Anda di halaman 1dari 20

PANCASILA DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN

DI BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN


KEAMANAN

Nama Penyusun :

1. Amalia Zain
2. Desy Fitriani
3. Sitti Nafsiah Karaeng Baji
4. Jodi Arfando
5. Muhammad Bilal Alzulhi

Dosen Pengampu :

Ibu Anggun Malinda, S.H.,M.H.

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

BALUNIJUK

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena penulisan Makalah
“Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Negara dalam Bidang Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam” ini dapat diselesaikan. Penulisan Makalah
“Implementasi Pancasila dalam Pembuatan Kebijakan Negara dalam Bidang Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam” ini dilakukan untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Pancasila. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Anggun Malinda, S.H, M.H. selaku dosen
mata kuliah Pancasila yang memberikan tugas makalah ini.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah mengenai “Pancasila Sebagai Sumber Sosiologis”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Semoga Makalah “Implementasi Pancasila dalam Pembuatan
Kebijakan Negara dalam Bidang Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam” ini dapat
memberikan manfaat bagi pribadi penulis, pembaca, dan pemerhati kemajuan peserta didik.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian kami ucapakan terima kasih atas waktu Anda telah membaca makalah kami.

Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................................................. 2
C. Manfaat ........................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................... 3
A. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat pada Hakikatnya ............................ 3
B. Konsep Kebijakan Publik ............................................................................................................ 3
C. Pengimplementasiaan Pancasila dalam Perumusan Kebijakan ................................................... 6
1). Implementasi Pancasila dalam Bidang Politik ........................................................................... 6
2). Implementasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi ....................................................................... 7
3). Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya ............................................................... 9
4). Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan .......................................... 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 16
B. Saran .......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang
diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7, yaitu pembukaan UUD 1945
mengandung pokok – pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan Negara Indonesia serta
yang mewujudkan suatu cita – cita hukum dengan menguasai dasar tertulis (UUD) maupun
tidak tertulis, bersamaan dengan batang tubuh UUD 1945. Pancasila sebagai dasar Negara
mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila
sebagai dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila


adalah pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi
nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang
kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-
hari.

Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti
negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Implementasi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu


realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di rinci
dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUDHANKAM (Politik, Ekonomi,
Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan). Implementasi Pancasila salah satunya berupa
kebijakan yang diambil pemerintah melalui bidang-bidang tersebut.

Kebijakan itu merupakan sebuah produk yang disusun, dirancang, dan dibuat oleh
pihak legislatif bersama eksekutif sebagai aktor kebijakan, yang kemudian di
implementasikan oleh aparatur pemerintah sebagai implementor kebijakan dalam rangka
upaya mencapai sejumlah sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai esensi dari
sebuah produk kebijakan. Hasil implementasi kebijakan publik tersebut menimbulkan dampak
(impact) terhadap kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat (public).

Keluhan dan kritik masyarakat itu tentunya tidak bisa diabaikan oleh pemerintah,
kalau pemerintah tidak ingin kehilangan simpati dan pengaruh terhadap masyarakat. Tuntutan

1
akan kualitas kebijakan pemerintah yang semakin baik, yang dapat memaksimalkan manfaat
untuk sebagian besar masyarakat, telah menyadarkan pemerintah akan perlunya mereka
meningkatkan kemampuan aparat mereka dalam perumusan dan perencanaan kebijakan. Perlu
diingat pula bahwa perumusan kebijakan publik yang baik adalah perumusan yang
berorientasi pada implemantasi dan evaluasi, sebab sering kali para pengambil kebijakan
beranggapan bahwa perumusan kebijakan publik yang baik adalah sebuah konseptual yang
sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi.

Implementasi Pancasila diperlukan dalam perumusan kebijakan agar kebijakan yang


dibuat dapat diterima dan mampu dijalankan oleh masyarakat, sebab Pancasila mengandung
aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan dalam masyarakat. Kebijakan yang dibuat
berdasarkan nilai-nilai Pancasila tidak akan menimbulkan kebijakan yang berat sebelah atau
memihak pada kalangan yang ingin menguntungkan dirinya sendiri. Namun akan terciptanya
suatu keseimbangan dalam masyarakat dan kesehjahteraan pada masyarakat.

B. Tujuan
Adapaun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui konsep kebijakan

2. Mengetahui pengimplementasian pancasila dalam pembuatan kebijakan negara di bidang


bidang Politik

3. Mengetahui pengimplementasian pancasila dalam pembuatan kebijakan negara Bidang


Ekonomi

4. Mengetahui pengimplementasian pancasila dalam pembuatan kebijakan negara Bidang


Sosial Budaya

5. Mengetahui pengimplementasian pancasila dalam pembuatan kebijakan negara Bidang


pertahanan dan keamanan

C. Manfaat
1. Bagi pembaca, dapat memperluas wawasan mengenai implementasi Pancasila dalam
perumusan kebijakan di bidang politik, ekonomi, social budaya, dan pertahanan keamanan.
2. Bagi penulis, dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam menulis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat pada Hakikatnya

Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila adalah


pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang
kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-
hari. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur.

Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur
yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun
di daerah.

Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam
zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama
lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari
ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap
pancasila. Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan
dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya.
Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara
bukan hanya berasal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional.

Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti
negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi
manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki
cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan
pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan
kepribadian bangsa.

Implementasi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatmya merupakan


suatu realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di
rinci dalam berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUDHANKAM (Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan).

B. Konsep Kebijakan Publik

3
Lingkup dari studi kebijakan public sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan
sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Di samping itu dilihat
dari hirarkinya, kebijakan public dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan
pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan
keputusan bupati/walikota. Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu
ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.

Istilah “kebijakan” menurut Keban (2004 : 55), menunjukkan adanya serangkaian


alternatif yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. istilah kebijakan publik secara
umum, maka sesungguhnya kebijakan itu merupakan sebuah produk yang disusun, dirancang,
dan dibuat oleh pihak legislatif bersama eksekutif sebagai aktor kebijakan, yang kemudian di
implementasikan oleh aparatur pemerintah sebagai implementor kebijakan dalam rangka
upaya mencapai sejumlah sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai esensi dari
sebuah produk kebijakan. Hasil implementasi kebijakan publik tersebut menimbulkan dampak
(impact) terhadap kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat (public).

Menurut, Dye, Edwards III dan Sharkansy mengemukakan bahwa: “Kebijakan Publik
adalah apa yang pemerintah katakan dan lakukan, atau tidak dilakukan”. Sesungguhnya
Kebijakan public itu merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program
pemerintah baik yang dilakukakan atau tidak dilakukan. Sementara Carl Friedrich
mengatakan bahwa: ”Kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan
dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa, sebaik-baik kebijakan, jika kebijakan itu
mempertimbangkan siapa yang menjadi sasaran kebijakan itu sendiri, agar pemerintah dalam
melaksanakan kebijakan tersebut dapat segera memahami dan mencari solusi, jika terjadi
permasalahan dalam implementasi sebuah kebijakan. Dengan demikan bahwa kebijakan
publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu, yang benar-benar dapat dilakukan dan
diimplementasikan untuk memecahkan atau sebagai solusi terhadap public poblems.

Dari konsepsi diatas, maka sebenarnya istilah kebijakan publik dipergunakan dalam
pengertian yang berbeda-beda. Kebijakan merupakan cara bertindak yang sengaja untuk
menyelesaikan beberapa permasalahan; kebijakan publik berorientasi pada pemecahan
masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan demikian analisis kebijakan publik
secara umum merupakan ilmu terapan dan berperan sebagai alat atau ilmu yang berusaha
untuk memecahkan masalah.Pada konteks ini, kebijakan publik memiliki beragam perspektif,
pendekatan maupun paradigma sesuai dengan fokus dan lokus dari obyek penelitian atau
obyek kajian.

Charles O. Jones menegaskan bahwa kebijakan publik terdiri dari komponen-komponen:

1) Goal atau tujuan yang diinginkan,

4
2) Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan,

3) Programs, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan,

4) Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat


rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

5) Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder).

Atas dasar uraian diatas, maka dapat ditemukan beberapa unsur yang terkandung dalam
kebijakan publik, sebagai berikut: i) kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu, ii) kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah, iii) kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan
apa yang dimaksud akan dilakukan, iv) kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan
pemerintah mengenai sesuatu dalam memecahkan masalah publik tertentu) dan bersifat
negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu), dan v) kebijakan
publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat
memaksa (otoritatif).

Kebijakan publik atau public policy yang diambil pemerintah di belahan dunia
manapun, termasuk di Indonesia merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah
yang terjadi di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga
pemerintah. Kebijakan public menurut pandangan Prof. DR. H. Sunarto, Msi adalah
keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat
garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat
publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan
untuk bertindak atas nama rakyat banyak.

Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di


jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern
adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara
untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.

Terminologi kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang


lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan struktur
pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap
tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat
rakyat yang berdaulat atasnya.

Selanjutnya, setelah kebijakan publik dibuat, publik harus mengetahui apa yang menjadi
agenda kebijakan atau dengan kata lain, apa persoalan yang ingin diselesaikan dan apa
prioritasnya, apakah publik diperbolehkan memberi masukan yang berpengaruh terhadap isi
kebijakan publik yang akan dilahirkan. Setelah itu, pada tahap pelaksanaan, dapatkah publik
mengawasi penyimpangan pelaksanaan, juga apakah tersedia mekanisme kontrol publik,
yakni proses yang memungkinkan keberatan publik atas suatu kebijakan dibicarakan dan

5
berpengaruh secara signifikan. Kebijakan publik menunjuk pada keinginan penguasa atau
pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan cerminan pendapat
umum atau opini publik.

C. Pengimplementasiaan Pancasila dalam Perumusan Kebijakan

Berikut beberapa pengimpelementasiaan Pancasila diberbagai bidang.

1). Implementasi Pancasila dalam Bidang Politik


Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan pada bidang politik dapat
ditransformasikan melalui sistem politik yang bertumpu kepada asas kedaulatan rakyat
berdasarkan konstitusi, mengacu pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Implementasi asas
kedaulatan rakyat dalam sistem politik Indonesia, baik pada sektor suprastruktur maupun
infrastruktur politik, dibatasi oleh konstitusi. Hal inilah yang menjadi hakikat dari
konstitusionalisme, yang menempatkan wewenang semua komponen dalam sistem politik
diatur dan dibatasi oleh UUD, dengan maksud agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan
oleh siapapun. Dengan demikian, pejabat publik akan terhindar dari perilaku sewenang-
wenang dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan publik, dan sektor
masyarakat pun akan terhindar dari perbuatan anarkis dalam memperjuangkan haknya.

Beberapa konsep dasar implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang politik, dapat
dikemukakan sebagai berikut:

1) Sektor Suprastruktur Politik, adapun yang dimaksud suprastruktur politik adalah semua
lembaga-lembaga pemerintahan, seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, dan lembaga
pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah. Semua lembaga pemerintah menjalankan
tugas dan fungsinya sesuai batas kewenangan yang ditentukan dalam UUD dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Lembaga-lembaga pemerintah tersebut berfungsi
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan publik dalam batas
kewenangan masing-masing. Kebijakan publik tersebut harus mengakomodasi input atau
aspirasi masyarakat (melalui infrastruktur politik) sesuai mekanisme atau prosedur yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan substansi, prosedur
formulasi, dan implementasi kebijakan publik, semua lembaga pemerintah harus bertumpu
pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Di samping substansi, kebijakan publik
tersebut harus merupakan terjemahan atau mengartikulasikan kepentingan masyarakat,
pemerintah juga harus melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak asasi sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945.

2) Sektor Masyarakat pada uraian terdahulu, telah dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan infrastruktur politik, yaitu lembaga-lembaga sosial politik, seperti oganisasi
kemasyarakatan, partai politik, dan media massa. Dalam sistem politik, infrastruktur politik
tersebut berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur politik dalam menghasilkan
kebijakan publik yang menyangkut kepentingan umum. Fungsi memberikan masukan tersebut
mendorong infrastruktur berperan sebagai interest group dan/atau pressure group. Dapat
dibayangkan apabila dalam proses tersebut tidak ada aturan main, maka akan timbul chaos
atau kekacauan di masyarakat. Dalam kondisi seperti itulah, diperlukan kaidah penuntun yang

6
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila agar dalam proses tersebut tetap terjaga semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Nilai-nilai Pancasila akan menuntun masyarakat ke
pusat inti kesadaran akan pentingnya harmoni dalam kontinum antara sadar terhadap hak
asasinya di satu sisi dan kesadaran terhadap kewajiban asasinya di sisi lain sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 28 J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Indikator bahwa seseorang
bertindak dalam koridor nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara adalah sejauh perilakunya
tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar


ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai
subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan
demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik negara terutama dalam proses
reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila
pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara
harus segera diakhiri.

Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik


dituangkan dalam pasal 26, 27 ayat (1), dan pasal 28. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran
dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradab yang
masing-masing merupakan pancaran dari sila ke-4 dan ke-2 pancasila. Kedua pokok pikiran
ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di Negara Republik Indonesia.

Dengan itu, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada
manusia yang merupakan subyek pendukung pancasila, sebagai mana dikatakan oleh Noto
Nagoro (1975:23) bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan, berkerakyatan,
dan berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subyek negara dan oleh karena itu politik
negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini
dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia.Dengan kata
lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan
rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Selain
itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan pancasila sebagai
dasar-dasar moral politik.

2). Implementasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi


Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga lazimnya
pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang mementingkan
moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada
ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar
pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat.
Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.

Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi


dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34. Pasal-pasal tersebut adalah
penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang masing-
masing merupakan pancaran dari sila ke 4 dan sila ke-5 pancasila. Kedua pokok pikiran ini
7
adalah landasan bagi pembangunan sistem ekonomi pancasila dan kehidupan ekonomi
nasional.

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 tentang bentuk badan usaha koperasi dalam meningkatkan
ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada Pasal 27 ayat (2), mengenai
bentuk badan usaha milik swasta juga menempati kedudukan yang strategis dalam
meningkatkan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, apabila dicermati
ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, maka Badan Usaha Milik Negara
juga menempati posisi yang strategis dalam meningkatkan ekonomi nasional dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu, mengacu kepada ketentuan dalam Pasal 34
ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) UUD 1945, negara Indonesia berkewajiban mengembangkan
sistem jaminan sosial, memberdayakan masyarakat yang lemah, serta memelihara kelompok
marginal, khususnya fakir miskin dan anak terlantar.

Mungkin dalam pemikiran Anda terbersit bahwa ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) terasa
paradoks dengan ketentuan dalam Pasal 33 khususnya ayat (1), (2), (3), dan ayat (4). Kedua
prinsip dalam 2 Pasal tersebut ibarat kontinum dari kiri (sosialisme) ke kanan
(kapitalisme/liberalisme), yang di tengahnya ada titik keseimbangan. Titik keseimbangan
tersebut akan ditentukan oleh DPR bersama Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat
(1) dan ayat (2) UUD 1945. Inti dari ketentuan dalam Pasal tersebut adalah bahwa APBN
sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Spirit yang terkandung dalam Pasal 33, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1), (2), (3),
(4), dan (5), serta Pasal 34 UUD 1945 adalah ekspresi dari jiwa nilainilai Pancasila sebagai
dasar negara dalam bidang ekonomi. Keberadaan ketiga bentuk badan usaha di samping usaha
perseorangan, yaitu Badan Usaha Milik Perseorangan/Swasta, Koperasi, dan Badan Usaha
Milik Negara merupakan cerminan kepribadian manusia Indonesia yang terpancar terutama
dari nilai sila ke-lima yang lebih bertumpu pada sosialitas dan sila ke-dua yang lebih
bertumpu pada individualitas terkait sistem perekonomian nasional. Sudah barang tentu,
prinsip-prinsip nilai sila ke-lima dan sila ke-dua dalam sistem perekonomian tersebut tidak
terlepas dari nilai-nilai sila lainnya dalam Pancasila. Sebagai bahan pembanding atas uraian
tersebut, berikut ini adalah pandangan Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1993: 240--241)
mengenai 5 prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai Pancasila, yaitu
sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan


ekonomi, sosial, dan moral;

2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk
mewujudkan pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan;

3) Persatuan Indonesia, prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian


nasional yang tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi;

8
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan
merupakan bentuk saling konkrit dari usaha bersama;

5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas
antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan
ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam bidang ekonomi mengidealisasikan


terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan
ekonomi nasional harus bertumpu kepada asas-asas keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan peran perseorangan, perusahaan swasta, badan usaha milik negara, dalam
implementasi kebijakan ekonomi. Selain itu, negara juga harus mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah termasuk
fakir miskin dan anak terlantar, sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana
diamanatkan Pasal 34 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUD 1945. Kebijakan ekonomi
nasional tersebut tidak akan terwujud jika tidak didukung oleh dana pembangunan yang besar.
Dana pembangunan diperoleh dari kontribusi masyarakat melalui pembayaran pajak. Pajak
merupakan bentuk distribusi kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin, sehingga pada
hakikatnya pajak itu dari rakyat untuk rakyat.

Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara


dalam bidang ekonomi di indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem perekonomian
yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai
dengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh
Mubyarto(1999), sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000:239), yaitu pengembangan ekonomi
bukan hanya mengejar pertumbuhan, melankan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan
seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa di pisahkan dengan
nilai-nilai moral kemanusiaan.

3). Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya


Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas
sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini.
Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai
sosial budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jika di berbagai wilayah
Indonesia saat ini terjadi banyak gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa
yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang
muaranya adalah masalah politik.

Oleh karena itu, dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita
harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-
nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic,
artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya.

9
Kebudayaan dalam arti luas adalah keseluruhan ide, aktivitas dan hasil karya manusia
yang tidak berakar pada naluri, yang menjadi milik bersama untuk menciptakan kemudahan
hidup, diwariskan melalui proses sosialisasi dan transformasi. Sosial budaya merupakan
salah satu bidang kehidupan manusia dalam mengembangkan kebudayaan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkaitan dengan pemenuhan hajat hidup
manusia khususnya dalam memenuhi kepuasan batiniah, material dan sosial.

Sejak abad ke-20 dengan terjadinya keanekaragaman yang luar biasa dalam kehidupan
berbangsa di negara-negara berkembang, masyarakat dunia mengakui bahwa keanekaragaman
sosial budaya atau pluralisme merupakan masalah yang hakiki. Masyarakat pluralistik adalah
masyarakat yang terdiri atas sejumlah golongan suku bangsa yang terwujud dalam satuan-
satuan masyarakat dengan kebudayaannya yang berdiri sendiri, dan menyatu menjadi bangsa
dalam sebuah negara.

Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat pluralistik, dengan semboyan


Bhinneka Tunggal Ika, yang harus diwujudkan dalam membangun jiwa kebangsaan yang
kuat, berdiri di atas perbedaan kultur, agama, adat-istiadat, ras, etnis dan bahasa.
Keanekaragaman tersebut tidak boleh meretakkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Itulah bentuk kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia yang juga mewarnai kehidupan
bidang politik, ekonomi dan keamanan nasional.

Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya
dituangkan dalam pasal , 29, pasal 31, dan pasal 32. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran
dari pokok-pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
dan persatuan Indonesia, yang masing-masing merupakan pancaran dari sila pertama, kedua,
dan ketiga pancasila. Ketiga pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang
kehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan nasional.

Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka implementasi Pancasila


dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya mengandung pengertian
bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat indonesia harus
diwujudkan dalam proses pembangunan masyarakat dan kebudayaan di indonesia. Dengan
demikian, pancasila sebagai sumber nilai dapat menjadi arah bagi kebijakan negara dalam
mengembangkan kehidupan sosial budaya indonesia yang beradab, sesuai dengan sila ke-2,
kemanusiaan yang adil dan beradab.Pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan
mengangkat nilai-nilaiyang dimliki bangsa indonesia, yaitu nilai-nilai pancassila. Hal ini tidak
dapat dilepaskan dari fungsi pancasila sebagai sebuah sistem etika yang keseluruhan nilainya
bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradap.

Berikut Implementasi Konsep, Prinsip dan Nilai Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya, yaitu

1. Bangsa yang berbudaya Pancasila adalah bangsa yang berpegang pada prinsip religiositas,
pengakuan bahwa manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia hendaknya mampu menempatkan diri secara
tepat dalam hubungan dengan Tuhannya. Pertama ia harus yakin akan adanya Tuhan sebagai
kekuatan gaib, yang menjadikan alam semesta termasuk manusia, yang mengatur dan

10
mengelolanya sehingga terjadi keteraturan, ketertiban dan keharmonian dalam alam semesta.
Kedua, sebagai akibat dari keyakinannya itu, maka manusia wajib beriman dan bertakwa
kepada-Nya, yakni mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

2. Bangsa yang berbudaya Pancasila berpandangan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan
dikaruniai berbagai kemampuan dasar, dengan kapasitas rasional dan memiliki hati nurani,
yang membedakan manusia dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Kemampuan dasar tersebut
adalah cipta, rasa, karsa, karya dan budi luhur. Di samping itu manusia juga dikarunia
kebebasan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Dengan kemampuan ini manusia dapat
memahami segala hal yang berkembang di sekitar dunianya, mampu menangkap maknanya,
mampu memberikan penilaian dan selanjutnya menentukan pilihan terhadap hal-hal yang
akan dilaksanakan atau dihindarinya, yang harus dipertanggung jawabkan.

3. Bangsa yang berbudaya Pancasila menghendaki berlangsungnya segala sesuatu dalam


suasana yang selaras, serasi dan seimbang. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila setiap warga
masyarakat menyadari akan hak dan kewajibannya, menyadari akan peran, fungsi dan
kedudukannya sesuai dengan amanah Tuhan Yang Maha Esa.

4. Dalam menunjang hidup manusia, Tuhan menciptakan makhluk lain seperti makhluk
jamadi, makhluk nabati, dan makhluk hewani baik di darat, laut maupun udara, untuk dapat
dimanfaatkan oleh manusia dengan penuh kearifan. Segala makhluk tersebut perlu
didudukkan sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan fungsinya, peran dan kedudukannya
dalam menciptakan harmoni, dan kelestarian ciptaan-Nya. Setiap makhluk mengemban
amanah dari Tuhan untuk diamalkan dengan sepatutnya.

5. Di samping kemampuan dasar tersebut di atas, manusia juga dikaruniai oleh Tuhan dengan
nafsu, akal dan kalbu yang merupakan pendorong dalam menentukan pilihan dan tindakan.
Tanpa nafsu, akal dan kalbu tersebut maka manusia sekedar sebagai makhluk nabati, yang
tidak memiliki semangat untuk maju, mencari perbaikan dan kesempurnaan dalam hidupnya.
Dalam memanifestasikan nafsu tersebut maka perlu dipandu oleh akal dan budi luhur,
sehingga pilihan tindakan akan menjadi arif dan bijaksana. Di sini letak martabat seorang
manusia dalam menentukan pilihannya; dapat saja yang berkuasa dalam menentukan pilihan
ini adalah hawa nafsu, sehingga pilihan tindakannya menjadi bermutu rendah; dapat pula
pilihan ini didasarkan oleh pertimbangan akal sehat dan dilandasi oleh budi luhur dan
bimbingan keyakinan agama, sehingga pilihan tindakannya menjadi berbudaya dan beradab.

6. Bangsa yang berbudaya Pancasila menciptakan masyarakat yang demokratis, suatu


masyarakat yang pluralistik, menghargai segala perbedaan yang dialami manusia,
menghargai perbedaan pendapat, sportif, yang pada akhirnya bermuara pada suatu masyarakat
yang selalu mengutamakan kesepakatan dalam menentukan keputusan bersama, dan selalu
mematuhinya. Keputusan bersama ini dapat berupa kesepakatan yang bersifat informal, sosial
maupun kultural oleh masyarakat, dapat pula bersifat formal maupun yuridis, seperti
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh negara. Masyarakat yang demokratis
adalah masyarakat yang anggotanya menjunjung tinggi kesepakatan bersama dan menjunjung
tinggi peraturan hukum. Hal ini berarti bahwa penegak hukum dan warga masyarakat sama-
sama mematuhi hukum sesuai dengan peran dan kedudukan masing-masing.
11
7. Bangsa yang berbudaya Pancasila menghargai harkat dan martabat manusia. Dengan kata
lain hak asasi manusia dijunjung tinggi. Manusia didudukkan dan ditempatkan sesuai dengan
harkat dan martabatnya. Hak-hak sipil dan politik warga masyarakat dihormati, demikian
pula hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam masyarakat yang demokratis yang
menjunjung tinggi hak asasi warganya maka akan tercipta keadilan, kesetaraan gender,
kebenaran dan keutamaan hidup, nilai yang sangat didambakan. Dengan demikian akan
tercipta masyarakat yang berbudaya dan beradab.

8. Bangsa yang berbudaya Pancasila menuntut berlangsungnya disiplin, transparansi,


kejujuran dan tanggung jawab sosial dalam segala penyelenggaraan kehidupan. Dengan nilai-
nilai tersebut akan tercipta keteraturan, ketertiban, ketentraman, kelugasan, saling percaya
mempercayai, kebersamaan, anti kekerasan dan kondisi lainnya yang memperkuat kesatuan
dan persatuan masyarakat sehingga terhindar dari berbagai penyimpangan termasuk korupsi,
kolusi dan nepotisme dalam berbagai penyelenggaraan kehidupan, termasuk penyelenggaraan
pemerintahan.

9. Bangsa yang berbudaya Pancasila mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, tanpa
mengesampingkan kepentingan pribadi dan kelompok masyarakat. Berbagai kepentingan ini
perlu diatur begitu rupa sehingga tercipta ke-harmonian.

4). Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan


Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya
hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam
rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.

Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan Negara dalam bidang HANKAM


(Pertahanan dan Keamanan) dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) yang berbunyi “Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” dan pasal 30 ayat (1-5)
yang berbunyi ”Ayat 1: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. Ayat 2: Usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta olah Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung. Ayat 3: Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Ayat 4: Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Ayat 5:
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.”

Pasal-pasal tersebut merupakan penjabaran dari pokok pikiran persatuan yang


merupakan pancaran dari sila ketiga pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Pokok pikiran ini
adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanandan keamanan nasional. Implementasi
pancasila dalam pembuatan kebijakan negara pada bidang pertahanan dan kemanan harus
12
diawali dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara hukum. Pertahanan dan keamanan
negara harus diatur dan dikembangkan menurut dasar kemanusiaan.

Pada pertahanan dan keamanan, upaya pertahanan dapat digambarkan sebagai upaya
menghadapi tantangan dari luar (eksternal) yangmana terutama menjadi tanggung jawab TNI.
Sedangkan upaya keamanan dapat digambarkan sebagai upaya menghadapi tantangan dari
dalam (internal) yangmana terutama menjadi tanggung jawab Polri. Meskipun upaya
penegakan pertahanan dan keamana, menjadi tanggung jawab utama dari TNI dan Polri,
tentulah tetap memerlukan dukungan dan bantuan dari seluruh masyarakat Indonesia dalam
menjalankannya.

Sebagaimana dikemukakan pada uraian di atas, bahwa implementasi nilai-nilai


Pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan, terkait dengan nilai-nilai instrumental
sebagaimana terkandung dalam Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4), dan ayat (5) UUD 1945.
Prinsip-prinsip yang merupakan nilai instrumental Pancasila dalam bidang pertahanan dan
keamanan sebagaimana terkandung dalam Pasal 30 UUD 1945 dapat dikemukakan sebagai
berikut:

1. Kedudukan warga negara dalam pertahanan dan keamanan Berdasarkan Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara”.

2. Sistem pertahanan dan keamanan Adapun sistem pertahanan dan keamanan yang dianut
adalah sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang lazim disingkat Sishankamrata.
Dalam Sishankamrata, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI) merupakan kekuatan utama, sedangkan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.

3. Tugas pokok TNI TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,
sebagai alat negara dengan tugas pokok mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan Negara.

4. Tugas pokok POLRI POLRI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat masyarakat, mempunyai tugas pokok melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum.

Pertahanan dan keamanan harus berdasar pada tujuan tercapainya kesejahteraan hidup
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila pertama dan kedua), berdasar pada
tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruh warga Negara (sila ketiga), harus mampu
menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan manusia (sila keempat), dan
ditujukan untuk mewujudkan keadilan dalam hidup bermasyarakat (sila kelima). Semua ini
dimaksutkan agar pertahanan dan keamanan dapat ditempatkan dalam konteks negara hukum,
yang menghindari kesewenang-wenangan negara dalam melindungi dan membela wilayah
negara serta dalam mengayomi masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kelangsungan hidup bangsa dan negara bukan
hanya tanggung jawab TNI dan POLRI, melainkan juga merupakan tanggung jawab seluruh

13
warga negara, tidak terkecuali Anda. Bukankah Anda sepakat bahwa asas politik negara
Indonesia adalah kedaulatan rakyat yang dapat dimaknai bahwa negara Indonesia milik
seluruh warga negara, termasuk Anda. Ibaratnya,negara Indonesia adalah rumah Anda,
siapakah yang bertanggung jawab menjaga keselamatan rumah dengan segala isinya, sudah
barang tentu Anda sepakat bahwa yang bertanggung jawab adalah seluruh pemilik rumah
tersebut. Berdasarkan analogi rumah tersebut, maka logis apabila seluruh warga negara
merasa bertanggung jawab dalam bidang pertahanan dan keamanan negara.

Pelaksanaan Pertahanan dan Keamanan di Indonesia

Saat ini, di Indonesia pelaksanaan Pertahanan dan Keamanan yang berbasis militer
sudah cukup baik dengan kinerja aparat militer seperti polisi dan tentara yang optimal. Polisi
dan TNI telah bekerja sama dengan optimal dalam mengawal penegakan pertahanan dan
keamanan di Indonesia. Namun masih ada oknum-oknum yang mencoba untuk menjatuhkan
aparat militer tersebut. Hal ini dapat dinilai dari beberapa kejadian pengeboman di pos polisi
yang belakangan ini terjadi. Namun kejadian ini tidak membuat aparat militer menjadi takut,
mereka tetap bersatu dalam mempertahankan keamanan di Indonesia. Tentunya aparat militer
perlu kerja sama dari selutuh masyarakat Indonesia unytuk penegakan pertahanan dan
keamanan. Masyarakat berperan penting dalam penegakan pertahanan dan keamanan karena
kitalah yang berada dalam lapangan secara langsung. Masyarakat dapat segera melapor jika
dirasa ada suatu perihal yang bertentangan dengan pertahanan dan keamanan supaya dapat
segera di tangani.

Namun belakangan ini, keamanan negara Indonesia sedang terusik oleh bangsanya
sendiri, bukan negara lain. Seperti kerusuhan yang terjadi di Bawaslu, Jakarta. Hal ini cukup
meresahkan karena berarti masyarakat kurang mengimplementasikan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupannya sehingga justru mengganggu pelaksanaan pertahanan dan keamanan
Indonesia. Kejadian ini sangatlah disayangkan, karena kita masyarakat Indonesia yang
harusnya bersatu untuk menegakkan pertahanan dan keamanan justru bertindak sebaliknya.
Melawan bangsa sendiri bukanlah hal yang mudah karena kita sama saja dengan melawan
saudara sendiri. Maka dari itu penerapan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara harus selalu dipegang teguh supaya hal seperti ini tidak terjadi lagi.

Tentunya aparat militer perlu kerja sama dari selutuh masyarakat Indonesia untuk penegakan
pertahanan dan kemanan. Masyarakat berperan penting dalam penegakan pertahanan dan
kemanan karena kitalah yang berada dalam lapangan secara langsung. Masyarakat dapat
segera melapor jika dirasa ada suatu perihal yang bertentangan dengan pertahanan dan
kemanan supaya dapat segera di tangani. Maka dari itu, perlu lebih ditanamkan lagi peranan
Pancasila dalam masyarakat. Contohnya melalui mata ajar pada sekolahan maupun mata
kuliah pada perkuliahan. Setelah itu, kita sebagai mahasiswa diharapkan dapat
menyebarluaskan nilai-nilai pancasila dengan cara sesekali dapat dilakukan sosialisasi
mengenai pancasila di kampung-kampung dalam acara organisasi mahasiswa.

14
15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan publik merupakan jalan yang diambil oleh pemerintah dalam memecahkan
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Kebijakan yang diambil merupakan
cerminan atau pendapat yang diusulkan oleh masyarakat.
2. Implementasi Pancasila di bidang politik, harus berdasar harkat dan martabat manusia
agar terjamin hak-hak asasi manusia yang dituangkan pada pasal 26, 27 ayat (1), dan
pasal 28. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan
rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Implementasi Pancasila di bidang ekonomi, diterapkan melalui system ekonomi
kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas. Tertuang pada pasal pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan
pasal 34. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan
rakyat dan keadilan social.
4. Implementasi Pancasila di bidang sosial budaya, diwujudkan dalam proses
pembangunan masyarakat dan kebudayaan di Indonesia yang dituangkan dalam pasal ,
29, pasal 31, dan pasal 32. Ketiga pasal adalah landasan bagi pembangunan bidang
kehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan nasional.
5. Implementasi Pancasila di bidang pertahanan dan keamanan,dengan adananya upaya
menghadapi tantangan dari luar (eksternal) yangmana tanggung jawab TNI, POLRI,
dan seluruh warga negara tertuang pada pasal 27 ayat 3 dan 30 ayat 1-5. Pokok pikiran
ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanandan keamanan nasional.

B. Saran

Zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia termasuk


Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-
konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir
masyarakat Indonesia. Hal ini akan menyingkirkan Pancasila dan menimbulkan paham baru
yang berbeda dengan kebpribadiaan bangsa. Dengan itu, Implementasi Pancasila dalam
perumusan kebijakan perlu dilakukan agar nilai-nilai Pancasila pada masyarakat akan terus
ada serta menghindari timbulnya paham baru.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nurwadani, Paristiyanti. (2016). Buku Ajar Mata Kuliah Umum Pendidikan Pancasila.
Jakarta: RISTEKDIKTI

Kadji, Yulianto. (2015). FORMULASI DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK


Kepemimpinan dan Perilaku Birokrasi dalam Fakta Realitas. Gorontalo: UNG Press

Taufiqurokhman. (2014). KEBIJAKAN PUBLIK Pendelegasian TanggungJawab Negara


Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama (Pers)

https://www.academia.edu/37588178/IMPLEMENTASI_PANCASILA_DALAM_PEMBUA
TAN_KEBIJAKAN_NEGARA_DALAM_BIDANG_POLITIK_EKONOMI_SOSI
AL_BUDAYA_DAN_HANKAM

https://www.academia.edu/7177398/Implementasi_Pancasila_dalam_Sosial_Budaya

https://www.academia.edu/39873306/IMPLEMENTASI_NILAI-
NILAI_PANCASILA_DALAM_PERSPEKTIF_PERTAHANAN_DAN_KEAMAN
AN

17

Anda mungkin juga menyukai