Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Konsep Teoritis

2.1 Asma

a. Definisi

Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi berlebihan
terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel (Padila, 2015). Definisi asma juga
disebutkan oleh Reeves dalam buku Padila yang menyatakan bahwa asma adalah obstruksi
pada bronkus yang mengalami inflamasi dan memiliki respon yang sensitif serta bersifat
reversible. Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya
inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat sensitif
terhadap masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya saluran
nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru berkurang. Hal ini
menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan gangguan
bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).

b. Anatomi Fisiologi

Anatomi Paru-paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru-paru adalah berbentuk kerucut
yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut
mediastinum (Evelyn, 2016).

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga
dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura (Evelyn, 2016).
Menurut Evelyn (2016) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke dalam sistem pernafasan
bagian atas dan pernafasan bagian bawah.

a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring.

b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus paru.

Menurut Price & Wilson (2015) sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru,
sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi
dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas
jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu : otot inspirasi yang terdiri atas,
otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma. Otot-otot
ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus

b. Etiologi

Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapas Penyebab awal terjadinya inflamasi
saluran pernapasan pada penderita asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012).
Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain:

1) Kegiatan fisik (exercise)

2) Kontak dengan alergen dan irritan Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang
ada di sekitar penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu
debu rumah yang mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat
menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicu
timbulnya alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti tepung sari dan ilalang
serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen. Irritans atau iritasi pada penderita
asma dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan
seperti udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang
menyengat dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi
yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stres juga dapat memicu iritasi pada penderita asma.
3) Akibat terjadinya infeksi virus

4) Penyebab lainnya.

Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:

a) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)

b) Sulfite (buah kering wine)

c) Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar pada lambung


(pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan asma terutama yang terjadi pada
malam hari

d) Bahan kimia dan debu di tempat kerja e) Infeksi


c. Gejala Klinis Asma

Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing, pusing-pusing, sakit
kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan, diaphoresis, dan kelelahan.
Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan
ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering
muncul adalah dipsnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala
yang harus ada bila serangan asma muncul.

d. Patofisiologi

Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu
menimbulkan gejala asma. Namun, pada lain kasus terdapat pasien yang sangat responsif,
sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.

Obat yang sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan
pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada
sistem pernafasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula
dilihat dari masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.

Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya
dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan
terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkuspasme oleh
aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.

Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi


jalan nafas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan
reaktifitas jalan nafas. Oleh karena itu, antagonis beta-agrenergik harus dihindarkan oleh
pasien tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan
pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas
akut pada pasien yang sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium
dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar
setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah
segar, kentang, kerang dan anggur.

Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal pasien
akan mengakibatkan reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan
dikeluarkannya substansi pereda alergi yang merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi
serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat
tersebut menimbulkan gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas
kapiler dan peningkatan sekresi mukus.

2.2 Efusi Pleura

a. Definisi

Efusi pleura adalah kumpulan cairan yang terdapat secara tidak normal di rongga pleura,
biasanya akibat produksi cairan berlebih dan/atau penurunan penyerapan limfatik.Ini adalah
manifestasi paling umum dari penyakit pleura, dan etiologinya berkisar dari gangguan
kardiopulmoner dan/atau kondisi inflamasi sistemik hingga keganasan. Sekitar 1,5 juta efusi
pleura didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya (lihat gambar di bawah).

b. Anatomi dan fisiologi

Ruang pleura (rongga) pada pasien sehat merupakan ruang potensial yang terjepit di
antara pleura parietal dan visceral. Pleura parietal melapisi seluruh permukaan dinding dada
bagian dalam rongga dada, termasuk mediastinum medial bilateral, daun diafragma subkostal
kiri dan kanan, serta permukaan otot terdalam tulang rusuk dan otot terkait. Pleura visceral
menyelimuti kedua paru-paru secara sempurna, melipat ke dalam celah interlobar, bertemu
dengan pleura parietal di akar hilus paru-paru. Rongga pleura kanan dan kiri pada orang sehat
dipisahkan oleh mediastinum anterior dan posterior.

Berperan penting dalam pernapasan, ruang potensial rongga pleura pada pasien sehat
menggabungkan pergerakan alami dinding dada ke luar dengan pergerakan alami paru-paru
ke dalam melalui dua mekanisme. Pertama, ruang vakum relatif potensial menopang
perlekatan ekstrim pleura visceral dan parietal dan tidak terputus atau terganggu. Kedua,
volume kecil cairan pleura (dihitung sebesar 0,13 mL/kg berat badan dalam situasi normal)
berfungsi sebagai pelumas untuk memfasilitasi gerakan geser fisiologis normal kedua
permukaan pleura terhadap satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi.Volume kecil cairan
pelumas ini dipertahankan melalui keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik serta
drainase limfatik sulkus perifer; Gangguan pada salah satu mekanisme ini dapat
menyebabkan patologi dan, mungkin, bermanifestasi sebagai efusi pleura.

c. Etiologi

Ruang pleura normal berisi sekitar 10 mL cairan, mewakili keseimbangan antara (1)
kekuatan hidrostatik dan onkotik di kapiler pleura visceral dan parietal dan (2) drainase
limfatik sulkus yang persisten. Efusi pleura mungkin disebabkan oleh terganggunya
keseimbangan alami ini.Adanya efusi pleura menandakan suatu proses penyakit yang
mendasari yang mungkin berasal dari paru atau non paru, dan lebih jauh lagi, dapat bersifat
akut atau kronis. [4, 5] Meskipun spektrum etiologi efusi pleura bisa luas, sebagian besar
efusi pleura disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli
paru.

Mekanisme berikut mungkin berperan dalam pembentukan efusi pleura:

 Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya peradangan, keganasan, emboli


paru)
 Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misalnya hipoalbuminemia akibat sindrom
nefrotik atau sirosis)
 Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah (misalnya trauma,
keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, hipersensitivitas obat, uremia,
pankreatitis)
 Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan/atau pulmonal
(misalnya gagal jantung kongestif, sindrom vena cava superior)
 Pengurangan tekanan dalam rongga pleura (yaitu karena ketidakmampuan paru-paru
untuk mengembang penuh selama inspirasi); hal ini dikenal sebagai "paru-paru
terperangkap" (misalnya, atelektasis luas akibat obstruksi bronkus atau kontraksi
akibat fibrosis yang menyebabkan fisiologi paru restriktif)
 Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan total pembuluh limfatik, termasuk
obstruksi atau ruptur saluran toraks (misalnya keganasan, trauma)
 Peningkatan cairan peritoneum dengan ekstravasasi mikroperforasi melintasi
diafragma melalui limfatik atau defek diafragma mikrostruktur (misalnya, hidrotoraks
hati, sirosis, dialisis peritoneum)
 Pergerakan cairan dari edema paru melintasi pleura visceral
 Peningkatan tekanan onkotik cairan pleura yang terus-menerus akibat efusi pleura
yang sudah ada, menyebabkan akumulasi cairan lebih lanjut

Akibat akhir dari pembentukan efusi adalah diafragma mendatar atau terbalik, disosiasi
mekanis pleura visceral dan parietal, dan akhirnya menimbulkan defek ventilasi restriktif
yang diukur dengan tes fungsi paru.

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat, berdasarkan


mekanisme pembentukan cairan dan kimia cairan pleura. Transudat disebabkan oleh
ketidakseimbangan tekanan onkotik dan hidrostatik, sedangkan eksudat disebabkan oleh
proses inflamasi pada pleura dan/atau penurunan drainase limfatik. Dalam beberapa kasus,
tidak jarang cairan pleura menunjukkan karakteristik campuran antara transudat dan eksudat.

d. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke
dalam rongga pleura (Sudoyo, 2009:2329).

Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Sebagian cairan ini diserap kembali
oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam
pembuluh limfe sehingga aliran cairan disini mencapai 1 liter sehariannya (Padila, 2012:121).
Tekanan yang seimbang dalam kapiler pleura viseralis meningkatkan reabsorpsi cairan ini.
Tekanan hidrostatik yang berlebihan atau tekanan osmotik yang menurun dapat menyebabkan
cairan berlebihan tersebut mengalir melintasi kapiler yang utuh. Akibatnya akan terjadi efusi
pleura transudatif. Sedangkan ketika kapiler memperlihatkan peningkatan permeabilitas
dengan atau tanpa perubahan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid, dapat
mengakibatkan efusi pleura eksudatif (Kowalak, 2011:250-251).

e. Tanda dan Gejala

Beberapa pasien dengan efusi pleura tidak menunjukkan gejala, dan kondisi ini
ditemukan pada rontgen dada yang dilakukan karena alasan lain. Pasien mungkin mengalami
gejala yang tidak berhubungan akibat penyakit atau kondisi yang menyebabkan efusi. Gejala
efusi pleura meliputi:

 Nyeri dada

 Batuk kering dan tidak produktif

 Dispnea (sesak napas, atau kesulitan bernapas)

 Orthopnea (ketidakmampuan bernapas dengan mudah kecuali orang tersebut duduk


tegak atau berdiri tegak)

2.3 Pneumonia

a. Definisi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut
parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan batuk
dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2015). Menurut Ridha (2014) Pneumonia adalah peradangan
dari parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang dengan atau tanpa disertai
infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding dinding alveoli dan rongga interstisium yang
ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau nafas sesak pada anak usia balita (Ridha,
2014). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pneumonia adalah peradangan akut
parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut dimana asinus
terisi dengan cairan radang yang ditandai dengan batuk dan disertai nafas cepat yang
disebabkan oleh virus, bakteri, dan mycoplasma(fungi).

b. Anatomi dan Fisiologi

Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persedian oksigennya dan pada
saat yang sama melepaskan produksinya. Oksigenyang bersenyawa dengan karbon dan
hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan sendiri proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk
karbondioksida dan air dihilangkan. Pernapasan sendiri merupakan proses ganda yang
dimana terjadinya pertukaran gas dalam jaringan atau “pernapasan dalam” dan di dalam paru-
paru atau “pernapasan luar”. Udara di tarik ke dalam paru-paru pada waktu menarik napas
dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan napas ( Nurarif & Kusuma, 2018)

c. Etiologi

a. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organism gram positif :
Steptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative
seperti Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. (Padila, 2013)

b. Virus Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus. (Padila,
2013)

c. Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos. (Padila, 2013)

d. Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia. Biasanya menjangkiti


pasien yang mengalami immunosupresi. (Padila, 2013)

d. Patofisiologi

Penyebab pneumonia dapat virus, bakteri, jamur, protozoa, atau riketsia, pneumonitis
hipersensitivitas dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia terjadi akibat aspirasi. Pada
klien yang diintubasi, kolonisasi trakhea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran pernapasan
atas yang terinfeksi. Tidak semua kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia.
Mikroorganisme dapat mencapai paru melalui beberapa jalur :

a. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme


dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
b. Mikroorganisme dapat juga terinpirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan terapi
pernapasan yang terkontaminasi.

c. Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat menjadi
patogenik.

d. Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi
sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi(Asih & Effendy, 2004)

e.. Tanda Dan Gejala

Sebagian besar Gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang
hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam
kehidupan dan perlu rawat-inap. Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasi
menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Gejala umum : Demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah dan diare.

b. Gejala respiratorik : Batuk, napas cepat (tachypnoe / fast breathing), napas sesak (retraksi
dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan
tanda klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering
meninggal dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia (Kementerian Kesehatan RI,
2010).

Anda mungkin juga menyukai