Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Dalam teori Hierarki kebutuhan dasar manusia menurut Abraham
Maslow dalam Potter dan Perry (1997) kebutuhan dasar yang meliputi lima
katogori kebutuhan dasar sebagai berikut:
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang memiliki prioritas
paling dasar dalam Hierarki Maslow. Adapun macam-macam kebutuhan
fisiologis dalam teori hierarki maslow yaitu seperti kebutuhan oksigen,
kebutuhan cairan (minuman), kebutuhan nutrisi (makanan), kebutuhan
keseimbangan suhu tubuh, kebutuhan eliminasi (urine dan BAB),
kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan istirahat dan tidur, serta kebutuhan
seksual.
b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman
1) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh
atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan,
bahaya dari lingkungan, dan sebagainya.
2) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari
pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang
dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa
terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan
sebagainya.
c. Kebutuhan Rasa Cinta, memiliki dan dimiliki
Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan memiliki dan dimiliki,
contohnya seperti kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga,
memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan sebagainya.
d. Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh orang lain.
Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan,

5
6

meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, orang
juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang
lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.
2. Konsep Kebutuhan Rasa Nyaman
Potter dan Perry (2006) mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek,
yaitu :
a) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
c) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi (harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsure alamiah
lainnya. (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015)
3. Konsep Dasar Nyeri
a. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri.
1) Mc. Coffery mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.
7

2) Wolf Weifsel Feurst mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu


perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
3) Arthur C. Curton mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang
dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.
4) Menurut Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari
serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional.
b. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri
dapat memberikan respons akibat adanya stimulus atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain
dapat berupa termal, listrik, atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh
dua jenis serabut yang bermielin rapat atau serabut A (delta) dan serabut
lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A
mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-
serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps
pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau lamina
yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terbentuk substantia
gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri
menyebrangi sumsum tulang belakang pada insterneuron dan bersambung
8

ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract
(STT) atau jalur spinotalamus dan spinoreticular (SRT) yang membawa
informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transimisi terdapat dua
jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai
oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens
dari talamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari
sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls
supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif.
Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden
yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak
diketahui mekanismenya (Long, 1989).
c. Penyebab Nyeri
1) Trauma
a) Mekanik, yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan
lain-lain.
b) Termal, yaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas dan dingin. Misal karena api dan air.
c) Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau basa kuat.
d) Elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan
luka bakar.
2) Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan,
misalnya abses.
3) Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.
4) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
5) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
9

6) Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
7) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
d. Klasifikasi Nyeri
Menurut Tempat
Di bawah ini diuraikan tentang beberapa karakteristik nyeri menurut
tempatnya, sifatnya, intensitas rasa sakit, dan waktu serangan nyeri
(Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015).
1) Nyeri perifer (periferal pain): nyeri permukaan (superficial pain), nyeri
dalam (deep pain), nyeri alihan (reffered pain), nyeri yang dirasakan
pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
2) Nyeri sentral (central pain): terjadi karena perangsangan pada susunan
saraf pusat, medula spinalis, batang otak, dan lain-lain.
3) Nyeri psikogenik (psychogenic pain): nyeri dirasakan tanpa penyebab
organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
4) Nyeri phantom (phantom pain): merupakan perasaan pada bagian tubuh
yang sudah tak adalagi. Contohnya pada amputasi, phantom pain timbul
akibat dari stimulus dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulus
reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada
area yang telah diangkat
5) Radiating pain: nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke
jaringan sekitar.
6) Nyeri somatis dan nyeri viseral: kedua nyeri ini umumnya bersumber
dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang.
Menurut Sifat
1) Insidentil: timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang .
2) Steady: nyeri timbul menetap dan dirasakan dalamwaktu yang lama.
3) Paroxysmal: nyeri dirasakan berintensitas tinggi kuat sekali serta
biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul
kembali.
4) Intractable pain: nyeri yang resistan dengan diobati atau dikurangin.
Contoh pada artritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontra
10

indikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan


kecanduan.
Menurut Intensitas Rasa Nyeri
1) Nyeri ringan: dalam intensitas rendah.
2) Nyeri sedang: menimbulkan suatu reaksi fisilogis dan psikologis.
3) Nyeri berat: dalam intensitas tinggi
Menurut Waktu Serangan Nyeri
1) Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau
intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari
enam bulan) dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah
keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut biasanya berlangsung
singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut
biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan
tekanan darah meningkat, serta pallor.
2) Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau interminen yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri yang disebabkan oleh adanya
kausa keganasan seperti kanker yang tidak terkontrol atau nonkeganasan.
Nyeri kronis berlangsung lama (lebih dari enam bulan) dan akan
berlanjut walaupun klien diberi pengobatan atau penyakit tampak
sembuh. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah
diidentifikasi, intensitas nyeri sukar untuk diturunkan, rasa nyeri
biasanya meningkat, sifat nyeri kurang jelas, dan kemungkinan kecil
untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronis nonmaligna biasanya dikaitkan
dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang nonprogresif atau telah
mengalami penyembuhan.
e. Pengalaman Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu arti
nyeri bagi individu, persepsi nyeri individu, toleransi nyeri, dan reaksi
individu terhadap nyeri.
1) Makna nyeri
Nyeri memiliki makna berbeda bagi setiap orang, juga untuk orang
11

yang sama disaat yang berbeda. Umumnya, manusia memandang nyeri


sebagai pengalaman yang negatif, walaupun nyeri juga mempunyai
aspek positif. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak,
menunjukkan adanya komplikasi (misalnya, infeksi), memelukan
penyembuhan, menyebabkan ketidakmampuan, merupakan hukuman
akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi. Faktor yang
memengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis kelamin,
latar belakang social budaya, lingkungan serta pengalaman nyeri
sekarang dan masa lalu.
2) Persepsi nyeri
Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk reflex guna
menghindari rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari
segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu berat atau
berlangsung lama dapat berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan
menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri
cenderung tidak tertahankan, penderita bias sampai melakukan bunuh
diri (Setyanegara, 1978). Persepsi nyeri, tepatnya pada area korteks
(fungsi evaluatif kognitif), muncul akibat stimulus yang ditransmisikan
menuju jarasspinotalamikus dan talamikokortikalis. Persepsi nyeri ini
sifatnya objektif, sangat kompleks, dan dipengaruhi faktor-faktor yang
memicu stimulus nonsiseptor dan transmisi impuls nonsiseptor, seperti
daya reseptif dan intrepretasikortikal. Persepsi nyeri bisa berkurang atau
hilang pada periode setres berat atau dalam keadaan emosi.
3) Toleransi terhadap nyeri
Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas nyeri yang
membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum mencari
pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu
menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Meskipun
setiap orang memiliki pola penahanan nyeri yang relatif stabil, tingkat
toleransi berbeda bergantung pada situasi yang ada. Toleransi terhadap
nyeri tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kelelahan, atau sedikit
12

perubahan sikap. Faktor-faktor yang memengaruhi toleransi nyeri seperti


terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1
Faktor- Faktor yang Memengaruhi Toleransi

Toleransi Nyeri
Mengalami Peningkatan Mengalami Penurunan
1. Alkohol 1. Capai atau keletihan
2. Obat-obatan 2. Marah
3. Hiponosis 3. Kebosanan
4. Panas 4. Cemas
5. Gesekan atau garukan 5. Nyeri yang kronis
6. Pengalihan perhatian 6. Sakit atau penderitaan
7. Kepercayaan yang kuat

Sumber: (Mubarak, Indrawati, & Susanto,2015)

4) Reaksi terhadap nyeri


Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda tehadap nyeri. Ada
orang yang menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas,
ada pula menanggapinya dengan sifat yang optimis dan penuh toleransi.
Sebagian orang merespons nyeri dengan menangis, mengerang dan
menjerit-jerit, meminta pertolongan, gelisah ditempat tidur, atau
mengeluarkan banyak keringat ketika mengalami nyeri. Faktor-faktor
yang memengaruhi reaksi nyeri adalah sebagai berikut:
a) Arti nyeri terhadap individu
b) Tingkat persepsi nyeri
c) Pengalaman masa lalu
d) Nilai kultural
e) Harapan sosial
f) Kesehatan fisik dan mental
g) Sikap orang tua terhadap nyeri
h) Menentukan di mana nyeri terjadi
i) Takut, cemas
j) Usaha-usaha untuk mengurangi respons terhadap stressor
k) Usia
13

f. Cara Mengukur Intesitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual, serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons
fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengkuran dengan ini
juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
(Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015)
1) Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer)
dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai
0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk
kombinasi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya penderita memilih
salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat
dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas ini
dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori.

Tabel 2.2
Skala Nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
Skala 0 Tidak nyeri
Skala 1-3 Nyeri ringan
Skala 4-6 Nyeri sedang
Skala 7-9 Sangat nyeri tapi masih dapat
dikontrol oleh pasien dengan aktivitas
yang biasa dilakukan
Skala 10 Sangat nyeri dan tidak terkontrol

2) Skala Nyeri Menurut Mc Gill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri


dengan menggunakan lima angka, yaitu:
0: tidak nyeri
1=nyeri ringan
2= nyeri sedang
3= nyeri berat
4= nyeri sangat berat
5= nyeri hebat
14

Sumber: (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015)


Gambar 2.1
Skala Nyeri Numeric Rating Scale (NRS)

3) Skala Wajah atau wong-baker Faces Rating Scale


Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan
cara memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut
menyerang. Cara ini di terapkan pada pasien yang tidak dapat
menyatakan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-anak
dan lansia.

Sumber: (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015)

Gambar 2.2
Skala Nyeri wong-baker Faces Rating Scale

g. Penanganan Nyeri
1) Farmakologi
a) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik juga dikenal sebagai agonis narkotik, dan
bekerja pada sistem saraf pusat untuk meredakan rasa nyeri sedang
hingga berat. Analgesik narkotik juga digunakan untuk menekan batuk
dengan bekerja pada pusat pernafasan dan batuk dimedula batang otak.
Opioid adalah kategori analgesik narkotik. Semua pereda nyeri, kecuali
meperidi (Demerol), memiliki efek antitusif (penekan batuk) dan
antidiare.
15

b) Analgesik Non Narkotik


Analgesik non narkotik seperti aspirin, asctaminefen, dan
ibuprofen sebagai tambahan anti efek juga memiliki efek asti inflamani
dan anti piretik. Obat ini menyebabkan perurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostaglandi dari jaringan yang mengalami
trauma atau implamasi (Smeltzer & Bare, 2001). Efek samping yang
paling umum adalah terjadi adalah gangguan pencernaan seperti
adanya ulkus gasterdan perdarahan gaster.
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi progresif.
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan
stres. Teknik relaksasi memberikan individu control diri ketika terjadi
rasa tidak nyaman atau nyeri, stresfisik, dan emosi pada nyeri.
b) Stimulasi kutaneus plasebo.
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologis dalam
bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan
injeksi, dan sebaginya. Plasebo umumnya terdiri atas larutan gula,
larutan salin normal, atau air biasa
c) Teknik distraksi.
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan
cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal yang lain sehingga klien
akan lupa terhadap nyeri yang dialami (Mubarak, Indrawati, &
Susanto, 2015).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan
nyeri yang efektif. Oleh karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif
dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat
perlu mengkaji semua faktor yang memengaruhi nyeri, seperti faktor
fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural (Mubarak,
Indrawati, & Susanto, 2015).
16

Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya


riwayat nyeri, serta keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intesitas nyeri,
kualitas, dan waktu serangan. Cara pendekatan yang digunakan dalam
mengkaji nyeri dengan cara PQRST, yaitu sebagai berikut.
a. P (pemacu), yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
b. Q (quality), yaitu kualitas nyeri (misalnya tumpul, tajam, merobek).
c. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri.
d. S (severity), yaitu intensitas nyeri.
e. T (time), yaitu serangan, lamanya waktu serangan atau frekuensi nyeri,
dan sebab.
Pengkajian keperawatan dalam proses keperawatan menurut
(Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015) meliputi:
a. Data pasien.
b. Keluhan umum.
Pasien merasakan nyeri pada area luka post operasi
c. Riwayat kesehatan sekarang.
Kapan pasien dilakukan tindakan operasi, bagaimana keadaan luka post
operasi nya.
d. Riwayat kesehatan sebelumnya.
Apakah pasien pernah mengalami penyakit tertentu yang dapat
mempengaruhi kesehatan sekarang. Misalnya apakah pasien memiliki
penyakit tertentu seperti kanker tulang atau apakah pasien pernah
mengalami kecelakaan sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga.
Apakah anggota keluarga pasien memiliki penyakit keturunan yang
mungkin akan mempengaruhi kondisi sekarang. Penyakit keluarga yang
berhubungan dengan tumor.
f. Aktivitas sehari-hari.
Pengkajian ini bertujuan untuk melihat perubahan pola yang berkaitan
dengan terganggunya sistem tubuh serta dampaknya terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar pasien.
17

g. Pemeriksaan fisik.
1) Gambaran umum
a) Keadaaan umum: Baik/buruk, kesadaran (composmetis, apatis,
sopor, somnolen, semi coma, coma)
b) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernpasan)
c) Pemeriksaan secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, kelenjar
getah bening, dada (thorax), perut (abdomen: hepar), kelamin.
d) Bagian ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang
belakang)
2) Keadaan lokal
Pemeriksaan muskuloskletal menurut (Faida Annisa, Mel Diana,
& Kusuma Wijaya Ridi Putra, 2016) meliputi:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan :
(1). Penampilan umum, gaya jalan, ketegapan, cara bergerak,
simetris tubuh dan extremitas (bandingkan sisi yang satu
dengan yang lain → ekstemitas atas / bawah, kanan/ kiri).
Adanya perasaan tidak nyaman, pincang, atau nyeri saat
berjalan
(2). Kelumpuhan badan dan atau anggota gerak. Adanya kelainan
atau tidak
(3). Warna kulit pada ekstremitas
(kemerahan/kebiruan/hiperpigmentasi)
(4). Periksa adanya benjolan/pembengkakan pada ekstremitas.
Adanya atrofi/hipertrofiotot, struktur tulang dan otot. Amati
otot kemungkinan adanya kontraksi abnormal dan tremor.
b) Feel (palpasi)
Palpasi pada setiap ekstremitas dan rasakan:
(1). Kekuatan/kualitas nadi perifer
(2). Adanya nyeri tekan atau tidak
(3). Adanya krepitasi atau tidak
(4). Konsistensi otot (lembek/keras)
18

c) Move (pergerakan)
Kaji ROM (Range of Motion)
(1). Minta pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri.
Kekuatan otot juga dapat diuji dengan cara meminta pasien
menggerakkan anggota tubuh secara bervariasi (missal
menggerakkan kepala atau lengan). Normal pasien dapat
menggerakkan anggota tubuh kearah horizontal terhadap
gravitasi
(2). Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara member
tahanan secara resisten. Secara normal kekuatan otot dinilai
dalam 5 tingkatan gradasi
Tabel 2.3
Penilaian Kekuatan Otot

Skala Normal
Kekuatan Ciri
(%)
0 0 Paralisis total
1 10 Tidak ada gerakan,
teraba/terlihat adanya kontraksi
otot
2 25 Gerakan otot penuh menentang
gravitasi
3 50 Gerakan normal menentang
gravitasi
4 75 Gerakan normal
Menentang gravitasi dengan
sedikit tahanan
5 100 Gerakan normal
Penuh menentang gravitasi
dengan tahan penuh
Sumber: (Jackson, M & Jackson L, 2011)
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
19

Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan gangguan


pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (nyeri) adalah :
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Mobilitas Fisik
c. Gangguan Pola Tidur
d. Nyeri Kronis
e. Resiko Infeksi
f. Gangguan Integritas Kulit

Tabel 2.4
Diagnosis Keperawatan Menurut SDKI: 2017 sebagai berikut:

N Diagnosis Penyebab/factor Tanda dan Gejala Kondisi


o Resiko Mayor Minor Terkait
a. 1. Nyeri Akut 1. Agen pencedera Subjektif: Subjektif: - 1. Kondisi
fisiologis (mis. 1. Mengeluh pembedah
Definisi:
Inflamasi, nyeri Objektif: an
Pengalaman
iskemia, 1. Tekanan 2. Cedera
sensorik atau
neoplasma) Objektif: darah traumatis
emosional
2. Agen penceder 1. Tampak meningkat 3. Infeksi
yang
akimiawi (mis. meringis 2. Pola napas 4. Sindrom
berkaitan
Terbakar, bahan 2. Bersikap berubah koroner
dengan
kimia iritan) protektif 3. Nafsu makan akut
kerusakan
3. Agen pencedera (mis. berubah 5. Glaukoma
jaringan
fisik (mis. Waspada, 4. Proses
actual atau
Abses, posisi berfikir
fungsional,
amputasi, menghindar terganggu
dengan onset
terbakar, i nyeri) 5. Menarik diri
mendadak
terpotong 3. Gelisah 6. Berfokus
atau lambat
mengangkat 4. Frekuensi pada diri
dan
berat, prosedur nadi sendiri
berintensitas
operasi, trauma, meningkat 7. Diaforesis
ringan
latihan fisik 5. Sulit tidur
hingga berat
berlebihan)
yang
berlangsung
kurang dari
3 bulan.

2 Gangguan 1. Kerusakan Subjektif: Subjektif: 1. Stroke


Mobilitas integritas 1. Mengeluh 1.Nyeri saat 2. Cedera
Fisik struktur tulang sulit bergerak medulla
2. Perubahan menggeraka 2.Enggan spinalis
Definisi: metabolisme n melakukan 3. Trauma
Keterbatasan 3. Ketidakbugaran ekstremitas pergerakan 4. Fraktur
dalam gerak fisik Objektif: 3.Merasa cemas 5. Osteoarthr
fisik dari 4. Penurunan 1. Kekuatan saat bergerak itis
satu atau kendali otot otot Objektif: 6. Osteomala
lebih 5. Penurunan menurun 1. Sendi kaku sia
20

ekstremitas massa otot 2. Rentang 2. Gerakan tidak 7. Keganansa


secara 6. Penurunan gerak terkoordinasi n
mandiri. kekuatan otot (ROM) 3. Gerakan
7. Keterlam menurun terbatas
batasan 4. Fisik lemah
perkembangan
8. Kekuatan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan
muskuloskeletal
12. Gangguan
neuromuskeleta
l
13. Indeks masa
tubuh diatas
persentil ke-75
sesuai usia
14. Efek agen
farmakologis
15. Program
pembatasan
gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar
informasi
tentang
aktivitasfisik
18. Kecemasan
19. Gangguan
kognitif
20. Keengganan
melakukan
pergerakan
21. Gangguan
sensori persepsi

3. Gangguan 1. Hambatan Subjektif: Subjektif: 1.Nyeri/koli


Pola Tidur lingkungan 1. Mengeluh 1. Mengeluh k
(mis. sulit tidur kemampuan 2. Hipertiroi
Definisi: kelembapan 2. Mengeluhse beraktivitas disme
Gangguan lingkungan ring terjaga menurun 3. Kecemasa
kualitas dan sekitar, suhu 3. Mengeluh n
kuantitas lingkungan, tidak puas Objektif: - 4. Penyakit
waktu akibat pecahayaan, tidur paru
factor kebisingan, bau 4. Mengeluh obstruktif
eksternal tidak sedap, pola tidur kronis
jadwal berubah 5. Kehamilan
pemantauan/ 5. Mengeluh 6. Periode
pemeriksaan/ istirahat pasca
tindakan) tidak cukup partum
2. Kurang control 7. Kondisi
tidur Objektif: - pascaoper
3. Kurang privasi asi
4. Restrain fisik
5. Ketiadaan
teman tidur
6. Tidak familiar
21

dengan
peralatan tidur
4. Nyeri Kronis 1. Kondisi Subjektif : Subjektif : 1. Kondisi
muskuloskeletal 1. Mengeluh 1. Merasa takut kronis
Definisi: kronis nyeri mengalami (mis.
Pengalman 2. Kerusakan 2. Merasa cedera Arthriytisr
sensorik atau system saraf depresi berulang eumatoid)
emosional 3. Penekanan saraf (tertekan) 2. Infeksi
yang 4. Infiltrasi tumor Objektif : 3. cedera
berkitandeng 5. Ketidakseimban Objektif : 1. Bersikap medula
an kerusakan gan 1. Tampak protektif (mis. spinalis
jaringan neurotransmitte meringis Posisi 4. Kondisi
actual atau r, 2. Gelisah menghindari pasca
fungsional neuromodulator 3. Tidak nyeri) trauma
dengan onset , dan reseptor mampu 2. Waspada 5. Tumor
mendadak 6. Gangguan menuntaska 3. Pola tidur
atau lambat imunitas (mis. n aktivitas menyemit
dan Neuropati 4. Anoreksia
berintensitas terkait HIV, 5. Focus
ringan virus varicella- menyempit
hingga berat zoster) 6. Befokus pada
dan konstan 7. Gangguan diri sendiri
yang fungsi
berlangsung metabolik
lebih dari 3 8. Riwayat posisi
bulan kerja statis
9. Peningkatanind
eks masa tubuh
10. Kondisi pasca
trauma
11. Tekanan
emosional
12. Riwayat
penganiayaan
(mis. Fisik,
psikologis,
seksual)
13. Riwayat
penyalahgunaan
obat/zat

5. Resiko 1. Penyakit kronis Subjektif : - Subjektif : - 1. AIDS


Infeksi (mis. Diabetes 2. Luka
mellitus) Objektif : - Objektif : - bakar
Definisi: 2. Efek prosedur
3. Penyakit
Beresiko invasif
mengalami 3. Malnutrisi paru
peningkatan 4. Peningkatan obstruktif
terserang paparan kronis
organism organisme 4. Diabetes
patogenik. pathogen mellitus
lingkungan 5. Tindakan
5. Ketidakadekuat
invasif
an pertahanan
tubuh primer : 6. Kondisi
a) Gangguan penggunaa
peristaltik n terapi
b) Kerusakan steroid
22

integritas 7. Penyalah
kulit gunaan
c) Perubahan obat
sekresi PH
8. Ketuban
d) Penurunan
kerja siliaris pecah
e) Ketuban sebelum
pecah lama waktunya
f) Ketuban 9. Kanker
pecah 10. Gagal
sebelum ginjal
waktunya
11. Imunosupr
g) Merokok
h) Statis cairan esi
tubuh 12. Lymphede
6. Ketidakadekuat ma
an pertahanan 13. Leukosito
tubuh sekunder: penia
a) Penurunan 14. Gangguan
hemoglobin
fungsi hati
b) Imununo
supresi
c) Leukopenia
d) Supresi
responinfla
masi
6. Gangguan 1. Perubahan Subjektif : - Subjektif : - 1. Imobilisas
Integritas sirkulasi i
Kulit 2. Perubahan Objektif : Objektif : 2. Gagal
status nutrisi 1. Kerusakan 1. Nyeri
jantung
Definisi: (kelebihan atau jaringan 2. Pendarahan
Kerusakan kekerurangan) dan/ atau 3. Kemerahan kongestif
kulit (dermis 3. Kekurangan/kel lapisan kulit 4. Hematoma 3. Gagal
dan/atau ebihan volume ginjal
epidermis) cairan 4. Diabetes
atau jaringan 4. Penurunan melitus
(membrane mobilities 5. Imunodefi
mukosa, 5. Bahan kimia
siensi
kornea, iritatif
fasia, otot, 6. Suhu (mis.
tendon, lingkungan AIDS)
tulang, yang ekstrem
kartilago, 7. Faktor mekanis
kapsul sendi (mis.
dan/atau Penekanan pada
ligamen). tonjolan tulang,
gesekan) atau
factor elektris
(elektro
diatermi, energi
listrik
bertegangan
tinggi)
8. Efek samping
terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropatiperife
23

r
12. Perubahan
pigmentasi
13. Perubahan
hormonal
14. Kurang terpapar
informasi
tentang upaya
mempertahanka
n/melindungi
integritas
jaringan

Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)


3. Intervensi
Menurut SIKI (2018), Intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penulisan klinis, untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan. Intervensi keperawatan aktivitas menggunakan
pendekatan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia).
Sedangkan buku SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
digunakan penulis untuk merumuskan tujuan dan criteria hasil
keperawatan. Adapun tujuan dan kriteria hasil serta intervensi dari
gangguan pemenuhan kebutuhan nyaman (nyeri) menurut SIKI (2018)
adalah:

Tabel 2.5
Rencana keperawatan Menurut SIKI : 2018 sebagai berikut:

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, diharapkan tingkat a. Identifikasi lokasi, karakteristik durasi,
nyeri menurun dan kontrol frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri meningkat dengan b.Identifikasi skala nyeri
kriteri hasil : c. Identifikasi respons nyeri non verbal
a. Tidak mengeluh nyeri d.Identifikasi faktor yang memperberat
b. Tidak meringis dan memperingan nyeri
c. Tidak bersikap protektif e. Identifikasi pengetahuan dan
d. Tidak gelisah keyakinan tentang nyeri 21
e. Kesulitan tidur menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
f. Frekuensi nadi membaik respon nyeri
g.Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
h.Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
24

i. Monitor efek samping penggunaan


analgetik Terapeutik
j. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat dingin, terapi bermain
k. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
l. Fasilitasi istirahat dan tidur
m. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
n. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
o. Jelaskan strategi meredakan nyeri
p. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
q. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
r. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
s. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Pemberian Analgesik
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis. narkotika, nonnarkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik
f. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
g. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
h. Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien
i. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan Edukasi
j. Jelaskan efek terapi dan efek samping
25

obat
Kolaborasi
k. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi

Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulansi


Mobilitas keperawatan dukungan Observasi
Fisik mobilisasi selama 3x24 jam, a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
diharapkan mobilitas fisik fisik lainnya
pasien meningkat dengan b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
kriteria hasil: Ambulasi.
a. Pergerakan ekstremitas c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
meningkat. darah sebelum memulai ambulasi
b. Kekuatan otot cukup Terapeutik
meningkat. d. Monitor kondisi umum selama
c. Rentang gerak (ROM) melakukan ambulasi Fasilitasi aktivitas
meningkat. ambulasi dengan alat bantu (mis.
d. Nyeri menurun. Tongkat, kruk
e. Kekakuan sendi cukup e. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
menurun. jika perlu
f. Kelemahan fisik cukup f. Libatkan keluarga untuk membantu
menurun. pasien dalam meningkatkan ambulasi
g. Kecemasan menurun. Edukasi
h. Gerakan terbatas cukup g. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
menurun. h. Anjurkan melakukan ambulasi dini
i. Gerakan tidak i. Ajarkan ambulasi sederhana yang
terkoordinasi cukup harus dilakukan (mis. Berjalan dari
menurun. tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Gangguan Pola Setelah dilakukan asuhan Dukungan Tidur


Tidur keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan pola tidur a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
membaik dengan kriteria b. Identifikasi factor pengganggu tidur
hasil: (fisik atau psikologis)
a. Kesulitan tidur menurun c. Identifikasi makanan dan minuman
b. Keluhan sering terjaga yang mengganggu tidur (mis. kopi,
menurun teh, alkohol, makan mendekati waktu
c. Keluhan tidak puas tidur tidur, minum banyak air sebelum tidur)
menurun d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
d. Keluhan pola tidur
berubah menurun Terapeutik
e. Keluhan istirahat tidak e. Modifikasi lingkungan (mis.
cukup menurun pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
f. Batas waktu tidur siang, jika perlu
g. Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur
h. Tetapkan jadwal tidur rutin
i. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis. pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
j. Sesuaikan jadwal pemberian obat atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
26

k. Jelaskan pentingnya tidur cukup


selama sakit
l. Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
m. Anjurkan menghindari makanan atau
minuman yang mengganggu tidur
n. Anjurkan penggunaan obat tidur yang
tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
o. Ajarkan faktor-faktor berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
psikologis, gaya hidup, sering berubah
shift bekerja)
p. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
cara nonfarmakologi lainnya.

Edukasi
q. Aktivitas atau Istirahat
Observasi
r. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
s. Sediakan materi dan media pengaturan
aktivitas dan istirahat
t. Jadwal pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
u. Berikan kesempatan kepada pasien
dan keluargau ntuk bertanya

Edukasi
v. Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik atau olahraga secara
rutin
w. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
x. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas
dan istirahat
y. Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
z. Ajarkan cara mengidentifikasi target
dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
Nyeri Kronis Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, diharapkan tingkat a. Identifikasi lokasi, karakteristik durasi,
nyeri menurun dan kontrol frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri meningkat dengan b. Identifikasi skala nyeri
kriteri hasil : c. Identifikasi respons nyeri non verbal
a. Tidak mengeluh nyeri d. Identifikasi faktor yang memperberat
b. Tidak meringis dan memperingan nyeri
c. Tidak bersikap protektif e. Identifikasi pengetahuan dan
d. Tidak gelisah keyakinan tentang nyeri
e. Kesulitan tidur menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
d. Frekuensi nadi membaik respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
27

h. Monitor keberhasilan terapi


komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik Terapeutik
j. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat dingin, terapi bermain
k. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
l. Fasilitasi istirahat dan tidur
m. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
n. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
o. Jelaskan strategi meredakan nyeri
p. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
q. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
r. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
s. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

ResikoInfeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi


keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan tingkat a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
infeksi menurun dengan dan sistemik
kriteria hasil:
a. Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat b. Batasi jumlah pengunjung
b. Demam menurun c. Berikan perawatan kulit pada area
c. Kemerahan menurun edema
d. Nyeri menurun d. Cuci tangan sebelum dan sesudah
e. Bengkak menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
e. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi
f. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
g. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
h. Ajarkan etika batuk
i. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau lukaoperasi
j. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
k. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
28

Kolaborasi
l. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

Manajemen Imunisasi/ Vaksin


Observasi
a. Identifikasi riwayat kesehatan dan
riwayat alergi
b. Identifikasi kontraindikasi pemberian
imunisasi
c. Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik
d. Berikan suntikan pada pada bayi
dibagian paha anterolateral
e. Dokumentasikan informasi vaksinasi
f. Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat

Edukasi
g. Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan efek samping
h. Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
i. Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah
j. Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
k. Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
l. Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan
vaksin gratis

Gangguan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit


Integritas Kulit keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan integritas a. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dan jaringan integritas kulit (mis. perubahan
meningkat dengan kriteria sirkulasi, perubahan status nutrisi,
hasil: penurunan kelembaban, suhu
a. Kerusakan jaringan lingkungan ekstrem, penggunaan
menurun mobilitas)
b. Kerusakan lapisan kulit
menurun Terapeutik
c. Nyeri menurun b. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
d. Kemerahan menurun c. Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu
d. Bersihkan perineal dengan air hangat,
terutama selama periode diare
e. Gunakan produk berbahan petroleum
atau minyak pada kulit kering
f. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
g. Hindari produk berbahan dasar alkohol
29

pada kulit kering

Edukasi
h. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. lotion, serum)
i. Anjurkan minum air yang cukup
j. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
k. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
l. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
m. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah
n. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

Sumber: (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

4.Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan


oleh perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
implementasi intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah
dilakukan validasi, penguasaan kemampuan interpersonal, intelektual,
dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan ifisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan
didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidak masalah
klien, mencapai tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan. Evaluasi
asuhan keperawatan menurut SLKI (2018).

Tabel 2.6
Evaluasi Keperawatan Menurut SLKI : 2018 sebagai berikut:

No Diagnosis Keperawatan Kriteria Hasil


1. Nyeri Akut
(Tingkat Nyeri)

Definisi: 1. Keluhan nyeri menurun


Pengalaman sesnsorik atau emosional yang 2. Meringis menurun
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau 3. Sikap protektif menurun
30

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat 4. Gelisah menurun


dan berinteraksi ringan hingga berat konstan. 5. Kesulitan tidur menurun
6. Frekuensi nadi membaik

2. Gangguan Mobilitas Fisik


(Mobilitas Fisik)

Definisi: 1. Pergerakan ekstremitas


Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau meningkat
lebih ekstremitas secara mandiri. 2. Kekuatan otot meningkat
3. Rentang gerak (ROM)

3. Gangguan Pola Tidur


(Pola Tidur)

Definisi: 1. Keluhan sulit tidur


Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur. menurun
2. Keluhan sering terjaga
menurun
3. Keluhan tidak puas tidur
menurun
4. Keluhan pola tidur
berubah menurun
5. Keluhan istirahat tidak
cukup menurun

4. Nyeri Kronis
(Tingkat Nyeri)

Definisi: 1. Keluhan nyeri menurun


Pengalaman sesnsorik atau emosional yang 2. Meringis menurun
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau 3. Sikap protektif menurun
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat 4. Gelisah menurun
dan berinteraksi ringan hingga berat konstan. 5. Kesulitan tidur menurun
6. Frekuensi nadi membaik

5. RisikoInfeksi
(Tingkat Infeksi)

Definisi: 1. Demam menurun


Derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber 2. Kemerahan menurun
informasi. 3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun
5. Kadar sel darah putih
membaik
6. Gangguan Integritas Kulit
(Integritas Kulit dan jaringan)

Definisi: 1. Kerusakan jaringan


Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau menurun
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, 2. Kerusakan lapisan kulit
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau menurun
ligamen).

Sumber: (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)


31

C. Tinjauan Konsep Penyakit


1. Definisi Tumor Colli
Pengertian umum tumor adalah benjolan atau pembengkakan
dalam tubuh. Pengertian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan
oleh neoplasma. Tumor atau Neoplasma adalah massa abnormal dari sel-
sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel
yang sebelumnya adalah sel-sel normal, namun selama mengalami
perubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu
sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinasi dengan
kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tergantung pada pengawasan
homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya.
Tumor colli adalah setiap massa baik kongenital maupun
neoplasma yang timbul di segitiga anterior atau posterior leher di antara
klavikula pada bagian inferior dan mandibula serta dasar tengkorak pada
bagian superior. Pada 50% kasus benjolan pada leher berasal dari tiroid
40% benjolan pada leher disebabkan oleh keganasan, 10% berasal dari
peradangan atau kelainan kongenital. Secara umum tumor colli dapat
dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Kelainan kongenital: kista dan fistel leher lateral dan median, seperti
hygroma colli cysticum, kista dermoid.
2. Inflamasi atau peradangan: limfadenitis sekunder karena inflamasi
banal (acne faciei, kelainan gigi dan tonsilitis) atau proses inflamasi
yang lebih spesifik (tuberkulosis, tuberkulosis atipik, penyakit
garukan kuku, actinomikosis, toksoplasmosis). Di samping itu di leher
dijumpai pembesaran kelenjar limfa 16 pada penyakit infeksi umum
seperti rubella dan mononukleosis infeksiosa.
3. Neoplasma: Lipoma, limfangioma, hemangioma dan paraganglioma
caroticum yang jarang terdapat (terutama carotid body; tumor glomus
caroticum) yang berasal dari paraganglion caroticum yang terletak di
bifurcatio carotis, merupakan tumor benigna. Selanjutnya tumor
benigna dari kutub bawah glandula parotidea, glandula
submandibularis dan kelenjar tiroid. Tumor maligna dapat terjadi
32

primer di dalam kelenjar limfe (limfoma maligna), glandula parotidea,


glandula submandibularis, glandula tiroidea atau lebih jarang timbul
dari pembuluh darah, saraf, otot, jaringan ikat, lemak dan tulang.
Tumor maligna sekunder di leher pada umumnya adalah metastasis
kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer di suatu tempat didaerah
kepala dan leher. Jika metastasis kelenjar leher hanya terdapat
didaerah suprac1avikula kemungkinan lebih besar bahwa tumor
primemya terdapat ditempat lain di dalam tubuh.
2. Etiologi Tumor Colli
Etiologi yang terkait dengan tumor colli diantaranya yaitu:
a. Karsinogen kimiawi
Karsinogen yang memerlukan perubahan metabolisme agar
menjadi karsinogen aktif, sehingga, misalnya Aflatoksin B1 pada
kacang, vinylklorida pada industri plastik, benzoapiran pada asap
kendaraan bermotor, kemoterapi dalam kesehatan.
b. Karsinogen fisik
Berkaitan dengan ultraviolet kangker kulit, karena terkena sinar.
Radiasi UV yang dapat menimbulkan dimmer yang merusak rangka
fasfodiester DNA, misalnya sinar ionisasi pada nuklir, sinar radioaktif,
sinar ultraviolet. 17
c. Hormon
Hormon merupakan zat yang dihasilkan kelenjer tubuh yang
berfungsi mengatur organ-organ tubuh, pemberian hormon tertentu
secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya
beberapa kangker.
d. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat merupakan salah satu faktor
pendukung kanker, misalnya diet, merokok, alkohol
e. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir,
benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul
pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa.
33

Pada kelainan ini benjolan yang paling sering terletak di leher


samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-
tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi
bisa juga besar seperti bola tenis
f. Usia dan jenis kelamin
Terdapat risiko malignasi apabila didapat nodul tiroid pada usia
>45 tahun, dan untuk wanita mempunyai risiko tiga kali lebih besar
dari pada pria.
3. Patofisiologi Tumor Colli
Kelainan kongenital, genetik, gender/jenis kelamin, usia,
rangsangan fisik berulang, hormon infeksi, gaya hidup, karsinogenik
(bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh dan
berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benigna (jinak) atau
bersifat maligna (ganas). Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh
lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel
tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga
terbentuk serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari
jaringan sehat. Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transformasi
dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal
sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya.
Perbedaan sifat sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam
bentuk dan fungsinya, autonominya dalam pertumbuhan, kemampuan
dalam berinfiltrasi dan menyebabkan metastasis.
Umumnya tumor mulai tumbuh dari satu sel di suatu tempat
(unisentrik), tetapi kadang tumor berasal dari beberapa sel dalam satu
organ (multisentrik) atau dari beberapa organ (multiokuler) pada waktu
bersamaan (sinkron) atau berbeda (metakron). Selama pertumbuhan
tumor masih terbatas pada organ tempat asalnya maka tumor dikatakan
mencapai tahap lokal, namun bila telah infiltrasi ke organ sekitarnya
dikatakan mencapai tahap invasive atau infiltrasi . Sel tumor bersifat
tumbuh terus sehingga makin lama makin besar dan mendesak jaringan
sekitarnya. Pada neoplasma sel tumbuh sambil menyusup dan merembes
34

ke jaringan sekitarnya dan dapat meninggalkan sel induk masuk ke


pembuluh darah atau pembuluh limfe, sehingga terjadi penyebaran
hematogen dan limfatogen.
Tumor colli merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar yang
terletak di depan leher yang secara normal memproduksi hormon tiroid
yang penting untuk metabolisme tubuh. Infiltrasi ca colli dapat
ditemukan di trakea, laring, faring, esofagus, pembuluh darah karotis,
vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit. Metastasis limfogen
dapat meliputi semua region leher sedangkan metastasis hematogen
biasanya di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini berdiferensiasi
mempertahankan 19 kemampuan untuk menimbun yodium pembesaran
kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar getah bening yang bisa membesar
dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat paha. Ada juga
kelenjar getah bening yang terdapat di dalam tubuh yang mana tidak
dapat diraba yakni di dalam rongga perut. Penyebab dari pembesaran
kelenjar getah bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik (TBC),
keganasan (limfoma).
4. Manifestasi Klinis Tumor Colli
Secara umum, manifestasi klinis dari tumor colli adalah:
a. Terapat lesi pada organ yang biasanya tidak nyeri terfiksasi dan keras
dengan batas yang tidak teratur.
b. Terjadi retraksi pada organ, karena tumor membesar sehingga terjadi
penarikan pada organ-organ yang berada dekat dengan tumor tersebut.
c. Pembengkakan organ yang terkena, dikarenakan pertumbuhan tumor
yang secara progresif dan invasive sehingga dapat merusak atau
mengalami pembengkakan, organ-organ di sekitar tumor.
d. Terjadi eritema atau pembengkakan lokal, di karena kan terjadinya
peradangan pada tumor sehingga daerah sekitar tumor akan mengalami
eritema
e. Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dapat terjadi pecahnya
benjolan- benjolan pada kulit atau ulserasi. Kecurigaan klinis adanya
ca colli didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan dengan
35

pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan


rendah.
1) Kecurigaan tinggi diantaranya:
a) Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.
b) Pertumbuhan tumor cepat.
c) Nodul teraba keras.
d) Fiksasi daerah sekitar.
e) Paralisis pita suara.
f) Pembesaran kelenjar limpa regional.
g) Adanya metastasis jauh.
2) Kecurigaan sedang diantaranya:
a) Usia > 60 tahun.
b) Riwayat radiasi leher.
c) Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
d) Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
e) Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
3) Kecurigaan rendah diantaranya:
a) Tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan diatas.
b) Penekanan organ sekitar
c) Gangguan dan rasa sakit waktu menelan
d) Sulit bernafas, suara serak.
e) Limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasis jauh, paling
sering ke paru- paru, tulang dan hati.
5. Komplikasi Tumor Colli
a. Perdarahan, risiko ini minimum, namun hati- hati dalam mengamankan
hemostatik dan penggunaan drain setelah operasi.
b. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan
menyebabkan embolisme udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir,
ventilasi tekanan positif yang intermitten, dan teknik bedah yang
cermat, bahaya ini dapat di minimalkan.
c. Trauma pada nervus laringeus rekurens yang menimbulkan paralisis
sebagian atau total (jika bilateral) laring.
36

d. Sepsis yang meluas ke mediastinum.


e. Hiperkalsemia, karena terangkatnya kelenjar paratiroid saat operasi.
6. Pemeriksaan Penunjang pada Tumor Colli
Pemeriksaan penunjang untuk tumor colli, antara lain :
a. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor
jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus, kecuali kanker
meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3
dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada ca colli dapat terjadi
tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat
dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi
baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid,
namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan
indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar
kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma
meduler.
b. Radiologi
1) Foto polos leher ap dan lateral dengan metode soft tissue technique
dengan posisi leher hiperekstensi , bila tumornya besar. Untuk
melihat ada tidaknya kalsifikasi.
2) Dilakukan pemeriksaan foto thorax pa untuk menilai ada tidaknya
metastasis dan pendesakan trakea.
3) Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tandatanda
adanya infiltrasi ke esofagus.
4) Pembuatan foto tulang belakang bila dicurigai adanya tanda-tanda
metastasis ke tulang belakang yang bersangkutan. CT Scan atau
MRI untuk mengevaluasi staging dari karsinoma tersebut dan bisa
untuk menilai sampai di mana metastasis terjadi.
c. Ultrasonografi
Untuk mendeteksi nodul yang kecil atau yang berada di posterior
yang secara klinis belum dapat di palpasi dan 22 mendeteksi nodul
yang multipel dan pembesaran. Di samping itu dapat dipakai untuk
37

membedakan yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk


penuntun dalam tindakan.
d. Scanning tiroid
Dengan sifat jaringan tiroid maka pemeriksaan scanning ini dapat
memberikan beberapa gambaran aktivitas, bentuk dan besar kelenjar
tiroid. Kegunaan pemeriksaan ini, yaitu:
1) Memperlihatkan nodul soliter pada tiroid.
2) Memperlihatkan multipel nodul pada struma yang klinis kelihatan
seperti nodul soliter.
3) Memperlihatkan retrosternal struma
4) Mencari occul neoplasma pada tiroid.
5) Mengidentifikasi fungsi dari jaringan tiroid setelah operasi tiroid.
6) Mengidentifikasi ektopik tiroid.
7) Mencari daerah metastasis setelah total tiroidektmi.
8) Needle biopsi; dapat dilakukan dengan cara needle core biopsi atau
fnab (biopsi jarum halus).
e. Pemeriksaan potong beku
Dengan cara ini diharapkan dapat membedakan jinak atau ganas
waktu operasi berlangsung, dan sekaligus untuk menentukan tindakan
operasi definitive.
f. Pemeriksaan histopatologi dengan parafin coupe
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan definitif atau gold
standar.
g. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsi aspirasi jarum halus banyak dipergunakan
sebagai prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor
terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan sangat sederhana,
biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan
mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum nomor 22– 23 serta
alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil untuk pemeriksaan
sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi karsinoma
38

papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma


meduler.
7. Penatalaksanaan Tumor Colli
a. Pembedahan (colli otomi, tiroidektomi)
1) Harus melaksakan pemeriksaan klinis untuk menentukan nodul
benigna atau maligna.
2) Eksisi tidak hanya terbatas pada bagian utama tumor, tapi eksisi
juga harus di lakukan terhadap jaringan normal sekitar jaringan
tumor. Cara ini memberikan hasil operasi yang lebih baik.
3) Metastasis ke kelanjar getah bening umumnya terjadi pada setiap
tumor sehingga pengangkatan, kelenjar di anjurkan pada tindakan
bedah.
4) Satu hal mutlak di lakukan sebelum bedah adalah menentukan
stadium tumor dan melihat pola pertumbuhan (growth pattern)
tumor tersebut.
5) Tirodektomi adalah sebuah operasi yang dilakukan pada kelenjar.
6) Colliotomi adalah operasi yang dilakukan pada leher yang terkena
tumor
b. Obat-obatan
1) Immunoterapy: interleukin 1 dan alpha interferon.
2) Kemoterapi: kemampuan dalam mengobati beberapa jenis tumor.
3) Radioterapi: membentuk sel kanker dan sel jaringan normal,
dengan tujuan, meninggikan kemampuan untuk membunuh sel
tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal
39

Faktor hormonal,
genetik, gaya hidup,
virus, herediter, dll.

Tumor Colli

Perubahan
Benjolan/Pembengkakan jaringan sekitar

Prosedur operasi Gangguan


invasif fungsi

Gangguan
Luka insisi Trauma Mobilitas Fisik
buruk (stimulasi jaringan
nyeri)

Penurunan
Mengaktivasi kelembaban luka
reseptor nyeri
Infasi bakteri
Melalui sistem
saraf ascenden Resiko Infeksi

Merangsang
thalamus &
korteks serebri

Muncul
sensasi nyeri

Gangguan rasa Perasaan Sering


nyaman: nyeri tidak nyaman terbangun,
kurang tidur

Gangguan pola
tidur

Gambar 2.3
Gambar Pathway Tumor Colli
Sumber: (Suyono, Slamet, 2014)

Anda mungkin juga menyukai