positif hamil. Mereka berdua sangat bahagia. Begitu pula ayah ibu mereka, sahabat-sahabat
mereka, maupun kerabat mereka. 9 Bulan kemudian, bayi mereka lahir. Wajahnya sangat lucu dan
tampan. Bayi laki-laki tersebut benar-benar penyejuk mata yang memandangnya. Lengkap sudah
kebahagiaan keluarga baru tersebut.
2,5 tahun berlalu. Bayi laki-laki tersebut menjadi balita yang sangat aktif. Sang Ibu seringkali
kehabisan akal dan energi menghadapi laki-laki kecil ini. Ketika tubuhnya sangat lelah dan sang
ayah yang sama kelelahannya juga dirasa kurang supportif, kejadian berikut mungkin terjadi tanpa
disadari :
Mamamaaaa, mau susu, ucap bibir kecilnya sambil merengek
Tadi kan udah 1 gelas,
Mau susuuuuuuu,
Udah, nanti adek muntah,
Mau susuuuuuuu!!
Udah mama bilang. Nanti kamu muntah!
Tiba-tiba ia tersadar baru saja membentak sang putra tidak sengaja. Hatinya dipenuhi perasaan
bersalah dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Segera ia memeluknya, Maafin Mama ya Nak.
Mama lagi capek. Adek ngantuk ya? Adek boleh minum air putih dulu ya. Setelah tidur, Mama
buatin susu buat adek
Rasa bersalah itu fitrah, perasaan itu rambu-rambu dari Tuhan agar kita senantiasa sadar apakah
kita masih berperilaku baik atau justru sudah diluar kebaikan kepada anak kita. Hal initerjadi
karena sesungguhnya Tuhan sudah menginstall dalam diri kita suatu nilai yang menyatakan
bahwa anak kita adalah amanah Sang Pencipta yang sangat berharga.
Seandainya kita dititipi benda berharga yang sangat mahal oleh ratu Inggris, apa yang akan kita
lakukan? Tentu kita akan menjaga dan merawatnya dengan sangat baik, bahkan tak boleh ada
satu gores pun bekas debu yang tampak ketika kita mengembalikannya.
Bagaimana dengan anak kita? Anak kita adalah titipan Maharaja yang lebih berharga dari apapun
yang ada di dunia ini. Tentu kita ekstra keras menjaganya agar saat dikembalikan, ia dalam
keadaan terbaik (BEST) sebaik saat dititipkan.
Baik apanya?
Baik iman, budi, dan perilakunya (BEHAVE), baik hatinya (EMPHATIC), baik otaknya (SMART),
serta baik fisik, mental, dan jiwanya (TOUGH).

G3. Prinsip Dasar Pengasuhan : Definisi Mengasuh (2/8)


Dari pembahasan sebelumnya, kita sudah memahami bahwa anak adalah amanah Tuhan. Ia
bukanlah milik kita. Bukan semata-mata hadiah yang dapat diperlakukan sesuka kita. Bukan. Kita
sebagai pihak yang dititipi akan diminta pertanggungjawaban atas titipan tersebut.
Dengan cara apa? Apakah cukup dengan menjamin kebutuhan materinya, makanannya, dan
menyekolahkannya dan mefasilitasinya dengan les tambahan?
Banyaknya kasus kenakalan dan kejahatan yang dilakukan anak dan remaja, seakan
menceritakan kenyataan bahwa anak dan remaja kita sehat badannya, cerdas otaknya, namun
hampa jiwanya. Yang kita inginkan adalah saat kita harus mempertanggungjawabkan kembali
anak kita kepada Pemiliknya, hati kita bangga dan tenang karena anak kita dalam keadaan yang
terbaik (BEST). Baik iman, budi, dan perilakunya (BEHAVE), baik hatinya (EMPHATIC), baik
otaknya (SMART), serta baik fisik, mental, dan jiwanya (TOUGH).
Jadi, dengan cara apa?
Pertama, yang perlu kita sadari adalah bahwa mengasuh merupakan aktifitas menunaikan
amanah sang Pencipta yang dilakukan orangtuadalam rangka mempersiapkan anaknya
menjadi dewasa, yaitu mampu berpikir, memilih, dan mengambil keputusan dengan dilandasi
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan akhlak yang baik sebelum anak kita baligh (bagi
anak laki-laki) dan hingga menikah (bagi anak perempuan).
Kesadaran kedua adalah bahwa anak kita membawa takdirnya sendiri. Kita hanyalah babysitter
terpilih yang ditugasi memenuhi kebutuhannya. Tak lebih dari itu. Kita sama sekali tidak punya
mandat memilihkan jalan hidup bagi anak kita. Sekali lagi, kita sama sekali tidak diberi mandat
menentukan jalan hidup anak kita oleh Penciptanya. Tidak dibenarkan jika kita menitipkan mimpimimpi kita yang tak tercapai kepada hidup anak kita.
Oleh karena itu, kita perlu terus mengenali diri sendiri dan jalan hidup yang digariskan Tuhan pada
kita, agar kita bisa menjadi fasilitator terbaik yang siap mengawal anak kita sepanjang ia berproses
menemukan jalan hidupnya sendiri.
Akhirnya, kita menyadari tugas mengasuh adalah tanggungjawab yang sangat serius. Olehkarena
itu, rasanya kita tidak lagi bisa menggunakan gaya populer : mempercayakan sepenuhnya
pengasuhan anak kita ke tangan orang lain.
Jika oleh karena satu dan lain hal kita menitipkan anak kita pada pengasuh (babysitter, kakek
nenek, Asisten Rumah Tangga), sebelum meninggalkannya di pagi hari, pastikan anak tercukupi
kebutuhan jiwanya hingga orangtuanya kembali ke rumah. Pastikan kita tetap menjadi guru
pertama dan penjaga malaikat kecil yang kita bangga-banggakan itu. Pastikan kita tidak
kehilangan momen-momen berharga anak kita, karena jika direnungkan kembali, sesungguhnya
kita-lah yang merugi jika momen-momen berharga anak kita terlewat sedangkan ia terus tumbuh
hari demi hari.

Tuhan tidak pernah memindahkan amanah itu pada orang lain, maka pada saatnya nanti, Tuhan
akan tetap menanyai pertanggungjawaban kita mengenai amanah yang diserahkanNya.

G4. Prinsip Dasar Pengasuhan: Amanah Utama (3/8)


Anak kita adalah amanah. Kita hanyalah fasilitator yang ditugasi memastikan ia mengenal tempat
kembalinya : Tuhan. Kita hanyalah babysitter terpilih yang ditugasi memenuhi kebutuhannya agar
baik fisik dan jiwanya.
Lalu, bagaimana agar kita menjadi fasilitator yang baik?
Yang paling utama adalah terus mengenal diri sendiri dan mengenal anak kita. Mengenal
perasaannya, mengenal kecenderungannya, mengenal pola pikirnya, mengenal kemampuannya,
mengenal tingkat dan jenis kecerdasannya, mengenal gaya belajarnya, dan segala seluk beluk
tentang dirinya.
Bagaimana caranya?
Perhatikan baik-baik mimik wajah dan bahasa tubuhnya, terutama saat kita sedang
bersamanya. Dari mimik dan bahasa tubuh yang tertangkap, sapa perasaan anak kita. Wah,
kayaknya lagi girang banget nih?, Duh mukanya kusut banget, BeTe di sekolah?, Bau
acemmmm.. abis main bola ya? Capek banget dong.
Milikilah waktu bersama berdua saja dengan anak kita, minimal 2 jam setiap pekan. Dating
time. Manfaatkan kebersamaan itu untuk saling terbuka dan saling mendengarkan. Ngobrol.
Pastikan kita tidak berkomunikasi dengan siapapun melalui media apapun ketika sedang berdua
saja dengan anak kita.
Kadang ada hal-hal yang kelu bagi anak kita untuk menceritakannya. Hadiahi ia buku diary yang
hanya dia dan orangtua saja yang tau isinya. Pada saat dating time, kita bisa membahas isi buku
tersebut. Apresiasi keterbukaannya pada kita. Beri semangat ketika ia membutuhkan. Terima ia
ketika ia berbuat kesalahan. Dukung nilai perjuangan anak meski sepele apa yang dikerjakannya
menurut kita.
Fasilitator yang baik adalah seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara : Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di depan memberi contoh/teladan, di
tengah memberi motivasi, dan di belakang memberi dorongan/dukungan.
Fasilitator yang baik mengarahkan anak dengan teladan perbuatan, bukan perkataan. Tuhan
pasti punya tujuan mengapa telinga kita diciptakan lebih banyak dari pada mulut kita. Dan ternyata
menurut ahli komunikasi dunia, kata-kata hanya ditangkap 7% saja oleh yang mendengarkan!
Jika kita ingin anak kita patuh dan mendengarkan kata-kata kita, mulailah dengan mendengarkan
perasaan dan kata-katanya. Jika kita ingin anak kita melakukan sesuatu, mulailah dengan
melakukannya terlebih dahulu. Karena anak kita bisa saja salah mengerti maksud kata-kata
kita, tapi ia tidak pernah gagal meniru perilaku kita.
Fasilitator yang baik memotivasi anak dengan memberi validasi bahwa anak adalah BINTANG.
Setiap anak perlu diakui potensi dan kemampuannya yang unik, yang berbeda dengan anak
lainnya maupun orangtuanya. Ia perlu diterima dan dihargai, bagaimanapun dan seberapapun
kemampuannya. Pelukan 8 kali perhari efektif membuat anak merasa diterima.

Fasilitator yang baik juga selalu memberi dukungan berupa apresiasi dan kesempatan untuk
mencoba atau melakukan sesuatu. Beri dia kepercayaan untuk mengerjakan hal yang sesuai
dengan kemampuannya. Misal, biarkan anak kita mengancingkan sendiri bajunya meski agak
lama ia mengerjakan. Biarkan ia menalikan tali sepatunya meski panjang sebelah memitanya.
Lalu, puji hasil kerjanya.
Jika rumah kita berantakan karena ia sedang asyik mengerjakan proyek yang sedang menjadi
minatnya, biarkan saja. Percayalah, saat ia beranjak remaja, kita akan merindukan masa-masa
rumah yang superberantakan itu.
Ketika akan membuat keputusan apapun tentang anak kita, libatkan dia dengan menanyakan
pendapatnya. Anak akan merasa sangat berharga ketika diminta pendapatnya meski keputusan
akhir selalu di tangan orangtua.
Selamat menjadi fasilitator terbaik. Semoga Tuhan bangga dan memperkenankan kita memasuki
surgaNya berkat susah payahnya kita menjaga amanahNya dengan baik :)

G5. Prinsip Dasar Pengasuhan: Mendidik Anak Ada


Guidelinenya (4/8)
Perubahan dari era agraris menjadi era industri, sedikit banyak mempengaruhi mentalitas dan pola
asuh orangtua Indonesia. Orangtua kita hidup di era agraris sedangkan kita hidup di era industri.
Agar menjadi anak yang siap menghadapi tantangan zaman, kepentingan akademik kita didukung
penuh agar kelak kita siap mengisi pos-pos industri. Tidak ada yang salah.Saat itu memang
begitulah bentuk kasih sayang terbaik yang orangtua kita tahu. Mereka tidak tau bahwa tantangan
pengasuhan ke depan akan sekompleks saat ini karena percepatan teknologi informasi.
Saat kita dipersiapkan dan mempersiapkan diri menjadi seorang profesional, kita tak berbekal
menjadi orangtua. Survey yang dilakukan di kota Jakarta, menyatakan bahwa 7 dari 10 ibu muda
mengaku baru mempelajari hal terkait pengasuhan anak setelah bayi lahir dan sisanya
mempelajari sejak awal kehamilan.
Hasil survey ini memberi bukti bahwa kita mempersiapkan cara mengasuh anak berbarengan
dengan tumbuh kembang anak kita. Kita mengasuh anak kita dengan metode learning by doing,
dan hal ini cenderung menjadikan pola asuh kita sebagai pola asuh trial and error. Jika
pengasuhannya tepat maka pertumbuhan anak kita optimal, namun jika pengasuhan kita tidak
tepat menimbulkan banyak resiko. Padahal usia anak tidak bisa diulang kembali.
Bukankah orangtua kita pun tidak sekolah untuk menjadi orangtua? Bukankah menjadi orangtua
adalah sesuatu yang instingtif?
Sebenarnya, ketika kita diberi amanah seorang anak, bersama itu pula Tuhan memberi kita modal
agar kita menjadi hamba yang amanah. Tidak mungkin Tuhan memberi tantangan yang tidak
dapat ditanggung oleh hambanya. Ketika amanah diberikan, pasti ada petunjuk perawatannya.
Jika produsen gadget membuatkan buku manual sebagai petunjuk perawatan agar gadget
diperlakukan selayaknya, begitupula dengan Pencipta anak kita. Anak kita adalah produk ciptaan
Tuhan, maka Tuhan pun membuatkan buku manual agar ciptaanNya diperlakukan selayaknya.
Apa bentuk buku manual Tuhan? Tentu saja firmanNya : kitab suciNya dan keteladanan dari
utusanNya.
Modal lainnya adalah karunia Tuhan berupa bagian otak bernama Pre Frontal Cortex (PFC) yang
diciptakan khusus untuk manusia, serta kinerja otak dan hormon yang spesifik antara laki-laki dan
perempuan, sebagai hardware-nya.
Sebagai software-nya, Tuhan juga mengajarkan Ilmu dan memberikan kefahaman dari lautan ilmuNya yang meliputi segala sesuatu. Ia memberi ilham dari suara hati kita maupun dari orang lain
yang tiba-tiba berbagi ilmu meskipun tidak kita minta. Dengan hardware dan software tersebut,
Tuhan meng-install perangkat kemanusiaan untuk mendukung peran seseorang (menjadi
orangtua) dengan sempurna.
Di dalam buku manual gadget, kita diberi rekomendasi untuk mematuhi dos and donts dalam
memperlakukan gadget kita agar mesin utamanya tetap terawat. Jika kita sembarangan
memperlakukan, mesinnya akan cepat rusak.

Begitu pula dalam buku manual Tuhan, ada banyak rekomendasi dalam memperlakukan dan
merawat anak kita agar terawat mesin utama nya. Apa mesin utama seorang manusia? Tepat
sekali, OTAKnya. Maka, sangat penting bagi kita untuk memperlakukan anak kita sesuai dengan
cara kerja dan perkembangan otaknya.
Saat kita memutuskan membeli gadget dengan merk tertentu, lokasi service center yang mudah
dijangkau juga menjadi salahsatu pertimbangan. Dalam pengasuhan, petugas service center
adalah pelaku pengasuhan, yaitu kedua orang tua. Khusus dalam kasus pengasuhan, petugas
perawatan harus lengkap (dual parenting). Yang perlu ditekankan adalah bukan lengkap jumlah
atau person-nya yang paling penting, tapi lengkap fungsinya. Dan orang-orang yang mengasuh
anak (significant other) harus kompak dan KONSISTEN. Jika kita ada pada suatu kondisi tidak
lengkap secara person, tetap lengkapi dengan mencari penggantinya: ayah/ibu baru, kakek/nenek,
paman/bibiatau seseorang yang bisa jadi panutan.
Mengasuh Anak Ada Guideline-nya. Yaitu, kitab suci-Nya dan teladan dari utusan-Nya (spiritual
based), cara kerja dan perkembangan otak (brain based), dan dual parenting.
Tokoh dan artikel mengenai pengasuhan saat ini sudah sangat berlimpah. Carilah ilmu dari siapa
saja dan apa saja. Biasakan diri untuk kroscek setiap ilmu yang kita peroleh apakah sesuai
guideline (spiritual based, brain based, dan dual parenting). Kita selalu punya pilihan untuk
mengulang sejarah pengasuhan orangtua kita, ikut pendapat orang lain tanpa kroscek, atau terus
belajar ilmu yang sesuai guideline kita. Keputusan akhir ada di tangan kita.

G6. Prinsip Dasar Pengasuhan: Buku Manual Pengasuhan (5/8)


Di era Teknologi Informasi seperti ini, banyak sekali ilmu dan petunjuk yang bisa dirujuk. Ilmu
pengasuhan berlimpah-limpah. Praktisi pengasuhan sangat banyak. Ternyata, berlimpahnya
informasi ini memiliki resiko. Memang naturalnya ilmu duniawi, seringkali ada kontradiksi antara
ilmu satu dengan ilmu lainnya. Bahkan dalam satu lingkup ilmu yang samapun ada pro dan kontra
karena sifat dasar ilmu yang memang terus berkembang.
Di tengah kebimbangan akibat banjir informasi ini, kita sebagai manusia dewasa selalu punya
pilihan : ikut pendapat oranglain tanpa kroscek, mengulang sejarah pengasuhan yang kita terima
dari orangtua kita sepenuhnya, atau mengubah pikiran dari apa yang dipelajari baik dari
pengalaman maupun dari orang lain, lalu disesuaikan dengan juknis (petunjuk teknis) kehidupan
yang benar.
Petunjuk yang benar akan selalu merujuk dan sesuai dengan kebenaran yang paling hakiki.
Petunjuk yang berasal dari Dia yang paling mengetahui diri kita melebihi diri kita sendiri. Seperti
halnya gadget, yang paling tahu gadget A adalah perusahaan yang menciptakan gadget A. Siapa
yang menciptakan diri kita dan anak kita?
Kita dan anak kita adalah produk ciptaan Tuhan. Segala seluk beluk kehidupan kita, yang sudah
dan akan terjadi, Tuhan-lah yang paling tahu dan memahami. Jadi, juknis kehidupan yang paling
benar tak terbantahkan mengenai kehidupan kita dan anak kita adalah yang tertulis di Kitab Suci
kita dan yang diteladankan utusan-Nya.
Jika suatu saat ada hal-hal tidak menyenangkan terjadi di keluarga kita, bukankah kita akan selalu
kembali untuk mendapatkan pertolonganNya? karena hanya Dia yang Maha Menolong. Hanya
Tuhan yang dapat memperbaiki diri kita dan keluarga kita. Hanya Dia pula yang dapat
menyelamatkan, melindungi, membahagiakan, dan memuliakan kita dan keluarga kita.
Semoga kita selalu dalam bimbinganNya ketika mengambil keputusan di segala liku hidup kita.

10

G7. Prinsip Dasar Pengasuhan: Mengasuh Anak Sesuai Fitrah


(6/8)
Setiap anak lahir dengan fitrah yang sudah tertanam dalam sebuah organ paling penting yang
terlindung sempurna di tempurung kepala kita. Seluruh aktifitas tubuh kita diatur di dalamnya, baik
yang bisa kita kontrol maupun yang tidak dapat kita kontrol.
Yup, otak kita adalah mesin utama tubuh kita.
Selain mengatur detak jantung, kerja paru-paru, gerakan lambung, usus, bola mata, tangan serta
kaki, otak juga mengatur emosi, tempat berpikir, menimbang, menyimpan dan mengelola nilai dan
moral, memperkirakan resiko dan konsekuensi, dan yang paling penting adalah membuat
keputusan. Ternyata, perkembangan dan cara otak bekerja sangat besar dipengaruhi oleh
pengasuhan yang didapatkan seseorang sejak kecil.
Perbedaan pengasuhan (oleh orangtua di rumah, guru di sekolah, dan kultur lingkungan serta
media) bisa membentuk pola pikir dan cara bersikap seseorang menjadi sangat berbeda dan unik.
Ada orang yang memaksakan pandangan bahwa pilihannya adalah yang terbaik, ada yang bisa
menerima perbedaan pilihan, ada yang mengutarakan kehebatan pilihannya dengan menjelekkan
pesaingnya, ada yang bisa menerima kelebihan pesaingnya dan menerima kekurangan pilihannya.
Kita juga bisa melihat realita bahwa ada orang yang memiliki prestasi dan kemampuan berkelas
internasional. Disamping itu juga ada orang yang menjadi pelaku kejahatan. Apa yang
membedakan keduanya? Apakah memang sudah tertakdir bahwa ada orang yang diciptakan
menjadi malaikat dan ada orang yang dilahirkan untuk menjadi penjahat? TIDAK.
Setiap anak diciptakan dan lahir dalam keadaan suci dan baik. Orangtua, pendidik, dan
lingkunganlah yang membentuk ia menjadi seperti apa ketika dewasa. Dan semuanya terekam di
dalam otak seseorang, membentuk jalur berpikir dan bersikap hingga ia wafat.
Sekarang pertanyaannya adalah anak seperti apa yang akan kita kembalikan kepada
Penciptanya?
Jika kita menerimannya dalam keadaan baik dan suci, logikanya, kita minimal mengembalikan
seperti saat dititipkan pada kita. maksimal kita kembalikan dalam keadaan terbaik (BEST), yaitu
anak-anak yang Behave, Emphatic, Smart, dan Tough.
Jadi, apa yang kita harus lakukan? Yup, rawat anak kita sesuai dengan bagaimana mesin utama
anak kita bekerja. Brain-based parenting.
Bagaimana caranya?
Pertama, orangtua perlu mengetahui tentang tahapan perkembangan anak berdasarkan
perkembangan otaknya. Dari ilmu ini kita jadi tahu mengapa anak kita tidak perlu digegas bisa
calistung pada usia kurang dari 7 tahun. Juga kita jadi tahu cara berkomunikasi yang tepat

11

dengan anak kita sesuai usianya. Apakah kita harus menghibur dan menasehati ketika emosi anak
sedang bermasalah? Apa akibatnya pada masa depan anak jika kita terlalu sering mengancam
dan melabel dengan kata-kata negatif?
Seperti halnya mesin pada gadget kita, mesin utama manusia juga ada dos & donts-nya. Ada
hal-hal yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan. Gadget kita saja jadi awet jika
kita menghindari larangan yang ditentukan oleh pabrik pembuatnya. Anak kita, lebih dari gadget,
jika kita merawatnya dengan baik, akan tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang lebih baik
dari kita, orangtua yang merawatnya.

12

G8. Prinsip Dasar Pengasuhan: Air dan Bendungan (7/8)


Pernahkah Ayah Bunda melihat bendungan? Ada dua komponen utama dari suatu bendungan.
Komponen pertama yaitu tembok yang membuat bendungan itu kokoh. Komponen kedua adalah
air yang mengisi bendungan tersebut. Apa jadinya jika bendungan dengan air berlimpah, namun
temboknya hanya gundukan tanah saja? Apa jadinya jika bendungan tersebut kokoh dengan
tembok beton namun tidak ada air yang mengisinya?
Itulah yang terjadi pada anak yang mendapat kasih sayang tidak lengkap. Jika anak mendapat
kasih sayang hanya dari ibu, namun tidak mendapatkannya dari ayah, ia seperti bendungan
dengan air berlimpah, namun temboknya rapuh. Jika anak mendapat kasih sayang hanya dari
ayah, namun tidak mendapatkannya dari ibu, ia bagai bendungan kokoh yang kering tak berisi.
Jiwa anak kita bagaikan bendungan. Tembok yang kokoh adalah batasan dan nilai-nilai yang
ditetapkan sang Ayah sebagai pemimpin keluarga. Batasan dan nilai ini dibuat karena ayah
sayang agar sekeluarga selamat di dunia dan di akhirat. Ayah lah yang akan memberi bentuk
bendungan, kubus kah? Persegi panjang kah? Bola kah? Selain batasan dan nilai, kata-kata ayah
lebih melekat kuat dalam memori anak sehingga dapat mengokohkan pondasi jiwa anak dan
menciptakan anak tangguh dan punya prinsip.
Sedangkan air yang mengisi bendungan tersebut adalah cinta dan kasih ibu sebagai penata
rumah tangga dalam mendidik anak-anaknya, memastikan anaknya mengisi ruang jiwa mereka
dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan sang Ayah. Tentu saja nilai-nilai yang dianut sesuai dengan
buku manual Sang Pencipta dan selaras dengan cara otak bekerja.
Kultur kita terlanjur melekat kuat bahwa urusan anak adalah urusan Ibu. Ayah dan Ibu memiliki
porsi masing-masing dalam membangun bendungan jiwa anak. Perannya saling melengkapi. Dan
yang perlu ditekankan adalah bukan lengkap jumlah atau personnya yang paling penting, tapi
lengkap fungsinya.
Jika kita ada pada suatu kondisi tidak ideal, tetap lengkapi peran yang hilang dari kakek atau
nenek, paman atau bibi, atau orang dewasa lainnya yang bisa jadi panutan. Dan pihak yang
terlibat dalam pengasuhan anak harus kompak dan konsisten terhadap batasan dan nilai yang
dibuat oleh pemimpin keluarga. Jika peran pengganti juga sulit didapatkan, sebagai orangtua
tunggal kita perlu berperan ganda, menjadi ayah sekaligus menjadi ibu.
Ayah Bunda, sesuaikan porsi dan peran kita. Dukung pasangan kita berperan sesuai porsi dan
perannya. Sebagai istri, kita dudukkan suami di kursi kerajaannya. Sebagai suami, kita ambil
tanggungjawab pendidikan keluarga yang memang ada di tangan kita.
Setelah ini, akan semakin banyak bermunculan ayah-ayah yang menemani anak-anak bermain di
taman kota, membacakan cerita sebelum anak-anak tidur, memimpin obrolan di meja makan. Dan
akan semakin banyak bermunculan juga ibu-ibu yang berbicara lembut, tenang, penuh senyum
dan murah pelukan pada anak-anak. Semakin banyak keluarga yang penuh cinta dan membagi
cinta mereka di keluarga kepada lingkungannya.
Selamat membentuk dan mengisi bendungan jiwa anak kita :)

13

G9. Prinsip Dasar Pengasuhan: Menciptakan Anak BEST (8/8)


Tahun 2011, BPS mencatat Indonesia memiliki 46 juta anak usia 0 9 tahun dan 44 juta anak usia
10 19 tahun. Tepat pada 1 abad Indonesia merdeka (tahun 2045), 90 anak dan remaja tersebut
akan berusia 32 51 tahun. Usia tersebut adalah usia produktif manusia. Mereka adalah
Generasi Emas Indonesia karena pada usia tersebut merekalah yang akan mengisi semua posisi
pemimpin di negeri ini. Guru, pengusaha, birokrat, pedagang, peneliti, anggota legislatif, sampai
Presiden.
Lalu Bagaimana Kondisi Mereka Saat Ini?
Hidup mereka dikelilingi internet, kurang waktu bermain bebas, beban sekolah yang menumpuk,
komunikasi yang buruk dengan orang tua, tekanan teman sebaya dan bullying yang tinggi. Mereka
menjadi anak-anak yang Boring Lonely Afraid Angry Stress Tired (BLAST) .
Disamping itu, anak dan remaja sangat butuh figur teladan positif daripada teguran dan nasehat.
Absennya hal-hal ini, mengakibatkan kita hari ini berpanen bukti nyata kesalahan pola asuh.
Dengan terjangan bullying antar teman ataupun keluarga, tekanan teman sebaya yang memaksa
untuk ikut merokok, pacaran, miras, bahkan narkoba, arus deras pornografi, kekerasan seksual
yang mengintai, ideologi menyimpang, dan budaya global tanpa filter, maka generasi yang BLAST
ini sangat rentan tumbuh menjadi pribadi yang lemah. Mereka terbiasa bersikap agresif atau justru
tidak asertif, fight or flight, tak mampu mandiri dalam keputusan sendiri. Mereka terancam tak
mampu memimpin ketika tongkat estafet kepemimpinan sampai ke tangan mereka.
Inikah calon pemimpin Indonesia?
Bagi Ayah Bunda yang muslim, ingatlah perintah Tuhan dalam Kitab Suci-Nya berikut : Dan
hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya,
yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.
(an-Nisa: 9)
Anak dan remaja kita sekarang mutlak perlu diselamatkan, agar sehat dan bahagia sehingga
tumbuh menjadi pribadi yang kuat, siap menjadi pemimpin di tahun 2045.
Sayangi mereka, perhatikan, dampingi, bimbing & arahkan. Bantu orangtua lain untuk belajar
pengasuhan agar kita sama-sama dapat membangun generasi terbaik (BEST), yaitu anak-anak
yang Behave, Emphatic, Smart, dan Tough.
BEHAVE
Berperilaku baik sesuai prinsip (Religius, Jujur, Disiplin, Kerja Keras, Mandiri, Cinta Tanah Air,
Cinta Damai, Peduli Lingkungan, dan Tanggung Jawab)
EMPHATIC
Bisa memposisikan diri pada kondisi orang lain (Toleransi, Bersahabat/Komunikatif,Menghargai
Prestasi, Peduli Sosial, Demokratis, Semangat Kebangsaan!)

14

SMART
Cerdas! mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak. mengoptimalkan kekuatan dan menyiasati
kelemahan (Kreatif, Rasa Ingin Tahu, dan Gemar Membaca)
TOUGH
Tangguh dan teguh memegang prinsip dan tidak terpengaruh dengan yang lain.
Ayah Ibu hadir jadi pemeran utama di hati, pikiran dan inderaanak, kembalikan diri sebagai
pengasuh pertama dan utama. Beri teladan pada sikap dan perbuatan tentang yang benar. Penuhi
gizi JIWA bukan cuma gizi raga. Tanamkan dan biasakan nilai-nilai agama sebagai bekal anakanak menyikapi dunia dan akhiratnya.
Jadilah orangtua yang berkomunikasi dengan anak melalui cara-cara yang lebih benar, baik dan
menyenangkan. Disiplinkan anak dengan dasar kasih sayang. Siapkan anak secara sungguhsungguh memasuki usia remaja dan membahas tantangannya, agar selamat hidupnya. Ikuti
perkembangan teknologi agar bisa diskusi dengan anak untuk menghindarkan mereka dari
dampak negatifnya.
Sibukkan anak dengan hal yang benar dan baik. Buat panggung sebanyak mungkin setiap hari
agar mereka punya tempat untuk menunjukkan dirinya yang benar dan baik sesuai nilai agama.
Limpahi anak dengan konten yang sesuai nilai agama, baik melalui kata, gambar, suara, maupun
film, agar mereka punya pilihan yang luas. Bekerja sama dengan tetangga untuk mengawasi
konten yang ada di warnet, game online, sewaan komik serta kegiatan lain yang mengancam anak
dan remaja. Adakan kegiatan di sekitar rumah agar orang tua dapat mengawasi dan membekali
anak bertanggung jawab.
Selamatkan satu anak, selamatkan kemanusiaan.

15

G10. Pengasuhan Yang Sehat Untuk Jiwa dan Otak Anak


Pernahkah Ayah Bunda membuka media sosial dan menemukan kabar tentang anak Indonesia
yang menerima penghargaan internasional di bidang pemberdayaan masyarakat? Di usianya yang
baru 15 tahun itu, ia pun sudah menjadi sarjana dari kampus ternama di luar negeri. Bersamaan
dengan itu, kita mendapati teman kita membagi tautan berita 5 anak kelas 4 SD mencabuli teman
sekelasnya beramai-ramai.
Perasaan getir memenuhi ruang dada kita. Bersamaan dengan itu, kita bertanya-tanya, Mengapa
ada anak yang begitu gemilang, namun juga ada anak yang jiwanya kelam? apa yang ada
dipikiran anak-anak itu? Apa yang membedakan keduanya?
Anak prestatif tersebut adalah salahsatu contoh anak BEST. Perkembangan otak anak BEST
(Behave Emphatic Smart Tough) sangat sehat. Sedangkan anak yang menjadi pelaku kejahatan
tersebut adalah salahsatu contoh anak BLAST (Bored Lonely Angry-Afraid Stress Tired) yang
kemungkinan besar dibesarkan dengan cara-cara yang tidak sesuai perkembangan otaknya.
Pada dasarnya, otak manusia terdiri dari 3 sistem utama, yaitu Sistem Pertahanan yang diatur
oleh Batang Otak, Sistem Pengolahan Emosi yang diatur oleh Sistem Limbik, dan Sistem Berpikir
yang diatur oleh Neokorteks.
Batang Otak adalah bagian dari otak yang mengatu rpertahanan hidup. Ilmuwan juga menyebut
bagian ini sebagai otak reptil)1. Prinsip dasar mekanisme kerjanya adalah bagaimana saya
bertahan hidup, artinya mempertahankan diri tetap hidup dan mempertahankan kelompoknya
tetap eksis. FIGHT or FLIGHT. Melawan atau Kabur.
Selanjutnya adalah Sistem Pengendalian Emosi yang merupakan tugas utama Sistem Limbik atau
disebut juga otak mamalia. Di bagian ini semua emosi dikelola. Senang, sedih, haru, bahagia,
puas, takut, cemas, khawatir, terpesona. Semua jenis emosi dan detail-detailnya. Selain itu,
system ini juga mengatur motivasi, keinginan untuk makan minum, tidur dan bergaul, seks dan
stress. Karena perannya yang sangat penting, Tuhan mendesain letaknya yang jauh tertanam di
dalam otak besar supaya aman terlindung dari benturan dan bahaya fisik lainnya.
Namun, pusat emosi ini tidak didesain untuk menanggung emosi terlalu berat dan lama. Sehingga
ketika kita terlalu depresi, atau terlalu senang, atau terlalu menginginkan sesuatu, seperti listrik
kelebihan beban, akan membuat sambungan antara pusat emosi dan pusat berpikir mengalami
korslet. Maka kita lihat ada orang yang melakukan hal-hal tidak masuk akal seperti bunuh diri,
mencuri, membunuh, dll.
Selanjutnya adalah Sistem Berpikir yang diatur oleh Neokorteks. Di bagian ini semua informasi
dan memori yang diperoleh otak diolah menjadi persepsi. Memori jangka panjang disimpan di
bagian ini. Kecerdasan juga diatur dalam bagian ini. Jika Batang Otak disebut otak reptil, Pusat
Berpikir ini disebut juga Otak Primata)2.
Pada neokorteks ada bagian unik yang berada di atas alis kanan mata,dinamakanPre Frontal
Cortex (PFC) atau kita istilahkan denganDirektur. Mengapa direktur? Karena sesuai dengan
fungsinya seperti direktur dari perusahaan atau lembaga, fungsi PFC adalah untuk membentuk

16

nilai dan moral, kemampuan membuat perencanaan, mengontrol diri dan emosi, menunda
kepuasan, mengetahui konsekuensi dan MENGAMBIL KEPUTUSAN.Bagian ini HANYA
DIMILIKI OLEH MANUSIA. Sehingga bagian ini lah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya.
Pada anak BEST, seluruh bagian otak tersebut matang sesuai tahapannya. Yaitu batang otak dan
PFC terlebih dahulu, kemudian sistem limbik, kemudian neokorteksnya. Batang otak dan sistem
limbik mulai berkembang sejak janin dan berkembang pesat pada usia kurang dari 7 tahun.
Neokorteks mulai bersambungan pada usia 7 tahun. Sedangkan PFC dimatangkan bersamaan
dengan sistem limbik hingga nanti sempurna di usia 20-25 tahun. Pada anak BLAST, pematangan
bagian-bagian otak tersebut tidak sesuai tahapan.
Bagaimana mematangkan otak anak agar tepat sesuai perkembangannya? Lakukan
pengasuhan dengan cara yang benar, baik, dan menyenangkan (BBM).
Benar adalah sesuai dengan aturan agama. Agama adalah nilai yang pakem dan mutlak.
Perubahan zaman tidak mengubah kebenaran nilai yang diajarkannya. Mengajarkan dan
mengasuh anak dengan koridor nilai-nilai kebenaran serta menstimulasi kemampuan anak dalam
Berpikir, Memilih, dan Mengambil keputusan (BMM) dalam landasan moral dan nilai agama,
adalah cara utama mematangkan Prefrontal Cortex (PFC) dan batang otak.
Selanjutnya adalah mendidik dengan cara yang Baik. Baik adalah sesuai dengan cara otak
bekerja. Otak kita menyukai kalimat positif dan intonasi yang lembut. Ketika kita berkomunikasi
dengan cara yang baik, sistem limbik akan terbuka dan informasi akan dilanjutkan ke neokorteks.
Hal ini akan mematangkan sistem limbik.
Maka, pada usia kurang dari 7 tahun, anak sangat membutuhkan peraturan tentang apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dari orangtuanya disertai penjelasan mengapa boleh dan tidak
boleh, dan dikatakan dengan kalimat yang lembut. Mengajak anak berpikir, memilih, dan
mengambil keputusan tentang pakaian yang akan digunakan, buku yang akan dibeli, menu makan
malamnya, juga membantu mematangkan PFC anak kita.
Sedangkan untuk mengembangkan sistem limbiknya, orangtua penting sekali untuk membaca
bahasa tubuh, menerima dan menamai perasaan anak, dan mendengar celoteh-celotehnya. Tahan
untuk berkomentar, biarkan ia menyelesaikan ceritanya meski seperti kisah yang mengada-ada.
Kemudian pengasuhan dengan cara yang menyenangkan. Cara yang menyenangkan akan
membuat penanda bahwa informasi yang kita sampaikan adalah informasi yang penting
dan akan disimpan dalam memori jangka panjang di neokorteks. Mengajarkan hal-hal terkait
akademis sangat penting sekali dilakukan dengan cara menyenangkan seperti dengan bernyanyi,
bermain, dan bercerita.Agar terekam dalam waktu yang lama oleh otak anak kita dan
mematangkan neokorteksnya lebih sempurna.
Karena neokorteks baru mulai bersambungan pada usia 7 tahun, menurut Ayah Bunda, apakah
anak harus sudah bisa calistung pada usia kurang dari 7 tahun? Apakah dengan demikian
neokorteksnya akan berkembang dengan sempurna dan sehat? Apalagi jika anak mempelajarinya
dengan rasa tidak nyaman. Dikhawatirkan ada masa jenuh yang justru membuat anak merasa
bosan dan stress. Ups! Hati-hati BLAST.
Lalu, bagaimana mengetahui apakah pola pengasuhan kita sudah benar, baik, dan
menyenangkan?

17

Lihat sikap anak disetiap kelipatan 7. Jika pengasuhan kita di 7 tahun pertama baik, maka kita
akan memanen hasilnya pada usianya yang ke 8 hingga kelipatan 7 kedua (14 tahun). Demikian
seterusnya.
Siap mendidik anak kita dengan benar, baik, dan menyenangkan? Yuk terus cari ilmunya :)

18

G11. Tujuan Pengasuhan: Blueprint Untuk Anak Kita


Anakmu bukanlah milikmu,mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.
Kahlil Gibran
~~~
Puisi itu dengan sederhana menjelaskan bahwa anak kita adalah amanah Sang Pencipta, dan ia
memiliki takdirnya sendiri. Ketika ia lahir, anak kita tidak punya bekal apa-apa kecuali fitrah dari
Sang Pencipta dan kedua orangtua yang sudah dijanjikan olehNya akan menjadi malaikat penjaga
di dunia.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,sekalipun dalam mimpimu.
Ya, mereka adalah penghuni rumah masa depan. Maka, biarkan ia sendiri yang membangunnya.
Sebagai malaikat penjaga, kita hanya diamanahi untuk memastikan ia kembali dengan selamat
kepada Pemiliknya seiring ia membangun rumah masa depannya.
Bagaimana caranya?
Karena belum memiliki pemahaman yang mumpuni tentang hidup dan kehidupan, anak kita
membutuhkan blueprint, pola dasar, denah, perencanaan, agar punya acuan bagaimana rumah
masa depan yang akan dibangunnya. Bukan membuatkan rumahnya, cukup perencanaannya
saja. Tentu saja dengan mempertimbangkan peran wajib yang akan dijalaninya sebagai manusia
seumur hidupnya, dan berlandaskan atas kebenaran hakiki (agama).
Apa saja poin blueprint itu?

19

Sebagai makhluk penciptaan, tujuan manusia di dunia adalah untuk beribadah agar menjadi
hamba yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka, blueprint pertama adalah menjadikan
anak kita sebagai hamba yang bertakwa.
Kemudian, sesuai dengan tuntunan agama, di masa depan anak kita akan membangun keluarga.
Ia akan menjadi suami atau istri. Kita sebagai orangtua berkewajiban mempersiapkan anak untuk
menjadi suami atau istri yang baik agar tercipta keluarga surga.
Menikah bukan hanya tentang menyatukan dua keluarga, namun meletakkan satu batu bata
peradaban. Menikah adalah tentang menciptakan generasi penerus yang BEST (Behave Emphatic
Smart Tough). Maka, tanggungjawab kita mempersiapkan anak kita menjadi ayah ibu pendidik
generasi BEST.
Sebagai makhluk sosial, anak kita dibutuhkan perannya di berbagai peran kemasyarakatan untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik. Maka, didik anak kita agar siap bermanfaat untuk
masyarakat secara profesional melalui profesi yang ia jalankan.
Blueprint ini sangat erat kaitannya dengan tujuan pengasuhan kita terhadap anak-anak. Apa yang
kita inginkan tentang anak-anak kita? Misal, kita menginginkan anak kita menjadi anak yang
shaleh, maka didik ia dengan blueprint menjadi hamba yang bertakwa.
Jadi, apa saja blueprint (tujuan pengasuhan) untuk anak kita?
1. Menjadi hamba yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menjadi suami dan istri yang baik
3. Menjadi ayah ibu pendidik generasi BEST
4. Menjadi anggota masyarakat yang siap bermanfaat secara profesional
Blueprint memandu orangtua untuk membuat target jangka pendek dan menengah mengenai
tujuan pengasuhannya, dan mengevaluasi apakah pengasuhannya efektif dengan hasil akhir yang
diharapkan.
Ajak diskusi pasangan kita tentang apa saja blueprint bagi anak kita agar kita menjadi orangtua
yang kompak dan konsisten. Karena anak kita membutuhkan orangtua yang solid.
Anak kita perlu mengetahui blueprint bagi dirinya agar ia terbantu untuk tetap on the track dengan
tujuan penciptaannya.
Yuk asuh anak kita sesuai blueprint-nya :)

20

G12. Tujuan Pengasuhan Blueprint 1 yaitu Menjadi Hamba


yang Bertakwa
Anak : Bu, makhluk pertama yang tinggal di bumi apa sih?
Ibu
: Mikroba, Nak
Anak : Kok bukan manusia bu?
Ibu
: Karena pada saat itu kondisi bumi sangat ekstrim, manusia tidak akan tahan tinggal di
bumi saat itu. Itu bentuk kebaikan dan kasih sayang Tuhan, Nak
Anak : Bu, tadi dikelas, guru aku bilang, manusia itu bagian dari ekosistem. Berarti sama dengan
gajah, beruang, pohon, semut, nyamuk, mikroba dong?

Setiap makhluk hidup diciptakan dengan misi. Mikroba sebagai pengurai, tanaman sebagai
penghasil udara bersih, ikan sebagai mangsa hewan lain, singa sebagai pemangsa, dan lain
sebagainya. Namun ada kesamaan misi dari seluruh makhluk ciptaan Tuhan, yaitu beribadah
kepadaNya. Termasuk manusia. Manusia juga diciptakan untuk beribadah kepadaNya.
Bentuk ibadah setiap makhluk hidup berbeda-beda sesuai perannya dalam ekosistem. Manusia
ternyata lebih berat daripada makhluk lainnya. Manusia diberi misi khusus menjadi wakilNya
mengatur alam semesta sesuai dengan peraturanNya. Oleh karena itu, manusia diberi bonus
perangkat penciptaan dengan kecanggihan dan kemuliaan tertinggi, yaitu Prefrontal Cortex (PFC)
di otaknya yang hanya dimiliki manusia untuk menanggung amanah tersebut. Dan anak kita
termasuk didalamnya.
Telah banyak kita mendapatkan bukti kegagalan manusia dalam menjalankan misi khusus ini. Alihalih melindungi makhluk lain dari nafsu, ia justru menjadi pelaku. Koruptor, pencuri, pembalak
hutan, pembunuh binatang langka, pemerkosa, dsb. Seakan-akan perilaku mereka tidak diketahui
oleh Sang Pencipta. Seakan-akan mereka akan hidup selamanya dan kelak tidak akan diminta
pertanggungjawaban dihadapanNya.
Mendidik anak menjadi hamba yang bertakwa adalah tanggungjawab utama orangtua sebelum
tanggungjawab yang lainnya. Maka orangtua wajib mengenalkan siapa Tuhannya, apa saja sifatsifat Tuhannya, apa perintah dan larangan Tuhan, siapa yang dapat dijadikan panutan oleh anak
untuk mengenal Tuhannya, dan darimana anak akan mendapatkan petunjuk agar selalu sesuai
dengan aturan Tuhannya.
Yang paling dasar adalah mengajarkan bahwa Tuhan Maha Segalanya dan dirinya adalah hamba,
sehingga anak betul-betul memahami bahwa apa yang dilakukannya selama hidup adalah
beribadah. Dan anak memahami bahwa manusia yang memiliki kualitas penghambaan yang baik,
akan menjadi manusia yang berkualitas bagi kehidupan alam raya, sesuai dengan misinya sebagai
manusia diantara makhluk lainnya.

21

Maka ketika kelak dewasa ia dihadapkan pada pilihan-pilihan, yang menjadi landasan pertamanya
mengambil keputusan adalah Apakah ini ibadah? Apakah Tuhan menyukaiku jika aku melakukan
hal ini? Mana yang lebih bernilai ibadah?.
Dengan demikian, terciptalah anak-anak tangguh yang meskipun orangtuanya telah tiada,
tantangan zaman hanya akan menjadi peluang lebih atas ibadah-ibadahnya. Satu hal lagi
kebaikan Tuhan bagi kita, doa anak yang diridhaiNya adalah pintu rizki yang tiada terputus meski
nyawa tak lagi bersatu dengan raga. Mau?

22

G13. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 2 yaitu Menjadi Suami Istri


yang Baik (1/5)
Dalam suatu penyuluhan prapernikahan, seorang penghulu bertanya pada para calon mempelai
yang akan melangsungkan pernikahan pada pekan itu, Menikah itu apa? Mengapa kalian
menikah?. Entah karena malu atau alasan lainnya, hanya 2 pasang calon mempelai yang
menjawab dengan tenang dan benar.
Sebelum seseorang memutuskan menikah, pertanyaan paling mendasar yang perlu ia jawab ke
dasar hati adalah Menikah itu apa? Mengapa menikah?. Jika seseorang memiliki jawaban yang
mantap baik sebelum menikah maupun dalam perjalanan pernikahan, hal yang paling tidak
diinginkan (perceraian) ketika keluarga mengalami masa-masa sulit sangat mungkin bisa dihindari.
Pada kenyataannya, BIMAS dan Badilag RI pada 2014 melansir data angka perceraian yang terus
meningkat lebih dari 30.000 kasus pertahun, dan 80%-nya terjadi pada pasangan muda yang
baru 2-5 tahun berumah tangga. Penyebabnya berturut-turut karena tidak ada keharmonisan
(31%), tidak bertanggungjawab (27%), masalah ekonomi (24%), dan gangguan pihak ketiga (8%).
Selain itu, KomNas Perempuan menginformasikan bahwa pada tahun 2013 kasus KDRT
mencapai 11.719 kasus, naik 3.404 kasus dari tahun 2012.
Dilihat dari usia pernikahan, penyebab perceraian yang terjadi, dan tingginya kasus KDRT,
mengindikasikan bahwa tidak semua pasangan yang akan menikah sudah siap menjadi suami dan
istri. Ketidakharmonisan, tidak bertanggungjawab, dan gangguan pihak ketiga adalah penanda
yang jelas peran istri atau suami tak cukup kuat dalam rumah tangga mereka.
Dari kenyataan yang kita hadapi ini, ternyata kita perlu menyiapkan anak kita agar betul-betul siap
menikah jika waktunya tiba, betul-betul tahu apa konsekuensi menikah, betul-betul kuat alasan
mereka untuk menikah, dan betul-betul paham perannya ketika sudah menikah.
Karena menikah bukan hanya tentang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan, lebih
besar dari itu, menikah adalah tentang ibadah yang menggenapkan agama. Menikah adalah
tentang meneruskan kemanusiaan dan membangun peradaban yang lebih baik untuk masa
depan.

23

G14. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 2 yaitu Menjadi Suami Istri


yang Baik (2/5)
Semakin tingginya angka perceraian yang terjadi, telah menyadarkan kita bahwa kita
bertanggungjawab menyiapkan anak-anak kita untuk menjadi suami istri yang baik bagi
pasangannya. Mereka perlu memahami apa konsekuensi menikah dan apa saja perannya ketika
sudah menikah.
Ah nanti saja, kalau sudah waktunya tiba, masih kecil begini bagaimana mempersiapkannya?,
pikir kita. Ternyata, mempersiapkan anak kita untuk menjadi suami dan istri dimulai sejak kecil.
Sejak kapan? Sejak ia memiliki kemampuan belajar.
Anak kita belajar apa saja dan dari siapa saja. Dimulai dari melihat sekelilingnya, kemudian
meniru. Dan apa yang dilihat dan ditiru itu, jika ia pelajari berulang-ulang,akan direkam dalam
memori jangka panjangnya. Jadi, tepat sekali bahwa mendidik anak menjadi suami istri yang baik
bermula dari keteladanan.
Ayah adalah mahaguru untuk mata kuliah suami yang baik, dan Bunda adalah profesor untuk
mata kuliah istri yang baik.
Apa saja yang dipersiapkan dari anak untuk menjadi suami dan istri?Yang paling utama adalah
perkuat konsep diri anak. Yaitu dengan :
1. Bantu anakmengenali indentitas seksual (gender)-nya. Mulai dari memberikan nama
yang jelas membedakan laki-laki dan perempuan, membelikan pakaian yang sesuai
gendernya, memperlakukan laki-laki dan perempuan berbeda, seperti berbicara lebih
lembut pada anak perempuan agar naluri keperempuanannya tumbuh dan berbicara lebih
tegas pada anak laki-laki agar naluri kelaki-lakiannya juga tumbuh.

2. Bantu anak mengenali, mengidentifikasi, dan merespon perasaannya agar ia belajar


berperilaku sesuai kondisi. Misalkan saat anak kita menangis karena tidak kita belikan es
krim, ajak anak mengenal dan mengidentifikasi perasaannya dengan bertanya, Adek
kecewa ya karena ga Bunda beliin es krim?.Mungkin anak kita menunjukkan wajah
bingung dan terus menangis. Tidak apa-apa, katakan padanya dengan tenang, kecewa itu
kalo Adek ingin protes pada Bunda karena tidak memperoleh apa yang Adek inginkan.
Kemudian peluk dia sambil mengatakan, Bunda ga kasih Adek es krim karena Bunda
sayang. Adek sedang sakit, nanti makin parah sakitnya.Nanti kalo sudah sembuh, Adek
boleh makan es krim lagi.

3. Bantu juga anak mengenal kebutuhan diri dengan banyak berdialog menggunakan
kalimat tanya. Contoh, pada saat orangtua merasa anaknya harus makan, gunakan

24

kalimat bertanya, sudah lapar, Nak?, bukan dengan kalimat perintah, Makan ya, Nak.
Nanti kamu sakit. Dengan kalimat bertanya, anak akan mengidentifikasi dirinya apakah ia
merasa lapar atau tidak. Kemudian anak akan belajar mengutarakan apa yang
dirasakannya, apakah saat itu perlu makan karena kebutuhan atau tidak. Selanjutnya anak
akan belajar berpikir dan membuat keputusan apakah ia akan makan atau tidak. Memang
terkesan lama, namun proses ini sangat diperlukan anak agar ia terbiasa untuk berpikir
membedakan keinginan dan kebutuhannya.

25

G15. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 2 yaitu Menjadi Suami Istri


yang Baik (3/5)
Selain memperkuat konsep diri, untuk menjadi suami dan istri yang baik, anak kita perlu memiliki
kemampuan komunikasi asertif yang terbuka dan dua arah. Ayah Bunda dapat memulainya
dengan memberikan teladan dari bagaimana kita berkomunikasi dengannya dan dengan
pasangan kita.
Membiasakan seluruh anggota keluarga menerima perasaan dan berempati pada perasaan orang
lain juga merupakan kemampuan yang perlu ditanamkan, agar anak kita menjadi suami dan istri
yang memahami dan berempati pada perasaan pasangannya. Pada prinsipnya, perasaan adalah
hal yang perlu untuk dibicarakan.
Biasakan untuk menyelesaikan masalah dengan diskusi menggunakan kalimat yang baik dan
intonasi yang tepat. Jika ayah dan bunda sedang dalam masalah, tunjukkan pada anak bahwa
orangtua bekerjasama menyelesaikan masalah. Anak boleh dilibatkan dalam diskusi saat orangtua
menyelesaikan masalah. Begitu pula saat anak sedang bermasalah dengan saudaranya atau
dengan orangtua.
Misal, jika anak kita bertengkar dengan saudaranya, ajak anak kita untuk berbicara dengan tenang
dan tidak berteriak. Beri contoh dulu dari orangtua yang berbicara tenang dan tidak berteriak pada
anak jika ada anak sedang bermasalah. Ajarkan anak untuk mendengarkan dan merima perasaan
oranglain. Gunakan kalimat bertanya untuk menyelesaikan masalah bersama, tanyakan pada
anak apa yang sebaiknya dilakukan untuk menyelesaikan masalah mereka. Biarkan anak
menyelesaikan sendiri masalahnya, bukan diambil alih dan diselesaikan oleh orangtua.

26

G16. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 2 yaitu Menjadi Suami Istri


yang Baik (4/5)

Sebelumnya kita telah membahas bahwa hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mendidik anak kita
menjadi suami dan istri yang baik adalah dengan menguatkan konsep dirinya (termasuk
identifikasi seksual (gender), mengenal dan merespon perasaannya, mengenal kebutuhan diri)
dan komunikasi asertif yang terbuka dan dua arah. Selain itu, anak kita juga berhak
mendapatkan ilmu tentang komitmen dan tanggungjawab.
Komitmen dan tanggungjawab adalah salahsatu pilar utama bangunan pernikahan. Memang
Tuhan telah berjanji akan mengaruniakan kasih sayang pada pasangan yang bertakwa, bentuk
takwa tersebut salahsatunya adalah komitmen kepada pasangannya. Seseorang yang
berkomitmen akan memegang teguh janji suci yang ia pernah ucapkan.
Laki-laki yang berkomitmen akan teguh memegang tanggungjawab atas keluarganya, perempuan
yang berkomitmen akan setia membantu suaminya menjalankan tanggungjawab yang
diembannya.
Mulai dari mana mendidik anak tentang komitmen?
Mulai dari mengajarkan padanya bahwa selain ada hak, ada juga kewajiban. Misal, anak kita
punya hak untuk bermain. Namun, ia juga punya kewajiban untuk merapikan mainannya kembali
setelah dipakai. Anak kita punya hak untuk bersepeda, namun ia juga punya kewajiban mencuci
sepeda di akhir pekan agar sepeda tersebut terawat dan awet.
Komitmen juga tentang mengambil resiko atas pilihannya sendiri sampai tuntas. Boleh dimulai
dengan memberi kesempatan pada anak untuk berfikir, memilih, dan mengambil keputusan
bagi dirinya sendiri.
Untuk anak balita kita misalnya dengan membolehkan ia yang memutuskan jenis menu dan jumlah
porsi makanannya sendiri, dengan kesepakatan di awal bahwa ia punya konsekuensi
menghabiskan makanan tersebut. Jika anak kita tidak menghabiskan, jangan dibantu habiskan.
Biarkan saja dan beri jeda. Kita hanya ingatkan bahwa makanan tersebut harus tetap habis.
Semakin meningkat seiring bertambahnya usia anak kita.
Ajarkan anak untuk menyelesaikan sendiri masalahnya tanpa dibantu orangtua. Ketika anak
batita kita kesulitan mengancingkan baju atau menalikan tali sepatu, tahan diri untuk berkata Sini
Bunda bantu, sini sama Ayah. Duduk disampingnya dan beri tips untuk melakukan dengan lebih
baik. Liat Ayah, Ayah kasih contoh ya biar lebih mudah. Gaya sini Bunda bantu mematahkan
kesempatannya untuk belajar dan merasa dirinya mampu. Kelak ia akan terus mengandalkan
oranglain untuk menolongnya atau bahkan merasa dirinya tidak bisa apa-apa.
Untuk anak yang lebih besar, minta pendapatnya ketika akan mendaftar sekolah, misalnya.
Orangtua cukup memberi alternatif sekolah yang akan dimasuki dan terus berdiskusi dengan anak,
sedangkan pengambilan keputusan melalui musyawarah dengan melibatkan pendapat anak.
Dengan ini anak kita punya kesempatan untuk berfikir, memilih, dan mengambil keputusan.
Sehingga, jika kelak ada kejadian tidak menyenangkan di sekolah, anak kita belajar arti

27

menyelesaikan masalah sendiri (tanpa dibantu orangtua) atas dasar komitmen terhadap
keputusan. Kita siap sedia saja menjadi konselor yang bijaksana, bukan mengambil alih
penyelesaian masalah.

28

G17 Tujuan Pengasuhan: Blueprint 2 yaitu Menjadi Suami Istri


yang Baik (5/5)

Family is the ultimate teamwork. Keluarga adalah bentuk kerjasama paling tinggi. Dan
kekompakan adalah kekuatan utama dalam keluarga. Bahkan, orang bijak berkata, kepala
keluarga baru bisa dikatakan sukses jika ia mampu membuat keluarganya kompak.
Kunci kekompakan dalam keluarga terletak pada kekompakan kepala keluarga dan manajernya,
suami dan istri, dalam sebuah sistem yang dibuat oleh kepala keluarga.
Mendidik anak kita agar menjadi suami dan istri yang baik dapat dimulai dari menciptakan kultur
kerjasama dari keluarga kita sendiri, sehingga anak-anak kita bisa meneladani dan
menerapkannya pada keluarganya kelak.
Selenggarakan rapat keluarga minimal sebulan sekali untuk membahas target keluarga secara
umum, target pribadi setiap anggota keluarga, pencapaian yang sudah diperoleh, evaluasi
menyeluruh baik dari sisi spiritual, intelektual, sikap, dan target pribadi setiap anggota keluarga,
serta memberikan dukungan dan apresiasi terhadap anggota keluarga yang berhak
mendapatkannya.
Buat project bersama dan bicarakan dalam rapat keluarga. Misalnya, project memilah sampah.
Tentukan siapa kepala project, seluruh anggota keluarga bekerjasama menyukseskan project
bersama tersebut. Evaluasi setiap sebulan sekali mengenai keberjalanan project tersebut,
misalnya.
Apakah di rumah Ayah Bunda ada pembagian tugas harian? Membagi tugas harian adalah cara
paling mudah menerapkan konsep kerjasama dalam keluarga. Ayah Bunda boleh menuliskan
pekerjaan-pekerjaan rumah yang harus di selesaikan bersama.
Rapat keluarga juga untuk bermusyawarah dan menentukan pekerjaan apa menjadi
tanggungjawab siapa. Biarkan anak-anak memilih pekerjaan apa yang akan diambil dan biarkan
ia bertanggungjawab terhadap pilihannya. Pada prakteknya nanti, mungkin si kakak berhalangan.
Disinilah letak kerjasamanya, ketika si kakak mendelegasikan tugas kepada adik dengan bicara
baik-baik, dan si adik rela membantu kakak yang sedang berhalangan.
Ajarkan anak kita untuk saling membantu dan menawarkan bantuan jika melihat anggota
keluarga lainnya sedang kesulitan, kakak membantu adik mengerjakan PR, adik membantu tugas
harian kakak menyiram bunga, ayah membantu bunda mencuci baju, bunda membantu ayah
mencuci mobil. Dengan membiasakan anak bekerjasama, anak tidak segan membantu
pasangannya saat pasangannya sedang berhalangan mengerjakan tugasnya.

29

G18. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 3 yaitu Menjadi Ayah Ibu


yang Baik (1/4)
Ayah Bunda, apa yang kita lakukan ketika akan menghadapi ujian saringan masuk universitas atau
tes masuk kerja? Yup, kita persiapkan dengan sangat baik. Kita mencari informasi sebanyakbanyaknya mengenai tes, membeli buku latihan soal, berlatih dengan giat, sampai kita
mengalokasikan isi dompet kita, khusus untuk les agar skor kita baik.
Masuk universitas dan menjadi mahasiswa akan ada lulusnya, diterima bekerja dan menjadi
karyawan juga akan ada resign-nya. Bagaimana dengan menjadi orangtua? Apakah menjadi ayah
dan ibu ada masa berhentinya? Oh ternyata tidak. Lalu bagaimana persiapan kita menghadapi
peran yang hanya dibatasi oleh umur ini?
Hasil survey yang dilakukan di kota Jakarta kepada para ibu muda menyatakan bahwa 7 dari 10
ibu muda baru mempelajari hal terkait pengasuhan anak setelah bayi lahir dan sisanya
mempelajari sejak awal kehamilan. Ayah bunda mempersiapkan cara mengasuh anak
berbarengan dengan tumbuh kembang anak kita. Andai waktu dapat berputar kembali, ingin
sekali kita mengulang usia anak atas kurangnya ilmu kita saat mengasuhnya.
Perasaan kita ini cukup menjadi cermin, bahwa kita perlu menyiapkan mereka menjadi ayah dan
ibu jauh hari sebelum mereka menikah karena tantangan zaman sudah jauh berbeda. Teknologi
selain memberi manfaat yang sangat banyak, punya sedikit resiko namun fatal jika diabaikan.
Mendidik anak di Era Digital kini jauh menantang daripada di masa kita atau masa orangtua kita.
Sejak kapan kita bisa mempersiapkan anak untuk menjadi orangtua yang baik nantinya? Sejak
anak kita mulai belajar dari mendengar, kemudian melihat, kemudian mencontoh, dan pada
saatnya nanti ia akan berpikir. Maka, anak kita sudah bisa mulai belajar menjadi ayah dan ibu yang
baik sejak kecil melalui keteladanan dan pembiasaan yang diberikan orangtuanya. Anak laki-laki
kita mulai belajar menjadi penentu Garis Besar Haluan Keluarga (GBHK) dari ayahnya, dan anak
perempuan kita bisa belajar menjadi manager keluarga dari ibunya.
Membangun keluarga bukan hanya tentang menyatukan dua pasang anak manusia, namun juga
tentang meneruskan kemanusiaan, mendidik generasi dan menunaikan tanggungjawab duniaakhirat.

30

G19. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 3 yaitu Menjadi Ayah yang


Baik (2/4)
Pernahkah Ayah Bunda memiliki teman yang ayahnya keras mendidik? Kata ayahnya A, harus
nurut. Pilih sekolah, pilih kampus, pilih karir, sampai urusan pilih jodoh! Jika tak mengikuti katakata ayah, di-cap anak pembangkang. Masih terasa ada nada sedih tak berdaya meski dikuatkuatkan dari bibirnya jika ia mengenang memori tentang sang ayah.
Pernah juga kah Ayah Bunda memiliki teman yang sangat dekat dengan ayahnya? Ketika
menceritakan masa kecilnya yang dipenuhi kenangan menyenangkan beribadah dipimpin
ayahnya, bermain dengan ayahnya, mencuci mobil dengan ayahnya, jalan-jalan sore dengan
ayahnya, momen pertama ke sekolah diantar ayahnya, mata teman kita itu begitu berbinar-binar
bahkan sesekali menyeka air mata rindu. Tak heran jika kemudian teman kita itu menjadikan
ayahnya sebagai ukuran dalam menentukan pasangan hidup.
Dari dua gambaran di atas, tentu kita menginginkan anak kita menjadi ayah yang dikenang baik
oleh cucu kita kelak. Karena mendidiknya menjadi ayah yang baik bukan tentang bukti
keberhasilan kita sebagai orangtua, namun sebagai bukti kasih sayang kita padanya. Bukankah
jika kita mendidiknya menjadi ayah yang baik, ia memiliki kesempatan lebih besar untuk memiliki
keluarga yang bahagia dan mendapat pahala dari cucu kita?
Agar menjadi ayah yang baik, selain mengandalkan instingnya sendiri, anak kita perlu
dipersiapkan kemampuannya sedikit demi sedikit sejak kecil. Dalam keluarga, ayah adalah
pendidik anak dan istrinya. Maka, kita perlu mempersiapkan ia memiliki kemampuan berikut :

Ketaatan pada Allah

Mengajarkan saling menghargai dan menghormati

Kekompakan dalam keluarga, kerjasama, kasih sayang

Membentuk nilai dan kultur keluarga

Ketaatan pada Tuhan


Ketika anak kita berperan sebagai ayah, ia akan ikut mempertanggungjawabkan perilaku dan
keimanan istri dan anaknya. Pada masanya nanti, perbuatan yang dilakukan oleh anak dan
istrinya akan mempengaruhi perhitungan amalnya. Agar ia mampu mendidik anak istrinya agar
taat pada Tuhan, didik ia menjadi hamba yang taat dan bertakwa.
Mendidik ketakwaan bermula dari keteladanan dan pembiasaan, alih-alih memerintah. Jika Ayah
Bunda ingin anak kita rajin beribadah, ajak ia beribadah bersama kita sejak ia bisa melihat.
Tunjukkan padanya bahwa ibadah bukan hanya tentang kewajiban yang perlu digugurkan, namun
kebutuhan yang membuat kita bahagia. Mungkin awalnya ia tidak mengerti, lama-lama ia akan
penasaran dan kemudian mengikuti.

31

Perlihatkan juga kepadanya bahwa ibadah adalah hal yang menyenangkan. Mengajarkan ketaatan
dan nilai agama kepada anak-anak harus sangat hati-hati. Jika ia memaknainya dengan
menyenangkan, ia akan menyenangi nilai-nilai penghambaan. Namun jika ia memaknainya
dengan keterpaksaan dan tekanan, bisa jadi Tuhan lah yang dijauhinya, bukan kita. Penting untuk
diingat oleh kita, mengajarkan ibadah dan nilai agama kepada anak adalah agar ia SUKA,
bukan BISA. Kelak jika ia sudah suka, ia akan mendalami sendiri ilmu-ilmu yang bahkan kita
sendiri akan belajar darinya.

32

G20. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 3 yaitu Menjadi Ayah yang


Baik (3/4)
Kita sudah bersepakat bahwa anak kita perlu dipersiapkan kemampuannya sedikit demi sedikit
sejak kecil agar menjadi ayah yang baik, selain ia mengandalkan instingnya sendiri. Agar berperan
baik sebagai pendidik keluarga, bersamaan dengan mendidiknya mengenai ketaatan, kita perlu
mendidik anak laki-laki kita sikap saling menghargai dan menghormati, kerjasama, dan kasih
sayang.
Bukan dari kata-kata, tapi dari teladan. Karena ketaatan dan sikap adalah hal yang tidak bisa
diajarkan dengan kata-akata, namun ditularkan lewat kebersamaan.
Anak kita belajar menghargai, menghormati, kerjasama, dan berkasih sayang dari cara kita bicara
dan bersikap kepadanya, juga dari apa yang dilihatnya dari orangtuanya, saudara, teman
sepermainan, orang-orang yang pernah ditemuinya dan apa yang dilihatnya dari media. Mana
yang pengaruhnya lebih kuat dan berulang-ulang anak kita saksikan, itulah yang menjadi teladan
baginya.
Sejak usianya beranjak 7 tahun, anak laki-laki kita perlu lebih dekat dengan ayahnya. Dikarenakan
ia perlu mendapat pengalaman lebih banyak tentang peran laki-laki sebagai ayah dan pendidik
keluarga dari mencontoh ayahnya. Ia perlu belajar menjadi penentu nilai dan kultur dalam
keluarga dari teladan ayahnya.
Apa saja nilai dan kultur keluarga yang perlu ayah tularkan kepada anak laki-lakinya?

Tentang Kesehatan dan Kebersihan


Ayah selaku pembuat kebijakan di rumah bisa membuat program Beberes Rumah di
rapat keluarga. Menyediakan tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan
sampah basah, dan menentukan bahwa sampah dibuang di tempat masing-masing. Tentu
saja ayah juga mencontohkan dalam pelaksanaannya.
Ayah juga boleh mengajak anak-anak berdiskusi menentukan kegiatan rutin harian, kapan
anak-anak harus sudah mandi dan berapa kali sehari. Ingat untuk selalu memberi
penjelasan kepada anak mengapa ayah menentukan aturan demikian.

Tentang Tanggung Jawab dan Integritas


Ayah adalah contoh terdekat untuk bab tanggung jawab integritas bagi anak laki-laki.
Dimulai dari padunya pikiran, perkataan, dan perbuatan yang tercermin dalam kejujuran
dari hal terkecil, misalnya jujur berkata Ayah belum tau jawabannya, Ayah cari tahu dulu,
besok Ayah jawab ya ketika anak menanyakan sesuatu yang sulit dijawab saat itu,
menepati janji ketika kita berjanji pulang tepat waktu atau jalan-jalan dengan ayah,

33

meletakkan kembali handuk basah di tempatnya, mengembalikan barang-barang yang


digunakan ke tempat semula, dan contoh-contoh kecil lain yang dapat ditiru langsung oleh
anak.

Tentang Peran Sosial


Dalam lingkungan bertetangga, umumnya ayah sebagai kepala keluarga dituntut untuk
lebih aktif berperan dibandingkan ibu. Bahkan nama ayah lebih dikenal masyarakat
dibandingkan nama ibu. Coba kita perhatikan, sudahkah anak kita memiliki kecerdasan
sosial yang cukup untuk usianya?
Ayah dapat mengajak anak laki-laki kita ikut kerjabakti atau ibadah yang memungkinkan ia
bertemu dengan banyak orang, sehingga ia terbiasa dan percaya diri ketika berinteraksi
dengan orang lain. Kenalkan anak laki-laki kita dengan tetangga, sebut ia dengan
panggilan pujian dan ungkapan kebanggaan kita tentangnya

Tentang Ekspresi Emosi dan Bagaimana Seorang Laki-laki Bersikap


Anak laki-laki belajar menjadi lelaki dewasa dari ayahnya. Terutama mengenai pola pikir
dan sikap. Anak laki-laki kita belajar mengolah rasa dan mengekspresikannya dengan tepat
dari mengkopi tindak-tanduk ayah, karena otak laki-laki akan lebih mudah meniru cara
kerja otak laki-laki. Hal ini disebut juga Left brain to left brain communication. Sehingga,
untuk anak laki-laki, pesan ayah lebih menancap dari pesan bunda.

Anak laki-laki belajar menjadi suami dan ayah dari ayahnya. Jika perempuan dipandang dari
kasihsayangnya, laki-laki dihargai dari tanggungjawabnya. Banyaknya perceraian yang
disebabkan tiadanya tanggungjawab laki-laki sebagai ayah dan suami, cukup menjadi pelajaran
agar ia disiapkan jauh hari hingga masanya tiba.

34

G21. Tujuan Pengasuhan: Blueprint 3 yaitu Menjadi Ibu yang


Baik (4/4)
Sejak pertama kali istilah parenting diperkenalkan di Indonesia 13 tahun lalu, kini banyak orangtua
yang semakin menyadari bahwa pengasuhan orangtua mutlak diperlukan terutama di Era Digital
saat ini. Terutama pada orangtua muda yang lahir di Era 80an.
Menjamurnya komunitas parenting dan bermunculannya penggerak pengasuhan yang mayoritas
diprakarsai dan dijalankan oleh ibu muda, menjadi bukti nyata bahwa perempuan masa kini aktif
belajar dan berbagi mengenai bagaimana menjadi orangtua yang terlibat sepenuhnya dalam
tumbuh kembang anak, menjadi orangtua yang involve.
Gaya ibu yang seperti mesin ATM dirasa sudah sangat kuno dan ketinggalan zaman. Bisa jadi hal
ini juga didorong oleh kebutuhan dan kesadaran dari dalam diri, bahwa pengasuhan memang
perlu dipersiapkan sejak jauh hari.
Seperti anak laki-laki kita yang menjadikan ayahnya sebagai mentor dan mahaguru bagaimana
perannya sebagai suami dan ayah, Bunda adalah profesor bagi anak perempuan kita belajar
menjadi istri dan ibu. Ia belajar apa saja peran ibu dari bagaimana ibunya mendidik anak-anaknya
dan menirunya.
Lebih sederhana daripada peran Ayah, peran Ibu hanyalah memastikan nilai-nilai yang
disepakati dalam keluarga dijalankan dan memastikan ayah tetap menjalankan perannya
dengan baik. Turunan dari dua hal ini akan sangat banyak dan detail serta relatif tergantung
masing-masing keluarga, itulah mengapa Ibu kerap kali disebut Unit Pelaksana Teknis. Dua hal ini
bukanlah sesuatu yang bisa diajarkan dengan lisan, tapi seperti memasak, anak perempuan kita
bisa mengikuti dari melihat ibu dalam keseharian.
Miliki waktu bersama serta waktu berdua saja dengan anak perempuan kita untuk mengajarkan
kepadanya berbagai hal yang perlu dikuasai perempuan dalam mengelola keluarga. Tularkan
bagaimana cara mendidik anak dari bagaimana kita mendidiknya pada sesi kebersamaan
tersebut.
Sudahkah Ayah Bunda memiliki nilai-nilai keluarga yang disepakati dan waktu yang cukup untuk
menularkan hal-hal baik di rumah kita kepada anak-anak?

35

G22 Tujuan Pengasuhan: Blueprint 4 yaitu Siap Bermanfaat


bagi Diri Sendiri dan Masyarakat dengan Professional (1/3)
Kadang, tanpa sadar kita mendidik anak untuk hari ini saja : tak terbayang apa yang akan terjadi
padanya di kemudian hari dari perlakuan kita padanya hari ini. Padahal, mengasuh itu seperti kita
menyemai benih, benih apa yang kita tanam saat ini adalah apa yang akan kita panen di kemudian
hari.
Dalam rangka menyiapkan anak kita agar siap bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat
dengan profesional, tugas orangtua sebagai fasilitator adalah memberi kesempatan benih itu
tumbuh dengan baik sesuai ritmenya sendiri. Memberi kesempatan benih itu tumbuh alami karena
setiap penciptaan sudah pasti punya tujuan penciptaannya dari Sang Pencipta.
Fasilitator yang diberi amanah dari Sang Pencipta sebagai penanggungjawab benih ini bertugas
memastikan tanahnya subur, airnya pas, pencahayaan matahari cukup, dan menyiangi dari
rumput liar.
Pupuk yang diberikan cukup pupuk universal bukan pupuk khusus menumbuhkan akar,
menumbuhkan daun, menumbuhkan bunga, atau menumbuhkan buah. Karena saat kita dikaruniai
benih tersebut, kita tidak tahu kelak akan jadi apa benih tersebut bukan? Tunas yang baru tumbuh
ini seperti tak ada bedanya dengan tunas tanaman lain. Maka bersabarlah, jika ia tumbuh sehat,
kelak ia akan menunjukkan sendiri, tanaman apakah ia.
Artinya, yang perlu kita lakukan sebagai fasilitator adalah memberinya ruang yang baik untuk
tumbuh, menyediakan kesempatan seluas-luasnya, mengajarinya lifeskill umum yang perlu
dikuasai semua orang, mendampingi ia menikmati proses perjuangannya, memberinya
pemahaman dan kebijaksanaan mengenai dunia yang telah kita kenal lebih dulu, serta
mengajarkan anak bagaimana cara agar ia bisa melindungi dirinya sendiri dari kemungkinan halhal negatif. Tentu saja bertahap, kita perlakukan dan didik ia sesuai usianya.
Mudah-mudahan cara yang kita lakukan tepat untuk memfasilitasi ia dalam proses penemuan
dirinya. Kelak pada usia 12 tahun, anak yang mengenal dirinya akan lebih mudah mengenal di
bidang apa dia akan menyumbang karya pada dunia. Berkarya yang bukan hanya bekerja.

36

G23 Tujuan Pengasuhan: Blueprint 4 yaitu Siap Bermanfaat


bagi Diri Sendiri dan Masyarakat dengan Professional (2/3)
Mendidik anak agar siap bermanfaat bagi masyarakat dengan profesional dapat dimulai dari
membantunya menjadi pribadi yang otentik. Pribadi yang otentik adalah pribadi yang tahu betul
apa yang dia suka, apa yang dia mau, apa yang dia inginkan. Anak yang demikian akan menjadi
orang yang inisiatif dan solutif terhadap permasalahan yang ada dihadapannya.
Bagaimana caranya mendidik anak agar menjadi pribadi yang otentik?
Sebelumnya kita sudah sedikit singgung bahwa mengasuh anak laksana menyemai benih.
Sebagai fasilitator yang diamanahi merawatnya, kita perlu memberi ruang yang baik untuk tumbuh
dan menyediakan kesempatan seluas-luasnya sesuai usianya agar ia bebas bereksplorasi dan
mengalami sendiri proses penemuan dirinya.
Minimalisasi penggunaan kata jangan dan ganti dengan berbagai pilihan lain yang bisa ia
tentukan. Tentu saja kata Jangan tetap boleh digunakan untuk hal-hal yang prinsipil dan memang
harus menggunakan kata jangan, asal tidak berlebihan. Kata jangan berpotensi memangkas
kreatifitas dan imajinasi anak.
Secara fitrah, Tuhan telah meng-install rasa penasaran (curiosity) yang tinggi pada diri anak agar
ia memiliki alat untuk belajar dan memahami apapun dari dunia yang sama sekali baru baginya.
Bisa jadi anak kita penasaran tentang mesin cuci hingga bertahun-tahun, kemudian berganti ingin
tahu segala hal tentang tentara namun hanya dua pekan, lalu berganti lagi menyukai bunga
hingga berbulan-bulan. Maka, beri anak keleluasaan dalam menemukan ritme dan topik
pembelajaran yang ia minati, bukan orangtua yang menentukan anak harus belajar apa saja dan
kapan.
Alkisah, seorang anak tak sengaja melihat kepompong menempel di sela-sela batang tanaman di
halaman rumahnya. Dipanggilnya sang Bunda,
Bun, itu apa?.
Itu kepompong, Nak, jawab sang Bunda.
Kepompong itu apa?
Kepompong itu ulat yang akan berubah jadi kupu-kupu. Sekarang kan dia tertutup rapat begini,
nanti ujung bawah ini akan terbuka dan kupu-kupu akan keluar dari sini
Setiap hari anak itu melihat perubahan kepompong tersebut. Saat berangkat sekolah, pulang
sekolah, sebelum pergi main dengan teman-temannya, juga ketika pulang ke rumah. Sampai
suatu saat ia melihat kepompong tersebut merekah dan menyembul kaki kecil dari rekahannya.
Lama sekali ia mengamati. kasihan sekali, pikirnya. Ia menyangka kupu-kupu tersebut kesulitan
keluar dari kepompongnya. Satu jam berlalu, ia akhirnya mengambil gunting dan merobek
kepompong tersebut. Terbebaslah kupu-kupu tersebut dan terbang rendah. Namun, apa yang

37

terjadi, tiba-tiba kupu-kupu itu terbang rendah dengan sayap yang masih menguncup dan tak lama
kemudian rebah ke tanah.
Bunda, kupu-kupunya sakit, anak itu berlari menemui ibunya sambil membawa kupu-kupu kecil
tersebut. Tadi dia susah keluar kepompong, aku bantuin. Trus pas terbang cuma sebentar, dia
jatoh Bun
Sang Bunda tersenyum, Adek tadi bantu kupu-kupunya keluar ya? Dia bukan sakit, sayang. Dia
belum siap terbang. Dia perlu waktu untuk mengisi sayapnya dengan cairan penguat dan dia perlu
berjuang sendiri saat keluar dari kepompong agar cairan penguat tersebut mengalir sampai ujung
sayapnya. Dengan begitu sayapnya menjadi kuat
Adek salah ya Bun? Maaf ya kupu-kupu..
Sang Bunda memeluk, Adek jadi merasa bersalah ya? Salah karena tidak tahu itu boleh, Dek.
Adek baik hati banget. Perasaan adek lembut, makanya karena adek ga tahu, adek tolong kupukupunya.
Di masa belajarnya, mungkin anak kita melakukan kesalahan. Tetap terima perasaannya dan beri
apresiasi atas sisi positif yang dilakukannya, agar ia belajar menyikapi kegagalan dengan cara
yang positif. Penerimaan kita juga membuat anak kita tetap percaya diri dan mau melakukan hal
yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Anak yang otentik mempunyai ciri khas yang dapat kita kenali dengan mudah. Ia selalu
menanyakan apapun yang membuatnya penasaran. Binar matanya penuh rasa ingin tahu dan
tanpa beban. Coba kita lihat mata buah hati kita, terlihat?

38

G24 Tujuan Pengasuhan: Blueprint 4 yaitu Siap Bermanfaat


bagi Diri Sendiri dan Masyarakat dengan Professional (3/3)
Tantangan zaman kian beragam. Isu berkembang mulai dari isu lingkungan hingga isu yang
menyentuh ideologi. Kabar baiknya, anak kita memiliki peluang ruang berkarya dan berkreasi
semakin luas dari keragamanan pemikiran yang ada saat ini (dan mungkin yang akan datang).
Resikonya? Bisa jadi ada benturan nilai dan pemikiran antara apa yang anak dapatkan di rumah
dengan apa yang berkembang di masyarakat.
Contoh nyata, ketika di rumah anak mendapatkan pemahaman bahwa ia tidak boleh main game
yang mengandung konten kekerasan dan pornografi, namun teman-temannya setiap hari
mengajaknya dan tidak segan-segan mengejeknya karena tidak mau diajak main game bareng.
Anak kita dibilang cupu dan ga gaul karena tidak mengikuti perkembangan dan obrolan temantemannya.
Pada saatnya nanti, anak kita pasti pernah ada di situasi benturan pemikiran seperti ini dan secara
emosi tidak nyaman rasanya. Maka, kita perlu terus mendampingi dan membekali anak kita sejak
awal agar ia memiliki ketahanan prinsip, tidak asal ikut-ikutan.
Bagaimana caranya?
Didik anak kita menjadi pribadi yang bertanggungjawab, yaitu dengan membiasakan anak kita
berucap dan bersikap menggunakan landasan berpikir yang jelas, mengapa begini dan
mengapa begitu. Hal ini adalah salahsatu cara mematangkan Pre Frontal Cortex (PFC) anak kita.
Kita ingat kembali fungsi PFC adalah untuk berpikir kritis, kemampuan mengolah nilai dan moral,
mempertimbangkan sesuatu, memilih, dan mengambil keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Tangkap basah dan puji anak kita ketika ia berhasil mempertahankan prinsipnya. Hal ini adalah
validasi yang dibutuhkan anak bahwa dirinya sedang melakukan hal yang benar.
Ajak anak mengambil tanggungjawab dengan membagi pekerjaan di rumah (anak kita boleh
memilih sendiri apa tugas yang akan dilakukannya) dan membuat aturan (kesepakatan)
bersama, mengenani hal-hal apa saja yang seorang anak perlu patuhi dan apa konsekuensinya
jika ia melanggar.
Selalu gunakan landasan berpikir yang jelas saat keluarga membuat kesepakatan dan sampaikan
landasan berpikir tersebut pada anak kita. Anak akan belajar bertanggungjawab dari aturan dan
konsekuensi yang disepakati dengan landasan berpikir yang jelas. Orangtua (terutama Ayah)
sebagai penentu kebijakan wajib memastikan bahwa kesepakatan tersebut berjalan dengan baik.
Tidak ada pembagian peran siapa yang akan menjadi malaikat dan siapa penjahat, diantara Ayah
dan Ibu. Keduanya adalah malaikat yang tegas terhadap kesepakatan bersama.

39

G25 Peran Ayah Anak Kita Butuh Vitamin A


Adalah Steve Job, pendiri Perusahaan Raksasa Apple. Dalam biografi yang ditulis oleh Walter
Isaacson (yang juga penulis Biografi Albert Einstein), diceritakan bagaimana kehidupan pribadi
Steve Jobs. Steve Jobs adalah seorang laki-laki campuran Suriah-Amerika. Ayah kandungnya
yang bernama Abdulfattah Jandali adalah seorang profesor ilmu politik dan ibunya yang
berkebangsaan Amerika Serikat, Joanne Schieble, adalah seorang ahli patologi bahasa pidato.
Steve Jobs dibesarkan oleh orangtua angkatnya, Paul Reinhold Jobs dan Clara Jobs. Sejak kecil
Jobs tahu bahwa orangtua yang mengasuhnya bukanlah orangtua kandungnya. Namun, mereka
berdua sangat menyayangi Jobs. Berkat kasih sayang mereka yang begitu besar, Jobs tumbuh
menjadi pribadi yang kuat dan percaya diri. Jika ada orang yang menyebut Paul dan Clara dengan
sebutan orangtua angkat, tak segan Jobs akan membalasnya dengan berkata, mereka, 1 juta
persen adalah orangtuaku.
Dalam pengasuhan keluarga Paul, Jobs diberi kesempatan untuk bereksperimen dan
bereksplorasi apapun yang menjadi minatnya. Mereka terus memfasilitasi Jobs keterampilan yang
tidak pernah mereka tahu bahwa itu akan memberikan kontribusi bagi Jobs dalam menciptakan
warisan pada dunia.
Paul adalah orang pertama yang mengenalkan Jobs pada dunia elektronika. Paul pernah menjadi
seorang montir yang cerdas. Ia memperbaiki mobil rusak yang kemudian ia jual kembali sehingga
mendapat uang lebih banyak. Ia acapkali mengajak Jobs ketika membetulkan mobil-mobil
tersebut. Saat ini lah Jobs mulai mengenal dunia permesinan dan elektronika.
Ketika ia memimpin Apple, ia adalah seorang pemimpin yang visioner, idealis, kreatif, dan pantang
menyerah. Ia adalah inovator ulung, terlihat dari produk-produk Apple yang merupakan hasil
penemuan baru, bukan mencontoh atau menambahi fitur produk pesaing.
Berdasarkan wawancara Walter Isaacson terhadap keluarga dekat, kolega, partner, pesaing, dan
musuhnya, ada satu kekurangan Jobs yang paling menonjol. Jobs adalah orang yang sangat
pemarah. Dan dari semua orang yang diwawancari oleh Walter Isaacson, sifatnya yang meledakledak dan emosional ini akibat dari perasaan marah pada orangtua kandungnya. Ketika Jobs
diminta pendapatnya tentang orangtua kandungnya, ia hanya mengatakan, Mereka tak lebih dari
bank sperma dan sel telur belaka. Di akhir hayatnya Jobs mengakui bahwa ada perasaan
terbuang dan tidak diterima di lubuk hatinya yang terdalam.
Ada ruang dalam hati seseorang yang tidak bisa digantikan oleh siapapun. Ruang itu adalah milik
orangtua kandung. Meski Jobs mendapatkan pengasuhan yang sangat baik dari keluarga Paul,
kehampaan yang ia alami tak bisa dibohongi. Kehampaan yang berbuah kemarahan. Hingga akhir
hayatnya Jobs tidak pernah bertemu dengan ayah kandungnya.
Ayah bukan hanya pencari nafkah. Lebih dari itu, ia adalah pengisi ruang jiwa yang tak
tergantikan.

40

Namun, ada satu kondisi dimana posisi ayah menjadi dilema. Ketika ia harus terlalu lama di luar
rumah dan hampir tak punya waktu untuk bermain dengan anaknya, demi menjamin pendidikan
terbaik dan masa depan keluarga. kadang keadaan tidak memberikan pilihan. Jika tak bekerja
lebih lama, anak tidak bisa sekolah atau bahkan tidak bisa makan.
Dibalik perjuangan itu, selalu sempatkan kecup kening anak kita sebelum pergi bekerja. Jadikan
waktu-waktu yang tersisa menjadi waktu yang akan terus dikenang anak kita. Bicara lebih tenang
dan penuh kasih sayang. Lepas anak kita dengan pelukan.
Nilai kehidupan yang ayah katakan, jauh lebih dalam tertancap pada jiwa anak karena langkanya
kesempatan berbicara. Selalu luangkan waktu untuk memberi arahan dan nasehat. Meski sempit
pertemuan, selalu selipkan nama anak-anak kita dalam ibadah kita, semoga ia bertemu di ruang
doa.

41

G26. Peran Ayah: Vitamin A untuk Si Lanang


Sebelumnya, kita sudah menyimak kisah Steve Jobs dan masa lalu yang membentuk karakternya.
Kini kita bahas lebih mendalam Vitamin A (Ayah) bagi anak laki-laki. Mengapa penting berbicara
tentang Vitamin A? Karena tantangan zaman yang sudah jauh berbeda ini membutuhkan
suplemen Vitamin A karena Vitamin A memiliki peran sangat penting dalam tumbuh kembang
anak.
Di konten pertama, kita dapati banyak anak dan remaja kita terjebak dalam perbuatan asusila.
Dalam tesis ibu Diah Karim, S.E, M.Si (Trainer Senior Yayasan Kita dan Buah Hati) yang meneliti
keterkaitan antara peran ayah dan perilaku seks bebas pada remaja dan dewasa muda, dibuktikan
bahwa anak laki-laki yang kehilangan ayahnya lebih beresiko bersikap agresif, terjerat narkoba,
dan terjerumus seks bebas.
Selain itu, jika anak laki-laki kita kekurangan vitamin A, ia cenderung lebih cepat puber (sexually
active), lebih mudah terpengaruh apa kata teman dan bergabung dalam gang, dan cenderung
menemui kesulitan mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan di masa dewasa.
Mengapa?
Ayah adalah tokoh identifikasi seksual bagi anak laki-laki. Ayah adalah teladan utama
bagaimana menjadi laki-laki. Bagaimana laki-laki memperlakukan diri sendiri, bagaimana
mengelola emosi dan bersikap terhadap diri sendiri, bersikap terhadap orang lain, dan bagaimana
bersikap dan memperlakukan perempuan. Anak laki-laki juga belajar bahwa dirinya berbeda
dengan perempuan dari ayahnya bersikap kepadanya.
Selain itu, ayah adalah guru utama yang wajib mendampingi anak laki-laki menghadapi
pubertas. Tentu saja ayah, ayah lebih tahu seputar pubertas laki-laki. Ayah berkewajiban
menjelaskan kepada anak apa yang dimaksud dengan mimpi basah, bagaimana ciri-cirinya. Ayah
juga wajib menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan mimpi basah, apa yang dilakukan
ketika mimpi basah, dan apa konsekuensi setelah anak mengalami mimpi basah.
Ayah wajib menyiapkan hal ini sebelum anak laki-laki kita mengalami pubertas. Berdasarkan
penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati terhadap lebih dari 2000 anak SD kelas 4, 5, dan 6,
ternyata 25 dari 100 anak laki-laki kita sudah mengalami mimpi basah. Artinya, Ayah harus mulai
menyiapkan anak laki-laki kita memasuki masa puber sejak kelas 3 SD.
Seperti sudah pernah dijelaskan dalam bab Tujuan Pengasuhan, ayah juga berkewajiban
mempersiapkan anak laki-laki menjadi suami dan ayah. Karena kualitas laki-laki akan diukur
dari kualitas keturunannya.
Vitamin A bagi anak laki-laki juga berfungsi menumbuhkan rasa percaya diri, sikap humoris,
mudah bergaul, lebih mudah mengelola kekecewaan, dan terbukti mendapat nilai yang lebih bagus
di sekolah.

42

G27. Vitamin A untuk Si Gadis Kecil.


Anak perempuan yang tumbuh tanpa peran ayah, akan berbeda dengan yang tumbuh dengan
peran ayah yang memadai. Tapi tidak banyak yang tahu apa saja bedanya. Oleh karena banyak
dari kita tidak tahu, maka banyak keluarga yang secara sadar ataupun tidak sadar mengambil
keputusan-keputusan yang menjauhkan ayah dari anak perempuannya. Ini tentu keputusan
beresiko.
Iyanla Vanzant dalam acara TV Life Class : Daddyless Daughters, menjelaskan bahwa secara
garis besar, anak perempuan yang tumbuh tanpa peran ayah akan merasakan 7 perasaan (7 Uns)
ini :
1. Unwanted (saya tidak diinginkan),
2. Unloved (saya tidak dicintai),
3. Unloveable (saya memang sulit untuk dicintai),
4. Unacceptable (saya tidak bisa diterima),
5. Unimportant (saya tidak penting)
6. Unattractive (saya tidak menarik),
7. Unworthy (saya tidak berharga)
Kita mulai dari yang paling dasar dan awal, ketika anak masih bayi. Ketika anak perempuan ini
terlahir ke dunia, siapakah lelaki pertama yang dia kenal ? Ayahnya. Ayah adalah pembawa pesan
pertama tentang laki-laki dalam hidup si anak perempuan. Seiring pertumbuhannya, anak
perempuan akan belajar bagaimana sebenarnya sosok laki-laki itu, melalui ayahnya. Dia juga
belajar bagaimana interaksi laki-laki dengan perempuan, melalui relasi ayah dengan ibunya, dan
relasi antara ayah dengan dia sendiri.
Bagaimana pun karakter ayah, baik ataupun buruk, di alam bawah sadarnya anak perempuan
akan mengeset karakter itu menjadi standar baginya dalam menilai dan memilih laki-laki dalam
hidupnya kelak. Apa yang ayah tampilkan setiap hari pada anak perempuan, menjadi pesan
berantai yang terus menguatkan pola pikir anak tentang standar laki-laki tersebut.
Ayah dengan fitrahnya sebagai laki-laki, mampu memberi arahan hidup, memasang prinsip, dan
mengokohkan keluarga. Bagi anak perempuan, fungsi ayah ini sama seperti fungsi tembok
bendungan. Tembok menjaga air di dalam, memberi batas dan ruang. Ayah pun demikian, menjadi
penjaga anak perempuan melalui arahan hidup, prinsip dan nilai keluarga, serta kekokohan
teladan. Anak perempuan tanpa peran ayah, akan seperti bendungan yang temboknya jebol, isi air
keluar tanpa kendali, dan merusak fungsi dasar bendungan itu sendiri. Anak tersebut akan
kehilangan koridor bergerak, sehingga emosi di dalamnya berpotensi lepas kendali dan mencari
pegangan pada sesuatu yang salah. Kekosongan dalam jiwa anak ini juga memaksa anak ini
tumbuh mencari-cari kasih sayang dari laki-laki lain, sehingga rentan menjadi korban laki-laki tidak
baik.

43

Dampak ketiadaan ayah juga terbukti dari kondisi biologis anak perempuan. Dr. Bruce Ellis dari
University of Canterbury meneliti 173 keluarga dan mencari hubungan antara kondisi ayah dengan
pubertas anak perempuan. Anak perempuan tanpa kehadiran ayah, memasuki masa menstruasi
lebih cepat daripada anak dengan ayah yang aktif terlibat. Pubertas yang lebih cepat ini dikaitkan
dengan meningkatnya hormon feromon pada anak perempuan, hormon yang menarik lawan jenis
secara seksual.
Psikolog, Sarah E. Hill dari Texas University menjelaskan ketika anak perempuan tumbuh tanpa
kehadiran ayah, maka alam bawah sadarnya akan meyakini bahwa laki-laki akan pergi, pasti tidak
akan awet lama dengan saya, maka semakin cepat saya menemukan laki-laki akan semakin baik.
Meski pikirannya sama sekali tidak menyadari ini, tapi tubuhnya telah mengambil alih duluan
dengan memutuskan untuk masuk masa puber lebih awal, hormon hormon wanita dewasa matang
lebih awal. Matangnya tubuh anak perempuan terlalu dini, disertai kekosongan jiwa karena haus
kasih sayang ayah, ditambah tidak adanya prinsip pegangan hidup, menjadikan anak perempuan
bisa terbawa ke berbagai kondisi buruk, dan merusak fungsi dasarnya sebagai wanita, yaitu tiang
agama dan tiang negara.
Maka kehadiran ayah dalam peran yang baik sebagai suami dan sebagai ayah menjadi tugas
maha penting yang mampu menyelamatkan hidup anak perempuannya kelak. Ayah, jadilah
engkau panutan dan contoh bagiku, agar kelak aku mampu memilih laki-laki sebaik engkau untuk
jadi pendampingku.

44

G28. Parenting is About Wiring (1/2)


Pernahkah Ayah Bunda memiliki teman atau kenalan yang fobia sesuatu yang aneh? Bukan
sesuatunya yang aneh, tapi fobianya yang aneh. Misal, fobia sayur, fobia nasi, fobia daging sapi,
dan semacamnya. Pernahkah bertanya mengapa mereka fobia dengan hal-hal yang menurut
sebagian besar orang justru normal atau bahkan favorit.
Pernahkah juga Ayah Bunda tiba-tiba merasa tersentuh, atau tenang, atau tertarik ke masa lalu
ketika mendengar lagu soundtrack masa lalu yang diputar di cafe atau radio atau mp3? Akhir
2014 lalu, jejaring sosial facebook sempat diramaikan dengan grup 80s & 90s yang bertambah
hingga 15ribu anggota baru perhari karena postingan foto atau meme yang membuat orang yang
lahir pada era tersebut merasa bernostalgia dengan masa kecilnya.
Mengapa ada orang yang fobia, mengapa kita mudah tersentuh ketika mendengar lagu lama yang
pernah menjadi penanda momen di masa lalu, mengapa ada 15ribu orang yang berbondongbondong bergabung dalam grup jejaring sosial untuk bernostalgia?
Sederhana saja, karena ruang memori di kepala kita menyala. Dengan demikian kita bisa
melihat peristiwa di masa lalu sekaligus merasakan emosi yang terjadi saat itu. Sayur di depan
mata, lagu Mungkinkah dari Stinky yang kita dengar, dan gambar kaset dan pensil bertuliskan
Jika Kamu Tahu Hubungan Antara Dua Benda Ini, Masa Kecil Kamu Bahagia adalah tombol
saklar yang menyalakan lampu ruang memori di otak kita, atau bahasa kerennya adalah
stimulus.
Ketika mendengar lagu Mungkinkah dari Stinky, kita bisa senyum-senyum sendiri karena
merasakan emosi saat masih muda dulu bukan? Hal ini disebut wiring. Wiring adalah proses
pemanggilan memori atau informasi yang direkam oleh otak atas kejadian atau hal yang terjadi
berulang-ulang. Informasi atau memori yang sudah menjadi kebiasaan, akan bergerak melalui
jalur kabel jaringan saraf di otak, dan akan muncul membentuk respon dan sikap seperti apa
yang kita lihat di ruang memori. Jika memori kita terhadap sesuatu adalah baik, respon dan
sikap kita akan seseuatu itu juga baik, dan sebaliknya.
Fobia sayur, mungkin perlu diperiksa apa ada memori mengerikan atau tidak nyaman yang
berkaitan dengan sayur sepanjang hidupnya.
Senyum-senyum sendiri saat mendengar lagu Mungkinkah dari Stinky, mungkin lagu tersebut
menemani kita saat cinta monyet dulu.
Tertawa hingga terpingkal-pingkal melihat postingan di grup 80s & 90s? Ya, masa kecil anda
memang sangat bahagia, setidaknya memori anda tentang Ksatria Baja Hitam dan Bibi Lung :)
Bagaimana dengan pengasuhan? Pengasuhan adalah proses pembentukan wiring di otak
anak kita. Jika kita mengasuhnya dengan baik, artinya kita sedang membentuk jalur kabel
dengan muatan memori yang baik. Mudah-mudahan akan baik pula ruang memori anak kita.
Ketika ruang memori anak kita dinyalakan, hal baik lah yang ia lihat, sehingga baik pula respon
dan sikap yang muncul dari memorinya.

45

Ibu Elly Risman, Psikolog dan Pakar Parenting dari Yayasan Kita dan Buah Hati pernah berkata,
Pengasuhan adalah proses pembentukan kebiasaan dan kenangan. Bagaimana anda
mengasuh anak kita akan terlihat hasilnya. Selamat menuai pada saat musim panen tiba.

46

G29. Parenting is About Wiring (2/2)


Seorang anak laki-laki 7 tahun pulang di tengah hujan dengan pakaian yang dekil bercampur
lumpur. Ia mengetuk-ngetuk pintu sejak 15 menit yang lalu, namun pintu rumahnya tak kunjung
dibuka. Karena sudah kedinginan, ia memberanikan diri masuk. Siapa sangka, belum selesai ia
mengepel bekas kakinya yang kotor, Sang Ibu keluar dari kamar mandi.
Sontak Sang Ibu berteriak keras, Duh Gustiiiiiiii.. yang bener aja, ini lantai baru Mama pel!!!.
Melihat wajah anaknya terkejut dan merasa bersalah, Sang Ibu langsung tersadar bahwa dirinya
salah bersikap. Mulutnya komat-kamit membaca doa sambil meraih handuk kering dan
menghantarkannya pada sang putra. Maafin Mama ya Nak, Mama ga sengaja, ucapnya sambil
memeluk sang putra.
Pernahkah saat emosi kita secara spontan bersikap tidak semestinya kepada anak kita? Berwajah
dingin misalnya, atau berteriak, mencubit, memukul? Namun setelah menyadari hal itu salah, kita
sangat menyesal.
Mari kita ingat-ingat, apakah kita pernah mengalami perlakuan yang sama? Diteriaki, dicubit,
dipukul, atau dikata-katai dengan kalimat yang tidak enak didengar oleh orangtua atau orang yang
berpengaruh di hidup kita?
Apa kaitannya? Mengapa hal ini dipertanyakan? karena pengasuhan diturun temurunkan. Kita
tidak ingin melakukan hal yang menyakitkan diri kita di masa lalu, namun masih tak sengaja
mengulangnya secara spontan. Apa yang terjadi?
Seperti sudah kita bahas sebelumnya, bahwa pengasuhan adalah proses pembentukan wiring
di otak anak kita. Kita yang di masa lalu berperan sebagai anak, juga sedang dibuatkan wiring
mengenai cara mengasuh dari cara orangtua mengasuh kita.
Semakin sering suatu informasi yang sama terbentuk menjadi memori, maka kabel jaringan saraf
di otak kita semakin kuat. Sehingga seperti jalan tol, mudah diakses dan cepat teringat untuk
menjadi sikap. Otomatis. Spontan.
Jika kita saat masih anak-anak dicubit atau diteriaki, otak kita hanya merekam memori tersebut.
Namun jika terbiasa dicubit atau diteriaki, memori dicubit atau diteriaki ini merambat melalui
kabel jaringan saraf di otak kita seperti mobil di atas jalan tol, sangat cepat membentuk reaksi.
Reaksi yang seperti apa? Seperti apa yang kita lihat di memori yang dihantar : dicubit atau
diteriaki. Sehingga, tanpa sadar kita mencubit atau meneriaki anak kita sebagai perilaku spontan.
Tidak sengaja.
Tentu kita ingin menjadi orangtua yang lebih baik dari hari ke hari. Jika Ayah Bunda memiliki
memori yang tidak menyenangkan di masa lalu, mari kita putus kabel jaringan saraf yang
terhubung ke ruang memori tidak menyenangkan tersebut. Bagaimana caranya?
Lakukan 5 S : Sadar Sabar Syukur Selesaikan Sahabat
Sadar. Yuk kita introspeksi diri, kita sadari memori tidak menyenangkan apa saja yang kita
miliki. Jika perlu, silakan ditulis, urutkan dan tentukan mana yang paling ingin Ayah Bunda putus
kabelnya.

47

Sabar. Mengingat memori tidak menyenangkan akan mengembalikan perasaan tidak nyaman
kita. Mungkin kita akan merasa marah kepada orangtua, atau diri sendiri, atau keadaan, atau
bahkan kepada Tuhan(?). Sabar adalah gunting pertama yang kita butuhkan untuk memutus
kabel tersebut. Kuatkan diri kita dengan terus mengatakan pada diri sendiri bahwa Tuhan
hanya akan memberikan cobaan sesuai kesanggupan hambaNya. Jika kita mengalami masa
lalu yang tidak menyenangkan, artinya kita dipercaya olehNya untuk menerima dan
menyelesaikan masa lalu tersebut. Kita membutuhkan sabar yang kuat karena pekerjaan ini
tidak mudah.
Syukur. Ketika Ayah Bunda hidup hingga hari ini dan membaca tulisan ini, ada alasan yang
sangat banyak untuk bersyukur. Bahkan kita perlu bersyukur karena melalui tulisan ini kita
mendapatkan cara yang Tuhan berikan untuk membantu kita menyelesaikan masa lalu kita. Ya,
kita memang punya 100 alasan untuk marah atau menyerah, namun sebelum melakukan hal
itu, hitung dulu berapa jumlah alasan untuk selalu bersyukur dan maju ke depan.
Selesaikan. Mari kita selesaikan satu persatu. Terserah kita akan menyelesaikan yang lebih
mudah atau yang lebih penting. Kita sendiri yang merasakan kekuatan kita. Bagaimana cara
menyelesaikannya? MaMaBi. Maafkan, Mohonkan ampunan bagi orang yang berkaitan
dengan masa lalu kita yang tidak nyaman, dan Bicarakan baik-baik apa yang kita rasakan dan
apa akibat perlakuannya, serta apa yang kita inginkan darinya. Memang sangat sulit untuk
ikhlas, namun ada balasan yang sebanding dari Tuhan jika kita mampu menyelesaikan hal ini.
Sahabat. Setelah melewati 4 proses S sebelumnya, bersahabatlah dengan masa lalu.
Berdamai. Bagaimana caranya? Ambil hikmah sebanyak-banyaknya dan jadikan pengalaman
sebagai guru. Dalam suatu episode, TV nasional mengundang seorang korban kekerasan
seksual yang kini menjadi pegiat dan aktivis pembelaan anak dari kekerasaan seksual. Orang
yang pernah menjadi korban sangat besar peluangnya menjadi pahlawan karena ia berbuat
bukan hanya karena ia tahu, tapi karena ia tahu rasanya.
Selesaikan diri kita, dan bersiaplah menjadi orangtua terbaik bagi anak-anak kita.
Be a great parent!

48

G30. Be A Great Parent


Ayah Bunda semua rasanya akan sepakat kalau dikatakan jadi orang tua itu susah susah
gampang. Umumnya kita learning by doing, terus trial dan error, seiring perjalanan kita semakin
paham tentang anak-anak kita. Memang nyatanya, banyak dari kita juga yang tidak cukup
mempersiapkan diri menjadi orang tua. Inilah fenomena umum di zaman sekarang.
Lalu untuk menjadi orangtua yang baik di tengah kondisi ini, sebaiknya kita mulai dari mana ?
Ternyata jawabannya : Mulai dari memastikan kita memiliki konsep diri yang baik sebagai orang
tua. Seperti apakah konsep diri ini ?
Secara sederhana, konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Dalam
konteks menjadi orang tua, hal ini menjadi penting karena masing-masing orang tua mengalami 3
bagian penting dari konsep diri, yaitu : Self Ideal, Self Image, Self Esteem.
Self Ideal adalah bagaimana bentuk karakter ideal yang kita inginkan ada dalam diri kita.
Semacam impian menjadi orang tua yang baik yang kita kejar. Ini biasanya berbeda-beda dalam
setiap diri orang tua. Tapi pada dasarnya dipicu hal yang sama, semua orang tua ingin jadi yang
terbaik (A Great Parent) bagi anaknya, dan melakukan hal terbaik untuk kehidupan anaknya.
Contoh Self Ideal : Ibu yang penyayang dan sabar.
Self Image adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri sekarang. Melihat karakter kita
sekarang sebagai suami/istri juga sebagai ayah/ibu. Oleh karena kita sendiri juga punya impian
menjadi orang tua terbaik, maka dalam Self Image, kita akan otomatis melihat gap antara harapan
ideal kita dengan kondisi nyata karakter kita sekarang. Contohnya : Ibu yang kadang marah ke
anak atas hal-hal remeh.
Self Esteem adalah bagaimana kita mengapresiasi pencapaian diri kita sekarang. Menghargai diri
sendiri, sudah sampai di titik mana kita sekarang dalam proses belajar menjadi orang tua yang
baik. Self Esteem ini penting namun sering terlupakan. Contohnya : Ibu sekarang sudah lebih
sabar daripada dulu, dan itu kemajuan yang baik.
Sebagai orang tua yang setiap hari berinteraksi dengan anak, adalah fenomena umum bahwa
orang tua seringkali dibenturkan dengan perasaan kecewa. Kecewa belum bisa jadi orang tua
terbaik seperti yang kita impikan. Kecewa berulang kali bersikap kasar, mudah marah, atau tidak
menghargai anak.
Manusia adalah mahluk dengan kapasitas belajar, mampu bertumbuh menjadi lebih baik dari
waktu ke waktu. Adanya jarak antara Self Ideal dan Self Image adalah hal yang wajar, karena kita
semua senasib, tidak cukup mempersiapkan diri menjadi orang tua. Oleh karena itu, penting untuk
menghargai diri kita yang sedang dalam proses belajar. Menghargai diri sendiri melahirkan
perasaan positif yang akan sangat membantu kita menghadapi hari-hari menjadi orang tua dengan
lebih positif dan lebih efektif. Itulah jalan menjadi A Great Parent.
Selamat menjalani proses belajar menjadi A Great Parent, Ayah Bunda .

49

G31. Be Good to Yourself (1/2)


Dalam sebuah obrolan bapak bapak di sebuah rumah, seorang bapak yang sudah senior bertanya
pada seorang ayah muda. Bapak kan baru saja jadi ayah, Bapak ingin jadi ayah yang seperti apa
sih?. Seketika itu, wajah ayah muda itu terdiam, campur aduk semua pikiran di otaknya. Sambil
tersenyum, ayah muda itu menjawab Ingin jadi ayah yang dekat dengan anak, yang bisa jadi
sandaran dan tempat bertanya supaya anak tidak tersesat dalam hidupnya. Mendengar jawaban
itu, giliran bapak-bapak lain yang terdiam. Bapak senior itu menanggapi Inilah Self Ideal, yang
ingin kita capai sebagai bentuk terbaik kita
Sang tuan rumah, seorang bapak yang sudah punya dua anak kecil, ikut menanggapi dengan
wajah sedih Saya juga dulu mimpinya begitu Pak. Tapi sampai saat ini, saya sulit menemukan
waktu untuk bisa bersama anak, karena sibuknya pekerjaan yang menyita konsentrasi. Saya
sekarang merasa saya ini ayah yang kurang menghargai kehadiran anak. Bapak yang senior itu
menanggapi lagi Inilah Self Image, bagaimana kita melihat diri kita sendiri saat ini. Self Image
belum tentu benar begitu apa adanya, tapi jelas menentukan bagaimana cara pandang kita
terhadap diri sendiri.
Bapak yang senior itu menambahkan Sangat bagus kalau kita punya harapan menjadi ayah yang
terbaik bagi anak kita, di sisi lain wajar juga kalau kita masih banyak kekurangan dibandingkan
harapan ideal kita. Tapi kita jangan berhenti di situ. Untuk bisa jadi lebih baik, kita harus
menghargai diri kita yang sedang berproses. Hargai diri kita setiap hari. Apresiasi proses belajar
kita setiap hari. Dan fokus pada hal hal baik, yang lebih dari diri kita, setiap hari. Inilah Self
Esteem, bagaimana kita menghargai diri kita sendiri saat ini sebagai upaya menuju Self Ideal
Istri dari bapak beranak dua tadi, tidak sengaja mendengar obrolan ini. Ibu ini terdiam dan
matanya berkaca-kaca. Menyadari dirinya masih jarang menghargai dirinya sendiri selama ini.
Masih sering keras dan tidak peduli pada dirinya sendiri. Akibatnya dia pun bersikap begitu pada
anak-anaknya. Kurang menghargai usaha anaknya, kurang mengapresiasi pencapaian yang diraih
anaknya, kurang menghargai hari demi hari yang sebenarnya penuh hal hal indah dengan anakanaknya.
Malam itu, sang bapak duduk berdua dengan istrinya, lalu berbicara dari hati ke hati. Mereka
menyadari ternyata penyebab dari sikap mereka ke anak mereka selama ini, justru karena mereka
sendiri kurang mengapresiasi diri mereka sendiri. Mereka lalu berjanji dan berniat dengan
sungguh-sungguh menghargai setiap hari sebagai proses belajar dan bertumbuh bagi semua
orang di dalam keluarga itu.
Sejak hari itu, mereka menuliskan hal hal baik yang mereka lakukan setiap hari. 1 hari 1 kebaikan
yang berbeda. Disinilah jarak antara Self Ideal dan Self Image dipantau dan diakui, lalu kita
merespon dengan menghargai pencapaian kita hari ini dengan cara pandang yang baik, Self
Esteem.
Ayah Bunda, mari hargai setiap hari sebagai perjalanan proses diri kita menjadi orang tua yang
baik, A Great Parent. Be Good to Your Self, and have a nice and honest Self Esteem .

50

G32. Be Good To Your Self (2/2)


Runnin' out of self-control
Gettin' close to an overload
Up against a no win situation

Be good to yourself when, nobody else will


Oh be good to yourself
Demikian Journey dalam liriknya Be Good to Yourself. Ketika kita mulai sangat kelelahan,
menghadapi keadaan yang sepertinya tak bisa kita kendalikan, atau seakan-akan tidak mengenal
lagi siapa diri ini sehingga kehilangan kontrol diri, berbaik-baiklah pada diri sendiri.
Kita adalah makhluk Tuhan yang sangat berharga, dan kita layak mendapatkan perlakuan yang
baik dan penuh kasih sayang. Dan kita butuh memulai ini dari diri kita sendiri. Jika kita tidak
menyayangi diri kita sendiri, kita membutuhkan energi yang besar untuk memberi kasih sayang
dan perhatian pada orang lain, dan tentu saja ini bukanlah hal baik yang patut dilihat dan ditiru
anak kita.
Be good to my self, bagaimana caranya? Di artikel sebelumnya kita sudah membahas
bagaimana harapan kita tentang diri sendiri (self ideal) dan bagaimana kita memandang diri sendiri
(self image) mempengaruhi bagaimana kita menghargai diri sendiri (self esteem). Penghargaan
terhadap diri sendiri yang baik, dapat membantu kita melangkah lebih ringan dan menjalani hidup
dengan percaya diri. Namun terjadi sebaliknya jika terjadi kesenjangan yang lebar antara harapan
dan gambaran kita terhadap diri sendiri.
Setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menerima
kenyataan dan bersyukur adalah cara terbaik dalam rangka berbaik-baik pada diri sendiri.
Dengan perasaan yang tenang, tulis kelebihan dan kekurangan kita. Bagaimana hasilnya? Apakah
kelebihan kita lebih banyak daripada kekurangan kita? Atau justru sebaliknya? Ada orang yang
kadang terlalu keras terhadap dirinya sendiri dengan memberikan penilaian negatif atas banyak
hal yang justru menjadi ladang syukur bagi orang lain.
Kita perlu berlaku adil, akui jika memang diri kita adalah pribadi yang baik, jujur dan penuh kasih
sayang. Jangan yang kurangnya terus yang diingat dan disebut-sebut. Alih-alih rendah hati justru
jadi rendah diri. Orang bijak berkata, mereka yang menolak kebaikan yang ada dalam dirinya,
adalah orang yang paling sulit mendapatkan kesuksesan meskipun ia memiliki banyak potensi
untuk sukses. Apa yang terjadi pada anak kita jika ia meniru sikap orangtuanya yang begini? Apa
yang dirasakan Tuhan jika kita tidak mengakui kelebihan yang ia karuniakan kepada kita? Semoga
Tuhan tidak kemudian mencabutnya.
Punya notes, diary, papan tulis, atau blog? Tulis SATU saja kelebihan kita atau perilaku baik
yang telah kita lakukan setiap hari. Baca terus berulang-ulang apa yang sudah tertulis. Ayah
Bunda mungkin tidak akan menyangka jika kita adalah pribadi yang sangat layak untuk dicintai dan
dilindungi (pertama-tama oleh diri sendiri).

51

G33. Ortu yang Bahagia Menciptakan Anak yang Bahagia (1/6)


Kita semua pasti ingin bahagia. Tak pandang kaya miskin, cantik atau cukup, sehat atau sakit,
suku bangsa, agama, dan pembeda lainnya, setiap kita ingin bahagia menikmati kenyataan yang
kita hadapi saat ini. Orang yang kaya, cantik, sehat, terpandang, bos dari perusahaan ternama,
namun jika suasana hatinya dirundung kesedihan, amarah, kebencian, dendam, dimana pun ia
berada seakan dunia menghimpitnya.
Menariknya, apapun emosi yang kita ekspresikan bersifat menular. Pernahkah Ayah Bunda
bertemu dengan seseorang yang mengendarai mobil dengan ugal-ugalan dan ia bersumpah
serapah ketika ia memotong jalan kita? Emosi negatif dari orang itu terlempar dan membuat kita
kesal sekali. Pernahkah juga Ayah Bunda bertemu pemulung yang melemparkan senyum tulus
saat kita berjalan berpapasan dengannya? Hati kita yang semula diliputi awan tebal pun perlahan
menghangat dan terasa lapang.
Ketika menghadapi anak-anak kita, suasana hati kita sebagai orangtua juga sangat berpengaruh
kepada anak kita. Bahkan, suasana hati ibu yang sedang hamil sangat mempengaruhi
kepribadian dan psikologis anak kita hingga ia dewasa.
Namun, kita tidak bisa berharap kebahagiaan dari orang lain. Respon dan suasana hati kita adalah
tanggung jawab kita sendiri. Kebahagiaan kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Bagaimana
caranya agar menjadi pribadi (orangtua) yang bahagia?
Biasakan untuk merenung, mengenal kembali diri sendiri yang paling dalam. Periksa diri kita apa
penyebab dari setiap emosi yang kita rasakan. Lebih jauh lagi, apakah emosi yang sering muncul
pada diri kita saat ini terkait dengan pengalaman masa lalu yang mungkin telah kita lupakan, atau
kemarahan yang terpendam, atau kekecewaan yang mengerak. Seringkali luapan emosi kita yang
tidak tepat saat ini akibat wiring dari ruang memori yang menyimpan gambar tidak
menyenangkan.
Temukan pola bagaimana diri kita mengelola dan merespon emosi kita secara spontan.
Apakah sudah tepat dan semestinya. Ketika tubuh kita lelah biasanya emosi kita lebih sulit
dikontrol. Bicara pada pasangan dan anak kita jika kita sedang merasa tidak nyaman sehingga
bisa meminta waktu sejenak (time out) untuk mengelola emosi negatif kita. Jika kita tidak
mengatakan pada mereka, kemungkinan terjadi kesalahpahaman bia semakin lebar.
Saat memanfaatkan time out, buang sampah emosi dengan melakukan hal yang kita sukai atau
minimal berkacalah dan bicara pada diri sendiri bahwa kita berhak bahagia. Lihat betapa tidak
sedap dipandangnya wajah kita ketika emosi kita negatif. Mulailah tarik nafas dalam dan tarik otot
pipi kita, tersenyumlah. Penelitian membuktikan bahwa senyum palsu pun tetap memberikan
perasaan yang lebih baik karena tarikan otot pipi mendinginkan batang otak yang mengakibatkan
dilepaskannya hormon anti agresifitas (anti penyerangan).
Kebahagiaan kita adalah tanggung jawab kita, kita memiliki kebebasan untuk menciptakannya
kapan saja kita membutuhkan. Betapa kita punya kuasa penuh atas diri kita bukan?

52

G34. Ortu yang bahagia menciptakan anak yang bahagia (2/6)


Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas pentingnya menjadi orangtua bahagia dan
bagaimana menjadi orangtua yang bahagia dengan menciptakan kebahagiaan mulai dari diri
sendiri, salahsatunya adalah dengan membuang sampah emosi melalui melakukan hal-hal
menyenangkan dan berbicara positif kepada diri sendiri (self talk).
Pada artikel ini, kita akan belajar cara menyelesaikan masalah sehari-hari dengan teknik menulis
Cognitive Diary. Masalah kadang berawal dari pola pikir dan persepsi kita terhadap masalah
tersebut. Sehingga dengan mengubah pola pikir dan persepsi kita, kita punya pilihan sikap yang
lain dalam menghadapi masalah tersebut. Bisa jadi punya banyak alternati solusi, atau masalah itu
selesai dengan sendirinya ketika kita mengubah pola pikir dan persepsi kita.
Cognitive dairy adalah catatan yang kita tulis dari renungan akan perubahan pola pikir dan
persepsi kita terhadap masalah. Dari catatan tersebut, selain melatih kebijaksanaan kita seiring
usia, kita juga bisa lebih berhati-hati untuk mengulangi atau mengalami masalah yang sama
berkali-kali dalam level kerumitan yang sama. Kita juga terbiasa menyelesaikan masalah dengan
berbagai strategi yang terus lebih baik.
Buatlah 6 kolom dengan pembagian dari kiri ke kanan : Tanggal, situasi yang sedang kita alami,
pikiran kita saat dalam situasi tersebut, perasaan dan tingkah laku kita saat dalam situasi tersebut,
pikiran yang baru mengenai situasi tersebut setelah kita melakukan perenungan, dan yang terakhir
adalah perasaan yang baru serta tingkah laku yang akan kita lakukan untuk menghadapi situasi
tersebut. Catat peristiwa yang terjadi dan isi langkah-langkah tersebut dalam kolom masingmasing.
Pada prosesnya, mungkin cara yang kita lakukan belum efektif. Buat lagi catatan baru dengan
pikiran baru dan tingkah laku yang baru. Cara ini setidaknya membuat kita lebih waras. Saat
menuliskannya, kita bisa menjadikan momen ini sebagai cara self healing (mengobati diri sendiri)
dengan mengatakan pada diri sendiri, dari setiap huruf yang tertuang, saya semakin merasa
ikhlas dan saya menyerahkan penyelesaiannya pada Tuhan. emosi negatif menjauh pergi
mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan.
Ketika menghadapi masalah, kekebalan tubuh kita menjadi lebih rentan. Menulis sendiri adalah
metode katarsis (membuang sampah emosi) yang dianjurkan karena hasil penelitian dari
Southern Methodist University dan Ohio State University College of Medicine menunjukkan
bahwa menulis dapat memberi kontribusi secara langsung untuk meningkatkan kesehatan yaitu
salah satunya meningkatkan produksi T-cell (sel yang berperan dalam kekebalan tubuh).

Selamat mencoba :)

53

G35. Ortu yang Bahagia Menciptakan Anak yang Bahagia (3/6)


Berikut adalah cara yang telah kita bahas di artikel sebelumnya untuk menjadi orangtua yang
bahagia :
membuang sampah emosi melalui melakukan hal-hal menyenangkan
berbicara positif kepada diri sendiri (self talk)
menulis di Cognitive Diary
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan tersenyum. Ada orang-orang yang sulit sekali
tersenyum karena sudah terlalu banyak sampah emosi yang tidak mengalir di bendungan jiwanya.
Dalam ajaran Islam, senyum disebut sebagai sedekah paling ringan. Ketika kita tersenyum pada
orang lain, kita juga akan mendapatkan balasan senyum dari orang tersebut. Menurut ahli saraf
Marco Iacoboni hal ini dikarenakan manusia memiliki neuron cermin, sel yang diaktifkan jika kita
melakukan sesuatu dan saat melihat orang melakukan sesuatu.
Saat tersenyum, neuron cermin akan merespon karena orang tersebut mendapatkan sesuatu
yang menyenangkan dari kita. Sesuatu itu adalah energi positif. Hal ini diperkuat oleh hasil peneliti
Shawn Achor yang menyatakan bahwa berlatih tersenyum setiap hari akan membantu
menciptakan rasa bahagia dan membuat pikiran lebih positif.
Lebih jauh dari itu, kita lihat apa yang terjadi pada diri kita saat tersenyum.
Ketika tersenyum, otot pipi kita berkontraksi. Darah akan mengalir ke pipi sehingga kadang kita
melihat pipi kita merah merona ketika tersenyum. Darah yang dialirkan ke pipi berasal dari daerah
sekitar pipi. Hal ini menyebabkan suhu di batang otak menurun dan menjadi penanda agar otak
melepaskan hormon serotonin dan endorfin. Kedua hormon ini merupakan hormon
kebahagiaan dan membuat tubuh lebih relaks.
Ron Gutman dalam ceramahnya bertajuk The Hidden Power of Smiling di Ted.com memaparkan
hasil penelitian di Inggris yang menunjukkan bahwa sekali senyuman bisa menimbulkan efek
stimulasi di otak setara dengan efek yang didapatkan dari makan 2.000 batang cokelat.
Selain hormon serotonin dan endorfin, senyum juga menstimulasi dilepaskannya neurotransmitter
(senyawa alami di otak) dopamin. Neurontransmiter ini terlibat dalam altivitas belajar, proses, dan
pengambilan keputusan. Sebuah studi meneliti pengaruh tersenyum pada pria. Hasilnya, pria
yang lebih bahagia bisa membaca situasi dengan lebih baik dan memperbaiki kemampuan mereka
untuk menemukan solusi masalah dibandingkan dengan pria yang berpikiran negatif.
Senyum juga enzim semisal vitamin C akan diproduksi kelenjar ludah sehingga dengan tersenyum
kita dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
Apakah Ayah Bunda merasa sulit tersenyum?
Leo Widrich dalam The Science of Smiling: A Guide to Humans Most Powerful Gesture
menyampaikan studi internasional bahwa bayi dan balita tersenyum 300-400 kali perhari. Semakin
berkurang ketika beranjak dewasa, namun setidaknya anak-anak masih lebih banyak tersenyum

54

setiap hari. Lemparkan satu senyuman pada anak kita, maka ia akan melempar jauh lebih banyak
senyuman kepada kita.
Leo Widrich juga menyampaikan bahwa orang dewasa yang bahagia tersenyum sebanyak
40-50 kali perhari. Sedangkan orang dewasa rata-rata (tidak bahagia maupun sedih) sebanyak
15-20 kali sehari. Berapa jumlah senyum anda hari ini?
Alkisah, ada seorang wanita yang berniat menjatuhkan diri dari jembatan layang di tengah kota
kembang. Ketika ia berpapasan dengan seseorang, ia mengurungkan niatnya hanya karena orang
tersebut tersenyum kepadanya.
Bahkan satu senyuman bisa menyelamatkan satu nyawa.

55

G36. Ortu yang Bahagia Menciptakan Anak yang Bahagia (4/6)


Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas cara-cara berikut untuk memperbaiki suasana hati
agar menjadi orangtua yang mampu menciptakan kebahagiaan dari diri sendiri :
membuang sampah emosi melalui melakukan hal-hal menyenangkan
berbicara positif kepada diri sendiri (self talk)
menulis di Cognitive Diary
tersenyum
ketika emosi kita sedang bermasalah, kita bisa mengubah bahasa tubuh kita yang semula
menunjukkan sedang dirundung masalah menjadi bahasa tubuh yang menyenangkan. Dalam
ajaran Islam, hal ini juga direkomendasikan oleh Nabi Muhammad saw. Ia mengajarkan bahwa jika
kita sedang diliputi amarah, jika kita sedang berdiri, maka ubahlah posisi tubuh kita menjadi duduk.
Jika masih diliputi amarah, berbaringlah.
Erik Peper, dosen di San Fransisco State University telah membuktikan hal ini. Penelitiannya
membuktikan bahwa ketika seseorang mengubah posisi berdirinya dari duduk menjadi postur
tegak percaya diri, terjadi pertambahan hormon testosteron yang mengatur level energi pada
tubuh. Dan sebaliknya, mengubah posisi berdiri menjadi duduk dapat menurunkan level energi dari
penurunan hormon testosteron yang bermanfaat meredakan emosi saat seseorang marah.
Dana Carney, psikolog sosial dari University California of Berkeley mengatakan ketika kita duduk
atau berdiri dengan gestur percaya diri dan tersenyum, sikap tubuh terbuka, otot-otot ditubuh kita
mengirim sinyal ke otak melalui impuls saraf dan akan direspon dengan perubahan senyawa kimia
dalam otak dengan peningkatan hormon testosteron (pengaturan self-confidence) dan penurunan
hormon kortisol (hormon stres).
Ketika kita sebagai orangtua sedang kesal tak tertahankan melihat tingkah polah anak-anak kita,
coba ubah posisi tubuh kita jongkok dengan mata sejajar dengan matanya. Selain menurunkan
hormon testosteron dan kortisol yang bermanfaat menurunkan level energi kemarahan kita, magic
gesture ini membuat anak kita merasa diterima dirinya.
Terbukti bukan, bahwa gestur mempengaruhi emosi dan level energi kita. Masih tidak percaya?
Coba saja Ayah Bunda marah dengan wajah tersenyum. Bisa?

56

G37. Ortu yang Bahagia Menciptakan Anak yang Bahagia (5/6)


Pelukan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan. Pelukan adalah simbol universal tentang
berbagi energi.
Bagi sebagian orang, kenyataan hidup sedemikian menyakitkan dan menimbulkan keterasingan
tanpa peluang jalan keluar, hingga tak satu patah kata pun mampu terucap untuk
mengekspresikan perasaan yang muncul karenanya. Sebuah pelukan adalah cara untuk berbagi
perasaan dan energi yang seringkali tak terucapkan. Pelukan membentuk ikatan antara dua orang
atas sesuatu yang tak bisa diekspresikan melalui kata-kata.
Sebagai manusia biasa, kita pernah merasakan keterasingan dan tak sanggup lagi berkata-kata
atas kenyataan hidup yang berat. Kita hanya membutuhkan satu hal : pelukan. Pelukan membuat
seseorang merasa aman dan diterima. Peneliti dari University of California, Berkeley, mengatakan
bahwa perasaan dicintai memiliki efek reparatif (perbaikan) dan anti-aging (membuat awet muda).
Pelukan memerintahkan tubuh kita memproduksi hormon oksitosin. Oksitosin seringkali
disebut hormon cinta. Kadar hormon ini semakin berkurang seiring bertambahnya usia dan ikut
berkontribusi dalam berkurangnya massa otot dalam tubuh.
Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh jurnal ilmiah Nature Communication, peneliti
menyuntikkan oksitosin pada sel otot tikus tua yang rusak. Setelah 9 hari, perbaikan sel otot rusak
tikus tua 80% lebih cepat daripada perbaikan sel otot tikus muda yang tidak disuntik oksitosin.
Jika Ayah Bunda merasa berwajah lebih tua daripada usianya, banyak-banyaklah berpelukan
dengan pasangan dan anak-anak kita. Oksitosin akan membantu meremajakan kembali otot-otot
wajah kita, apalagi jika ditambah senam wajah (tersenyum 50 kali perhari) secara rutin.
Pelukan juga memperkuat ikatan dengan orang yang kita temui setiap hari. Dengan
diproduksinya oksitosin, sesuai fungsinya (oksitosin, -pen), pelukan dapat memperkuat ikatan hati
dengan orang yang kita cintai. Selain disebut hormon cinta, oksitosin juga disebut hormon
kepercayaan. Sehingga, pelukan juga dapat menumbuhkan kepercayaan dan merangsang
terbentuknya solidaritas, pembinaan hubungan antar manusia, meningkatkan kepercayaan diri,
dan membuat kita menjadi manusia yang lebih bahagia.
Pelukan juga menurunkan stres!Pelukan membantu tubuh kita menurunkan hormon kortisol
yang merupakan hormon stres dan menurunkan tekanan darah. Pelukan dapat menjadi perawatan
anti-anxiety tanpa obat!
Bagi anak-anak, pelukan juga mematangkan sistem limbik (bagian di otak yang berfungsi
dalam pengenalan dan pengelolaan emosi). Anak yang mendapatkan pelukan yang cukup, akan
lebih matang dalam bertindak dan tumbuh menjadi anak yang sabar.
Berapa jumlah pelukan yang diperlukan anak kita untuk mematangkan sistem limbiknya? 4
pelukan perhari membuat anak merasa ada, 8 pelukan perhari membuat anak merasa diterima
kehadirannya, dan 12 pelukan perhari membuat anak merasa berharga bagi dunianya.

57

Sedangkan dalam lingkup kesehatan jiwa, Virginia Satir menyatakan bahwa 4 pelukan perhari kita
butuhkan agar kita mampu bertahan hidup, 8 pelukan perhari kita butuhkan untuk memperbaiki
diri, dan 12 pelukan perhari kita perlukan untuk tumbuh lebih baik setiap hari.

58

G38. Ortu yang Bahagia Menciptakan Anak yang Bahagia (6/6)


Bagaimanapun masa lalu kita, sejak menikah, kita masuk ke jilid dua hidup kita. Kita
membayangkan kisah hidup kita diwarnai kebahagiaan. Cobaan tak apa menyapa, tapi
ketenangan jiwa tetap di dada. Kita membayangkan pasangan kita senyum gembira dan anakanak kita yang manja dengan kelucuan tingkah polahnya.
Bagaimana mewujudkannya? Peliharalah humor dalam keluarga (sense of humor).
Humor bukan hanya membuat kita bahagia, bahkan bisa mempererat ikatan dalam keluarga. Jika
dengan tersenyum saja otak kita menghasilkan hormon-hormon dan senyawa kimia otak yang
membuat tubuh kita sehat jiwa dan raga, apalagi tawa. Humor dapat mengubah iklim dalam
keluarga yang semula tidak nyaman menjadi menyenangkan. Dalam keluarga, humor dapat
membantu dalam situasi serius sekalipun!
Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan yang penuh humor tidak hanya akan tumbuh
menjadi anak yang ceria, tapi juga cerdas, sehat secara fisik dan jiwa, berpikiran terbuka, tidak
mudah tersinggung, tidak mudah stress, pandai mengelola emosi, dan sebagainya. Mengapa
demikian?
Humor mematangkan bagian otak yang bernama sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian
otak yang berfungsi dalam pengenalan dan pengelolaan emosi sehingga kecerdasan emosi anak
akan terlatih. Anak yang dibesarkan dalam humor, sistem limbiknya terbuka sehingga informasi
dapat diteruskan ke neokorteks (bagian otak yang mengelola ilmu dan pengetahuan, tempat
berpikir dan menganalisa). Maka, jelaslah mengapa anak yang dibesarkan dalam suasana
bahagia akan jauh lebih cerdas karena otaknya seperti spons yang menyerap apa saja dengan
mudah.
Sedangkan anak yang penuh dengan tekanan, kata-kata yang melukai, kemungkinan yang terjadi
bisa dua hal : kecerdasan rata-rata atau lebih rendah dengan emosi tidak stabil cenderung negatif,
atau cerdas dengan emosi tidak stabil cenderung negatif. Keduanya memiliki emosi tidak stabil
cenderung negatif, kecuali mereka yang sudah selesai dengan dirinya dan berdamai dengan masa
lalu. Tentu kita tidak menginginkan anak yang demikian bukan? Contoh terburuk dari anak-anak
yang besar dalam lingkungan yang penuh tekanan adalah perilaku geng motor yang senggol
bacok. Tersinggung sedikit, responnya negatif dan besar. Tidak lain karena sistem limbik yang
mengurusi kontrol emosi tidak terbiasa distimulasi.
Informasi yang terkait dengan emosi dari sistem limbik, akan mendapat tanda penting
sehingga akan disimpan sebagai memori jangka panjang. Oleh karena itu kita bisa mengingat
dengan lengkap lirik lagu Mungkinkah milik Stinky, terlepas perasaan kita berbunga-bunga atau
patah hati tak berdaya.
Humor sangat bermanfaat bagi keluarga dan anak kita. Ternyata, ada humor yang sehat dan
humor yang tidak sehat. Humor yang sehat adalah segala jenis humor kecuali yang berikut ini :

Humor yang mengejek, misalnya mengejek cacat tubuh atau panggilan buruk

Humor yang membual atau mengandung kebohongan

59

Humor yang porno

Anak kita laksana spons, ia menyerap banyak sekali hal. Sedangkan pengasuhan menciptakan
kenangan. Tanyakan pada diri sendiri setiap hari, apa yang dipelajari anakku dari orangtuanya
hari ini? dan akan diingat sebagai orangtua yang bagaimana oleh anakku jika aku wafat kelak?

60

G39. The Science of Positive Thinking


Sebut saja Manda. Dia adalah wanita muda yang aktif, pintar, bertanggungjawab, dan berwawasan
luas. Ia menikah dengan Fahmi, pemuda yang supel, sukses dalam karirnya, dan memiliki banyak
teman. Mereka berdua yakin dengan kemampuannya mengasuh anak. Mereka optimis akan dapat
membesarkan anaknya dengan baik seperti orangtuanya mengasuh dirinya. Yup, everythings
gonna be ok.

Namun, setelah memiliki anak, Manda menyadari ternyata mengasuh anak perlu kemampuan
lebih daripada yang ia lihat dari orangtuanya dulu. Zaman sudah berubah, tuntutan tugas dan
tanggungjawab sebagai orangtua di era digital lebih besar.

Untuk mengatasi kesulitan dan menghadapi tantangan yang muncul, Manda dan Fahmi aktif
mencari ilmu pengasuhan. Mereka juga selalu merujuk kepada pemahaman spiritual mereka
sebagai landasan. Mereka tidak mau tenggelam dalam situasi, mereka senantiasa berpikir positif
bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya.
***
Menjadi orangtua itu.. menjadi master chef, perawat, terapis, dokter, konselor, ahli negosiasi,
manajer, sahabat sejati, event organizer, psikolog, guru, role model. BANYAK!!!
Seandainya menjadi orangtua dibuka lowongan pekerjaannya, keterampilan atau gelar apa saja
yang harus dipenuhi ya? Dan ajaibnya, kita semua mengerjakan pekerjaan itu BERSAMAAN.
Ternyata jadi orangtua itu susah, rempong!!
Benarkah?
Tanggungjawab kita sebagai orangtua memang berat. Melelahkan jiwa dan raga, emosi dan fisik.
Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk Positive Thinking.
Barbara Frederickson, peneliti psikologi positif dari University of North Carolina membuktikan
dalam penelitiannya. Ia membagi relawan dalam 5 kelompok, kelompok 1 dan 2 diberi tontonan
yang mengeksplorasi rasa bahagia dan harapan, kelompok 3 diberi tontonan yang tidak begitu
menggali perasaan (sebagai kontrol penelitian), sedangkan kelompok 4 dan 5 diberi tontonan yang
mengeksplorasi rasa takut dan marah.
Setelah selesai nonton, para relawan diminta untuk membayangkan bahwa mereka ada dalam
situasi yang sama dengan apa yang mereka lihat dalam film, kemudian mereka dipersilakan untuk
menuliskan apa yang akan mereka lakukan saat mereka mengalami hal yang sama. Ternyata,
relawan yang melihat film tentang kebahagiaan dan harapan menuliskan lebih banyak
kemungkinan yang akan dilakukan daripada relawan yang melihat tentang rasa takut dan marah.
Frederickson menyimpulkan bahwa pikiran yang positif akan memperluas pandangan dan
pikiran kita dalam menerima sesuatu dan membuat kita lebih kreatif dalam membuat solusi
atas sesuatu.
Pikiran yang positif juga membuat sistem limbik (bagian otak yang berfungsi dalam pengaturan
emosi dan organ vital tubuh) lebih sehat, sehingga fungsi organ vital tubuh kita terjaga
kesehatannya. Tubuh yang sehat juga diperlukan untuk menemani anak kita bermain bukan?

61

Kadang, masalah sehari-hari yang kita hadapi membuat kita kehilangan kendali. Manusiawi kok,
asal kita segera mampu mengembalikan pikiran tetap positif. Bagaimana caranya?

Merenung. Luangkan waktu 10 menit saja perhari untuk menarik nafas panjang,
merenungkan apakah yang telah kita lakukan hari ini akan mengantarkan kita dan keluarga
pada kebaikan di masa mendatang, apakah sudah sesuai dengan apa yang Tuhan
amanahkan, berterimakasihlah pada Tuhan karena senantiasa memberi ilham dalam
segala situasi yang kita alami, dan berterimakasih pula pada diri sendiri sudah melakukan
yang terbaik yang kita bisa saat ini.

Menulis. Tulislah 1 hal atau lebih mengenai apa yang kita syukuri hari ini. Hasil penelitian
kepada 90 mahasiswa yang dipublikasikan oleh Journal of Research in Personality
menyatakan bahwa menulis pengalaman positif telah membuat seseorang memiliki
suasana emosi yang lebih baik, lebih sedikit mengunjungi pusat kesehatan, dan lebih
sedikit mengeluhkan sakit.

Bermain. Jadwalkanlah waktu bermain. Kita membuat jadwal untuk rapat, acara mingguan,
dan tanggungjawab lain dalam kalender kita, mengapa tidak menjadwalkan waktu untuk
bermain. Orang bijak mengatakan, free your inner child. Izinkan diri kita untuk tersenyum
dan menikmati kebahagiaan. Mungkin waktu bermain kita adalah waktu bermain bersama
anak kita. Tantang diri kita untuk menjadi teman sepermainannya dan rasakan
kebahagiaan terdalam yang muncul dari gelak tawa kita bersama anak-anak kita.

Tenang, karena menjadi orangtua adalah fitrah, sudah pasti Tuhan telah mempersenjatai kita agar
berperan menjadi orangtua terbaik bagi anak-anak kita. Kapan-kapan kita bahas mendalam di
topik lain mengenai hal ini.

62

G40. Komunikasi Pengasuhan Mengapa Perlu Komunikasi?


Alkisah, sebut saja Manda, ia sedang ditelpon sahabatnya Gio. Perbincangan sangat seru
terutama saat Gio bercerita tentang pekerjaan barunya. Ditengah asyiknya Gio bercerita,
tiba-tiba ia mengucapkan salam.
"Assalamu'alaykum!", dengan suara yang tegas dan nyaring bunyinya.

Kira-kira, apakah maksud "salam" itu?


a. Salam untuk mengakhiri percakapan telpon
b. Cuma iseng aja

Manda mengira salam itu dimaksudkan untuk mengakhiri percakapan. Maka, langsung ia
menjawab salam itu, "Wa'alaykumussalam." dan Tuuuut.... Tuuuuttt... percakapan ditelpon
berakhir.

2 menit kemudian Gio mengirim pesan ke handphone Manda: ASDFGHJKL kok dimatiin!
Orang gw baru masuk rumah. Ah, oneng kebangetan !@#$%^&*()
***
Pernahkah mengalami kejadian seperti cerita di atas? Mengapa hal ini bisa terjadi? Ya, karena kita
melakukan suatu kata kerja yang disebut komunikasi, hehehe.
Ah, kita sebagai istri pasti pernah setidaknya satu kali seumur hidup dengan wajah jutek atau
datar, ngomong dalam hati plis dong ngertiin aku, sedangkan suami kita pasang tampang
bingung setengah mati.
Setujukah kita bahwa setiap kita punya cara berpikir yang berbeda dan pengalaman yang
berbeda, sehingga memiliki persepsi yang berbeda atas sesuatu? Lalu, bagaimana kita semua
saling memahami apa maksud pikiran satu sama lain?
Jawabannya hanya satu kata : komunikasi. Komunikasi mutlak diperlukan untuk menyamakan
cara pandang dan pemahaman kita atas sesuatu.
Selain itu, kita butuh melakukan komunikasi untuk mematangkan Prefrontal Cortex anak kita
melalui mengajarkan nilai-nilai, menegaskan hal ini benar atau salah, baik atau buruk, melatihnya
berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Komunikasi membentuk wiring di otak sehingga apa
yang kita ajarkan akan menjadi kebiasaan dan kenangan.
Untuk membentuk keluarga yang solid dan saling bekerjasama juga jelas membutuhkan
komunikasi. Seringkali masalah yang terjadi di hidup kita, dalam keluarga, lingkungan kerja,
maupun lingkungan masyarakat, muncul karena miskomunikasi dan rupanya dapat diselesaikan
hanya dengan komunikasi yang baik dan dua arah.

63

Dalam konsep Johari Window (konsep yang dikemukakan oleh dua psikolog Amerika, Joseph
Luft dan Harrington Ingham) dimana dalam jiwa setiap manusia ada hal-hal yang kita tahu dan
oranglain tahu (area terbuka), ada hal-hal yang kita tahu dan oranglain tidak tahu (area
tersembunyi), ada hal-hal yang kita tidak tahu dan oranglain tahu (area buta), dan ada hal-hal
yang kita tidak tahu dan oranglain pun tidak tahu (area tidak diketahui).
Kita semua pasti pernah melakukan kesalahan karena hal-hal yang terjadi di area tersembunyi.
Oleh karena itu kita juga membutuhkan komunikasi untuk membantu pasangan, anak,
sahabat, dan keluarga kita mempersempit area tersembunyi dan memperlebar area terbuka
dalam diri mereka agar kita sama-sama dapat mengurangi kemungkinan melakukan kesalahan
karena ketidaktahuan atas sesuatu yang ada pada diri kita masing-masing.
Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku Umar Al Farouq

64

G41. Komunikasi Pengasuhan Be an Askable and Accessible


Parent
Kapan-kapan main di rumah Tegar lagi ya, ucap ibunda Tegar sambil mengantarkan temanteman Tegar sampai ke depan pintu rumahnya.
Iya tante, makasih banyak yaa, teman-teman Tegar menyahut kompak.
Beberapa meter dari rumah Tegar, mereka bercengkrama membahas ibunda Tegar yang hangat
dan menyenangkan. Coba bisa tukeran Mama ya, aku mau deh punya Mama kayak Mamanya
Tegar.
Memangnya apa yang terjadi? Apa yang dilakukan ibunda Tegar sehingga mereka begitu betah
bermain di rumah Tegar?
Asyik kalo sama Mamanya Tegar, suka ketawa. Suka main sama siapa aja
Ga suka marah kalo kita mainnya kotor, malah bantuin beresin hehehe
Iya ya, begitu sampe rumah Tegar, kita semua dibukain pintu, bukan sama bibi
Iyaaaa.. trus bisa nanya apa ajaaaa.. gaul ya
Ga marah lagi kalo ditanya soal beger pertanyaan seksualitas
Aku suka iri deh sama Tegar, Mamanya suka peluk dan elus-elus kepalanya

***
Bagaimana komunikasi Ayah Bunda dengan anak-anak kita? Apakah mereka suka bercerita
apapun tentang pengalamannya di luar rumah bahkan yang menurut kita tidak penting sekalipun,
atau bahkan bertanya mengenai hal-hal yang menurut kita tabu? Semoga begitu adanya. Itu
penanda komunikasi yang dilakukan oleh Ayah Bunda telah membentuk ikatan hati yang kuat
antara orangtua dan anak.
Bercerita mengenai keseharian dan bertanya hingga hal tabu hanya dapat dilakukan anak kepada
orang yang sangat dipercaya. Memang lidah kelu dan perlu putar otak lebih kencang ketika anak
bertanya, tak perlu buru-buru memberi jawaban, namun pastikan ia akan terus bertanya pada kita
orangtuanya.
Tantangan dunia saat ini begitu dahsyat. Jika bukan kita yang menjadi teman terdekatnya, bisa jadi
ia berteman dengan dunia luar yang bebas nilai, tante TV yang mencontohkan hal tidak mendidik,
paman Google yang memberi jawaban berlebihan tanpa melihat usia dan batasan pertanyaan,
atau teman sebaya yang sama-sama dalam masa pencarian dan belum memiliki pemahaman
yang utuh.
Jika kita perlu menjadi mesin penjawab pertanyaan anak-anak kita, maka jadilah. Tunjukkan
padanya bahwa ia aman bertanya apa saja kepada orangtuanya. Pertanyaannya mungkin akan
satu saja, tapi diulang-ulang terus hingga 70 kali sehari. Bosen? Sabar adalah pembuluh darahnya
orangtua, bukan? hehehe. Hal-hal teknis untuk menjadi orangtua yang dekat dengan anak, be an
askable and accessible parent, akan kita bahas lebih mendalam di artikel selanjutnya.

65

G42. Komunikasi Pengasuhan Gara-Gara Salah Ngomong Ga


Sengaja

Di tahun 90-an akhir, ada sinetron yang memunculkan karakter ibu yang iriiiiiiii terus. Tetangganya
punya TV baru, iri. Tetangganya beli sofa baru, iri. Tetangganya punya kompor baru, iri. Mungkin
jika tetangganya punya suami baru, iri juga, hehehe. Padahal, ia lebih berpunya daripada para
tetangganya. Mengapa bisa demikian ya? Psikolog Elly Risman mengatakan, orang-orang yang iri
terus, besar kemungkinan mereka adalah korban kekerasan kata dan kekerasan emosi ketika ia
masih kecil.
Kekerasan kata dan emosi seringkali muncul melalui pola komunikasi keliru. Sayangnya,
kekeliruan komunikasi ini terjadi tanpa disengaja. Mungkin sebagian dari kita juga pernah
mengalami hal yang serupa ketika kita masih kanak-kanak. Mari kita cek diri kita, atau kita lihat
lingkungan kita, apakah akibat dari komunikasi yang keliru ini ada pada jiwa kita.
Pola komunikasi yang keliru melemahkan konsep diri seseorang. Biasanya, orang dengan
konsep diri negatif memandang dirinya sendiri (self image) dengan kaca mata negatif. Merasa
tidak berharga, merasa tidak mampu, merasa tidak layak, merasa sebagai korban keadaan,
merasa sebagai korban atas perbuatan orang lain, merasa layak diperlakukan buruk oleh orang
lain, dan pola pikir negatif lainnya. Hal ini dikarenakan harga dan kepercayaan diri anak hancur
karena komunikasi yang keliru membuat alam bawah sadar anak merekam bahwa kehadiran
dirinya di dunia tidak diterima oleh orangtuanya.
Selain itu, pola komunikasi yang keliru membuat anak sulit diajak kerjasama. Ada yang
merespon dengan diam dan tidak peduli atau melawan dan menentang. Pernah bertemu
dengan geng motor yang bersikap senggol bacok? Tidak bisa tersinggung sedikit, luapan
emosinya meledak tak terbendung. Belum setahun kasus MN, remaja 16 tahun warga Bekasi yang
meninggal karena dikeroyok geng motor. MN dan pacarnya dikeroyok oleh mantan pacar MN dan
geng motornya lantaran cemburu : MN sudah punya pacar baru.
Sampai disini saja sudah ada kejanggalan luar biasa. Bagaimana mungkin karena alasan
solidaritas, sekelompok orang melakukan penyiksaan yang berakhir kematian. Pelakunya berkisar
usia 19 hingga 30 tahun. Bukankah sudah dewasa? Bagaimana mungkin mereka tidak bisa
memilih respon yang tepat? Apa yang terjadi dalam pikiran mereka? Mungkinkah yang menjadi
dewasa hanya tubuhnya namun tidak dengani jiwanya?
Hal ini dikarenakan batang otak mereka terlalu sensitif. Sudah pernah kita bahas sebelumnya,
bahwa mekanisme kerja batang otak adalah refleks menyerang atau kabur. Mekanisme ini
diciptakan Tuhan sebagai mekanisme pertahanan diri. Jika orangtua terbiasa dengan komunikasi
yang keliru, anak akan merasa tidak nyaman dan alam bawah sadarnya akan mengaktifkan
mekanisme pertahanan diri di batang otak. Jika komunikasi keliru ini berulang, batang otak akan
terlalu sensitif, perilaku refleks pun muncul tanpa pemikiran mendalam.
Anak yang diasuh dengan pola komunikasi yang keliru besar kemungkinan tidak optimal dalam
memanfaatkan kemampuan berfikirnya karena tidak terbiasa memilih dan mengambil
keputusan bagi diri sendiri. Terlebih bagi anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan otoriter.

66

Mari kita perhatikan sejenak bagaimana cara anak kita berpikir, berkomunikasi, bersikap, dan
berekspresi. Coba lihat ke dalam diri kita juga, ups!. Apakah tumbuh menjadi anak yang bahagia,
percaya diri, kritis, dan cerdas? Ataukah lebih cuek (tak acuh), mudah marah, atau takut
mengambil keputusan? Makna dari komunikasi yang berlangsung selama ini akan nampak
dari bagaimana reaksi yang kita terima sekarang.

67

G43. Komunikasi Pengasuhan Mengapa Salah Bicara (Tidak


Sengaja)?
Di artikel Gara-Gara Salah Ngomong Ga Sengaja kita sudah membahas mengenai akibat dari
pola komunikasi yang keliru. Biasanya kita maupun orangtua kita dulu melakukannya tidak
sengaja. Bahkan, kita sudah berjanji sekuat hati untuk tidak bernada tinggi, memaksa,
membandingkan, mengancam, atau melabel jorok, gitu aja kok ga bisa, malas dsb. Namun,
mengapa masih juga terulang tanpa sengaja?
Hidup kita tergesa-gesa, rutinitas kita sehari-hari membuat kita sedikit merenung. Apakah kita
terbiasa bertanya pada diri sendiri mengenai hal ini?
Apakah aku telah memperlakukan anakku tepat dengan usianya?
Apakah apa yang diterima anakku sama dengan yang aku maksudkan, mengenai kebaikan?
Apa yang anakku pelajari dariku hari ini?
Apa yang perlu aku lakukan agar menjadi orangtua yang terus lebih baik dari hari ke hari
Mengapa aku masih mengulangi kesalahan yang sama? Ada apa dengan diriku?
Karena ketergesaan dan rutinitas yang tiada henti, ruang pikir dan perenungan kita menjadi
sempit. Sehingga reaksi kita atas sesuatu, banyak mengandalkan wiring (pengalaman)
masa lalu yang terekam dalam ruang memori kita. Reaksi-reaksi kita merupakan reaksi refleks
dari ruang memori tanpa ruang pikir. Buktinya, ketika kesempatan berpikir dan merenung
tersedia, kita menyesali apa yang kita lakukan sambil berkata, kenapa tadi ga begini aja ya?.
Ada juga yang lupa, atau bahkan tidak mengenali pola komunikasi yang ia lakukan sedang
mengulang pola komunikasi keliru yang ia peroleh dari masa lalunya. Ia merasa komunikasi
keliru itu adalah sebuah kewajaran, karena toh ia justru bisa sukses dan menjadi orang yang kuat
setelah melewati kekerasan emosi dan kata di masa lalu. Bahkan ia lupa bahwa dirinya berbeda
dengan anaknya.

Pola komunikasi keliru tanpa sadar menjauhkan diri kita dari peran sebagai
pemegang amanah dan fasilitator yang bertujuan agar anak kita
menemukan takdirnya sendiri.
Ketergesaan waktu, kurangnya waktu untuk merenung, dan tanpa sadar mengulang pola
pengasuhan yang salah, kadang membuat ada orang yang lupa bahwa setiap individu adalah
unik. Ia memperlakukan anaknya selain tak tepat cara juga tak tepat umur.
Ia memperlakukan anak yang sudah dewasa sama seperti memperlakukannya saat masih TK. Ia
bersikap kepada anak yang tertutup sama dengan kepada anak yang suka cerita. Ia memaksa
anaknya yang pemain basket hebat harus bisa fisika seperti kakaknya yang suka ilmu-ilmu teknik.
Ia meletakkan impiannya yang kandas pada anaknya tanpa ruang diskusi yang menyenangkan.
Ia menyangka bahwa anak adalah miliknya, yang bebas akan diapakan, tanpa ingat bahwa suatu
saat akan dikembalikan.
Bagaimana agar kita mampu mengendalikan diri agar tak mengulangi pola komunikasi yang
keliru? Silakan buka topik Konsep Diri Orangtua dalam Parenting Channel

68

G44. Komunikasi Pengasuhan Anak Kita Unik

Setiap kita adalah unik. Kita adalah gabungan dari 10.250 gen ayah kita, dan 10.250 gen ibu kita.
Hanya sekitar 2%-nya yang membawa pesan genetik yang spesifik. Dan gen ini seperti juga sidik
jari kita, tidak ada yang serupa bahkan untuk mereka yang kembar identik sekalipun.
Coba kita hitung, jika masing-masing kita membawa 20.500 gen, 1 gen membawa 1 sifat,
sedangkan gen yang membawa pesan spesifik hanya 2%, ada 410 sifat gabungan ayah dan ibu
yang muncul pada anak. Sifat mana? Kita tidak pernah tahu. Apakah 205 sifat kita yang turun pada
anak pertama juga sama dengan 205 sifat yang turun pada anak kedua? Kita juga tidak pernah
tahu.
Maka, mana mungkin kita menyamakan cara pengasuhan pada satu anak dengan anak yang
lainnya? Mana mungkin kita memperlakukan semua anak kita dengan satu gaya. Masing-masing
mereka berbeda, masing-masing mereka unik dan spesial.
Bahkan, 410 sifat dari satu anak kita juga tidak muncul sekaligus, namun sesuai bagaimana kita
mengasuh dan memantiknya.
Mudahnya begini, semua pasti tahu dong penyanyi muda Fathin Shidqia? Jika ia tidak dipantik
oleh pujian para juri lomba pencarian bakat yang ia ikuti, gen suara emasnya mungkin akan
tertutup selamanya atau hanya dinikmati oleh keluarga dan teman-temannya. Bahkan ia sendiri
tidak menyadari bahwa ia memiliki karunia luar biasa yang dititipkan padanya.
Kita tidak pernah tahu gen apa saja yang dimiliki anak kita. Oleh karena itu kita punya tantangan
untuk mengamati dengan sepenuh hati apa saja kecenderungan sifat anak, minatnya, bakatnya,
cara ia mengekspresikan dirinya, dan cara paling tepat berkomunikasi dengannya.
Selanjutnya, lihat bagaimana ia bertumbuh. Bagaimana selalu ada sifat baru, minat baru, bakat
baru, cara baru untuk mengekspresikan dirinya. Lalu perlakukan ia sebagaimana hasil
pengamatan kita. Karena selalu ada kebaruan yang muncul, cara kita bersikap, berkomunikasi,
serta isi komunikasi kita dengannya pun akan selalu mengikuti kebaruan itu. Ingat, 410 sifat anak
kita tidak muncul sekaligus!
Bagaimana dengan tes minat bakat? Boleh saja dilakukan, tapi hasil tes itu bukan surat takdir.
Banyak hal intangible yang hanya dapat diukur oleh pengamatan dan perasaan. Hadir dalam
setiap fase pertumbuhannya, nikmati perkembangannya, anak-anak kita akan memberikan
pertunjukan menakjubkan dari setiap kemunculan ekspresi gen yang dimilikinya.

69

G45. Komunikasi Pengasuhan Bagaimana Komunikasi Kita


Sehari-hari

Pernah mengalami situasi seperti ilustrasi di atas? Atau bahkan mendapat keluhan dari anak kita,
Mama baweeeel!!?
Dalam buku The Female Brain yang ditulis oleh seorang dokter yang mendalami ilmu neurosains,
Louann Brizendine, dijelaskan bahwa ternyata berbeda dengan laki-laki yang berbicara
menggunakan 7.000 kata perhari, perempuan berbicara menggunakan 20.000 kata perhari!
Jadi? Memang wajar jika perempuan suka (atau minimal terbiasa) banyak bicara.
Yang menjadi tantangan adalah jika para perempuan ini menghadapi anak-anak, terutama anak
yang berusia kurang dari 7 tahun. Apakah anak dibawah usia 7 tahun mampu diajak komunikasi
dengan gaya banyak kata?
Ternyata, rumus sukses komunikasi dengan anak-anak adalah hindari banyak kata (cerewet).
Mengapa? Karena otak anak terutama yang berusia kurang dari 7 tahun belum sempurna
bersambungan sehingga anak-anak belum mampu mencerna kalimat dengan banyak kata.
Informasi yang disampaikan dengan banyak kata bukan saja sulit diserap anak, bahkan justru
membuat anak cenderung mengabaikan karena ia merasa tidak nyaman.
Pada tahapan perkembangan psikologisnya, kemampuan berpikir anak yang berusia kurang dari 7
tahun masih dalam tahap berpikir konkrit operasional, artinya mereka belajar dari pengalaman
langsung dengan menggunakan seluruh inderanya. Anak lebih mudah menerima pesan
informasi dari melihat dan melakukan langsung.
Banyak kata yang diperbolehkan adalah hanya jika kita sedang menjawab pertanyaan anak,
terutama saat ia merasa antusias terhadap sesuatu dengan syarat gunakan rumus 15K, yaitu
berbicara dengan panjang satu kalimat maksimal adalah 15 kata. Setiap berbicara dengan
panjang maksimal 15 kata, jeda sejenak untuk kemudian melanjutkan dengan maksimal 15 kata
selanjutnya.
Mengingat kebutuhan berbicara Bunda sebagai wanita adalah 20.000 kata, Bunda bisa
menyalurkannya dengan mengajak ngobrol diri sendiri, wahai tubuhku, terimakasih telah menjadi
bagian dari diriku dalam menjalankan peran sebagai istri, ibu, anak, adik, kakak, dan anggota
masyarakat. Terus bekerjasama dengan baik ya, boleh juga mengajak ngobrol bahan makanan
yang akan kita masak, wahai wortel, terimakasih sudah berada di atas meja dapurku, kita
beribadah bersama ya, jadilah sumber makanan yang menyehatkan keluargaku, atau menulis di
buku diary atau blog, atau berbagi ilmu pengasuhan di sosial media, atau cara lain agar kebutuhan
berbicara Bunda tetap tersalurkan.
Buatlah emosi Bunda selalu nyaman, kebutuhan berbicara yang besar dan emosi yang tidak stabil
memungkinkan Bunda menggunakan pilihan kata dan intonasi yang tidak tepat saat berbicara
pada anggota keluarga.

70

G46. Komunikasi Pengasuhan Aku Mau Ini, Sekarang!

Siapa diantara Ayah Bunda yang pernah pergi ke supermarket atau pasar dengan catatan belanja
di tangan. Namun ketika pulang ke rumah, barang yang kita beli ternyata lebih banyak dari
seharusnya karena barang diskon yang tidak ada di daftar belanja. Pernah? Pernahkah Ayah
Bunda dalam kondisi bimbang ketika akan membeli sesuatu, beli ga ya, beli ga ya, beli ga ya.
Rasanya hampir semua orang pernah ada dalam situasi ini.
Dalam suatu perjalanan edukasi, Tim Yayasan Kita dan Buah Hati menyempatkan diri pesiar
mencari oleh-oleh untuk keluarga tercinta. Ada cerita lucu didalamnya, ketika salah seorang dari
Tim berbicara pada dirinya sendiri sambil memegang kepala bagian atas alis kanan mata, bagian
dimana Prefrontal Cortex berada. Hilman, ayo pikirkan lagi, ini keinginan atau kebutuhan. Needs
or wants. PFC ayo kerja, pikirkan, kita butuh atau kita ingin. Oh, cuma ingin, ayo simpan di
tempatnya. Melihat peristiwa itu, yang lain tertawa terbahak-bahak. Yang sudah mengambil 3
buah keranjang laundry pun, meletakkan kembali. gue juga kayaknya cuma pengen, hehe.
Bun, adek mau beli es krim ya, anak kita merajuk padahal 5 box es krim di rumah belum habis.
Pada saat ini, kita punya kesempatan emas untuk menjelaskan kepada anak kita perbedaan
keinginan dan kebutuhan. Menurut adek, ini ingin atau butuh? Es krim di rumah kan masih banyak
lho... Mungkin anak kita akan merajuk, merengek, bahkan menangis ketika keinginannya tidak
dipenuhi.
Mengapa anak kita perlu membedakan keinginan dan kebutuhannya?
Anak kita perlu dilatih kemampuan berfikirnya. Pada saat akan memutuskan membeli sesuatu,
ia akan memeriksa diri apakah ia membutuhkan barang tersebut. Saat proses memeriksa diri, ia
akan memeriksa perasaannya sekaligus melakukan proses penimbangan keputusan. Ia akan
belajar mengolah dan membedakan perasaan menginginkan sesuatu atau membutuhkan sesuatu.
Jika pada akhirnya ia batal membeli apa yang diinginkan, anak kita juga sedang belajar untuk
menunda kepuasan. Ia juga perlu belajar mengatasi dirinya dari perasaan kecewa, marah,
tidak nyaman, sedih, dan emosi negatif lainnya. Hal ini kelak sangat berguna agar ia mampu
mengontrol dan mengambil kendali atas dirinya dari segala sesuatu.
Melatih anak untuk membedakan keinginan dan kebutuhan bukan hanya tentang melatihnya
berhemat, keseluruhan proses ini mematangkan Prefrontal Cortex (bagian otak yang berfungsi
dalam proses berfikir kritis dan pembuatan keputusan, bagian ini membedakan manusia dengan
makhluk hidup lain) sekaligus sistem limbik (bagian otak yang berperan dalam pengelolaan
emosi). Latihannya memang dari membedakan keinginan dan kebutuhan, namun kematangan
otak yang diperoleh bermanfaat untuk setiap pengambilan keputusan dengan proses berpikir
yang matang.
Kapan anak kita mulai belajar membedakan keinginan dan kebutuhan? Jika anak Ayah Bunda
menangis bahkan tantrum ketika keinginannya tidak segera dipenuhi, mungkin Ayah Bunda sudah
agak terlambat. Mendidik anak kita membedakan keinginan dan kebutuhan dapat dimulai sejak
anak sudah dapat diajak berkomunikasi.

71

Selain memanfaatkan momen, mendidik anak kita membedakan keinginan dan kebutuhan juga
dapat dilakukan dengan bermain gunting tempel. Kumpulkan beberapa eksemplar majalah atau
koran bergambar, siapkan gunting, kertas kosong, dan lem. Bagi dua kertas kosong, bagian kiri
dilabel keinginan sedangkan bagian kanan dilabel kebutuhan. Ajak anak kita menggunting
gambar-gambar yang ada di majalah kemudian minta anak kita mengklasifikasikan mana bendabenda yang menjadi keinginan dan mana benda-benda yang menjadi kebutuhan. Tempel
potongan gambar tersebut sesuai kolom masing-masing.

72

G47. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru :


Menghindari Bentakan

Pernah menerima bentakan? Apa perasaan Ayah Bunda? Bentakan yang pernah kita terima
membuat hati kita tidak nyaman, kaget, dan bingung. Perasaan yang tidak nyaman seringkali
membuat kita tidak bisa menangkap pesan dari kalimat yang diucapkan. Hal ini diperkuat oleh
Michael Duke, psikolog pendidikan di Denbighshire County Council, "Ketika seorang anak sedang
dibentak, mereka tidak mendengar apapun (isi pesan) yang dikatakan kepada mereka."
Rachel Calum, profesor psikologi anak dan keluarga di University of Manchester mengatakan
bahwa bentakan dan teriakan membuat anak ketakutan dan merasa terancam, sehingga mereka
tidak dapat berkonsentrasi pada pesan yang diberikan. Ia juga mengatakan bahwa bentakan akan
membuat anak memberikan reaksi balasan : membentak orangtua.
Bentakan adalah salahsatu perilaku kekerasan emosi. Perilaku ini dalam jangka panjang
berdampak menghancurkan kepercayaan diri anak, membuat anak jadi penakut, memiliki masalah
dalam konsentrasi, dan bersifat agresif. Komunitas Adults and Children Together Against Violence
menyatakan bahwa anak yang secara konstan mendapat bentakan hingga usia 4 5 tahun, akan
menunjukkan perilaku agresif pada pergaulan sosialnya.
Studi yang dilakukan oleh psikolog dari Plymouth University in Devon menemukan bahwa anakanak yang dibesarkan dengan bentakan dan suara keras lebih beresiko terkena kanker, penyakit
jantung dan asma. Bahkan teriakan kecil menyebabkan anak stres yang lambat laun dapat
mempengaruhi kesehatan.
Tak hanya mengganggu perkembangan jiwa dan berdampak buruk pada kesehatan, bentakan
dapat merusak otak anak. Demikian yang dikatakan Anne Karpf, psikiater anak ternama
Amerika. Berdasarkan penelitian Harvard Medical School, bentakan dapat mengubah struktur
otak anak secara permanen. Harvard tertarik melakukan penelitian mengenai hal ini karena
munculnya berita tentang bintang film Friends, Jennifer Aniston, yang bermasalah dan tidak mau
berbicara dengan ibunya karena kerapkali dibentak sejak kecil.
Sepertinya artikel akan sedikit lebih panjang. OK, tarik nafas sejenak. Siap untuk melanjutkan?
Selanjutnya kita akan sama-sama belajar bagaimana agar Ayah Bunda memperbaiki diri ke
depan.
Sadari bahwa pekerjaan pertama kita sebagai orang tua adalah untuk mengelola emosi kita
sendiri. Karena anak kita belajar mengelola emosi dari kita, orangtuanya. Berempatilah ketika
anak sedang mengekspresikan emosinya melalui perilaku yang kadang membuat kita emosi.
Terima perasaannya. Menerima perasaan anak merupakan langkah pertama dalam belajar untuk
mengelolanya. Setelah anak-anak dapat mengelola emosi mereka, mereka dapat mengelola
perilaku mereka.
Berkomitmenlah untuk menggunakan suara lembut dan santun saat berbicara. Ya, ini sulit.
Tapi siapa lagi orang yang bertanggung jawab mendidik diri kita menjadi lebih baik? Katakan pada
anak kita bahwa kita juga sedang belajar, sehingga kita mungkin akan membuat kesalahan. Tetapi

73

kita akan menjadi orangtua yang lebih baik dan terus lebih baik lagi. Memang tidak ada orangtua
yang sempurna, begitu juga tidak ada anak yang sempurna.
Ingat bahwa anak-anak akan bertindak seperti anak-anak. Memang seperti itulah mereka!
Mereka membutuhkan kesempatan belajar bagaimana sesuatu bekerja. Mereka perlu
bereksperimen dan melakukan kesalahan sehingga mereka dapat belajar bertanggung jawab.
Prefrontal Cortex (PFC) mereka belum sempurna berkembang, sehingga emosi lebih sering
mengambil alih pikiran mereka saat melakukan sesuatu.
Kenali pemicu. Perilaku muncul dari diri kita karena dipicu oleh sesuatu. Temukan pola yang
terjadi pada diri kita, dan kenali pemicu yang membuat kita berkata dengan nada tinggi atau
membentak. Biasanya, orangtua tidak sengaja bernada tinggi atau membentak anak karena ia
sendiri sedang merasa tertekan atau lelah secara fisik bertemu dengan tingkah anak yang tidak
sesuai harapan.
Bekerja sama dengan pasangan untuk bergantian menemani anak bermain, terutama jika kita
sudah merasa lelah. Selalu beri hak tubuh kita untuk istirahat agar kita bisa menjaga kestabilan
emosi. Pandanglah anak kita dengan kaca mata yang baru. Bukankah perilaku menyebalkan
yang ia lakukan selama ini hanya karena keluguan dan kepolosannya?
Gunakan jurus 1-2-10. Ketika emosi sudah di atas kepala, mundur 1 langkah, tarik nafas dalam
selama 2 menit, dan 10 menit untuk menenangkan diri : ubah posisi tubuh dan TIDAK BICARA.
Kita juga pernah membahas tentang cognitive diary bukan? Ambil, tulis, dan nikmati waktu time out
kita setelah bicara baik-baik pada anak. Bunda sedang merasa tidak nyaman, Adek boleh main
sendiri dulu ya. Bunda butuh menenangkan diri. Terimakasih Nak

74

G48. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru:


Mengapa Bunda Marah Padaku?

Aduh Liiiii, sori gue telat, ucap Rahma sambil mengambil posisi duduk. Ia terlambat 20 menit dari
janjinya. Lili melengos sambil berucap ketus, Nungguin anak lo nyeramahin sapa lagi?.
Rahma tergelak mendengar ucapan sahabatnya itu. Hahaha, lo tau aja. Bujang satu itu emang
unik ya. Belanja dulu gue tadi. Pas lagi mau bayar, dia pamit sama gue katanya mau ambil susu
kotak. Lama bener gue tungguin, gue susul lah. Eh, dia lagi nasehatin emak-emak pake wajah
melas-melas jangan dimarahin dedenya, Tante. Kasian dedenya. Malu gue, abis minta minta
maaf langsung cabut aja gue.
Lili terbahak-bahak. Bisa-bisanya ya anak lo. Lo kasih makan apa si? Emang kenapa tuh emakemak?.
Menurut cerita anak gue sih katanya tuh anak rewel. Ibunya ga sabaran, tuh anak diancam. Makin
rewel, dicubit. Nah, panggilan jiwa superhero datang menyelamatkan tuh anak, hahahaha, Rahma
bercerita.
Eh, banyak lo ibu-ibu kayak gitu. Apalagi di tempat umum, malu lah ya kalo anak rewel. Jadi
pengen anaknya langsung diem begitu sekali bujuk. Tapi ya namanya juga anak-anak, sumbu
sabar mah emang mainan kesukaannya dia, hahaha, Lili menimpali.
***
Saat anak merengek dan rewel bahkan tantrum di tempat umum, ada orangtua yang langsung
menenangkan tanpa memvalidasi perasaan anaknya. Mulanya masih bisa tenang, tapi karena
anaknya semakin tantrum dan khawatir mengganggu orang lain, kesabaran pun habis. Akhirnya
emosi mengambil alih, muncullah perilaku mengancam, mencubit, atau marah!
Segala perilaku anak, umumnya didasari oleh perasaan mereka saat itu. Maka yang anak kita
perlukan saat itu adalah penerimaan akan diri dan perasaannya.
Peluk dan belai anak kita sambil membaca bahasa tubuhnya, lalu tebak perasaannya. Adek
bosen ya?, Ngantuk?, Adek capek?. Saat orangtua menebak perasaan anak, anak kita belajar
mengenal perasaannya sendiri.
Kemudian ajak ia berdialog dan mendengar aktif dengan nada tenang dan penuh kasih sayang.
Ooo, adek capek. Kalo Adek capek, Adek boleh bilang sama Bunda. Kalo Adek menangis begini,
Bunda tidak mengerti.Proses ini membuat anak belajar cara mengelola perasaannya sendiri,
cara mengekspresikan perasaannya, dan cara merespon perasaannya.
Kemampuan anak kita untuk menunjukkan emosinya masih terbatas. Ketika ia sedang merasa
tidak nyaman, ia akan bersikap instant (rewel, tantrum) agar segera mendapatkan perhatian kita.
Mengancam, mencubit, atau memarahi anak saat emosinya bermasalah hanya akan membuatnya
bingung.

75

Pada saat anak dimarahi, sistem pertahanan dirinya akan memerintahkan batang otak untuk aktif
dan bekerja. Mulanya sikap marah akan ditangkap anak bahwa dirinya tidak diterima dan dirinya
tidak berharga. Namun jika terbiasa, batang otak bekerja dengan mekanisme melawan atau
mundur teratur. Lihat ilustrasi artikel ini, hal itu adalah gambaran yang kita lihat sehari-hari bukan?

76

G49. Komunikasi Pengasuhan Bicara Bahasa Rasa

Ini pake Gar, Ayah Tegar menyerahkan jas hujan setelah menepikan motor di bawah kanopi
pohon yang cukup teduh. Ayah ga pake? Nanti ayah basah. Gapapa, Ayah sehat, jawab sang
Ayah.
Pernah mengalami hal tersebut? sebetulnya hanya satu alasan Ayah Tegar memberi jas hujan
pada Tegar : sayang. Perasaan sayang membuat Ayah Tegar memilih tindakan melindungi orang
yang ia sayangi.
Ya, seringkali sikap dan perilaku seseorang cenderung didasari perasaan. Mungkin fitrahnya
memang demikian. Mengapa kita pilih presiden A? Mengapa kita tidak bisa berhenti makan
gorengan walau tahu gorengan adalah sumber kolesterol? Mengapa kita masih mau baca komik
meski usia kita sudah dewasa? Mengapa kita mau berlelah-lelah terjebak macet ketika dalam
perjalanan mudik?
Perasaan kita dikelola oleh bagian otak yang paling dalam dan paling terlindungi, sistem limbik
namanya. Sistem limbik juga mengatur rasa lapar dan haus, serta mengelola motivasi. Dalam
contoh kasus Tegar dan Ayahnya, perasaan sayang memotivasi otak bagian berpikir (neokorteks)
untuk memilih tindakan berdasarkan perasaan sayang.
Apakah dapat terjadi hal sebaliknya untuk perasaan negatif? Bersama pengelolaan perasaan
untuk emosi negatif? Ternyata perasaan negatif justru menutup jalur informasi dari sistem limbik
dan neokorteks. Pernahkah Ayah Bunda melihat atau mengalami bagaimana perasaan sedih,
marah, benci, kesal, takut, atau perasaan negatif lainnya begitu menguasai diri dan akhirnya kita
bertindak diluar akal sehat yang kadang membuat kita menyesal?
Ternyata, selain untuk mengelola emosi dan motivasi, Tuhan menakdirkan sistem limbik mengatur
pengendalian organ vital tubuh kita. Jika perasaan kita sehat, sehat pula sistem limbik kita, sehat
pula organ-organ vital kita.
Apa yang terjadi jika perasaan negatif tengah menguasai diri? Informasi dari sistem limbik yang
seharusnya diteruskan ke neokorteks akan diteruskan ke organ-organ vital tubuh kita. Beberapa
organ vital tubuh kita adalah penghasil hormon adrenalin. Perasaan negatif tersebut akan memicu
diproduksinya hormon adrenalin yang membuat jantung kita berdebar-debar, dan hormon ini juga
membuat kita bersikap flight or fight seperti saat kita berhadapan dengan anjing yang menyalak,
kabur atau lawan.
Jika kita kabur, informasi akan tergenang di sistem limbik dan mempengaruhi kesehatan organ
vital. Maka banyak sekali keluhan sakit dari orang-orang yang sedang stress, entah sakit maag,
sulit buang air, jantung berdebar-debar, nafas berat, karena psikosomatis. Sakit yang dipicu oleh
kondisi psikologis yang sedang dilingkupi perasaan negatif.
Jika kita melawan, informasi akan diteruskan ke batang otak sebagai tindakan refleks, artinya
informasi tidak akan dibawa ke neokorteks untuk diproses baik buruknya, benar tidaknya. Itulah
mengapa tindakan refleks selalu berupa tindakan diluar akal sehat. Tindakan refleks yang berasal
dari perasaan marah dan benci seringkali merupakan berupa tindakan pelampiasan yang
berdampak buruk.

77

Perasaan ibarat air, ia selalu membutuhkan penyaluran. Jika menggenang tak dialirkan akan
menjadi sumber penyakit. Jika disalurkan dengan cara tidak tepat, akan menimbulkan bencana.
Salurkan perasaan seperti kita mengalirkan air melalui parit.
Mari kita biasakan untuk bicara dengan bahasa rasa. Perasaan adalah hal yang perlu untuk
didiskusikan. Kenali perasaan diri sendiri dan orang lain. Ajari anak kita untuk mengenal,
mengelola, dan mengekspresikan perasaannya dengan tepat, tentu anak kita akan memulai
belajar dari apa yang ia lihat. Perasaan yang sehat membentuk perilaku yang sehat.

78

G50. Komunikasi Pengasuhan Lihat! Tubuhku Bicara Padamu


Kita sudah memahami dari artikel Bicara Bahasa Rasa betapa pentingnya membiasakan
keluarga kita membicarakan perasaan satu sama lain, terutama anak kita yang sedang belajar
memahami perasaannya sendiri. Anak kita sangat perlu dipahami perasaannya karena ekspresi
dari perasaannya adalah caranya memberi tahu kita orangtua tentang apa saja kebutuhannya,
keinginannya, harapannya. Terutama jika anak kita masih batita.
Jane Chumbley dalam buku terjemahan Kamus Perkembangan Bayi dan Balita mengatakan
bahwa kurang dari 10% emosi batita diekspresikan dengan kata-kata, dan lebih dari 90%
diekspresikan melalui bahasa tubuh. Hal ini lantaran kosakata yang dimiliki batita belum banyak
dan ia belum memahami nama-nama emosi/bahasa tubuh yang dimunculkannya sendiri.
Jika kita gagal memahami perasaan anak kita, seperti pesan di WhatsApp yang selalu centang
satu () dan tidak pernah berubah jadi centang dua apalagi centang biru, tidak pernah sampai.
Atau mungkin sudah centang dua tapi tidak pernah berubah jadi centang biru, tidak pernah dibaca.
Padahal anak kita belajar rasa (mengenal, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat
emosinya) dari cara kita memperlakukannya. Ia akan memahami bahwa ia sedang sedih, jika kita
menerima sinyal dari bahasa tubuhnya dan mengatakan, Oh, adek sedang sedih ya?. Ia akan
memahami bahwa ia sedang mencari perhatian ketika kita mengatakan, Oh, kakak sedang cari
perhatian ayah ya? saat ia menarik-narik kaki adiknya ketika kita sedang menggendong si adik.
Namun, kita baru bisa bicara demikian jika kita sudah terbiasa bicara menggunakan bahasa
perasaan dengan anak kita bukan?
Bagaimana caranya? Mudahnya, ada 3 tahapan yang perlu dibiasakan oleh orangtua untuk
memahami perasaan anak kita. Pertama, baca bahasa tubuh anak. Kedua, namai atau tebak
perasaannya. Ketiga, mendengar aktif saat anak kita mulai mengalir bercerita. Pada ulasan kali
ini, kita akan membahas mengenai membaca bahasa tubuh anak.
Bagaimana caranya memahami bahasa tubuh anak?

Amati bahasa tubuh anak dalam berbagai situasi. Bisa jadi anak kita menggunakan
bahasa tubuh yang sama untuk berbagai situasi seperti bayi yang berekspresi menangis
untuk emosi lapar, haus, tidak nyaman, takut, dsb. Atau justru menggunakan berbagai
bahasa tubuh untuk situasi yang sama. So, be flexible.

Terima bahasa tubuhnya. Cup cup, jangan nangis ya, anak kuat anak kuat. Jika anak
kita terbiasa tidak diterima bahasa tubuhnya, anak akan merasa orangtuanya tidak
memahami dirinya, dan jika ini terus berulang akan membuat anak tidak percaya kepada
orangtua. Terima bahasa tubuhnya sambil kita nama perasaannya, seperti sedih, marah,
kesal, kecewa, dan sebagainya. Kita perlu terbuka pada curahan hati anak yang mungkin
mengejutkan.

Latih bahasa tubuh kita sendiri karena anak meniru bahasa tubuh orang tua. Jika kita
sedang merasa tidak nyaman, munculkan gerakan, intonasi suara, dan perilaku yang tepat
dengan perasaan kita saat itu. Jadikan latihan ini sebagai prioritas. Jika kita menggunakan

79

bahasa tubuh yang tepat dengan perasaan kita, kita akan lebih mudah membaca makna
dari bahasa tubuh anak kita.
Bisa jadi diawal latihan kita mengalami berbagai kesulitan dan kesalahan. Terus coba. Yakinkah
diri kita bahwa kita mampu membaca bahasa tubuh dan memahami anak kita, mengerti
keinginannya, serta mampu menerjemahkan dengan baik apa maksud dari bahasa tubuh yang
tidak mampu mereka sampaikan secara lisan.
Anak kita adalah cermin diri kita. Ketika kita menunjukkan niat dan usaha yang tulus untuk
memahaminya, anak pun akan belajar hal yang sama, ia akan menghargai dan memahami bahasa
tubuh kita dan menyapa kedalaman hati kita. Selamat menyelami makna bahasa tubuh anak kita!

80

G51. Komunikasi Pengasuhan Pentingnya Mengenal Bahasa


Tubuh Anak

Anak datang ke rumah, membuka pintu dengan cepat, menutup pintu dengan keras, berjalan
cepat dengan langkah lebar, wajah tertunduk, mata membulat tegang, napas memburu, tangan
mengepal. Dia sedang sangat marah. Kita tahu tanpa dia perlu mengatakannya.
Action speaks louder than words. Dengan mengamati bahasa tubuh anak saat itu, kita sebagai
orang tua tahu bahwa anak sedang sangat marah. Karena tahu bahwa anak sedang sangat
marah, maka kita jadi tahu bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menegurnya, tentang
caranya menutup pintu. Percuma, pesan itu tidak akan masuk.
Bayangkan, jika orang tua tidak membaca bahasa tubuhnya, dan langsung menegur. Yang terjadi
bukannya anak menyesal, malah makin marah. Tanpa kita sadari, kita sangat sering terjebak
situasi konflik, justru karena sejak awal kita tidak membaca bahasa tubuh anak.
Jika bahasa tubuh anak diabaikan, lama-lama dia akan kebas dan tidak empatik. Maka sulit
berharap anak akan berempati pada orang tuanya nanti, juga bersimpati pada orang lain.
Sebaliknya, jika di rumah, anak terbiasa dibaca bahasa tubuhnya, dipahami perasaannya, maka
dia akan ekspresif dan jujur di rumah. Dia merasa aman di rumah di tengah keluarganya.
Lalu bahasa tubuh itu isinya apa saja ? Apa saja yang perlu kita amati ?
Menurut Kamus Oxford, bahasa tubuh adalah gerakan sadar dan tak sadar disertai gestur yang
mengkomunikasikan sikap dan perasaan. Karena bahasa tubuh juga mencakup bahasa tak sadar,
maka mengamati gestur tubuh menjadi penting.
Amati bagian tubuh yang bicara : ekspresi wajah, mata, gerak tangan kaki, gerak kepala, gerak
tubuh, suara. Kenali bermacam bahasa tubuh : gerakan/kinestetic, teriakan, jeritan, kata sela,
volume dan tone suara. Dan pahami bahwa bahasa tubuh memiliki peran sebagai lambang,
ilustrator, penunjuk perasaan,pengatur perilaku, adaptasi lingkungan.
Sebenarnya kita dilatih secara bertahap oleh Tuhan, sejak bayi lahir sampai tumbuh besar. Dari
awalnya tangisan yang mirip mirip, namun artinya berbeda. Sampai ke ekspresi tertawa, kesal,
bosan, lapar, mengantuk, dan banyak lagi.
Seiring anak tumbuh besar, maka semakin banyak pula yang bisa orang tua amati. Dengan begitu,
sebenarnya pengetahuan orangtua tentang bahasa tubuh anak akan semakin kaya.
Meminjam kalimat Sherlock Holmes ke dr.Watson You see, but you dont observe. Inilah yang
sering terjadi pada orang tua. Luput mengamati bahasa anak sejak kecil, dan terlewat mengenali
perasaannya. Dengan begitu, orang tua tidak sepenuhnya terhubung ke anak. Tanpa terhubung,
maka sulit memulai komunikasi yang efektif.
Yuk, mulai sekarang lebih banyak gunakan kedua mata kita untuk mengamati bahasa tubuh anak.
Menjadi terhubung lahir batin dengan anak. Saling memahami perasaan dan berkomunikasi lebih
efektif.

81

G52. Komunikasi Pengasuhan Orangtua Pengertian Biasa


Bicara Perasaan

Dua remaja putri, sebut saja namanya Ani dan Ina, sedang ngobrol di dalam kelas saat jam
istirahat.
Ani : Kok kamu diem aja sih dari tadi ?
Ina : Bete ! Mama udah daftarin aku ke bimbel A, padahal aku udah kebanyakan les. Apa
ga liat tiap hari aku pulang malem, udah cape banget.
Ani : Kamu pernah ngomong ke mereka ?
Ina : Males, mereka ga pengertian. Aku bilang cape, mereka bilangnya demi masa depan.
Aku ngusulin yang lain, mereka bilang, ini yang terbaik. Ya mana bisa ngobrol, ngedengerin
aku aja engga
Familiar dengan percakapan begini ? Banyak sosok remaja yang tumbuh tanpa merasa dimengerti
oleh orang tuanya. Sebenarnya ini tidak terjadi tiba-tiba. Ini adalah hasil dari pola asuh orang tua
selama ini. Jika kita memastikan selalu terhubung dengan anak sejak dia kecil, seterusnya sampai
dia dewasa, maka selama itu juga kita adalah orangtua yang pengertian.
Menjadi orang tua pengertian, bukan berarti menuruti semua yang anak minta. Orangtua
pengertian adalah yang mampu menerima dan memahami perasaan anak, juga apa yang anak
inginkan. Orangtua pengertian biasa bicara perasaan dengan anak. Karena biasa bicara
perasaan, maka akan selalu tumbuh saling pengertian antara orangtua dan anak.
Orang tua sebagai orang yang jauh lebih dewasa, sewajarnya menjadi pihak pertama yang
menyesuaikan diri dan berusaha memahami anak. Karena orang dewasalah yang punya
kemampuan beradaptasi. Sementara anak, dengan usia jauh lebih muda, masih belajar
memahami perasaannya dan belum tentu sudah sanggup beradaptasi. Kesediaan orang tua
beradptasi duluan dengan cara memahami anak, itulah yang akan anak tangkap pertama kali,
sehingga ia pun tumbuh jadi anak yang belajar untuk memahami, dan jadi anak yang pengertian,
seperti halnya orangtuanya.
Dengan begitu, orangtua pengertian akan menumbuhkan anak yang juga pengertian. Perasaan
anak yang dihargai dan dipahami akan mematangkan sistem limbik anak. Jika perasaan anak
dikenali, dihargai, maka perilaku anak juga akan sehat. Perilaku anak yang tidak sehat, di luar
normal, justru sering diakibatkan perasaan anak tidak dihargai.
Bagaimana caranya kita sebagai orang tua memahami perasaan anak ? Langkah pertama, baca
bahasa tubuhnya. Berikutnya adalah mendengar aktif. Tentang mendenagr aktif akan lebih banyak
dibahas di artikel-artikel berikutnya.
Ayah bunda, mari pastikan kita selalu menjadi sahabat yang siap memahami perasaan anak,
sehingga anak tumbuh sehat bahagia dalam asuhan kita.

82

G53. Komunikasi Pengasuhan Mengenali Emosi Positif dan


Emosi Negatif
Di banyak negara, pendidikan usia dini menekankan pada mengenali perasaan. Di ruangan anak,
dinding penuh ditempeli dengan gambar berbagai jenis ekspresi, seperti senang, takut, marah,
sedih, penasaran, dan lain lain. Melalui gambar gambar ini, anak dibantu untuk mengenali
perasaan mereka sendiri. Mengenali perasaan sendiri adalah langkah awal menemukan solusi
atas masalah yang sedang dihadapi.
Sayangnya, ini kontras dengan Indonesia, dimana masih banyak pendidikan di masa anak anak
kecil, yang jauh lebih menekankan pada kemampuan kognitif. Padahal, kemampuan kognitif baru
bisa berkembang baik setelah 7 tahun. Ini karena neokorteks di otak yang bertanggungjawab
untuk kemampuan kognitif baru mulai matang di usia 7 tahun. Justru, otak manusia usia 0-7 tahun
mengalami perkembangan di sistem limbik dan prefrontal korteks. Dua bagian ini yang duluan
berkembang, bukan bagian neo korteks.
Praktis, banyak anak Indonesia tumbuh dengan kemampuan minim terhadap kendali emosinya.
Jangankan mengendalikan emosi, mengenali dirinya sedang merasakan perasaan apa, itu pun
sudah sulit. Inilah yang kemudian melahirkan generasi alay yang mudah galau dan bete. Lebih
sering bersikap negatif terhadap lingkungannya daripada sikap positif.
Anak perlu mengenali perasaannya, dan kita perlu membantu itu, sehingga dia benar benar kenal
dirinya dan mampu memahami situasi. Anak yang tidak terbiasa mengenal perasaannya, akan
mudah larut dalam emosi negatif dan sulit mencari solusi atas masalahnya sendiri. Dari sini bisa
dilihat, bahwa anak cerdas bukanlah yang ditempa kemampuan baca-tulis-hitung sejak dini. Justru
anak cerdas adalah anak yang tumbuh dengan mengenali dan memahami perasaannya, sehingga
tahu caranya berpikir mencari solusi, dan mampu berempati pada orang lain.
Emosi sendiri bisa dibedakan menjadi emosi positif dan negatif. Diantara keduanya terdapat nilai
netral. Emosi netral adalah kategori emosi yang tidak jelas posisinya. Kadang bisa sebagai emosi
positif kadang bisa sebagai emosi negatif, seperti misalnya terkejut dan heran. Emosi positif,
contohnya sayang, cinta, bahagia, gembira, senang, ceria, bersyukur, dll. Emosi negatif,
contohnya marah, sedih, tersinggung, benci, jijik, muak, dll.
Emosi positif berperan penting memunculkan kesejahteraan emosional (emotional well-being) dan
membantu mengatur emosi negatif. Jika emosi anak positif, maka anak akan lebih mudah dalam
mengatur emosi negatif yang tiba-tiba datang. Misalnya saat anak sedang merasa bahagia, tibatiba ada yang mengejeknya, maka anak lebih sulit untuk tersinggung. Sebaliknya, jika emosi anak
negatif, maka masalah sepele pun bisa jadi memicu konflik besar.
Jika anak lebih sering berada dalam emosi positif, maka hati dan jiwanya akan tumbuh sehat.
Sebaliknya, jika emosi anak sering berada dalam emosi negatif, maka hatinya hampa, dan jiwanya
kosong. Anak seperti ini akan sulit menghadapi hidup, dan sulit menjalani relasi sosial yang sehat.
Pilihan ada di tangan kita sebagai orang dewasa terdekat bagi anak kita, yang mampu
mengkondisikan anak kita, dan mengisi jiwa anak kita dengan emosi positif atau negatif. Mari
selalu menghidupkan suasana keluarga dengan emosi positif.

83

G54. Begini Caranya Bicara Perasaan

Anak baru saja pulang dari rumah teman, membuka pintu dengan kasar, menutupnya dengan
keras, berjalan dengan langkah lebar dan cepat, mukanya tegang dan merah, matanya melotot
dan basah, bibir tajam, tangan mengepal. Langsung masuk kamar, tanpa sedikitpun mengalihkan
tatapannya.
Ibu bingung melihat anaknya seperti itu. Lalu bertanya, setengah teriak sambil mengejar anak
Kamu kenapa Dek ? Cerita dong, kalau kamu diem aja kan Mama ga ngerti !. Anak tetap diam,
masuk kamar, membanting pintu.
Kejadian yang umum bukan ? apakah komunikasinya berhasil ? Tidak.
Apa yang membuat komunikasi menjadi dead lock di kejadian tadi ? Ya, karena ibu mengabaikan
bahasa tubuh anak. Saat anak datang dengan bahasa tubuh yang sangat jelas, maka kita bisa
melihat bahwa emosi anak sedang sangat penuh. Yang dia butuhkan adalah ruang untuk
menumpahkannya. Pikirannya kalut dan sulit mengurai perasaan sendiri, sehingga dia kesulitan
untuk memberi respon yang normal.
Respon paling bijak yang bisa Ibu lakukan pertama kali adalah membiarkannya dulu. Tunggu
emosinya turun dulu, sampai terlihat dia siap bercerita.
Setelah tiba saat yang tepat untuk memulai bicara, Ibu bisa mulai dengan tawaran pada anak,
dengan nada tenang dan penuh kasih sayang Adek kenapa ? Mau cerita sekarang ?. Kalau anak
menolak, Ibu bisa memberi tanggapan yang membantu anak mengenali perasaannya : Masih
marah banget ya Dek ? Baiklah, Adek bisa cerita ke Ibu nanti, kalau Adek sudah tenang.
Bantu anak memahami, bahwa menunda bicara, adalah karena Ibu paham anak masih sangat
marah, bukan karena Ibu kalah dan putus asa terhadap situasi ini. Sekaligus memberi pesan,
bahwa bicara akan dimulai kalau sudah tenang. Pengendalian emosi menjadi penting sebelum
memulai bercerita, karena komunikasi yang efektif, hanya bisa dilakukan dalam kondisi tenang.
Ketika anak sudah lebih tenang, bisa jadi anak masih keberatan bicara. Disini, ibu bisa
memantulkan perasaan ibu sendiri, sekali lagi dengan tetap tenang. Misalnya : Ibu merasa
bingung karena Adek ga mau cerita apa yang membuat Adek marah. Pastikan bahasa tubuh kita
juga nyambung, yaitu bahasa tubuh bingung. Ingat bahwa respon seperti marah atau balik kesal
ke anak, tidak akan ada gunanya, karena hanya akan mematikan momen peluang berkomunikasi.
Dalam komunikasi untuk menyelesaikan masalah, sangat penting untuk membahas dengan
tenang dan memantulkan perasaan juga dengan nada bicara tenang.
Jika komunikasi sudah dimulai, Ibu bisa melanjutkan dengan mendengar aktif. Dan di akhir
komunikasi, Ibu memberi apresiasi atas kesediaan anak bercerita, sekali lagi juga dengan cara
memantulkan perasaan Ibu. Misalnya : Ibu merasa lega karena Adek mau cerita semuanya ke
Ibu. Terimakasih ya Dek
Bayangkan betapa damainya dan kuatnya relasi yang akan terbentuk antara kita dengan anak kita,
jika komunikasi kita dijaga sedemikian efektif dan penuh perasaan. Anak akan tumbuh bahagia

84

dan matang karena perasaannya dipahami. Orang tua juga akan mendapatkan kepuasan batin
yang berlimpah karena terhubung kuat dengan anaknya. Selamat memulai komunikasi yang
menyenangkan .

85

G55. Komunikasi Pengasuhan Kisah Jenderal Kendut dan


Jenderal Kendot

Alkisah, di Negeri Kendi ada dua kendi yang sedang berbincang serius. Mereka berdua adalah
Jenderal kendi, bernama Kendut dan Kendot. Kendut adalah jenderal para Kendi Gendut
berbentuk bulat, berisi penuh, berwajah ceria dan penuh senyuman. Sebaliknya, Kendot adalah
jenderal para Kendi Peyot berbentuk lonjong, kosong, dan wajahnya suram.
Kendut dan Kendot tampak sedang serius sekali. Mereka sedang berdiskusi mengenai laju migrasi
warga Kendut ke wilayah Kendot yang sangat tinggi. Mata Kendut yang biasanya berbinar-binar,
alisnya berpadu di tengah petanda ia berpikir keras. Sedangkan Kendot tampak sangat stress
karena laju perpindahan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun ini bahkan
didominasi oleh anak-anak.
Dulu, seluruh wilayah di Negeri Kendi hanya dipimpin oleh Jenderal Kendut. Semua warga
berbentuk bulat, berisi penuh, berwajah ceria dan penuh senyuman. Namun, sejak Negara Api
menyerang, tiba-tiba banyak warga yang berubah dan membuat keonaran. Untuk menjaga
stabilitas Negeri Kendi, akhirnya Jenderal Kendot mengumpulkan mereka yang suka berbuat onar
untuk membentuk wilayah baru di tepi Negeri Kendi. Jenderal Kendot sendiri adalah sahabat
Jenderal Kendut yang menyamar dan berubah wujud serupa dengan para warga yang berubah,
strategi yang cantik agar diterima.
Kendut, wargaku semakin banyak dari hari ke hari. Kita harus tahu kelemahan kita dan kekuatan
Negara Api, ujar Jenderal Kendot
Benar, sahabatku. Aku akan mengirimkan mata-mata untuk menyusup ke kehidupan Wilayah
Kendut, Wilayah Kendot, dan Negara Api, jawab Jenderal Kendut
Beberapa minggu kemudian, mereka kembali menggelar pertemuan rahasia. Mereka membahas
hasil investigasi mata-mata Jenderal Kendot. Berikut hasilnya,
Kehidupan Wilayah Kendut : Anak-anak di Wilayah Kendut sangat bahagia. Orangtua
biasa mengisi Kendut kecil dengan pujian, penghargaan, pengakuan, dan kasih
sayang. Kendut kecil juga merasa bahagia karena perasaan mereka diterima. Keluarga
mereka terbiasa membahas perasaan dan komunikasi di tengah keluarga mereka sangat
hangat. Hal ini membuat konsep diri Kendut kecil menjadi positif. Kendut kecil yang
perasaannya diterima, tidak menyimpan perasaan negatifnya. Mereka lebih nyaman
terhadap dirinya dan orang disekitarnya. Mereka tumbuh menjadi Kendut kecil yang
cerdas, humoris, dan menikmati pergaulan dengan orang lain.
Kehidupan Wilayah Kendot : Anak-anak di Wilayah Kendot berwajah murung dan
cenderung berpikiran negatif. Hal ini yang membuat mereka kerap berbuat keonaran.
Orangtua Kendot kecil seringkali tanpa sadar menarik pujian, penghargaan, pengakuan,
dan kasih sayang dari dalam tubuh anak-anaknya dan mengisinya dengan cacian,
kecaman, ejekan, bentakan, dan hukuman. Akibatnya, mereka merasa tidak diterima,
merasa diabaikan, tidak dianggap, merasa tidak berharga dan mereka berubah menjadi
anak yang tidak bahagia. Keluarga mereka kerapkali menidakkan perasaan anak dan

86

komunikasi di tengah keluarga mereka membuat anak-anak merasa tidak nyaman. Hal ini
membuat anak-anak di Wilayah Kendot tidak punya saluran untuk mengalirkan
perasaan negatifnya. Perasaan negatifnya tersimpan sehingga ia merasa tidak nyaman
dengan dirinya atau orang disekitarnya, serta menjadi anak yang BLAST (Bored Lonely
Afraid-Angry Stress Tired Bosan, kesepian, takut, marah, stres, dan lelah). Mereka
tumbuh dengan konsep diri yang negatif.
Kehidupan Negara Api : Mereka terus menerus melakukan penelitian dan menemukan
bahwa orangtua yang terlalu sibuk dengan urusan yang materialistis akan menciptakan
anak-anak dengan kondisi mental yang BLAST. Dan anak-anak dengan kondisi mental
yang BLAST ternyata merupakan target utama dan akan menjadi pelanggan yang loyal
bagi bisnis yang mereka jalankan. Mereka bisa menjual apa saja bagi anak-anak bermental
BLAST. Mulai dari rokok, miras, narkoba, hingga pornografi, sementara orangtua mereka
sibuk dan tak ada waktu memberi perlindungan kepada mereka.
Jenderal Kendut dan Jenderal Kendot bertatapan lama sekali. Aku sama sekali tidak pernah
menyangka tentang hal ini. Kita harus segera mengumpulkan seluruh kendi untuk menyelamatkan
anak-anak kita, ujar Jenderal Kendot sambil bangkit dari duduknya.

87

G56. Komunikasi Pengasuhan Kisah dari Negeri Kendot

Setelah Jenderal Kendut dan Jenderal Kendot membahas hasil investigasi para mata-mata, hari ini
seluruh orangtua di Negeri Kendi berkumpul di balai kota. Tak hanya para orangtua, Kendut muda
dan Kendot muda juga ikut berkumpul. Mereka ikut hadir karena keprihatinan mereka atas temanteman sebaya mereka yang terjebak pada kehidupan yang gelap.
Jenderal Kendot membuka pertemuan dan menyampaikan data mengenai anak dan remaja di
Negeri Kendi. Warga Negeri Kendi baik para Kendut maupun Kendot tercengang dengan
kenyataan yang ada. Akhirnya mereka menemukan akar permasalahan yang terjadi. Kita harus
mengubah cara mengasuh kita, ujar seorang Kendot sambil menyeka air matanya. Aku bahkan
lupa kapan terakhir kali aku berempati terhadap perasaan anakku, ujar Kendot yang lain.
Kehidupan berjalan seperti biasa, namun hari itu ada yang luar biasa. Di hutan belakang bukit,
Kendot remaja berkumpul.
Apakah kalian merasa ada yang berbeda dengan orangtua kita?, ucap Kendot remaja yang
tampaknya adalah pemimpin mereka.
Ya, aku rasa orangtuaku jadi lebih banyak memujiku. Aku tidak tahu apakah orangtuaku tulus atau
ada maunya terhadapku, jawab seorang Kendot remaja cantik berwarna merah muda.
Aku juga. Dan aku merasa semakin mirip dengan para Kendut. Apakah ini petanda bagus?,
Kendot remaja yang lain berujar
Aku tidak tahu. Yang pasti, banyak geng motor yang membubarkan diri. Kalaupun masih ada, kini
mereka membuat kegiatan bersama para Kendut membagi-bagikan makanan pada pengemis dan
pemulung.
***
Di ujung gang, di Wilayah Kendot. Men, cimeng yang ini asik banget. Surga rasanya deket,
seorang Kendot remaja dengan mata merah berair menyodorkan lintingan ganja pada temannya
sesama Kendot remaja.
Yang disodori mundur selangkah, tubuhnya menolak.
Kenape lu men? Ga punya duit? Ah elu, gratis nih gua kasih. Kita kan sahabat!, bujuknya
dengan nada suara yang jelas sekali memperlihatkan bahwa ia dalam setengah kesadaran.
Gue udah enggak. Sori ya bro. Gue ga butuh itu lagi,
Hahaha, ga butuh? Sejak kapan lo? Orangtua lo udah insap?Paling juga mereka balik lagi, kini
mimiknya menunjukkan kemarahan dan ancaman
Yang gue tau, orangtua gue makin baik. Itu cukup jadi alasan gue untuk jaga kepercayaan
mereka,
Sok baik lo, ga asik!

88

Kendot remaja yang kini tubuhnya semakin bulat terisi itu pergi dengan senyuman terindah setelah
menepuk pundak temannya yang sedang nge-fly. Semoga lo segera dapet apa yang gue rasain
sekarang, bro.

89

G57. Komunikasi Pengasuhan Hearing is Not Listening

Ibu ... ibu ....! anak memanggil, menarik-narik baju. Hmm .. apa sih nak ? tanpa mengalihkan
perhatian dari TV, ibu menjawab anaknya. Tanpa sadar kita sering melakukan ini ke anak kita, ini
bukanlah mendengar yang benar. Were just hearing, not listening.
Kalau kita jadi anak, lalu orang tua kita hanya menanggapi pertanyaan kita, singkat sambil lalu,
apa perasaan kita ? Merasa tidak dihargai bukan ?
Lalu apa yang membuat kita merasa dihargai ? Mudah, didengarkan dengan benar. Ketika kita
didengarkan, kita merasa kita penting di mata si pendengar. Kita merasa perasaan kita penting
dan diterima. Setelah itu, kita jadi jauh lebih tenang dan mudah untuk mencari solusi. Begitu juga
dengan anak kita. Mendengar dengan cara yang benar adalah mendengar aktif.
Mendengar aktif adalah mendengar dengan sepenuh hati, untuk memahami dan menerima
perasaan yang diutarakan si pembicara. Ini seni mendengar yang sudah mulai hilang dalam
pengasuhan kita. Dan kita lebih sering mendengar selektif atau bahkan tidak mendengar sama
sekali.
Ketika kita mendengar aktif, kita menghadapkan diri kita ke anak, mensejajarkan pandangan mata
dengan anak. Tujuan kita mendengar aktif adalah memahami apa yang mau disampaikan anak,
dan apa perasaannya. Untuk itu, maka kita perlu menghilangkan pikiran menilai, menghakimi,
mengukur-ngukur, atau bahkan mempersiapkan jawaban.
Ini kontras dengan yang biasa kita lakukan, kita masih sering mendengar anak dengan tujuan
untuk memberi komentar. Maka kita menunggu kata kata kunci dari anak yang bisa kita tandai
sebagai kelemahan untuk dikomentari. Kita bukannya mendengarkan anak, malah menyiapkan
amunisi untuk menyerang balik. Pikiran kita penuh dengan menilai dan mengukur setiap
pernyataan anak. Mata kita abai melihat bahasa tubuh anak, dan jadinya tidak bisa menangkap
maksud di belakang kata-katanya. Akhirnya, kita tidak paham apa yang disampaikan anak. Kita
hanya sibuk dengan ukuran dan penilaian sendiri.
Lalu ketika tiba saatnya kita menanggapi anak, kita tidak bisa memisahkan emosi dan ego dari
jawaban kita. Sehingga yang tadinya berawal dari obrolan biasa, lambat laun malah jadi debat,
dengan selera masing-masing. Bayangkan jika begitu cara kita berkomunikasi, maka itu juga yang
akan ditiru anak. Hanya tinggal menunggu waktu.
Ayah bunda tentu ingin punya hubungan yang baik dengan anak, maka mari kita perbaiki cara kita
mendengarkan anak.
Mendengar aktif akan membuat anak dan orang tua merasa dihargai, mendekatkan hubungan,
meningkatkan kepercayaan, dan tentu menjalin ikatan yang erat antara orang tua dan anak. Anak
perlu didengar secara aktif sehingga tumbuh besar menjadi dewasa yang merasa berharga dan
matang.

90

G58. Komunikasi Pengasuhan Karena Dua Lebih Banyak


Daripada Satu

Mendengar aktif adalah cara orangtua memahami perasaan anak. Ketika orang tua mendengarkan
sepenuh hati, dan tanpa penilaian, anak akan menangkap pesan bahwa diri anak itu penting bagi
orangtuanya, bahwa perasaannya penting dan diterima.
Mendengar aktif paling diperlukan ketika anak sedang merasa penuh emosinya, baik emosi positif
maupun emosi negatif. Anak perlu mengeluarkan dulu semua yang dia rasa, caranya dengan
bercerita.
Setelah anak bercerita, hal pertama yang kita lakukan adalah validasi. Misalnya anak bercerita
keluhannya tentang temannya yang usil, maka kita validasi dengan bertanya Oh, jadi adek ga
nyaman karena temannya usil ke Adek ?.
Validasi ini penting, karena kita meng-crosscheck perasaan anak, apa tebakan kita tentang
perasaannya benar atau salah. Dengan validasi, sebenarnya kita sedang memperkenalkan ke
anak, bahwa emosi itu ada namanya, dan penting untuk anak mencari tahu sendiri, dia sekarang
sedang merasakan emosi yang mana.
Setelah divalidasi, anak menjawab, dia akan lanjut bercerita. Dengarkan ceritanya, dan terus
validasi. Misalnya Adek melanjutkan Adek marah karena Adek ga suka diusilin !. Kita validasi
dengan bertanya Ibu lihat Adek marah banget ya ? Kalau pake jari Ibu, 1 sampai 10, 1 kalau
marahnya dikit, 10 kalau maraaaah banget. Nah Adek marahnya sampe segimana sih ?. Anak
berpikir lalu menjawab mmm ... delapaaaan !.
Dengan cara ini, anak jadi tahu skala perasaan dia. Mengetahui sejauh mana perasaan sendiri,
akan membantu anak mencari solusi menangani emosinya sendiri. Sangat marah dengan marah
sedikit, tentu berbeda penanganannya.
Selain itu, dengan didengar secara aktif, anak akan merasakan komunikasi yang alami. Kenapa ?
karena begitulah manusia diciptakan, diberi kapasitas mendengar dan mengolah perasaan. Itulah
mengapa Tuhan menciptakan dua telinga dan satu mulut. Untuk digunakan lebih banyak
mendengar daripada berbicara.
Dengan mendengar aktif, orang tua menggunakan telinganya lebih sering daripada mulutnya
ketika anak sedang berbicara perasaannya. Bayangkan betapa damainya perasaan anak, ketika
seluruh emosinya tercurah dengan positif, ditanggapi dengan sepenuh hati dan tanpa penilaian.
Anak yang terbiasa didengar akan tumbuh jadi anak yang peka dan bisa merasakan perasaan
orang lain. Karena sejak kecil, ia sudah terbiasa didengar dan dihargai, jadi dia tahu bagaimana
caranya mendengar dan menghargai orang lain.
Tentu membahagiakan mendampingi tumbuh kembang anak yang bahagia dan percaya pada kita,
orangtuanya. Gunakan dua telinga kita lebih sering daripada satu mulut kita, terutama ketika emosi
anak sedang penuh. Dan bersiaplah untuk komunikasi yang menyenangkan .

91

G59. Rumus Mendengar Aktif

Di dua artikel sebelumnya, kita telah membahas tentang mendengar aktif dan manfaatnya untuk
anak. Kita perlu melatih nya setiap hari agar menjadi cara kita berkomunikasi yang alami.
Mendengar aktif dibutuhkan dalam berbagai kondisi, terutama kondisi ketika perasaan anak
sedang penuh, baik oleh emosi positif ataupun emosi negatif. Bagaimana memulai mendengar
aktif ?
Pertama, baca bahasa tubuh anak. Karena bahasa tubuh menyiratkan emosi lebih akurat daripada
kata-katanya. Supaya anak terbiasa jujur dengan bahasa tubuhnya, maka kita sebagai
orangtuanya dulu yang perlu duluan mencontohkan bahasa tubuh yang jujur. Kita orangtuanya
perlu terbiasa mengekspresikan perasaan apa adanya ke anak, tidak jaim (jaga image), sehingga
anak akan meniru cara kita dan terbiasa mengekspresikan perasaan dengan bahasa tubuh yang
jelas.
Kedua, dengarkan anak bicara apa adanya, tanpa dipotong, dinilai, atau ditanggapi. Ketika itu,
anak akan mengeluarkan semua emosinya. Kalaupun anak menangis atau tampak beraksi
berlebihan, tidak perlu dipotong atau dihentikan. Anak masih berlatih mengendalikan diri dan
emosinya. Beri dia waktu untuk berlatih itu. Kita cukup menanggapi dengan minimal encourages
yang menunjukkan kita memperhatikannya, misalnya : Mmm ... / mengangguk-ngangguk / Terus
?.
Ketiga, ketika tensi emosinya sudah menurun, dan waktunya sudah tepat untuk menanggapi,
mulai dengan Restating (menyatakan kembali) untuk meng-crosscheck perasaannya. Misalnya :
Adek merasa kesal ya ?.
Jika penjelasan anak cukup panjang, maka kita bisa menanggapi dengan mendaftar apa saja yang
dia rasa, misalnya : Adek merasa kesal, sakit hati, tidak dihargai ?
Jika anak menyampaikan potongan potongan informasi, kita juga bisa bantu merangkum dan lalu
menanyakan lagi ke anak. Misalnya : Dari cerita Adek, sepertinya Adek ingin teman Adek tahu
bahwa Adek tidak mau diperlakukan seperti itu. Benar begitu ?
Dengan rangkaian pertanyaan untuk memvalidasi perasaan anak, maka kita membantu anak
mengenali bahwa perasaan itu berbeda-beda, dan dari situ dilanjutkan membantu anak mengenali
apa pemicu yang menyebabkan perasaan anak. Misalnya : Adek merasa kesal karena temanmu
menjauhimu ?.
Mengetahui perasaan sendiri, dan apa penyebabnya, adalah setengah jalan menuju solusi.
Melompati tahap tahap ini hanya akan membuat anak merasa bingung dengan dirinya, sehingga
cenderung mudah galau menghadapi masalah. Karena tidak terbiasa mencari akar penyebab
perasaan, dan tidak terbiasa mengenali dan mengelola perasaannya.
Jadi ayah bunda, untuk membantu anak anak kita tumbuh tangguh dan siap menghadapi berbagai
tantangan, mari kita mulai dengan mendengar aktif anak kita. Selamat berkomunikasi yang
menyenangkan .

92

93

G60 Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : 12


Gaya Populer

Apakah Ayah Bunda familiar dengan kalimat-kalimat ini?


Byan, mandi sekarang. Udahan main gamenya. Setelah mandi, langsung kerjakan PR. Ibu ga
mau dipanggil lagi ke sekolah gara-gara kamu lupa ngerjain PR
Atau
Cup cup, ga sakit. Adek kuat
Atau
Duuuuuuh, susah banget dibilangin sih?
Kalimat-kalimat diatas adalah contoh kalimat yang termasuk dalam 12 Gaya Populer. Disebut
Gaya Populer karena biasa digunakan oleh orangtua. Saking umumnya digunakan oleh orangtua
bahkan secara turun-temurun, kita menganggap kalimat-kalimat itu adalah kalimat yang wajar.
Ups, memangnya ini kalimat yang tidak wajar?
Mari kita diam sejenak dan bayangkan bahwa diri kita adalah anak yang menjadi objek dari
perbincangan diatas. Apa yang kita rasakan dari kalimat pertama, kedua, ketiga, atau keempat?
Ya, kalimat-kalimat di atas membuat perasaan kita sebagai anak menjadi tidak nyaman (dengan
kadar masing-masing). Gaya komunikasi seperti ini menciptakan satu lubang di hati anak yang tak
terlihat oleh orangtua. Jika terus menerus digunakan, gaya populer ini menjadi penghalang
komunikasi anak dengan orangtua.
***
Lo kenapa sih, nyokap lo nelpon malah lo taroh hape di meja?, tanya seorang remaja
berseragam SMP pada temannya. Mereka sedang duduk-duduk di warung dekat sekolah.
Males gue, jawabnya
iya iya-in aja kali. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Daripada nyokap lo curiga trus tambah
murka, sahut remaja lainnya
eh, kalo gue dengerin, gue takut ada kata yang nyangkut di kepala gue, timpalnya dengan wajah
penuh kekesalan
***
Cerita di atas adalah kisah nyata. Kisah yang menunjukkan bahwa akibat dari kronisnya
penggunaan komunikasi gaya populer akan perlahan-lahan mematikan hubungan orangtua
dan anak karena membuat perasaan anak terluka, merasa tidak diterima, tidak dihargai,
tidak disayangi, dan tidak berarti. Oleh karena itu, komunikasi ini disebut juga Komunikasi
Parentogenik.

94

Anak yang merasa tidak disayangi dan tidak berharga dihadapan orangtuanya, cenderung merasa
tidak layak dicintai, sehingga ia juga tidak peduli dengan orang lain, dingin, cuek dan berpetualang
mencari cinta dan kehangatan. Mereka cenderung mencari kasih sayang dan penghargaan dari
luar rumah. Ia berusaha baik dan menarik perhatian orang yang dikasihi walaupun diperlakukan
tidak baik dan disakiti berulang kali. Tidak bisa dibayangkan apa yang terjadi jika orang di luar
sana (yang dikasihi anak-anak haus penghargaan dan kasih sayang tersebut) ternyata bukan
orang baik-baik.
Apa saja 12 Gaya Populer yang merupakan Komunikasi Parentogenik ini?
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Memerintah
Menyalahkan
Meremehkan
Membandingkan
Mencap / melabel
Mengancam
Menggurui

8. Membohongi
9. Menghibur
10. Mengkritik
11. Menyindir
12. Menganalisa

Kita akan membahas Komunikasi 12 Gaya Populer yang Parentogenik ini lebih dalam di artikelartikel berikutnya.

95

G61. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (1)


Mengancam

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Kalo kamu mau ikut Mama, boleh. Pake baju yang baik dan jangan banyak tingkah. Kalo kamu
bikin malu, Mama cubit
Kerjakan PR sekarang, atau Mama telpon Papa
Kalo kamu ga mau beresin mainan, Mama sumbangin semua ya mainannya

[KARENA...]
Ancaman tidak efektif membuat anak patuh pada orangtua. Ancaman hanya membuat anak
pura-pura patuh untuk kemudian akan melakukan apa yang ia inginkan ketika orangtua tidak ada.
Bahkan, ia akan belajar mengancam agar keinginannya terpenuhi.
Ancaman membuat anak merasa tidak aman, membuat hatinya ciut dan merasa takut. Jika terjadi
dalam jangka panjang, konsep diri anak menjadi negatif, tidak berani berekspresi, tidak
berani berkata tidak, tidak berani menolak, tidak berani melawan, dan tidak berani berpendapat.
Anak-anak korban bullying dan kekerasan seksual serta anak yang terjerat narkoba dan
pornografi, umumnya adalah anak-anak yang tampak baik dan patuh, yang tidak berani berkata
tidak. Mereka patuh pada teman-temannya yang mengancam meskipun salah. Hal ini diperkuat
oleh hasil penelitian Alyson Schafer dalam bukunya Honey, I Wrecked The Kids. Ia mengatakan
bahwa ancaman secara tidak sengaja mengajarkan anak untuk mengabaikan suara hatinya
dengan mengatakan Tidak!. Sehingga saat dewasa ia cenderung tak mampu menolak.
Ancaman tidak membuat anak bertanggungjawab atas apa yang seharusnya ia lakukan.
Adele Faber, dalam bukunya How to Talk so Kids Will Listen and Listen so Kids Will Talk,
menyatakan bahwa ancaman adalah bentuk rasa tidak percaya orangtua atas kemampuan anak
untuk mengatur hidupnya, sehingga butuh ada ancaman untuk memastikan anak melakukan
tugas-tugasnya. Lebih jauh lagi Adele mengemukakan, anak yang terbiasa diancam akan
tumbuh menjadi anak yang tidak punya kepercayaan diri, mudah takut, atau sebaliknya
cenderung memberontak.
Ancaman adalah salah satu bentuk kekerasan emosional yang jika dilakukan berulang-ulang
dapat memunculkan trauma dalam diri anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh StreeckFischer & van der Kolk pada tahun 2000, anak maupun orang dewasa yang memiliki sejarah
kekerasan mengalami fungsi Prefrontal Cortex (untuk proses belajar dan penyelesaian masalah)
menurun, volume hipokampus (bagian otak yang berfungsi mengantarkan informasi dari sistem
limbik ke korteks) menurun, dan fungsi sistem limbik (pengelolaan emosi) sensitif berlebihan yang
mengakibatkan munculnya perilaku impulsif (bertindak berdasarkan emosi tanpa proses berpikir)
pada orang yang diancam.

96

Hasil penelitian dari Centre on The Developing Child, Harvard University menginformasikan bahwa
pada saat seorang anak dalam kondisi terancam, sistem ditubuhnya akan meningkatkan detak
jantung, meningkatkan tekanan darah, dan melepaskan hormon kortisol (hormon stres). Jika hal ini
terjadi terus menerus akan merusak dan melemahkan sistem kekebalan tubuh dan kinerja otak.
[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Tetapkan aturan main. Duduk dengan anak dan diskusikan dengannya mengenai apa
saja hak dan kewajiban anak. Biarkan anak yang menentukan, sedangkan orangtua
mengarahkan sesuai dengan kemampuan dan usia anak. Diskusikan juga apa
konsekuensinya jika ia tidak memenuhi kewajibannya. Lakukan ini di awal sebelum ada
pelanggaran, sehingga kita tidak perlu mengancam karena anak sudah tahu konsekuensi
dari sikap dan perilakunya. Kita cukup mengingatkan saja.
Kakak boleh ikut Mama. Disana tidak ada sepupumu dan Mama akan ngobrol serius
dengan om dan tante, jadi Mama tidak bisa menemanimu dan mungkin kamu akan bosan.
Kalo kakak tetap mau ikut, apa yang akan kakak lakukan? Apa konsekuensinya jika kakak
mengganggu mama?

2. Ajukan pilihan. Berikan anak pilihan dengan hasil akhir anak tetap melakukan apa yang
menjadi kewajibannya.
Nak, ini jadwalnya apa ya?
Ngerjain PR, hehehe
Mau ngerjain PR sekarang ditemani Mama, atau nanti ngerjain PR sendiri?

3. Beri batasan dan ingatkan. Mungkin anak akan bernegosiasi atas apa yang menjadi
tanggungjawabnya. Terima perasaannya, tetap tegas dan konsisten. Inkonsistensi akan
membuat anak semakin ahli bernegosiasi dan memanfaatkan kelemahan orangtua.
Masih malas ya, Nak? Berapa menit lagi kamu akan merapikan mainannya?
10 menit lagi, Bunda
Sudah 5 menit, Nak. 5 menit lagi mainannya mulai dirapikan ya

97

G62. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (2)


Melabel/Mengecap
[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]
Ampun deh nih anak, susah banget dibilangin!
Jangan nakal lagi ya, nurut sama bunda. Bunda sedih kalo adek begitu terus
Wow, kamu memang artis yang genius!

[KARENA...]
Jiwa anak-anak seperti kertas putih. Kata-kata kita adalah goresan tinta yang tertulis di atasnya.
Ketika kita menuliskan kata baik di kertas jiwa anak kita, kita akan membaca kata baik yang kita
telah tuliskan. Kata-kata yang kita tempelkan pada dinding jiwa anak kita adalah referensi utama
baginya untuk bersifat dan bersikap. Ia akan mengamini apa yang kita katakan untuk kemudian ia
refleksikan dalam sikap dan perilaku.
Dalam teori labeling ada satu pemikiran dasar, dimana pemikiran tersebut menyatakan "seseorang
yang diberi label tertentu dan diperlakukan seperti orang dengan label tersebut akan bersikap
seperti label tersebut". Jika seseorang diberi label bodoh atau ahli matematika, dan
diperlakukan seperti orang bodoh atau ahli matematika, ia akan bersikap bodoh atau
berusaha keras untuk menjadi ahli matematika.
Dalam A Handbook for The Study of Mental Health, label adalah sebuah definisi yang ketika
diberikan pada seseorang, akan menjadi identitas diri orang tersebut dan menjelaskan orang
dengan tipe bagaimanakah dia. Melabel anak (baik label negatif maupun positif) ternyata
berpotensi memberi dampak yang tidak baik bagi anak.
Label negatif membuat anak memiliki gambaran diri yang negatif (sesuai label yang diterimanya)
sehingga mendorong perilaku sesuai label tersebut. Label negatif juga merendahkan harga diri
anak. Dalam buku Raising A Happy Child, banyak ahli yang setuju bahwa bagaimana seseorang
memandang dan merasakan dirinya sendiri akan menjadi dasar orang tersebut beradaptasi
sepanjang hidupnya. Anak yang merasa dirinya tidak berharga dan tidak dicintai akan cenderung
memilih jalan yang mudah, tidak berani mengambil resiko, dan sulit berprestasi.
Sedangkan label positif, menurut National Fatherhood Initiative, justru menghancurkan diri anak
melalui rasa percaya diri yang berlebihan. Maka, sangat penting untuk mengunci label positif
tersebut terhadap Siapa yang menciptakan anak kita dan ajak anak kita untuk bersyukur. Misal,
Maha Indah Tuhan yang menciptakan wajah cantik ini, atau Maha Baik Tuhan yang
mengaruniakan kecerdasan pada putra Bunda. Kunci ini akan mengajarkan pada anak bahwa
karunia yang ia terima bukan untuk membuatnya jumawa, tapi bersyukur.
Pada banyak kasus, label positif merupakan alat untuk memotivasi atau membentuk perilaku anak.
Perlu diingat kembali bahwa kita menerima anak kita sebagai amanah dan kita diberi
tanggungjawab untuk memfasilitasi anak kita mengeksplorasi dirinya, bukan membentuk anak kita

98

sesuai dengan apa yang kita mau. Pertanyaannya, apakah yang kita mau sesuai dengan yang
Tuhan inginkan tentang anak kita? Jika ya, go ahead. Jika tidak?
Label positif yang berlebihan ternyata berpotensi membatasi anak kita dalam mengeksplorasi diri.
Pada dasarnya, anak kita sangat ingin membuat orangtuanya bangga, bahagia, mencintai mereka
dan menerima mereka dengan melakukan apa yang disematkan orangtua pada dirinya. Melabel
anak dengan sesuatu yang spesifik seperti Kamu sastrawan hebat membuat anak berusaha
sebaik mungkin untuk memenuhi label yang diberikan orangtuanya.
Bersamaan dengan itu, alam bawah sadar anak akan mengidentifikasi karakter sastrawan hebat
dengan stereotipe yang ada di masyarakat, yaitu sastrawan umumnya tidak pandai matematika,
lebih suka menyendiri, sensitif, tertutup, dan label ikutan lain, sehingga anak kita tidak
mengeksplor bidang-bidang yang tidak sesuai dengan identitas sastrawan hebat. Hal ini lah yang
membuat psikiater anak, Dr. Charles Sophy, menghimbau orangtua untuk menghindarkan diri dari
perilaku melabel.
Penelitian yang dilakukan Carol Dweck, PhD, psikolog sosial dari Columbia University, juga
menyatakan bahwa anak-anak yang dipuji karena berusaha keras saat melakukan tes ternyata
lebih mampu melakukan tugas yang sulit dibandingkan anak-anak yang dipuji karena pintar.

[BEGINI SEHARUSNYA]
1. Berilah pujian atau dukungan terhadap perilaku anak, bukan pada diri pribadinya. Ini
adalah dua hal yang berbeda.
Embun, kerja kerasmu hebat sekali dalam menyelesaikan lukisan ini, jauh lebih baik
daripada Embun, kamu adalah pelukis yang hebat!.
Atau
Apa kamu perlu bantuan Papa saat belajar matematika?, benar-benar berdari dari Tidak
apa-apa, mungkin kamu memang tidak berbakat matematika seperti Mama

2. Gunakan label (pujian atau dukungan) hanya saat diperlukan di saat yang tepat, dengan
niat yang tulus, dan tidak berlebihan. Labeling positif digunakan saat kita ingin
memperkuat konsep diri positif anak kita, untuk perilaku atau prestasi yang telah ia
lakukan, dan untuk memperkuat potensi yang ditunjukkan oleh anak.
Katakan Bersyukur kamu dikaruniai kemampuan menghafal dengan sangat cepat.
Sehingga kamu layak disebut si penghafal cepat, pada anak yang telah menunjukkan
kemampuan menghafal yang sangat cepat

3. Selalu kunci label positif dengan Siapa yang menciptakan anak kita dan ajak anak kita
untuk bersyukur mengenai hal itu.
Maha Indah Tuhan yang memberikan bakat ini padamu

99

Anak-anak suka sekali jika mereka memenuhi harapan orang dewasa di sekitar mereka. Jika
mereka diharapkan untuk berlaku baik, mereka akan berlaku baik. Jika mereka diharapkan
sebaliknya, merea akan lakukan. Wow! Label is a powerful stuff. Pastikan kita berhati-hati dalam
penggunaannya.

100

G63. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (3)


Membandingkan

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Masa sih gitu aja takut. Byan aja berani
Ayo Kak, kamu pasti bisa. Adik kemarin bisa menyelesaikan dalam 10 menit lho!
Kamu ternyata lebih pintar dari kakakmu ya

[KARENA...]
Orangtua memang wajar jika memiliki harapan dan ekspektasi terhadap anak-anaknya. Yang
sangat perlu diingat adalah setiap anak merupakan pribadi yang spesial dan unik. Ia hanya ada
satu di dunia ini dan mungkin kelebihan, bakat, serta kekuatannya tidak sesuai dengan yang
diharapkan orangtua. Bahkan mungkin juga sama sekali berbeda meski dengan saudara
kandungnya.
Membanding-bandingkan anak berdampak buruk bagi yang diperbandingkan maupun bagi yang
menjadi pembanding. Anak yang diperbandingkan merasa tidak disayang, tidak diterima
seutuhnya dan merasa dituntut untuk melakukan hal yang diluar kemampuannya.
Dr. Justin Coulson, praktisi parenting dan psikolog University of Wollongong, mengatakan bahwa
membandingkan seorang anak dengan saudaranya akan mengajarkan mereka bahwa hidup
adalah tentang kompetisi dan perbandingan, dan mereka selalu merasa dirinya tidak pernah cukup
baik daripada oranglain. Hal ini merusak harga diri, menghilangkan motivasi, dan meningkatkan
kecemasan.
Sally-Anne McCormack, psikolog klinis yang tergabung dalam Australian Psychological Society ini
mengatakan bahwa anak-anak kita sangat menghargai penilaian kita. Sebelum mereka memiliki
suara hati sendiri, mereka mendengar apa pendapat kita tentang dirinya. Jika kita terus
mengatakan, Kamu tidak sebaik kakakmu, maka mereka tumbuh dengan kepercayaan bahwa
"Aku tidak akan pernah sebaik kakakku.
Yang jadi pembanding tak kalah berat beban jiwanya. Elly Risman, psikolog yang juga direktur
Yayasan Kita dan Buah Hati menyatakan bahwa anak yang menjadi pembanding merasa berat
memikul penghargaan yang diberikan padanya. Dianggap hebat walau nun jauh di lubuk hatinya
yang terdalam dia merasa, Ah, enggak segitunya. Ga enak juga di"iriin" saudara sendiri . Ia
mengalami konflik batin yang membuatnya tidak nyaman.

[BEGINI SEHARUSNYA]
1. Terima anak kita seutuhnya. Ketahui apa kelebihan, kesukaan, dan kekuatan masingmasing anak. Perlakukan mereka sesuai dengan keunikan masing-masing. Fokus pada

101

kelebihannya, bantu ia menyiasati kekurangannya. Yaitu dengan beri pujian atas


perilakunya yang baik, dan beri dukungan atas kekurangan yang dimilikinya.
2. Boleh membanding-bandingkan anak kita, asal dengan satu syarat : bandingkan ia
dengan dirinya sendiri.
Tahun lalu kakak pernah dapat nilai 9 kan.. kakak cukup puas dengan nilai yang
sekarang?
Kemarin Kakak berani, coba ingat-ingat apa yang Kakak pikirkan saat itu sehingga Kakak
berani
Kamu semakin pintar ya

Tidak bijak membandingkan ubi dengan anggur. Keduanya berbeda, namun keduanya bermanfaat
bagi kita.

102

G64. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (4)


Memerintah

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Eh eh eh, Mama bilang jangan lewat situ
Kakak, mandi sekarang!
Pokoknya, kamu nurut apa kata Ayah. Jangan pernah main dengan Tegar lagi

[KARENA...]
Diana Baumrind, psikolog klinis dan perkembangan dari University of California, Berkeley,
mengkategorikan orangtua yang biasa menggunakan bahasa instruksi dalam mengasuh anaknya
sebagai orangtua yang menggunakan gaya pengasuhan otoriter.
Bahasa instruksi membuat inisiatif anak tidak terlatih. Anak cenderung menjadi seperti robot yang
melakukan sesuatu karena perintah, bukan keinginan sendiri. Anak tidak sempat berpikir dan
merasa, sehingga ia tidak memiliki internal control (kontrol dari dalam dirinya) atas sesuatu dan
mudah sekali terpengaruh dan ikut-ikutan (cenderung menjadi follower), mudah tersinggung,
pemurung, tidak bahagia, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, tidak
bersahabat, cenderung membantah. Mereka juga cenderung menjadi pencemas, penakut, dan
mengalami masalah harga diri.

103

[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Jalin ikatan emosi dengan anak. Anak yang dekat dengan orangtuanya akan lebih
kooperatif dan senang membantu orang lain, sehingga orangtua tidak perlu menggunakan
kalimat perintah untuk memintanya melakukan sesuatu. Biasakan bicara dengan bahasa
tubuh penuh penerimaan, kontak mata yang setara, dan gunakan panggilan sayang, Nak,
Putri Ibu, Nina sayang.

2. Kaki dulu baru mulut. Jika kondisinya memungkinkan, hampiri dulu anak kita saat kita
meminta bantuannya. Anak kita merasa lebih dihargai jika orangtua berbicara lembut dan
tidak berteriak.

3. Gunakan 3 kata ajaib : Maaf, Tolong, dan Terimakasih.


Maaf Nak, Bunda sedang di toilet. Boleh tolong Bunda matikan kompornya? Terimakasih
sudah menolong Bunda

4. Bicara sesuai dengan umur dan pemahaman anak


Semakin muda usia anak kita, maka arahan kita harus semakin pendek dan sederhana.
Pertimbangkan tingkat pemahamannya. Jika anak kita yang berusia 3 tahun melakukan
kesalahan, coba bertanya dengan, "Coba mama mau denger dede ngapain tadi? daripada
"Kenapa kamu lakukan itu?, suatu pertanyaan yang orang dewasa pun belum tentu bisa
memberikan jawaban.

5. Gunakan kalimat yang positif, jelas (langsung pada perilaku yang kita inginkan), pendek,
dan sederhana. Beri pujian terlebih dahulu kemudian gunakan rumus saya merasa senang
jika.. atau saya ingin kamu..
Mama merasa senang kalo adek rapikan mainan setelah dipakai, atau Ayah ingin Kakak
main bergantian dengan Adik ya

6. Gunakan kalimat bertanya agar anak berpikir sendiri.


Menurut adek, sampah tempatnya dimana?
tempat sampah ...
Jadi apa yang perlu adek lakukan ?

104

7. Gunakan perintah dalam bentuk lagu atau sajak. Misal lagu, Bangun tidur ku terus mandi,
tidak lupa menggosok gigi. Kreasikan sendiri lagu perintah Ayah Bunda :)

8. Berikan pilihan (alternatif) tentang apa yang orangtua inginkan terhadap anaknya setelah
mengkonfirmasi apa yang anak inginkan terhadap dirinya sendiri.
Sudah waktunya makan malam. Adek sudah lapar?
Iya
Mau makan sekarang bareng Bunda atau makan sendiri nanti saja?
5 menit lagi, Bunda. Tanggung PR-nya

9. Berikan pilihan (alternatif) jika kita ingin melarang anak terhadap sesuatu. Misal, kita ingin
melarang anak main di atas tempat tidur. Gunakan, yuk main di teras yuk

105

G65. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (5)


Menyalahkan

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Kenapa semua berantakan begini, Byaaaaan.. ini pasti gara-gara kamu kan?
Naaahh kan... Jatuh juga! Kamu sih dikasih tau gak mau denger!
Kenapa ya, setiap kamu datang, pasti rumah ini jadi berantakan

[KARENA...]
Menyalahkan membuat anak merasa tidak terpojok dan dihakimi, tidak mampu membela diri,
merasa menjadi penyebab dari kejadian buruk yang menimpa, akhirnya anak jadi tidak percaya diri
dan tidak memahami kemampuannya.
Anak yang kerap disalahkan cenderung menjadi anak yang pemurung, mudah stress, membantah,
mudah menyalahkan orang lain, pencemas dan penakut. Ia menuntut dirinya selalu melakukan
sesuatu dengan sempurna dan takut berbuat kesalahan.
Anak yang terlalu sering disalahkan juga rentan mengalami depresi dan mengalami masalah harga
diri. Depresi yang berkepanjangan dapat mendekatkan anak kita pada masalah yang lebih besar :
narkoba, miras, pornografi, pergaulan bebas, dan bunuh diri.

[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Mengkonfirmasi kejadian dengan bertanya.
Kenapa semua berantakan begini, Byaaaaan.. ini pasti gara-gara kamu kan? diubah
menjadi Siapa yang sedang bermain? Bermainnya sudah selesai? Kalau sudah selesai,
silakan dirapikan dan disimpan ditempatnya ya. Mau Bunda bantu?

2. Menegur dengan menggunakan kalimat tanya. Jika anak sedang bermasalah, terima dulu
perasaannya, baru membahas kesalahannya.
Naaahh kan... Jatuh juga! Kamu sih dikasih tau gak mau denger! diubah menjadi Sakit
ya Nak? Jatuhnya keras ya?, setelah anak kembali normal (tidak lagi bermasalah dengan
perasaannya), baru tegur dengan kalimat tanya Menurut kamu, lari-lari saat lantai licin
berbahaya ga? Lain kali apa yang akan kamu lakukan?

3. Menegur dengan kalimat positif dengan rumus Pesan Saya, yaitu saya merasa... jika...
atau saya ingin kamu..

106

Kenapa ya, setiap kamu datang, pasti rumah ini jadi berantakan, diubah menjadi
Mama senang sekali jika kamu tetap menjaga kerapihan rumah kita, sehingga rumah kita
jadi nyaman untuk dihuni atau
Mama khawatir kecoa datang kalo kita tidak segera merapikan rumah atau
Mama ingin kamu membantu Mama menjaga kerapihan rumah ini, kita bekerjasama ya

107

G66. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (6)


Meremehkan

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Masa gitu aja ga bisa
Kamu bener bakal les sampe tuntas? Ga akan berhenti di tengah jalan lagi?
Adek mau pake sepatu? Sini sini Bunda bantu

[KARENA...]
Meremehkan anak termasuk dalam kelompok perlakuan kekerasan emosi. Anak yang mengalami
kekerasan emosi secara terus menerus akan mengalami gangguan emosi, seperti perasan takut,
cemas, penilaian terhadap diri yang rendah, dan belajar meremehkan orang lain.
Meremehkan, menurut psikolog anak, Perwitasari dari Yayasan Kita dan Buah Hati, membuat anak
merasa tidak berharga atau tidak dihargai sehingga anak akan mencari cara lain untuk bisa
dihargai, misalnya dengan menyombongkan diri. Orang yang sombong sebetulnya adalah orang
yang tidak percaya diri, dia takut diremehkan bila dia merendahkan diri, cenderung menjadi
megaloman, sok kuasa, dan berambisi untuk mendapat apa yang diinginkan agar mendapat
pengakuan dari orang lain.
Membantu anak terlalu dini saat ia sedang melakukan sesuatu, tanpa sadar membawa orangtua
meremehkan kemampuan anak. Memang biasanya karena sayang para orangtua membantu
anaknya, namun sikap ini memangkas kesempatan anak untuk mencoba dan membuktikan bahwa
dirinya mampu.
Setiap anak adalah pohon berbunga. Meremehkan adalah gunting bagi setiap kuntum yang baru
akan mekar. Ia akan kehilangan kesempatan menunjukkan keindahannya.

[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Apresiasi usaha terbaiknya, terima perasaannya dan dukung untuk terus berusaha jika
anak mengalami kesulitan
Masa gitu aja ga bisa diubah menjadi,
Bisa Nak? Susah ya? Segini sudah hebat usahanya, jika tekun berusaha pasti berhasil.
Masih mau menyelesaikan sendiri?

2. Bantu anak mengukur dirinya dengan kalimat tanya

108

Kamu bener bakal les sampe tuntas? Ga akan berhenti di tengah jalan lagi?, diubah
menjadi,
kalo ikut les ini, waktu dan energimu masih cukup untuk kegiatan lain?

3. Biarkan anak menyelesaian perjuangannya sampai tuntas, dukung dengan menerima


perasaan anak dan memberi tips cara yang lebih mudah
Adek mau pake sepatu? Sini sini Bunda bantu diubah menjadi,
Susah ya pake sepatunya, hebat lo Adek mau pake sepatu sendiri. Hmm, coba Adek lihat
Bunda, kayak gini lebih mudah pakenya

109

G67. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (7)


Membohongi

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Sudah gapapa, jangan nangis. Besok juga sembuh kok
Ibu ga punya uang
Bapak perginya gak lama kok

[KARENA...]
Membohongi, membuat anak belajar tidak jujur dan tidak percaya pada orang lain. Ia belajar
menjadi orang jujur dari lingkungan terdekatnya : orangtua dan keluarga. Jika ia kehilangan
kepercayaan terhadap lingkungan terdekat, ia akan menjadi orang yang mudah curiga pada orang
lain. Ia bisa jadi menganggap dunia adalah tempat tinggal yang tidak layak dipercaya.
Chelsea Hays dan Leslie J. Carver, calon profesor dari University of California, San Diego,
melakukan penelitian mengenai keterkaitan perilaku bohong yang dilakukan orang dewasa
terhadap kejujuran anak-anak. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa anak-anak meniru perilaku
bohong yang dilakukan orang dewasa karena mereka merasa tidak perlu berkata jujur pada orang
yang telah membohongi mereka.
Anak-anak mulai berbohong dengan cerita yang mudah ditebak (bahwa ia berbohong) pada usia 2
3 tahun. Pada usia 4 tahun, ia mulai bisa membuat cerita bohong yang masuk akal. Pada usia 7
8 tahun, cerita bohong mereka akan lebih kompleks dengan bumbu fakta yang memang terjadi.
Kenali bahasa tubuh anak yang berbohong, yaitu cerita yang tidak konsisten, kontak matanya
menghindar, merasa gelisah , tidak tenang atau diam. Bohong dilakukan anak sebagai alat untuk
menarik perhatian atau karena anak takut menerima akibat dari perbuatannya.
Namun, ada bohong yang diperbolehkan untuk diajarkan kepada anak. International Journal of
Psychology menyebutkan bahwa 84% orangtua berbohong pada anaknya agar sang anak
berperilaku lebih baik. Bohong yang diperbolehkan adalah jika anak harus melindungi dirinya dari
orang asing. Ia boleh berbohong mengatakan, Aku kebelet pipis, maaf ya om, untuk menghindari
ajakan orang asing yang menawarkan untuk mengantar pulang.

[BEGINI SEBAIKNYA]
1. Terima perasaan anak jika emosinya sedang bermasalah. Jelaskan apa yang dialami anak
apa adanya, sesuai umurnya.
Sudah gapapa, jangan nangis. Besok juga sembuh kok, diubah menjadi

110

Sakit ya, Nak? Iya, kalo kaki adek terluka memang sakit. Ini karena ada jaringan di kulit
yang robek. Tapi nanti dibantu sembuh oleh trombosit, hanya saja trombosit perlu waktu 3
hari. Selama itu adek akan merasa sakit hingga luka adek tertutup dan kering.

Ibu ga punya uang, diubah menjadi


Ibu punya uang tapi terbatas. Kita sudah sepakat kan adek hanya jajan 2 ribu rupiah
perhari?

2. Tepati janji kepada anak, ia adalah pengingat yang ulung.


Bapak perginya gak lama kok, diubah menjadi
Bapak berangkat kerja ya, setelah Adek mandi di sore hari, mudah-mudahan Bapak sudah
pulang dan kita bermain lagi
Atau
Hari ini Bapak mungkin akan pulang terlambat, tapi nanti hari minggu kita main helikopter
ya

111

G68. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (8)


Mengeritik

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


"Kamu tuh kalau dibilangin suka ngeyel, gak mau denger! Tau rasa kan akibatnya!"
Anak Mama harusnya rangking 1 dong, kok jadi rangking 2?

[KARENA]
Disebutkan dalam Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology, kritik merupakan faktor
signifikan yang mempengaruhi depresi yang terjadi pada anak-anak. Kenneth Barish, Ph.D,
Clinical Associate Professor of Psychology di Weill Medical College, Cornell University,
menyatakan bahwa kritikan menimbulkan rasa benci dan sikap menantang, melemahkan inisiatif
dan kepercayaan diri anak serta membuat anak kehilangan tujuan hidup.
Kritik juga menghilangkan rasa menyenangkan dari apa yang sedang kita lakukan. Andre Agassi,
seorang petenis profesional dari Amerika, pada usianya yang ke-7 mampu mencetak 2.500 skor
perhari. Ia menjadi pemain tenis yang hebat, namun ia sangat membenci tenis.
Ketika anak-anak mendapatkan kritikan dan membuat mereka merasa tidak berharga, mereka
akan mempertanyakan cinta orangtua mereka. Ia merasa tidak dicintai dan sebagai akibatnya
mereka mungkin mulai mencari cinta di tempat lain.
Ketika seorang anak dikritik, ia mulai merasa malu pada dirinya sendiri. Seiring waktu berlalu,
kritikan akan membuatnya percaya bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Akibatnya ia
menarik diri dari lingkungan sosial, takut mengekspresikan emosi, takut mengambil risiko,
kehilangan kepercayaan diri, dan konsep diri yang negatif.
Kebanyakan, orangtua mengeritik anaknya dengan maksud baik. Kita ingin anak kita terus
memperbaiki diri hingga ia menjadi dirinya yang terbaik dan sukses di dunia yang penuh
persaingan ini. Dalam hal ini, kita mengkritik karena kita cemas tentang masa depan anak kita.
Kita mengganggap bahwa kritikan yang kita berikan bersifat konstruktif. Kritik yang membangun.

[BEGINI SEBAIKNYA]
Kritik boleh dilakukan oleh orangtua dengan syarat usia anak sudah diatas 10 tahun, pastikan
anak sedang nyaman dengan hatinya, terima perasaannya, beri apresiasi lebih banyak terlebih
dahulu dan kritik sikap yang menurut kita tidak efektif, bukan mengeritik diri pribadinya. Dan hanya
boleh dilakukan dengan kalimat tanya atau rumus Pesan Saya yaitu saya merasa... jika... atau
saya ingin kamu..

112

"Kamu tuh kalau dibilangin suka ngeyel, gak mau denger! Tau rasa kan akibatnya!"
diubah menjadi
Jadi yang tadi itu, apa yang terjadi? Mama khawatir. Mama ingin Kakak lebih berhati-hati

Anak Mama harusnya rangking 1 dong, kok jadi rangking 2?


diubah menjadi
Wah, kerja kerasmu hebat ya Nak, Mama bangga sekali

113

G69. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (9)


Menyindir
[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]
Bagus, sudah malam begini baru pulang! Kenapa enggak pulang pagi aja sekalian?
Matahari terang banget ya, karena ada yang lagi nyuci piring kali ya
[KARENA...]
Menyindir tidak mengajarkan anak kita untuk bicara asertif. Anak juga kebingungan dengan
maksud orangtua yang menyindir. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya harus mereka lakukan.
Mereka merasa apapun yang mereka lakukan salah, tidak ada yang benar.
Menyindir merupakan manifestasi kekesalan yang memuncak sekaligus rasa tidak percaya. Anak
kita punya hak dididik dengan cara yang benar, dan orangtua punya kewajiban mendidik dengan
cara yang benar.
Sindiran tidak membuat komunikasi menjadi efektif bahkan seringkali berupa serangan emosional
saja, dan dalam alam bawah sadar yang mendengar akan muncul mekanisme perlawanan
sehingga pesan utamanya tidak sampai. Pada kondisi ini, komunikasi gagal menemukan
tujuannya.
Jika pola komunikasi ini terjadi terus menerus, anak akan menjaga jarak dan menutup pintu
komunikasi karena merasa sakit hati dan bahkan jika ia memiliki perilaku buruk, akan semakin
menjadi-jadi.
[BEGINI SEBAIKNYA]
Pastikan diri kita dan anak sedang nyaman dengan hati masing-masing. Mulai percakapan dengan
menerima perasaannya dan kemudian konfirmasi kejadian dengan bertanya.
Bagus, sudah malam begini baru pulang! Kenapa enggak pulang pagi aja sekalian?
diubah menjadi
Sudah segar badanmu, Nak? Jadi tadi malam terlambat pulang dan tidak memberi kabar
karena apa? Mama khawatir sekali
Beri apresiasi lebih banyak dan sampaikan maksud komunikasi kita dengan kalimat positif
menggunakan rumus Pesan Saya, yaitu saya merasa... jika... atau saya ingin kamu..
Matahari terang banget ya, karena ada yang lagi nyuci piring kali ya, diubah menjadi
Mama senang sekali kamu Mama cuci piring, terimakasih sudah membantu meringankan
pekerjaan Mama. Mama ingin kita bisa bekerjasama menjaga rumah kita tetap bersih
Menyindir tidak membuat anak mengerti. Pastikan kita menggunakan kalimat yang jelas.

114

G70. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (10)


Menggurui
[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]
Mestinya kan kamu tuh rajin belajar, jangan main aja, kalau dibilangin sama Mama buat belajar,
ya belajar, jadi nilainya ga kayak gini nih

[KARENA...]
Biasanya, situasi dimana orangtua menggurui anak berada pada kondisi emosi anak yang sedang
bermasalah. Contohnya kasus diatas, anak sedang tidak nyaman dengan perasaannya karena
nilai ujiannya jelek. Apa yang dilakukan orangtua? Menceramahi.
Dalam lubuk hatinya, sang anak tahu bahwa ia bersalah. Namun, sikap menceramai dan
menggurui betul-betul membuat hatinya terluka. Saat emosinya sedang bermasalah, anak
membutuhkan penerimaan dan dukungan. Evaluasi terhadap kesalahan tak perlu dilakukan diawal
kejadian.
Sikap menggurui atau menceramahi sebenarnya didasari maksud baik, agar anaknya lebih baik
lagi di masa depan. Namun, cara ini membuat anak dirinya tidak diterima, tidak didukung.
Menggurui atau menceramai juga secara tidak langsung menggunakan teknik menanamkan rasa
bersalah pada anak agar ia tidak mengulangi kesalahannya.
Jika hal ini menjadi kebiasaan, Dr. Jeffrey Bernstein, seorang psikolog anak dan keluarga yang
juga penulis buku 10 Days to a Less Defiant Child mengatakan, anak akan kehilangan
kepercayaan diri, merasa tidak pernah melakukan hal dengan benar, merasa dirinya tidak mampu
dalam menyelesaikan masalah sendiri dan tidak berarti. Anak juga kehilangan hak untuk belajar
empati atas perasaan orang lain. Ia justru belajar untuk mengabaikan perasaannya sendiri dan
perasaan orang lain.

[BEGINI SEBAIKNYA]
Anak-anak fitrahnya baik. Dosanya mungkin lebih sedikit dibandingkan kita orangtuanya yang
sudah hidup lebih lama. Hatinya lebih bersih daripada kita orangtuanya. Maka, didalam dirinya
sendiri ada rasa bersalah yang terbersit ketika ia melakukan kesalahan. Pada situasi ini, tugas kita
orangtua adalah membuat perasaan anak kita kembali nyaman dan menyamankan hati sendiri.
Bicaralah jika hati tenang dan tidak perlu mengungkit kesalahan-kesalahannya, cukup dengan
menerima perasaannya.
Mestinya kan kamu tuh rajin belajar, jangan main aja, kalau dibilangin sama Mama buat
belajar, ya belajar, jadi nilainya ga kayak gini nih
diubah menjadi
Kecewa ya, Nak? Kamu takut membuat Mama Papa kecewa ya?

115

Aktifkan telinga kita untuk mendengar lebih banyak dan alirkan emosinya. Gumaman Oooo,
oya?, wahhh, dapat menjadi kalimat ajaib untuk membuktikan bahwa kita 100% hadir
mendengarkannya. Beri apresiasi atas usaha yang sudah dilakukannya dan sampaikan padanya
bahwa kita menghargai apa yang sudah diusahakan dengan kalimat positif menggunakan rumus
Pesan Saya, yaitu saya merasa... jika... atau saya ingin kamu..
Mama sangat menghargai apa yang Kakak usahakan. Mama ga kecewa kok, Mama
menerima apapun hasilnya
Lanjutkan perbincangan dengan kalimat tanya atau bercerita pengalaman kita untuk merangsang
perbaikan dari dalam diri anak kita, bukan dari kita orangtuanya. Anak-anak suka sekali
mendengar pengalaman orangtuanya. Kalimat tanya dan cerita juga menghindarkan kita dari
kalimat nasehat yang menggurui. Hati-hati dengan pilihan kata dan intonasi agar tidak
mengandung unsur membandingkan.
Nilai Kakak paling jelek berapa? Mama pernah dong Fisikanya dapet 2! Pertama kalinya
mama dapet jeblok! Hahaha. Untungnya sekelas jeblok semua walau Mama tetep yang
paling jeblok. Waktu itu Mama dendam banget, Mama bilang, gue buktiin kalo gue ga
bego-bego amat. Trus Mama gabung geng MaFiA, temen-temen Mama yang jago
Matematika Fisika dan Kimia, Mama minta diajarin mereka. Kakak mau bikin strategi apa?
Pasti strategi Kakak lebih jago deh

Menceramahi dalam kasus ekstrim, menggurui dalam kasus moderat, dan menasehati dalam
kasus ringan, saat emosi anak sedang bermasalah atau baru saja melakukan kesalahan, hanya
membuat anak merasa tidak diterima.

116

G71. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (11)


Menghibur

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Udah ya Sayang, jangan nangis anak baik, anak kuat. Lain kali kita coba ya
Anak laki-laki jagoan, cup cup
Sabar ya, nanti Ayah belikan lagi kucing yang sama
Wow! Tidak boleh menghibur? Yang benar saja?? Boleh kok, dan pastikan kita melakukannya
dengan cara yang benar. Menghibur dengan kata-kata seperti diatas tidak direkomendasikan,

[KARENA..]
Menghibur ketika emosi anak sedang bermasalah seperti contoh kasus diatas, secara tidak sadar
sedang menidakkan perasaan anak. Kita mengambil hak anak untuk mengenali, mengelola, dan
mengekspresikan perasaannya. Ada orangtua yang ingin anak senang terus bawaannya, tidak
merasa sedih dan kecewa. Hal ini terjadi karena orangtua sangat sayang kepada anaknya.
Jika hal ini menjadi kebiasaan, anak jadi terbiasa lari dari masalah dan sulit menerima kenyataan
yang ada karena orang dewasa yang selalu menyembunyikan kenyataan. Padahal memang
begitulah realita kehidupan, kadang senang kadang sedih. Keduanya akan terus bergulir
bergantian, bahkan bisa jadi bersamaan. Rasa manis terasa lebih berarti ketika kita mengecap
rasa pahit, bukan?
Lebih jauh lagi, anak yang terlalu dilindungi dari perasaan negatif, cenderung naif, ragu-ragu dan
takut untuk keluar dari zona nyamannya, dia merasa segala situasi dan kondisi bisa menjadi
masalah dan ancaman yang besar baginya, bingung dan panik saat membuat keputusan, selalu
minta pertimbangan atau bahkan hanya mengikuti yang orang lain putuskan.
Jika hal buruk sedang menimpa, biarkan anak kita tahu apa yang sebenarnya terjadi dan
menikmati prosesnya agar mereka belajar mengenali, mengelola, mengekspresikan perasaannya
dengan benar dan belajar tegar terhadap masalah.

[BEGINI SEBAIKNYA]
Kita boleh kok menghibur. Sebelum melakukannya, pastikan kita sudah melakukan hal berikut :
1. Menerima perasaan anak
Udah ya Sayang, jangan nangis anak baik, anak kuat. Lain kali kita coba ya, diubah
menjadi kecewa banget ya?
Anak laki-laki jagoan, cup cup, diubah menjadi Sakit ya Nak?

117

Sabar ya, nanti Ayah belikan lagi kucing yang sama, diubah menjadi Sedih banget ya
Milly mati?

2. Peluk untuk menenangkan. Pada saat kita memeluk, otak kita dan anak kita melepaskan
hormon endorfin yang memberikan efek relaks dan tenang, serta hormon oksitosin yang
memberikan rasa sayang dan perlindungan pada anak. Pelukan juga menurunkan hormon
kortisol (hormon stres) yang diproduksi saat emosi sedang bermasalah.

3. Gunakan telinga kita lebih aktif daripada mulut. Pancing anak kita bercerita dan
dengarkan ia. Buatkan ia parit untuk mengalirkan perasaannya.

4. Pindahkan anak dari situasi saat ini dan hibur anak dengan aktifitas, kukan sesuatu yang
menarik. Jalan-jalan ke taman yuk, Bantu Bunda masak yuk, Telpon ayah yuk, Bikin
jelly drink yuk.
Menghibur anak tidak harus dengan kata-kata, terima perasaannya, peluk jiwanya, alihkan dengan
kegiatan.

118

G72. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : (12)


Menganalisa

[TIDAK BOLEH DILAKUKAN LAGI]


Apa kabar rapot kamu sekarang? Dibawah KKM semua, kan? Gara-gara ga dengerin kata Ibu,
tuh. Kamu kebanyakan nonton TV?
"Kalau seorang anak tidak mendengar nasihat ibunya, sudah pasti kualat tuh. Papa yakin kamu
denger peringatan mama, tapi kamu langgar, kan? Mangkanya kamu jatuh. Itu peringatan buat
kamu supaya lain kali jangan diulangi lagi!"

[KARENA...]
Gaya komunikasi menganalisa membuat anak merasa tidak mampu, tidak memahami dirinya
sendiri, tidak bisa mengevaluasi kesalahannya sendiri, dan berujung pada anak merasa dihakimi
atas kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan.
Hal ini juga menekan kebebasan jiwa mereka, membatasi kemampuan mereka untuk
mengekspresikan pikiran mereka tanpa prasangka, mencegah mereka menjadi pribadi kreatif dan
membentuk mereka menjadi pribadi yang takut dikritik. Lebih jauh dari itu, gaya komunikasi
menganalisa mengajarkan mereka untuk menghakimi orang lain.
Padahal, anak kita sedang sangat membutuhkan penerimaan dan dukungan. Ia sedang sangat
butuh didengarkan dan dibantu agar merasa nyaman dengan perasaannya.

[BEGINI SEBAIKNYA]
Menerima anak (kelebihan, kekurangan, sekaligus perasaannya) adalah tugas utama orangtua.
Anak akan merasa berarti ketika orangtua menerima dirinya seutuhnya. Caranya, dengan
membiasakan membaca bahasa tubuh anak dan mendengar perasaannya.
Apa kabar rapot kamu sekarang? Dibawah KKM semua, kan? Gara-gara ga dengerin kata Ibu,
tuh. Kamu kebanyakan nonton TV?
diubah menjadi,
Duh, wajahnya murung sekali.. Kakak kecewa ya? Kakak takut Ayah dan Ibu kecewa?
Mungkin kita juga ada rasa bersalah, kecewa, atau perasaan negatif lainnya. Tenangkan diri
sendiri baru tenangkan anak kita. Jika kita sudah merasa tenang, beri apresiasi dan dukungan
lebih banyak ketika berdiskusi dengannya.
"Kalau seorang anak tidak mendengar nasihat ibunya, sudah pasti kualat tuh. Papa yakin kamu
denger peringatan mama, tapi kamu langgar, kan? Mangkanya kamu jatuh. Itu peringatan buat
kamu supaya lain kali jangan diulangi lagi!"

119

diubah menjadi,
"Papa menghargai sekali usaha Kakak. Apa yang Kakak perlukan dari Papa?"
Menganalisa lebih dekat pada penghakiman, lakukan diskusi yang sehat setelah anak merasa
nyaman dengan perasaannya.

120

G73. Pola Komunikasi Keliru : Kamu Tuh Ya

Dari ruang tengah, terdengar adik teriak Kakaaaaaak, adek mau ini !!. Adek ! ini punya kakaaaak
!. Adik dan kakak terus berantem berebut buku. Ibu kesal mendengarnya, datang dengan cepat,
lalu membentak adik dan kakak Kalian tuh ya, kenapa sih kerjaannya berantem terus ??
Adik dan kakak terus berantem, malah teriak semakin keras. Ibu tak habis pikir kenapa setelah
diomelin, mereka malah semakin rame berantem.
Tentu saja, karena Ibu sedang mengomel, bukan berpesan. Omelan tidak akan menyampaikan
pesan, hanya menyampaikan keluhan, dan menularkan rasa kesal. Dan kita sebagai orang tua,
belum banyak tahu tentang ini.
Anak belum punya kapasitas mencerna bahasa sindiran. Mereka baru bisa memahami hal hal
konkrit dan instruksi dengan clean language, langsung pada apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Jadi ketika anak diomeli dengan bahasa sindiran, anak akan menangkap maksud bahwa ibu kesal.
Itu saja. Ibu kesal tidak berarti sama dengan ibu minta anak berhenti berantem. Dan karena anak
sedang sangat fokus dengan keinginannya sendiri, maka otaknya tidak sempat memproses
maksud lain di balik omelan ibunya. Dia hanya akan fokus pada rebutan barangnya.
Kalaupun anak berhenti berantem, ketika ibunya ngomel. Anak berhenti karena takut dengan
tekanan dari ibunya. Bukan karena memahami kenapa mereka harus berhenti berantem. Anak
juga tidak paham bagaimana perasaan ibunya atas perilaku anak berantem. Semua kondisi ini
hanya akan membuat anak makin sulit memahami alasan kenapa dia harus berhenti berantem.
Hasilnya ? Ya anak akan terus berantem.
Omelan atau sindiran seperti ini disebut PESAN KAMU. Pesan kamu berfokus pada menilai objek
yang dikomentari. Dalam kejadian tadi, Pesan Kamu hanya berfokus pada menilai perilaku anak
dan meluapkan emosi ibu.
Kita bisa mengubah situasi ini dengan sikap yang tepat. Yaitu dengan menggunakan PESAN
SAYA.
Pesan Saya berfokus pada pesan yang ingin disampaikan ibunya, dengan tujuan membantu anak
mengubah perilakunya, karena perilakunya mempengaruhi perasaan ibunya.
Dalam kejadian tadi, Ibu datang dengan tenang, melerai anak sambil berkata Ibu merasa sedih
kalau kalian berantem. Kalimat Pesan saya seperti ini menunjukkan bahwa ibu sedang
menyampaikan perasaannya pada anaknya, karena perilaku anaknya mempengaruhi perasaan
ibunya. Anak perlu tahu ini , sehingga dia sadar bahwa dia perlu melatih emosi dan mengendalikan
perilakunya, sehingga tidak membebani dan menyakiti perasaan orang lain.
Biasanya, anak akan tersadar bahwa berantem itu tidak baik, utamanya karena itu membuat Ibu
sedih. Dengan begini, kita tidak memulai dengan membenturkan ego masing-masing anak yang
sedang berebut. Kita tidak memenangkan salah satu anak, atau membela yang satu dan meminta
yang lain mengalah. Kita membawa ibu masuk ke dalam situasi sebagai orang ketiga, yang butuh
menyampaikan perasaan sedihnya ketika melihat anaknya berantem.

121

Pesan Saya juga bisa ditambah dengan pesan yang menunjukkan keinginan Ibu.Misalnya : Ibu
merasa lebih senang kalau Adek dan Kakak akur. Sekali lagi, anak akan melihat perasaan ibunya
terkait perilaku mereka. Mereka akan melihat ibunya punya harapan atas mereka, dan tahu dalam
situasi ini, perilaku apa yang bisa membuat ibunya senang.
Dua Pesan Saya ini efektif menyampaikan pesan ke anak dengan clean language. Anak mendapat
pesan dengan cepat dan langsung pada permintaan perilaku mereka yang diharapkan.
Dengan Pesan Saya, kita bantu anak memahami situasi, memahami posisi anak dalam sebuah
situasi yang melibatkan orang lain. Dengan begitu anak tumbuh dengan kemampuan
mengendalikan emosi dan respon yang semakin matang.

122

G74. Komunikasi Pengasuhan Rumus Pesan Saya

Pagi pagi, anak kebingungan mencari buku pelajarannya, sementara dia belum selesai
mengancingkan baju seragamnya. Ibu melihat kejadian itu,lalu bilang Ya ampun Dek, kancingin
dulu dong bajunya. Nah, tuh pasti nyariin buku pelajaran ya ? Mama bilang juga apa, beresin dulu
tas dari malam, jadi pagi pagi ga usah ribet begini !
Anak yang jelas jelas sedang bingung diberondong omelan. Sudah pasti moodnya akan turun, dan
pagi itu jadi pagi yang tidak menyenangkan buat dia.
Apakah salah mengingatkan anak membereskan tasnya malam sebelumnya ? Pesan meminta
membereskan tas semalam sebelumnya, tentu tidak salah. Tapi caranya yang salah, sehingga
pesan itu tidak sampai ke anak, dan malah membuat suasana hati anak juga suasana hati ibu jadi
muram.
Sayangnya,ini adalah kejadian umum dalam keseharian kita kan ? Lalu bagaimana cara yang
benar dan lebih baik ? Gunakan Pesan Saya.
Kenapa Pesan Saya ? Seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya, Pesan Saya membantu
anak fokus pada masalah dan mengetahui perasaan orangtuanya terkait perilaku anaknya. Dalam
satu kalimat yang jelas, clean language, anak akan tahu apa perasaan orang tua, apa permintaan
orang tua, dan langsung pada solusi.
Pesan Saya digunakan ketika orang tua ingin menyampaikan permintaan pada anak, atau ingin
mengoreksi perilaku anak. Cara Pesan Saya tetap menjaga anak dalam posisi yang dihargai dan
penting, tidak menyudutkan anak, dan tidak membuat anak dinilai dengan vonis tertentu.
Mulailah dengan duduk berhadapan, dan saling menatap mata. Ini penting, karena anak butuh
merasakan secara konkrit bahwa dia dihargai, dan bahwa orangtuanya serius.
Kalau perasaan/emosi anak sedang penuh, beri keleluasaan untuk anak mengeluarkan semua
perasaannya dulu. Baca bahasa tubuhnya, dan lakukan mendengar aktif. Dengan begitu, orang
tua tahu apa yang ada di pikiran anak. Ini juga penting menjadi baseline bagi orang tua, tahu
starting point anak ada di perasaan dan pikiran seperti apa. Dari situ, orang tua bisa memilah dan
menentukan pesan yang paling tepat untuk disampaikan.
Setelah membaca bahasa tubuh, anak mengeluarkan perasaannya, dan kita mendengarnya
secara aktif. Barulah kita bisa memberikan Pesan Saya. Selalu ingat bahwa Pesan Saya adalah
tentang saya merasa apa, bukan penilaian terhadap perilaku anak.
Misalnya : Ibu merasa gemes jika Adek masih kerepotan membereskan tas pagi-pagi.
Sampaikan kalimat ini dengan tenang dan serius. Kalimat ini adalah Pesan Saya yang berisi
respon orang tua terhadap perilaku anak.
Pesan Saya juga bisa digunakan menyampaikan harapan, misalnya : Ibu lebih senang kalau Adek
membereskan tas Adek sejak malam sebelumnya.

123

Dengan Rumus Pesan Saya yang sama, yaitu : Ayah/Ibu merasa [PERASAAN], jika kamu
melakukan [PERILAKU YANG DIINGINKAN ORANGTUANYA]. Orang tua bisa menunjukkan
respon atas perilaku anak, juga menunjukkan permintaan untuk perilaku anak yang diharapkan.
Selamat mempraktekkan Ayah Bunda .

124

G75. Komunikasi Pengasuhan Tips Ngobrol Asyik Untuk


Mengikat Hati Anak
Pada tahun 1986, Uni Soviet Amerika Serikat berada dalam proses perbaikan hubungan pasca
perang dingin. Sudah berbagai bentuk dan jumlah jalur diplomasi yang ditawarkan kedua negara,
namun belum juga menemukan titik temu. Keduanya masih terus berebut pengaruh dari negaranegara di dunia dari sisi ideologi, ekonomi, militer, dan kecanggihan teknologi (terutama nuklir).
Sampai akhirnya Sekretaris Jenderal Uni Soviet, Mikhail Gorbachev mengundang Presiden
Amerika, Ronald Reagan, untuk bertemu secara personal di Hofdi House, Reykjavik, Islandia.
Para negosiator kedua negara terkejut dengan rencana pertemuan tersebut. Bahkan, website The
Reagan Vision mencatat pertemuan mereka di Reykjavik ini sebagai pertemuan paling
monumental dalam sejarah.
Kebuntuan yang terjadi bertahun-tahun selama perang dingin, diakhiri dengan ditandatanganinya
Traktat Angkatan Nuklir Jangka Menengah (INF) setahun kemudian. Traktat ini menghapuskan
keberadaan semua senjata nuklir, rudal balistik, dan rudal jelajah di kedua belah pihak dengan
jarak antara 500 dan 5.500 kilometer beserta infrastrukturnya.
Apa yang dibincangkan oleh Reagan dan Gorbachev saat itu? Mereka lebih banyak bertukar
pikiran mengenai hal-hal yang mereka satu pemikiran : perdamaian dunia. Selama proses
perbincangan berlangsung, Reagan menyamakan gestur dan bahasa tubuh Gorbachev. Dalam
dunia Neuro Linguistic Program (NLP), proses penyamaan ini disebut pacing.
Pacing diartikan sebagai upaya kita untuk meniru, menyamakan, mencocokkan atau memenuhi
kebutuhan lawan bicara kita. Istilah dalam berbagai praktik pacing adalah mirroring (menirukan,
menyamakan) dan matching (mencocokkan, memenuhi kebutuhan). Dalam kasus Reagan, ia
memulainya dengan menyamakan langkah kaki dengan Gorbachev.
Teknik ini dilakukan untuk membangun ikatan dan kepercayaan yang kuat di tingkat pikiran bawah
sadar, yang disebut dengan istilah rapport. Jika ikatan sudah kuat terbentuk, kita bisa
mempengaruhi orang lain (leading) untuk memenuhi apa yang kita inginkan. Dalam kasus
Reagan, akhirnya mereka melakukan kesepakatan Traktat Angkatan Nuklir Jangka Menengah
(INF) pada tahun 1987.
Bagaimana penerapannya saat kita ngobrol dengan anak kita?
Sama seperti Reagan-Gorbachev, biasakan diri kita untuk membangun ikatan yang kuat di tingkat
pikiran bawah sadar (rapport) dengan melakukan pacing, yaitu menirukan dan menyamakan
(mirroring) serta mencocokkan dan memenuhi kebutuhan lawan bicara kita (matching). Apa saja
yang perlu di-pacing? Pemenuhan kebutuhan, posisi tubuh, gerak tubuh, ekspresi, pilihan kata,
intonasi, tema pembicaraan, bahkan pola nafas.
Pemenuhan Kebutuhan : selalu penuhi kebutuhan anak kita sebelum kita menuntutnya
melakukan sesuatu. Kebutuhan mendasar anak kita adalah kasih sayang, penerimaan, telinga
yang mendengar, pujian, dan penghargaan.
Posisi tubuh : bicaralah dengan posisi mata sejajar dengan anak kita. Lakukan magic gesture.
Jika anak sedang duduk bersila, duduklah bersila menghadapnya. Jika anak sedang tidur

125

terlungkup, samakan posisi tubuh kita sepertinya, seakan-akan kita adalah cermin dari semua
yang dilakukannya.
Gerak tubuh : sama seperti menyamakan posisi tubuh, saat anak kita asyik bercerita dengan
gerak tangan dan gerak tubuh yang ekspresif, ikuti saja. Hal ini membuat anak kita merasa bahwa
kita hadir sepenuhnya mendengarkan apa yang ia katakan.
Ekspresi : sesuaikan ekspresi wajah kita dengan ekspresi wajah anak kita. Jika ia sedang
bersedih, jangan terburu-buru menghibur. Tunjukkan empati kita dengan memantulkan ekspresi
wajahnya saat itu.
Pilihan kata : anak yang berumur 2 tahun tentu memiliki ragam kosa kata yang berbeda dengan
anak yang sudah remaja. Gunakan kosa kata yang sama dengan anak kita. Ibu Elly Risman
memberi tips agar kita menurunkan usia kita hingga 3 tahun diatas usia anak kita saat kita bicara
dengan anak. Saat kita bicara dengan anak 2 tahun, berbicaralah seperti anak usia 5 tahun
berbicara. Saat kita bicara dengan anak usia 12 tahun, bicaralah seperti anak usia 15 tahun
berbicara.
Intonasi : samakan intonasi kita seperti intonasi yang digunakan anak kita. Menyamakan intonasi
membuat anak kita merasa dirinya benar-benar diterima. Menyamakan intonasi menunjukkan
usaha kita bahwa kita ingin dekat dan menjelajahi dunianya.
Tema pembicaraan : bicarakan sesuatu yang sesuai dengan usianya, minatnya, dan apa yang
sudah diketahuinya. Biasanya anak akan memulainya terlebih dahulu, orangtua hanya perlu
mendengar, menimpali, dan menjawab pertanyaan seputar topik yang ia bicarakan. Ikuti terus
perkembangannya. Terus kobarkan semangat belajar, karena anak cerdas seringkali mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ajaib yang menuntut orangtuanya terus belajar agar bisa dan sabar
menjawabnya.
Pola nafas : menyamakan pola nafas dapat menyamakan frekuensi jiwa anak dan orangtua.
Kecocokan yang terbangun akan dimulai dari bawah sadar anak.
Biasakan hal-hal diatas dan bangun komunikasi lebih mendalam (di tataran alam bawah sadar).
Dengan demikian, hambatan komunikasi akan lebih sedikit dan kedekatan hati akan terjalin
dengan baik. Jika kita sudah sampai pada titik ini, kita tidak perlu lagi menggunakan kalimat
perintah agar anak kita melakukan sesuatu yang sudah disepakati bersama.
***
Dalam suatu pidato di Indonesia, Barrack Obama mengucapkan "Saya Pulang Kampung Nih",
"Bhineka Tunggal Ika", "Sate", Nasi Gorengdll. Apa yang kita rasakan sebagai orang Indonesia
ketika orang bule bicara dalam bahasa kita dengan terbata-bata? Kedatangan Obama ke
Indonesia tidak pernah tanpa misi. Sapaan-sapaannya bukan hanya menjadikan satu nilai plus
tersemat baginya, bahkan ia selalu berhasil mendapatkan misinya di Indonesia!

126

G76. Komunikasi Pengasuhan Pola Komunikasi Keliru : Ini


Masalah Siapa Ya?

Seorang anak remaja buru-buru membereskan barang-barang ke dalam tas besarnya. Hari ini
adalah hari pertama Ospek dikampusnya. Banyak sekali barang yang harus dia bawa dan
semuanya dengan petunjuk yang aneh aneh.
Sejak kemarin, orang tuanya ikut repot memikirkan petunjuk-petunjuk itu. Telepon tetangga,tanya
ini itu. Sibuk beli barang barang tertentu di pasar. Begadang bikin prakarya yang harusnya
dikerjakan anaknya.
Sejak kemarin pula, anak remajanya ini rewel, mengeluh karena susahnya persiapan Ospek, dan
mengeluh karena merasa orangtuanya lambat membantu. Orang tua tidak terima dibilang lambat,
lalu balik marah dan mengancam tidak akan bantu persiapan Ospek, tapi setelah itu, ya tetap
membantu anak tapi sambil ngomel-ngomel.
Apa yang Ayah Bunda rasa dari situasi ini ? Repot, mengesalkan, merasa si anak manja, merasa
orang tua terlalu memanjakan, merasa situasinya semestinya tidak perlu begitu.
Benar sekali, situasinya tidak harus seperti itu. Semestinya anak remaja itu sudah mandiri, tidak
perlu minta bantuan orang tuanya, kecuali meminta saran. Orang tuanya juga semestinya tidak
perlu sampai serepot dan selelah itu.
Lalu mengapa bisa seperti ini ? Secara tidak sadar, sejak kecil anak tidak terbiasa mengenali
masalah yang terjadi sebagai masalah siapa. Sehingga seringkali orang tua mengambil alih atau
minimal meringankan masalah, padahal itu masalah anak. Dan seringkali anak terbebani suatu
tuntutan, padahal itu masalah orang tuanya. Ketidaksinkronan pemahaman sebenarnya ini
masalah siapa, membuat sebuah masalah salah disikapi, melibatkan orang yang salah, dan tidak
mencapai solusi jangka panjang.
Mengenali suatu masalah sebagai masalah siapa, perlu dilatih sejak anak masih kecil. Dengan
begitu, anak terbiasa mandiri, percaya pada kemampuannya sendiri, dan tidak akan menyalahkan
orang lain atas kesalahan yang dia buat sendiri.
Contoh kejadiannya : Anak yang masih kecil merengek Mamaaaa, dimana sepatu aku ?? Cariin
dong! Aku mau pake. Perhatikanlah, bahwa ini kalimat khas dari anak, dan ini wajar. Mereka tidak
nyaman atas situasi sepatunya tidak ketemu. Mereka hanya tahu bahwa itu tidak nyaman, tapi
mereka belum sadar arti tanggungjawab terhadap barang sendiri, maka kitalah yang perlu
mengajarkannya.
Jadi respon yang paling pas dari orang tua sebagai upaya mengenalkan ini masalah siapa adalah
seperti ini : Kemarin Adek simpan dimana ? Kan Adek yang simpan, jadi Adek yang cari ya.
Sampaikan dengan tenang dan penuh kasih sayang, tidak perlu nada menyalahkan atau nada
memerintah. Kita bukan sedang menyuruh anak, justru kita sedang mengingatkan bahwa itu
masalahnya sendri, karena yang terakhir menyimpan adalah dia sendiri.

127

Kalimat seperti contoh tadi membantu anak menggunakan logikanya, dan mendorongnya
menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa merasa disudutkan. Sebaliknya, justru merasa
dipercayai dan didorong untuk mampu mencari solusi sendiri.
Dengan pola komunikasi seperti ini, Ayah Bunda sedang mencicil kemampuan anak untuk tumbuh
mandiri, sehingga anak punya cukup kemampuan pada waktunya nanti dia menjalani hidupnya
sendiri dengan tantangannya sendiri, suatu saat di masa depannya.

128

G77. Komunikasi Pengasuhan Kiat Meningkatkan Komunikasi


Nak, kenapa kamu dari kemarin diem aja ? Ada masalah ? seorang ibu bertanya ke anak
remajanya.
Gapapa Ma, lagi capek aja jawab anaknya
Nah, gitu deh kalau ada masalah ga mau cerita. Mama mau bantu kok. Cerita aja, ada apa
sih ?
Mama, aku butuh diem dan mikir dulu nih. Mama jangan maksa nagih-nagih cerita dulu
dong.
Haa ... mmm ... Maaf ya Nak, nanti kasih tau Mama kalau kamu udah siap cerita ya.
Situasi ini sering terjadi antara orangtua dan anak remaja. Sering juga situasinya disebabkan
orangtua dan anak tidak saling mengenal keunikan karakter masing-masing. Salah paham sering
terjadi karena masing-masing orang mengukur komunikasi dari gayanya sendiri-sendiri.
Padahal komunikasi yang baik dimulai dari mengenal siapa yang diajak berkomunikasi. Begitu pun
komunikasi orang tua ke anak. Orang tua perlu mengenali anak dengan baik sehingga tahu
bagaimana cara paling pas untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran.
Yang menarik, karena setiap anak membawa kombinasi gen berbeda dari orang tuanya, maka
antara kakak dan adik pun bisa berbeda, meskipun orangtuanya sama. Ini juga perlu orang tua
cermati, cara bicara ke anak pertama dengan cara bicara ke anak kedua sangat bisa jadi berbeda,
begitu seterusnya.
Sama halnya seperti ayah dan bunda yang baru bisa benar-benar kenal luar dalam setelah
bertahun-tahun, banyak keunikan anak juga baru bisa tuntas dipahami setelah bertahun-tahun.
Kuncinya adalah sabar mengamati (continual observation) dan menyadari sepenuhnya bahwa
setiap anak tidak berasal dari cetakan yang sama, jadi pastilah beda satu sama lain.
Ketika anak menyadari sepenuhnya bahwa orang tuanya mengamatinya, anak akan merasa
bahwa dirinya penting, dan keberadaan anak di tengah keluarga juga penting untuk satu sama
lain. Perasaan berharga ini akan sangat menentukan dalam tumbuh kembangnya nanti. Juga
dalam kelancaran komunikasi dengan orang tua.
Tugas kita sebagai orang tua adalah menyadari bahwa anak kita adalah titipan amanah, sehingga
kita bersedia mengamati karakter si amanah ini, karena dia bukan milik kita. Memaksa anak
menjadi sama seperti orang lain adalah tidak mungkin. Setelah sadar bahwa anak adalah amanah,
maka kita akan merasakan pentingnya berkomunikasi sesuai karakter anak.
Semakin kita bersedia mengenali dan menyesuaikan diri dengan keunikan anak, semakin segera
tercipta kekompakan dalam keluarga kita untuk seterusnya.

129

G78. Komunikasi Pengasuhan Kiat Meningkatkan Komunikasi

Ayah, Adek pengen sepeda roda dua. Teman-teman udah pada punya, Adek belum
Boleh Nak. Bagaimana rencanamu untuk membelinya ?
Eh, kok aku yang beli sih Ayah ? teman-temanku juga dibeliin orangtuanya kok
Itu kan akan jadi sepeda Adek. Jadi Adek susun rencana untuk nabung dan beli sepeda.
Ayah bisa bantu kalau Adek merasa itu perlu
Oh gitu ya. Bener juga ya, ini kan nanti jadi sepeda adek, ya Adek juga yang mesti pikirin
cara dapatnya gimana.
Adek cerdas sudah memahami prinsipnya. Jadi bagaimana rencana Adek ?
Ah ... Adek tahu. Kan di sekolah Adek boleh jualan. Adek mau jualan aja, nanti keuntungan
jualan ditabung buat beli sepeda. Mmm ... bisa ga ya 2 bulan dapat 500 ribu ?
Bisa saja. Mmm ...begini saja, kalau setelah 2 bulan uang Adek belum genap 500
ribu,Ayah akan tambahkan sampai jadi 500 ribu. Gimana, setuju ?
Wah, Ayah baik sekali. Terimakasih Ayah
Ayah juga berterimakasih ke Adek karena Adek sudah berinisatif menabung untuk
keperluan Adek sendiri

Ayah Bunda, bahagianya kita kalau setiap hari bisa berkomunikasi efektif seperti ini dengan anak.
Anak sudah membawa semua prinsip yang diajarkan orang tuanya. Anak tumbuh mandiri dan
mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Sikap-sikap ini adalah life skill dasar yang dibutuhkan anak ketika dewasa. Ini juga berarti life skill
ini perlu dilatih sejak anak masih kecil. Pada dasarnya, di masa ketika mereka sudah bisa berpikir
dan diajak memilih, maka mereka siap untuk dikenalkan pada tanggungjawab, untuk kemudian
memilih solusi sendiri.
Sejak kecil, anak akan menghadapi berbagai situasi yang membuat perasaannya naik turun. Ini
alami, bagian dari tumbuh kembangnya sebagai manusia. Penting untuk anak belajar mengenali,
apakah situasi yang terjadi adalah masalahnya sendiri, atau masalah orang lain. Dengan itu, anak
bisa melihat, siapa yang semestinya menyelesaikan masalah itu. Setelah jelas solusinya tanggung
jawab siapa, barulah dilihat apakah anak bisa menyelesaikannya sendiri atau tidak. Jika anak
belum mampu menyelesaikan sendiri, selama dia menyadari ini tanggungjawabnya, maka anak
dan orang tua bisa sepakat untuk saling membantu.
Sayangnya, dalam banyak cara kita berkomunikasi, seringkali orangtua kurang sabar menunggu
anak menyelesaikan masalahnya sendiri. Seringkali, solusi masalah diambil alih oleh orang
tuanya. Ini secara langsung mengirimkan pesan ke otak anak, bahwa masalah saya adalah
tanggungan orang tua saya, dan saya tidak perlu repot-repot menyelsaikan sendiri.

130

Akibatnya, anak akan semakin tergantung pada orang tua. Cenderung tidak kritis, manja, dan sulit
berpikir panjang. Ini tentu menyulitkan bagi masa depan anak. Bagaimana pun juga, manusia tidak
mungkin selalu berharap solusi instan dan mudah untuk semua masalah.
Untungnya, anak yang terbiasa diarahkan dengan nilai-nilai baik, diberi keleluasaan untuk
mengenali perasaan, mengenali masalahnya, dan dipercaya untuk memikirkan solusi masalahnya,
akan tumbuh menjadi anak tangguh ketika dewasa. Anak yang terbiasa dilatih life skill ini akan
mampu berkomunikasi efektif dengan orang tuanya. Maka inilah yang perlu kita bangun sejak
awal.
Komunikasi efektif ini adalah pondasi kuatnya keluarga, kompak menuju visi bersama. Mari
mencicil bangunan kekuatan keluarga melalui komunikasi efektif yang dimulai dengan melatih life
skill dasar dalam hidup anak.

131

G79. Komunikasi Pengasuhan Stimulasi Menggunakan


Gelombang Otak

Jaringan otak manusia yang masih hidup menghasilkan gelombang listrik yang berubah-ubah.
Gelombang listrik ini disebut gelombang otak atau brainwave. Dari mana asalnya? Apakah otak
kita menghasilkan sendiri gelombang otak tersebut?
Getaran suara (audio) tertentu yang didengarkan telinga, gelombang cahaya (visual) yang kita
lihat, serta sinyal raba (kinestetik) dan perasaan hati yang kita rasakan, dapat menggetarkan otak
sehingga otak memproduksi gelombang yang frekuensinya sama dengan frekuensi indrawi yang
kita terima dari suara, cahaya, raba, dan rasa.
Gelombang otak dapat diukur dengan alat Electroencephalogram (EEG) yang ditemukan pada
1924. Penemu EEG, Hans Berger (21 Mei 1873 1 Juni 1941), adalah seorang profesor di bidang
neurologi dan psikologi asal Jerman. EEG mampu memvisualisasikan gelombang otak manusia ke
dalam bentuk grafik. Penelitian menunjukan bahwa gelombang otak tidak hanya menunjukkan
kondisi pikiran dan tubuh seseorang, tetapi dapat juga distimulasi untuk mengubah kondisi mental
seseorang.
Otak kita dapat menghasilkan berbagai gelombang secara bersamaan dalam satu waktu. Empat
gelombang otak yang diproduksi oleh otak umumnya manusia yaitu beta, alpha, tetha, delta. Ada
juga gelombang otak gamma yang muncul pada kondisi tertentu (biasanya pada saat seseorang
mengalami aktifitas mental yang sangat tinggi dengan kondisi kesadaran penuh). Akan tetapi
selalu ada jenis gelombang otak yang paling dominan, yang menandakan aktivitas otak saat itu.

Gelombang Beta (frekuensi 12 - 40 Hz)


Gelombang Beta dominan terjadi pada saat kita dalam kondisi terjaga dan menjalani
aktifitas sehari-hari, terutama yang menuntut logika dan konsentrasi tinggi, misalnya
memikirkan hal-hal yang rumit, pemecahan masalah, mengerjakan soal matematika,
berdebat, dan olahraga. Gelombang ini memungkinkan seseorang memikirkan sampai 9
obyek secara bersamaan.
Pada frekuensi ini biasanya pikiran seseorang dominasi oleh logika. Otak kiri aktif
digunakan untuk berpikir dan konsentrasi yang menyebabkan gelombangnya meninggi.
Gelombang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrin
yang menyebabkan cemas, khawatir, marah, dan stress. Jika kita terlalu aktif di gelombang
ini, sistem imun kita melemah karena sistem limbik yang mengatur perasaan bekerja terlalu
berat.

Gelombang Alpha (frekuensi 8 - 12 Hz)


Gelombang Alpha dominan terjadi pada saat pikiran kita rileks dan tetap waspada atau
mulai istirahat dengan tanda-tanda mata mulai menutup atau mulai mengantuk. Seseorang
yang sedang rileks, melamun, atau berkhayal gelombang otaknya berada dalam frekuensi

132

ini. Begitu pula saat kita sedang membaca, menulis, berdoa dan kita fokus pada suatu
obyek.
Gelombang Alpha berfungsi sebagai penghubung pikiran sadar dan bawah sadar, sehingga
jika kita berkomunikasi pada gelombang ini, informasi yang diserap akan masuk ke bawah
sadar dan menjadi memori jangka panjang.
Pada gelombang ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang
menyebabkan seseorang merasa tenang, nyaman dan bahagia, sehingga akan
meningkatkan imunitas tubuh, sirkulasi darah lancar, detak jantung menjadi stabil, dan
kapasitas indra kita meningkat.

Gelombang Theta (frekuensi 4 - 8 Hz)


Gelombang Theta dominan terjadi pada saat seseorang mengalami tidur ringan, atau
sangat mengantuk, misalnya pada saat kondisi hypnosis, meditasi dalam, khusyu, hampir
tidur, atau tidur disertai mimpi. Perlu diingat, gelombang theta adalah gelombang pikiran
bawah sadar. Dalam kondisi ini, pikiran bisa menjadi sangat kreatif dan inspiratif, khusyu,
rileks, dan mudah muncul intuisi. Hal ini terjadi karena otak mengeluarkan hormon
melatonin, catecholamine dan AVP (Arginine Vasopressin).

Gelombang Delta (frekuensi 0,1 - 4 Hz)


Gelombang Delta terjadi pada saat kita tertidur lelap tanpa mimpi. Pada gelombang ini
adalah tubuh dan pikiran kita istirahat total. Gelombang Delta juga merupakan
gelombang pikiran bawah sadar. Gelombang Delta menstimulasi diproduksinya HGH
(Human Growth Hormone/hormon pertumbuhan) yang bisa membuat orang awet muda,
melakukan proses penyembuhan diri, memperbaiki jaringan yang rusak, dan aktif
memproduksi sel-sel baru saat kita tertidur lelap. Bila kita tidur dalam Gelombang Delta
yang stabil, kualitas tidur kita sangat tinggi. Meski hanya beberapa menit, kita akan bangun
dengan tubuh segar.

Bayi usia 0-24 bulan, dominan berada pada gelombang Delta. Sedangkan anak usia 2-6 tahun
dominan berada pada gelombang Theta. Hal ini menjelaskan mengapa anak-anak kita cepat sekali
dalam belajar, sangat kreatif dan kaya imajinasi, dan mudah menerima informasi apa adanya. Otak
anak dibawah usia 7 tahun yang belum sempurna bersambungan sekaligus dominansi gelombang
Theta dan Delta pada anak, juga menjadi alasan mengapa anak-anak seringkali berperilaku di luar
kesadaran mereka sendiri (yang mungkin mengakibatkan orangtuanya kehilangan kesabaran).
Pemahaman kita mengenai gelombang otak, memberikan kita informasi bahwa komunikasi yang
efektif dengan anak dapat terjadi ketika kita mampu mengenali dan memanfaatkan keistimewaan
tiap gelombang dengan tepat dari bahasa tubuh anak kita.

133

G80. Komunikasi Pengasuhan Bicara Pada Frekuensi Yang


Sama : Gelombang Beta
Sebelumnya kita sudah membahas mengenai Gelombang Beta secara umum. Gelombang Beta
memiliki frekuensi 12 40 Hz, dominan terjadi pada saat kita dalam kondisi terjaga dan menjalani
aktifitas sehari-hari, terutama yang menuntut logika dan konsentrasi tinggi. Anak kita yang sudah
berusia diatas 12 tahun, dominan berada di gelombang ini. Anak-anak yang lebih kecil berada
pada gelombang ini jika ia dikondisikan berada pada kesadaran penuh dan fokus.

Gelombang Beta terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Beta 1 (untuk frekuensi rendah 12 15 Hz),
Beta 2 (untuk frekuensi menengah 15 20 Hz), dan Beta 3 (untuk frekuensi tinggi 18 40 Hz).
Beta 1 berkolerasi dengan sikap tenang, konsentrasi, dan fokus. Beta 2 dikorelasikan dengan
peningkatan energi, performa, dan kecemasan. Beta 3 berkorelasi dengan stres yang tinggi,
kecemasan, paranoid, energi tinggi, dan gairah yang tinggi. Hormon kortisol dan norepinefrin
dihasilkan jika kita terlalu aktif di gelombang Beta 3.

Gelombang Beta 1 dapat dimanfaatkan oleh Ayah Bunda untuk mendidik anak berpikir kritis dan
memecahkan masalah.
Waktu-waktu anak berada pada gelombang Beta 1 diantaranya adalah :
1. saat anak (terutama jika usia > 12 tahun) sedang terjaga sepenuhnya
2. saat anak sedang bertanya tentang apapun yang menarik baginya, terutama jika kalimat
tanya yang ia gunakan berawalan dengan kata kenapa
3. saat anak sedang mengalami sensasi emosi, baik itu marah, kesal, kecewa, senang,
tertarik, dll.
4. Saat anak sedang menyelesaikan tantangannya baik dalam permainan maupun dalam
aktifitas keseharian yang menuntut konsentrasi dan menstimulus penyelesaian masalah,
seperti bermain puzzle, menalikan tali sepatu, mengancingkan baju, dll

Komunikasi yang baik saat anak berada pada gelombang Beta dapat menstimulus
pola pikir kritis, melatih konsentrasi dan fokus, serta mengasah kemampuan
logika dan otak kirinya secara keseluruhan.
Bagaimana caranya?

Biasakan komunikasi dengan kalimat tanya. Jika anak sedang bertanya, jawab dengan
baik, jujur, dan sesuai kebutuhannya

Kenalkan emosi, lakukan tanya jawab mengenai respon terbaik dari emosi yang dirasakan

Beri kesempatan dan tidak terburu-buru menolong anak ketika ia terlihat sedang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan apa yang sedang dilakukan

134

Bantu anak mengenali, menganalisis dan mengatasi masalah, baik yang berasal dari
perasaan maupun berasal dari tantangan yang sedang dikerjakannya.

Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang sesuai dengan cara kerja otak. Mari kita biasakan
berkomunikasi dengan benar, baik, dan menyenangkan.

135

G81. Komunikasi Pengasuhan Bicara Pada Frekuensi Yang


Sama : Gelombang Alpha Theta

Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai Komunikasi dalam Gelombang Otak Beta.
Selanjutnya kita bahas mengenai Komunikasi dalam Gelombang Otak Alpha dan Theta.
Gelombang Alpha dominan terjadi pada saat pikiran kita rileks dan masih tetap terjaga. Pada
gelombang ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan
seseorang merasa tenang, nyaman dan bahagia.
Sedangkan gelombang Theta dominan terjadi saat kita sangat rileks, sangat mengantuk, tidur
ringan, atau tidur disertai mimpi. Terjadi pula pada saat kondisi hypnosis, meditasi dalam, dan
khusyu. Dalam kondisi ini, pikiran bmenjadi sangat kreatif dan inspiratif, khusyu, rileks, dan mudah
muncul intuisi, karena otak mengeluarkan hormon melatonin, catecholamine dan AVP
(Arginine Vasopressin).
Gelombang Alpha adalah penghubung pikiran sadar dan bawah sadar, sedangkan gelombang
theta adalah gelombang pikiran bawah sadar. Berbeda dengan gelombang Beta yang menyajikan
informasi-informasi pikiran sadar, pada gelombang Alpha dan Theta informasi yang diserap akan
masuk ke pikiran bawah sadar dan menjadi memori jangka panjang.
Seringkali dibutuhkan pengulangan informasi dan perilaku (ketika orangtua membentuk kebiasaan
baik anaknya) hingga hal tersebut menjadi kebiasaan. Pengulangan diperlukan untuk
memindahkan informasi dan perilaku dalam pikiran sadar (Gelombang Beta) untuk masuk ke dunia
bawah sadar (gelombang Theta).
Sedangkan informasi yang ditanam saat otak kita berada pada gelombang Alpha dan Theta, akan
mendapat akses langsung ke dunia pikiran bawah sadar karena frekuensinya sudah tepat. Dengan
kata lain, orangtua memiliki peluang untuk membentuk kebiasaan baik yang akan dilakukan
secara otomatis oleh anak, menggunakan komunikasi di Gelombang Alpha dan Theta. Contoh
kebiasaan yang tertanam di pikiran bawah sadar adalah makan menggunakan tangan kanan, kita
merasa ada yang salah jika makan menggunakan tangan kiri, kan?
Pada gelombang Alpha dan Theta, pikiran bawah sadar anak kita tidak membedakan antara apa
yang hanya khayalan dan apa yang benar-benar ia alami. Bayangan tersebut hadir dalam
imajinasi anak terus menerus hingga menjadi kebiasaan. Dalam ilmu Neuro Linguistic Programme,
hal ini disebut juga kekuatan pikiran melalui visualisasi.
Umumnya, anak berusia 6 hingga 12 tahun (Usia SD) dominan berada pada gelombang otak
Alpha. Sedangkan gelombang otak Theta mendominasi otak anak usia 2 hingga 6 tahun. Jelas
dari perilaku keseharian anak-anak yang dipenuhi imajinasi dan kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan (berkat hormon yang dihasilkan pada gelombang Alpha dan Theta).
Sepanjang harinya, anak kita yang berusia 2 hingga 12 tahun berada pada gelombang Alpha dan
Theta, terutama saat anak merasa nyaman dan tenang, serta saat anak akan tertidur, akan
terbangun, atau saat 15 menit pertama tidurnya. Pada usia inilah saat-saat yang tepat untuk
menanamkan nilai dan kebiasaan baik secara langsung ke pikiran bawah sadar anak kita.

136

Bacakan cerita yang inspiratif dan ucapkan doa-doa tentang anak kita di telinganya sebelum ia
tertidur.
Dukung anak kita untuk mengeksplorasi apa saja yang boleh bagi anak seusianya, beri anak kita
mainan dan situasi yang merangsang kreativitas dan imajinasinya. Dorong ia untuk bermimpi.
Sadari bahwa kata-kata dan sikap kita padanya di usia ini akan memiliki efek pada
kehidupan dewasanya. Sikap dan kata-kata apa yang akan kita gunakan? Apakah sikap dan
kata-kata yang mengisyaratkan bahwa dunia ini penuh dengan kesempatan atau justru tempat
yang menakutkan?.
Sadari juga bahwa kata-kata kita mengenai dirinya akan menjadi keyakinan dan identitas
anak kita yang dapat bertahan seumur hidup. Selalu gunakan kalimat dan bahasa tubuh yang
positif ketika berbicara dengan anak kita.

137

G82. Komunikasi Pengasuhan Aku Bisa Pilih Sendiri


Ibu : Byan, mau ikut mama ke rumah nenek ga?
Byan : Ada Ipung dan Mola ga?
Ibu : Ada. Banyak sepupumu juga diajak orangtuanya
Byan : Byan ikut
Ibu : Ok, ibu tunggu 10 menit ya. Ganti baju cepetan. Kita udah telat

Byan segera ke kamar dan mengenakan pakaian yang menurutnya paling nyaman bagi dirinya.
10 menit kemudian Sang Ibu memanggil Byan, mereka sudah hampir terlambat.

Ibu : Byaaaan, udah beluuuum? Cepetan. Kita udah telat


Byan : Iya udah Bu, Byan tersenyum bangga dengan pilihan pakaiannya.
Ibu : Aduh By, kamu ga akan malu pake baju begitu? Itu kaos udah bladus gitu masih dipake
terus. Ibu malu ih, kesannya ibu ga pernah ngurusin kamu. Ganti
Byan : Byan suka Bu. Ini kan baju kenang-kenangan main sama Ipung dan Mola waktu terakhir
ketemu
Ibu : Ganti ibu bilang. Cepetan. Pake kemeja kotak-kotak yang kemarin dicuciin Bibi. Celananya
yang jeans biru dongker biar serasi dengan bajunya
Byan : Iya Bu
Wajah Byan lesu, ia kecewa tidak diberi keleluasaan Memutuskan untuk hal yang membuatnya
nyaman.

Pada artikel sebelumnya, kita sudah belajar mengenai Membedakan Masalah Siapa. Untuk
kasus ini, keterampilan Membedakan Masalah Siapa diperlukan untuk mengetahui akar dari
masalah yang terjadi. Dari dialognya, jelas bahwa kasus diatas adalah Masalah Orangtua :
orangtua merasa malu karena pakaian lusuh anak mengesankan dirinya tidak mampu mengurus
anaknya. Jika diucapkan secara baik, orangtua bisa mengajarkan anak untuk berempati dan
membangun kesadaran anak bahwa perilakunya dapat berdampak kepada oranglain.
Untuk kasus diatas, ada proses yang tercerabut dari pola komunikasi parentogenik jenis
Memerintah. Jelas terlihat dari ketika ibu Byan mengatakan Ganti ibu bilang. Cepetan. Pake
kemeja kotak-kotak yang kemarin dicuciin Bibi. Celananya yang jeans biru dongker biar serasi
dengan bajunya. Proses yang tercerabut adalah proses Berfikir, Memilih dan Memutuskan
(BMM) yang dilakukan oleh anak untuk dirinya sendiri.

138

Proses Berfikir, Memilih dan Memutuskan (BMM) adalah pola komunikasi dan pengasuhan yang
mengutamakan budaya tanya-jawab yang merangsang anak untuk menggunakan akalnya dalam
melakukan sesuatu. BMM adalah metode melatih anak-anak kita agar ia melakukan atau memilih
sesuatu atas dasar yang jelas dan selalu diawali dengan proses berfikir. BMM dapat membuat
anak punya kemampuan teguh memegang prinsip dan tidak mudah terbawa-bawa trend atau
tekanan teman sebaya.

139

G83. Komunikasi Pengasuhan Saatnya Anakku Berpikir


Mandiri

Pada artikel sebelumnya, kita sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan proses Berfikir,
Memilih dan Memutuskan (BMM). Anak sangat perlu belajar proses Berfikir, Memilih dan
Memutuskan (BMM) yang dilakukan oleh anak dan atas nama dirinya sendiri agar :
1. Anak belajar memecahkan masalahnya sendiri (Mandiri),
2. Anak belajar untuk mencari jalan keluar (berpikir solutif) ketika ada masalah yang timbul
dari keputusannya,
3. Anak belajar menerima konsekuensi dari keputusan yang dipilihnya, dan
4. Meningkatkan rasa tanggung jawab atas apapun yang sudah dipilihnya

Mengapa proses belajar Berfikir, Memilih dan Mengambil Keputusan (BMM) ini memberi manfaat
yang demikian besar bagi rasa Kemandirian dan Tanggungjawab anak kita? Karena BMM
merupakan salahsatu cara menstimulasi otak bagian Pre Frontal Cortex (PFC), yaitu bagian otak
yang berfungsi untuk berpikir kritis, kemampuan memilih, memperhitungkan konsekuensi,
menunda kepuasan, dan mengambil keputusan. PFC adalah bagian otak yang hanya dimiliki oleh
manusia. Dengan kata lain, jika kita mengembangkan PFC anak kita dengan baik, kita sedang
benar-benar memanusiakan manusia. Bagaimana jika PFC seseorang tidak berfungsi dengan
baik?
Bila anak sudah menjalankan BMM, tugas orang tua menjadi semakin ringan. Orangtua tidak perlu
mengawasi anaknya 24 jam perhari atas tindak tanduk anaknya, orangtua cukup sebagai
supervisor kemandirian dan tanggungjawab bagi anak-anaknya.
Jika orangtua merasa ada pola pikir anak yang perlu diluruskan :
1. ajak anak untuk mengulang proses Berfikir, Memilih dan Memutuskan dengan
mengajukan kalimat bertanya. Untuk kasus Byan, dapat dengan mengajukan pertanyaan,
Menurut Byan, baju yang pantas kita kenakan untuk acara yang kita ketemu banyak orang
yang seperti apa ya?.
2. Jika anak kita teguh pada pendapatnya, sampaikan apa yang orangtua rasakan dengan
menggunakan Pesan Saya. Byan, ibu merasa malu kalo Byan pake pakaian lusuh begitu.
Ibu lebih suka Byan pake pakaian yang layak, kan masih banyak Nak baju lainnya yang
kamu suka
3. Jika anak tetap teguh pada pendapatnya, hindari berdebat dengan anak. Terima dan
tanyakan kembali sepulang acara, Gimana tadi, nyaman pake bajunya?. Jika ternyata
anak kita tidak bermasalah dengan apa yang dipilihnya, mungkin memang orangtuanya
perlu menambah stok sabar dan sadar bahwa anak kita memang unik

140

Orangtua perlu membudayakan komunikasi dialogis (menggunakan kalimat bertanya) dan


membiarkan anak membuat pilihan dan keputusan atas nama dirinya sendiri, mencicipi apapun
konsekuensi dari setiap pilihannya (manis maupun pahit), dan kita sebagai orang tua siap menjadi
JPE (Jaringan Pengaman Emosi) anak agar anak memiliki life skill yang kuat serta mengenali
usaha dan keberhasilannya.

141

G84. Komunikasi Pengasuhan Berpikir Memilih Dan


Memutuskan (1/2)

Ma, ada temen Budi kena denda perpustakaan gede banget


Wah, kenapa Budi ? kok bisa kena denda gede banget ?
Abisnya dia pinjem buku banyak sekaligus, telat dibalikin sampe dua bulan.
Oh, temanmu itu senang baca ya ?
Iya Ma, tapi buku yang dia punya sedikit, dan jarang gambarnya, jadi dia ga betah baca lamalama. Kasian, Budi pengen bantu, tapi bantu apa ya ? Buku-buku Budi juga udah banyak yang
lusuh, ga tega kalau dikasihin ke temen Budi itu.
Hmm ... mungkin ada cara lain selain ngasih buku yang Budi punya ?
Hmmm ... Apa ya ? .... Oh iya ! Budi bikinin aja buku spesial buat dia, dibikin banyak gambar
kayak komik gituuuu !
Wah, idemu bagus ! Budi mau gambar apa buat komik spesial itu ? Budi kan biasanya gambar
alam ya ?
Tenang Ma, Budi yakin bisa dapat ide beberapa hari ini. Banyakin lihat binatang yang lucu aja,
kayak kucing, hamster, anjing, banyak deh. Hehehe ... Budi menjawab dengan yakin.
Wah, Budi banyak idenya ya. Mama bangga mendengar keputusan Budi bikin komik ini. Semoga
lancar nyari idenya ya Budi ... Mama menanggapi dengan antusias sambil memeluk Budi.

Dalam dialog di atas, Budi sudah berhasil memikirkan suatu masalah, memilih solusi, dan
mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya sendiri.
Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM) adalah life skill dasar yang dibutuhkan oleh semua anak
dalam pertumbuhannya menjadi manusia dewasa. Anak yang sejak kecil terbiasa Berpikir-MemilihMemutuskan (BMM), akan selalu punya keberanian untuk mengambil keputusan, karena
sebelumnya dia sudah terlatih berpikir dan memilih yang tepat.
Tentunya kemampuan mengambil keputusan yang benar, akan sangat penting seiring anak
tumbuh dewasa. Sepanjang hidupnya, akan banyak situasi dimana dia perlu melihat situasi,
berpikir solusinya, memilih solusi yang pas, dan mengambil keputusan dengan mantap. Bisa
dibayangkan kalau anak tidak terlatih life skill ini sejak kecil, tentunya dia akan mudah terbawa
arus lingkungannya.
Dengan terbiasa Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM), daya kritis anak akan terasah, karena anak
terlatih memikirkan sebuah situasi dari berbagai sudut pandang. Anak juga terlatih
mempertimbangkan berbagai solusi, dan memilih solusi yang paling pas untuk masalahnya.
Setelah memilih solusi, anak akan berani mengambil keputusan yang tepat sesuai kebutuhan.

142

Pada akhirnya, anak akan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, membuat karya positifnya
sendiri, dan tidak akan mudah terbawa arus pergaulan yang negatif.

143

G85. Komunikasi Pengasuhan Berpikir Memilih Dan


Memutuskan (2/2)
Aku males ah ikut studi banding itu, Ma. Seorang remaja SMP berkata pada ibunya.
Lho kenapa ? Bukannya ada tugas berkaitan dengan studi banding itu ?
Iya, tapi males aja. Temen-temen aku juga pada males ikut, katanya mendingan juga lihat
tugas kakak kelas tahun kemarin, kan sama aja. Enak kan, aku jadi bisa main sama
temen-temen aku lagi.
Dari dialog diatas, dapat kita lihat anak ini mengambil keputusan tanpa memikirkan berbagai
alternatif dan tanpa memilih keputusan yang benar. Semata hanya ikut arus, tanpa melihat prinsip
apa yang tepat untuk digunakan di situasi ini.
Sayangnya, ada banyak sekali anak dan remaja yang seperti ini sekarang. Anak-anak ini menjadi
mudah terbawa arus, tanpa memahami prinsip yang benar, karena mereka tidak terbiasa berpikirmemilih-memutuskan.
Anak yang tidak terbiasa Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM) akan selalu kebingungan dalam
setiap situasi, dan cenderung mengambil keputusan aman, yang membuatnya tidak dijauhi temantemannya atau dikucilkan di lingkungannya.
Lalu jika memang anak harus dibiasakan Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM), kapan waktu yang
terbaik untuk memulai ? dan bagaimana cara memulainya ?
Anak bisa diajak Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM) sejak dia mulai berkomunikasi. Anak usia 6
bulan sudah bisa diajak komunikasi tentang makanan MPASI nya. Dia bisa berpikir dan memilih
mau makan yang mana. Ini bisa dilakukan jika sejak awal orangtuanya memberinya pilihan menu.
Anak yang tidak mendapatkan kesempatan belajar Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM), biasanya
menggantungkan pilihannya pada keputusan orang lain. Dengan begitu daya kritisnya tidak
terasah. Tidak terbiasa mengobservasi dan mempertimbangkan berbagai alternatif solusi yang
mungkin diambil. Jika terbiasa seperti itu, wajar juga
Padahal anak ini akan tumbuh besar menjadi remaja, lalu menjadi orang dewasa. Bertemu banyak
situasi menentukan dalam hidupnya, yang menuntutnya mengambil keputusan yang benar. Bisa
kita bayangkan sulitnya masa dewasa mereka, jika sejak kecil tidak menguasai skill hidup seperti
Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM).
Ayah Bunda tentu ingin anak-anaknya tumbuh dengan life skill yang memadai untuk menghadapi
tantangan hidupnya. Untuk itu, Berpikir-Memilih-Memutuskan (BMM) perlu kita biasakan sejak
anak kecil sehingga life skill ini terasah terus seiring bertumbuhnya anak kita menjadi manusia
dewasa.

144

G86. Aku Anak Percaya Diri


Kok loe berani banget sih. Loe ga takut dibully?, ujar seorang mahasiswi kepada teman
sebayanya.

***
Sebutlah Manda, mahasiswi yang 5 menit lalu lantang menolak kunci jawaban bocor saat Ujian
Tengah Semester. Saya merasa apa yang terjadi di kelas ini bukan hal wajar. Saya akan laporkan
pada kepala prodi, ucapnya tegas dengan amarah yang ditahan.
Seisi kelas riuh. Masalahnya, sebagian besar dari mereka menikmati kunci jawaban yang
diedarkan oknum pengawas ujian yang tak lain adalah kakak kelas mereka sendiri. Gila loe. Nilai
kita semua bisa dianulir. Nol semua, ucap satu dari penikmat kunci jawaban bocor tersebut.
Kita ga mau tau. Andai kaprodi manggil kita satu-satu secara acak, cerita kita harus sama. Kita
harus kompak kalo dikelas kita ga ada apa-apa, yang terlihat paling berkuasa di kelas
menambahkan. Loe juga!, ia menatap tajam mata Manda.
Silahkan lanjutin sandiwara kalian. Sorry, gue ga bisa, Manda meninggalkan kelas dengan wajah
pias yang dikuat-kuatkan. Ia sangat sedih menghadapi kenyataan pahit ini. Kecurangan massal di
bangku perkuliahan bukanlah hal yang pernah ia bayangkan.
Rahma, sahabat dekatnya mengikutinya dari belakang, Kok loe berani banget sih. Loe ga takut
dibully?.
Lebih baik gue dibully karena benar daripada gue memelihara kecurangan, ucapnya mantap
penuh keyakinan.
***
Anak yang berbuat curang saat ujian hanyalah satu dari banyak contoh dari anak yang tidak
percaya diri. Mereka tidak percaya pada kemampuan dirinya sehingga mengambil jalan pintas
yang justru berlawanan dengan nilai-nilai kebaikan. Kita lihat sekarang, bukankah banyak sekali
anak dan remaja kita beli kunci jawaban saat Ujian Nasional digelar? Dimana kepercayaan diri
mereka?
Beberapa dari kita menilai kepercayaan diri dari keberanian bicara atau tampil diatas panggung.
Bukan. Betapa banyak artis mengkonsumsi narkoba untuk menghapus rasa mindernya.
Percaya diri adalah hasil dari pengasuhan yang sarat penanaman nilai, pujian, apresiasi,
kasih sayang, dan rasa mampu dalam diri anak yang ditanam oleh orangtua yang memberi
kesempatan anaknya menyelesaikan masalahnya sendiri.
Beberapa orangtua yang masa kecilnya kurang nyaman, karena rasa sayang yang besar,
mengkondisikan anaknya agar tidak susah seperti dirinya. Anak hanya diminta fokus belajar saja,
tanpa diberi tanggungjawab melakukan pekerjaan rumah.

145

Padahal, kesuksesan dirinya adalah akumulasi dari sukses-sukses kecil dan keterampilan yang
terbentuk selama ia mengalami ketidaknyamanan. Menghapus proses penempaan justru
mencabut kesempatan anak untuk merasakan bahwa dirinya mampu.
Sekali lagi, percaya diri bukan dinilai dari keberanian bicara atau tampil diatas panggung. Percaya
diri adalah saat anak merasa dirinya mampu serta berani berbeda dan teguh memegang prinsip
saat yakin apa yang dibawanya adalah benar.

146

G87. Aku Anak Hebat


Di suatu taman, terlihat seorang balita dengan tangan kecilnya kesulitan menusukkan sedotan ke
lubang susu kotaknya. Karena kasihan, sang ibu menawarkan bantuan kepada anak tersebut,
Sini Nak sayang, sama bunda aja.
Di suatu rumah, seorang batita sedang mengancingkan baju dan terlihat gemas karena susah
sekali tangannya memasukkan kancing ke lubangnya. Sini Nak sini, Ayah bantu. Selain karena
iba, mereka sudah terlambat menghadiri pesta perkawinan saudaranya.

***
Tahu kah Ayah, tahu kah Bunda, terlalu sering membantu si kecil saat ia sedang berusaha
menyelesaikan tantangannya, dapat berdampak panjang bagi dirinya? Anak kita bisa kehilangan
otentisitas (keaslian) dirinya. Anak kita sulit kenal kemampuan diri sendiri karena terlalu banyak
diambil alih ketika sedang berjuang menghadapi kesulitan.
Ketika ia sedang mencoba menyelesaikan tantangan, otaknya sedang membuat sambungan antar
sel. Jika kita mengambil alih perjuangannya, tanpa sadar kita memutus sambungan yang sedang
dibangun di otak anak kita.
Dampak jangka panjangnya, tidak terbentuk struggle for life atau daya juang pada diri anak karena
ia kehilangan kesempatan untuk merasakan pengalaman berhasil dan gagal. Pada saat
menghadapi kesulitan, ia akan mencari orang lain untuk menyelesaikan.
Selain membuat anak menjadi tangguh bermental baja, rasa mampu dan kemandirian yang
muncul atas keberhasilan kecilnya akan menjadi modal besar kepercayaan dirinya hingga dewasa.
Orang dewasa yang peragu biasanya tidak punya rasa mampu dan kemandirian yang cukup
karena saat ia kecil tidak mendapat stimulus dan tantangan untuk mengurusi dirinya sendiri.
Bagaimana seharusnya?
Orangtua boleh mendekati anak dan bertanya apakah menurutnya ada cara lain yang dapat
dilakukan dan menunjukkan cara yang mudah dilakukan anak sehingga anak kita terlatih berpikir
alternatif dan solutif.
Orangtua juga dapat duduk disamping anak dan memberi contoh cara yang lebih mudah untuk
menyelesaikan tantangan yang sedang dilakukan melalui peragaan. Misal, anak sedang kesulitan
memakai mukena. Bukan dengan memakaikan mukena padanya, namun ambil mukena kita
sendiri lalu ajari anak kita tahap demi tahap menggunakan mukena dengan benar.
Lama? Memang. Kemampuan motorik anak kita masih dalam masa perkembangan. Biarkan
seluruh anggota tubuhnya terlatih dan terbiasa agar perkembangan motoriknya semakin baik. Saat
anak melakukan kesalahan, kekonyolan-kekonyolan yang terjadi dapat menjadi cerita lucu saat ia
beranjak dewasa, bukan?

147

G88. Konsistensi : Resep Utama Pengasuhan

Inget kesepakatan kita apa?, ucap Manda pada Tegar, putranya, saat akan mengantar Tegar ke
rumah neneknya.
Ga makan permen, ga makan es krim, ga makan coklat, jawab Tegar penuh percaya diri
Pintar!, puji Manda seraya mencium kening putranya.
Kakek Nenek sudah berdiri di depan pintu. Manda dan putranya segera turun dari mobil dan
meraih tangan Kakek Nenek, menyalami keduanya. Tak berapa lama, Manda pamit.
Waktu berlalu. Seruuuu, burungnya makin keraas suaranya, ucap Tegar yang seharian
menemani Kakek merawat burung dan memberinya makan, mencabuti rumput di pekarangan, dan
membersihkan kandang kelinci.
Ayo makan siang dulu, Nenek memanggil dari dalam rumah. Yeayyyy.. Makan siang Keeek,
Tegar lari ke dalam rumah.
Nenek tadi belikan es krim dan coklat juga. Nenek simpan di lemari es ya. Ambil aja kalo udah
selesai makan, ujar Nenek.
Asyiiiiik..., Tegar langsung lari menuju lemari pendingin. Saat membuka pintu lemari pendingin, Ia
teringat kesepakatannya dengan Bunda tadi pagi. Wajahnya bingung.
Melihat hal itu, nenek berkata, Nenek salah beli ya? Tegar ga suka?. Suka Nek, tapiiiii.. gumam
Tegar dalam hati.

***
Secuplik kisah diatas adalah hal yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kejadian dimana
tidak konsistennya aturan yang diterima anak.
Memang apa konsekuensinya jika anak menerima kondisi yang tidak konsisten? Bukankah anak
perlu untuk memahami berbagai kondisi?
Bagaimanapun anak-anak tetap anak-anak. Cara berpikirnya belum sempurna sepenuhnya seperti
orang dewasa. Kehidupan yang luput dari konsistensi hanya membuat anak bingung dan khawatir
berlebihan karena ia tidak bisa memprediksi konsekuensi dari sesuatu. Padahal, memahami
konsekuensi adalah hal yang diperlukan anak untuk mengembangkan Pre Frontal Cortex (PFC)
nya. Yaitu bagian otak yang membedakan otak manusia dengan otak binatang.
Konsistensi antar kedua orangtua di dalam keluarga, konsistensi antara keluarga dengan sekolah,
dan konsistensi antara orangtua dengan orang lain yang terlibat dalam pengasuhan anak, dapat
membantu anak merasa aman menjalani hidup di dunia ini.

148

Konsistensi antar kedua orangtua di dalam keluarga membuat anak belajar bahwa ia dapat
mengandalkan orangtua dan percaya bahwa kebutuhan mereka akan terpenuhi. Hal ini membantu
dalam proses kedekatan (bonding) anak dengan orangtua.
Anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang kompak dan konsisten punya kesempatan lebih
besar untuk mengembangkan rasa tanggung jawab, karena mereka tahu apa yang orang tua
harapkan dari mereka. Peluang mereka untuk memberontak dan melanggar aturan juga lebih kecil
karena mereka paham bahwa tidak berarti tidak.
Orangtua yang tidak konsisten selain membuat anak merasa bingung, harga diri mereka juga
buruk dan nilai-nilai yang mereka yakini seringkali negatif.
Untuk menciptakan konsistensi dalam kehidupan yang dijalani anak, komunikasikan kepada guru,
kakek-nenek, dan orang yang terlibat dalam pengasuhan anak kita mengenai tujuan pengasuhan
dan aturan-aturan yang telah menjadi kesepakatan antara kita dan anak-anak. Bukan hal yang
mudah memang, namun kita pasti bisa upayakan.
Dibutuhkan kesabaran ekstra tinggi dan tekad yang kuat untuk menegakkan konsistensi bagi anak
kita. Hingga pada saatnya nanti, kita akan menyaksikan anak kita tumbuh dengan rasa aman, dan
menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab dan percaya diri.

149

G89. Senyum Anak Bangsa

Jika kita mengetik kata kunci tips mendidik anak agar cerdas pada mesin pencari di internet,
dalam 0,38 detik kita menemukan sekitar 506.000 hasil. Banyak sekali artikel yang memberi
petunjuk pada orangtua bagaimana mendidik anak menjadi anak yang pintar, cerdas, dan sukses.
Namun, apakah anak cerdas yang dihasilkan juga bahagia?
Karena fokus utama yang menjadi prioritas adalah kecerdasan dan kesuksesan (yang biasanya
menggunakan standar duniawi), beberapa orangtua kemudian mendaftarkan anaknya ke berbagai
les yang kemudian ternyata merenggut kesempatan anak untuk tetap menjadi anak-anak. Anak
usia 3 tahun sudah ikut les calistung, anak usia 10 tahun sudah sering pulang jam 9 malam karena
padatnya jadwal les akademik persiapan UN. Niat kita tentu ingin memberikan yang terbaik untuk
anak.
Kadang-kadang kita sulit menyeimbangkan apa yang terbaik untuk anak-anak dengan apa yang
membuat mereka bahagia.
Apa yang sains katakan tentang anak bahagia?
Ternyata, anak yang bahagia bukan hanya enak dipandang mata, namun ternyata berpotensi
membuat anak kita lebih cerdas dan lebih sehat. Kok bisa?
Kecerdasan dikelola oleh bagian otak yang bernama neocortex. Informasi yang diterima oleh otak,
sebelum sampai ke neocortex akan diolah oleh bagian otak yang bernama sistem limbik. Sistem
limbik ini berfungsi dalam pengelolaan emosi dan pengaturan faal tubuh seperti paru-paru,
jantung, ginjal, dll.
Orang yang bahagia, sistem limbiknya terbuka, sehingga informasi yang diterima otak dapat
diteruskan ke neocortex. Informasi yang diterima bahkan meliputi konteksnya, bukan hanya
kontennya. Oleh karena itu, orang yang bahagia menjadi lebih cerdas karena perkembangan dan
arus informasinya berlangsung sehat.
Kebahagiaan anak sangat terlihat dari pola kesehariannya. Anak bahagia terlihat dari matanya
yang cerah, tidurnya yang nyenyak, nafsu makannya yang cukup, bersikap seperti usianya, tidak
sering uring-uringan, suka tersenyum, tenang, dan dapat fokus pada orang atau objek. Mengapa?
Karena anak bahagia sedang ada pada gelombang Alpha, yang tenang dan terjaga.
Umumnya orang bahagia lebih sukses, memiliki pekerjaan yang lebih bergengsi, dan
mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Mereka juga cenderung lebih puas dengan pernikahan
mereka. Artinya, jika kita ingin anak kita cerdas dan sukses, pastikan dulu ia merasa bahagia
menjalani hidupnya.

150

G90. Mengapa anak perlu bahagia ?

Apa dampak perasaan tidak bahagia bagi pekembangan anak

Ciri anak tidak bahagia

Hal-hal yang dapat membuat anak bahagia

Pada artikel Senyum Anak Bangsa, kita sudah membahas bahwa anak yang bahagia lebih
berpotensi membuat anak kita lebih cerdas dan lebih sehat karena otak anak yang bahagia
berkembang lebih baik.
Apa yang terjadi dengan anak yang tidak bahagia? Apa ciri-cirinya? Anak yang tidak bahagia
sangat nampak dari bahasa tubuhnya. Wajahnya murung dan kadang menunjukkan kemarahan,
bersikap impulsif, dan sulit diajak bekerjasama.
Anak-anak yang tidak bahagia ini terjebak dalam kondisi yang disebut BLAST (Bored Lonely
Afraid-Angry Stress Tired). Bored (bosan), mereka bosan dengan rutinitas harian yang itu-itu
saja, bosan dengan sekolah karena terlalu dini digegas. Lonely (kesepian), mereka tidak dekat
dengan keluarga baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga ketika punya masalah tidak
tahu harus berbagi pada siapa. Afraid-Angry (takut dan marah), tantangan hidup anak di Era
Digital ini sangat besar. Tidak dekatnya mereka dengan keluarga membuat mereka takut dan
marah pada lingkungan dan keadaan. Akibatnya mereka tertekan (Stress) dan lelah lahir batin
(Tired).
Mark B Kastleman, psikolog dan terapis ternama dunia asal Amerika mengatakan berdasarkan
riset yang dilakukannya, bahwa anak-anak yang BLAST adalah sasaran empuk bisnis rokok,
miras, narkoba, dan pornografi. Dan berpeluang lebih besar melakukan bunuh diri.
Mari hela nafas sejenak dan doakan keselamatan anak kita dari kondisi diatas. Lalu, bagaimana
caranya agar anak kita bahagia dan terhindar dari kondisi BLAST?
Hal pertama yang perlu dilakukan orangtua agar anaknya bahagia adalah menjadi orangtua yang
bahagia. Kebahagiaan bersifat menular. Terutama jika kita adalah ibu dari bayi yang masih
menyusui. Hormon serotonin (hormon kebahagiaan) dan endorfin (hormon ketenangan) yang
mengalir dalam tubuh kita yang bahagia akan dihisap juga oleh anak melalui air susu. Begitu pula
jika kita sedang bermasalah, hormon kortisol (hormon stres) yang mengalir dalam tubuh kita juga
akan masuk ke air susu.
Kedua, kenali anak kita dan perlakukan ia sesuai dengan karakternya. Bagaimana caranya? Baca
bahasa tubuhnya, terima perasaannya, dan dengarkan dengan sepenuh hati ketika ia sedang
berbicara dan bercerita. Dengan tulus mengenali anak kita, anak kita juga sedang belajar
mengenali dan memperlakukan kita dengan penuh empati dan kasih sayang.

151

Ketiga, berikan hak waktu dan perhatian kita pada anak. Berikan pelukan dan senyuman kepada
sebelum orangtua pergi bekerja. Batasi TV, nikmati hidup dengan bermain bersama, membacakan
anak cerita, melakukan aktifitas bersama
Keempat, terapkan disiplin dengan kasih sayang. Bolehkan anak melakukan kesalahan asal
mereka belajar dari kesalahan tersebut.
Cara yang dipraktekan dalam rumah Ayah Bunda mungkin akan sangat berbeda-beda. Pastika
cara yang kita pilih tetap sesuai prinsip dasar pengasuhan kita : sesuai dengan tuntunan spiritual,
ramah bagi perkembangan otak anak, dan melibatkan Ayah DAN Ibu secara aktif. Selamat
berjuang!

152

Anda mungkin juga menyukai