Anda di halaman 1dari 17

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA KESELARASAN TUJUAN NEGARA

DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN.


ANALISIS FILSAFAT TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Mohammad Faizal Agung, Indah Ayu


Pendidikan Agama Islam, UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu.
E-mail: faizaiagung17@gmail.com, Indahayup74@gmail.com

Abstrak : Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis peran dan pentingnya Pancasila sebagai
ideologi nasional dalam mencapai keselarasan antara tujuan negara dengan tujuan pendidikan
di Indonesia. Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki peran yang sangat penting
dalam membentuk arah dan nilai-nilai pendidikan nasional. Dalam kajian ini, dilakukan
analisis filosofis terhadap tujuan pendidikan di Indonesia dengan menggunakan pendekatan
Pancasila. Penulis menjelaskan bagaimana nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila-
sila Pancasila dapat mengarahkan tujuan pendidikan yang sejalan dengan cita-cita bangsa.
Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang pentingnya
Pancasila sebagai landasan ideologis dalam merumuskan tujuan pendidikan yang harmonis
dengan tujuan negara.

Kata Kunci : Pancasila, Tujuan negara, Tujuan Pendidikan.

Abstract : This journal aims to analyze the role and importance of Pancasila as a national
ideology in achieving harmony between state goals and educational goals in Indonesia.
Pancasila, as the foundation of the Indonesian state, has a very important role in shaping the
direction and values of national education. In this study, a philosophical analysis of the goals
of education in Indonesia is carried out using the Pancasila approach. The author explains
how the Pancasila values contained in the Pancasila precepts can direct educational goals
that are in line with the ideals of the nation. The results of this analysis are expected to
provide better insight into the importance of Pancasila as an ideological foundation in
formulating educational goals that are aligned with state goals.

Keyword : Pancasila, State Goals, Educational Goals.


PENDAHULUAN
Ideologi merupakan pondasi yang kuat dalam membangun sebuah bangsa dan negara.
Di Indonesia, Pancasila telah diakui sebagai ideologi negara yang menjadi landasan dalam
menjalankan segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam konteks ini, Pancasila
memiliki peran penting dalam memastikan adanya keselarasan antara tujuan negara dengan
tujuan pendidikan. Artikel ini akan membahas mengenai pentingnya Pancasila sebagai
ideologi bangsa dan bagaimana Pancasila mempengaruhi dan mengarahkan tujuan
pendidikan di Indonesia.
Perjalanan hidup suatu bangsa sangat bergantung pada proses penyelenggaraan
negara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar dalam mengatur penyelenggaraan
negara di segala bidang, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Tidak
heran jika Pancasila dijadikan sebuah acuan untuk membuat peraturan atau hukum-hukum
lainnya yang ada di Negara Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara diharapkan mampu untuk menjadi filter (penyaring)
dalam era globalisasi saat ini terutama dalam pengaruh budaya luar yang masuk ke Indonesia.
Pancasila mampu menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan zaman dari masa ke masa.
Sebagai suatu bangsa kita harus mempelajari makna Pancasila. Makna Pancasila bukan hanya
kita pelajari, tetapi harus kita terapkan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu,
Pancasila diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang dianggap sebagai ideologi bangsa.
Pancasila mencakup lima prinsip dasar, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut dirumuskan untuk mencapai tujuan negara
Indonesia, yang di antaranya adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Selaras
dengan tujuan negara, pendidikan juga memiliki tujuan yang melibatkan pembentukan
karakter, pengembangan potensi individu, serta menciptakan generasi penerus yang berdaya
saing dan berkualitas.
Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis filsafat tujuan pendidikan di
Indonesia. Filsafat tujuan pendidikan mencerminkan nilai-nilai, prinsip, dan orientasi yang
diharapkan dicapai melalui pendidikan. Melalui analisis ini, kita dapat memahami sejauh
mana tujuan pendidikan di Indonesia mencerminkan nilai-nilai Pancasila serta sejauh mana
tujuan tersebut mendukung visi bangsa dalam mencapai masyarakat adil dan makmur.
Dalam tulisan ini, akan dibahas tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
bagaimana tujuan negara terkait dengan tujuan pendidikan. Selanjutnya, akan dilakukan
analisis terhadap filsafat tujuan pendidikan di Indonesia untuk melihat sejauh mana tujuan
tersebut mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan kontribusinya terhadap mewujudkan
masyarakat adil dan makmur.
Analisis ini akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan
antara Pancasila sebagai ideologi bangsa dengan tujuan pendidikan di Indonesia. Selain itu,
akan memberikan gambaran tentang sejauh mana sistem pendidikan kita mendukung cita-cita
negara dan mampu membentuk generasi penerus yang berintegritas, berkeadilan, dan
berkepribadian Pancasila.
Melalui pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara Pancasila, tujuan
negara, dan tujuan pendidikan, kita dapat memperkuat komitmen kita dalam mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Dengan membangun fondasi pendidikan yang kokoh dan
berlandaskan Pancasila, kita dapat membentuk generasi penerus yang memiliki pemahaman
yang mendalam tentang nilai-nilai luhur bangsa, serta siap untuk menghadapi tantangan
global dengan integritas dan semangat kebangsaan yang tinggi.

METODE
Metode yang digunakan untuk menyusun artikel ini adalah studi pustaka. Studi
pustaka, yaitu mengkaji sumber-sumber, baik itu buku, artikel, referensi yang berhubungan
dengan filsafat Pancasila dalam pendidikan di Indonesia untuk membentuk bangsa yang
memiliki karakter. Analisis riset sejenis juga dilakukan agar mendapatkan kesimpulan yang
sahih dan tepat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang terdiri dari lima sila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila mendasari prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk pendidikan.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa adalah konsep dasar yang menjadi landasan dan
identitas Indonesia sebagai negara. Pancasila terdiri dari lima sila, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Melalui Pancasila, Indonesia memiliki dasar yang kuat
untuk membangun dan mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa memberikan pijakan moral dan etika
dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila
mengakui keberagaman agama dan membangun hubungan yang harmonis antarumat
beragama. Hal ini mencerminkan prinsip toleransi, penghargaan terhadap hak asasi manusia,
dan keadilan dalam beragama. Pancasila juga menekankan pentingnya moralitas dan keadilan
dalam hubungan sosial sehingga memberikan dasar yang kuat dalam menjaga kerukunan dan
keadaban di masyarakat.
Kedua, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa menyatukan bangsa Indonesia dalam
semangat persatuan. Sila Persatuan Indonesia menjunjung tinggi semangat nasionalisme dan
kebangsaan yang mengatasi perbedaan suku, agama, dan budaya. Pancasila mendorong
persatuan dalam keragaman dengan menghargai dan menghormati keberagaman sebagai
kekayaan bangsa. Dalam konteks ini, Pancasila menjadi pondasi untuk membangun
solidaritas dan ikatan sosial yang kuat di antara seluruh komponen bangsa Indonesia.
Ketiga, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa memberikan dasar filosofis bagi
pembangunan sosial dan ekonomi yang berkeadilan. Sila-sila dalam Pancasila, seperti
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mencerminkan semangat demokrasi,
keadilan, dan kesejahteraan sosial. Pancasila mendorong partisipasi aktif rakyat dalam
pengambilan keputusan yang berdampak pada pembangunan yang berkeadilan dan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara keseluruhan, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa bukan hanya sekadar konsep,
tetapi juga merupakan pemersatu dan panduan moral yang mengarahkan Indonesia dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, Pancasila memainkan peran penting dalam membangun harmoni, persatuan, dan
kesejahteraan sosial di Indonesia.

Hakikat Filsafat Pancasila


Filsafat berasal dari kata filosofis, secara epistemologis berasal dari Philos atau
Phylane yang berarti cinta, dan Chopia yang berarti kebijaksanaan atau kebijaksanaan. Secara
epistemologi berarti kearifan atau cinta kebijaksanaan (Sutrisno, 2006). Pancasila juga
merupakan filsafat karena merupakan kriteria kognitif-intelektual cara berpikir bangsa dan
dapat dimasukkan ke dalam sistem filsafat yang kredibel dalam ikhtiar akademik. Menurut
Abdulghani (Ruyadi, 2003), Pancasila adalah falsafah kebangsaan yang lahir sebagai ideologi
kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Pancasila adalah hasil renungan jiwa
yang mendalam, yang diinfuskan ke dalam 'sistem' yang tepat. Di sisi lain, Bapak Notnagoro
(Ruyadi, 2003) menyatakan bahwa falsafah Pancasila memberi kita pengetahuan dan
pemahaman ilmiah terutama tentang hakikat Pancasila.
Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan
aksiomatik tersendiri yang membedakannya dengan sistem filsafat lainnya. Secara ontologis,
kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk menemukan hakikat dasar
dari Perintah-Perintah Pancasila. Notnagoro (Ganeshwara, 2007) menyatakan bahwa dasar
ontologis Pancasila adalah manusia, karena manusia adalah subjek hukum utama Pancasila.
Apalagi kodrat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, mengandung
segala kompleksitas organisme. Selanjutnya berarti bahwa yang beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa adalah manusia-manusia berbudi luhur yang bersatu dalam Indonesia, yang
bermasyarakat yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan,
serta berkeadilan sosial.
Kajian epistemologi filsafat pancasila bertujuan sebagai upaya untuk menggali
hakikat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Menurut Titus (Kaelan, 2007), ada tiga
pertanyaan mendasar dalam epistemologi. (2) Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia.
(3) Tentang hakikat pengetahuan manusia. Adapun sumber pengetahuan Pancasila, diketahui
bahwa Pancasila bermula dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri dan dirumuskan
bersama oleh para 'Founding Fathers' kita. Jadi negara Indonesia adalah penyebab
materialistis dari Pancasila. Lebih lanjut, sebagai sistem pengetahuan, Pancasila memiliki
struktur logis formal, baik dari segi susunan peraturan maupun makna peraturan. Susunan
silabus pancasila bersifat hierarkis berbentuk piramida. Selanjutnya, sebagai sistem filosofis,
perintah-perintah Pancasila juga memiliki unit-unit dasar aksioma. Dengan kata lain, nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakekatnya adalah satu.

Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila


Suatu bangsa harus mempunyai landasan yang baik untuk pendiriannya dan landasan
untuk menyelesaikan segala persoalan yang menimpa bangsa dan kehidupan bangsa. Atas
dasar itu akan lebih mudah tercipta ketertiban dan keamanan untuk mencapai kemerdekaan
nasional. Begitu pula sebelum kemerdekaan, warga negara Indonesia sudah mengetahui
adanya dasar negara. Dasar negara disusun oleh panitia BPUPKI yang beranggotakan
sembilan orang.
Dasar negara yang dimaksud penulis adalah Pancasila. Tanggal 1 Juni 1945 dijadikan
sebagai hari lahir Pancasila, dan mulai tahun 2016 tanggal 1 Juni dijadikan hari libur umum
untuk memperingati hari lahir Pancasila. Diharapkan dengan memperingati hari lahir
Pancasila, masyarakat Indonesia lebih serius mengamalkan Pancasila.
seperti apa prinsip-prinsip filsafat Pancasila di Indonesia? berikut ini penjelasan
secara lengkapnya berdasarkan dari kausa Aristoteles:
1. Kausa Material: Diambil dari Nilai Sosial Budaya Indonesia
Filosofis pertama Pancasila di Indonesia didasarkan pada sebab-sebab
material, yaitu sila-sila Pancasila diambil dari nilai-nilai dan norma-norma yang
ada dalam diri bangsa Indonesia dan bukan negara lain. Ada banyak ragam yang
bisa ditemukan di Indonesia. masing-masing keragaman tersebut dipertemukan
dalam satu rumusan pancasila.
Yang artinya pancasila menutupi segala perbedaan yang ada di Indonesia
dan menyatukannya agar negara dapat hidup dengan baik dan mencapai tujuan
pembangunan nasionalnya. Dengan mengambil prinsip-prinsip nilai dan norma
yang ada di Indonesia, maka implementasi Pancasila menjadi lebih dapat diterima
dan mudah dilaksanakan. Ini juga merupakan salah satu upaya untuk menjaga
keutuhan NKRI. Keberadaan Pancasila merupakan sarana untuk menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa ini.
2. Kausa Formalis: Tercantum Secara Resmi dalam UUD 1945
Prinsip-prinsip filosofis Pancasila di Indonesia kemudian dapat dijelaskan
oleh sebab-sebab formal. Atas dasar itulah Pancasila dimasukkan dalam
pembukaan UUD 1945 sehingga menjadikan keberadaannya formal atau resmi
karena memenuhi syarat kebenaran formal. Hubungan antara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar merupakan salah satu prinsip dari Pancasila di Indonesia.
Keabsahan Pancasila sebagai dasar negara harus ditegaskan. Hal itu
dilakukan dengan memasukkan isi Pancasila dalam UUD 1945 yang merupakan
konstitusi atau sumber hukum tertinggi di Indonesia. Berdasarkan sejarah UUD
1945, kita dapat melihat bahwa untuk pertama kalinya kata Pancasila
diperkenalkan bukan dalam UUD 1945, melainkan dalam Piagam Jakarta.
Dimasukkannya Pancasila dalam UUD 1945 tentu menjadikan Pancasila sebagai
dasar negara.
3. Kausa Efisiensi: Rumusannya Tepat dengan Bangsa Ini
Pancasila di Indonesia dapat dijelaskan dengan alasan efektifitas, yaitu
ketepatan yang dilakukan BPUPKI dan PPKI dalam perancangan dan perumusan
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Kata “efisiensi” menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti ketepatan cara, tenaga dan kerja untuk mencapai sesuatu
tanpa kehilangan waktu, tenaga dan biaya.
Setelah pidato pembukaan sidang pertama BPUPKI oleh presidennya,
KRT Radjiman Wedyodiningrat, perencanaan dasar negara dimulai. Dalam pidato
tersebut beliau menanyakan apa yang akan menjadi dasar negara Indonesia. Sejak
saat itu, para pendiri bangsa mulai memikirkan gagasan-gagasan yang berkaitan
dengan pendirian negara.
4. Kausa Finalis: Isinya Sesuai Dengan Tujuan
Finalis, yaitu semua rumusan pancasila terkait dengan tujuan keberadaan
pancasila itu sendiri. Sebagai dasar negara, pancasila dapat dikatakan sebagai
dasar negara yang hampir sempurna. Ini berisi semua dasar-dasar yang dibutuhkan
suatu negara, terutama Indonesia, untuk berpihak pada rakyatnya.

Nilai-Nilai Pancasila
Nilai adalah gagasan atau konsep tentang apa yang dianggap penting oleh seseorang
dalam hidupnya. Nilainya bisa dalam dua rentang: kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa
disebut konsep atau abstraksi (Simon, 1986). Nilai adalah hal-hal yang terkandung dalam hati
nurani seseorang yang memberikan landasan tambahan dan prinsip-prinsip moral yang
merupakan ukuran keindahan dan efisiensi atau integritas hati nurani (potensial). Langkah
pertama dari "nilai" seperti gagasan seseorang, yang mewakili potensi utama seseorang. Nilai
tidak muncul di dunia pengalaman. Itu nyata dalam jiwa manusia. Dalam pernyataan lain,
Simon (1986) menekankan bahwa nilai sebenarnya berarti jawaban yang jujur tetapi benar
untuk pertanyaan "Apa yang Anda benar-benar inginkan".
Teori nilai termasuk dalam bidang estetika dan etika. Estetika bertujuan untuk
mengkaji dan membenarkan pemikiran orang tentang kecantikan atau apa yang
menyenangkan mereka. Misalnya, menanyakan atau menceritakan tentang rambut panjang,
anting laki-laki, nyanyian yang keras dan bentuk-bentuk yang serupa. Pada saat yang sama,
etika berusaha untuk memeriksa dan membenarkan aturan atau perilaku manusia. Pernyataan
etis sering dihasilkan dari pertanyaan yang membedakan antara benar dan salah, baik dan
buruk. Pada intinya, kajian etika adalah kajian moralitas, yaitu pemahaman langsung tentang
apa yang benar dan apa yang salah.
Sejak berdirinya negara, bangsa Indonesia telah bersatu untuk mempertahankan dan
menerima Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai dan moral bangsa. Konsensus bahwa
Pancasila sebagai panutan dalam pembangunan nilai dan moral bangsa merupakan konsensus
normatif, ilmiah dan filosofis. Secara epistemologis, masyarakat Indonesia meyakini bahwa
nilai dan moral yang muncul dari sila Pancasila merupakan hasil sublimasi dan kristalisasi
sistem nilai budaya dan agama bangsa yang kesemuanya bergerak secara vertikal, horizontal,
dan dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, bangsa dan negara Indonesia ingin
memahami, menghayati, membudayakan, dan mengamalkan Pancasila dalam rangka
menyelaraskan landasan filosofis-ideologis dengan wujud jati diri bangsa yang koheren
secara nyata dan aksiologis. Pekerjaan ini dikembangkan melalui jalur keluarga, komunitas
dan sekolah.
Pertimbangan filosofis yang dikembangkan oleh Notonegoro untuk mengkaji hakikat
nilai-nilai abstrak, nilai-nilai Pancasila, kemudian menjadi titik tolak implementasinya dalam
bentuk konsep praktis subjektif dan objektif. Praktek tersebut secara obyektif adalah praktek
negara atau bidang kehidupan bermasyarakat, deklarasi menjadi seperangkat peraturan yang
disusun secara hirarki berupa pasal-pasal konstitusi, peraturan MPR, undang-undang organik
dan peraturan pelaksanaan lainnya. Praktik subyektif adalah praktik individu, baik sebagai
individu maupun sebagai warga negara atau penguasa, yang perwujudannya berupa perilaku
dan sikap dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Ketuhanan,
Kemanusiaan, Bangsa dan Keadilan diterjemahkan dalam etika Pancasila, bahwa sifat dan
keadaan bangsa Indonesia adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, manusia, kebangsaan,
kerakyatan dan keadilan sosial.

Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan Indonesia


Seseorang melaksanakan pendidikan melalui kegiatan belajar. Dalam praktik
pendidikan universal, ada banyak komunitas orang yang berbeda yang memberi arti berbeda
pada pendidikan. Di Indonesia, fokus pendidikan adalah menguasai dasar-dasar untuk
membentuk meritokrasi, yang berarti jam belajar yang luas harus diatur untuk menguasai
mata pelajaran tertentu. Pendidikan berbasis terminologi merupakan terjemahan dari istilah
pedagogi. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu paidos dan agoo. Paidos berarti budak
dan agoo berarti pemimpin. Pedagogi dapat diartikan sebagai budak yang mengambil anak
dari tuannya untuk belajar. (Jumali et al., 2004) menjelaskan bahwa hakikat pendidikan
adalah kegiatan guru, siswa, kurikulum, penilaian dan pengelolaan, yang kesemuanya itu
secara bersamaan membekali siswa dengan lebih sadar keterampilan, kemampuan dan nilai-
nilai kepribadian dalam keteraturan lingkungan. kalender akademik.
Filsafat pendidikan Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
Pancasila. Nilai-nilai pancasila harus ditanamkan dalam diri peserta didik melalui
penyelenggaraan pendidikan nasional pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Ada dua
pandangan yang harus diperhatikan dalam mendefinisikan landasan filosofis pendidikan di
Indonesia (Jumali et al., 2004). Pertama, perspektif Indonesia. Filsafat pendidikan nasional
memandang bangsa Indonesia sebagai berikut:
a) Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifatnya.
b) Badan perseorangan dengan segala hak dan kewajibannya.
c) Makhluk sosial yang memikul segala tanggung jawab yang terkandung dalam
kehidupan masyarakat majemuk, baik menurut lingkungan sosial budaya dan
lingkungan hidup, maupun menurut kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
di tengah masyarakat global. mengatasi tantangan yang terus berkembang.

Kedua, pandangan tentang pendidikan nasional itu sendiri Secara filosofis, pendidikan
nasional dipandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan pranata sosial
lainnya dalam masyarakat. Menurut John Dewey, filsafat pendidikan adalah pelatihan
keterampilan dasar dasar yang mempengaruhi baik daya pikir (intelektual) maupun daya rasa
(emosional) terhadap fitrah manusia, sehingga filsafat juga diartikan sebagai teori pendidikan
secara umum. Brubachen mengklaim bahwa filsafat pendidikan seperti meletakkan kendali
pada kuda dan filsafat dipandang sebagai bunga dan bukan satu-satunya akar pendidikan.
Filsafat pendidikan berdiri bebas dengan keunggulan memiliki kaitan dengan filsafat umum,
meskipun hubungan ini tidak penting, namun ada integrasi antara pandangan filsafat dan
filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan. secara umum
(Arifin, 1993).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang membantu mengembangkan
potensi dan kemampuan anak untuk memperoleh manfaat dari kehidupan sebagai individu
dan sebagai anggota masyarakat. Diyakini bahwa pendidikan memegang peranan penting
dalam keberhasilan tumbuh kembang anak. Berbagai pandangan atau teori tentang
perkembangan manusia dan hasil pendidikan dapat ditemukan dalam sejarah pendidikan
sebagai berikut.
a) Empirik bahwa hasil pendidikan dan perkembangan tergantung pada pengalaman
yang dimiliki peserta didik selama hidupnya. Pengalaman ini didasarkan pada
rangsangan yang tersedia di luar diri sendiri. John Locke menegaskan bahwa anak
yang lahir di dunia ini seperti kertas kosong atau meja yang dilapisi lilin (tabula rasa)
yang di atasnya tidak ada tulisan.
b) Nativisme, sebuah teori yang dikemukakan oleh Schopenhauer yang mengatakan
bahwa bayi dilahirkan dengan sifat baik dan buruk. Mengenai pendidikan, ia
berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan ditentukan oleh sifat-sifat
yang diperoleh sejak lahir. Sekolah ini berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat
mencapai tujuan yang diharapkan dari perkembangan siswa. Dengan kata lain, arus
nativisme adalah arus pesimisme dalam pendidikan. Berhasil atau tidaknya
perkembangan anak tergantung pada ukuran dan jenis karakternya.
c) Naturalisme yang dipelopori oleh J.J. Rousseau, mengklaim bahwa semua anak yang
baru lahir memiliki sifat baik dan tidak ada anak yang lahir dengan sifat buruk.
Sekolah ini mengklaim bahwa guru hanya memiliki tugas untuk membiarkan siswa
mengembangkan diri dan membiarkan alam (negativisme). Pendidikan tidak
diwajibkan, tetapi peserta didik diserahkan kepada kodratnya agar sifat-sifat baik
tidak dirusak oleh tangan manusia selama proses pendidikan.
d) Teori Konvergensi yang dikembangkan oleh William Stern berpendapat bahwa anak
dilahirkan dengan sifat baik dan buruk. Hasil pelatihan tergantung pada alam dan
lingkungan. Pendidikan adalah dukungan orang-orang di sekitar siswa untuk
mengembangkan sifat-sifat baik dan mencegah berkembangnya sifat-sifat buruk.
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memegang peranan yang sangat penting
dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia
adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD 1945)
yang menetapkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
pendidikan sebagai satu sistem pendidikan nasional.

Aristoteles mengatakan bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan mendirikan


negara (Rapar, 1988). Hal yang sama berlaku untuk Indonesia. Selain sebagai sarana
transmisi ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana transmisi ideologi bangsa
kepada generasi penerus. Terbentuknya suatu bangsa secara otomatis mengikuti ideologi
bangsa yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa Indonesia, yang berperan
dalam kehidupan dan kehidupan bangsa Indonesia dan negara. Filsafat berpikir secara
mendalam dan sangat ingin menemukan kebenaran. Filosofi pendidikan adalah pemikiran
mendalam tentang pendidikan berdasarkan filosofi ketika kita menggabungkan fungsi.
Pancasila dengan sistem pendidikan dari sudut pandang filsafat pendidikan, bahwa
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa yang meramaikan kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya sistem pendidikan nasional Indonesia diresapi, berdasarkan dan
mencerminkan jati diri Pancasila. Cita-cita dan prakarsa bangsa Indonesia telah
terlembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang dilandasi dan dijiwai oleh suatu
keyakinan, sikap hidup dan falsafah tertentu. Oleh karena itu, falsafah pendidikan pancasila
merupakan kebutuhan nasional dan falsafah pendidikan pancasila merupakan subsistem dari
sistem negara pancasila. Mengingat peran pendidikan dalam mengembangkan potensi
bangsa, khususnya dalam melestarikan budaya dan kepribadian bangsa, yang pada akhirnya
menentukan eksistensi dan martabat bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan falsafah
pendidikan Pancasila perlu dikembangkan secara optimal untuk menjamin eksistensi dan
martabat. bangsa. Promosi nilai-nilai dan kepribadian nasional. Filsafat pendidikan pancasila
merupakan aspek mental atau spiritual dari sistem pendidikan nasional. Tanpa filosofi
pendidikan, tidak ada sistem pendidikan nasional.

Tujuan Pancasila Dan Pendidikan Untuk Membangun Karakter Bangsa


Menurut Pusat Bahasa Depdikbud, pengertian karakter adalah “kodrat, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, tingkah laku, kepribadian, tabiat, tabiat, fitrah, fitrah”. Karakter
adalah kepribadian, perilaku, tabiat, watak dan budi pekerti. Menurut Musfiroh (2008),
karakter mengacu pada seperangkat sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan. “Karakter”
berasal dari kata Yunani “to mark” atau “to mark” dan menitikberatkan pada penerapan nilai-
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau perilaku agar manusia menunjukkan perilaku
buruk tidak jujur, kejam, serakah dan buruk lainnya. karakter Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral dikatakan berbudi pekerti luhur. Berdasarkan
pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu proses pembinaan
tingkah laku yang dilandasi budi pekerti yang baik sesuai dengan kepribadian luhur bangsa
Indonesia dan dilandasi oleh nilai-nilai pancasila.
Menurut Ramli (2003), hakikat dan makna pendidikan karakter sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk kepribadian anak
sedemikian rupa sehingga menjadi pribadi yang baik, warga negara dan warga negara yang
baik. Kriteria orang baik, warga negara yang baik, dan warga negara yang baik dari suatu
masyarakat atau bangsa adalah nilai-nilai sosial tertentu yang sangat dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsa tersebut. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pendidikan tentang nilai, yaitu pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri untuk menumbuhkan kepribadian
generasi muda. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilihat dengan pendekatan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.
Pedoman “filsafat Pancasila” (Danumihardja, 2011) menyebutkan bahwa secara
ontologis didasarkan pada gagasan tentang negara, bangsa, masyarakat dan rakyat. Secara
epistemologis didirikan sebagai struktur pengetahuan logis internal dan implementasi
konsekuen. Aksiologis, hirarki dan struktur nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang
didalamnya terkandung konsep etika. Landasan ontologis Pancasila sebagai sistem filosofis
dapat dimaknai bahwa keberadaan suatu negara memerlukan dukungan warga negaranya.
Kualitas negara sangat tergantung pada kualitas warga negaranya. Kualitas warga negara
sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Hubungan ini juga bersifat timbal balik, karena
dasar pendidikan harus berhubungan dengan dasar negara. Inti dari dasar negara adalah
benar-benar memperkokoh landasan pendidikan untuk mencapai tujuan bersama yaitu
hubungan yang harmonis antara negara dan warga negaranya.
Demokrasi Pancasila menekankan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk sosial, negara dan bangsa sebagai masyarakat (Arbi, 1998). Arah hidup kita
adalah kehidupan manusia dengan ciri-ciri tertentu. Sifat kemanusiaan Pancasila yang tampak
adalah kokoh, etis dan religius (Poeposwardoyo, 1989). Filsafat pendidikan Pancasila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Kemanusiaan yang utuh yang diajarkan oleh Pancasila adalah kemanusiaan yang utuh
yang mengakui manusia seutuhnya. Manusia dipahami sebagai tubuh dan jiwa yang
holistik, sebagai satu kesatuan antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Kedua hal ini sebenarnya adalah dua sisi realitas manusia. Sifat manusia seperti inilah
yang menjadi inti siswa.
b) Etika pancasila adalah kompetensi etis. Pancasila mengakui keunikan subjektivitas
manusia, yang berarti membela kebebasan, tapi bukan segalanya, seperti liberalisme.
Kebebasan yang kita bicarakan di sini adalah kebebasan dari tanggung jawab.
c) Tatanan agama Pancasila yang pertama menekankan bahwa agama adalah hakikat
manusia, oleh karena itu pandangan pancasila tentang kemanusiaan adalah
kemanusiaan yang religius. Religius menunjukkan kecenderungan dan kemungkinan
mendasar ini. Pancasila mengakui keberadaan Tuhan sebagai Pencipta dan Sumber
dan menghargai agama sebagai hal yang penting dalam masyarakat. Kebebasan
beragama merupakan salah satu hak fundamental di antara hak asasi manusia, karena
kebebasan beragama mengalir langsung dari martabat manusia yang diciptakan
Tuhan. Hak atas kebebasan beragama bukanlah pemberian dari negara atau dari
individu atau kelompok manapun. Agama dan kepercayaan kepada Tuhan saja tidak
memaksa setiap orang untuk mengadopsi agama tertentu.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan karakter


di Indonesia merupakan hasil implementasi dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila adalah filosofi yang mewakili kode etik bagi orang Indonesia, sesuai dengan
budaya kita, adat ketimuran Indonesia. Pendidikan karakter harus dilandasi oleh nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Kita ingin mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas
dan berakhlak mulia, mampu hidup secara individu dan bermasyarakat, memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara yang baik, serta beriman dan beribadah kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Semuanya mengandung falsafah pendidikan pancasila yang berwatak
kokoh, etis dan religius. Pendidik harus menyadari pentingnya pendidikan karakter. Salah
satu cara menerapkan pendidikan karakter adalah dengan mengimplementasikan nilai-nilai
pancasila.

Keselarasan Tujuan Negara dan Tujuan Pendidikan


Tujuan negara Indonesia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang mengemukakan cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial. Sementara itu, tujuan pendidikan diatur dalam berbagai kebijakan dan peraturan
pendidikan nasional yang bertujuan untuk menciptakan manusia Indonesia yang berakhlak
mulia, cerdas, berwawasan kebangsaan, dan berdaya saing global.
Pancasila menjadi jembatan yang menghubungkan tujuan negara dengan tujuan
pendidikan. Nilai-nilai Pancasila tercermin dalam tujuan pendidikan, seperti pembentukan
karakter yang berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, peningkatan kesadaran akan
kemanusiaan yang adil dan beradab, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mewujudkan keadilan sosial dalam sistem pendidikan.
Pancasila memberikan arah dan nilai-nilai yang menjadi pijakan dalam merumuskan
kurikulum, metode pembelajaran, dan pengembangan kompetensi peserta didik. Dalam
pendidikan, Pancasila mempromosikan pendekatan yang inklusif, demokratis, dan
menghargai keberagaman. Prinsip musyawarah dan gotong royong yang diwujudkan dalam
sila-sila Pancasila juga tercermin dalam pengelolaan pendidikan yang partisipatif, melibatkan
semua stakeholder pendidikan untuk mencapai tujuan bersama.
Keselarasan antara tujuan negara dan tujuan pendidikan menjadi hal yang sangat
penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan harmonis di suatu negara.
Tujuan negara mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang ingin dicapai untuk
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, tujuan pendidikan menyangkut
pengembangan potensi peserta didik, pembentukan karakter, dan penguasaan kompetensi
yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pertama, keselarasan tujuan negara dan tujuan pendidikan menciptakan konsistensi
dan kohesi dalam pembangunan nasional. Ketika tujuan negara yang diinginkan adalah
masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkeadilan sosial, pendidikan memiliki peran sentral
dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan harus berfungsi sebagai alat untuk
mempersiapkan individu yang memiliki pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan,
keadilan, persatuan, dan kesetaraan. Dengan demikian, pendidikan dapat membantu
mewujudkan tujuan negara dalam menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan.
Kedua, keselarasan tujuan negara dan tujuan pendidikan memastikan relevansi dan
efektivitas pendidikan dalam menghadapi tuntutan zaman. Tujuan negara yang berkaitan
dengan pembangunan ekonomi, kemajuan teknologi, dan integrasi global perlu direspons
oleh pendidikan. Pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi
yang relevan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Dengan mengintegrasikan tujuan
negara ke dalam kurikulum dan strategi pembelajaran, pendidikan dapat memainkan peran
penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang kompetitif dan siap menghadapi
tantangan masa depan.
Ketiga, keselarasan tujuan negara dan tujuan pendidikan memperkuat identitas
nasional dan kebangsaan. Pendidikan memiliki peran yang kuat dalam membentuk karakter
dan kebangsaan individu. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan yang mengedepankan nilai-
nilai Pancasila dan menghargai keberagaman budaya serta menguatkan rasa persatuan dan
kesatuan sangatlah penting. Pendidikan harus memperkuat kesadaran kebangsaan, cinta tanah
air, dan semangat nasionalisme yang sesuai dengan tujuan negara. Dengan demikian,
keselarasan ini akan memperkuat identitas nasional dan membangun kesatuan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Secara keseluruhan, keselarasan tujuan negara dan tujuan pendidikan adalah prasyarat
penting dalam pembangunan yang holistik dan berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan
tujuan negara ke dalam sistem pendidikan, pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
mencapai tujuan negara dan menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan harmonis.

KESIMPULAN
Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki peran yang sangat penting dalam
mengarahkan tujuan pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam
sila-sila mencerminkan aspirasi bangsa untuk mencapai kesejahteraan, keadilan sosial, dan
persatuan. Pancasila menjadi landasan ideologis yang mengarahkan sistem pendidikan
nasional untuk menciptakan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, dan memiliki
kebangsaan yang kuat.
Dalam upaya menjaga keselarasan antara tujuan negara dan tujuan pendidikan, peran
Pancasila sebagai pedoman moral dan etika sangat penting. Maka, perlu terus ditingkatkan
pemahaman, implementasi, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek
pendidikan, baik di tingkat kebijakan, lembaga pendidikan, maupun dalam proses
pembelajaran di kelas. Dengan demikian, Pancasila akan terus menjadi pemersatu dan
penggerak dalam mencapai tujuan negara dan tujuan pendidikan yang harmonis untuk masa
depan bangsa yang lebih baik.
Pancasila merupakan dasar pandangan hidup bangsa Indonesia yang terdiri dari lima
landasan yang isinya membentuk jati diri bangsa Indonesia. Aturan Pancasila
menggambarkan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi rakyat Indonesia secara
keseluruhan dan menyeluruh. Pancasila juga merupakan filsafat karena merupakan acuan
kognitif-intelektual cara berpikir suatu bangsa yang dapat diintegrasikan ke dalam sistem
filsafat yang kredibel dalam kegiatan ilmiah. Terbentuknya suatu bangsa secara otomatis
mengikuti ideologi bangsa yang dianutnya. Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa
Indonesia, yang berperan dalam kehidupan dan kehidupan bangsa Indonesia dan negara.
Filsafat berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran. Filsafat
pendidikan adalah refleksi yang mendalam, berbasis filosofis tentang pendidikan. Jika misi
Pancasila dikaitkan dengan sistem pendidikan dari sudut pandang filsafat pendidikan, maka
Pancasila adalah visi hidup yang hidup dalam kehidupan sehari-hari bangsa. Oleh karena itu,
sudah sewajarnya sistem pendidikan nasional Indonesia diresapi, berdasarkan dan
mencerminkan jati diri Pancasila. Pancasila merupakan falsafah yang menjadi pedoman
perilaku bangsa Indonesia sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Pendidikan karakter harus
dilandasi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kita ingin mewujudkan manusia
Indonesia yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu hidup secara individu dan
bermasyarakat, memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, serta
beriman dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semuanya mengandung falsafah
pendidikan pancasila yang memiliki ciri yaitu terintegrasi, beretika dan religius.
PUSTAKA
Dahlan, M. H. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2016.
Hadi, Sutrisno. Pendidikan Pancasila: Teori, Metode, dan Praktik. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2016.
Mulyasa, E. Pancasila dalam Pembelajaran: Menanamkan Nilai-nilai Pancasila dalam
Pendidikan Anak Bangsa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017.
Sardiman, A. M. Sardiman, A. M. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2018.
Setiadi, Budi. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka: Filosofi, Kebudayaan, dan Politik.
Yogyakarta: Media Pressindo, 2018.
Soedarsono, Darmanto. Pancasila: Dasar Negara, Ideologi, dan Filsafat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2016.
Subarsono, A. K. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Konsep, Model, dan
Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2018.
Supriadi, Deddy. Pancasila dalam Perspektif Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2017.
Wahid, Abdurrahman. Islam, Demokrasi, dan Keadilan Sosial: Pancasila sebagai
Paradigma. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2017.
Winarno, Budi. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pancasila. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2019.

Anda mungkin juga menyukai