Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HUKUM SHALAT, PUASA, ZAKAT DAN HAJI

DISUSUN OLEH:

1. TARI WULANDARI 1911210043


2. EZA APRISKA 1911210038
3. KHITUNNISYA 1911210041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI BENGKULU TAHUN 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. Sholat..............................................................................................................6
B. Puasa.............................................................................................................11
C. Haji................................................................................................................14
D. Zakat.............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat  Tuhan Yang Maha Esa  yang  senantias melimpahkan 
rahmat  dan karunia Nya,  sehingga  penulis  dapat  menyelesaikan  makalah  ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “fikih ibadah muamalah”.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam  penyelesaian  makalah  ini.  Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan. Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk
menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang
lebih baik.

Bengkulu, 24 Mei 2022

            Tari Wulandari
 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan Hukum Islam di kalangan ummat Islam adalah sebagai


patokan dan pedoman untuk mengatur kepentingan masyarakat dan
menciptakan masyarakat yang islami. Kehidupan yang teratur dan
sepantasnya diyakini dapat diterima oleh setiap manusia walaupun menurut
manusia ukurannya berbeda-beda. Hukum Islam sebagai Negara yang bukan
mendasari berlakunya hukum atas hukum agama tertentu, maka Indonesia
mengakomodir semua agama, karena itu hukum Islam mempunyai peran
besar dalam menyumbangkan materi hukum atas hukum Indonesia. Begitu
juga dalam agama islam, terdapat berbagai banyak hokum dan berbagai
kewajiban yang terkandung di dalamnya, yakni Puasa, Zakat, Sholat, Haji dan
Muamalah. Maka oleh itu kami sebagai pemakalah akan mencoba untuk
menjabarkan kewajiban-kewajiban yang ada di dalam agam islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Sajakah Pengertian Sholat, Puasa, Zakat, Haji?


2. Dan Apa Saja Hal-Hal yang Membatalkannya?
3. Apa hukum dari Sholat, Puasa, Zakat, Haji?

C. Tujuan

1. Mengetahui Apa Sajakah Pengertian Sholat, Puasa, Zakat, Haji?


2. Mengetahui Apa Saja Hal-Hal yang Membatalkannya?
3. Mengetahui Apa hukum dari Sholat, Puasa, Zakat, Haji?
BAB II

PEMBAHASAN
D.  Sholat

1. Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa artinya do’a, sedangkan menurut istilah berarti
ucapan-ucapan dan perbuatan yang didahului dengan takbirotul ikhram dan
diakhiri dengan salam. Adapun kewajiban Shalat itu sendiri berdasarkan QS.
An-Nisa: 103; “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian
apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana
biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman Semua kaum muslim sepakat bahwa solat
merupakan salah satu dari lima rukun islam yang disebutkan dalam sabda
Rasulullah Saw. “ islam dibangun di atas lima fondasi (rukun)”. Dan
sesungguhnya shalat diwajibkan kepada kaum muslim sehari lima waktu yaitu
sebanyak 17 rakaat. Kewajiban itu tidak gugur bagi semua mukallaf,
melainkan orang yang sudah meninggal dunia.

2. Hukum Sholat Lima Waktu


Salat yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan
para pengikutnya adalah Salat Malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-
Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat
berikutnya, yaitu ayat 20 Artinya : Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui
bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan
siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui
bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang
lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi
Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan
mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Dengan turunnya ayat ini, hukum Salat Malam menjadi sunat. Ibnu
Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata
mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban Salat
Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
Dalam banyak hadits, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan
keras kepada orang yang suka meninggalkan Sholat, diantaranya ia bersabda:
"Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka adalah sholat. Barangsiapa
yang meninggalkan sholat, maka berarti dia telah kafir."
Orang yang meninggalkan sholat maka pada hari kiamat akan
disandingkan bersama dengan orang-orang laknat, berdasarkan hadits berikut
ini: "Barangsiapa yang menjaga sholat maka ia menjadi cahaya, bukti dan
keselamatan baginya pada hari kiamat dan barangsiapa yang tidak
menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan
pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin
Khalaf."
Hukum Sholat dapat dikategorisasikan sebagai berikut :
1. Fardhu, Sholat fardhu ialah sholat yang diwajibkan untuk
mengerjakannya. Sholat Fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
a. Fardhu ‘Ain : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada
mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh
ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti
Sholat lima waktu, dan Sholat jumat(Fardhu 'Ain untuk pria).
b. Fardhu Kifayah : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada
mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban
itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang
mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang
mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi
berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti Sholat jenazah.
2. Nafilah (Sholat sunnat),Sholat Nafilah adalah Sholat-Sholat yang
dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Sholat
nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
a. Nafil Muakkad adalah Sholat sunnat yang dianjurkan dengan
penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti Sholat
dua hari raya, Sholat sunnat witir dan Sholat sunnat thawaf.
b. Nafil Ghairu Muakkad adalah Sholat sunnat yang dianjurkan
tanpa penekanan yang kuat, seperti Sholat sunnat Rawatib dan
Sholat sunnat yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan
keadaan, seperti Sholat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika
terjadi gerhana).

3. Rukun-Rukun Sholat
Adapun beberapa rukun atau hal yang menjadi syarat syahnya
sholat ada 13, yakni diantaranya :
a) Berdiri
b) Niat
c) Takbiratul ihram
d) Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
e) dengan thuma'ninah
f) I'tidal dengan thuma'ninah
g) Sujud dua kali dengan thuma'ninah
h) Duduk antara dua sujud dengan thuma'ninah
i) Duduk dengan thu'maninah serta membaca tasyahud akhir dan
j) sholawat kepada nabi
k) berlindung kepada Allah dari siksa jahannam &kubur serta fitnah
hidup dan mati dan kekejian fitnah dajjal
l) Membaca salam yang pertama
m) Tertib (melakukan rukun secara berurutan)

4. Hal-Hal yang Membatalkan Sholat


Shalat seseorang akan batal apabila ia melakukan salah satu di
antara hal-hal berikut ini:

a. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda


Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang artinya :
"Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu."
(Muttafaq 'alaih)

b. Berbicara dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan


shalat. "Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata,
'Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang dari kami
berbicara kepada temannya yang berada di sampingnya sampai
turun ayat: 'Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyu'(1), maka kami pun diperintahkan untuk
diam dan dilarang berbicara." (Muttafaq 'alaih)
c. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah
disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di
tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa
saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat: "Kembalilah
kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum
melaksanakan shalat." (Muttafaq 'alaih). Lantaran orang itu telah
meninggalkan tuma'ninah dan i'tidal. Padahal kedua hal itu
termasuk rukun.

d. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan


pelaksanaan ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk
dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang sekadarnya
saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan
pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya,
maka hal itu tidaklah membatalkan shalat.

e. Tertawa sampai terbahak-bahak. Para ulama se-pakat mengenai


batalnya shalat yang disebabkan tertawa seperti itu. Adapun
tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa hal itu
tidaklah merusak shalat seseorang.

f. Tidak berurutan dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan


shalat Isya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, maka shalat Isya
itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu, karena berurutan dalam
melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan begitulah
perintah pelaksanaan shalat itu.

g. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali


lipat, umpamanya shalat Isya' delapan rakaat, karena perbuatan
tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu'
yang mana hal ini merupakan ruhnya shalat.

E. Puasa

1. Pengertian Puasa.
Dari segi bahasa : puasa berarti menahan (imsak) dan
mencegah (kaff) dari sesuatu. Menurut syarak (syara’) : puasa berarti menahan
diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang
bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau
setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan
apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya,
sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang
yang dipercaya.
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa),
aqil (berakal), dan sanggup untuk berpuasa. Adapun syarat-syarat wajibnya
puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu. Para
ulama mengatakan anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk
melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada
umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.

2. Rukun Puasa
Rukun puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat; yakni
syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala
sesuatu  yang membatalkannya. Dalam hal ini, mazhab Maliki dan Syafi’i
menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, berniat yang dilakukan pada
malam hari.
3. Hukum Puasa Romadhon
Puasa pada bulan Ramadhan adalah merupakan salah satu rukun
Islam, Allah Ta’ala berfirman Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”(QS.Al Baqarah:183)
“Maka barangsiapa diantara kamu melihat bulan itu (Ramadhan),
hendaklah ia berpuasa.” (QS. Al Baqarah:185)
Dari Abu Abdirrahman Abdullah ibnu Umar Ibnul Khaththab
radhiallahu ‘anhuma berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda: “Islam dibangun diatas lima perkara: bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa
pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari , Muslim)

4. Syarat Sahnya Puasa


Dalam menjalani puasa terdapat beberapa syarat yang menjadi rukun
syahnya puasa, diantaranya Syarat-syarat sahnya puasa ada enam, yakni :
a. Islam: tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
b. Akal: tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
c. Tamyiz: tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang
balk dengan yang buruk).
d. Tidak haid: tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
e. Tidak nifas: tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
f. Niat: menyengaja dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib.
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar,
maka tidak sah puasanya." (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-
Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi).
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan
niat sejak malam hari yaitu di salah satu bagian malam. Niat itu tempatnya
di dalam hati, dan melafazdkannya adalah bid'ah yang sesat, walaupun
manusia menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat
semenjak malam harinya ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke Aisyah pada
selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda (yang artinya):
"Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan
berpuasa" [Hadits Riwayat Muslim 1154].

5. Hal-Hal Yang Membatalkannya Puasa


a. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak
batal puasanya.
b. Jima' (bersenggama).
c. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah
suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah.
d. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan,
ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena
mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
e. Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati
darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari
sebelum terbenam matahari.
f. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut
melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam: "Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib
qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib
qadha." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam
lafazh lain disebutkan: "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia
tidak (wajib) mengganti puasanya." Diriwayatkan oleh Al-Harbi dalam
Gharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah No.
923.
g. Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini
menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: "Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-An'aam: 88).

F. Haji

1. Pengertian Haji
Haji (Bahasa Arab: ‫حج‬, Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang
kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji
adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang
mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan
beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang
dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah
umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika
umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada
tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu
simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim
juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan
dengan perayaan ibadah haji ini.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi. Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti
qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji
ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan
amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat
tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga
Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah
bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di
Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.

2. Jenis ibadah haji


Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin
dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu,
sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah
SAW dalam tahun hajjatul wada. Diantara kami ada yang berihram, untuk haji
dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk
umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang
berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak
melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud :

a. Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila
sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun
menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji.
Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut
berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai,
maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.

b. Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan


melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul.
Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji,
ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadah didalam
bulan-bulan serta didalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke
negeri asal.

c. Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau


menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau
menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji
qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan
melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin
akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran,
berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.

3. Syarat Syahnya Haji


Dalam hajipun terdapat beberapa syarat yang menjadi rukun wajib
dalam mendapatkan syahnya haji yang di laksanakan, diantaranya adalah :

1. Agama Islam

2. Dewasa / baligh (bukan mumayyis)

3. Tidak gila / waras

4. Bukan budak (merdeka)

4. Rukun Haji
Rukun haji adalah hal-hal yang wajib dilakukan dalam berhaji yang
apabila ada yang tidak dilaksanakan, maka dinyatakan gagal haji alias tidak
sah, harus mengulang di kesempatan berikutnya

1. Ihram
2. Wukuf

3. Thawaf

4. Sa'i

5. Tahallul

G. Zakat

1. Pengertian Zakat
Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan umat Islam menjelang
akhir bulan Ramadan, sebagai pelengkap ibadah puasa. Zakat merupakan
salah satu rukun ketiga dari Rukun Islam.
Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan",
atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat merujuk
pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan
tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.
Setiap umat Muslim berkewajiban untuk memberikan sedekah dari
rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an.
Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah
(pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari,
umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib
hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah
zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk
meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.[1]. Sejak saat ini, zakat
diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada
kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah
zakat tersebut.
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan
didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu
adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka,
orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari’ah mengatur
dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
Kejatuhan para kalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak
dapat diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi.

2. Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
a) Zakat Fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan
Ramadan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang
ada di daerah bersangkutan.
b) Zakat Maal (Harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil
ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing tipe memiliki
perhitungannya sendiri-sendiri.

3. Hukum Dalam Menunaikan Zakat


Zakat merupakan salah satu[rukun Islam], dan menjadi salah satu
unsur pokok bagi tegaknya [syariat Islam]. Oleh sebab itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Zakat termasuk dalam kategori ibadah, seperti:salat,haji,dan puasa yang telah
diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah,sekaligus
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum dalam
menunaikan zakat bagi orang yang mampu adalah wajib dan bagi orang yang
tidak mampu di sunnahkan untuk mengusahakannya.

4. Orang-Orang yang berhak menerima zakat


Dalam Quran surat at Taubah ayat 58-60, yang telah di sebutkan di
atas bahwa sudah jelaslah disini, bahwa golongan yang berhak menerima
zakat (mustahiq) ada delapan golongan, yaitu:
a. Fakir dan Miskin
Fakir dan miskin adalah golongan yang pertama dan kedua disebutkan
dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa sasaran zakat adalah
menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam.
Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang
dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta.
Sedangkan yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam
kebutuhan dan suka meminta-minta.

b. Amil zakat
Sasaran ketiga adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil
zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat,
mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para
penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang
mencatat keluar masuk zakat.

c. Golongan muallaf
Yang dimaksudkan dengan golongan muallaf, antara lain adalah
mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat
bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum
Muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam
membantu dan menolong kaum Muslimin dari musuh.

d. Untuk memerdekakan budak belian


Cara membebaskan bisa dilakukan dengan dua hal: Pertama,
menolong hamba mukatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian dan
kesepakatan dengan tuannya, bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta
dengan nilai dan ukuran tertentu, maka bebaslah ia. Kedua, seseorang
dengan harta zakatnya atau seseorang bersama temannya membeli seorang
budak kemudian membebaskan. Atau penguasa membeli seorang budak
dari harta zakat yang diambilnya, kemudian ia membebaskan.

e. Orang yang berutang


Gharimun (orang yang berhutang) adalah termasuk golongan
mustahiq. Menurut Ibnu Humam dalam al Fath, gharim adalah orang yang
mempunyai piutang terhadap orang lain dan boleh menyerahkan zakat
kepadanya karena keadaannya yang fakir, bukan karena mempunyai
piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang mempunyai utang, yaitu
golongan yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti
untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan lain
adalah orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain,
seperti mendamaikan dua golongan yang bermusuhan, orang yang
bergerak di bidang sosial, seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk
fakir, anak yatim piatu dan lain-lain.

f. Di jalan Allah
Quran menggambarkan sasaran zakat yang ketujuh dengan firmanNya:
"Di jalan Allah". Sabil berarti jalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang
menyampaikan pada ridha Allah, baik akidah maupun perbuatan.
Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup seg ala amal
perbuatan ikhlas, yang digunakan untuk bertakkarub kepada Allah, dengan
melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam kebajikan
lainnya.
Sedangkan fihak-fihak di luar dari 8 golongan (asnaf) ini tidak
dibenarkan menerima uang dari zakat. Tetapi tidak tertutup fihak-fihak
tersebut menerima bantuan dari infaq. Jadi sasaran zakat lebih spesifik
dari pada infaq.
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah. 2006. Tuntunan Shalat Rasulullah. Jakarta : Akbar Press.

Dr. Abdullah bin Muhammad. Meraih Puasa Sempurna. Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir.

Dr. Yusuf al-Qaradhaw. 100 Tanya Jawab Haji, Umroh & Kurban. Jakarta : Gema
Insani.

Dr. Yusuf al-Qaradhaw. Hukum Zakat. Jakarta : Litera Antar Nusa.

Sayyid Sabiq. Panduan Zakat (Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah). Jakarta : Pustaka
Ibnu Katsir.

Nogarsyah Moede Gayo, Pustaka pintar haji dan umrah, Inovasi, Jakarta:2003.

HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan Malik dari 'Aisyah RA.

Ust. H. Bobby Herwibowo, Lc. & Hj. Indriya R. Dani, S.E., Panduan Pintar Haji &
Umrah. QultumMedia. Jakarta. 2008.

Panduan Pintar Zakat. H.A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia. QultumMedia.
Jakarta. 2008..

Artikel Berjudul: Tuntunan Zakat Mal Pada MediaMuslim.Info.


http://www.insanislam.com/kajian/49-kajian-umum/93-hal-hal-yang-membatalkan-
shalat.html

Anda mungkin juga menyukai