Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS

METEORISMUS DI RUANG IBRAHIM RS PKU MUHAMMADIYAH MAYONG

Clinical Instructure :
Lilik Hermawan ,S.Kep.Ns

: Di Susun Oleh
M. Abdul Qodir Jaelani
)232021010033(

PROGAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS 2023


A. PENGERTIAN

Definisi Meteorismus

Meteorismus atau perut kembung adalah peningkatan volume udara pada saluran cerna dan
atau dalam rongga peritonium. Tampak sebagai perut yang sedikit kembung pada seseorang
yang terbaring telentang.

B. PENYEBAB

Adapun meteorismus dapat disebabkan antara lain oleh:

1. Aerofagi.

Akibat dari banyaknya udara yang tertelan.

2. Sindrom malabsorpsi.

Absorpsi yang buruk dapat spesifik pada satu nutrien tertentu atau secara umum. Malabsorsi
dengan steatore biasanya disebabkan oleh penyakit seliaka atau fibrosis kistik. Tinja
berlemak, bau, pucat dan banyak, serta sering. Sang ibu mungkin melaporkan kesulitan dalam
menyiram tinja di toilet karena tinja cenderung mengambang. Distensi abdomen karena gas
dan cairan dalam usus yang mengalami distensi diikuti oleh turunnya berat badan dan atrofi
otot.

3. Ileus paralitik.

Suatu keadaan dimana peristaltik usus berhenti sehingga terjadi akumulasi udara dan cairan
didalam usus yang berdilatasi. Penyebab paling sering antara lain peritonitis dan pasca
operasi.

4. Ileus obstruktif.

Penyebab obstruksi usus bervariasi sesuai usia. Malformasi gastrointestinal


biasanya terjadi pada janin atau bayi baru lahir. Pada bayi yang lebih besar atau anak,
penyebab tunggal tersering adalah hernia inguinalis. Pada anak yang lebih kecil, kehilangan
cairan dan elektrolir dengan cepat akan menyebabkan dehidrasi dan kegagalan sirkulasi.
gejala utama obstruksi usus antara lain muntah dengan atau tanpa bercampur empedu,

2
Nyeri, konstipasi dan juga distensi abdomen. obstruksi dapat pula disebabkan antara
lain oleh penyakit sirschprung, ang disebabkan oleh tidak adanya pleksus mesenterika pada
satu segmen usus besar, tersering pada daerah rektosigmoid. Pasase mekonium yang
terlambat diikuti oleh konstipasi dan distensi.

5. Enterokolitis nekrotikans.

Paling sering di pada anak, suatu kegawatdauratan bedah yang paling sering pada kedokteran
neonatal, pembedahan biasanya diperlukan, dengan mortalitas sekitar +01. Biasa pada
bayi prematur. etiologinya tidak diketahui, tetapi imaturitas, infeksi, iskemia usus, dan
pemberian susu enteral berperan pada patogenesis penyakit ini. Dengan gejala berupa diare
berdarah dan sepsis. Pada foto polos abdomen didapatkan gambaran ileus dilatasi
usus, dengan karakteristik pnematosis intestinalis, yaitu gambaran udara berupa garis
atau bubble kecil di dinding usus, dan udara di vena porta.

3
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang mungkin terjadi adalah

Gejala perut kembung yang paling umum adalah rasa kembung.

Gejala ini dapat disertai dengan:

 Bersendawa

Serdawa atau yang lebih dikenal dengan sendawa didefinisikan sebagai keluarnya gas dari
kerongkongan ke faring/tenggorokan secara tiba-tiba, yang dapat disertai atau tanpa disertai
suara. Sendawa merupakan usaha tubuh untuk mengeluarkan kelebihan udara dari saluran
pencernaan bagian atas

 Nyeri perut

Nyeri perut (nyeri adomen/abdominal pain) merupakan sensasi tidak nyaman yang dirasakan
pada area dibawah tepi tulang rusuk/iga (right and left costal margin) sampai sekitar lipat
paha (inguinal fold). Setiap individu pasti pernah merasakan sensasi tidak nyaman ini

 Perut tampak lebih buncit dari biasanya

Orang yang mengalami meteorismus biasanya perutnya tampak lebih besar dari biasanya
karena terdapat udara yang berlebihan pada saluran pencernaan

 Sering buang angin adalah gejala yang mungkin terjadi pada seseorang yang terkena
meteorismus ghal ini terjadi karean adanya penumpukan udara di dalam saluran cerna

4
D. PATOFISIOLOGI
1. Hipersensitivitas Usus
Hipersensitivitas visceral telah diketahui sebagai karakteristik pasien dengan sindrom iritasi
usus besar (IBS). Ini mungkin terlibat dalam patogenesis nyeri/ketidaknyamanan perut, dan
tampaknya disebabkan oleh sensitisasi jalur aferen saraf yang berasal dari saluran
pencernaan. Dari sudut pandang klinis, hipersensitivitas, meskipun sering terjadi, tidak selalu
ditemukan pada pasien IBS dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai penanda
diagnostik kondisi tersebut. Kemajuan yang dicapai dalam memahami hipersensitivitas
visceral pada pasien dengan IBS ditinjau: faktor-faktor yang mempengaruhi distensi perut
didefinisikan dan perspektif terapeutik yang berbeda diperiksa

2. gangguan penanganan gas

Gangguan pengananan gas adalah ketika Beberapa makanan memang lebih sulit untuk
dicerna tubuh. Seperti gluten dan gula pada produk susu atau buah. Dalam sistem pencernaan
sendiri terkandung gas nitrogen dan oksigen. Nah, ketika proses pencernaan makanan
berlangsung, akan terbentuk gas hidrogen, karbon dioksida, dan metana. Pada saat itulah,
ketika proses pencernaan tidak lancar, maka akan terjadi penumpukan gas yang menyebabkan
perut kembung. Selain itu, faktor pemicu atau penyebab perut kembung bisa dari kebiasaan
makan atau gangguan kesehatan.

3. perubahan mikrobiota usus

Mikrobiota ini secara singkat adalah kumpulan bakteri yang menempati usus manusia.
Mikrobiota menghasilkan asam lemak rantai pendek yang dihasilkan dari hasil fermentasi
bakteri baik di dalam usus besar. Fermentasi ini berasal berbagai makanan, terutama asupan
berserat dan bertepung.

4. refleks abdominal-frenikus yang abnormal

Istilah ini, diciptakan oleh kelompok Barcelona, menggambarkan respons pasien FABD
terhadap makanan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh kelompok tersebut, pasien
dengan FABD memiliki aktivitas otot abnormal yang ditandai dengan relaksasi dinding perut
anterior dan kontraksi diafragma. Aktivitas ini mendistribusikan kembali gas perut, sehingga
menyebabkan penonjolan dinding anterior dan distensi yang terlihat. Hal ini berbeda dengan
kontrol sehat yang sebagai respons terhadap makanan mengalami kontraksi otot dinding perut
anterior dan relaksasi diafragma. Alasan terjadinya manuver paradoks di FABD ini tidak

5
sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin terkait dengan respon viscero-somatik yang abnormal
terhadap rangsangan intraluminal yang tidak berbahaya yang melibatkan poros otak-
usus. Terlepas dari penyebabnya, gambaran disinergi abdomino-frenik mewakili mekanisme
baru dan utama yang dapat menjelaskan terjadinya FABD

6
E. PATHWAYS

Aerofagi Ileus paralitik Ileus obstruktif Enterokolitis nekrotikans


Sindrom malabsorpsi

Bersendawa Nyeri perut Perut tampak kembung

hipersensitivitas usus gangguan penanganan perubahan mikrobiota refleks abdominal-


usus frenikus yang abnormal
gas

METEORISMUS

GANGGUAN POLA NYERI AKUT


TIDUR
D. 0077
D. 0055

7
F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi dua yaitu :

1. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan berat. Penanganan
yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri biasanya menggunakan obat analgesic yang
terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan analgesik narkotik.
Penatalaksanaan nyeri dengan farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obat analgesik
narkotik baik secara intravena maupun intramuskuler. Pemberian secara intravena maupun
intramuskuler misalnya dengan meperidin 75 – 100 mg atu dengan morfin sulfat 10 – 15 mg,
namun penggunaan analgesic yang secara terus menerus dapat mengakibatkan ketagihan
obat. Namun demikian pemberian farmakologis tidak bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Cunningham et al, 2021).

2. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik
(meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS, akupuntur dan
akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam, relaksasi
progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi,
sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet) (Blacks dan Hawks, 2009).
Pengendalian nyeri non farmakologi menjadi lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek
yang merugikan (Potter & Perry, 2021).

Penatalaksanaan pola tidur di bagi menjadi dua yaitu terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis

1. Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi untuk gangguan tidur dapat berupa sleep hygiene, cognitive
behavioral therapy, dan stimulus control therapy.
 Sleep Hygiene
Sleep hygiene mencakup perubahan gaya hidup, seperti kontrol diet, olah raga
teratur, dan mengurangi penggunaan stimulan dan alkohol. Faktor lingkungan
yang mungkin mengganggu tidur, misalnya suara, cahaya, dan temperatur, juga
dikendalikan. Selain itu juga disarankan untuk menghindari tidur siang dan makan
malam yang berat.

8
 Stimulus Control Therapy
Pasien yang mengalami gangguan tidur kronis cenderung
mengalami conditioning antara lingkungan tempat tidur dan jam tidur dengan
perilaku-perilaku yang bisa mengganggu tidur, seperti khawatir,
membaca, menggunakan smartphone, atau menonton televisi di tempat
tidur. Stimulus control therapy ditujukan untuk menghilangkan perilaku-perilaku
yang mengganggu tidur ini dari tempat dan jam tidur.

Instruksi untuk terapi ini mencakup:

 Berbaring di tempat tidur hanya ketika sudah mengantuk

 Hindari aktivitas yang membuat tetap terjaga di tempat tidur

 Tidur hanya di tempat tidur di kamar tidur dan bukan di tempat lain, seperti sofa

 Segera meninggalkan tempat tidur setelah bangun

 Hanya masuk ke kamar tidur ketika sudah mengantuk

 Selalu bangun pada waktu yang sama, meskipun jumlah jam tidur malam berbeda-
beda (dengan tanpa mempedulikan jumlah jam tidur malam)

 Hindari tidur di siang hari

 Sleep Restriction

Terapi ini dilakukan dengan membatasi waktu terjaga di tempat tidur (sebelum
tidur). Sebelum terapi dimulai, pasien diminta membuat sleep log selama 2
minggu untuk mengetahui perbandingan waktu benar-benar tidur di tempat tidur
dibandingkan dengan seluruh waktu yang dihabiskan di tempat tidur (sleep
efficiency).

Pasien hanya diijinkan tidur sejumlah waktu yang dihabiskan benar-benar tidur di tempat
tidur (tapi tidak boleh kurang dari 5 jam), sehingga pasien akan mengalami deprivasi tidur
dan peningkatan dorongan untuk tidur. Bila sleep efficiency sudah mencapai 90%, maka
jam tidur ditambahkan 15 menit.

9
 Terapi Relaksasi
Pikiran bisa memperparah gangguan tidur. Mereka yang mengalami gangguan
tidur seringkali mencemaskan kesulitan tidurnya ketika memulai tidur sehingga
memperparah gangguan tidurnya. Terapi relaksasi ditujukan untuk meredakan
pikiran-pikiran ini. Teknik relaksasi yang bisa digunakan adalah progressive
muscular relaxation, autogenic training (menginduksi sensasi hangat dan tekanan
untuk menimbulkan relaksasi somatik), dan imagery.
 Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
CBT untuk insomnia menggunakan pendekatan kognitif mengatasi distorsi
kognitif dan miskonsepsi mengenai insomnia, pendekatan perilaku, dan
pendekatan edukasional (misalnya sleep hygiene). CBT untuk insomnia bisa
dilakukan secara interpersonal maupun dalam bentuk terapi kelompok.[1,5]
Bentuk CBT khusus untuk insomnia adalah Cognitive-behavioral therapy for
insomnia (CBT-I). Terapi ini dilaporkan efektif dalam format individual,
kelompok, atau digital. Terapi ini juga efektif dalam memperbaiki parameter tidur,
seperti efisiensi tidur dan waktu tidur total, serta menurunkan latensi tidur, jumlah
periode terbangun, dan tingkat keparahan insomnia.[23,24]
 Maintenance Patensi Jalan Napas
Untuk mereka yang mengalami gangguan tidur yang terkait dengan gangguan
jalan napas, maka bisa dipertimbangkan untuk pemberian dental-oral appliance,
pengaturan posisi tidur, penurunan berat badan, atau tindakan operatif.[25]

2 Terapi Farmakologi
Banyak klinisi yang memberikan obat golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi
kuat untuk mengatasi gangguan tidur. Namun hal ini tidak direkomendasikan karena
antihistamin mempunyai efek antikolinergik. Obat lain yang berefek sedasi dan bisa
digunakan adalah obat antidepresan, misalnya mirtazapine, trazodone, dan amitriptyline.
 Prinsip Terapi Gangguan Tidur
Penggunaan obat sebaiknya diberikan dalam durasi singkat atau sebagai tambahan
untuk terapi nonfarmakologis. Obat dipilih dengan mempertimbangkan:

 Keluhan utama gangguan tidur yang dialami (misalnya kesulitan memulai tidur
atau mempertahankan tidur)

 Frekuensi terjadinya gangguan tidur (setiap malam atau intermiten)

10
 Durasi pemberian obat yang direncanakan

 Umur dan komorbiditas yang dimiliki pasien

Untuk pasien yang mengalami kesulitan untuk memulai tidur (insomnia inisiasi), bisa
diberikan obat-obat short-acting seperti alprazolam dan zolpidem. Terdapat studi yang
menyebutkan bahwa suplementasi magnesium bermanfaat pada insomnia pasien dewasa,
tetapi mekanisme dan efikasinya masih membutuhkan studi lebih lanjut.

G. PENGKAJIAN FOKUS

A. Pengkajian

1. Identitas

Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis

2. Riwayat kesehatan

Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan pasien untuk mencari bantuan

Riwayat kesehatan sekarang: Apa yang dirasakan sekarang

Riwayat penyakit dahulu : Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini atau
sudah pernah

Riwayat kesehatan keluarga : Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak
menular

Riwayat nyeri : keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara ‘PQRST’:

P (Pemicu),yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Hal ini berkaitan
erat dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuanseseorang menahan nyeri.

Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.Contoh sensasi yang
tajam adalah jarum suntik, luka potong kecil atau laserasi, dan lain-lain. Sensasi tumpul,
seperti ngilu, linu, dan lain-lain. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui ;
nyeri kepala : ada yang membentur.

11
R (Region), daerah perjalanan nyeri.Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk
menunjukkan semua daerah yang dirasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri dengan baik
dengan lebih spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik
yang paling nyeri.

S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.Karakteristik paling subjektif pada nyeri
adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeritersebut. Klien seringkali diminta untuk
mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,sedang atau parah. Namun makna istilah-istilah
ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan.

T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.Perawat mengajukan
pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi dan rangsangan nyeri.Kapan nyeri mulai
dirasakan? Sudah berapa lama nyeri yang dirasakan? Apakah nyeriyang dirasakan terjadi
pada waktu yang sama setiap hari? Seberapa sering nyeri kembali kambuh? (Sa'adah 2015)

3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual meliputi bernapas, makan, minum, eleminasi,gerak dan


aktivitas, istirahat tidur, kebersihan diri, pengaturan suhu, rasa aman dan nyaman, sosialisasi
dan komunikasi, prestasi dan produktivitas, pengetahuan, rekreasidan ibadah

4. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum meliputi: keadaan umum, kesadaran, postur tubuh, warna kulit,turgor kulit,
dan kebersihan diri.

TTV : suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi.

Keadaan Fisik meliputi : pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas bawah.

DADA :

Inspeksi : kaji kulit, warna membran mukosa, penampilan umum, ke adekuatan sirkulasi
sitemik, pola pernapasan, gerakan dinding dada.

Palpasi : daerah nyeri tekan, meraba benjolan atau aksila dan jaringan payudara,sirkulasi
perifer, adanya nadi perifer, temperatur kulit, warna, dan pengisian kapiler.

Perkusi : mengetahui cairan abnormal, udara di paru-paru, atau kerja diafragma.

12
Auskultasi : bunyi yang tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan, atau suara napas
tambahan

ABDOMEN:
Inspeksi : Acities / tidak
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : Nyeri tekan , bengkak,benjolan
Perkusi : Timpani / Hipertimpani

genetalia, : bersih atau tidak, terpasang dc kateter atau tidak


ekstremitas atas dan bawah.: pengecekan skala kekuatan otot

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan data
subyektif dan data objektif (D,0077)
2. gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan data
subyektif dan data objektif (D.0055)

13
I. PERENCANAAN KEPERAWATAN
(SIKI 2018), (SLKI 2018)

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


Nyeri berhubungan dengan Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)
agen pencedera fisiologis  Keluhan nyeri menurun Observasi
(inflamasi).  Meringis menurun  Identifikasi
(D.0077)  Mual menurun lokasi,karakteristik,
 Frekuensi nadi durasi, frekuensi,
membaik kualitas, intensitas
 Sikap protektif nyeri
menurun  Identifikasi skala
 Nafsu makan membaik nyeri
 Pola tidur membaik  Identifikasi respon
nyeri non verbal
Terapeutik
 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu
Gangguan pola tidur Pola tidur (L.08063) Terapi akupresur (I.06209)
berhubungan dengan Kriteria Hasil : Observasi
 Periksa
 Keluhan sulit tidur kontraindikasi
 Keluhan sering terjaga  Periksa tingkat
 Keluhan tidak puas tidur kenyamanan
 keluhan pola tidur psikologis dengan
berubah sentuhan
 Keluhan istirahat tidak  Periksa tempat yang
cukup sensitif untuk
dilakukan penekanan
dengan jari
 Identifikasi hasil
yang ingin di capai
Terapeutik
 Tentukan titik
akupresur yang ingin
di capai

14
 Rangsang titik
akupresur dengan
jari atau ibu jari
dengan kekuatan
tekanan yang
memadai
 Tekan jari atau
pergelangan tangan
untuk mengurangi
mual
 Tekan bagian otot
yang tegang hingga
rileks atau nyeri
menururn sekitar 15-
20 detik
 Lakukan penekanan
pada kedua
eksermitas
 Lakukan akupresur
setiap hari dalam
satu pekan pertama
untuk mengatasi
nyeri
 Telaah referensi
untuk menyesuaikan
terapi dengan
etiologi, lokasi, dan
gejala, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan untuk
rileks
 Ajarkan keluarga
atau orang terdekat
melakukan akupresur
secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
terapis, jika perlu

15
J. REFERENSI

Sa'adah, Ilmiyatus. 2020. pengertian meteorismusa.

SDKI, Tim Pokja. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Perwakilan Pusat PPNI.

SIKI, Tim Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indoesia. Jakarta selatan: DPP
PPNI.

SLKI, Tim Pokja. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan: DPP PPNI.

Siti Anisatun. 2014. “Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka.” Convention Center Di Kota Tegal,
9.
Padilah, N. S., Nugraha, Y., & Fitriani, A. (2022). Intervensi Kompres Hangat Untuk
Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Gastritis: Sebuah Studi Kasus. INDOGENIUS,
1(1), 23-33.
"Novi, N., Mudzakkir, M., Kep, M., Ns, M. M., Wijayanti, E. T., Kep, S. K. N. M., ... & Kep,
S. K. N. M. PENERAPAN TERAPI RELAKSASI BENSON UNTUK MENGURANGI
NYERI PADA PASIEN GASTRITIS DI RSU LIRBOYO KOTA KEDIRI. Repository UNP
Kediri."

16

Anda mungkin juga menyukai